MENGEMBANGKAN SPIRITUALITAS PELAYANAN GURU …
Transcript of MENGEMBANGKAN SPIRITUALITAS PELAYANAN GURU …
i
MENGEMBANGKAN SPIRITUALITAS PELAYANAN
GURU-GURU DI SD YPPK BILOGAI, PAPUA.
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Monika Wetipo
NIM: 131124026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria
Teruntuk yang terkasih kedua orang tuaku
Bapak Wekni Wetipo dan Ibu Ice Asso
bunda Vincentia Mamahit
Keluarga yang telah memberi semangat dan motivasi kepada penulis,
Teman-teman yang selalu membantu dan mendukung pembuatan skripsi,
Serta Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu
( 1Petrus 5:7 )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “MENGEMBANGKAN SPIRITUALITAS
PELAYANAN GURU-GURU DI SD YPPK BILOGAI, PAPUA ”. Penulis
memilih judul ini berpangkal dari keprihatinan penulis akan kurangnya kesadaran
para guru untuk melayani berdasarkan spiritualitas guru. Hal ini terlihat dari
menurunnya kualitas pendidikan di pedalaman-pedalaman Papua khususnya di SD
YPPK Bilogai. Seperti guru yang tidak hadir di tempat dan tidak mengajar saat
jam pelajaran, akibatnya murid pulang cepat karena jam kosong. Padahal
masyarakat memandang para guru sebagai pelaku dan pengerak perubahan bagi
para murid ke arah yang lebih baik.
Permasalahan pokok dalam skripsi ini yaitu bagaimana upaya
mengembangkan dan mengaktualisasikan spiritualitas guru dapat dilakukan,
sehingga hal-hal yang menjadi penghambat dalam pelayanan para guru di SD
YPPK Bilogai dapat diatasi dengan semestinya. Untuk membantu para guru
sehingga mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan spiritualitas guru
dalam kehidupannya, maka penulis melakukan studi pustaka yang bersumber dari
Kitab Suci, dokumen-dokumen gereja dan pandangan para Ahli. Hasil studi
pustaka tersebut menunjukkan bahwa para guru perlu mengembangkan dan
mengaktualisasikan spiritualitas pelayanan dalam kehidupan sehari-hari.
Menyadari perlunya para guru memiliki dan mengembangkan spiritualitas
tersebut, maka perlu diusahakan suatu upaya alternatif untuk meningkatkan dan
mengembangkan spiritualitas pelayanan guru di SD YPPK Bilogai.
Katekese Umat merupakan proses sharing pengalaman iman yang mampu
meneguhkan iman umat. Melalui katekese para guru diharapkan terbantu untuk
mendalami pesan Kitab suci sebagai sumber Spiritualitas. Salah satu model
katekese umat yang dapat membantu umat meningkatkan penghayatan iman
adalah model Shared Christian Praxis (SCP). Model SCP menekankan dialog dan
partisipasi supaya mendorong peserta untuk mengungkap visi dan misi hidup
dengan Visi dan Misi Kristiani sehingga mampu mewujudkan nilai-nilai Kerajaan
Allah.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengusulkan katekese umat model
SCP untuk membantu para guru meningkatkan penghayatan spiritualitas
pelayanan guru dalam kehidupan sehari-hari. Para guru di SD YPPK Bilogai
diharapkan terbantu dalam mendalami pengalaman hidupnya berdasarkan wahyu
Allah sehingga para guru dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan
spiritualitas pelayanan guru di sekolah. Adapun tema umum yang diangkat
adalah “sepuluh keutamaan guru Kristiani”. Tujuannya adalah Membantu para
Guru memahami, mengembangkan, dan mengaktualisasikan peran mereka
sebagai guru Kristiani yakni yang dipanggil dan diutus untuk melayani dengan
spirit dari Allah, serta mampu menghayati identitas diri sebagai seorang Kristiani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
This undergraduate thesis is titled “DEVELOPING TEACHERS
SPIRITUALITY OF MINISTRY AT YPPK BILOGAI, PAPUA ELEMENTARY
SCHOOL”. This title is chosen based on the author’s concern about the lack of
consciousness of the teachers to serve based on the teacher’s spirituality. This is
seen from the education’s quality decrease in the heart of Papua especially at
YPPK Bilogai Elementary School. For example some of the teachers are absence
from duty, so the students get home early because of an empty class. Besides the
people consider the teachers as the agents of change for the students for their
better future.
The main problem in this undergraduate thesis is how the effort to develop
and actualize teacher spirituality can be done, so that obstacles in teacher
ministry at YPPK Bilogai Elementary School can be solved well. To help the
teachers to be able to develop and actualize the spirituality of ministry in their
daily life, the author conduct’s a literature study which sourced from Bible,
eccleastical documents, and expert’s views. The literature study result shows that
the teachers need to develop and actualize the spirituality of ministry in their
daily life. Realizing the theachers’ need to have and develop that spirituality,
there is also a need for alternative effort to raise and develop teachers spirituality
of ministry at YPPK Bilogai Elementary School.
People Catechesis is a process to share expericences of faith which can
strenghten the faith of the people. By understand catechesis the teachers are
expected to explore the message of the Bible as one of the spirituality source’s.
One of the catechesis which can help people raise to live out the faith is Shared
Christian Praxis (SCP) model. The SCP model emphasizes dialogue and
participation in order to encourage the audience to dialogal their vision and
mission of life with the Christian Vision and Mission so can realize the values of
The Reign of God.
Based on the explanation above, the author suggest’s the SCP model for
catechesis to help the teachers raise their living out the teacher’s spirituality of
ministry in the is daily life. The teachers at YPPK Bilogai Elementary School are
expected helped to deepen their life experience based on God’s revelation so that
they can develop and actualize the teacher spirituality of ministry at school. The
author suggest’s “ten Christian teacher virtues” is the theme for SCP. The
purpose is to help the teachers understand, develop, and actualize their role as
Christian teachers who are called and sent to serve with spirit from God, and able
to live the identity as a Christian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa, karena berkat kasih dan penyertaan-Nya,
penulis dapat menyeslesaikan skripsi yang berjudul MENGEMBANGKAN
SPIRITUALITAS PELAYANAN GURU-GURU DI SD YPPK BILOGAI.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kuliah dan untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak. Pada kesempatan ini penulis
dengan sepenuh hati mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama
Katolik yang telah memberikan motivasi, masukan, kritikan dan
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
2. Dr. I. L. Madya Utama S.J., selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan perhatian, memberikan semangat, meluangkan waktu dan
membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan
dan kritikan-kritikan terlebih selalu mendampingi sehingga penulis dapat
semkin termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga
akhir penulisan skripsi ini.
3. Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum selaku dosen penguji II sekaligus
dosen pembimbing akademik yang penuh kesabaran dan perhatian
memberikan semangat, dukungan, perhatian dan selalu mengingatkan penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak M. Ariya Seta, S.Pd., M.Theo selaku dosen penguji III yang penuh
perhatian memberi masukan, kritikan dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap dosen dan staf karyawan Prodi PAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan dukungan
dan semangat kepada penulis selama ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………..
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………...
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………....
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………....
HALAMAN MOTTO……………………………………………………....
