Meningitis TB

27
Meningitis Tuberkulosis pada Wanita Muda Maria Theresia Diegonia (102012212) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, 11510 [email protected] Pendahuluan Meningitis adalah inflamasi dari meninges (membran yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh organism bakteri atau jamur. Tipe meningitis termasuk aseptic, septic, dan tuberculosis. Meningitis aseptic mengacu kepada meningitis virus atau iritasi meningeal misalnya ensefalitis. Meningitis septic mengacu pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri misalnya basilus influenza. Meningitis tuberkuloasis disebabkan oleh bailus tuberkel. Infeksi meningeal umumnya berawal dari satu atau dua cara baik melalui darah akibat infeksi lain (selulitis) atau oleh ekstensi langsung (setelah cedera traumatik pada tulang wajah). Dalam kasus yang jumlahnya kecil penyebab meningitis adalah iatrogenic atau sekunder akibat prosedur invasive (pungsi lumbal). Anatomi dan Fisiologi Otak 1

description

meningitis tuberkulosis

Transcript of Meningitis TB

Meningitis Tuberkulosis pada Wanita MudaMaria Theresia Diegonia (102012212)Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, [email protected]

PendahuluanMeningitis adalah inflamasi dari meninges (membran yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh organism bakteri atau jamur. Tipe meningitis termasuk aseptic, septic, dan tuberculosis. Meningitis aseptic mengacu kepada meningitis virus atau iritasi meningeal misalnya ensefalitis. Meningitis septic mengacu pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri misalnya basilus influenza. Meningitis tuberkuloasis disebabkan oleh bailus tuberkel. Infeksi meningeal umumnya berawal dari satu atau dua cara baik melalui darah akibat infeksi lain (selulitis) atau oleh ekstensi langsung (setelah cedera traumatik pada tulang wajah). Dalam kasus yang jumlahnya kecil penyebab meningitis adalah iatrogenic atau sekunder akibat prosedur invasive (pungsi lumbal). Anatomi dan Fisiologi OtakOtak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen, dan menerima 1,5% curah jantung. Terdapat tiga bagian otak yaitu:a. Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi yaitu telensefalon dan diensefalon. Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau serebrum, dan basal ganglia, serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada serebrum. Diensefalon menjadi thalamus, hipotalamus dan epitalamus.b. Otak tengah (mesensefalon) terus tubuh dan pada orang dewasa disebut otak tengah. Bagian ini terdiri dan pedunkulus dan corpora kuadrigemina. c. Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon yang berubah menjadi batang otak (pons) dan serebelum serta miensefalon yang menjadi medulla oblongata.d. Rongga pada tabung saraf tidak berubah dan berkembang menjadi ventrikel otak dank anal sentral medulla spinalis.Lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari piamater, lapisan arachnoid, dan duramater. 1. Piamater adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis serta melekat erat pada otak. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah untuk mensuplai jaringan saraf. 2. Lapisan arachnoid (tengah) terletak di bagian eksternal piamater dan mengandung sedikit pembuluh darah. Ruang subarachnoid memisahkan lapisan arachnoid dari piamater dan mengandung cairan serebrospinalis, pembuluh darah serta jarinagn penghubung seperti selaput yang mempertahankan posisi arachnoid terhadap piamater dibawahnya. Berkas kecil di jaringan arachnoid, vili arachnoid menonjol ke dalam sinus vena (dural) duramater. 3. Duramater merupakan lapisan terluar, adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan, tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik.a. Lapisan periosteal luar pada duramater melekat di permukaan dalam cranium dan berperan sebagai periostium dalam pada tulang tengkorak. b. Lapisan meningel dalam pada duramater tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali ke arahnya untuk membentuk bagian bagian berikut: falks serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum, sela diafragma.c. Pada beberapa regia, kedua lapisan ini dipisahkan olehpembuluh darah besar, sinus vena yang mengalirkan darah keluar dari otak. d. Ruang subdural memisahkan duramater dari arachnoid pada regia cranial dan medulla spinalis.e. Ruang epidural adalah ruang potensial antara periosteal luar dan lapisan meningeal dalam pada duramater di regia medulla spinalis. AnamnesisSebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien, setiap dokter harus melakukan anamnesis. Anamnesis merupakan wawancara yang dilakukan terhadap pasien. Tehnik anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran komunikasi antara dokter dengan pasien. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) jika keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai misalnya dalam keadaan gawat darurat.Hal-hal yang ditanyakan dokter pada pasien dalam melakukan anamnesis antara lain:1. Identitas. Meliputi nama lengkap pasien, umur, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan, pendidikan terakhir, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang pasien yang dimaksud. 