Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

16

Click here to load reader

Transcript of Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

Page 1: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

MENUJU SEKOLAH PETANI YANG

KONTEKSTUAL

I. LATAR BELAKANG

Tiga kabupaten di Jawa Barat, yaitu Garut, Tasik dan Ciamis, yang

sering disebut sebagai Priangan Timur, merupakan basis organisasi tani

yang cukup kuat di Indonesia, yakni Serikat Petani Pasundan.

Kekuatannya ini bukan hanya meliputi jumlah massanya yang besar, tapi

juga karakternya yang progresif dan tak pernah berhenti mengupayakan

kemajuan organisasi petani setidaknya di wilayahnya sendiri. Organisasi

itu tumbuh besar dengan mempersatukan rakyat tani yang berkonflik

dengan perusahaan-perusahaan besar untuk mendapatkan penguasaan

atas sumber agraria yang paling utama untuk penghidupan mereka, yaitu

tanah.

Ketiga kabupaten itu, bahkan sejak sebelum reformasi menggema,

telah melakukan berbagai aksi perjuangan secara lokal. Reklaim

tanah, itu awal perjuangan yang mereka lakukan pada umumnya.

Aksi ini dilakukan dengan membabati tanaman perusahaan yang

menguasai tanah, kemudian mendudukinya dengan menanami dan

mengolah tanah tersebut. Tak jarang memang aksi perjuangan

mereka itu mendapat respon yang keras dari pihak perusahaan

yang merasa memiliki hak atas tanah tersebut, terutama

perusahaan-perusahaan swasta yang membuka perkebunan besar

dan perhutani yang memanfaatkan tanah sebagai hutan produksi –

yang keduanya memang mendominasi penguasaan tanah di wilayah

Priangan Timur.

Rakyat membutuhkan tanah sebagai sumber kehidupan mereka,

kepentingan ekonomi yang subsisten ini kemudian harus

berhadapan dengan modal besar yang memerlukan tanah dalam

skala besar untuk kegiatan usaha ekonomi. Dibukanya ruang lebar-

lebar bagi pengembangan kegiatan ekonomi secara besar-besaran

1

Page 2: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

membuat negara memberi fasilitas bagi pengalihan hak atas

sumber agraria dari rakyat kepada perusahaan bermodal besar,

dengan demikian tanah yang dikuasai rakyat banyak untuk

kelanjutan hidup mereka menjadi semakin sempit, sementara

perusahaan bermodal besar yang nota bene jumlahnya sedikit,

menguasai tanah dalam besaran yang jauh lebih luas.

Pemberian Hak Guna Usaha sebagai dasar hukum eksistensi

perkebunan-perkebunan besar dan penerapan konsep Hutan Negara

oleh Perhutani dengan sewenang-wenang, telah menutup akses

rakyat terhadap sumber produksi yang paling utama, yaitu tanah.

Padahal bagi rakyat banyak, tanah merupakan sumber produksi

bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sementara bagi

perusahaan besar, tanah menjadi sumber produksi untuk

menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya untuk kenyamanan

hidup segelintir orang. Bisa dibayangkan apa yang terjadi saat

tanah yang dimiliki rakyat banyak untuk melanjutkan hidup

kemudian menjadi semakin sempit, sementara segelintir orang

tetap menguasai lahan dalam skala besar dan memberi keuntungan

bagi hanya sedikit orang.

Lahan yang semakin sempit bagi rakyat menjadikan para petani di

pedesaan kehilangan tanahnya, dan akhirnya sebagian besar

menjadi buruh-buruh tani, atau petani yang harus menyewa tanah

untuk memenuhi kebutuhan hidup, atau bahkan menjual tenaga

kepada perusahaan perkebunan misalnya atau pada petani lain

yang cukup berada. Sebagian besar lain harus pergi dari desa

mereka untuk mencari sumber penghasilan lain, kota menjadi

sasaran mereka. Dan ini kemudian menimbulkan permasalahan lain

yang cukup serius di perkotaan juga. Ini hanya sedikit

menggambarkan, betapa ironisnya rakyat petani di pedesaan

dengan tanah yang demikian luas di sekitar mereka tapi kehidupan

2

Page 3: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

ekonomi mereka sangat memprihatinkan, karena mereka tidak

dapat memanfaatkan keluasan tanah yang ada.

