Laporan KKL Dari Petani Subsisten Menuju Petani Produktif

24
Laporan KKL Dari Petani Subsisten Menuju Petani Produktif (Studi Kasus: Petani Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan) Anggota Kelompok : Fahri Mustaqiem (4825122516) Lito Octaris (4825122474) Muhammad Haris A.F (4825120330) Prima Yudha (4825122479) Sosiologi Pembangunan Reguler 2012

description

Laporan KKL Sosiologi UNJ 2015

Transcript of Laporan KKL Dari Petani Subsisten Menuju Petani Produktif

Laporan KKL

Dari Petani Subsisten Menuju Petani Produktif(Studi Kasus: Petani Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan)

Anggota Kelompok :

Fahri Mustaqiem

(4825122516)

Lito Octaris

(4825122474)

Muhammad Haris A.F

(4825120330) Prima Yudha

(4825122479)Sosiologi Pembangunan Reguler 2012Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

BAB I

PendahuluanA. Latar BelakangSektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani. Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani tersebut tergantung pada tingkat pendapatan usahatani dan surplus yang dihasilkan oleh sektor itu sendiri. Dengan demikian, tingkat pendapatan usahatani, disamping merupakan penentu utama kesejahteraan rumah tangga tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Mosher (1987), hal yang paling penting dari kesejahteraan adalah pendapatan rumah tangga, sebab beberapa aspek dari kesejahteraan rumah tangga tergantung pada tingkat pendapatan. Pemenuhan kebutuhan dibatasi oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang berpendapatan rendah. Semakin tinggi pendapatan maka persentase pengeluaran untuk pangan akan semakin berkurang. Dengan kata lain, apabila terjadi peningkatan pendapatan dan peningkatan tersebut tidak merubah pola konsumsi maka rumah tangga tersebut sejahtera. Sebaliknya, apabila peningkatan pendapatan dapat merubah pola konsumsi maka rumah tangga tersebut tidak sejahtera.

Dalam hal ini, tepatnya Desa Kunjir yang merupakan desa diwilayah Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan memiliki potensi wilayah didalamnya. Secara letak geografis, desa kunjir berbatasan dengan Gunung Rajabasa disebelah utara, Pantai atau Laut Selat Sunda di sebelah selatan, berbatasan dengan wilayah desa Batu Balak disebelah timur dan disebelah barat berbatasan dengan desa Way Muli. Desa kunjir merupakan sebuah desa yang berjarak 17 km menuju Kalianda dan 78 km dari Bandar Lampung. Secara potensi alam kebanyakan penduduk desa kunjir merupakan petani walaupun mereka berada di pesisir laut. Di dalam lahan pertanian, desa kunjir memiliki jumlah total 175 hektar luas persawahan, dan 439,75 hektar luas perkebunan.Secara sosio histori, pertanian yang terjadi di desa kunjir mengamali perubahan proses dan sejarah, dahulu kala pertanian yang terkenal di daerah kunjir yaitu berjenis cengkeh. Namun lambat laun cengkeh itu meredup dan akhirnya punah, hal ini menyebabkan perubahan jenis komoditi dan juga mempengaruhi sistem pertanian yang ada dari petani subsisten menuju petani produktif. B. Perumusan MasalahDalam dinamika masyarakat petani pasti banyak hal yang dialaminya. Mulai dari memupuk, mengolah, dan memanen. Masyarakat petani yang ada di Desa Kunjir merupakan mayoritas pekerjaan yang ada di wilayah ini. Berdasarkan latarbelakang yang ada diatas, adapun pertanyaan rumusan masalah yang penulis ingin ketahui lebih lanjut:

1. Bagaimana proses terjadinya perubahan petani subsisten menjadi petani produktif di Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung?

