Buku Ajar Elemen Hingga (1)

103
BUKU AJAR ELEMEN HINGGA DISUSUN OLEH : I PUTU LAINTARAWAN, ST, MT. I NYOMAN SUTA WIDNYANA, ST, MT. I WAYAN ARTANA, ST. PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HINDU INDONESIA

description

Buku Ajar Elemen Hingga (1)

Transcript of Buku Ajar Elemen Hingga (1)

BUKU AJAR

ELEMEN HINGGA

DISUSUN OLEH :

I PUTU LAINTARAWAN, ST, MT.

I NYOMAN SUTA WIDNYANA, ST, MT.

I WAYAN ARTANA, ST.

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HINDU INDONESIA

Elemen Hingga

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kami panjatkan kehadapan Tuhan yang Maha Esa, atas

rahmatNya, penyusunan Buku Ajar Elemen Hingga dapat diselesaikan. Buku Ajar ini

disusun untuk menunjang proses belajar mengajar mata kuliah Elemen Hingga sehingga

pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta pada akhirnya tujuan

instruksional umum dari mata kuliah ini dapat dicapai.

Diktat ini bukanlah satu-satunya pegangan mahasiswa untuk mata kuliah ini,

terdapat banyak buku yang bisa digunakan sebagai acuan pustaka. Diharapkan

mahasiswa bisa mendapatkan materi dari sumber lain.

Penulis menyadari bahwa diktat ini masih banyak kelemahan dan

kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran pembaca dan juga rekan sejawat

terutama yang mengasuh mata kuliah ini, sangat kami perlukan untuk kesempurnaan

tulisan ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Denpasar, Februari 2009

Penulis

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 1

Elemen Hingga

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1

1.1 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga ....................................................................1

1.2 Langkah-Langkah Metode Elemen Hingga .............................................................2

BAB II MACAM-MACAM ELEMEN .........................................................................12

2.1 Elemen Satu Dimensi ...............................................................................................12

2.2 Elemen Dua Dimensi ...............................................................................................12

2.3 Elemen Selaput (Shell) ............................................................................................13

2.4 Elemen Tiga Dimensi ..............................................................................................13

2.5 Elemen Simetris – Aksial .........................................................................................14

BAB III PERSAMAAN DASAR PADA METODE ELASTIS ....................................17

3.1 Pendahuluan .............................................................................................................17

3.2 Persamaan Regangan – Peralihan ............................................................................18

3.3 Persamaan Tegangan – Regangan ...........................................................................19

3.3.1 Distribusi Tegangan Tiga Dimensi .......................................................................19

3.3.2 Distribusi Tegangan Dua Dimensi ........................................................................22

3.3.3 Distribusi Tegangan Satu Dimensi .......................................................................24

3.5 Persamaan Kompatibilitas .......................................................................................26

BAB IV KONSEP DASAR PERSAMAAN KEKAKUAN...........................................28

4.1 1 Pendekatan Dengan Fungsi Peralihan (Displacement Function) ..........................28

4.2 Hubungan Antara Regangan K dan Derajat Kebebasan Kinematik Ue ...........29

4.3 Hubungan Antara Tegangan σ Dan Ue ..........................................................30

4.4 Matrix Kekakuan .....................................................................................................31

4.5 Metoda Kerja Virtuil ................................................................................................32

BAB V ELEMEN SATU DIMENSI .............................................................................32

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 2

Elemen Hingga

5.1 Pendahuluan .............................................................................................................32

5.2 Kolom Pendek ..........................................................................................................32

5.3 Elemen Balok ...........................................................................................................50

5.4 Aliran Dalam Satu Arah ..........................................................................................56

5.5. Aliran Satu Dimensi yang Tergantung Waktu ........................................................62

BAB VI ELEMEN DUA DIMENSI ..............................................................................72

6.1 Elemen Segitiga .......................................................................................................72

6.1.1 Penyusunan Matrik Kekakuan Elemen .................................................................73

6.1.2 Penyusunan matrik kekakuan struktur ..................................................................81

6.2 Elemen Segiempat ...................................................................................................87

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................90

LAMPIRAN

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 3

Elemen Hingga

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar Metoda Elemen Hingga

Konsep yang mendasari Metoda Elemen Hingga (Finite Element Method untuk

selanjutnya disingkat FEM) bukanlah hal yang baru. Prinsip "discretization"

dipergunakan hampir pada semua bentuk usaha manusia. Barangkali kebutuhan untuk

"discretizing” atau membagi sesuatu menjadi bentuk yang lebih kecil dan dapat

dimengerti timbul dari keterbatasan manusia, dalam arti manusia tidak dapat mengerti

atau menjangkau sekelilingnya dalam totalitasnya. Dengan perkataan lain kita membagi

(discretize) alam atau sesuatu phenomena menjadi bagian-bagian kecil, dan penyatuan

secara keseluruhan yang kita bayangkan akan merupakan sesuatu yang dapat

menstimulir keadaan tersebut secara menyambung. Umumnya pada pandangan seperti

ini akan terjadi suatu unsur penyimpangan atau kesalahan, tetapi prosedur FEM tersebut

merupakan pendekatan praktis dengan toleransi penyimpangan yang dapat diterima.

Para sarjana Sipil tertarik untuk menganalisa pengaruh gaya, temperatur dan aliran

air atau angin terhadap besaran-besaran seperti deformasi, tegangan, temperatur,

tekanan dan kecepatan air dan sebagainya. Sifat-sifat distribusi pengaruh tersebut,

dalam suatu massa tergantung daripada karakteristik sistem gaya dan sistem massa itu

sendiri.

Tujuan kita adalah untuk mendapatkan distribusi pengaruh-pengaruh tersebut.

Untuk memudahkan pengertian, baik kita gunakan istilah deformasi u untuk mengganti

istilah ‘pengaruh’. Untuk problem lain mungkin kita gunakan istilah temperatur T atau

fluid head ϕ .

Kita anggap bahwa distribusi deformasl u sulit dicari dengan cara konvensional

dan kita perlu menggunakan FEM yang berdasarkan konsep "diskretisasl”. Kita bagi

suatu massa atas sejumlah daerah-daerah kecil yang disebut "finite element" atau

elemen hingga.

Untuk analisa tegangan deformasi dari massa tersebut dalam kesetimbangan akibat

beban luar, pengertian kepada elemen ini mengenai penurunan dari hubungan beban -

kekakuan bahan. Untuk menurunkan hubungan ini kita gunakan prinsip-prinsip yang

mempengaruhi massa itu. Karena tujuan utama kita adalah mencari distribusi dari u, kiti

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 4

Elemen Hingga

ingin menyatakan prinsip-prinsip tersebut dengan besaran u. Hal ini kita capai dengan

memilih pola atau bentuk dari distribusi u tersebut atas sebuah elemen.

Gambar 1.1 Distribusi dari perpindahan “u” temperature T atau fluid head ϕ

Didalam memilih bentuk tersebut kita harus mengikuti beberapa aturan,

misalnya salah satu aturan mensyaratkan bahwa suatu massa yang dikenai beban agar

bisa dianalisa tidak boleh mengalami pecah/putus di suatu daerah. Dengan kata lain,

massa itu harus tetap berkesinambungan.

1.2 Langkah-Langkah Metode Elemen Hingga

Perumusan dan penerapan FEM dianggap terdiri darl 8 langkah dasar.

Langkah-langkah ini akan dibahas secara umum dengan maksud untuk mempersiapkan

kepada pengertian yang lebih detail daripada langkah-langkah tersebut. Pada bab

berikutnya akan diberi contoh-contch sederhana dari penerapan langkah-langkah ini

sehingga konsepnya akan jelas.

Langkah I : Diskretisasi Dan Pemilihan Konfigurasi Elemen

Diskretisasi adalah pernbagian suatu sistem menjadi elemen-elemen. Diskretisasi

ini akan menghasilkan suatu harga pendekatan terhadap keadaan sesungguhnya. Jadi

bukan merupakan solusi eksak. Massa dibagi menjadi sejumlah elemen yang kecil yang

disebut "finite element". Titik potong sisi-sisi elemen disebut titik nodal dan pertemuan

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 5

Elemen Hingga

antara elemen-elemen disebut garis nodal (nodal lines) atau bidang nodal (nodal

planes). Kadang-kadang kita perlu menambahkan titik nodal tambahan sepanjang garis

nodal atau bidang nodal. Pertanyaan yang timbul dari pekerjaan diatas adalah : "Berapa

kecil ukuran elemen harus ditentukan ?"

Hal ini tergantung dari macam elemen yang dipakai, yang sebaliknya tergantung

dari karakteristik sistem massanya. Misalnya untuk suatu struktur yang berbentuk

batang maka elemen yang dipakai adalah elemen garis. Untuk massa berbentuk plat

barangkali bentuk elemen yang dipilih adalah segitiga atau segiempat.

Proses diskretisasi ini mencakup prinsip-prinsip :

- pembagian

- kesinambungan (continuity)

- kompatibilitas

- konvergensi

- kesalahan/penyimpangan

Pada umumnya prinsip pembagian dapat diterapkan untuk semua hal. Segala

sesuatu selalu dapat dibagi-bagi menjadi satuan yang lebih kecil.

Tentang prinsip kesinambungan, Aristoteles mengatakan bahwa sebuah massa

yang berkesinambungan terbagi atas elemen-elemen. Misalnya antara dua buah titik

pada suatu garis terdapat titik-titik yang lain, begitu pula ada suatu saat diantara dua saat

yang lain didalam sebuah periode waktu.