Sementara dari sisi keberlanjutan produktivitas sumberdaya alam,

saat ini sudah terasa dampak-dampak negatif dari pengurasan

kekayaan secara sewenang-wenang tanpa menimbang kemampuan

alam untuk memulihkan diri. Pengetahuan tata guna lahan yang

dimiliki rakyat secara turun-temurun, menjadikan alam terjaga

kebermanfaatannya. Sementara pemanfaatan lahan tanpa

memperhitungkan luasan dan waktu secara bijak selain

memproduksi sebanyak-banyaknya untuk mempertinggi kegiatan

ekonomi, setahap demi setahap membuat alam semakin kering dan

kehilangan kebermanfaatannya.

Dampak atas kerusakan alam secara besar-besaran ini justru sangat

dirasakan oleh rakyat banyak yang nota bene tidak memperoleh

banyak manfaat dari alam di sekitar mereka. Bencana alam dan

kekeringan kemudian harus menambah beban masalah hidup

mereka. Sementara para pengguna kekayaan alam yaitu para

pengusaha skala besar, baik swasta maupun negara yang tidak

hidup di mana perusahaan mereka menguras kekayaan alam, tidak

langsung terkena dampaknya.

Tabel Kerangka Konseptual Problem Agraria

Tata Kuasa Alam

Tata Guna Alam

TataProduksi

Syarat Keselamatan

dan Kesejahteraan

s s s

Syarat Kelangsungan

Pelayanan Alam

s s S

3

Page 4: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

Syarat Produktivitas

Rakyats s s

II. PERSOALAN AGRARIA DAN KONDISI PENDIDIKAN

Gambaran konsentrasi penguasaan tanah, produktivitas pertanian yang

timpang dan layanan alam yang semakin merosot di atas itu merupakan

permasalahan yang bertumpuk-tumpuk di pedesaan, terutama yang

sedang dibicarakan saat ini adalah wilayah Priangan Timur. Kehidupan

memang terus berjalan bagi mereka, tapi tanpa ada peningkatan kualitas

kehidupan, itu sama saja dengan menghinakan derajat kemanusiaan yang

di sisi belahan dunia lain justru digembar-gemborkan upaya

peningkatannya.

Wilayah Priangan Timur yang 80% merupakan daerah pedesaan

didominasi oleh populasi rakyat tani, baik yang tidak bertanah ataupun

berlahan sempit. Tiga masalah agraria yang digambarkan di atas

berhubungan pula dengan kondisi pendidikan anak-anak petani. Seperti

yang digambarkan di atas, budaya subsisten pada petani yang diperparah

oleh tidak adanya akses pada sumber produksi, menjadikan rakyat tani di

pedesaan tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan kualitas

kehidupan melalui pendidikan formal.

Orientasi pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi

melalui perindustrian pun tidak didorong untuk mendukung sektor

pendidikan, terutama di pedesaan. Perusahaan-perusahaan perkebunan

dan kehutanan yang didirikan di wilayah pedesaan tidak membuat fasilitas

pendidikan di daerah itu menjadi lebih memadai, seakan-akan kehidupan

wilayah perkebunan dan perkampungan penduduk berada di belahan

dunia yang terpisah jauh. Pemerintah pun tidak tergerak untuk

membangun fasilitas sekolah yang lebih memadai di wilayah pedesaan

yang kekayaan alamnya dikuras demi pembangunan ekonomi negara.