C. Tujuan PenelitianAtas dasar rumusan permasalahan di atas, maka penelitian kali ini memiliki tujuan ingin mengetahui bagaimana proses terjadinya perubahan petani dari subsisten menuju produktif yang ada di desa kunjir.Tujuan penelitian ini bermaksud untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan diatas.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa manfaat. Diantarannya. Pertama, Menjadi sumbangan pemikiran dalam kajian Sosiologi ekonomi, sosiologi pembangunan khususnya dalam masalah masyarakat petani di Desa Kunjir Kedua, Menjadi pendorong untuk mengadakan penelitian lanjutan yang lebih mendalam terhadap permasalahan yang terdapat di masyarakat nelayan khususnya makna kerja.Tinjauan pustaka yang relevan yang dapat mendasari penelitian ini meliputi pada karya-karya ilmiah, buku-buku yang tematik dan teoritis, serta laporan-laporan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.E. Tinjauan Pustaka SejenisTinjauan pustaka yang relevan yang dapat mendasari penelitian ini meliputi pada karya-karya ilmiah, buku-buku yang tematik dan teoritis, serta laporan-laporan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

Pertama, Skripsi, Nindia Ovtika Sinaga ( 2012 ) berjudul Etos kerja pedagang tradisional ditengah maraknya pasar modern. Isi dari skripsinya membahas tentang kemunculan pasar modern yang begitu pesat dan ditakutkan dapat menggeser keberadaan pasar tradisional di kota Medan dimana masalah yang terjadi didalam pasar tradisional sangat mempengaruhi eksistensi pasar tradisional itu sendiri. penanaman nilai-nilai yang telah ada sebelumnya dan mempraktekanya langsung kepada pembeli demi memberikan kenyamanan yang diperoleh dari etos kerja yang dihasilkan langsung oleh pedagang.

kedua, Tesis, Sofyan Husin (2009) dengan judulnya Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Dan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Petani. Dalam Tesisnya dijelaskan bahwa Produktivitas merupakan salah satu indicator penting untuk menilai keberhasilan suatu usahatani. Makin tinggi produktivitas yang dihasilkan berarti makin efisienlah usahatani tersebut sehingga berimplikasi pada kepuasan petani. Namun demikian, tidak semua usahatani yang memiliki produktivitas tinggi dapat memuaskan petani disebabkan oleh tidak adanya institusi yang menjamin stabilisasi harga. Institusi yang menjamin ketersediaan sarana produksi serta tidak terjangkaunya harga dalam memenuhi kebutuhan mereka. Kehadiran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) PT Agropotombuluh merupakan harapan baru bagi petani dalam merealisasikan keinginan-keinginan mereka. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh antara kualitas layanan dan motivasi petani terhadap produktivitas usahatani serta pengaruhnya terhadap kepuasan petani..

Ketiga, Natalia Anindya Sarathi (2012) Pengaruh Sikap Inovatif, Motivasi Terhadap Etos Kerja Dan Produktivitas Petani Padi Sri Di Jember dalam skripsinya Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam perekonomian nasional, khususnya dalam penyediaan kecukupan pangan, perluasan lapangan kerja dan lapangan berusaha, pengentasan kemiskinan, serta peningkatan produk domestik bruto dan pendapatan petani. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan SDM pertanian yang tangguh dengan ciri professional, mandiri, inovatif, kreatif dan berwawasan global yang mampu menjadi fasilitator, motivator dan regulator pelaku usaha pertanian serta mampu membangun sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi. Petani menjadi salah satu penentu peningkatan produksi dan produktivitas usaha taninya khususnya dalam hal ini adalah produktivitas padi, termasuk upaya inovasi metode penenaman padi baru. Permasalahan yang akan dikaji adalah mencari keterkaitan antara sikap inovatif khususnya yang berkaitan dengan menanam padi metode SRI, dan motivasi terhadap etos kerja serta produktivitas petani metode SRI di Jember. Sikap Inovatif berpengaruh signifikan terhadap etos kerja. Hasil ini memberi dukungan terhadap hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Inovasi Petani Padi SRI berpengaruh signifikan terhadap Etos Kerja Petani. Motivasi yang dimiliki petani berpengaruh signifikan terhadap etos kerja. Etos kerja berpengaruh signifikan terhadap produktivitas. Inovasi berpengaruh signifikan terhadap produktivitas. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap produktivitas.