Dengan konsep keterbatasan (finiteness), sifat dapat terbagi (divisability) dan

kesinambungan (continuity) memungkinkan kita untuk membagi sesuatu menjadi

komponen, satuan atau unsur yang lebih kecil.

Untuk menjelaskan pirinsip konvergensi, kita ambil contoh pendekatan luas

suatu lingkaran, dengan menggunakan poligon-poligon atau segi ba nyak. Semakin

banyak sisi poligon yang kita gunakan, semakin teliti pendekatan kita pada luas yang

dicari, atau dengan perkataan lain solusi pendekatan tersebut konvergen mendekati

harga yang sebenarnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.2.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 6

Elemen Hingga

Gambar 1.2 Konvergensi untuk penndekatan luas lingkaran

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 7

Elemen Hingga

Proses diskretisasi tidak lain hanyalah suatu pendekatan. Konsekwensinya, apa

yang kita peroleh bukanlah suatu solusi eksak. Harga penyimpangan disebut 'kesalahan'

dan kesalahan ini semakin kecil bila elemen yang dipergunakan banyak dan makin

kecil. Kesalahan tersebut dapat dinyatakan sebagai :

T = A* - A (1.1)

dimana :

t : kesalahan

A* : solusi eksak

A : solusi pendelcatan

Langkah 2 : Memilih Model Atau Fungs1 Pendekatan

Pada ini kita memilih sebuah pola atau bentuk untuk distribusi dari besaran yang

dicari ( u, T, ϕ , dan sebagainya). Titik-titik nodal dari elemen merupakan titik yang

dipilih sebagai fungsi matematis untuk menggambarkan bentuk distribusi dari besaran

yang dicari itu pada suatu elemen. Umumnya fungsi polinom dipergunakan sebagai

fungsi pendekatan karena sederhana untuk perumusan pada finite element.

Bila deformasi u sebagai besaran yang dicari, fungsi interpoIasi polinom dapat

dinyatakan

U = NiU1 + N2u2 + …. + Nmum (1.2)

Disini u1, u2, ……,um adalah deformasi yang dicari pada titik-titik nodal dan N1, N2,

….Nm merupakan fungsi interpolasi. Misalnya. untuk elemen batang dengan dua titik

nodal di ujungnya, kiia dapat mempergunakan u1 dan u2 sebagai besaran yang dicari itu.

Besaran yang tidak diketahui disebut "degree of freedom" atau derajat kebebasan.

Derajat kebebasan dapat didefinisikan sebagal peralihan yang independent yang

dapat terjadi pada suatu titik. Sebagai contoh, untuk problem deformasi satu arah pada

kolom misalnya, hanya ada satu arah kemana titik tersebut bebas beralih, yaitu searah

sumbunya. Maka titik tersebut mempunyai satu derajat kebebasan (one degree of

freedom) .

Perlu dicatat bahwa setelah semua langkah FEM dijalankan, akan diperoleh

solusi dari besaran yang dicari (u) pada semua titik nodal ( u1, u2, ... um) yang mengikuti

pola, atau pendekatan yang sebelumnya kita anggap memenuhi kondisi, aturan-aturan

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 8

Elemen Hingga

dan prinsip yang ada. Harus disadari bahwa solusi tersebut hanya diperoleh pada titik

nodal. Ini merupakan akibat dari proses diskretisasi. Gambar (1.3) menunjukkan solusi

akhir yang tidak perlu sama dengan solusi eksak.

Namun demikian dalam pendekatan ini kita menghendaki hasil yang dihitung

sedekat mungkin dengan solusi eksaknya atau kesalahannya sekecil mungkin.

Langkah 3: Menentukan Hubungan Tegangan – Regangan Atau

Gradien - Besaran yang Dicari

Untuk meneruskan ke langkah berikutnya dimana digunakan sesuatu prinsip

misalnya prinsip energi potensial minimum untuk mendapatkan persamaan elemen, kita

harus mendefinisikan besaran-besaran yang tercakup yang akan muncul dalam prinsip

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 9

Elemen Hingga

tersebut. Untuk "Stress-Deformation problem" besaran tersebut adalah regangan dari

peralihan titik. Misalnya untuk kasus deformasi yang terjadi hanya dalam satu arah y,

regangan ε y dianggap, cukup kecil dan dapat dinyatakan :

dimana v deformasi dalam arah y. Untuk kasus aliran cairan dalam satu arah,

hubungannya adalah gradien ix dari fluid head.

dimana ϕ adalah fluid head atau potensial dan ix merupakan gradien dari ϕ yaitu

perubahan ϕ terhadap jaraknya x. Sebagai ilustrasi sederhana, hukum Hooke dapat

dipakai untuk mendefinisikan hubungan tegangan - regangan pada suatu massa yang

masif.

dimana : σ y = tegangan dalam arah vertikal

Ey = modulus elastisitas

Dengan substitusi, diperoleh :

Untuk kasus aliran melalui media berpori maka hukum Darcy kecepatan aliran adalah

dapat dinyatakan :

dimana : kx = permeabilitas dalam arah x

ix = gradien

Langkah 4 : Menurunkan Persamaan Elemen

Dengan menggunakan hukum-hukum atau prinsip yang berlaku, kita dapat

memperoleh persamaan yang menentukan tingkah laku (behavior), sifat sifat serta

keadaan dari elemen. Persamaan yang diperoleh disini adalah dalam bentuk umum

sehingga dapat digunakan untuk sernua elemen dalam massa yang telah dibagi-bagi

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 10

Elemen Hingga

(discretized body).

Ada beberapa cara untuk menurunkan persamaan elemen. Dua cara yang lazim

dipakai, ialah Cara Energi dan Cara Residual. Dalam Bab ini hanya dibahas mengenai

Cara Energi.

Cara Energi

Cara ini didasarkan pada ide memperoleh kondisi yang konsisten dari suatu

massa atau struktur sehubungan dengan nilai-nilai stationer dari besaran skalar yang

dimiliki oleh massa/struktur yang dibebani itu. Dalam llmu Teknik, besaran ini adalah

suatu ukuran energi atau usaha. Istilah stationer dapat diterapkan pada suatu fungsi F(y)

dalam arti nilai maximum, minimum atau titik baliknya. Dalam kondisi tertentu, dapat

diambil nilai minimum atau maximumnya saja. Untuk mendapatkan nilai stationer ini

dalam matematika kita kenal syarat :

Dalam kasus analisa Stress-Deformasi, fungsi F disini bersifat umum dan sering

dinyatakan oleh salah satu fungsi energi. Misalnya kita dapat mendefinisikan F sebagai

energi potensial dalam sebuah massa yang dibebani, yang untuk selanjutnya energi

potensial ini dinyatakan dengan simbol ∏p.

Energi potensial ∏p adalah jumlah energi regangan dalam (internal strain

energy) U dan potensial dari beban luar Wp, dimana W menunjukkan kerja yang

dilakukan oleh kapasitas beban sebesar p sehingga terjadi deformasi sebesar V,

misalnya pada soal pemendekan kolom akibat beban aksial.

Bila kita menerapkan prinsip energi potensial minimum, pada hakekatnya kita

menurunkan ∏p dan menyamakan turunan tersebut = 0.

Simbol ∂ menunjukkan variasi dari energi potensial ∏p, disini kita dapat mengartikan

variasi atau perubahan yang terdiri dari serangkaian turunan partial dari ∏p dan disini

kita gunakan hubungan antara variasi dari potensial akibat beban luar serta kerja yang

dilakukan sebagai

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 11

Elemen Hingga

dimana tanda negatif timbul karena potensial dari beban luar menurun setelah kerja

dilakukan. Dalam kesetimbangan pada kondisi elastis, nilai ∏p adalah minimum.

Karena ∏p = ∏p (u1, u2, ……..un)

dimana : u1, u2, .........un merupakan besaran yang dicari maka penurunan = 0,

mengakibatkan :

Dimana n : banyaknya besaran yang akan dicari.

Persamaan elemen :

Sesudah cara tersebut dikerjakan, akan diperoleh persamaan:

dimana dalam pengertian umum :

[K] : element property matrix (matrix sifat elemen)

q : vector of unknown at nodal point (vektor besaran yang tidak diketahui

pada titik nodal)

Q : vector of element nodal forcing parameters (vektor parameter gaya pada

elemen nodal)

Untuk problem kasus analisa tegangan, maka matrix-matrix tersebut dapat diartikan :

[K] Stiffness matrix (matrix kekakuan)

q Vector of nodal displacement (vektor peralihan titik nodal)

Q Vector of nodal forces (vektor gaya titik nodal)

Langkah 5 : Penggabungan Persamaan - Persamaan Elemen Untuk Memperoleh

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 12

Elemen Hingga

Persamaan Global & Memasukkan Syarat-Syarat Batas (Boundary

Condition).

Tujuan terakhir adalah untuk momperoleh persamaan-persamaan untuk seluruh

sistem yang menentukan pendekatan perilaku struktur secara keseluruhan. Sebuah

persamaan elemen diturunkan, kita dapat memperoleh persamaan-persamaan yang sama

untuk elemen yang lain berturut-turut.

Kemudian persamaan-persamaan tersebut digabungkan untuk mendapatkan

persamaan global. Proses penggabungan ini didasarkan pada hukum kompatibilitas atau

kontinuitas/kesinambungan. Dalam hukum tersebut diisyaratkan bahwa sistem harus

tetap berkesinambungan/kontinu, artinya titik-titik yang bersebelahan akan tetap berada

berdampingan setelah beban luar dikerjakan. Dengan perkataan lain, peralihan dua buah

titik yang bersebelahan harus sama. Pada akhirnya akan diperoleh persamaan yang

dinyatakan dengan matrix:

dimana :

[K] matrix penggabungan (assemblage property matrix)

r vektor penggabungan darl besaran yang dicari (assemblage

vector of nodal unknowns)

R vektor penggabungan dari beban luar (assemblage of nodal

forcing parameter)

Syarat batas adalah kandisi fisik yang membatasi struktur sehingga sistem

tersebut dapat berdiri dalam suatu ruang (space) secara unik.