Rata-rata fasilitas pendidikan formal yang dibangun di pedesaan hanya

dipenuhi tingkat dasar, yang itupun biasanya terbatas satu-dua bangunan

4

Page 5: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

untuk beberapa desa, sementara jarak antar desa terentang cukup jauh

dengan kondisi yang seringkali sulit dilalui kendaraan bermotor, dan kalau

ditempuh dengan berjalan kaki akan menghabiskan waktu yang cukup

lama. Bukan hanya keterbatasan jumlah yang membuat kondisi sekolah di

pedesaan memprihatinkan, dari segi fisik sebagian besar bangunan sudah

setengah hancur, guru-guru yang mengajar pun sangat terbatas

jumlahnya, apalagi sarana pendukung sekolah yang lainnya.

Contoh di Desa Sarimukti, Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut, sarana

pendidikan formal yang ada hanya Sekolah Dasar, yang hanya

mempekerjakan tiga orang guru untuk enam jenjang kelasnya. Itupun

tidak setiap orang datang setiap hari dan mengajar sehari penuh. Selain

satu Sekolah Dasar di desa Sarimukti, ada tiga sekolah dasar lain yang

juga dibangun di desa lain sekitar Sarimukti. Dari keempat Sekolah Dasar

tersebut, setiap tahunnya meluluskan 100 siswa, dan hanya 4-5 orang dari

seluruh sekolah itu yang kemudian melanjutkan ke sekolah lanjutan

tingkat pertama, dan itu semakin menyusut pada jenjang pendidikan

selanjutnya.

Lulusan Sekolah Dasar dari Desa Sarimukti yang melanjutkan ke jenjang

sekolah lanjutan, memiliki kemampuan pengetahuan dasar yang jauh

berada di bawah rata-rata anak-anak seusianya, bahkan seakan-akan

mereka tidak pernah mengenyam pendidikan dasar sama sekali. Ini bisa

dimengerti dari terbatasnya fasilitas pendukung kegiatan belajar mengajar

di sekolah-sekolah yang ada di pedesaan itu dan kapasitas pengajar yang

demikian terbatas jumlahnya. Kondisi yang buruk ini tidak menjadi lebih

baik lagi dengan metode pengajaran yang terbatas pada metode klasik

dengan cara bertatap muka di kelas dan komunikasi satu arah.

Sarana pendidikan yang cukup memadai hanya terdapat di pusat-pusat

pemerintahan lokalnya, dan hanya bisa dijangkau oleh rakyat tani

pedesaan yang cukup berada. Seringkali para pelajar dari pedesaan yang

kemudian harus tinggal di daerah perkotaan untuk mengakses sarana

pendidikan yang memadai kemudian setelah lulus menjadi enggan

kembali ke desa mereka. Pertama, karena mereka menjadi terbiasa oleh

gaya hidup perkotaan yang menjanjikan kemudahan. Kedua, pendidikan

5

Page 6: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

yang mereka terima juga tidak memiliki orientasi menjadikan para pelajar

itu sebagai tenaga-tenaga pembangun desa yang terdidik, karena udara

yang dihembuskan pendidikan formal pada umumnya adalah udara

modernisasi yang terjadi di daerah perkotaan.

Demikian bertingkatnya permasalahan di pedesaan yang bersumber dari

kekurangan akses masyarakat terhadap sumber produksi yang paling

utama, yaitu tanah. Dari waktu ke waktu permasalahannya menjadi

semakin rumit dan saling menyebabkan antara satu dengan yang lainnya,

menjadi seperti lingkaran setan yang semakin bertumpuk dan tidak

diketahui ujung dan pangkalnya lagi. Banyak upaya yang bisa dilakukan

untuk memutus lingkaran ini, salah satunya adalah dengan membangun

sekolah untuk anak-anak rakyat tani di pedesaan, yang mengangkat

masalah-masalah nyata rakyat ke ruang-ruang sekolah dengan metoda

hadap masalah (problem posing).

III. TIGA KOMPONEN PENDIDIKAN UNTUK PERUBAHAN

SOSIAL PEDESAAN

Sistem pendidikan formal berbasis rakyat tani pedesaan ini tengah dirintis

oleh organisasi Serikat Petani Pasundan (SPP) yang memiliki basis massa

di tiga kabupaten wilayah Priangan Timur, yaitu Garut, Tasik dan Ciamis.