2. Keluhan utama. Merupakan alasan spesifik atau keluhan yang dirasakan seseorang sehingga ia datang ke dokter atau rumah sakit. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indicator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Dalam kasus, yang menjadi keluhan utama adalah keluhan sakit kepala yyang semmakin berat dan demam sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan penyertanya yaitu pasien menjadi sering mengantuk dan tidak nafsu makan. 3. Riwayat penyakit sekarang. Merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. 4. Riwayat penyakit dahulu. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami hal yang sama dengan yang dialaminya sekarang. Dalam kasus diberitahukan pasien mempunyai riwayat batuk yang lama selama 3 bulan dan tidak rutin minum obat. 5. Riwayat penyakit keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga mengalami hal yang serupa dengan pasien seperti batuk-batuk yang sudah lama selama 3 bulan dan mungkin batuk disertai darah dan sebagainya. 6. Riwayat sosial. Tanyakan kebiasaan pasien yang berhubungan dengan kasus. Tanyakan apakah pasien adalah perokok atau sering minum alcohol, tanyakan pula apakah ada penyakit-penyakit penyerta seperti hipertensi atau diabetes melitus. Pemeriksaan FisikDari pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70mmHg, suhu 37,4o C, nadi 90x/menit, pernafasan 20x/menit. Pemeriksaan fisik khusus yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah pasien mengalami penyakit meningitis yaitu melakukan tanda rangsang meningeal:a. Pemeriksaan kaku kuduk. Dilakukan dengan mengatur pasien agar berada dalam posisi telentang, kemudian leher ditekuk. Apabila dagu tertahan dan tidak menempel atau mengenai bagian dada, maka terjadi kaku kuduk (positif)b. Pemeriksaan Brudzinki I. dilakukan dengan mengatur pasien agar berada dalam posisi telentang, kemudian letakan satu tangan di bawah kepala pasien telentang dan tangan lainnya diletakkan di dada untuk mencegah badan terangkat. Selanjutnya kepala difleksikan ke dada, adanya rangsangan meningeal apabila kedua tungkai bawah akan fleksi (terangkat) pada sendi panggul dan lutut. c. Pemeriksaan Brudzinki II. Dilakukan dengan mengatur pasien agar berada dalam keadaan telentang, kemudian tungkai atas difleksikan secara pasif pada sendi panggul, diikuti dengan fleksi tungkai lainnya. Apabila sendi lutut lainnya dalam keadaan ekstensi, maka terdapat tanda meningeal.d. Tanda Kerning dilakukan dengan mengatur pasien agar ada dala posisi telentang, fleksikan tungkai atas tegak lurus, kemudian luruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Penilaian dalam keadaan normalnya, tungkai bawah dapat membentuk sudut 135o terhadap tungkai atas. e. Pemeriksaan Lasegue. Pasien tidur terlentang, kemudian diekstensikan kedua tungkainya. Salah satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus. Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan sebelum mencapai sudut 70 pada dewasa dan kurang dari 60 pada lansia. Pemeriksaan Penunjanga. Cairan otak dan tulang belakang (dengan lumbal pungsi): Warna: jernih (khas) bila dibiarkan mengendap, akan membentuk batang-batang. Dapat juga berwarna xantokrom bila penyakitnya berlangsung lama dan ada hambatan di medula spinalis. Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg/mm3). Hal ini menyebabkan LCS dapat berwarna xantokrom dan pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar glukosa: biasanya menurun. Adapun kadar glukosa normal pada LCS adalah kurang lebih 60% dari kadar glukosa darah (10-45 mg/dl)b. Pemeriksaan darah rutin. Terdapat peningkatan LED, peningkatan leukosit, glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadapa glukosa pada cairan serebrospinal. c. Bakteriologi. Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki akurasi yang sangat tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Untuk mendiagnosis basil tersebut dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan apus langsung BTA dengan metode Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada cairan serebrospinal.d. Tes tuberculin. Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas lambat, tidak menandakan adanya infeksi aktif sehingga penggunaannya untuk mendiagnosis infeksi aktif dan meningitis tuberculosis masih kurang sensitif. Namun pemeriksaan tuberculin yang positif pada anak memiliki nilai diagnostik, sementara pada orang dewasa hanya menandakan adanya riwayat kontak dengan antigen tuberculosis dan dapat memberikan arah untuk pemeriksaan selanjutnya. e. Pemeriksaan radiologi: Foto toraks: menunjukan adanya gambaran tuberculosis Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukan kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal CT scan kepala: dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus. Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI kepala pada pasien meningitis tuberculosis adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini. Selain itu juga dapat ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya di daerah korteks serebri atau thalamus.