Macarn-macam syarat batas:

1. Syarat batas paksa atau syarat batas geometri (forced or geometric boundary

condition) ialah syarat batas yang dinyatakan oleh besarnya peralihan. Contoh: balok

diatas 2 perletakan tetap, mempunyai syarat batas di kedua titik ujungnya; yaitu

peralihannya = 0.

2. Natural boundary condition, terjadi bila turunan kedua dari peralihan = 0.

Misalnya balok pada dua tumpuan maka di titik tumpuan momennya = 0. (Moemen =

turunan kedua dari peralihar).

Untuk menunjukkan syarat batas dalam pendekatan FEM biasanya perlu

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 13

Elemen Hingga

dilakukan modifikasi dari sistem persamaan yang telah digabungkan. Persamaan-

persamaan sekarang mempunyai bentuk yang telah dimodilikasi dan hasil akhir dari

modifikasi tersebut dapat dinyatakan:

dimana matrix-matrix tersebut merupakan modifikasi dari matrix-matrix pada

persamaan (1.14) terhadap syarat batas.

Langkah 6 Selesaikan Primary Unknown

Persamaan gabungan yang telah dimodifikasi dengan memasukkan syarat-syarat

batas itu akan merupakan sistem persamaan linier. Sistem persamaan ini dapat

diselesaikan dengan cara eliminasi Gauss atau iterasi.

Langkah 7 Selesaikan Besaran Kedua

Seringkali besaran lain harus dihitung dari besaran pertama (primary unknown).

Dalam hal masalah peralihan tegangan, besaran pertamanya berupa peralihan

(displacement) sedangkan besaran kedua berupa regangan, tegangan, momen atau gaya

geser.

Untuk persoalan aliran, besaran utamanya adlah potensial di titik nodal

sedangkan besaran keduanya, dapat berupa kecepatan aliran atau debit. Pada umumnya

besaran kedua itu mudah diperoleh dari hubungan yang didapat pada langkah 3.

Langkah 8 : Interpretasi Hasil

yang penting juga dalam FEM ini adalah mereduksi hasil-hasil dari prosedur

perhitungan menjadi suatu bentuk yang dapat segera dipergunakan untuk analysis dan

design. Hasil-hasil tersebut biasanya berupa output dari komputer. Kemudian memilih

penampang-penampang yang kritis dari sistem dan menggambarkan nilaiinilalnya atau

peralihan dan tegangannya sepanjang sistem struktur itu.

BAB II

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 14

Elemen Hingga

MACAM-MACAM ELEMEN

Berdasarkan konsep dari Metoda Elemen Hingga, yaitu ProseS Diskretisasi,

maka suatu sistem akan dibagi-bagi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Ada

berbagai jenis elemen yang dapat dipakai dan dipilih berdasarkan jenis struktur dan

keperluannya. Secara garis besar, elemen dibagi menjadi:

1. Elemen satu dimensi

2. Elemen dua dimensi

3. Elernen selaput (shell)

4. Elernen tiga dimensi

5. Elernen simetris-aksial

Masing-masing jenis elemen diatas masih dapat dikernbangkan lagi menurut kebutuhan,

antara lain jenis struktur dan ketelitian yang diinginkan.

2.1 Elemen Satu Dimensi

Elemen satu dimensi dapat dipakai dalam berbagai jenis keperluan. Misalnya

untuk menganalisa sebuah portal atau rangka batang rata dan lain lain yang akan

dibahas tersendiri.

Gambar 2.1 Portal satu dimensi pada portal kaku dan rangka batang rata

Elemen satu dimensi ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Elemen batang, digunakan bila peralihan yang terjadi hanya menurut satu koordinat.

b) Elemen balok, digunakan bila elemen berbentuk balok dengan 3 translasi dan 3 rotasi

pada tiap titik nodalnya.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 15

Elemen Hingga

Titik (1) dan (2) yang merupakan titik hubung dua/lebih elemen disebut Titik nodal

luar.

2.2 Elemen Dua Dimensi

Menurut bidang pernbebanannya, maka elemen dua dimensi dibagi menjadi :

a) Elemen bidang, bila beban terletak pada bidang elemen (in-place loading), sehingga

peralihan terjadi pada bidangnya.

b) Elemen Pelat, bila beban tegak lurus bidang elemen (face loading), sehingga

peralihan yang terjadi akan keluar bidang elemen.

Bentuk paling sederhana dari elemen dua dimensi ini adalah elemen segitiga

dengan tiga titik nodal, kemudian elemen segiempat dengan empat titik nodal. Bila

dikehendaki ketelitian yang lebih tinggi, maka jumlah titik nodal tiap elemen dapat

ditingkatkan dan juga dibuat elemen isoparametrik.

2.3 Elemen Selaput [Shell]

Elemen ini mempunyai sebuah arah ukuran yang jauh lebih kecil dibandingkan

dengan ukuran dua arah lainnya, baik untuk beban pada bidangnya maupun beban tegak

lurus bidangnya. Dan bidang elemen ini dapat tidak rata atau rata seperti pada elemen

bidang atau elemen pelat.

2.4 Elemen Tiga Dimensi

Elemen tiga dimensi merupakan pengembangan dari elemen dua dimensi. Dari

elemen segitiga akan berkembang menjadi bentuk elemen limas atau tetrahedron. Dan

dari elemen segiempat akan berkembang menjadi bentuk elemen prisma atau

hexahedron. Kemudian dengan fungsi bentuk tertentu dapat diubah bentuknya menjadi

elemen isoparametrik.

2.5 Elemen Simetris - Aksial

Elemen ini rnerupakan elemen tiga dimensi yang bentuk dan bahannya

mempunyai sumbu simetri. Dalam hal ini koordinat silinder dua dimensi dapat dipakai

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 16

Elemen Hingga

dengan didefinisikan bahwa: z = arah aksial, r = arah radial, θ = arah tangensial.

Karena geometri, beban dan bahan tidak tergantung pada θ maka diferensiasi terhadap

θ sama dengan nol (ini berlaku untuk beban yang juga aksial simetris).

Macam-macam bentuk elemen jumlah titik nodal dan derajat kebebasan tiap

elemen dalam bentuk tabel.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 17

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 18

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 19

Elemen Hingga

BAB III

PERSAMAAN DASAR PADA TEORI ELASTIS

3.1 Pendahuluan

Pada Bab ini akan dibahas masalah distribusi peralihan & tegangan yang banyak

dipakai pada rnasalah-masalah struktur.

Pada penentuan masalah distribusi peralihan dan tegangan, baik statis maupun

dinamis pada suatu struktur secara analitis akibat beban luar dan suhu, harus dipakai

solusi yang berdasarkan persamaan dasar dari teori elastisitas, yang rnemenuhi

syarat-syarat batas gaya dan atau peralihan. Persamaan-persamaan itu adalah sebagai

berikut.

6 buah persamaan regangan - peralihan

6 buah persamaan tegangan - regangan

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 20

Elemen Hingga

3 buah persamaan keseimbangan (atau gerak)

Jadi ada 15 persamaan untuk mencari 15 variabel: 3 peralihan, 6 tegangan dan 6

regangan. Pada masalah dua dimensi: 2 peralihan, 3 tegangan dan 3 regangan. Masih

ada tambahan persamaan akibat kompatibilitas dan syarat batas.

3.2 Persamaan Regangan - Peralihan

Bentuk deformasi struktur elastis akibat suatu sistem pembebanan dan suhu

dapat dinyatakan sebagai berikut.

Regangan dapat dinyatakan sebagai turunan parsial dari peralihan ux, uy, dan uz .

Untuk deformasi yang kecil, relasi regangan - peralihan linier. Kornponen regangan

adalah sebagai berikut:

(3.2)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 21

Elemen Hingga

Penjelasan dari notasi diatas dapat dilihat pada gambar (3.1). Terlihat bahwa suatu

elemen akan mengalaml dua deformasi geometrik dasar yaitu perubahan panjang dan

perubahan sudut. Perubahan panjang dari AB adalah:

dimana regangan normal pada arah sumbu x adalah:

Demikian juga pada arah sumbu y dan sumbu z.

Distorsi sudut dari elemen dinyatakan dalam γ 1 dan γ 2.

Bila regangan geser exy didefinisikan sebagai total deformasi sudut atau jumlah γ 1 dan

γ 2 maka :

Analog untuk bidang YZ dan ZX

3.3 Persamaan Tegangan - Regangan

3.3.1 Distribusi Tegangan 3 Dimensi

Karena penentuan tegangan akibat suhu mempunyai peranan penting pada disain

struktur yang terkena peningkatan suhu, maka persamaan tegangan - regangan harus

termasuk efek dari suhu. Untuk menjelaskan bagaimana suhu akan memodifikasi

persamaan tegangan-regangan, akan ditinjau elemen kecil pada "elastic body" yang

mengalami perubahan suhu T.