Saat ini, pendidikan formal yang telah didirikan dan dikembangkan adalah

Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama di desa Sarimukti, yang diberi nama

MTs As-Sururon. Sekolah ini didirikan atas inisiatif dari rakyat tani daerah

Sarimukti sendiri, yang didorong oleh kebutuhan akan adanya sekolah

lanjutan untuk anak-anak usia wajib belajar di wilayah mereka.

SPP menangkap inisiatif ini dengan menempelkannya pada tujuan gerakan

yang hendak menyelesaikan masalah agraria seperti yang telah

digambarkan di latar belakang, sehingga sekolah formal tingkat lanjutan

ini memiliki karakter sendiri yang akan selalu menghembuskan udara

pertanian pedesaan dalam metoda pengajaran dan pengelolaan

sekolahnya. Dalam aktivitasnya, sekolah ini tidak terlepas dari kehidupan

6

Page 7: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

sosial masyarakat sekitarnya, artinya segala persoalan dan dinamika

masyarakat sekitar juga menjadi persoalan dan dinamika sekolah ini.

Gagasan baru tentang sekolah formal ini dinamakan sekolah petani.

Karena sekolah ini memang didirikan bagi anak-anak rakyat tani di

pedesaan, dan bertujuan menciptakan lulusan yang akan mencintai

pedesaan sebagai tempat tinggal dan kehidupannya, yang nantinya akan

menjadi kader-kader pembangun desanya sendiri. Untuk lebih

menyatukan para siswa dengan kehidupan pertanian di pedesaan, muatan

lokal dalam sekolah petani ini adalah pertanian, yang dipelajari baik teori

maupun prakteknya.

Tidak mudah untuk membangun sekolah formal yang menjalankan

metoda pengajaran alternatif yang memiliki karakteristik sendiri, yang

pada saatnya nanti bisa menjadi model bagi sekolah-sekolah serupa di

pedesaan. Saat ini metoda pengajaran alternatif yang sedang menjadi

mode di beberapa sekolah di perkotaan adalah penerapan metoda belajar

aktif yang seluruh materi pelajarannya dikemas secara terintegrasi,

meskipun mengacu pada kurikulum yang telah diterapkan oleh pendidikan

nasional. Namun, sekolah alternatif seperti itu memang belum pernah

didirikan di daerah pedesaan. Sebuah tantangan bagi sekolah ini untuk

menciptakan dan menguatkan tiga komponennya, agar tujuan gagasan

pendiriannya bisa tercapai, yaitu: guru, desain pendidikan dan perubahan

agraria dalam masyarakat setempat.

Kapasitas seorang pelajar yang dibutuhkan dalam sekolah petani ini harus

dapat memenuhi kebutuhan untuk dua faktor lain, yaitu desain pendidikan

dan perubahan agraria di masyarakat. Artinya, selain harus mampu

menjadi seorang pengajar dalam kegiatan belajar mengajar yang normal

di sekolah, pengajar ini harus mampu menjadi jembatan bagi sekolah ini

dengan masyarakat yang ada di seputar wilayah sekolah. Agar sekolah ini

bisa menjadi bagian dari perubahan agraria di masyarakat, pengajar juga

harus berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat sekitar.

Desain pendidikan sekolah petani ini harus mampu menjadikan sekolah

sebagai kehidupan miniatur pedesaan, di mana seluruh siswanya akan

7

Page 8: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

selalu berhadapan dengan berbagai dinamika dan persoalannya.

Sementara perubahan agraria yang terjadi di masyarakat harus pula

dicermati oleh sekolah petani ini, selain kemudian berperan aktif dalam

dinamikanya, dinamika yang terjadi juga menjadi materi pengajaran bagi

para siswanya. Dengan demikian, sekolah ini menyediakan berbagai

pelajaran nyata dalam aktivitas pengajarannya.