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………...
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKAS…………………………..
ABSTRAK………………………………………………………………….
ABSTRACT………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….
A. Latar Belakang…………………………………………………...
B. Rumusan Permasalah…………………………………………….
C. Tujuan Penulisan………………………………………….……...
D. Manfaat Penulisan………………………………………..……...
E. Metode Penulisan………………………………………………...
F. Sistematika Penulisan…………………………………………….
BAB II. SPIRITUALITAS KRISTIANI……………………………………
A. Spiritualitas…………………………………………….……...…
1. Pengertian Spiritualitas…………………………………….…
2. Spiritualitas Kristiani…………………………………………
3. Spiritualitas Guru Katolik……………………………………
a. Kesetiaan terhadap Tuhan………………………………..
b. Kesetiaan terhadap Sabda………………………………...
c. Kesetiaan terdadap Murid……………………………….
d. Kesetiaan terhadap Situasi Konkret……………………..
B. Peran Spiritualitas Dalam Mewujudkan Visi Dan Misi SD YPPK
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xii
1
1
5
5
6
6
6
8
8
8
12
14
15
17
17
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
Bilogai, Papua……………………………………………………
C. Memelihara Spiritualitas ………………………………………..
1. Meditasi dan Kontemplasi……………………………………
2. Keterlibatan dan kepedulian sosial…………………………...
3. Hidup saling menopang………………………………………
4. Mempertajam visi pelayanan…………………………………
5. Mencari dan membangun teman seperjuangan………………
6. Menciptakan simbol atau tema perjuangan…………………..
D. Kesimpulan………………………………………………………
BAB III. SPIRITUALITAS PELAYANAN GURU KRISTIANI……….
A. Identitas Guru Kristiani …………………………………………
B. Pelayanan Guru Kristiani………………………………………...
1. Siap Sedia…………………………………………………….
2. Totalitas………………………………………………………
3. Cura Personalis………………………………………………
4. Kerja Keras dan Mutu………………………………………..
5. Sense of beloging / Tanggung jawab…………………………
6. Melayani dengan rendah hati………………………………...
7. Bijaksana …………………………………………………….
8. Memperjuangkan Kebenaran ………………………………..
9. Mudah Bersyukur…………………………………………….
10. Berpengharapan………………………………………………
C. Tujuan Pelayanan………………………………………………...
D. Guru Kristiani Sebagai Pendidik…………………………………
E. Kesimpulan…………………………………………………….…
BAB IV. UPAYA-UPAYA PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS
PELAYANAN GURU………………………………………….
A. Katekese Sebagai Salah Satu Upaya Mengembangkan
Spiritualitas Pelayanan Guru……………………………………
1. Pengertian tentang Katekese…………………………………
19
21
21
22
22
22
23
23
23
26
26
28
31
32
33
34
35
36
37
38
38
39
40
42
44
46
46
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2. Tujuan Katekese……………………………………………...
3. Proses Katekese ……………………………………………...
B. Shared Christian Praxis: Salah Satu Model
Katekese……………………………………………………........
1. Pengertian shared Christian praxis…………………………..
a. Shared…………………………………………………….
b. Christian………………………………………………….
c. Praxis……………………………………………………..
2. Langkah Katekese Umat model Shared Christian Praxis…….
a. Langkah 0 (Awal)………………………………………...
b. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual….
c. Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta…….
d. Langkah III: Menggali Pengalaman Iman Kristiani
Peserta……………………………………………………
e. Langkah IV: menerapkan Iman Kristiani dalam situasi
konkrit peserta……………………………………………
f. Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit………...
C. Usulan Program Pengembangan Spiritualitas Pelayanan Guru Di
SD YPPK Bilogai…………………………………………………...
1. Pemikiran Dasar Program……………………………………….
2. Tema Program…………………………………………………...
3. Program peningkatan spiritualitas guru katolik di SD YPPK
Bilogai…………………………………………………………...
4. Contoh persiapan Katekese Umat model Shared Christian
Praxis……………………………………………………………
BAB V. PENUTUP…………………………………………………………
A. Kesimpulan……………………………………………………….
B. Saran……………………………………………………………...
1. Bagi Sekolah………………………………………………....
2. Bagi Guru……………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
49
52
54
55
55
56
58
59
59
61
62
65
66
68
71
71
72
74
87
100
100
102
102
103
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
LAMPIRAN………………………………………………………………..
Lampiran 1: Cerita Ilustrasi …………………………………………
Lampiran 2: Lagu pembuka dan Penutup……………………………
Lampiran 3:Doa Mohon Tanggung Jawab…………………………..
(1)
(2)
(3)
(4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan
manusia dari berbagai persoalan yang melingkupinya dan mempertemukan
manusia dengan kodrat sejatinya, yakni kemanusiaan. Paulo Freire dalam Yunus
(2002: 4) mengatakan, pendidikan adalah salah satu upaya pengembalian fungsi
manusia agar terhindar dari berbagai keterbelakangan, maka pendidikan harus
menjadi alat pembebasan.
Mutu dan kualitas pendidikan dapat dilihat dari sejauh mana suatu bangsa
membangun manusia untuk membebaskan diri dan lingkunganya. Pelaku yang
akan berperan aktif yaitu guru sendiri dalam hal memberi hati dan kehadirannya
untuk terus melayani. Lain persoalan kalau berbicara mengenai kompetensi
(mutu) atau kualitas guru yang ada di Kabupaten Intan Jaya, Papua, hingga saat
ini, lebih-lebih di pedalaman Bilogai.
Kompetensi tenaga pengajar di Intan Jaya terlihat pada kualitas lulusan
siswa-siswi. Banyaknya jumlah siswa-siswi tamatan Sekolah Dasar maupun
Sekolah Menengah Pertama di Pedalaman yang tidak bisa membaca dan menulis.
Ketahanan dan kesediaaan hati guru untuk tetap bertahan di pedalaman sangat
kurang. Hal ini disebabkan karena banyak faktor seperti medan tempat tugas,
iklim yang cukup dingin, fasilitas yang tidak ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
2
Dari kisah guru dalam buku karangan Samuel Asse Bless, yang namanya
guru mangkir, yaitu tidak menjalankan kewajiban sebagai pengajar alias
meliburkan diri, sudah lazim terjadi di Sekolah Dasar di Papua khususnya di
pedalaman. Maka tidak heran kalau banyak anak lulusan SD di Pedalaman Papua
tidak fasih bahkan tidak bisa membaca, menulis dan berhitung dengan baik.
Meskipun sedikit jumlah gurunya kita masih bisa menemukan guru yang
mempunyai motivasi kuat untuk menjadi guru dan bukan sekedar mendapat
pekerjaan namun demi mendidik dan membimbing anak-anak. Menurut salah satu
kisah seorang guru, kesulitan yang ia alami menjadi guru di pedalaman adalah
tidak bisa mengandalkan gaji dan fasilitas. Gaji dan fasilitas sangat minim, bahkan
tidak mencukupi untuk hidup di Pedalaman yang semuanya serba mahal.
Pemberian gaji yang sering terlambat juga menjadi suatu hal yang biasa terjadi.