Bila panjang elemen dl, maka akibat perubahan suhu T, elemen akan memanjang

menjadi (l + α T ) dl, dimana α adalah koefisien pemuaian. Untuk bahan isotrop dan

homogen, koefislen ini tak tergantung pada arah dan posisi elemen, tetapi hanya

tergantung pada suhu. Disini masalah dibatasi, hanya pada isotropis. Jadi deformasi

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 22

Elemen Hingga

yang terjadi akan seragam (uniform) tanpa distorsi sudut. Regangan termal pada elemen

bebas (unrestrained element) adalah

Diambil suatu badan isotropis elastis yang terdiri atas elemen-elemen kubus kecil

dengan ukuran yang sama yang membentuk badan yang berkesinambungan (continuous

body). Bila suhu pada badan itu meningkat merata, dan tak ada halangan luar pada

tepi-tepinya, maka tiap elemen akan memuai secara bebas dan sama ke semua arah, dan

tetap membentuk "continuous body".

Tetapi bila suhu tidak meningkat secara merata, besar pemuaian tidak sama

untuk tiap elemen, sebanding dengan suhu masing-masing. Elemen yang memuai tidak

lagi membentuk "continuous body". Akibatnya regangan elastis harus ada. sehingga tiap

elemen akan menahan distorsi dari elemen tetangganya, sehingga tercapai kontinuitas

peralihan dari bagian yang distorsi itu. Jadi jumlah regangan pada badan yang terkena

panas akan terdiri atas 2 bagian : 1) regangan termal eTij akibat suhu yang merata, 2)

regangan elastis eij yang diperlukan untuk menjaga kontinuitas peralihan akibat

distribusi suhu yang tidak merata.

Bila pada saat yang sama, badan juga menerima boban-beban luar, maka eij akan

meliputi regangan yang timbuf akibat beban-beban itu. Harga eij pada bab sebelumnya

didapat dari jumlah peralihan akibat suatu sistem pembebanan dan distribusi suhu, jadi

merupakan regangan total yang dapat dinyatakan dalam regangan elastis eij dan

regangan termal eTij.

Regangan elastis eij berhubungan dengan tegangan menurut hukum Hooke untuk

elastisitas isothermal linier.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 23

Elemen Hingga

dimana E modulus Young

v Poisson's ratio

Persamaan di atas menyatakan hukum Hooke secara umurn untuk tiga dimensi pada

efek suhu. Persamaan ini dapat diubah untuk mencari harga tegangan:

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 24

Elemen Hingga

3.3.2. Distribusi Tegangan Dua Dimensi

Ada dua macam distribusi tegangan dua dimensi, yaitu:

1) Distribusi tegangan bidang, misal: pelat datar tipis dengan pembebanan pada

bidangnya.

2) Distribusi regangan bidang, misal: tanggul yang panjang.

Gambar 3.2 Distribusi regangan bidang

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 25

Elemen Hingga

Tegangan bidang didasarkan pada asumsi bahwa

σ zz = σ zx = σ xy = 0

dimana z adalah arah yang tegak lurus bidang, sehingga tidak ada perubahan komponen

tegangan pada ketebalan pelat. Asumsi ini cukup teliti bila pelat cukup tipis.

Berdasarkan hukum Hooke tiga dimensi, didapat tegangan :

Jadi regangan normal ezz tergantung secara linier pada regangan exx dan eyy dan

karenanya tidak dimasukkan dalam persamaan matrix.

Regangan bidang didasarkan pada asumsi

dimana z menyatakan arah memanjang struktur elastis dengan penampang yang tetap

yang menerima beban merata. Dengan asumsi di atas, dihasilkan:

Hukum Hooke untuk tiga dimensi direduksi menjadi :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 26

Elemen Hingga

Jadi tegangan normal σ zz pada keadaan regangan bidang tergantung secara linier pada

σ xx dan σ yy. Karenanya σ zz tidak dimasukkan dalam matrix persamaan tegangan -

regangan. Persamaan matrix untuk regangan menjadi :

3.3.3 Distribusi Tegangan Satu Dimensi

Bila semua tegangan nol, kecuali tegangan normal σ xx, maka hukum Hooke

dapat disederhanakan menjadi :

3.4 Persamaan Keseimbangan

Gambar 3.3 Sembilan komponen tegangan

Persamaan keseimbangan dalam yang berhubungan dengan sembilan komponen

tegangan (tiga tegangan normal dan enam tegangan geser ), diturunkan dari peninjauan

keseimbangan momen dan gaya-gaya yang bekerja pada kubus kecil seperti tergambar.

Tinjau dulu momen terhadap sumbu X, kemudian Y dan terakhir Z. Terlihat bahwa

dengan tidak adanya momen body, maka σ ij = σ ji.

Dengan menguraikan gaya-gaya dalam arah X,Y dan Z, didapat 3 persamaan diferensi

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 27

Elemen Hingga

parsial :

dimana Xx , Xy dan Xz adalah "body forces" pada arah X, Y dan Z. Persamaan diatas

harus dipenuhi pada semua titik pada body. Tegangan σ ij, berubah sepanjang body, dan

pada permukaannya harus dalam keadaan seimbang dengan gaya luar yang bekeria pada

permukaan. Bila komponen dari gaya, permukaan pada arah ke i dinotasikan dengan

φ i, maka karena adanya keseimbangan pada permukaan akan menghasilkan persamaan

berikut :

dimana l, m, n menyatakan arah kosinus untuk normal mengarah keluar pada

permukaan. Persamaan diatas didapat dari uraian gaya menurut gambar bawah. Pada

keadaan tegangan bidang, menjadi :

Gambar 3.4 Keseimbangan permukaan arah x

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 28

Elemen Hingga

Gaya permukaan φ i dan gaya body Xi harus memenuhi persamaan keseimbangan

keseluruhan, yaitu semua gaya-gaya luar, termasuk gaya-gaya reaksi. Bila gaya-gaya

luar terdiribatas suatu sistem dari beban-beban terpusat Pi dan momen Mi selain φ dan

Xi , maka harus dipenuhi persamaan berikut:

Tiga persamaan pertama diatas menyatakan kondisi dimana jumlah semuua gaya yang

bekerja pada arah X, Y dan Z harus sama dengan nol. Dan tiga persamaan berikutnya

menyatakan kondisi momen nol terhadap sumbu-sumbu X, Y dan Z.

3.5 Persamaan Kompatibilitas

Regangan dan peralihan pada "elastic body" harus berubah secara kontinue, dan

ini akan menghasilkan kondisi kontinue dari turunan peralihan dan regangan. Peralihan

ui dapat dieliminasi dan didapat 6 persamaan kompatibilitas sebagai berikut :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 29

Elemen Hingga

Untuk masalah tegangan bidang dua dimensi, ke enam persamaan itu direduksi

sehingga tinggal satu persamaan :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 30

Elemen Hingga

BAB IV

KONSEP DASAR PERSAMAAN METODA KEKAKUAN

4.1 Pendekatan Dengan Fungsi Peralihan (Displacement Function)

Pada FEM titik-titik akan beralih tempat, sehingga terjadi suatu peralihan tempat

atau displacements. Peralihan adalah suatu vektor dan karenanya secara umum

mempunyai 3 (tiga) komponen yaitu u, v dan w. Ketiga besaran skalar ini didekati

dengan fungsi yang merupakan fungsi interpolasi antara peralihan titik-titik nodal yang

dipilih pada tepi elemen. Biasanya sistem koordinat dipilih koordinat Kartesian sesuai

dengan hukum tangan kanan yang berputar ke kanan, X, Y, Z. Ketiga komponen

peralihan itu dinyatakan dalam kolom matrix sebagai berikut:

dimana : u = deformasi peralihan dalam arah X

v = deformasi peralihan dalam arah Y

w = deformasi peralihan dalam arah Z

u, v dan w diasumsikan didekati oleh polinom yang biasanya berderajat rendah. Pada

struktur bidang menjadi :

dalam bentuk matrix :

dimana :

[p] = matrix fungsi xi, yj, zk

(a) = matrix koefisien

Misalnya :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 31

Elemen Hingga

Maka :

Kemudian V dinyatakan dalam fungsi dari peralihan titik nodal elemen ue.

dimana indeks T menunjukkan kedudukan transpose dan n adalah jumlah titik nodal

elemen. Persamaan (4.6) memenuhi fungsi peralihan, maka dapat dinyatakan

hubungannya dengan a :

Setelah diinvers dihasilkan :

Kemudian persamaan (4.3) dapat dirubah menjadi :

Dimana :

[N] = matrix dari fungsi bentuk (shape function)

Elemen-elemen dari ue disebut derajat kebebasan kinematis / DOF

4.2 Hubungan Antara Regangan K dan Derajat Kebebasan Kinematik Ue

ε adalah matrix kolom untuk regangan dan perubahan sudut.

yang diturunkan dari anallsa elastis sebagai turunan pertama dari peralihan.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 32

Elemen Hingga

Polinorn (4.1),dan (4.2) dapat dideferensier, atau persamaan (4.3), untuk kemudian

dipakai persamaan (4.7), sehingga hubungan antara ε dan ue yang diinginkan

dapat dicari. Dapat juga persamaan (4.9) yang langsung dideferensier, sehingga didapat:

dimana. [b] disebut matrix diferensi

4.3 Hubungan Antara Tegangan σ Dan Ue

Matrix kolom untuk tegangan adalah :

Hubungan σ dan ε dinyatakan dalam :

dimana [D] = matrix bahan.

Pada bahan elastis isotrop dan keadaan bidang.:

dimana E = modulus elastisitas

v = koefisien Poisson.

Pada masalah bidang dibedakan masalah tegangan bidang dan masalah regangan

bidang.

Hubungan antara σ dan ue didapat dari eliminasi ε antara persamaan (4.12) dan

(4.14).

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 33

Elemen Hingga

Hasil kali matrix [D] [b] disebut matrix tegangan elemen.