Sebagai sebuah sekolah yang berbasis inisiatif rakyat, pembangunan

sekolah ini didirikan dengan swadaya rakyat tani setempat, yang

menyediakan berbagai fasilitas yang mampu mereka berikan, seperti

bangunan fisik dan infrastruktur bangunannya. Sekolah petani didirikan

dengan dasar kemandirian dan kesukarelaan. Para pengajar sekolah

petani ini memberikan waktu, tenaga dan pikirannya untuk sekolah dan

masyarakat tani setempat secara sukarela. Tidak ada orientasi komersil

dalam manajemen sekolahnya, siapapun yang berniat menyekolahkan

anaknya di sekolah petani ini, diberi kebebasan untuk menyumbangkan

materi atau tidak sesuai dengan kemampuannya.

Untuk tahun ajaran 2003/2004, SPP baru mendirikan satu sekolah lanjutan

di satu lokasi, yaitu di desa Sarimukti, kecamatan Pasirwangi, kabupaten

Garut. Sedangkan untuk tahun ajaran 2004/2005, sudah direncanakan

untuk mendirikan dua sekolah petani lain tingkat lanjutan pertama di dua

lokasi berbeda. Pertama, di desa Pasawahan, kecamatan Banjarsari,

Kabupaten Ciamis. Yang kedua, di desa Cieceng, kecamatan Cikatomas,

Kabupaten Tasikmalaya. Kedua gagasan baru ini juga berasal dari

permintaan rakyat tani setempat, yang pematangan gagasannya

dilakukan bersama-sama dengan organisasi tani lokal (OTL) lain yang

tergabung dalam SPP.

Sebagai gambaran keswadayaan dan kesiapan masyarakat untuk

mendirikan sekolah lanjutan tingkat pertama bagi anak-anaknya, kedua

lokasi baru ini, seperti juga desa Sarimukti pada awal pendirian MTs As-

Sururon, telah menyediakan bangunan dan beberapa perlengkapan

kegiatan belajar mengajar di kelas, juga beberapa orang guru. Gagasan

pendirian sekolah formal oleh rakyat tani ini tidak berhenti sampai di sini,

karena ada kebutuhan bagi para lulusan sekolah petani tingkat lanjutan

8

Page 9: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

pertama ini untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, sehingga saat

inipun rencana pendirian sekolah lanjutan tingkat atas sudah menjadi

agenda yang pasti untuk diwujudkan di waktu yang tak terlalu lama lagi.

IV. TUJUAN KEGIATAN DAN HASIL YANG INGIN DICAPAI

Tujuan kegiatan pengembangan model pendidikan di pedesaan dalam

kerangka perubahan agraria masyarakat petani adalah:

1. Mendokumentasikan profil-profil peristiwa dari perubahan agraria di

tiga wilayah (Sarimukti, Pasawahan dan Cieceng) dimana sekolah itu

berada.

2. Membuat berbagai media belajar yang kontekstual dan kurikulum yang

diperkaya dengan tema perubahan agraria ke dalam kurikulum

pendidikan SLTP Petani.

3. Meningkatkan kemampuan guru-guru pada tiga jenis keahlian, yaitu: a)

penyelidik peristiwa-peristiwa sekitar perubahan agraria; b) mendesain

media belajar yang kontekstual; dan c) menggunakan media belajar

tersebut pada ruang-ruang kelas.

Hasil yang akan didapat dari kegiatan ini adalah:

1. Naskah yang berisi profil-profil peristiwa perubahan agraria di tiga

wilayah dimana sekolah itu berada,

2. Kurikulum yang diperkaya dan media belajar yang kontekstual dengan

tema perubahan agraria yang dihadapi,

3. Guru-guru yang memiliki keahlian sebagai penyelidik, peristiwa

perubahan agraria, mendesain media belajar, dan pengguna media

belajar itu ke dalam kelas.