Uang lauk-pauk dan insentif sudah lama tidak diterima. Oleh karena itu, guru
harus mencari tambahan uang sendiri dengan membuat kebun sehingga dapat
memenuhi kebutuhan harian. Selain itu di pedalaman tidak ada listrik dan tidak
ada buku, fasilitas penunjang belajar sangat minim. Keterbatasan sarana dan
prasarana juga menghambat proses belajar mengajar di Pedalaman. Keterbatan itu
juga membuat guru mengalami kesulitan untuk menyiapkan bahan mengajar.
Mengajar dan mendidik sangatlah berbeda maka guru di Pedalaman tidak
hanya dituntut untuk mengajar namun juga mendidik. Mendidik berarti
menyampaikan pengetahuan tetapi juga membuat anak bisa berkembang sesuai
potensi yang dimilikinya. Maksudnya banyak guru sekarang yang hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
3
mengutamakan mengajar, tetapi tidak lagi mau berpikir bagaimana membuat
anak-anak tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan karakternya.
Situasi kurang menguntungkan bagi guru yang mengajar di Pedalaman.
Mereka harus menghadapi iklim Pedalaman yang dingin, jarak dan jalan yang
jauh dan rusak. Selain itu transportasi yang sulit serta sangat mahal dengan kata
lain transportasi bagi guru di Pedalaman tidak ada. Selain kesulitan – kesulitan
tersebut ada hal lain juga yang membuat guru memilih untuk ke kota yaitu
program sertifikasi menambah alasan bagi guru untuk pergi ke kota. Sekarang
banyak guru yang melanjutkan kuliah untuk mengejar titel, tapi sayangnya
banyak guru kemudian tidak mau lagi ditempatkan di Pedalaman dan mereka
lebih memilih untuk mengajar di kota. Sementara guru yang bertugas di
Pedalaman akhirnya juga lebih banyak pergi ke kota dan meninggalkan kewajiban
mengajar.
Nasib pendidikan di Bilogai masih sangat memprihatinkan. Di sini seorang
guru harus beperan aktif untuk sebuah kemajuan, di antaranya memberikan
hatinya untuk anak-anak didik. Pendidikan di Papua, terutama di daerah
pegunungan begitu memprihatinkan, salah satu penyebabnya adalah oknum guru
yang tidak pernah memberikan hatinya secara sungguh-sungguh untuk mendidik
anak-anak yang tidak berdaya. Ini harus menjadi perhatian yang serius dari
seluruh komponen, baik pemerintah maupun masyarakat setempat.
Mengingat kembali tugas dan tanggung jawab guru yang sesungguhnya
yaitu mampu hadir dan memberi pelayanan yang terbaik bagi para muridnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
4
sehingga hidup muridnya tidak begitu-begitu saja maksudnya bahwa tidak
mengalami ketinggalan pengetahuan dan pola pikir yang sempit melainkan
mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Pendidikan di Bilogai bisa maju,
jika seorang guru betul-betul hadir untuk membangun anak-anak Pedalaman
Bilogai dan punya hati untuk merubah wajah pendidikan Papua khususnya di
pedalaman Bilogai-Intan Jaya yang cukup lama kurang diperhatikan. Pendidikan
Dasar menjadi pintu untuk merajut masa depan yang lebih baik.
Dalam melaksanakan aktivitasnya, guru tidak berhenti hanya pada aspek
pengetahuan saja, tetapi perlu menekankan perilaku hidup jujur. Permasalahan
mengerucut ketika para guru meninggalkan tempat tugas dan tinggal di kota.
Ironisnya, walaupun mereka tidak mengajar, gaji tetap diterima dan setelah
menerima gaji langsung kembali ke kota lagi. Padahal guru sebagai pendidik
memahami bahwa tujuan akhir dari pembangunan karakter terjadi apabila setiap
orang mencapai titik di mana berbuat baik menjadi suatu habitus bagi peserta
didik.
Berangkat dari situasi di atas, penulis merasa tertarik untuk mendalami
Spiritualitas Sang Guru yakni Yesus Sendiri yang siap sedia dan setia
menjalankan tugas. Bahkan memberikan diri-Nya untuk dikorbankan. Saat ini pun
masyarakat Papua khususnya orang di Bilogai membutuhkan pendidik yang
demikian, dan sekarang ini kita yang mempunyai tugas sebagai guru-yang berarti
juga sebagai pendidik yang punya karakter kuat dan kedalaman hidup seperti
diteladankan oleh Sang Guru Sejati. Di samping itu sebagai guru di pedalaman
seharusnya mampu memiliki karakter kuat dan kedalaman hidup sehingga mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
5
hadir dan tabah mengajar di pedalaman. Kiranya melalui skripsi ini, para pembaca
khususnya guru-guru di Bilogai-Intan Jaya, dapat memahami tugas sejatinya
sebagai seorang guru dan memberi spirit. Kenyataan ini mendorong penulis untuk
memilih judul: MENGEMBANGKAN SPIRITUALITAS PELAYANAN GURU-
GURU DI SD YPPK BILOGAI.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan berikut:
1. Bagaimana sebaiknya spiritualitas pelayanan guru Kristiani dipahami oleh
guru-guru di SD YPPK Bilogai, Papua?
2. Keutamaan–keutamaan pokok apa yang perlu dihayati sebagai seorang guru
di SD YPPK Bilogai, Papua?
3. Usaha–usaha apa yang dapat dilakukan agar mereka dapat menghayati
spiritualitas pelayanan guru?
C. Tujuan Penulisan
1. Memperoleh pemahaman tentang spiritualitas pelayanan guru Katolik.
2. Menemukan unsur atau keutamaan pokok yang perlu diperhatikan untuk
menghayati panggilan sebagai guru.
3. Memberikan sumbangan kepada para guru di SD YPPK Bilogai, Papua
dalam menghayati spiritualitas pelayanan guru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
6
D. Manfaat Penulisan
1. Membantu penulis memahami spiritualitas guru Katolik.
2. Memberi sumbangan konseptual mengenai Spiritualitas pelayanan guru
Katolik khususnya di daerah Pedalaman Papua.
3. Membantu para guru di SD YPPK Bilogai, Papua untuk memahami
Spiritualitas pelayanan guru Katolik sehingga mereka mampu menerapkannya
dalam tugas mereka.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif artinya
memberi penggambaran secara nyata tentang keadaan para guru dalam
mengembangkan spiritualitas pelayanan dalam bertugas di Pedalaman Bilogai.
Untuk itu penulis melakukan studi pustaka, sebagai upaya untuk menyumbangkan
wawasan dan pemahaman penting tentang spiritualitas guru bagi guru di SD
Bilogai.
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini mengambil judul “Mengembangkan Spritualitas Pelayanan
Guru-guru di SD YPPK Bilogai.” Untuk mencapai Tujuan tersebut penulisan
skripsi ini terdiri dari lima bab yang isinya sebagai berikut:
Bab I: Merupakan Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
7
Bab II: Membahas gambaran Spiritualitas Kristiani secara umum dan
spiritualitas Guru Katolik.
Bab III: Membahas Spiritualitas Pelayanan Guru Katolik. Pembahasan
dalam bab ini memberi gambaran tentang Identitas Guru Kristiani, Pelayanan
Guru serta keutamaan-keutamaan dalam melayani dan spiritualitas guru sebagai
pendidik di sekolah katolik.