Differential Diagnosisa. Meningitis viral. Meningitis viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai manifestasi dari infeksi SSP. Istilah viral digunakan karena merupakan agen penyebab dan penggunaan meningitis saja mengimplikasikan tidak terlibatnya parenkim otak dan medulla spinalis. Namun, pathogen virus dapat menyebabkan kombinasi dari infeksi yaitu meningoencephalitis atai meningomielitis. Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan komplit pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh enterovirus non polio, maka karakteristik penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi meninjukan infeksi enteroviral. Enterovirus menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus. Mereka merupakan keluarga dari Picornaviridae (pico= kecil, rna= asam ribonukleat) dan termasuk echovirus, coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan sejumlah enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan virus yang sering, sama dekatnya dengan prevalensi rhinovirus. Cacar: sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan agen pertama dari meningitis dan meningoensefalitis. Virus herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, CMV, dan herpes virus manusia 6 secara kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus meningitis viral dengan HSV-2 menjadi penyerang terbanyak. Gejala klinis yang sering ditimbulkan antara lain demam dengan derajat rendah pada tahap prodromal dan kenaikan temperature yang lebih tinggi pada saat terdapat tanda neurologis, sakit kepala, iritabilitas, nausea, muntah, kaku leher, kelelahan dalam 18-36 jam sebelumnya, diare, mialgia, kejang dapat timbul pada keadaan biasanya dari demam, refls tendon dalam biasanya normal tetapi dapat berat. Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis. Hal ini meliputi faringitis pada infeksi enteroviral, manifesrasi kulit seperti erupsi zoster pada VZV, ruam maculopapular dari campak dan enterovirus, erupsi vesicular oleh herpes simpleks dan herpangina pada infeksi coxsackie virus. Infeksi Epstein Bar virus didukung oleh faringitis, limfadenopati, CMV atau HLV sebagai agen penyebab. Pada pemeriksaan LCS dari lumbal pungsi yang dilakukan pada pasien meningitis viral didapatkan jumlah sel < 500/ml terutama mononuclear sel, kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat tetapi dapat bervariasi dari normal hingga setinggi 200mg/dL. Kadar glukosa normal. CT scan dengan kontras dapat membantu dalam menyingkirkan patologi intracranial. MRI dengan kontras merupakan standar criteria. HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan gambaran lesi bilateral yang difus. b. Meningits bakterialis. Kebanyakan kasus meningitis bacterial disebabkan oleh infeksi meningen oleh satu dari tiga organism berikut: Neisseria meningitides (meningokokus) Haemophillus influenza (tipe b) (jarang terjadi setelah divaksinasi) Streptococcus pneumonia (pneumokokus)Di negara maju, meningitis bacterial adalah 5-10 per 100.000 per tahun. Tiga organism umum yang memiliki pola kejadian khusus: meningitis meningokokal yang dapat terjadi pada epidemic Haemophillus influenza umumnya mengenai anak di bawah usia 5 tahun. infeksi pneumokokus lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dan juuga berhubungan dengan alkoholisme dan splenoktomi. Infeksi dapat menyebar ke meningen dari struktur yang berdekatan (telinga, nasofaring) atau dari paru-paru melalu aliran darah. Gambaran klinis umumnya terdapat nyeri kepala hebat disertai nyeri dan kekakuan pada leher dan punggug, muntah, serta fotofobia. Kecepatan onser nyeri kepala cukup cepat (menit hingga jam) walaupun umumnya tidak mendadak seperti pendarahan subarachnoid. Pasien dapat mengalami penurunan kesadaran dan kejang. Pemeriksaan umum menunjukkan tanda infeksi seperti demam, takikardia, syok, dan kadan ada bukti infeksi primer (misal pneumonia, endokarditis, sinusitis, otitis media). Sebagian besar kasus meningitis meningokokal akan disertai kemerahan, biasnaya berupa petekie atau purpura. c. Berbeda dengan infeksi bakterial, meningitis fungal cenderung dimulai ringan dengan perburukan bertahap. Nyeri kepala, kaku kuduk, demam, letargi, status mental depresi, dan palsi saraf kranial mungkin tampak. Cryptococcus, Coccidioides, Candida, dan Aspergillus umum tampil sebagai meningitis atau meningoensefalitis. Tanda dan gejala klinis tak bisa dibedakan dari semua bentuk meningitis kronik lain. Pleositosis CSS adalah limfositik, protein CSS sedikit meninggi, dan glukosa CSS biasanya berkurang. Umumnya fungi sulit dibiak dari darah dan CSS, serta tes serologis kurang sensitif, sebagian karena terganggunya immunitas seluler umum terjadi pada pasien ini. CT scan tidak selalu membantu pada meningitis fungal, tapi mungkin memperlihatkan hidrosefalus, komplikasi dari meningitis kronik. MRI dapat efektif memperlihatkan penguatan basiler dan inflamasi. Abses otak tunggal atau multipel mungkin tampil dengan kejang, nyeri kepala, status mental depresi, atau defisit neurologis fokal, sering