V. JENIS KEGIATAN

Ada tujuh jenis kegiatan yang dilakukan untuk menunjang kegiatan

ini, yaitu: 1) pemantapan kontrak sosial dengan dewan sekolah; 2)

lokakarya persiapan; 3) penyelidikan perubahan agraria masyarakat

9

Page 10: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

setempat; 4) lokakarya pembuatan media belajar dan pengayaan

kurikulum; 5) penggunaan media belajar di kelas; 6) studi banding;

dan 7) lokakarya akhir. Ketujuh aktivitas tersebut akan dilaksanakan

dalam periode 5 (lima) bulan untuk tiga sekolah di lokasi yang telah

diuraikan di awal tulisan ini. Di bawah ini adalah uraian ketujuh

aktivitas:

1. Pemantapan Kontrak Sosial dengan Dewan Sekolah

Sebagai sekolah yang didirikan atas inisiatif dari rakyat tani

setempat serta dengan pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar yang tidak terlepas dari dinamika masyarakat

setempat, sudah semestinya terjalin hubungan yang mengikat

secara sosial di antara masyarakat setempat dengan para pengelola

sekolah termasuk guru-guru. Dari pihak masyarakat sebagai

inisiator, yang tentunya selama sekolah berdiri mereka memiliki

kewajiban untuk memelihara keberadaannya. Dari pihak pengelola

sekolah sebagai pihak yang memiliki komitmen moral terhadap

aktivitas yang berorientasi perubahan sosial.

Baik dari pihak masyarakat maupun pihak pengelola sekolah harus

dibicarakan secara terbuka dan terus terang mengenai komitmen

dan kemampuan baik materil maupun non-materil, serta pembagian

kewajiban siapa, melakukan apa atau bertugas apa sampai batasan

mana. Kebutuhan masing-masing pihak atas pendirian sekolah ini

juga harus dibicarakan dengan terbuka di forum ini, demikian juga

tentang bagaimana cara memenuhinya dan siapa yang dapat

memenuhinya. Di akhir pertemuan nantinya akan terbentuk satu

Dewan Sekolah yang anggotanya adalah komunitas masyarakat

setempat dengan kepengurusan yang disepakati bersama.

2. Lokakarya Pengembangan Kemampuan Penyelidikan dan

Pengorganisasian

10

Page 11: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

Merupakan satu kegiatan yang diadakan sebagai langkah awal bagi

para guru untuk mulai mengembangkan kapasitas diri sebagai

penyelidik dan organisator bagi sekolah dan masyarakat setempat.

Dalam lokakarya ini guru-guru akan dibekali berbagai pengetahuan

dan kebiasaan yang akan diterapkan dan dimanfaatkan selama

mereka melakukan aktivitas di wilayah tempat sekolah itu berada.

3. Penyelidikan Perubahan Agraria Masyarakat Setempat

a. Meneliti peristiwa-peristiwa perubahan agraria rakyat tani

setempat

Sebagai jembatan penghubung antara sekolah dengan rakyat tani

setempat, guru sekolah petani harus mau dan mampu merekam

peristiwa dan menganalisa dinamika masyarakat setempat secara

aktif. Artinya, pada saat yang bersamaan guru juga memerankan

sosok pendamping rakyat yang memahami dinamika sekaligus

dapat memberikan berbagai masukan pada mereka dalam

menghadapi berbagai persoalan yang mungkin muncul akibat

perubahan-perubahan di dalam maupun di luar yang berdampak

pada kehidupan sosial dan ekonomi rakyat tani setempat. Tentunya

untuk memerankan berbagai posisi ini, guru bisa bekerja bersama

dengan organisasi tani lokal yang ada di wilayah setempat.

b. Penulisan profil peristiwa-peristiwa Perubahan Agraria Setempat

Hasil-hasil penelitian yang terekam kemudian harus dituangkan ke

dalam bentuk tulisan yang isinya akan memuat situasi dan kondisi,

sejarah gerakan, pengalaman melakukan perubahan sosial dan

berbagai hal lain dalam kekentalan nuansa lokal.