Bab IV: Menyampaikan upaya- upaya pengembangan Spiritualitas
Pelayanan Guru di SD YPPK Bilogai. Penulis akan mengemukakan katekese yang
merupakan salah satu upaya mengembangkan spiritualitas pelayanan guru dan
usulan program pengembangan spiritualitas pelayanan guru di SD YPPK Bilogai
dengan contoh persiapan katekese.
Bab V: Berisi kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan penulis akan
mengungkapkan beberapa hal penting berkaitan dengan pokok permasalahan
penulisan skripsi ini. Penulis memberi saran guna memanfaatkan hasil karya ini
untuk mengembangkan spiritualitas pelayanan guru di SD YPPK dan pedalaman
sekitarnya dengan belajar dan menggali inspirasi dari Yesus Sang Maha Guru
Sejati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
8
BAB II
SPIRITUALITAS KRISTIANI
Dalam bab sebelumnya penulis menjabarkan tentang latar belakang
Spiritualitas Guru yang ada di Pedalaman Bilogai-Papua. Dalam bab ini
pembahasan tentang spiritualitas dan khususnya Spiritualitas Kristiani akan dibagi
menjadi tiga bagian. Dalam bagian pertama akan diulas mengenai pengertian
tentang spiritualitas, lalu bagian yang kedua peran spiritualitas dalam
mewujudkan visi dan misi, kemudian diakhiri dengan pembahasan tentang
memelihara spiritualitas.
A. Spiritualitas
1. Pengertian Spiritualitas
Widi Artanto, (2012: 7) mengatakan bahwa: “Kata Spiritualitas ada hubungannya
dengan kata spirit atau Roh, yaitu daya kekuatan yang menghidupkan atau
menggerakkan.” Roh yang menghidupkan dan menggerakkan itu memberikan
daya tahan dan kekuatan kapada setiap orang sehingga mampu melaksanakan
tugas sesuai tanggung jawab masing-masing. Spiritualitas ini dapat dimiliki oleh
semua kelompok atau golongan yang sedang berjuang untuk mencapai tujuan atau
cita-cita mereka. Memiliki spiritualitas merupakan sebuah langkah untuk menuju
ke keselamatan seluruh ciptaan Allah. Hal ini merupakan visi untuk mewujudkan
kerajaan Allah. Visi tentang kerajaan Allah berkaitan dengan panggilan dan
perutusan dari Allah sendiri. Setiap orang dipanggil untuk ikut serta dalam
perutusan untuk mewujudkan kerajaan Allah sehingga dalam melaksanakan tugas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
9
perutusan umat Allah membutuhkan kekuatan atau roh untuk tahan uji. Roh
Allahlah yang memampukan setiap orang menciptakan kerajaan Allah
(Banawiratma, 1990: 57-61).
Ismail dalam Natar (2012: 8) mengatakan bahwa “spiritualitas” adalah
kualitas hidup seseorang sebagai hasil dari kedalaman pemahamannya tentang
Allah secara utuh. Spiritualitas juga merupakan model hidup sehari-hari yang
merupakan hasil dari relasi kita dengan Yesus, selain itu kedekatan dan keakraban
relasi kita dengan Yesus secara transenden. Hal in nampak dalam kehidupan
konkret kita sehari-hari melalui hubungan dan relasi kita dengan sesama lewat
sikap dan tindakan yang menampilkan kehadiran Yesus.
C.S. Song, yang dalam Natar (2012: 8) mengatakan bahwa “spiritualitas”
sebagai totalitas keberadaan manusia yang menyatakan diri di dalam cara-cara
hidup, model-model berpikir, pola tindakan dan tingkah laku serta sikap-sikap
manusia di hadapan sang Misteri yaitu Allah sendiri yang hadir di dunia kita dan
mengarahkan kita kepada yang tertinggi melebihi segala yang tinggi, kepada Sang
Terang yang melebihi segala terang. Dalam Injil kita mendengar totalitas
kehidupan manusia itu lewat sabda Yesus, “carilah dulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya, maka semua itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat.6: 33).
Mencari Kerajaan Allah berarti hidup secara total dalam perjumpaan dengan
Allah yang menjadi “Raja”, Yang Tertinggi, Yang Terdalam, Sang Terang itu
sendiri. Dengan demikian kita tidak dimangsa oleh sikap untuk menjadi hal-hal
yang sebenarnya hanya “tambahan” menjadi yang utama dalam kehidupan kita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
10
Rahner yang dalam Natar (2012: 9) mengatakan bahwa spiritualitas adalah
bentuk kreatif dari eksistensi kekristenan. Kreativitasnya terletak pada hubungan
antara manusia sebagai umat dengan Allahnya. Jadi, spiritualitas tidak hanya
berkaitan dengan penghayatan rohani orang Kristen tetapi mengangkut totalitas
kehidupan orang Kristen.
Nouwen dalam Natar (2012: 9-10) mengatakan bahwa spiritualitas adalah
proses “pergi dan pulang”. Pergi untuk berjumpa dengan Allah kemudian pulang
ke dunia untuk berjumpa dengan manusia yakni (diri sendiri atau orang lain)
dengan segala pergumulannya. Spiritualitas seperti ini sangat jelas nampak dalam
Pribadi Yesus yang seharusnya juga nampak dalam pribadi setiap pengikut-Nya
khususnya para guru. Karena spiritualitas bersumber dalam perjumpaan dengan
Allah, maka spiritualitas itu nampak dalam bentuk dan tindakan yang nyata dari
seseorang dalam kesehariannya, yaitu doa, persekutuan, keheningan, dan
perbuatan misalnya berani menolong, tanggung jawab dengan tugas,. Oleh karena
itu, spiritualitas digambarkan sebagai suatu gerakan pergi-pulang. Yang dimaksud
dengan pergi ialah pergi dari tengah-tengah kehidupan yang ramai, menarik diri,
mencari keheningan dan hadirat Tuhan.
Kemudian yang dimaksud dengan pulang ialah kembali ke tengah-tengah
kehidupan yang ramai di mana kita bertemu dengan banyak orang, untuk
melaksanakan tugas panggilan kita: ikut menderita bersama-Nya di dunia ini.
Tuhan sendiri telah memberi contoh kepada kita dengan mengutus Putra-Nya ke
tengah-tengah dunia melalui kelahirannya di Betlehem. Sebagai anak Allah Ia
hidup di dunia untuk melaksanakan kehendak Bapa. Dan demikian seterusnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
11
sampai Ia mengalami puncak spiritualitas-Nya ketika Ia menderita bersama
manusia dan memberikan diri-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Dalam
pengalaman spiritualitas pergi-pulang Yesus tetap mencintai dunia, menderita
bersama dunia yang menderita dan dengan begitu Yesus melayani dunia.
