Meningitis TB - FK BAITURRAHMAH PADANG
-
Upload
novan-aryandi -
Category
Documents
-
view
21 -
download
4
description
Transcript of Meningitis TB - FK BAITURRAHMAH PADANG
Clinical Science Report
DIARE AKUT
Oleh :
Testi Melina Candra
15100707360803083
Preseptor :
dr. Gustin Sukmarini, Sp.A
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN BAITURRAHMAH
2015
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat
dan karuni yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical
science report yang berjudul “Diare akut”
Referat ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Gustin Sukmarini, Sp.A yang telah
memberikan bimbingan serta arahan, sehingga Clinical science report ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Akhir kata kami menyadari bahwa Clinical science report ini masih belum
sempurna baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak yang membaca referat ini. Kami berharap semoga Cinical science
reportl ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Solok, 27 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN .................................................. 2
2.1. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak.......................................... 2
2.2 Definisi ................................................................................... 2
2.3 Etiologi ................................................................................... 2
2.4 Epidemiologi ............................................................................ 3
2.5 Patogenesis .............................................................................. 4
2.6 Manifestasi Klinis .................................................................... 4
2.7 Diagnosa .................................................................................. 6
2.8 Penatalaksanaan .................................................................... 8
2.9 Diagnosa Banding .................................................................... 10
2.10 komplikasi .................................................................................... 11
2.11 Prognosis .................................................................................... 12
BAB III KESIMPULAN ..................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN.
1.1. Latar belakangMeningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang
menutupi otak dan medulla spinalis yang dikenal sebagai meningens. Inflamasi dari meningens dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganismelain dan penyebab paling jarang adalah karena obat-obatan. Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan sebuah kondisi kegawatdaruratan. Klasifikasi menigitis dibuat berdasarkan agen penyebabnya, yaitu meningitis bakterial, meningitis viral, meningitis jamur, meningitis jamur, mengitis parasitik dan meningitis non infeksius.
Meningitis bakterial merupakan meningitis yang disebabkan infeksi bakteri dan merupakan kondisi yang serius yang dapat jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kerusakan otak dan bahkan kematian. Berdarkan penelitian epidemiologi mengenai infeksi sistem saraf pusat di Asia, pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosis
Menigitis tuberculosis merupakan komplikasi hasil dari penyebaran hematogen dan limfogen bakteri Mycobacterium tuberculosis dari infeksi primer pada paru ke meningen. Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang samua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadia tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada anak umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologi dan intelektual
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologis Selaput OtakSelaput otak terdiri dari 3 lapisan luar kedalam yaiutu duramater,
arakhnoid, piamater.1. Duramater
Terdiri dari lapisan yang berfungsi kecuali didalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falx serebri adalah lapisan vertical duramater yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah tulang horizontal dan duramater yang memisahkan lobus oksipital dari serebelum.2. Arakhnoid
Membran lembut yang bersatu ditempatnya dengan paramater, diantaranya terdapat ruang subarakhnoid dimana terdapat arteri dan vena serebral dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subarakhnoid disebelah belakang otak belakang, memenuhi celah diantara serebelum dan medulla oblongata.3. Piamater
Membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah banyak. Piamater adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla spinalis.
2.2. Definisi Meningitis Tuberkulosa.Meningitis tuberkulosa adalah infeksi pada meningen yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberkulosa dan terjadi pada sekitar 0,5-1% dari total penyakit tuberkulosis. Meningitis tuberkulosa pada anak paling paru sering merupakan kejadian ikutan dari suatu tuberculosis paru primer. Sedangkan pada dewasa merupakan kejadian lanjutan setelah beberapa tahun setelah infeksi primer.
Bakteri dapat mencapai SSP dalam beberapa cara misalnya penyebaran melalui hematogen perkontinuitatum seperti OMA dan sinusitis , cedera kepala, ataupun melalui tindakan pembelahan.
2.3. EtiologiMeningitis tuberkulosis disebabkan oleh bakteri tahan asam
mycobacterium tuberkulosis, dan jarang sekali disebabkan oleh mycobacterium fornuituitum kecuali pada penderita HIV.
2.4. EpidemiologiTuberkulosis yang menyerang SSP (sistem saraf pusat) ditemukan dalam
tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan arakhnoid spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis. Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Pemyakit ini dapat saja menyerang samua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadia tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada anak umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologi dan intelektual.