4.4 Matrix Kekakuan

Matrix kekakuan menunjukkan hubungan antara gaya noda suatu elemen Fe

dan peralihan nodal suatu elemen ue. Matrix Fe adalah:

dimana Fexi = Gaya yang bertitik tangkap pada titik nodal i dari suatu elemen e

menurut arah positif dari sumbu X.

Gaya titik nodal didefinisikan sebagai energi ekivalen dengan tegangan-tegangan yang

ada didalam elemen.

Dapat dimengerti bahwa gaya titik nodal di tempat tegangan-tegangan suatu

elemen memancar keluar bidangnya, dan didefinisikan sebagai bagian dari tegangan

σ yang bertitik tangkap di titik-titik dari bidang elemen.

Dari definisi itu didapat :

dimana

[S] biasanya matrix bujursangkar yang menyatakan besaran geometris dari

elemen.

Dengan mengeliminasi (a) dari persamaan (4.18) dan persamaan (4.16), didapat :

atau :

yang menyatakan matrix kekakuan :

atau disebut matrix kekakuan elemen.

Jadi [ke] adalah hasil kali tiga buah matrix berikut:

[S] : yang menunjukkan ikatan antaraFe dan σ

[D]: matrix bahan yang menunjukkan ikatan antara σ dan ε

[b] : matrix diferensi, yang menunjukkan ikatan antara ε dan ue

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 34

Elemen Hingga

4.5 Metoda Kerja Virtuil

Biasanya, untuk menyusun [ke] dipakai metoda kerja virtuil. Pertama ditinjau

struktur elastis linier dari bahan elastis linier. Energi regangan U total dari elemen

hingga adalah sama deagan pekerjaan luar Wp yang merupakan fungsi dari Fe.

atau :

dimana diasumsilcan bahwa perilaku struktur adalah elastis linier seperti bahannya.

Ruas ke satu diambil tidak tergantung pada pembebanan dan ruas ke dua dari persamaan

(4.23) menunjukkan bahwa semua gaya bekerja simultan. Berdasarkan linieritas

perilaku struktur dapat dinyatakan :

dimana [ke] merupakan matrix konstanta yang bujursangkar yang disebut kekakuan.

Dari hukum timbal-balik Maxwell,maka untuk [ke] yang simetris, didapat:

Dari persamaan (4.16) , (4.23) , (4.24) kemudian dengan memperhatikan [D] dari

persamaan (4.15) dan [ke] dari persamaan (4.25) dan kemudian dengan ue dikeluarkan

dari tanda integrasi, didapat:

Kedua suku adalah bi-kwadratis dalam ue. Turunan terhadap ue menghasilkan :

Dengan mengeluarkan harga ue didapat :

Sedangkan berdasarkan kerja virtuil dapat diturunkan sebagai berikut :

Diambil suatu harga variasi sebarang dari ue ialah δ ue, yang kompatibel dengan

syarat batasnya. Maka sekarang didapat :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 35

Elemen Hingga

Variasi dari usaha dalam δ U sama dengan variasi usaha luar δ Eu.

yang merupakan persamaan kerja virtuil. Persamaan (4.30) sekarang menjadi :

atau setelah ditranspose didapat :

δ ε T diganti dengan apa yang dinyatakan dalam persamaan (4.29), dan oleh

persamaan (4.16), maka persamaan, (4.32) menjadi:

Karena δ uT mempunyai harga yang sembarang, maka:

dimana harga [ke] seperti yang dinyatakan dalam persamaan (4.28) terlihat lagi.

Perlu diperhatikan bahwa selama terjadi peralihan virtuil, tegangan σ dan gaya-gaya

luar Fe tetap konstan. Terlihat bahwa sebetulnya adalah integrasi dari harga

diferensial σ T δ ε atau δ ε T σ , sedangkan δ Wp dari [re]Tδ ue.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 36

Elemen Hingga

BAB V

ELEMEN SATU DIMENSI

6.1 Pendahuluan

Akan kita tinjau persoalan satu dimensi untuk dapat menjelaskan detail dari

langkah-langkah FEM seperti yang telah dijelaskan dalam bab I serta bab-bab yang lain,

sehingga konsepnya dapat dimengerti. Cara penjelasan rinci adalah dengan

menggunakan cara manual.

6.2 Kolom Pendek

Problem pertama kita ambil sebuah kolom pendek yang dikenai beban aksial

tekan. Dalam kondisi ini dapat kita anggap bahwa kolom dapat diganti dengan sebuah

garis yong mempunyai kekakuian aksial sebesar EA. Dalam pembahasan ini, juga akan

dijelaskan prinsip energi. Sekarang kita jalankan langkah-langkah FEM pada persoalan

ini.

(a) kolom dalam keadaan sesungguhnya

(b) idealisasi dalam satu dimensi

(c) diskretisasi

Gambar 5.1 Kolom dengan beban aksial

Langkah 1 Diskretisiasi Dan Pemilihan Konfigurasi Elemen

Sebelumnya perlu dijelaskan koordinat atau geometri dari kolom dengan

menggunakan sistem koordinat yang memudahkan perhitungan. Dalam pendekatan

persoalan satu dimensi, cukup digunakan satu koordinat sepanjang arah vertikalnya.

Kita sebut sebagai sumbu Y. Karena sistem koordinat ini digunakan untuk meninjau

seluruh kolom (atau struktur) maka disebut sistem koordinat global.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 37

Elemen Hingga

Sekarang kita bagi-bagi kolom menjadi beberapa bagian kecil yang disebut elemen.

Hingga. Perpotongan dari elemen-elernen disebut titik nodal.

Pada tahap ini perlu dijelaskan sistem koordinat lokal atau sistem koordinat

elemen. Banyak keuntungan yang akan didapat dengan menggunakan sistem koordinat

lokal ini terutama untuk menurunkan persamaan elemen. Khususnya pada persoalan 2

atau 3 dimensi, pekerjaan penurunan atau integrasi yang diperlukan menjadi sangat

sederhana. Dengan menggunakan sistem koodinat lokal ini mempermudah formulasi

persamaan elemen.

Koordinat Global dan Koordinat Lokal

a) Konsep sistem koordinat global don lokol

b) Koordinat lokal diukur dari titik nodal I

c) Koordinat Jokal diukur deri titik nodal tongsh 3

Gambar 5.2 Koordinat global don lokal

Suatu survai geodesi dapat menggunakan penentuan tempat titik P dari A dengan

menentukan jaraknya terhadap A. Anggaplah A sangat jauh dari P, maka sulit untuk

mencari relasinya dengan A. Untuk itu dipilih titik B yang telah tersedia dan lokasinya

dapat ditentukan dari A sebagai titik referensi untuk P. Dalam hal ini titik B dapat

dipilih berbeda-beda untuk setiap titik yang akan ditentukan lokasinya.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 38

Elemen Hingga

Pemilihan ini tergantung keadaan masalahnya dan kemudahan pengukuran. Ide dari

penggunaan sistem koordinat lokal adalah sama dengan keperluan diatas.

Pada gambar 5.2.b dan gambar 5.2.c kita akan menggunakan sistem koordinat

lokal untuk suatu elemen batang pada kolom tersebut. Koordinat global diukur dari

dasar kolom. Perhatikan bahwa, titik I adalah analog dengan titik B, dan titik dasarnya

analog dengan titik A. Bila koordinat lokalnya disebut Y maka koordinat global dari

setiap titik pada elemen dapat dinyatakan:

Sering untuk mudahnya koordinat ini dibuat tak berdimensi. Prosedur ini adalah untuk

memudahkan integrasi dan differensiasi pada perhitungan berikutnya. Untuk

menondimensionalkan koordinat ini, kita bagi Y dengan panjang elemen:

dimana : s = koordinat tokat tak berdimensi

I = panjang elemen

Y1 dan Y2 = koordinat global dari nodal 1 dan 2.

dengan demikian nilai s bervariasi dari 0 di titik 1 dan 1 di titik 2. alternatif lain adalah

menggunakan titik tengah 3 diantara kedua titik nodal 1 dan 2. Disini koordinat

lokalnya dinyatakan :

Harga L dengan demikian akan bervariasi dari -1 di titik 1, 0 di titik 3 dan 1 di titik 2.

Hal penting dari koordinat lokal ini ialah bahwa ia ditulis dalam bentuk tak berdimensi

yang harganya hanya bervariasi dari 0 sampai 1 atau dari -1 sampai 1. Keadaan ini

memudahkan pekerjaan integrasi.

Langkah 2 Memilih Modfl Atau Fungsi Pendekatan dari Besaran Yang Dicari

(Peralihan)

Karena sulit menentukan closed form atau solusi eksak, pada tahap ini kita harus

menggunakan pendekatan fungsi matematis secara apriori untuk menyatakan bentuk,

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 39

Elemen Hingga

deformasi sistem akibat pembebanan. Dalam memilih fungsi ini, kita harus mengikuti

hukum-hukum, prinsip-prinsip dan syarat batas yang terkandung dalam masalah ini.

Fungsi yang umum digunakan adalah fungsi polinom. Pada tahap awal dari

FEM, fungsi polinom yang dipergunakan dinyatakan dalam generalized coordinate

tetapi saat ini dalam banyak masalah FEM, digunakan fungsi interpolasi.