Selain itu dalam Ensiklopedi Popular tentang Gereja, Hardawiryana (1993:
261-262) mengatakan spiritualitas sebagai kehidupan rohani dan perwujudannya
dalam berpikir, marah, berdoa dan berkarya. Dasarnya adalah kehadiran dan
kegiatan Roh Kudus dalam orang beriman. Spiritualitas terarah kepada
penyerahan kepada Allah. Penyerahan diri artinya mau membuka hati kepada Roh
Kudus sehingga Roh Kudus sendiri masuk dan bekerja seturut kehendak Allah
sebagai pengutus Roh Kudus. Dengan demikian semua yang terlaksana sungguh
seturut kehendak Allah. Spiritualitas juga berhubungan dengan eksistensi orang
Kristiani yang nampak dalam kehadiran dan kegiatan Roh Kudus dalam setiap
orang beriman.
Spiritualitas merupakan kesadaran dan sikap hidup manusia untuk tahan uji
dan bertahan dalam mewujudkan tujuan dan pengharapan. Spiritualitas bisa
menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi penganiayaan, kesulitan, penindasan
dan kegagalan yang dialami oleh orang atau kelompok yang sedang mewujudkan
cita-cita atau tujuan hidupnya. Pengertian spiritualitas di sini ialah seluruh
kenyataan hidup yang mencerminkan nilai-nilai hidup berdasarkan iman yang
dihayati, sikap-sikap atau keutamaan-keutamaan hidup yang mendukung untuk
mewujudkan nilai-nilai hidup tersebut, dan tingkah laku pilihan-pilihan konkret
beserta tindakan-tindakan untuk mewujudkan nilai-nilai hidup tersebut. Secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
12
singkat yang dimaksud dengan spiritualitas ialah kenyataan konkret hidup yang
mencangkup keyakinan iman, keutamaan beserta perwujudannya (Banawiratma,
1990: 57-58).
2. Spiritualitas Kristiani
Spiritualitas Kristiani merupakan suatu cara hidup yang dikuasai oleh Roh
Kudus yang berasal dari Kristus. Kristus sebagai sumber pendukung dan
penggerak hidup manusia. Roh Kudus berkarya dalam diri manusia. Manusia
sebagai makhluk rohani mau mengemukakan bahwa manusia sanggup
berhubungan dengan Sang Sumber hidupnya, sehingga manusia pun menerima
kekuatan dari Kristus melalui Roh Kudus. Roh Kudus merupakan daya kekuatan
Allah yang mengangkat dan mengarahkan hidup manusia.
Kristus diutus Bapa untuk menyelamatkan umat-Nya. Tugas perutusan ini
dilaksanakan dengan penuh perjuangan selama perjalanan hidup-Nya. Kristus
mengawali dengan meninggalkan tahta kemuliaan-Nya untuk menjadi sama
dengan manusia (Flp 2: 6-7). Perjalanan ini menuntut suatu perjuangan yang tidak
ringan, sejak dari lahir di kandang sampai wafat di salib. Meskipun demikian
Yesus tetap maju terus berjuang demi keselamatan manusia, sesama-Nya. Yesus
tetap kuat dan setia dalam berjuang karena spiritualitas yang dimiliki-Nya. Yesus
sungguh mengambarkan spirit yang berasal dari Bapa (Heuken, 2002: 11-13).
Orang Kristen mempercayakan seluruh perjalanan hidupnya kepada Yesus.
Seluruh kehidupan Yesus merupakan usaha untuk selalu mencari Allah. Oleh
Yesus, usaha ini ditempuh dengan cara berperan serta dalam hidup orang lain,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
13
hidup dalam pengabdian demi keselamatan sesama. Untuk itu, setiap orang
Kristen perlu hidup seturut teladan Yesus, berjuang dalam kesatuan dengan Bapa
dan bersama Yesus. Dengan demikian spiritualitas Yesus menjadi spiritualitas
setiap orang Kristen termasuk bagi para guru. Menjadi orang Kristen tidaklah
semata-mata menjadi penyembah Kristus dan menyeru “Tuhan, Tuhan”. Makna
menjadi pengikut Kristus terwujud dalam turut melakukan apa yang sudah
dilakukan oleh Kristus dengan maksud meneladani dalam mewartakan kerajaan
Allah yang sudah dimulai oleh sang Guru sejati. Tentunya dengan spirit yang
sama pula yaitu spiritualitas Kristiani sehingga mampu mewartakan dengan total
sesuai dengan tugas dan kewajiban (Banawiratma, 1990: 32).
Roh Kudus memimpin kita sesuai kebenaran yang datang dari Allah dan
menerapkannya dalam kehidupan kita. Ketika itu terjadi, maka orang percaya
memutuskan untuk mengijinkan Roh Kudus berkuasa dalam hidupnya.
Spiritualitas itu nampak ketika orang percaya yang sudah dilahirkan kembali
melalui pembaptisan itu mengizinkan Roh Kudus memimpin dan menguasai
hidupnya. Dengan demikian, ketika setiap orang yang membuka hati dan
membiarkan Roh Kudus memimpin setiap karya pelayanannya maka yang ia
sebarkan adalah kebenaran dari Allah sendiri yang menjadi Sang Kebenaran.
Rasul Paulus meminta orang percaya untuk “dipenuhi Roh Kudus”. “Dan
jangan kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi
hendaknya kamu penuh dengan Roh” (Ef. 5: 18). Penuh dengan Roh Kudus
berarti mengizinkan Roh Kudus mengusai kita dan tidak menaklukkan diri kepada
keinginan duniawi. Maka seseorang akan mampu berkata dan bertindak dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
14
baik seturut dengan apa yang dikehendaki Bapa sendiri. Karena itu spiritualitas
Kristiani adalah pilihan yang kita ambil untuk mengenal dan bertumbuh dalam
hubungan sehari-hari dengan Yesus Kristus, dengan menaklukkan diri kepada
bimbingan Roh Kudus dalam kehidupan kita. Hal ini berarti bahwa sebagai orang
percaya sekaligus orang Kristiani, kita memutuskan untuk menjaga komunikasi
dengan Roh Kudus untuk tetap terbuka (KWI-Iman Katolik, 1996: 301-303).
3. Spiritualitas Guru Katolik
Pengertian Spiritualitas guru awam yang dimaksud dalam bagian ini adalah
spiritualitas awam yang dihayati di sekolah Katolik. Dengan ini, mereka dipanggil
untuk semakin menjadi orang Kristiani. Oleh karena itu, sebagai guru Katolik
hendaknya meneladani sikap dan semangat Yesus agar senantiasa berusaha
mewujudkan kehendak-Nya.
Yesus telah memberi teladan kepada kita bahwa semua karya-Nya
dilaksanakan atas dasar cinta. Ia meninggalkan tahta kemuliaan-Nya, hidup
bersama manusia dan melayani sampai sehabis-habisnya. Karena itu sebelum
melaksanakan tugas, Yesus mohon kekuatan dari Bapa-Nya (Mat. 4:1-11; Luk.
6:12). Dalam pelaksanaan tugas Yesus berdoa bagi umat kesayangan-Nya bahkan
umat lainnya (Yoh. 17:1-26). Tugas penyelamatan dilaksanakan Yesus dengan
penuh pengorbanan. Yesus menjadi seorang pelayan yang setia sampai mati.
“Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
memberi nyawa-Nya untuk menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk. 10:45).