4. Lokakarya Pembuatan Media Belajar dan Pengayaan

Kurikulum

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah petani ini tidak dapat

sepenuhnya melepaskan diri dari sistem pendidikan nasional

(diknas). Aktivitas pengayaan ini diadakan untuk mensiasati

11

Page 12: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

kurikulum yang sudah ditetapkan oleh sistem tersebut. Dengan

demikian, sambil tetap mengacu pada kurikulum diknas, berbagai

muatan lokal yang menjadi mandat pendirian sekolah ini tetap

dapat diberikan. Selain itu, seluruh mata pelajaran yang diberikan

pada siswa akan terhubung benang merah antara satu dengan yang

lainnya. Mata pelajaran yang terintegrasi akan membuat siswa lebih

memahami suatu hal secara mendalam. Beberapa orang yang

memiliki kompetensi dalam bidang-bidang pelajaran tertentu dan

dalam soal pengayaan kurikulum akan didatangkan untuk

membantu pelaksanaan lokakarya ini.

5. Penggunaan Media Belajar di Kelas

Hasil pembuatan media belajar dan pengayaan kurikulum

diterapkan di dalam kelas pada saat tahun ajaran baru berlangsung.

Mau tidak mau, para siswa dari ketiga sekolah baru yang menjadi

model ini memang akan menjadi sasaran uji coba penggunaan

media belajar dan pengajaran yang menerapkan kurikulum hasil

pengayaan. Monitoring bulanan akan menjadi bahan bagi masukan

dan perubahan baik berupa perbaikan maupun penambahan yang

mungkin lebih tepat untuk penerapan dalam kelas.

6. Studi Banding

Para pengajar membutuhkan berbagai referensi, baik sekolah formal

maupun pendidikan non formal yang menerapkan metode belajar

aktif bagi anak didiknya. Dari referensi-referensi tersebut para

pengajar dapat mengambil dan memadukan berbagai teknik dan

strategi kemudian menyesuaikannya dengan kondisi lokal, yang

pada akhirnya mungkin mendapatkan model pendidikan yang

memiliki karakter petani yang khas sesuai dengan konteks

perubahan agraria yang terjadi.

Referensi tersebut dapat diperoleh para pengajar dengan

melakukan kunjungan atau studi banding. Beberapa lembaga

12

Page 13: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

pendidikan yang telah diketahui memiliki kriteria-kriteria yang

dibutuhkan untuk menjadi tempat studi banding adalah: Sekolah

Alam di Bandung dan/atau di Jakarta, SMP Madani di Parung,

Sanggar Akar di Jakarta, atau Merapi di Jawa Tengah.

7. Lokakarya Akhir: Tinjau ulang

Aktivitas ini akan meninjau ulang keseluruhan kegiatan dengan

mempertimbangkan capaian-capaian dan kebutuhan-kebutuhan

lebih lanjut. Tinjau ulang ini akan mendatangkan beberapa orang

yang cukup memiliki kompetensi dalam hal ini.

8. Infrastruktur Fisik Sekolah

Bagaimanapun kuatnya inisiatif rakyat untuk mendirikan sekolah ini,

namun berdasarkan pengalaman satu semester menjalankan

sekolah petani di Sarimukti, pengelolaan sekolah ini dijalankan

dengan sangat prihatin. Banyak fasilitas sekolah yang sebetulnya

sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan kegiatan belajar

mengajar, dan itu tidak dapat dipenuhi oleh sumbangan pendidikan

dari orang tua siswa yang tidak dapat ditentukan besarannya dan

intensitas pembayarannya.

Dukungan untuk infrastruktur fisik sekolah ini dapat dipergunakan

untuk memenuhi beberapa kebutuhan ini: a) perlengkapan belajar

mengajar di kelas; b) fasilitas perpustakaan; c) fasilitas saung seni;

d) fasilitas praktek pertanian siswa; dan e) fasilitas laboratorium.