Keempat, skripsi, Dyah Ita Mardiyaningsih (2010) Perubahan Sosial Di Desa Pertanian Jawa: Analisis Terhadap Sistem Penghidupan Masyarakat Tani skripsi ini menjelaskan tetang perubahan sosial di pedesaan di jawa dimana modernisasi pertanian dan pedesaan mendorong dengan sangat kuat perkembangan pedesaan menjadi semakin maju. Berbagai program pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa berdasakan berbagai penelitian telah menyebabkan musnahkanya berbagai kelembagaan lokal. Penelitian ini ingin melihat sejauh mana kelembagaan sosial asli di pedesaan mendukung sistem penghidupan masyarakat tani? Untuk itu dalam penelitian ini sejumlah pertanyaan diharapkan dapat terjawab yaitu : (a) Bagaimana transformasi sumber nafkah dan sistem budidaya pertanian di pedesaan terjadi?, (b) Bagaimana perubahan strategi nafkah rumahtangga masyarakat pedesaan?, (c) Bagaimanakah masyarakat pedesaan mengembangkan sistem jaminan keamanan sosial untuk memenuhi kebutuhan survival minimumnya?, dan (e) Bagaimana cara yang ditempuh oleh sistem sosial/masyarakat lokal dalam mempertahankan kelembagaan ekonomi asli? Secara umum penelitian ini menunjukkan bahwa modernisasi pertanian telah menyebabkan perubahan sosial di pedesaan baik pada sistem budidaya pertanian, struktur sosial agraria, pilihan strategi nafkah rumahtangga, sistem jaminan keamanan sosial dan sistem kelembagaan nafkah lokal.

Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka diatas dapat dipahami bahwa penelitian penulis memiliki sudut pandang yang berbeda dan belum ada penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain. Perbedaan tersebut dalam penelitian penulis terletak pada bagaimana etos kerja masyarakat nelayan bekerja. Dalam menganalisanya penulis menggunakan pandangannya Max Waber tentang etika prostestan dan semangat kapitalisme agar pembahasanya tidak melebar.F. Kerangka KonsepG. Metodologi Penelitiani. Subjek dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian kualitatif, yakni suatu penelitian yang bersifat deskriptif. Jenis penelitian ini lebih pada memahami manusia dalam konteks yang lebih luas. Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif. Maka dalam penelitian ini metode penelitian yang diambil mencakup pada pengambilan data melalui wawancara mendalam, wawancara sambil lalu dan observasi atau survey lapangan. Dalam penelitian akan dilibatkan beberapa narasumber yang dapat menjadi juru kunci ataupun menjadi informan dalam menggali dari beberapa aspek yang akan diteliti, berdasarkan sejarah, dampak perubahan, data-data geografis, ataupun hal-hal yang terkait dengan penyusunan penelitian. Narasumber tersebut mencakup pada masyarakat nelayan yang berdasarkan pengalaman kerjanya dalam bidang nelayan. Penelitian akan dilakukan selama empat hari yaitu tanggal 9 juni 12 juni 2015. Lokasi penelitian bertempat di Desa kunjir, kec rajabasa, kab lampung selatan yang memiliki banyak mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian petani.

ii. Peran Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang dilakukan peneliti merupakan suatu peran yang menjadi instrumen utama dalam memperoleh data dimana peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba beradaptasi dengan lingkungan Desa Kunjir dan sekitarnya. Dengan melakukan berbagai pendekatan seperti mengikuti kegiatan yang dilakukan para petani, ataupun mengikuti kegiatan masyarakat sekitar.iii. Jenis dan Sumber Data

Penelitian kualitatif ini ada dua macam bentuk data, yaitu: Pertama, Data Informan, yakni data yang hanya menjelaskan kasus-kasus tertentu dalam arti bahwa data kasus berlaku untuk kasus tersebut serta tidak bertujuan untuk digeneralisasikan dengan kasus lain. Kemudian mencari data sekunder tentang cara masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kedua, pengalaman pribadi, adalah sebagai bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu sebagai warga masyarakat tertentu yang menjadi subyek penelitian. Penggalian informasi dilakukan secara personal pada tokoh masyarakat, hal ini penting dilakukan sebagai pintu awal dari proses penelitian. Kegunaan dari data semacam ini yaitu akan diperoleh suatu pandangan dari dalam melalui reaksi, tanggapan, interpretasi, dan penglihatan para warga masyarakat yang dijadikan subyek penelitian. Serta dapat memperdalam penelitian secara implisit mengenai detail data yang tidak diperoleh melalui wawancara atau observasi semata.iv. Teknik Pengumpulan Data

