Meningitis

30
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%. Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%. (http://theacademyofnursing2008.blogspot.com). Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan

description

asuhan keperawatan

Transcript of Meningitis

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah

satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf

pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi

dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.

Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian

penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B

ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38%

penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis

yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya

pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan

Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak

kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia,

dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan

gangguan pendengaran 28%. (http://theacademyofnursing2008.blogspot.com).

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya

gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai

peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari

gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan

manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik

memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus,

gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.

Meningitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial akut merujuk

kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki onset gejala meningeal

dan pleositosis yang bersifat akut. Penyebabnya antara lain Streptococcus pneumoniae,

Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae. Jamur dan parasit juga dapat menyebabkan

meningitis seperti Cryptococcus, Histoplasma, dan amoeba.

Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon selular

nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita biasanya

menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh limfosit.

Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan peyebab dari meningitis aseptik ini

kebanyakan berasal dari virus, di antaranya Enterovirus, Herpes Simplex Virus (HSV).

Pada referat ini akan dibahas mengenai meningitis bakterialis. Meningitis bakterialis

merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh infeksi lapisan meningen oleh

bakteri. Insidensi meningitis bakterialis di Amerika Serikat sudah menurun sejak

diterapkannya penggunaan rutin vaksin Haemophilus influenzae tipe B (HIB). Umumnya

penderita berusia di bawah 5 tahun dan pada 70% kasus terjadi pada anak-anak usia 2 tahun.

(http://referensikedokteran.blogspot.com).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis?

1.3 Tujuan

Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Definisi meningitis

2. Mengidentifikasi Etiologi meningitis

3. Mengidentifikasi Manifestasi Klinik meningitis

4. Mengidentifikasi Klasifikasi meningitis

5. Mengidentifikasi Patofisiologi meningitis

6. Mengidentifikasi Pemeriksaan Diagnostik meningitis

7. Mengidentifikasi Penatalaksanaan meningitis

8. Mengidentifikasi Komplikasi meningitis

9. Mengidentifikasi pathway meningitis

10. Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis

1.4 Manfaat

1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang meningitis

2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang

menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. (Rita Yuliani & Suriadi, 2006).

Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal

column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari

mikroorganisme pneumokok, meningokok, stafilokok, streptokok, hemophilus influenza dan

bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, araknoid dan

dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial

(neorologi kapita selekta, 1996).

2.2 Etiolog·

- Bakteri

Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara

umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :

Haemophillus influenza

Nesseria meningitides (meningococcal)

Diplococcus pneumoniae (pneumococca)

Streptococcus, grup A

Staphylococcus aureus

Escherichia coli

Klebsiella

Proteus

Pseudomonas

- Virus

Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh

sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem

nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem

vaskuler. Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.

Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes

simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga

sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau

neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.

- Faktor Predisposisi : jenis kelamin : laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita.

- Faktor Maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir

kehamilan.

- Faktor Imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak yang

mendapat obat - obat imunosupresi.

- Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan

dengan system persarafan.

2.3 Manifestasi Klinis

o Aktivitas/Istirahat;

Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan,

hipotonia.

o Sirkulasi;

Riwayat endokarditis, abses otak, tekanan darah meningkat, nadi menurun, tekanan

nadi berat, takikardi, dan disritmia pada fase akut.

o Eliminasi;

Adanya inkontinensia atau retensi urin.

o Makanan/cairan;

Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering.

o Higiene;

Tidak mampu merawat diri

o Neurosensori;

Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensai, Hiperalgesia meningkatnay rasa nyeri,

kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusianasi penciuman,

kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, hemiparese,

hemiplegia, tanda brudzinzki positif, rigiditas nukal, refleks babinski positif, refleks

abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki.

o Nyeri/ketidaknyamanan;

Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri

tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh.

o Pernafasan;

Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas meningkat, letargi dan gelisah.

o Keamanan;

Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi

lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru

berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks, demam, diaforesios, menggigil,

rash,

o gangguan sensasi.