2.5. PatogenesisMeningitis tuberkulosa terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen
ke meningen. Dalam perjalanannya mengitis tuberkulosa melalui 2 tahap mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen serta infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik. Tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permukaan otak) akibat trauma atau proses imunologi langsung ke subarakhnoid. Meningitis tuberkulosa biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Kebanyakan bakteri masuk ke csf dalam bentuk kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid parenkim otak, taua selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh fraktur , paska bedah saraf, infeksi steroid secara epidural, tindakan anastesi, adanya benda asing seperti implan koklear, vp shunt dan lain-lain. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun meningitis dikatakan sebagai perdangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran CSF yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi.
Skema patofisiologi menigitis tuberkulosa.
Inhalasi Mycobacterium tuberculosis
Kuman mati fagositosis oleh makrofag alveolus paru
Kuman hidupBerkembang biak
Pembentukan fokus primerpenyebaran limfogen dan hematogen
kompleks primer terbentuk imunitas selular spesifik uji tuberkulin (+)
sakit TB komplikasi kompleks primer
komplikasi penyebaran hematogenkomplikasi penyebaran limfogen
spondilitis, meningitis TB,peritonitis TB, perikarditis TB,
sembuh meninggal
2.6. Manifestasi KlinisSebagian besar pasien dengan meningitis tuberkulosa memiliki riwayat
sakit yang tidak spesifik 2-8 minggu sebelum berkembangnya iritasi meningeal. Gejala non spesifik ini meliputi malaise, anoreksia fatigue, demam, myalgia dan nyeri kepala. Gejala prodromal pada anak termasuk iritabilitas, menagntuk, berkurangnya nafsu makan, dan nyeri perut. Pada akhirnya nyeri kepala memburuk dan menetap. Kaku kuduk dilaporkan terjadi pada sekitar 25% pasien, tetapi meningismus terdeteksi pada lebih banyak pasien saat diperiksa. Pada anak-anak dapat dijumpai ubun-ubun yang tegang dan menonjol. Demam ringan yang menetap dijumpai pada sekitar 80% pasien. Riwayat tuberkulosis sebelumnya dijumpai pada anak 50% anak dengan menigitis tuberkulosa, dan pada 10% pasien dewasa.
Paresis saraf kranial terjadi pada 20-30% pasien menigitis tuberkulosa. Nervus kranial keenam merupakan nervus kranial yang paling sering terkena. Kebutaan dapat menjadi gejala dominan meningitis tuberkulosa.
Gejala FrekuensiNyeri kepala 50-80 %Demam 60-95%Muntah 30-60 %Fotofobia 5-10 %
Anoreksia/ penurunan berat badan
60-80%
Tanda Frekuensi Kaku kuduk 40-80%Paresis saraf kranialVIIIIVII
30-50%30-40%5-15%10-20%
Koma 30-60%Hemiparese / paraparese 10-20%Kejang Anak dewasa
50%5%
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak . meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu yang ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering dijumpai anak mudah terangsang atau anak menjadi apatis. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering ditemukan.
Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang, gejala diatas menjadi lebih berat dan rangsangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan opistotonus, refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan pada umumnya terdapat kelumpuhan saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun sampai sopor.
Stadium terminal berupa kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali, nadi dan pernaasan menjadi tidak teratur, kadang-kadang terjadi pernapasan menjadi tidak teratur, kadang-kadang terjadi pernaasan cheyne-stokes hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadaran pulih kembali.
Tiga stadium ini biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan yang lainnya. Namun bila tidak diobati umumnya berlangsung tiga minggu sebelum anak meninggal.
2.7. Diagnosis
Hal-hal yang mencurigakan TB:1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan pasien TB dengan BTA (+)2. Uji tuberkulin yang positif (>10 mm / >5mm pada pasien
imunokompremais)3. Gambaran foto rontgen sugestif TB4. Terdapat reaksi kemerahan yang cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi
dengan BCG5. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu6. Sakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelas7. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang baik
yang tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi (failure to thrive)
8. Gejala- gejala klinis spesifik (pada kelenjar limfe, otak, tulang dll)9. Skofuloderma10. Konjungtivitis fliktenularis
Bila > 3Dianggap TB
Beri OATObservasi 2 bulan
Membaik Memburuk/tetep
TB bukan TB kebal obat
Teruskan Rujuk ke rumah sakit
Prosedur yang dilakukan untuk menegakkan meningitis tuberkulosa diantaranya:
1. Analisa CSFPemeriksaan CSF adalah penting dan khas pada meningitis tuberkulosa.
Pada analisa CSF dijumpai leukositosis (10.000-1000.000 sel/cc) dominan limfosit), protein meningkat (0,5-3,0 gr/l) dan glukosa CSF; plasma <50%. CSF dapat diambil melalui lumbal pungsi.