Sebelum memulai dalam tahap pengumpulan data, peneliti melakukan penjajakan kepada setiap informan ataupun narasumber. Dengan adanya penjajakan yang dilakukan peneliti berharap dapat membangun kepercayaan dan juga dapat turut berkontribusi dalam rangka penelitian ini. Penjajakan ini diawali melalui pertemuan langsung (tatap muka), yang kemudian membicarakan maksud dan tujuan penelitian ini secara gambling. Sehingga diharapkan tidak adanya kesalapahaman satu sama lain antara informan dengan peneliti, jika kesalapahaman ini terjadi maka akan terjadi hambatan ataupun kendala dalam pengumpulan data tersebut. Setelah semua penjajakan telah dilakukan, maka mudahlah bagi peneliti dalam mendapatkan data dengan melalui beberapa teknik pengumpulan data antara lain:Data primer adalah data yang bersumber langsung dari responden kepada peneliti. Data primer dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara berstruktur kepada masyarakat disana sesuai dengan panduan wawancara yang telat dibuat. Tetapi biasanya tidak hanya melakukan wawancara berstuktur saja karna tidak cukup hasilnya dan biasanya peneliti juga menggunakan wawancara secara mendalam agar memperoleh hasil yang maksimal dan diharapkan dapat menunjang dan meningkatkan mutu kualitas data yang diperoleh dilapangan. Data Sekunder merupakan data yang didapat dari pihak lain. Data sekunder ini memberikan gambaran atau seperti pedoman bagi penelitian ini. data sekuder bisa berupa buku, jurnal, skripsi, artikel atau internet dan lain sebagainya. Wawancara

Wawancara merupakan pembuktian terhadap informasi atau sebuah keterangan langsung yang diperoleh sebelumnya dari beberapa informan. Teknik wawancara pada penelitian kualitatif mencakup pada Wawancara Mendalam (WM) dan Wawancara Sambil Lalu (WSL). Proses pada wawancara dilakukan secara tatap muka antara pewawancara dengan informan. Dalam proses wawancara, peneliti terlebih dahulu bertemu dan melakukan perkenalan kepada para responden dengan menanyakan siapa namanya, umurnya berapa, pekerjaannya sebagai apa dan lain-lainnya. Setelah melakukan perkenalan, peneliti membuat janji ataupun pertemuan secara langsung kepada beberapa responden untuk dapat diwawancarai dan meminta data-data mengenai tema penelitian peneliti. Ketika, peneliti mewawancarai beberapa informan, seperti Bpk. M Sholeh sebagai ketua GAPOKTAN yang baru, Bpk. Kurtubi sebagai ketua Rembug Pekon yang ada di dusun 2, dan Bpk Kholib sebagai mantan ketua GAPOKTAN. Observasi

Observasi digunakan untuk menyajikan gambaran realistis perilaku dan kejadian dengan cara penelitian yang langsung terjun pada lapangan, hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan, membatu memahami perilaku masyarakat setempat, dan untuk evaluasi. Dengan adanya observasi peneliti dapat mengamati keadaan ataupun kejadian yang ada di lokasi penelitian. Dalam observasi atau pengematan ini, peneliti akan mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat nelayan secara internal dan eksternal. Selain itu, peneliti juga mengamati kegiatan-kegiatan masyarakat petani desa kunjir kecamatan rajabasa.

Dokumentasi

Dalam penelitian ini peneliti juga mencari data dalam bentuk dokumentasi, baik secara tulisan, surat-surat, foto, grafik, tabulasi, dan sebagainya. Dengan bertujuan agar dapat membantu menggambarkan keadaan masyarakat sekitar pesisir pantai desa kunjir. Kemudian dokumentasi ini juga menjadi bukti kongkrit peneliti dalam setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan baik masyarakat sekitar maupun para para nelayan.