Guru Katolik hendaknya memiliki sikap pelayan sebagaimana dimiliki Yesus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
15
Tugas yang dikerjakan merupakan ungkapan cintanya kepada Yesus sehingga
cinta itu pula yang akan mewarnai hubungan antara guru dengan anggota
komunitas yang lain, khususnya antara guru dan siswa. Oleh karena itu, antara
anggota komunitas terjalin hubungan cinta, dan terbukalah jalan terwujudnya
Kerajaan Allah (Gitowiratmo, 1994: 150).
Menurut Sebastian, (1988: 138-144), seorang guru Katolik memiliki dasar
yang kokoh dalam pelayanannya kepada Tuhan dan sesama. Hal itu nampak
dalam kualitas hidup sebagai berikut :
a. Kesetiaan terhadap Tuhan
Kesetiaan seorang guru sejati ditampilkan dalam kesedian-Nya untuk selalu
berdiri di pihak Allah yang mengusahakan kesejahteraan manusia. Bagi guru
Kristiani hal itu berarti mengusahakan kemajuan anak didiknya. Allah merupakan
nilai tertinggi, konstan dan abadi, bagi hidup dan perutusan seorang guru
Kristiani. Allah menjadi sumber kuasa dan wobawa dalam tugas pelayanan
sebagai guru.
Sikap dasar pengajaran Yesus menjadi sikap dasar seorang guru Kristiani,
sehubungan dengan ikatannya yang ekslusif dengan karya Allah Bapa. “Anak
tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jika ia tidak melihat Bapa
mengerjakannya, sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan anak”
(Yoh. 5:19). Terlepas dari Bapa, Yesus tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Nya
sendiri. Kesetiaan Yesus terhadap Bapa terwujud dalaM kesetiaan melaksanakan
tugas perutusan secara tolal hingga wafat di salib. Kesetiaan terhadap Tuhan Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
16
berarti kepatuhan yang sungguh terhadap perutusan Allah sendiri. Integritas
seorang guru terhadap ajaran dan karya Allah mencerminkan penyertaan total
terhadap pembinaan Allah bagi manusia. Maka seorang guru turut membantu
Karya Allah dalam bidang pendidikan. Kesetiaan kepada Allah melalui kesediaan
diri untuk mendengarkan ajaran-Nya lewat Sabda.
Demi perkembangan tugas pelayannya, guru Katolik juga diharapkan
menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk senantiasa bertumbuh, memupuk
kesatuan dengan Kristus, dan menemukan kehendak Allah dalam hidup serta
keterlibatannya dalam dunia. Dekrit Apostolicam Actuositatem tentang Kerasulan
Awam art 4 menegaskan bahwa kesuburan kerasulan tergantung dari persatuan
mereka dengan Kristus yang memang perlu untuk hidup, menurut sabda Tuhan:
“Barang siapa tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia, ia menghasilkan buah
banyak, sebab tanpa Aku kamu tidak dapat berbuah apa-apa”(Yoh. 15:5).
Dalam rangka memupuk kesatuan dengan Yesus, para guru Katolik perlu
juga meneladani Yesus terlebih dalam melaksanakan tugas keguruan yang
dilaksanakan-Nya. Dalam mengajar Yesus mengenal orang yang dilayani-Nya,
mementingkan hubungan pribadi, ada kesesuaian antara ucapan dan perbuatan-
Nya. Pengajaran-Nya sederhana, realistis, mudah ditangkap oleh para murid serta
menggunakan metode yang bervariasi dan kreatif. Kecuali itu, kesetiaan pada
tugas juga menjadi sikap Yesus. Hal ini terlaksana karena Yesus selalu menyadari
bahwa Ia diberi tugas oleh Bapa (Yoh. 10:18b) (Sebastian, 1988: 138-144).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
17
b. Kesetiaan terhadap Sabda
“Allah dan Kerajaan-Nya merupakan nilai tertinggi yang menjadi dasar
hidup serta pengabdian seorang guru Kristiani. Nilai itu hanya bisa dicapai dengan
titian satu-satunya ialah “jalan Allah” sendiri yaitu Yesus Kristus sebagai jalan
kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6). Kesetiaan terhadap “jalan Allah”
mengakibatkan suatu bentuk hidup sesuai dengan “jalan “ itu sendiri. Bukan lagi
aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Gal. 2:20),
bukan berarti pertama-tama suatu kesadaran bahwa seorang guru adalah pengganti
Yesus, melainkan bahwa Kristus Yesus meneruskan karya-Nya sebagai guru
lewat hidup dan pelayanan seorang guru. Kesetiaan seorang guru terletak dalam
kejujuran dan kesediaan menjadi “jalan” Allah dan bukan menjadi tujuannya
sendiri. Kejujuran merupakan daya tarik yang kuat bagi seorang guru dalam
rangka menyampaikan setiap pengajarannya, sedangkan kesediaan merupakan
kunci utama pribadi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya (Sebastian, 1988:
138-144).
c. Kesetiaan terhadap Murid
Kesetiaan Yesus terhadap murid-murid-Nya terungkap jelas dalam doa-Nya
kepada Bapa bagi para murid, dengan mengenalkan Allah Bapa dan Yesus Kristus
sendiri sebagai utusan Bapa. Puncak kesetiaan Yesus kepada murid-murid-Nya
terwujud dalam memberikan nyawa-Nya kepada para murid-Nya dengan wafat di
kayu salib. Dengan melihat kesetiaan Yesus kepada para murid para guru
Kristiani diharapkan belajar dari kesetiaan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
18
Seorang guru Kristiani sekaligus juga seorang pendoa yang sejati.
Perkembangan murid bukan pertama-tama terletak dalam karyanya, jasanya,
maupun usahanya, melainkan terutama dalam karya Allah yang menawarkan kerja
sama kepada para guru tanpa melupakan ruang pribadi murid itu sendiri.
Keberhasilan yang diperoleh murid boleh menjadi kebanggaan bagi seorang guru
namun bukan karena pertama-tama usaha dan perjuangannya, melainkan karena
penyelenggaraan Allah dalam kerja sama dengan usaha guru dan murid sendiri.
Keterlibatan dalam karya Allah secara total merupakan ciri seorang guru Kristiani.
Guru sejati tidak akan mencari untung dari muridnya melainkan menyalurkan
kekayaan dan kehidupan kepada para murid lewat penyaluran ilmu yang telah
dimiliki dan dikembangkannya (Sebastian, 1988: 138-144).
d. Kesetiaan terhadap Situasi Konkret
Kesungguhan seorang guru dalam menyalurkan ilmu dan informasi
sebagaimana penyaluran milik pribadinya menjadi salah satu dasar spiritualitas
pelayanan seorang guru Kristiani. Kesetiaan terhadap situasi konkret dari pihak
guru Kristiani pertama-tama terletak dalam kesungguhannya dalam melaksanakan
segala sesuatu yang diajarkannya. Dengan kesungguhan hati dan niat yang kuat,
seorang guru mampu menyesuaikan dirinya dalam situasi konkret yang buruk
maupun yang baik. Sikap seperti itu Sehingga guru tersebut sungguh-sungguh
hadir dan memberikan dirinya untuk mentranfer ilmu atau informasi kepada para
muridnya sampai ke kedalaman hati para murid (Sebastian, 1988: 138-144).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
19
Kesetiaan seorang guru juga terletak dalam relasi pribadinya sebagai guru
dengan sebutan guru. Peranan seorang guru yaitu menyadarkan diri seseorang atau
membantu seseorang untuk masuk dalam realitasnya sendiri dengan kehadiran dan
sapaannya yang menyentuh. Situasi konkret para murid mengundang seorang guru
untuk melaksanakan misinya yang terutama, yaitu membangkitkan semangat
seorang murid yang layu dan merana. Situasi konkret juga menjadi suatu
tantangan tersendiri bagi seorang guru, namun dengan misi yang sudah ada serta
kesungguhan hati maka seorang guru mampu menghadapi situasi tersebut
(Sidjabat, 1994: 36-37).