Penyuluhan/pembelajaran;

o Riwayat hipersensitifitas terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus.

o Neonatus :

Menolak untuk makan, refleks mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot

kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.

o Anak-anak dan remaja :

Demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori,

kejang,

mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif

atau

maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski

positif,

refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan adanya infeksi

meningococcal).

o Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun):

Demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan

merintih,

ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda Kernig dan Brudzinsky positif.

2.4 Klasifikasi

Meningitis dibagi menjadi 2 :

1. Meningitis purulen ( pus )

Radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis

Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis

(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

2. Meningitis serosa ( bakteri )

Peradangan yang disebabkan oleh organisme pada bakteri seperti meningococcus,

staphylococcus, Baccilus influenza, Baccilus tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus

pnemoniae (pada dewasa), haimopilus influenza (pada anak-anak dan remaja).

2.5 Patofisiologi

· Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinal yang dapat

menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra

kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah Hiperemi pada meningen. Edema

dan

esudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intra kranial.

· Organisasi masuk melalui sel darah merah blood brain barrier. Masuknya dapat melalui

trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau pecahnya abses serebral atau kelainan sistem

saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tenggkorak dapat menimbulkan

meningitis, dimana terjadi hubungan antara CSF dan dunia luar.

· Masuknya mikroorganisme ke susunan saraf pusat melalui ruang sub-arachnoid dan

menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CFS dan ventrikel.

· Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan

skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan

hidrosefalus.

· Meningitis bakteri: netrofil, monosit, limfosit, dan yang lainnya merupakan sel respon

radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang

subarachnoid.

Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan

medulla spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan

ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infarct.

· Meningitis virus sebagai akibat dari penyakit virus seperti meales, mump, herpes

simplek

dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak terjadi dan tidak ada

mikroorganisme pada kultur CSF.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

· Lumbal Pungsi:

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan

serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.

· Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein

meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.

· Glukosa & dan LDH : meningkat.

· LED/ESRD: meningkat.

· CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.

· Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.

· Kultur Darah

· Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan

2.7 Penatalaksanaan

· Penatalaksanaan Terapeutik

- Isolasi

- Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultru, diberikan

dengan dosis tinggi melalui intravena.

- Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan mencegah

kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema.

- Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin

pada anak yang mengalami DIC,

- Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi

- Mempertahankan ventilasi

- Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial

- Penatalaksanaan syok bacterial

- Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim

- Memperbaiki anemia

· Penatalaksanaan Medis

1. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab

2. Steroid untuk mengatasi inflamasi

3. Antipiretik untuk mengatasi demam

4. Antikonvulsant untuk mencegah kejang

5. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan

6. Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).

7. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau

ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak

atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering

datang

dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran

cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang

kurang akibat kesadaran yang menurun.

8. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal diberikan

diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat diatasi

maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak kurang

dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya

diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan

selama 2 hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis

diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian

diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan

suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal

dari kontraksi otot akibat kejang.

9. Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya

dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada anak

karena peningkatan rangsangan depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.

10. Pembebasan jalan nafas denga menghisap lendir melalui section dan memposisikan

anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan nafas dipadu

dengan pemberian oksigen untuk mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat selain

itu mungkin juga terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan intrakranial

sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran

pernafasan. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang

masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.

11. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang

sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis

pemberian secara intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi

dalam 4 dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari

pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.

· Penatalaksanaan di Rumah:

1. Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan

tidak terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan oksigen

lingkungan yang cukup karena anakyang menderita demam terjadi peningkatan metabolisme

aerobik yang praktis membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan yang

cukup oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat berfungsi dengan

baik. Adapun lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan panas anak ke

lingkungan juga dapat terjadi sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar

dari lingkungan.

2. Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring

hiperektensi.

Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas sehingga mengganggu

masuknya oksigen ke saluran pernafasan.

3. Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres ini

berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas anak biar

dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh

anak mudah berpindah ke lingkungan.

4. Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan

umum dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-

150 mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.

5. Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-

40 cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang hilang karena

peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang

sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat dapat

membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain:

1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena

adanya desakan

pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari

lapisan otak ke

daerah subdural.

2. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen

dapat sampai ke

jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk

ke ventrikuler.

3. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi

Liquor Cerebro

Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan

terjadinya

sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya

banyak

tertahan di intrakranial.

4. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena

meningitis tidak

mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.

5. Epilepsi

6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang

sudah menyebar ke

serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.

7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak

tuntas atau

mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk

pengobatan.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Klien

3.1.2 Riwayat kesehatan yang lalu

- Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?

- Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?

- Pernahkah operasi daerah kepala ?

3.1.3 Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan penjelasan dari keluhan utama.

3.1.4 Aktivitas

Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.

3.1.5 Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah

meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.

3.1.6 Eliminasi

Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.

3.1.7 Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek

dan membran mukosa kering.

3.1.8 Higiene

Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.

3.1.9 Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan

sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda :

letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori,

afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif

dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek

kremastetik hilang pada laki-laki.

3.1.10 Nyeri/keamanan

Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.

3.1.11 Pernafasan

Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang sering terjadi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah vena

arteri

4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

3.3 Discharge Planning

1. Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat dan pemantauan efek samping.

2. Ajarkan pada orang tuan untuk emmantau komplikasi jangka panjang serta tanda dan

gejalanya.

3.4 Rencana Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler.

Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran

pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.

Batasan Karakteristik:

· Dispneu, Penurunan suara nafas

· Orthopneu

· Cyanosis

· Kelainan suara nafas (rales, wheezing)

· Kesulitan berbicara

· Batuk, tidak efektif atau tidak ada

· Mata melebar

· Produksi sputum

· Gelisah

· Perubahan frekuensi dan irama nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:

· Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi

· Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas,

asma

· Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan banyaknya mukus, adanya

jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan

nafas.

NOC :

· Respiratory Status : Ventilation

· Respiratory status : Airway patency

· Aspiration Control

Kriteria Hasil :

· Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed

lips)

· Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

· Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas.

NIC :

Airway suction

· Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning

· Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning

· Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning

· Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan

· Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal

· Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan

· Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dan

nasotrakeal

· Monitor status oksigen pasien

· Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction

· Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi,

peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management

· Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

· Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

· Identifikasikan pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

· Pasang mayo bila perlu

· Lakukan fisioterapi dada jika perlu

· Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

· Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

· Lakukan suction pada mayo

· Berikan bronkodilator bila perlu

· Berikan pelembab udara Kassa basah NACL Lembab

· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

· Monitor respirasi dan status O2

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler

NOC :

· Respiratory Status : Ventilation

· Respiratory status : Airway patency

· Vital sign Status

Kriteria Hasil :

· Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed

lips)

· Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

· Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC :

Airway Management

· Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

· Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

· Identifikasikan pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

· Pasang mayo bila perlu

· Lakukan fisioterapi dada jika perlu

· Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

· Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

· Lakukan suction pada mayo

· Berikan bronkodilator bila perlu

· Berikan pelembab udara Kassa basah NACL Lembab

· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

· Monitor respirasi dan status O2

Oxygen Therapy

· Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

· Pertahankan jalan nafas yang paten

· Atur peralatan oksigenasi

· Monitor aliran oksigen

· Pertahankan posisi pasien

· Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi

· Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

· Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

· Catat adanya fluktuasi tekanan darah

· Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

· Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

· Monitor TD, nadi, RR, sebelum selama, dan setelah aktivitas

· Monitor kualitas dari nadi

· Monitor frekuensi dan irama pernapasan

· Monitor suara paru

· Monitor pola pernapasan abnormal

· Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

· Monitor sianosis perifer

· Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan

sistolik)

· Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah vena arteri

NOC :

Circulation status

Tissue Prefusion : cerebral

Kriteria Hasil :

a. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan:

· Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan

· Tidak ada ortostatik hipertensi

· Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)

b. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:

· Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan

· Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi

· Memproses informasi

· Membuat keputusan dengan benar

c. Menunjukkan fungsi sensori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada

gerakan-gerakan involunter

NIC :

Peripheal Sensation Management (Manajemen Sensasi Perifer)

· Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/ dingin/ tajam/ tumpul

· Monitor adanya paretese

· Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi

· Gunakan sarung tangan untuk proteksi

· Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

· Monitor kemampuan BAB

· Kolaborasi pemberian analgetik

· Monitor adanya tromboplebitis

· Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi

4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

Definisi : suhu tubuh naik di atas rentang normal

Batasan Karakteristik :

· Kenaikan suhu tubuh di atas rentang normal

· Serangan atau konvulsi (kejang)

· Kulit kemerahan

· Pertambahan RR

· Takikardi

· Saat disentuh tangan terasa hangat

Faktor-faktor yang berhubungan:

· Penyakit/trauma

· Peningkatan metabolisme

· Aktivitas yang berlebih

· Pengaruh medikasi/anastesi

· Ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat

· Terpapar di lingkungan panas

· Dehidrasi

· Pakaian yang tidak tepat

NOC :

Thermoregulation

Kriteria Hasil :

· Suhu tubuh dalam rentang normal

· Nadi dan RR dalam rentang normal

· Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

NIC :

Fever treatment

· Monitor suhu sesering mungkin

· Monitor IWL

· Monitor warna dan suhu kulit

· Monitor tekanan darah, nadi dan RR

· Monitor penurunan tingkat kesadaran

· Monitor WBC, Hb, dan Hct

· Monitor intake dan output

· Berikan anti piretik

· Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

· Selimuti pasien

· Lakukan tapid sponge

· Berikan cairan intravena

· Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila

· Tingkatkan sirkulasi udara

· Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation

· Monitor suhu minimal tiap 2 jam

· Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

· Monitor TD, nadi, dan RR

· Monitor warna dan suhu kulit

· Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

· Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

· Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh

· Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

· Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari

kedinginan

· Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang

diperlukan

· Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan

· Berikan anti piretik jika perlu

Vital Sign Monitoring

· Monitor TD, nadi, suhu, dan RR’

· Catat adanya fluktasi tekanan darah

· Monitor Vital Sign saat paien berbaring, duduk, atau berdiri

· Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

· Monitor TD, nadi, RR, sebelum selama, dan setelah aktivitas

· Monitor kualitas dari nadi

· Monitor frekuensi dan irama pernapasan

· Monitor suara paru

· Monitor pola pernapasan abnormal

· Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

· Monitor sianosis perifer

· Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan

sistolik)

· Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal

column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Yang disebabkan oleh

bakteri, virus, faktor predisposisi, faktor maternal dan faktor imunologi. Meningitis dibagi

menjadi 2 yaitu Meningitis purulen ( pus ) adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter

yang meliputi otak dan medula spinalis dan Meningitis serosa ( bakteri ) merupakan

peradangan yang disebabkan oleh organisme pada bakteri seperti meningococcus,

staphylococcus, Baccilus influenza, Baccilus tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus

pnemoniae (pada dewasa), haimopilus influenza (pada anak-anak dan remaja).

4.2 Saran

1. Tenaga kesehatan

Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang meningitis dan

problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health

education mengenai meningitis kepada para orang tua anak yang paling utama.

2. Masyarakat

Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya meningitis dan

meningkatkan pola hidup yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Suriadi,dkk.2006.Asuhan Keperawatan pada Anak.Jakarta;Sagung Seto

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica

Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

Riyadi,Sujono.2010.Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.Yogyakarta;Gosyen Publising

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And

Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.