bersamaan dengan pneumonia. Patogen yang umum adalah Cryptococcus, Aspergillus, Nocardia, Blastomyces, Actinomyces, dan Histoplasma. Cryptococcus neoformans, organisme tanah yang umum, adalah meningitis fungal banyak yang terjadi di USA. Abses granulomatosa kriptokokal juga telah dikenal baik, namun jarang terjadi. Cryptococcosis terjadi baik pada orang sehat maupun dengan sistema immun yang terganggu. Ia penyebab kematian dan kesakitan yang bermakna pada pasien AIDS, infeksi terjadi pada sekitar 10 % pasien. Saluran respirasi adalah daerah infeksi primer, dan disseminasi hematogen adalah sumber infeksi SSP tersering. Apus tinta india dari CSS hanya positif pada 50 % kasus; namun antigen kapsuler dapat dilacak dengan fiksasi komplemen pada sekitar 90 % kasus.

Working DiagnosisMeningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang disebabkan oleh basil tahan asam Mycobacterium tuberculosis (Gilroy, 2000).Suriadi (2001: 89) mengatakan meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Menurut Arief Mansyur, dkk (2000 : 11) meningitis tuberkulosis adalah penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi ditempat lain.Sedangkan pengertian meningitis tuberkulosis menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi, 1996 : 181) adalah komplikasi infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran milier. Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang mengenai selaput otak, parenkim otak dan pembuluh darah otak, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan infeksi sekunder sebagai akibat penyebaran infeksi tuberkulosis ditempat lain umumnya paru-paru.Etiologi Meningitis tuberculosis paling serng disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis varian hominis. Selain itu dapat pula disebabkan oleh varian lain yaitu Mycobacterium tuberculosis varian bovis, Mycobacterium tuberculosis varian taipik, dan Mycobacterium tuberculosis varian flavesen. Mycobacterium tuberculosis termasuk dalam ordo Aktinomisetales, Famili Mycibacteriacea dan Genus Mycobacterium. Mycobacterium tuberculosis mempunyai ukuran panjang 2-4 mikron dan lebar 0,3-0,5 mikron. Sering ditemukan berkelompok , berbentuk filament tetapi mudah patah dan menghasilkan bentuk batang dan kokoid. Mycobacterium tuberculosis atau basil tuberkel tidak bergerak, tidak membentuk spora dan kapsel atau konidia. Hidup intraseluler dalam suasana aerob. Suhu terbaik untuk pertumbuhannya adalah 37o C dan mati pada suhu kurang dari 30o C atau lebih dari 42o C. PatofisiologiMeningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi tuberkulosis primer ditempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru-paru. Tuberkulosis secara primer merupakan penyakit pada manusia. Reservoir infeksi utamanya adalah manusia, dan penyakit ini ditularkan dari orang ke orang terutama melalui partikel droplet yang dikeluarkan oleh penderita tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang mengandung Mycobacterium tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara atau pada debu rumah dan terhirup masuk kedalam paru-paru orang sehat. Pintu masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit jarang terjadi.Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam ruang alveoli, makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi. Sejumlah kuman menyebar terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi primer pada paru-paru berupa lesi eksudatif parenkimal dan kelenjar limfenya disebut kompleks Ghon. Pada fase awal kuman dari kelenjar getah bening masuk ke dalam aliran darah sehingga terjadi penyebaran hematogen. Dalam waktu 2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon imunitas selular terhadap infeksi tersebut. Limfosit-T distimulasi oleh antigen basil ini untuk membentuk limfokin, yang kemudian mengaktivasi sel fagosit mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini organisme dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga makrofag yang mati. Kemudian terbentuklah tuberkel terdiri dari makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi jaringan nekrotik dan perkijuan sebagai pusatnya.Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang yang sehat lesi akan sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan jaringan fibrotik. Pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah, penyebaran hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal, yang disebut sebagai tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana respon host masih cukup efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus perkijuan yang besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan basil yang dorman. Pasien dengan infeksi laten memiliki resiko 10% untuk berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Reaktivasi dari fokus perkijuan akan terjadi bila daya tahan tubuh host menurun, maka akan terjadi pembesaran tuberkel, pusat perkijuan akan melunak dan mengalami pencairan, basil mengalami proliferasi, lesi akan pecah lalu melepaskan organisme dan produk-produk antigen ke jaringan disekitarnya. Apabila hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf pusat maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis.Fokus tuberkel yang berlokasi dipermukaan otak yang berdekatan dengan ruang sub arakhnoid dan terletak sub ependimal disebut sebagai Focus Rich. Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan pelepasan basil Tuberkulosis dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid atau sistem ventrikel, sehingga terjadi meningitis tuberkulosis. Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberculosis:a. Araknoiditis proliferatif Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen. b. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuclear. c. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis. Manifestasi KlinisGambaranklinikmeningitistuberkulosissangatvariable danpadapermulaan penyakit sukar diketahui, perjalanan penyakit perlahan-lahan dankeluhan sering tidak jelas dan tidak khas.Meningitis tuberkulosis dapat muncul bertahun-tahun setelah infeksi,ketikarupturdarisatuataulebihtuberkelsubependimalmelepaskanbasiltuberkelkeruangansubarachnoid.Progresiklinismeningitistuberculosis dapat terjadi cepatatau perlahan.Progresi cepat cenderung lebih sering terjadipada infant dan anak usia muda.Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosa dikelompokkan dalam tiga stadium:a. Stadium I (stadium inisial/ stadium nonspesifik/ fase prodromal) prodromal berlangsung selama 1-3 minggu. Biasanya gejala tidak khas, timbul perlahan-lahan, tanpa kelainan neurologis. Gejalanya antara lain demam (tidak terlalu tinggi), rasa lemah, nafsu makan menurun (anoreksia), nyeri perut, sakit kepala, tidur terganggu, mual, muntah, konstipasi, apatis, irritable. Pada bayi, irritable dan ubun-ubun menonjol merupakan manifestasi yang sering ditemukan, sedangkan pada anak yang lebih tua, memperlihatkan perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargim apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan diapatkan sekitar 10-15%. Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium III. b. Stadium II (stadium transisi/fase meningitik). Berlangung selama 1-3 minggu. Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak/meningen. Ditandai dengan adanya kelainan neurologic akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinki (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrate (massa jelly berwarna abu) di dasar otak yang menyebabkan gangguan otak/batang otak. Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf cranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf cranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat. Gejala yang muncul: Akibat rangsang meningen: sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama) Akibat peradangan/penyempitan arteri di otak: disorientasi, bingung, kejangm tremor, hemibalismus/hemikorea, hemiparesis/quadriparesis, penurunan kesadaran. c. Gangguan otak/batang otak/ gangguan saraf kranial: saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, VII. Tanda: strabismus, diplopia, ptosis, reaksi pupil lambat, gangguan pengelihatan kaburStadium III atau stadium terminal ditandai dengan terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama 2-3 minggu, gangguan fungsi otak semakin jelas, terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pemvuluh darah atau strangualsi oleh eksudat yang mengalami organisasi. Gejalanya berupa pernapasan irregular, demam tinggi, edema papil, hiperglikemia, kesadaran makin menurun, irritable, dan apatik, mengantuk, stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali, nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, hiperpireksia yang berakhir pada meninggalnya pasien. Sedangkan menurut British Medical Research Council, meningitis tuberkolis dapat diklasifikasikan menjadi tiga stage yaitu: a. StageI:pasiensadarpenuh,rasionaldantidakmemilikidefisitneurologis.b. StageII:pasien confused atau memiliki deficit neurologis seperti kelumpuhan atau hemiparesis. c. StageIII:pasiencomaataustupordengandefisitneurologisyangberatEpidemilogiMeningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk.komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 TB primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis TB 6,2% dari TB ekstrapulmonal. Insidens meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, hygiene masyarakat, umur, status gizi, dan faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosterois, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV, dan diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan dibawah usia 3 bulan.Penatalaksanaan FarmakoogiTujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah menyembuhkan penderita dari penyakit tuberkulosis yang dideritanya, mencegah kematian akibat tuberkulosis, mencegah terjadinya relaps, mencegah penularan dan sekaligus mencegah terjadinya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) yang diberikan.Prinsip pengobatan meningitis tuberkulosis tidak banyak berbeda dengan terapi bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah bahwa pilihan OAT harus dapat menembus sawar darah otak dalam konsentrasi yang cukup untuk mengeliminir basil intra dan ekstraselular.a. Isoniazid. Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan ekstrasel. Dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa. Isoniazid idberikan secara oral. Dosis harian pada anak 5mg/kg sedangkan pada dewasa 300mg. lama pemberian 9-12 bulan. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dnegan bertambahnya usia. b. Rifampisin. Bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisisn diabsorbsi baik melalui gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral. Dosis harian pada anak 20 mg/kg sedangkan pada dewasa 450mg (50kg). Lama pemberian 9-12 bulan. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum dan air mata menjadi warna oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual muntah,hepatotoksik dan trombositopenia. c. Pirazinamid. Merupakan derivate dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Dosis harian pada anak 20 mg/kg sedangkan pada dewasa 1500mg (50kg). Lama pemberian 2 bulan. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna dan hiperurisemua. d. Etambutol. Memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obatan lain. Dosis harian pada anak 15 mg/kg sedangkan pada dewasa 15mg/kg dan 600mg (>50kg). Lama pemberian 2 bulan. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optic dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa takam pengelihatannya. e. Streptomisin. Bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraselular pada keadaan abasal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisisn jarang digunakan dalam pengobatan tuberculosis, tetapi penggunannya penting pada pengobatan fase intensif meningitis tuberculosis dan MDR-TB (multi drug resistant tuberculosis). Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari maksimal 1 gram/hari sedangkan pada dewasa 15mg/kg (maksimum 1 gram). Lama pemberian 2 bulan. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus cranial VIII yang mengganggu pendengeran dan keseimbangan dengan gekjala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Non Farmakologia. Pasien banyak istirahat dan makan makanan bergizi

Komplikasi Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberculosis adalah gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastic, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, ganggua ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optic dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi intracranial terjaid pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitary dan hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemua dan defisiensi ADH, hormone pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin. Pencegahan1. Penyuluhan langsung untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang TBC dan cara-cara mengatasinya.2. Vaksin BCG. Merupakan vaksin hidup yang member perlindungan terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah infeksi TB tetapi mencegah infeksi TB berat (meninfitis TB dan TB milier) yang sangat mengancam nyawa. Vaksin BCG dapat memakan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek perlindungan kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang bervariasi antara 50-80% terhadap tuberculosis. Vaksin BCg diberikan pada bayi yang baru lahir dan sebaiknya diberikan pada umur sebelum 2 bulan.. vaksin BCG juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun yang belum divaksinasi, imigran, komunitas travelling dan pekerja di bidang kesehatan yang belum divaksinasi. Setelah vaksinasi, papul (bintik) merah yang kecil timbul dalam waktu 1-3 minggu. Papul kemudian akan menimbulkan parut. Vaksinasi BCG tidak terlepas dari efek samping, maka perlu diketahui bahwa vaksin ini tidak dianjurkan pada seseorang yang mengalami penurunan status kekebalan tubuh dan uji tuberculin +. 3. Penggunaan masker untuk menutup mulut pada penderita yang sudah terkena TBC dan jangan meludah sembarangan sehingga dapat mengurangi penularan.4. Penderita TBC jika penyakitnya masih menular (selama masih batuk-batuk) harus makan, munim, dan tidur terpisah dari anak-anak.5. Bagi pasien yang sudah terkena TBC, harus tertib meminum obat, beristirahat dan makan makanan yang bergizi setiap harinya. PrognosisPrognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien dapat meniggal dunia. KesimpulanPasien menderita meningitis tuberculosis yang disebabkan dari penyakit TBC terdahulu yang diderita pasien. Hal ini disebabkan akibat pasien tidak meminum obat secara teratur saat dia didiagnosis menderita TBC sehingga terjadilah meningitis tuebrkulosis. Bakteri yang paling sering menyebabkan adalah Mycobacterium tuberculosis. Umumnya gejala klinis meningitis hampir sama namun untuk membedakan penyebab penyakit, dapat dilihat dari pemeriksaan LCS dari lumbal pungsi yang dilakukan. Prognosis cukup baik jika pasien taat minum obat dan akan memburuk jika pasien tidak minum obat secara teratur. Hipotesis diterima.

1