2. Kultur dan Tes SensitivitasMencari bakteri tahan asam di CSF adalah penting untuk diagnose
definitve meningitis tuberkulosa. Pada luterature disebutksn bahwa bakteri tahan asam dijumpai pada 80% kasus pasien dewasa, tetapi hanya 15-20% pada anak-anak.
3. Tes tuberkulis kulitUji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan a. menyuntikan 0,1 ml PPD RT -23 2TU atau PPD S 5 TUb. dibagian volar lengan bawahc. pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.d. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul bukan
hiperemi/eritemanyae. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi
indurasi, di tandai dengan pulpen lalu diukur dengan alat pengukur transparan
f. Hasilnya dinyatakan dalam milimeter.
Gambaran hasil tes tuberculin kulit untuk tuberkulosis SSP bervariasi, pada beberapa penelitian hanya 10-20% pasien dengan tuberculosis SSP yang menunjukan hasil positif.
4. Polymerase chain reaction (PCR-TB)Merupakan metode terbaik dalam diagnosis infeksi mycobacterium. Tes
ini menggunakan reaksi rantaipolymer untuk mengidentifikasi sekuensi RNA atau DNA dalam CSF. Metode ini memiliki sensitifitas dan spesifitas yang sangat tinggi untuk mendeteksi meningitis tuberkulosa.
Pemeriksaan imeijing1. Head CT scan2. MRI scan3. Foto toraks
Sekitar 50% pasien dengan meningitis tuberkulosis mempunyai foto toraks dengan gambaran menunjukan tuberkulosis aktif atau pernah menderita tuberkulosis pulmonal.
2.8. Penatalaksanaan Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yaitu :Terapi diberikan sesuai dengan baku tuberkulosis yaitu : Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis,
yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid dan
rifampisin hingga 12 bulan.
Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada meningitis tuberkulosa berupa:
1. Rifampisin(R)Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat
memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunih oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg/ kgBB / hari. Dosis masksimalnya 600 mg per hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan degan isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg/ kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis Lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warna oranye kemrehan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin umumnya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg.
2. INH (H)Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman
intrasel dan ekstrasel, dapat berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg/ kgBB/ hari. Dosis maksimal 300 mg/ hari dan diberikandalam satu kali
pemberian. Isoniazid yang tersedia umunya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg/ 5 ml. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan menembus sawar darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neurits perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapar diberikan piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid.
3. Pirazinamid (z)Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada
jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan direabsorbsi baik pada saluran cerna. Dosisi pirazinamid 15-30 mg/ kgBB/ hari dengan dosis maksimal 2 gram/ hari. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna dan hiperurisemua (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg.
4. Streptomisin (S) efek samping : gangguan pendengan dan vestibularStreptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40
mg/kgBB/ hari, maksimal 1 gram/hari. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang tidak meradang. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merusak saraf pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat.
5. Etambutol.Dosis etambutol adalah 15-20 mg/kgBB/hari, maksimal 1,25gram/hari
dengan dosis tunggal. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan tuberkulosis pada anak, etambutol
dianjurkan penggunaannya pada anak dewasa dosis 15-25mg/ kg BB/hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan.
Disamping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengibatan dengan Prednison untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara akhnoid dan otak.
Steroid diberikan untuk: menghambat reaksi inflamasi mencegah komplikasi infeksi menurunkan edema serebri mencegah perlekatan mencegah arteritis/infark otak.
Indikasi steroid:
kesadaran menurun defisit neurologis fokal
dosis steroid :
1-2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis, maksimal 60 mg dalam 1 hari. Lama pemberian steroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama 1-2 minggu dengan menurukan dosis obat kurang lebih 5 mg / hari.
2.9. Diagnosa banding1. Acute disseminated encephalomyelitis
Penyakit ini biasanya diderita oleh anak-anak yang belum menginjak pubertas. Sebagian kasus mungkin terjadi karena hasil dari respon inflamasi di picu oleh infeksi dengan virus, vaksin virus atau agen menular lainnya. Pada pasien yang menderita acute disseminated encephalomyeltis ditandai dengan irritabiity dan lethargi. Demam berulang 49%, nyeri kepala 45%-65% dan tanda meningitis diditeksi dalam 20%-30% kasus setelah 1-20 hari demam berulang.2. Meningitis aseptik
Meningitis aseptik adalah penyakit yang ditandai dengan peradangan serosa dari lapisan lapisan dari otak, biasanya dengan pleositosis mononuklear yang menyertainya. Manifestasi klinis bervariasi, dengan sakit kepala dan demam mendominasi. Penyakit ini biasanya ringan dan berjalan
saja tanpa pengobatan. Namun beberapa kasus dapat parah dan mengancam nyawa.