13

Page 14: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

VI. DETAIL DAN JADWAL PROGRAM

KEGIATANBULAN

1 2 3 4 51. Pemantapan Kontrak Sosial

2.Lokakarya Pengembangan Kemampuan Penyelidikan dan Pengorganisasian

3. Penyelidikan perubahan agraria a. Meneliti peristiwa-peristiwa lokalb. Menuliskan peristiwa-peristiwa lokal

4. Lokakarya Pembuatan Media dan

Pengayaan Kurikulum

5. Penggunaan Media Belajar di Kelas

6. Studi Banding

7. Lokakarya Akhir

Interval waktu yang dijadikan acuan untuk pelaksanaan keseluruhan

kegiatan ini adalah April-Agustus 2004.

PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan ini diusulkan oleh Serikat petani Pasundan dan dilaksanakan

oleh Unit Sekolah Serikat petani Pasundan sebagai penanggung jawab.

Dan dalam pelaksanaannya Unit sekolah dibantu oleh beberapa bidang

yang terdiri dari :

- Bidang Litbang kurikulum dan KBM

- Bidang managemen sekolah

- Bidang rekrutmen guru-guru

- Bidang pencarian dana ( dikelola oleh SAHABAT : Sahabat

Sekolah Petani )

- Simpul sekolah masing-masing Kabupaten

14

Page 15: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

Sekolah petani yang akan dan telah berjalan yaitu :

A. Yang telah berjalan :

1. Mts As sururon Desa Sarimukti Kec Pasirwangi Kab.Garut

B. Yang akan berjalan pada tahun ajaran 2004/2005 bulan Juli

mendatang :

1. Mts Pasawahan, Desa Pasawahan kec. Banjarsari kab. Ciamis

2. MI Pasawahan, Desa pasawahan kec. Banjarsari kab. Ciamis

3. Mts dan MI Cieceng, Desa Sindang Asih, kec. Salopa Kab.

Tasikmalaya

Dan bukan hal yang mustahil apabila pada tahun ajaran mendatang

akan banyak usulan pendirian sekolah baik yang berada di basis SPP

ataupun di luar basis SPP untuk sekolah tingkat dasar maupun

tingkatan lanjutan. Seperti yang telah dituliskan di awal tadi, bahwa

sekolah petani ini adalah salah satu upaya untuk memperkaya proses

pengorganisasian rakyat serta sebagai media untuk memperluas

pengaruh kepada pihak-pihak lain terutama pihak luar (non SPP).

Sehingga nantinya akan terjawab berbagai interpresentasi yang

beragam tentang organisasi SPP, atau lebih jauhnya dapat menepis

pandangan bahwa gerakan SPP selalu diartikan sebagai gerakan

perusak, penjarah yang anti pemerintah, anti agama, dan lebih

cenderung sebagai gerakan sparatis.

Proses pengorganisasian rakyat melalui pendidikan formal ini

selain mempunyai posisi yang potensial, yakni mencerdaskan anak-

anak petani agar mampu mandiri, kiritis dan bermartabat, juga

berdampak pada pengaruh organisasi terhadap pihak-pihak luar.

Mengingat posisi seorang guru dalam pandangan masyarakat desa

selalu dipandang sebagai orang yang berpengaruh, dihargai, punya

konsep, mandiri dan kreatif. Selain itu juga upaya ini untuk menambah

keyakinan dan pembekalan bagi guru tersebut dalam hidup,

mengabdikan dirinya dan bermasyarakat di desa dimana terdapat

sekolah petani tersebut.

15

Page 16: Menuju Sekolah Petani yang kontekstual

Apapun yang lakukan dalam rangkaian kegiatan tersebut diatas,

adalah dalam rangka mentransformasikan dan menjawab persoalan

reforma agraria secara utuh agar menjadi petani yang mandiri,

cerdas, adil, berwibawa dan bermartabat. Untuk itu dukungan dan

kepedulian dari pihak-pihak lain untuk bersama-sama mewujudkan

harapan dan cita-cita tersebut adalah hal yang penting. Mengingat

bahwa sekecil apapun dukungan itu akan sangat berharga dan

bermanfaat bagi keberlangsungan pendidikan alternatif yang murah

dan layak bagi kaum miskin dan tertindas.

Sekian dan semoga berhasil !

Salam pembebasan,

Ttd

H A D J I S P P

16