Fungsi polinom yang sederhana, yang dapat kita gunakan untuk memberikan

variasi peralihan titik secara linier ialah

atau dalam bentuk matrix

atau

Dimana:

α 1, α 2 = koordinat umum (generalized coordinate)

y = koordinat di suatu titik pada elemen

v = peralihan di titik nodal dalam arah y

Catatan : Karena disini yang ditinjau hanyalah peralihan dalam arah sumbu y, maka,

matrix peralihan uedapat dinyatakan dengan v saja.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 40

Elemen Hingga

Catatan | J| = determinan Jacobi y2 – y1 = L = panjang elemen

Maka :

yang menunjukkan bahwa α merupakan fungsi dari y1, y2, v1 dan v2. Perhatikan bahwa

harga-barga α berkaitan dengan harga-harga v1 dan v2 tapi bukan fungsi eksplisit dari

peralihan-peralihan titik itu. Maka :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 41

Elemen Hingga

disini timbul pengertian model fungsi interpolasi. Dalam persamaan ini N1 dan N2

disebut fungsi interpolasi atau fungsi bentuk atau fungsi dasar. Peralihan v di sembarang

titik pada elemen dinyatakan dengan :

N1 disebut matrix interpolasi atau matrix bentuk. Sifat dari fungsi interpolasi adalah

bahwa jumlahnya = 1. Jadi N1 + N2 = 1

Fungsi Interpolasi

Karena tujuan kita dalam analisa FEM adalah mencari peralihan titik-titik nodal

v1 dan v2, kita dapat memanfaatkan model pendekatan dengan fungsi interpolasi. Dalam

persamaan diatas, v dinyatakan langsung peralihan titik nodal (v1 dan v2). Begitu pula

penggunaan fungsi interpolasi mempermudah kita melakukan differensiasi dan integrasi

yang diperlukan dalam perumusan finite elements.

Suatu fungsi interpolasi mempunyai harga = 1 untuk derajat kebebasan yang

berhungan dengannya dan berharga = 0 untuk semua derajat kebebasan yang lain.

Gambar 5.3c dan gambar 5.3d menunjukkan harga N1 dan N2 sepanjang elemen, fungsi

N1 bertalian dengan titik 1 dan fungsi N2 bertalian dengan titik 2.

Harga v dapat pula dinyatakan dengan :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 42

Elemen Hingga

Hubungan antara koordinat global dan koordinat lokal

Terdapat hubungan antara koordinat global (y) dan koordinat lokal ( s atau L )

yang dapat dinyatakan dengan :

dimana yn merupakan vektor dari koordinat titik nodal. Bandingkan dengan persamaan

yang menyatakan peralihan v di suatu titik:

Perumusan elemen disini adalah untuk koordinat dan peralihannya. Elemen ini disebut

elemen isoparametrik.

Variasi Sifat-Sifat Elemen

Kita dapat menurunkan elemen-elemen dengan variasi yang berubah secara

linier untuk modulus elastisitasnya (E) maupun luas penampangnya (A) dengan :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 43

Elemen Hingga

Syarat Fungsi Pendekatan

Agar depat diterapkan sesuai dengan hukum-hukum dan prinsip yang mengatur

sesuatu problem, maka suatu fungsi pendekatan harus memenuuhi syarat :

1. Kontinu dalam setiap elemen. Fungsi linier untuk v adalah kontinu sebab tidak

memberikan loncatan maupun patahan sepanjang elemen.

2. Harus memenuhi syarat kompatibilitas antar elemen.

3. Harus menjamin konvergensi.

Dalam hal deformasi aksial suatu kolom, kondisi tersebut mengatur bahwa

dengan memperkecil elemen maka regangannya, ε y = dv/dy dalam tiap elemen

semakin mendekati harga yang konstan.

Langkah 3: Tentukan Hubungan Tegangan - Regangan

Dalam kasus yang kita bahas, gaya aksial pada kolom akan menimbulkan

regangan atau deformasi dan tegangan. Hubungan antara kedua besaran diatas dapat

dinyatakan dengan:

dimana ε y = regangan aksial sepanjang sumbu y.

Karena kita akan menggunakan koordinat lokal L, dapat digunakan dalil rantai dalam

diferensial:

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 44

Elemen Hingga

Untuk problem 2 dimensi maka dimensi matrix B akan menjadi lebih besar.

Hubungan tegangan regangan

Anggap hukum Hooke berlaku σ y = Ey . ε y

dalam notasi matrix :

[C] = matrix tegangan-regangan (untuk problem 1 dimensi, hanya berisi satu besaran

skalar).

Langkah 4 Turunkan Persamaan Elemen

Prinsip energi potensial minimum adalah dalam suatu massa elastis yang

dibebani dalam keadaan setimbang, energi potensial dari massa yang mengalami

deformasi ini akan mencapai suatu harga stationer.

Dalam hal ini, nilai stationernya adalah minimum. Energi potensial (Π P) terdiri

dari dua komponen, energi regangan U dan potensial Wp dari beban luar:

Π P = U + Wp

Energi regangan dapat diinterpretasikan luas dibawah kurva tegangan-regangan

(Gambar 5.4).

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 45

Elemen Hingga

Secara maternatis, dengan meminimalisir Π P kita mendeferansialkan atau mengambil

variasi Π P terhadap peralihan v. Sementara itu kita anggap bahwa gaya yang bekerja

konstan, dan dapat kita cari hubungan variasi usaha (kerja) yang dilakukan gaya

tersebut W dan potensial dari gaya sebagai : ∂W = -∂Wp dimana menunjukkan suatu

variasi. Untuk problem ini dapat kita anggap sebagai rangkaian dari diferensial parsiil.

Tanda negatif menunjukkan bahwa potensial dari beban luar Π P menurun / hilang

menjadi kerja oleh beban tersebut.

Prinsip energi potensial minimum dapat dinyatakan :

dimana W negatif menunjukkan kerja beban luar mengurangi / menurunkan E potensial,

menunjukkan variabel lebih dari 1. Kita elemen kolom pada Gambar 3.5

Catatan : dalam soal kita Fy tidak ada.

½ σ y ε y = energi regangan persatuan volume

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 46

Elemen Hingga

V = volume

Y = berat sendiri persatuan volume (body force)

T y = beban permukaan persatuan luas = traction free = surface loading

Si = bagian dari permukaan dimina T y bekerja

Pil = besarnya gaya pada titik nodal

vi = peralihan titik yang bersangkutan dengan Pi

M = banyaknya titik nodal pada elemen dimana ada gaya Pi, disini M = 2

Harga Pil merupakan kontribusi dari harga gaya luar yang bekerja pada sistem pada

elemen yang bersangkutan. Untuk problem diatas, dapat kita anggap bahwa harga A

adalah konstan, sehingga persamaan tersebut dapat disederhanakan :

Dimana T y = beban permukaan persatuan panjang

Catatan.

1) Persamaan diatas merupakan persamaan kwadrat dalam v1 dan v2.

2) Dalam notasi matrix, transpose matrix diperlukan agar perkalian matrix

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 47

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 48

Elemen Hingga

dimana :

[K] matrix kekakuan dari elemen dan dengan pendekatan linier,

matrix ini identik dengan matrix dari koefisien pengaruh

kekakuan didalam analisa struktur dengan matrix.

q vektor beban pada elemen, terdiri dari berat sendiri (body

force), gaya-gaya pada permukaan (surface traction) dan

gaya-gaya di titik sambungan (joint load)

Dalam pembicaraan dimuka, persamaan elemen diturunkan dengan mudah

karena hanya ada 2 buah variabel v1 dan v2. Dalam persoalan yang lebih komplex,

variabelnya akan semakin banyak dan umumnya hasil perhitungan ditulis langsung

dalam persamaan matrix. Misalnya dari persamaan diatas :

Tugas utama dalam finite elemen dapat dianggap penurunan dari persamaan elemen.

Langkah-langkah berikutnya terdiri dari penggabungan, dan penggunaan dari solusi

persamaan linier secara aljabar.

Langkah 3 Gabungkan Persamaan-Persamaan Elemen Membentuk Persamaan

Global

Meskipun pada penjelasan terdahulu kita hanya meninjau kesetimbangan dari

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 49

Elemen Hingga

sebuah elemen perlu ditegaskan bahwa kesetimbangan dari seluruh struktur lebih perlu

mendapatkan perhatian. Konsekwensinya, kita dapat memandang energi potensial dari

totalitas struktur dan bisa diperoleh juga nilai stationernya. Prosedur penggabungan

persamaan-persamaan elemen dapat juga diinterpretasikan melalui proses minimalisir

energi potensial secara total. Sebagai contoh, kolom yang kita miliki dapat dibagi atas 3

elemen dengan 4 titik nodal.

Gambar 5.6 Diskritisasi pada elemen kolom

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 50

Elemen Hingga

Dalam persamaan tadi diasumsikan A , E , I , T dan Y mempunyai harga yang

berbeda pada tiap elemen.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 51

Elemen Hingga

I

dimana :

[K] = matrix kekakuan gabungan

rT = v1 v2 v3 v4 = vektor peralihan titik nodal gabungan

[R] = vektor beban gabungan

Cara kekakuan langsung

Penggabungan disini adalah berdasarkan syarat kompatibilitas antar elemen,

yaitu bahwa peralihan disuatu titik nodal pada dua elemen yang berturutan adalah sama.

Persamaan-persamaan elemen adalah

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 52

Elemen Hingga

5.3 Elemen Balok

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 53

Elemen Hingga

Gambar 5.7 Elemen Balok

Pada gambar 5.7 terlihat sebagian balok yang terletak antara titik 1 dan 2 sepanjang l,

dan teletak pada bidang X - Z. Diasurnsikan bahwa A adalah luas penampang dan I

momen inersianya. Tiap titik pada balok akan beralih tempat akibat pembebanan.

Vektor peralihan pada keadaan bidang akan mempunyai dua komponen u dan w

menurut arah sumbu X dan Z.