B. Peranan Spiritualitas Dalam Mewujudkan Visi Dan Misi SD YPPK
Bilogai, Papua
Visi ada hubungannya dengan pengharapan kita saat ini, maka visi bisa
menjadi motivasi dan daya dorong sikap dan pelayanan kita, sehingga dengan visi
kita dapat terarah untuk mencapai tujuan atau cita-cita yang diidam-idamkan demi
kesejahteraan bersama. Dengan tercapainya harapan tersebut maka kesejahteraan
pun menjadi milik bersama dengan maksud semua turut merasakan.
Mengikuti Yesus harus mengenal dan menghayati visi Yesus, pandangan
hidup Yesus tentang masa depan. Pengajaran Yesus dan perbuatan-Nya selalu
menunjuk kepada Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga; maksudnya, dalam
Kerajaan Allah terdapat keselamatan. Hal inilah yang menjadi tujuan Yesus;
dengan begitu semua orang bisa mengalami keselamatan. Dalam ajaran tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
20
pemenuhan Kerajaan Allah yang akan datang kita menemukan visi pelayanan
Yesus.
Kerajaan Allah bukanlah suatu tempat atau kekuasaan duniawi, tetapi suatu
keadaan yang diharapkan di mana kekuasaan pemerintahan dan kehendak Allah
itu terlaksana seperti yang dilakukan oleh Yesus semasa hidupnya di dunia yakni
mewartakan kabar gembira, menyembuhkan orang sakit, dan mengajar. Maka
terwujudlah pemenuhan visi pelayanan Yesus untuk mewujudkan kedatangan
Kerajaan Allah. Tugas mewujudkan Kerajaan Allah di dunia merupakan misi
Yesus Kristus. Maka semua pengikut Yesus Kristus terpanggil untuk ikut
mewujudkan visi tentang Kerajaan Allah (Banawiratma, 1990: 58-59).
Misi Allah yang dijalankan oleh Yesus Kristus yaitu mengasihi dan
menyelamatkan dunia. Percaya kepada Yesus Kristus adalah ungkapan iman akan
misi Allah untuk mewujudkan Kerajaan Allah. Oleh karena itu, yang dikerjakan
adalah misi dari Allah dan bukan misi dari manusia atau agama. Pada dasarnya
misi Allah adalah satu yaitu untuk mencapai pemenuhan Kerajaan Allah. Namun
dalam mejalankan misi Allah tentu banyak tantangan di dunia. Untuk itulah orang
beriman membutuhkan spiritualitas dalam menjalankan tugas perutusannya
mewujudkan Kerajaan Allah. Misi tidak akan tahan uji kalau tidak disertai
spiritualitas. Tanpa spiritualitas, misi yang dijalankan orang beriman akan mudah
sirna. Spiritualitas untuk menjalankan misi bersumber pada pekerjaan Roh Kudus.
Kesadaran untuk menjalankan misi tidak bisa dipisahkan dengan karya Roh
Kudus yang memperbarui dan menciptakan dunia baru. Maka spiritualitas perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
21
dihidupkan dan dikembangkan dalam diri setiap orang khusunya para guru
Kristiani.
Melalui peranan dari spiritualitas tindakan, ilmu serta kinerja sungguh
disalurkan sesuai peran oleh guru-guru Kristiani. Maka menghidupi spiritualitas
sangatlah penting bagi setiap guru. Dengan demikian setiap guru mampu memberi
perubahan dalam dunia pendidikan. Karena dengan mereka tidak hanya hadir
namun memberi diri dan hati sehingga sungguh menyentuh kedalaman hidup
muridnya (Banawiratma, 1990: 60-61).
C. Memelihara Spiritualitas
Tanpa spiritualitas manusia tidak mungkin menjalankan misi untuk
mewujudkan visi kedatangan kerajaan Allah. Spiritualitas yang ada dalam diri
orang beriman merupakan buah karya Roh Kudus. Orang-orang beriman diberi
tanggung jawab untuk menjaga dan mengembangkan spiritualitas yang
dikaruniakan oleh Allah kepada mereka, seperti dalam perumpamaan hamba-
hamba yang diberi talenta (Mat. 25:14-30).
Banawiratma (1990: 67-68) mengatakan bahwa ada beberapa langkah untuk
memelihara Spiritualitas:
1. Meditasi dan Kontemplasi
Meditasi dan kontemplasi yang dilakukan secara teratur adalah sangat
penting untuk mengolah, menyadari dan merasakan keterlibatan pelayanan dari
terang Sabda Allah. Tanpa pengolahan iman atau refleksi orang-orang beriman
akan kehilangan arah dan kekuatan. Maka sangat penting kita menarik diri dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
22
keramaian dan mengambil ketenangan sehingga dapat menemukan diri kita
sendiri bersama pengalaman-pengalaman yang direfleksikan sehingga sungguh
memberi makna dan arti.
2. Keterlibatan dan kepedulian sosial
Sabda Allah tidak cukup direnungkan secara pribadi atau kelompok, tetapi
harus diwujudkan dalam suatu tindakan nyata berupa kepedulian dan keterlibatan
sosial. Sabda Allah baru akan menjadi sumber spiritualitas apabila ia berfungsi
menjadi inspirasi bagi setiap kepedulian dan tindakan sosial. Ketika orang
mendengarkan sabda Allah namun tidak dipraktikkan dalam kehidupannya maka
sia-sialah Sabda Allah itu.
3. Hidup saling menopang
Pertemuan kelompok untuk saling membagi pengalaman pelayanan dan
saling menopang sangatlah berguna dalam menghadapi krisis spiritualitas.
Melalui sharing dan berbagi pengalaman serta memberi solusi atas tantangan-
tantangan hidup yang sedang dialami. Dengan demikian disebut persekutuan yang
dapat membagikan suka dan duka dalam pelayanan, orang-orang beriman dapat
menopang beban dan kesulitan yang dihadapi dalam kepedulian dan keterlibatan
sosial.
4. Mempertajam visi pelayanan
Visi yang kaku dan jenuh akan menyebabkan seseorang layu semangatnya.
Oleh karena itu perlu upaya mempertajam visi pelayanan kerajaan Allah misalnya
dengan membaca buku, mengikuti diskusi atau mengikuti seminar-seminar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
23
5. Mencari dan membangun teman-teman seperjuangan
Kesendirian dalam perjuangan sering menyebabkan orang mudah patah
semangat. Oleh karena itu mencari dan membangun teman-teman seperjuangan
adalah sangat penting dalam memelihara spiritualitas. Dengan demikian visi tidak
lagi menjadi milik pribadi namun dikerjakan bersama dan menjadi ringan.