3. Abses epidural intrakranialAbses epidural intrakranial sering memiliki onset berbahaya, dengan geja
berkembang selama beberapa minggu ke bulan. Tanda dan gejala adalah sebagai berikut:
Biasanya, pasien datang dengan sakit kepala. Sakit kepala mungkin satu-satunya gejala.4. Meningococcal meningitis
Disebabkan oleh organisme neisseria meningitides, ini merupakan bakteri gram negative, aerobic. Menigitis meningokokus ditandai dengan onset akut intens sakit kepala. Demam, mual, muntah, fotofobia, dan leher kaku. Lansia cenderung memiliki kondisi mental yang diubah dan berlangsung lama dengan demam. Kelesuan atau mengantuk pada pasien sering dilaporkan. Pingsan atau koma kurang umum. Jika koma hadir maka prognosis buruk.5. Ensefalitis virus.
Emsefalitis virus biasanya ditandai dengan onset akut dari penyakit demam. Pasien dengan ensefalitis virus umumnya mengalami tanda dan gejala iritasi leptomeningeal (misalnya, sakit kepala, demam, leher kaku)6. Viral meningitis.
Beberapa temuan fisik umum pada meningitis viral yang umum untuk semua agen penyebab. Yang klasik diajarkan, trias meningitis terdiri dari demam, kaku kuduk, dan perubahan status mental, tetapi tidak semua pasien memiliki gejala. Demam (80-100% kasus) dan biasanta berkisar antara 38-40Oc
2.10. KomplikasiPada meningitis tuberkulosa, dijumpai eksudat tipis seperti gel pada
skitar sylvian fissure, sisterna basal, batang otak dan serebelum. Hidrosefalus bisa terjadi sebagai akibat sumbatan pada sisterna basal, aliran keluar ventrikel empat atau pada aquaductus serebri. Infark serebri sering terjadi pada sekitar sylvian fissure dan ganglia basalis. Akumulasi dari eksudat ini umumnya mempengaruhi saraf kranial. Eksudat meningitis tuberkulosa dapat mengakibatkan penyumbatan aliran CSF, sehingga terjadi hidrosefalus. Akumulasi eksudat ini juga dapat menekan chiasma optikum, nervus, dan arteri karotis interna. Eksudat dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi di sepanjang pembuluh darah kecil, dan menyebabkan proliferasi reaktif pada struktur microvaskular.
2.11. Prognosis.Prognosa buruk pada bayi, pengobatan yang tidak adekuat, nutrisi yang
buruk dan pada penderita HIV. Angka kematia mencapai 10-20% pada penderita yang koma dan hanya 20% yang sembuh sempurna. Prognosa baikbila tifak ada defisit neurologis.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Meningitis.
Menigitis tuberculosis merupakan komplikasi hasil dari penyebaran hematogen dan limfogen bakteri Mycobacterium tuberculosis dari infeksi primer pada paru ke meningen. Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang samua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada anak umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologi dan intelektual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, 2005, pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, unit kerja pulmonologi PP IDAI, jakarta, halaman 210-233
2. Huldani. Referat Diagnosis dan Penatalaksanaan Meningitis Tuberkulosis. Last Updated 2012. Available from http://eprints.unlam.ac.id
3. Gofar, a. Neurosurgery Lecture Note. Cerebral Infection. Medan:USUS Press; 622-628
4. Andrew, HE. Essential Neurosurgery. Australia: Blackwell; 174-1755. Lindsay, Bone. Neurology and Neurosurgery Illustrated. Netherland:
livingstone; 433-434.6. Nofareni. Status imunisasi bcg dan faktor lain yang mempengaruhi meningitis
tuberkulosa. Available from http://library.usu.ac.id/dowload/fk/anak-nofareni.pdf
7. MeningitisAvailable from http://forbetterhealth.files.wordpress.com/2009/01/meningitis.pdf
8. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson AB. Nelson Textbook of Pediatrica 17th edition. Chaper 594: central nervous system infection. United states of america: elsevier science,2004:2039-2047.
9. Pradhana d. Referat menigitis. Last updated 2009. Available from http://www.docstoc.com/docs/19409600/new-meningitis-edit
10. Razonable RR, Cunha BA. Meningitis Clinical Presentation. Available from http://emdicine.medscape.com/article/1166190-clinical#a02556