H. Sistematika PenulisanSecara keseluruhan Makalah ini terdiri dari 5 BAB, yang tersusun yaitu :

BAB I: Pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, manfaat penelitian, manfaat penelitian, tinjauan penelitian sejenis, kerangka konsep, metodologi, dan sistematika penulisan.

BAB II :

BAB III :

BAB IV :Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

BAB II

Konteks Sosio Historis Petani Subsisten2.1 Sejarah Petani Desa KunjirA. Asal usul Petani

Desa Kunjir adalah sebuah desa yang berada di Provinsi Lampung tepatnya berada di Kabupaten Lampung Selatan, Kecamatan Rajabasa, Desa Kunjir mempunyai empat dusun. Daerah Desa Kunjir terletak di antara Gunung dan Pantai yang berhubungan dengan Selat Sunda. Dahulu Indonesia adalah sebuah negara yang sangat kaya akan rempah rempah dan negara yang berada di daerah Eropa pun tertarik dengan Negara Indonesia untuk bisa mengambil rempah rempah tersebut karena faktor negara negara yang berada di Eropa adalah iklim yang cenderung dingin untuk menghangatkan masyarakat yang ada di negara negara Eropa. Rempah rempah yang dimaksud adalah cengkeh, dahulu masyarakat Desa Kunjir terkenal dengan komoditas cengkehnya yang mencapai harga cukup tinggi jika dibandingkan 1 Kilogram cengkeh setara dengan 7 gram cengkeh.

Komoditi yang ada pada tahun tahun sebelumnya, ada tiga komoditi yang terkenal selain cengkeh ada vanili dan biji pala. Ketiga komoditi ini pada jamannya sangat diminati oleh Bangsa Belanda. Tetapi pada saat VOC memonopoli tanaman cengkeh pada waktu itu harga menjadi sangat turun.

B. Orde Baru

Gunung Rajabasa merupakan saksi untuk kesuskesan tanaman cengkeh pada masanya, tahun 1975 merupakan waktu untuk tanaman cengkeh muncul ke permukaan atau waktu keemasan untuk tanmaan cengkeh di Desa Kunjir. Walaupun dulu ada komoditi selain cengkeh yang dihasilkan di Desa Kunjir seperti vanili dan biji pala tetapi warga Desa Kunjir tetap lebih meminati tanaman cengkeh karena harganya yang tinggi, tanaman cengkeh bukan hanya cengkehnya saja bisa dijual ke pasaran tetapi daunnya juga bisa dijual untuk diambil minyaknya. Harga 1 kilogram cengkeh pada tahun 1975 seharga dengan 2 gram emas, bayangkan saja dengan harga setinggi itu maka masyarakat jelas lebih meminati komoditi tanaman cengkeh ini. Cengkeh disebut juga oleh para petani Desa Kunjir sebagai Beruang Hijau karena dimana ada cengkeh maka segala jenis tanaman yang ada disekitar cengkeh akan tidak ada seketika, yang membuat tidak ada ini adalah para petani itu sendiri supaya tanaman cengkeh bisa tumbuh lebih baik dan banyak, bisa dilihat bahwa tanaman cengkeh diutamakan oleh para petani Desa Kunjir pada masa itu. Pada masa masa seperti ini masyarakat Desa Kunjir lebih memilih untuk menjadi petani subsisten atau bisa dibilang petani yang menyimpan hasil komoditi mereka untuk dikonsumsi sendiri.

Seiring jalannya waktu pada akhir tahun 70an dibuatlah Koperasi Unit Desa (KUD) untuk bisa memudahkan petani Desa Kunjir memudahkan dalam menjalani kehidupan misalnya untuk simpan pinjam, modal untuk menjalankan usaha untuk memudahkan kehidupan petani juga dan segala bentuk keuangan yang lainnya juga setelah adanya KUD ini membuat keadaan menjadi sedikit lebih baik. Seiring dibuatnya KUD juga dibuatlah sebuah lembaga yang bernama Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang dibuat oleh pemerintah. Harga cengkeh kemudian semakin turun dan membuat petani Desa Kunjir menjadi pesimis dalam menanam cengkeh kembali karena hal ini, BPPC ternyata memonopoli cengkeh dan ini menjadi menjadi dampak yang besar ke petani Desa Kunjir, banyak yang sudah putus asa dengan tidak lagi menanam cengkeh karena turun drastisnya harga cengkeh yang disebabkan oleh BPPC. Sedikit demi sedikit petani Desa Kunjir yang tadinya menanam cengkeh namun sekarang lebih sedikit dan lama kelamaan menghilang akibat penurunan harga yang sangat drastis dari jaman dahulu dan pada akhirnya sama sekali tidak ada yang menanam cengkeh pada saat itu perubahan pun terjadi pada awal hilangnya petani cengkeh lalu akhirnya mereka menanam apa yang bisa ditanam seperti jengkol dan pete pada awal terjadinya kejadian hilangnya petani cengkeh untuk bisa bertahan hidup mereka menanam apa yang mereka bisa.