=v

uv (5.24)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 54

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 55

Elemen Hingga

Ternyata bahwa peralihan u tidak tergantung kepada peralihan w. Bila hanya lendutan

yang diperhatikan, maka peralihannya menjadi :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 56

Elemen Hingga

Dari syarat batas di jepitan diketahui bahwa :

Jadi baris kesatu dan baris kedua serta kolom kesatu dan kolom kedua dapat

dihapuskan. Persamaan menjadi

b) Ralok di atas 2 perletakan bebas dengan beban terbagi rata

Gambar 5.8 Balok sederhana dengan beban terbagi rata

Untuk memecahkan persoalan ini dipakai prinsip kerja virtuil. Dikerjakan perpindahan

virtuil W yang selaras dengan syarat-syarat batasnya. Didapat kerja virtuil luar sebagai

berikut:

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 57

Elemen Hingga

Berikut ini diberikan contoh beberapa balok.

a) Balok terjepit sebelah dengan beban terpusat

Gambar 5.9 Balok terjepit dengan beban terpusat

Dari persamaan usaha luar = usaha dalam, didapat:

Ruas kiri diganti dengan bentuk perkalian matrix menjadi :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 58

Elemen Hingga

dimana:

δ ue adalah perpindahan virtuil

ue adalah perpindahan yang akan dicari

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 59

Elemen Hingga

Jadi harga yang didapat 20% lebih kecil dari lendutan sebenarnya. Kesalahan ini

disebabkan hal-hal sebagai berikut :

Lendutan W diatas didapat dari persamaan : W = [N] – ue

dimana [N] mengandung elemen-elemen yang merupakan fungsi x pangkat 3, atau

dengan perkataan lain, W didapat dari polinom berderajat 3. Sedangkan lendutan dari

perhitungan teoritis/eksak, didapat dari sebuah polinom berderajat 4.

Pada penjabaran pekerjaan luar maupun pekerjaan dalam, dipakai W sebagai

fungsi x derajat 3. Dengan demikian, pemilihan polinom derajat rendah pada metoda

elemen hingga menyebabkan energi tidak dihitung dengan benar. Hasil yang didapat

adalah perpindahan yang lebih kecil dari seharusnya. Kesalahan ini juga dapat dikurangi

dengan membagi balok menjadi elemen-elernen yang lebih kecil. Elemen balok hanya

dapat memberikan hasil bila pembebanan ada di titik-titik nodal harus

ditransformasikan dulu menjadi beban titik nodal.

5.4 Aliran Dalam Satu Arah

Aliran panas atau cairan merupakan yang sering dijumpai dalam bidang teknik.

Umumnya persoalan aliran teriadi pada tidak dimensi, tetapi dalam beberapa hal dapat

kita anggap bahwa aliran tersebut terjadi dalam satu dimensi. Cantoh yang jelas

misainya aliran panas melalui sebuah batang atau aliran air/cairan didalam sebuah pipa.

Persamaan diferensial yang berlaku untuk aliran konstan dalam satu arah

(one-dimensional steady state flow) dapat dinyatakan :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 60

Elemen Hingga

dimana :

kx = sifat material yang menjadi medium aliran

= koefisien permeabilitas untuk aliran pada media berpori

= kanduktivitas panas untuk aliran panas

ϕ e = potensial, dapat berupa (fluid) head atau temperatur tergantung persoalannya.

Gambar 5.10 Diskritisasi pada elemen aliran

Untuk problem aliran,

ϕ = potensial = fluid head = p/r + z

p = tekanan

r = density

z = ketinggian terhadap bidang referensi

kx = koefisien permeabilitas dalam arah x

f (x) = )(xq = fluid flux intensity

LANGKAH I : Menentukan konfigurasi elemen / diskritisasi

Seperti pada contoh sebelumnya, elemen dibagi 3, lihat gambar (5.10)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 61

Elemen Hingga

LANGKAH 2 : Menentukan fungsi pendekatan

Anggap model pendekatan linier :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 62

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 63

Elemen Hingga

LANGKAH 4 : Turunkan persamaan elemen.

LANGKAH 5 : Penggabungan persamaan elemen

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 64

Elemen Hingga

LANGKAH 6 : Selesaikan besaran pertama

Dalam hal ini besaran pertamanya adalah potensial pada titik-titik nodal. Untuk

menyelesaikan langkah ini, akan digunakan contoh perhitungan :

A = 1,0 cm2

kx = 1 cm/dt

q = 0 cm2/dt

l = 10 cm

Syarat batas

ϕ (x=0) = 2 cm

ϕ (x=h) = 1 cm

Penyelesaian

Persamaan elemen yang diperoleh, misalnya untuk elemen 1,

demikian pula untuk elemen yang lainnya, sehingga penggabungan

persamaan-persamaan elemen akan menghasilkan

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 65

Elemen Hingga

Hasil perbitungan FEM disini memberiken angka yang sama dengan solusi eksaknya

Hal ini karena sifat material dan luas penampang pipanya serba sama dan hokum Darcy

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 66

Elemen Hingga

adalah linier. Bila tidak demikian luas penampangnya tidak serba sama, dan sifat

material yang dilalui aliran non-linier maka distribusi dari dan v juga tidak linier.

5.5. Aliran Satu Dimensi yang Tergantung Waktu

Dalam bagian ini akan kita pelajari masalah dimana ternperatur atau tekanan, air

bekerja disamping beban luar. Pengaruhnya dapat terjadi dangan 2 cara:

1. Bila besarnya temperatur atau tekanan air diketahui, maka persoalannya lebih

sederhana yaitu dengan memasukkan pengaruhnya ke dalam formulasi elemen

hingga, sebab dapat disuperposisikan. Persoalan ini disebut "uncoupled”.

2. Kasus yang sering terjadi adalah bila temperatur atau tekanan air tidak

diketahui sebagaimana halnya peralihan (displacement). Disini perlu

diperhitungkan interaksi atau “coupling” antara deformasi dan pengaruh panas

atau pengaruh tekanan air.

Kasus uncoupled

Sebagai ilustrasi, anggaplah pengaruh dari perubahan temperature yang

diketahui besarnyaT memberikan regangan yang diketahui pula (hat gambar 5.13)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 67

Elemen Hingga

Perhatikan suku-suku yang berkaitan dengan gaya-gaya luar adalah sama dengan

penurunan sebelumnya. Suku pertama yang berkaitan dengan energi regangan dapat

ditulis 3:

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 68

Elemen Hingga

Suku terakhir akan lenyap sebab sebagai konstanta tidak akan memberikan harga

apa-apa bila dideferensialkan. Jadi satu-satunya suku baru yang muncul adalah suku

kedua.

Disini U2 adalah bagian dari energi regangan yang dihasilkan dari sedang U1

adalah energi regangan yang dihasilkan akibat beban luar. Pada penurunan / diferensiasi

Π P terhadap v1 dan v2 diperoleh :

Qo disebut additional, correction, initial atau "residual" load vector. Jadi regangan

yang besarnya diketahui ini akibat perubahan temperatur, seolah-olah menjadi

tambahan beban yang disuperposisikan pada beban luar Q.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 69

Elemen Hingga

Konsep initial load vector ini akan menjadi jelas dengan contoh sebagai berikut :

Pada gambar 5.13, akan dicari persamaan elemen untuk memasukkan pengaruh

dari perubahan temperatur sebesar 1000C.

ε y0 = α ’ . T = 0,0000065 X 100

= 0.00065 cm/cm

Regangan tersebut sama dengan jumlah regangan akibat bebau luar ε y = -0,0005 dan

akibat pengaruh panas ε y0 = 0,00065

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 70

Elemen Hingga

Masalah yang tergantung waktu (time dependent problems)

Sebagai illustrasi, akan dikemukakan 2 persoalan yang mempunyai persamaan

yang serupa, yaitu pengaruh temperatur dan persoalan konsolidasi. Kedua persoalan

dapat ditampilkan dengan persamaan diferensial.

Dimana:

T* : temperatur atau tekanan air

α : termal diffusivity = K/ρ C

K : konduktivitas panas

ρ : berat isi

C : spesifik heat

x : koordinat

t : waktu

(Bedanya terletak pada suku di sebelah kanan yang menunjukkan ketergantungan

waktu). Untuk persoalan yang menyangkutkan lapisan-lapisan dan tidak homogen se-

ring persamaan di atas dinyatakan

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 71

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 72

Elemen Hingga

Catatan :

Untuk "time dependent problem", syarat batas tambahan berupa kondisi awal

sebagai keadaan mula-mula dari persoalan tersebut yang diketahui. Sedang

untuk bab 3 dan 4 yang berupa persoalan statis atau "time independent

problem", maka syarat batas itu tidak diperlukan.

Akan dijelaskan dulu langkah-langkah pada problem panas kemudian aplikasinya pada

konsolidasi.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 73

Elemen Hingga

LANGKAH I : Diskretisasi dan konfigurasi elemen.

Media dibagi atas elemen-elemen batang.

LANGKAH 2: Memilih model pendekatan.

Gunakan model linier untuk menyatakan temperatur didalam elemen.

LANGKAH 3 : Cari hubungan gradien - temperatur.

q’ = kecepatan aliran panas dalam arah x [Btu/m)

k = konduktivitas panas

A = luas penampang tegak lurus arah x

LANGKAH 4 : Turunkan persamaan elemen

Perhatikan persoalan aliran panas. Pada suatu saat tertentu berlaku:

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 74

Elemen Hingga

Dimana ][ 21 TTTT

n = dan dot diatas menunjukkan turunan sehubungan dengan saat

tertentu. [N] = fungsi koordinat yang konstan, tidak tergantung waktu.