C. Menuju perubahan pola produktif dengan evolusi

Perubahan yang terjadi oleh para petani di Desa Kunjir adalah perubahan evolusi yang perlahan tapi pasti karena perubahan yang terjadi setelah beratus ratus tahun kemudian setelah sebelumnya petani yang berada di Desa Kunjir mengalami stagnansi dengan menanam terus menerus cengkeh walaupun juga ada tiga komoditas yang lainnya bila ditelaah secara historis bisa ditarik kesimpulan bahwa perubahan yang terjadi sejak jaman Belanda sampai dengan orde baru yang akhirnya harga cengkeh tersebut jatuh dan mengubah secara pola bertani mereka yang tadinya untuk menanam fokus pada tanaman cengkeh sampai sampai cengkeh disebut sebut sebagai beruang hijau karena menghilangkan apa saja yang ada di sekitar tanaman cengkeh supaya tanaman cengkeh tumbuh dengan bagus dan banyak, namun sekarang berubah drastis petani tersebut mengalami perubahan dari petani subsisten menjadi petani produktif.

Petani subsisten adalah petani yang mengkonsumsi hasil mereka sendiri untuk mereka konsumsi dan petani produktif adalah petani yang menjual hasil komoditas mereka untuk kebutuhan hidup mereka. Namun sekarang petani Desa Kunjir menjadi petani produktif guna untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka hal ini sangatlah berbeda bila dilihat secara historis, petani Kunjir yang dulunya menyimpan hasil komoditi mereka namun sekarang mereka menjual hasil komoditi mereka untuk bertahan hidup...

2.2Komoditas Pertanian Desa Kunjir

Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu sistem bertani dimana tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya beserta keluarganya. Namun dalam menggunakan definisi yang demikian sejak semula harus diingat bahwa tidak ada petani susbsisten yang begitu homogen, yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang lain. Dalam kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-beda dalam hal luas dan kesuburan tanah yang dimilikinya dan dalam kondisi-kondisi sosial ekonomi lingkungan hidupnya. Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka memandang pertanian sebagai sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil produksi pertanian itu. Dengan definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa petani susbsisten tidak berfikir dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka juga berpikir dalam pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk pengeluaran biaya tunai, melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain.Desa Kunjir merupakan desa di Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, lokasi desa ini sangat unik, karena dari segi lokasi, desa ini diapit oleh gunung rajabasa dan pesisir laut selat sunda. Berdasarkan segi geografis yang diapit tersebut, mayoritas penduduk masyarakat Desa Kunjir berprofesi sebagai petani.

Asal usul petani di daerah ini terkenal akan cengkehnya sejak zaman dahulu. Pada tahun 1975-an cengkeh di Desa Kunjir sangat bernilai. Berdasarkan harga pasar saat itu, 1kg cengkeh setara dengan 2 gram emas. Lalu seiring berjalannya waktu, cengkeh ini mengalami penurunan hingga pada akhirnya mengalami kepunahan hingga tahun 1986. Hal ini menyebabkan petani Kunjir beralih fungsi komoditi dari cengkeh hingga ke komoditi lain. Jenis komoditi tersebut merupakan kakao, padi, kopi, kelapa, pisang, tebu dll. Tentu evolusi perubahan jenis komoditi yang terjadi di Kunjir mengalami proses yang cukup lama.Berikut merupakan Tabel Jenis Komoditas yang ada di Desa Kunjir :

Tabel 1.1 Jenis Komoditi

Mangga2 Ha

Rambutan4 Ha

Durian6 Ha

Pisang16 Ha

Melinjo2 Ha

Kelapa2 Ha

Kopi6 Ha

Coklat (Kakau)10 Ha

Bambu 1500 M

Jagung 5 Ha

Kacang Panjang0,25 Ha

Padi Sawah175 Ha

Cabe0,25 Ha

Sumber : Dokumentasi Kelurahan KunjirFaktor lain yang menyebabkan petani Kunjir memiliki beberapa jenis komoditi yang ditanam pada wilayah lahannya yaitu karena faktor kontur tanah yang berundak atau lahan pertanian yang berada di pegunungan yang menanjak dan juga banyak bebatuan di lahan tersebut. Hal ini pula yang menyebabkan handtracktor tidak dapat berfungsi dengan maksimal akibat banyak bebatuan tadi. Hal ini pula yang menyebabkan para petani Kunjir masih tradisional.

Pada saat ini, hasil panen unggulan petani Kunjir yaitu kakao. Karena pada saat ini, kakao sangat dibutuhkan baik sebagai bahan untuk membuat kue, sebagai obat herbal, sebagai bahan kosmetik, dll.

Di dalam pembagian jenis komoditi lahan pertanian di desa kunjir ini terbentuk mengenai sejarah dan proses dengan waktu. Sebagai contoh, Petani sering diterpa cuaca buruk dan tuntutan-tuntutan pihak luar dan tidak menerapkan ilmu hitung keuntungan maksimal. Jumlah hasil yang dijual ke pasar oleh rumah tangga petani akan tergantung pada tingkat harga produk, yaitu semakin tinggi harga produk maka akan semakin besar jumlah produk yang dijual. Namun, untuk produk komoditas subsisten ini pertimbangan harga produk tersebut merupakan bukanlah satu-satunya pertimbangan petani untuk memutuskan besaran jumlah barang yang dijual kepasar tetapi masih akan mempertimbangkan pula harga barang kebutuhan lain yang tidak diproduksi oleh rumahtangga petani tersebut, Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa besaran jumlah hasil yang dijual ke pasar tersebut akan tergantung pada besarnya kebutuhan uang tunai untuk membeli produk barang atau jasa yang tidak dihasilkan oleh rumahtangga petani tersebut. Sebagai contoh, Semakin tinggi harga beras relatif terhadap harga barang lain maka semakin sedikit jumlah produk yang dijual ke pasar karena mampu untuk membeli barang lain dengan hanya menjual beras sejumlah itu. Sebaliknya semakin rendah harga beras relatif terhadap barang lain maka petani akan menjual semakin banyak beras agar mampu membeli barang lain yang dibutuhkan rumahtangganya. Dengan demikian jika harga beras relatif lebih rendah dari harga barang lain maka kemampuan rumahtangga petani untuk membeli barang lain menurun yang berarti pula menurun tingkat kesejahteraannya. Namun, ditinjau dari ketersediaan beras di pasar akan meningkat karena petani menjual lebih banyak berasnya ke pasar. Yang dilakukan petani bercocok tanam adalah berusaha menghindari kegagalan berusaha tani yang akan menghancurkan kehidupannya dan bukan untuk mencari keuntungan dengan cara mengambil resiko. Karena itu petani disebut enggan resiko atau petani subsisten.

Sikap menghindari resiko itu juga dikemukakan untuk menjelaskan mengapa petani kunjir lebih suka menanam tanaman subsistensi (contohnya, Padi, Kopi) daripada tanaman bukan pangan (contohnya tanaman hortikultura) yang hasilnya untuk dijual.