Sekarang turunkan Ω terhadap T1 dan T2. Perbedaan penting yang perlu dicatat disini

dibandingkan dengan pembicaraan pada bab 3 dan bab 4, terletak pada variasinya.

Disini terdapat penurunan terhadap waktu 1T dan 2T . Pada penurunan terhadap T1

dan kita bahwa 1T dan 2T konstan, sehingga menghasilkan :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 75

Elemen Hingga

Dalam hal media yang berlapis-lapis maka formulasi berdasarkan cara di atas akan

menghasilkan persamaan elemen:

masing-masing berlaku untuk problem panas dan konsolidasi. Dalarn persoalan

konsolidasi maka besaran temperatur diganti dengan tekanan air pori Perhatikan bahwa

q dalam kedua persoalan mempunyai satuan yang lain.

[Kα ] = element thermal diffusivity matrix

[Kt] = matrix elemen sehubungan dengan ketergantungan pada waktu

Q(t) = vektor nodal elemen dari paramenter gaya (flux) yang dapat juga

tergantung waktu.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 76

Elemen Hingga

Penyelesaian dalam waktu

Turunan tambahan diperlukan untuk kasus time-dependent karena munculnya

suku kedua, dari ruas kiri. Penurunan tersebut dapat dilakukan dengan cara

finite-difference.

Turunan pertama, dapat dilakukan dengan :

dimana ∆ t = penambahan waktu (yang dapat kita pillh) /(time increment).

Pada hakekatnya persamaan ini memberikan kemiringan dari tali busur AB sebagai

pendekatan pada turunan kontinut

T

∂∂

.

Untuk kedua titik nodal pada elemen

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 77

Elemen Hingga

Untuk suatu saat t , suku di ruas kanan biasanya diketahui, Q(t+∆ t) dari fungsi gaya

(forcing function) dan suku kedua dari harga T pada saat sebelumnya. Karena kondisi:

awal diberikan, maka harga T mula-mula diketahui pada tiap titik saat t = 0. Jadi

persamaan dapat kita selesaikan juga untuk T = 0 + ∆ t karena T sebelumnya diketahui.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 78

Elemen Hingga

BAB VI

ELEMEN DUA DIMEN81

6.1 Eleman Segitiga

Untuk memperjelas permasalahan, akan diberikan contoh sebuah struktur

segitiga yang terletak di bidang vertikal, dimana sisi-sisi segitiga itu diperkaku.

Gambar 6.1 Elemen Segitiga

Sudut-sudut struktur diberi nomor 1 sampai 3. Di titik sudut 2 dan 3 bekerja

gaya luar Fx2, Fx3 dan Fy3. Struktur sekarang dibagi menjadi elemen-elemen, yang jelas

akan terdiri atas dua elemen. Bidang struktur berupa segitiga, yang kemudian diambil

sebagai elemen segitiga. Dan disekelilingnya terdapat elemen balok sebagai

pengakunya. Pada contoh ini dipilih elemen yang paling sederhana, jadi akan ada satu e-

lemen segitiga dan tiga elemen batang. Seharusnya, untuk ketelitian, dapat dibagi-bagi

lagi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil-kecil.

6.1.1 Penyusunan Matrik Kekakuan Elemen

Gambar 6.2 Gaya-gaya elemen batang

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 79

Elemen Hingga

Elemen batang hanya dapat menerima gaya aksial dan disebut elemen satu

dimensi. Peralihan u dari sesuatu titik sebarang dengan koordinat x dari batang, hanya

tergantung pada peralihan u1 dan u2, dari ujung-ujung batang. Peralihan u1 disebabkan

oleh gaya F1, dan peralihan u2 disebabkan oleh gaya F2.

Diasumsikan bahwa peralihan u dari titik-titik yang terletak antara 1 dan 2

merupakan fungsi dari X. Karena disini hanya ada 2 parameter, u1 dan u2 maka dipilih

polinomial berderajat 1, sebagai berikut :

a1 dan a2 dapat dinyatakan sebagai fungsi dari u1 dan u2 dengan menuliskan persamaan

(6.1) untuk titik 1 dan 2.

Bila diinverskan, didapat:

Persamaan (6.1) menjadi :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 80

Elemen Hingga

Bila sumbu elemen batang tidak sama dengan sumbu X, maka perlu ditransformasikan.

Dimisalkan adalah sudut antara elemen batang dengan sumbu X.

Gambar 6.3 Sudut antara elemen batang dengan sumbu X

Persamaan (6.9) berarti sesuai dengan sumbu lokal X'Y' dari batang. Resultante

kedua gaya mempunyai arah aksial, komponen gaya arah sumbu Y' adalah nol.

Persamaan (6.9) menjadi:

Fe = [K’e] u’e (6.10)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 81

Elemen Hingga

Elemen segitiga

Titik sudut diambil sebagai titik nodal. Jadi hanya ada satu elemen dengan 3

titik nodal, serta termasuk tegangan bidang. Diasumsikan t = t (x,y ) merupakan tebal

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 82

Elemen Hingga

elemen. Biasanya t dianggap tetap, bila tebal elemen adalah kecil, tetapi ini bukan suatu

keharusan. Bahan dari elemen dapat diambil sebarang. Hubungan antara tegangan dan

regangan dinyatakan oleh matrix bahan [D]. Perilalu elemen, dengan perkataan lain

daerah peralihan sesuatu titik sebarang, dinyatakan sebagai fungsi dari enam peralihan

titik nodal, yaitu u1, v1, u2, v2, u3, v3,

Gambar 6.4 Enam peralihan titik nodal pada elemen segitiga

Pada gambar terlihat arah putaran penomoran yang akan mempengaruhi su-

ku-suku matrix kekakuan. Arah putaran ini tidak tergantung pada penomoran titik sudut

pada gambar struktur. Sebagai fungsi polinomial dipilih :

Dengan memasukkan koordinat titik 1, 2, dan 3, didapat :

Setelah d;inverskan akan didapat parameter u1, u2, u3, yang kemudian dimasukkan

persamaan (6.17)

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 83

Elemen Hingga

dimana fungsi bentuknya adalah

dimana :

Dari sini didapat deformasi sebagai berikut :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 84

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 85

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 86

Elemen Hingga

6.1.2 Penyusunan matrik kekakuan struktur

Gambar 6.5 Gaya-gaya pada elemen segitiga

Dicari dulu matrix kekakuan tiap elemen.

Diambil E = 106 kg/cm2 dan v= 0,3.

Penomoran keempat elemen seperti pada gambar.

Penting untuk membedakan / memisahkan penomoran pada struktur seperti pada

gambar (6.1) dan penomoran elemen seperti gambar (6.5). Pada tiap elemen, penomoran

selalu mulai dari nomor 1 lagi. Untuk elemen 1, 2 dan 3, dipakai persamaan (6.14),

(6.12) dan (6-8).

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 87

Elemen Hingga

Catatan : Untuk gaya nodal dipakai penomoran lokal. Untuk peralihan dipakai

penomoran global.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 88

Elemen Hingga

Matrix kekakuan struktur sudah dapat disusun. Struktur mempunyai 3 titik nodal dan

ada 2 derajat kebebasan pada tiap titik nodal, sehingga total ada 6 derajat kebebasan.

Berarti matrix 6 x 6, seperti pada persamaan (6.34).

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 89

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 90

Elemen Hingga

Gambar 6.6 Derajat kebebasan struktur

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 91

Elemen Hingga

Gaya-gaya aksial pada ketiga elemen batang dihitung dari persamaan (6-30), (6.3 1) dan

(6.32) dengan menghilangkan kolom-kolom di mana peralihan sama dengan nol ialah

u1, v1, dan v2.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 92

Elemen Hingga

Kemudian dengan persamaan (6.28) dan (6.29) dapat dihitung tegangan tegangan pada

elemen bidang.

6.2 Elemen Segiempat

Akan dibahas disini elemen segiempat yang paling sederhana yang mempunyai

empat titik nodal. Untuk keadaan tegangan bidang, tiap titik nodal mempunyai dua

derajat kebebasan pada bidang elemen yaitu translasi arah X dan Y seperti yang

tergambar pada gambar (6.7).

Gambar 6.7 Translasi arah X dan Y elemen segiempat

Sedangkan pada lenturan pelat, tiap titik nodal akan mempunyai tiga derajat

kebebasan, lendutan tegak lurus bidang pelat dan dua putaran sudut keluar bidang pelat.

Selanjutnya akan dibahas, keadaan bidang elemen segiernpat. Medan peralihan untuk

sesuatu titik (x,y) pada elemen ini adalah :

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 93

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 94

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 95

Elemen Hingga

dimana [D] adalah matrix bahan yang berbeda untuk tegangan bidang dan regangan

bidang.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 96

Elemen Hingga

DAFTAR PUSTAKA

1. Desai, C.S. “ Dasar-dasar Metode Elemen Hingga”, Penerbit Erlangga,

Jakarta, 1988

2. Cook, Robert D., “ Konsep dan Aplikasi Metode Elemen Hingga”, PT Eresco,

Bandung, 1990

3. Hadipratomo, Winarni., dan Rahardjo, Paulus P., “Pengenalan Metode Elemen

Hingga pada Teknik Sipil”, Penerbit Nova, Bandung, 1985.

4. Suhendro, B., Analisis Struktur Metode Matrik, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Gadjah Mada, 2000.

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 97

Elemen Hingga

LAMPIRAN

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 98

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 99

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 100

Elemen Hingga

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 101

Elemen Hingga

Pemodelan Dinding Geser

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 102