Dalam hal ini, petani subsisten yang terjadi di daerah desa kunjir lebih mengarah kepada petani yang memiliki lahan pertaniannya sendiri, bagi keluarga-keluarga petani lain yang tidak memiliki lahan hanyalah sekedar membantu dalam proses panen dari hasil lahan-lahan bagi mereka petani yang memiliki lahan. untuk memperoleh tambahan yang meskipun hasilnya kecil dalam produksi mereka jauh dari seorang kapitalis yang mereka tidak akan bersedia untuk melangkah lebih lanjut. Bagi sebagian petani yang tidak memiliki lahan, mereka biasanya lebih bekerja serabutan dengan cara menjadi kuli bangunan, memancing atau ikut nelayan berburu ikan turun dilaut, atau membantu proses penjualan ke pasar (tengkulak).Oleh sebab itu, faktor tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang dimiliki petani secara relatif melimpah, maka mungkin ia akan terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan banyak kerja dengan hasil yang sangat kecil, sampai kebutuhan-kebutuhan subsistensinya terpenuhi.

Perilaku ekonomis keluarga petani yang berotientasi subsistensi berbeda dari perusahaan kapitalis. Keluarga petani subsisten merupakan unit konsumsi dan sekaligus unit produksi. Keluarga petani yang dekat dengan batas subsistensi mengutamakan apa yang di anggap aman dan dapat diandalkan daripada keuntungan yang dapat diperoleh dalam jangka panjang. Hal ini dilakukan karena petani menghadapi situasi kekurangan lahan, modal, dan lapangan kerja di luar.

Petani subsisten seringkali tidak saja menjual hasil produksinya dengan harga berapa saja asal laku, tetapi seringkali membayar harga sewa tanah diatas harga yang lazim menuntut investasi kapitalis. Membayar harga sewa yang sangat tinggi untuk tanah disebut Chayanov hunger rents. Petani berani membayar harga tinggi selama tambahan tanah itu menambah isi periuk nasi dengan berapa saja. Semakin kecil lahan yang dimiliki suatu keluarga, semakin besar keluarga itu akan berani membayar untuk sebidang lahan tambahan atau satu proses persaingan yang dapat menyingkirkan pertaniana kapitalis yang tidak dapat bersaing dengan cara-cara demikian.

Untuk menjamin bagi diri mereka satu subsistensi pokok, satu orientasi yang bisa tidak bisa harus memusatkan segenap perhatian kepada kebutuhan hari ini saja tanpa memikirkan hari esok, maka petani kadang-kadang terpaksa harus menggadaikan masa depannya sendiri. Satu panen yang gagal dapat memaksa mereka untuk menjual seluruh atau sebagian dari tanah mereka yang sudah kecil itu atau hewan penarik bajak mereka. Apabila kegagalan itu meliputi daerah yang luas, mereka harus menjual dalam suasana panik dan dengan harga yang sangat rendah. Akibatnya bisa tragis dan sekaligus tak masuk akal.

Keharusan memenuhi kebutuhan subsistensi keluarga, yang mengatasi segala-galanya, seringkali memaksa petani tidak saja menjual dengan harga berapa saja asal laku, akan tetapi juga membayar lebih jika membeli atau menyewa tanah, lebih besar dari apa yang lazim menurut kriteria investasi kapitalis. Seorang petani yang kekurangan tanah, yang mempunyai keluaraga besar dan tidak dapat menambah penghasilannya dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan lain, seringkali berani membayar harga yang sangat tinggi untuk tanah, atau hunger rents menurut istilah Chayanov, selama tambahan tanah itu dapat dapat menambah isi periuk nasi dengan beberapa saja. Sesungguhnya, semakin kecil yang dimiliki satu keluarg, semakin besar keluarga itu akan berani membayar untuk sebidang lahan tambahan.

Perilaku ekonomis petani yang sedemikian itu telah dapat dipahami secara lebih baik sebagai satu kasus khusus dari apa yang dapat diramalkan oleh teori mikroekinimi yang baku. Bahwasanya orang terus menggunakan tenaga kerjanya di bidang-bidang pertanian dan menggunakan tenaga kerjanya di bidang-bidan pertanian dan kerajinan tangan. Umpamanya, merupakan akibat dari opportunity cost atau tingkat kesempatan tenaga kerja yang rendah bagi petani (artinya, sedikit sekali kesempatan kerja di luar) dan marginal utility atau guna baatas yang tinggi dari penghasilan bagi orang-orang yang hidup dekat tingat batas subsistensi.

. Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Sosial (Format-format Kuantitatif dan Kualitatif), Airlangga University Press. Surabaya. 2001. Hal 285 286.