6. Menciptakan simbol atau tema perjuangan
Simbol dan tema perjuangan akan sangat berperan dalam mengembangkan
spiritualitas. Simbol bisa mematikan spiritualitas, apabila simbol itu telah berubah
menjadi tujuan dan bukan sarana untuk menyadari dan merasakan perjuangan atau
misi. Dengan simbol atau tema orang beriman dapat diingatkan dengan
pengalaman masa lampau sekaligus panggilan dan tugas pengutusan yang harus
dilakukan sekarang. Dengan simbol dan tema juga mengingatkan kepada janji
Allah akan masa depan dan dengan demikian juga diberi semangat dan tuntutan
ke arah masa depan.
D. Kesimpulan
Spiritualitas merupakan kualitas hidup manusia sebagai hasil dari
kedalaman pemahamannya tentang Allah secara utuh. Kualitas hidup yang
ditampilkan dalam relasi manusia dengan Allah dan sikap serta tindakan terhadap
sesama. Spiritualitas dasarnya adalah kehadiran dan kegiatan Roh Kudus dalam
setiap orang. sehingga semua orang yang menerima Roh Kudus mampu
melaksanakan seluruh rencana atau kehendak Allah sendiri. Melalui tindakan-
tindakan seorang guru yang seluruhnya dibimbing oleh Roh Kudus merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
24
hidup Allah sendiri yang ditawarkan kepada semua umat manusia agar setiap
manusia memiliki hidup ilahi tersebut secarah berkelimpahan. Hidup Allah akan
menjadi hidup kita kalau kita menerima tawaran tersebut dan penerimaan ini akan
menjadi model hidup kita. Inilah yang dimaksud dengan spiritualitas.
Spiritualitas Kristiani merupakan suatu cara hidup yang dikuasai oleh Roh
Kudus yang berasal dari Kristus. Kristus sebagai sumber penggerak dan
pendukung manusia dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang diemban.
Spiritualitas guru Kristiani nampak dalam diri mereka yang dipanggil untuk
semakin menjadi orang Kristiani melalui tugas dan tanggung jawab sebagai guru.
Oleh karena itu sebagai guru Katolik hendaknya meneladani sikap dan semangat
Yesus sehingga selalu berusaha mewujudkan kehendak-Nya. Seorang guru
memiliki kedalaman hidup sebagai hasil dari cara hidup rohaninya. Dengan
demikian seorang guru Katolik mampu meneladani kesetiaan Yesus seperti
kesetiaan kepada Allah, kesetiaan kepada Sabda, kesetiaan kepada murid, dan
kesetiaan kepada situasi konkret.
Spiritualitas memiliki peranan dalam mewujudkan visi dan misi SD YPPK
Bilogai. Visi ada kaitannya dengan harapan yang memotivasi kita untuk
menjacapai suatu tujuan tertentu. Sama halnya mengikut Yesus berarti harus
mengetahui visi-Nya yakni perbuatan dan pengajaran yang mengarah kepada
Kerajaan Allah dengan begitu semua orang dapat mengalami keselamatan. Misi
Allah adalah mengasihi dan menyelamatkan dunia. Percaya kepada Yesus
merupakan ungkapan iman akan misi Allah untuk mewujudkan Kerajaan Allah.
Untuk menjalankan visi Allah setiap orang beriman membutuhkan spiritualitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
25
dalam melaksanakan perutusan-Nya. Spiritualitas untuk melaksanakan misi itu
bersumber pada pekerjaan Roh Kudus karena karya Roh Kuduslah yang
memperbaharui dan menciptakan dunia baru.
Tanpa spiritualitas orang beriman tidak mampu melaksanakan misi Allah.
Spiritualitas merupakan buah karya Roh Kudus maka setiap orang memiliki
tanggung jawab untuk menjaga dan mengembangkan spiritualitas dengan cara
meditasi dan kotemplasi, keterlibatan dan kepedulian sosial, hidup saling
menopang, mempertajam visi pelayanan mencari dan membangun relasi dan
menciptakan simbol atau tema perjuangan. Dengan demikian orang beriman
mampu melaksankan misi Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
26
BAB III
SPIRITUALITAS PELAYANAN GURU KRISTIANI
Dalam bab-bab sebelumnya penulis telah menjabarkan tentang Spiritualitas
khususnya Spiritualitas Kristiani. Dalam Bab III ini penulis ingin menjabarkan
Spiritualitas Pelayanan Guru Kristiani. Tulisan ini terdiri dari empat bagian.
Pertama akan membahas tentang identitas guru Kristiani, kemudian yang kedua
akan diulas tentang pelayanan guru Kristiani, lalu yang ketiga akan membicarakan
tujuan pelayanan dan keempat akan mengupas tentang guru Kristiani sebagai
pendidik.
A. Identitas Guru Kristiani
Bertanya tentang siapakah guru Kristiani berarti bertanya tentang identitas
guru Kristiani itu sendiri. Dari momentum Yesus membasuh kaki para murid-Nya
ditampilkan identitas guru Kristiani yang memiliki sikap berani merendahkan diri,
melayani secara tulus dan memberi teladan kepada muridnya. Wibawa sejati
seorang guru Kristiani bersinar semakin terang kalau dirinya mau melayani
dengan merendahkan diri menjadi pelayan yang memberi teladan kepada para
muridnya. Seorang guru tidak hanya mengajarkan pengetahuan atau memberi
informasi-informasi, tetapi terlebih mampu menyampaikan kebijaksanaan dan
keutamaan hidup, sehingga guru tidak hanya memberi pengetahuan tetapi juga
mampu memberi hidup yang baru bagi para muridnya.
Ajaran tentang kebijaksanaan dan keutamaan hidup mestinya diberikan
terlebih melalui tindakan-tindakan konkret seorang guru, seperti Yesus yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
27
memberi teladan dalam hidup yang konkret. Selain itu identitas seorang guru
Kristiani terlihat dari rasa kepekaan terhadap konteks dan situasi batin muridnya.
Karena hanya seorang guru yang hatinya terang dan budinya jujur yang mampu
melihat kegelapan dalam diri murid kemudian berani menegurnya dan memberi
cahaya melalui pengajarannya sebagaimana yang dilakukan Yesus kepada para
murid-Nya. Yesus menegur Yudas (Sufiyanta, 2014: 14-16).
Pelayanan kaum awam dalam bidang pendidikan bukan sekedar pelaksanaan
profesi. Pelayanan kaum awam sebagai pendidik, lebih merupakan keikut-sertaan
dalam tugas Kristus daripada profesi. Oleh karena itu, bagi para awam yang
berkarya dalam bidang pendidikan dituntut kematangan pribadi dan kehidupan
rohani yang mendalam. Mereka harus dibekali dengan pendidikan agama dan
kerohanian yang memadai seperti pengajaran doktrin di bidang teologi, etika dan
filsafat serta ajaran sosial Gereja yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pandangan hidup Kristiani (Mandagi, 1994: 24).
Citra guru Kristiani terkandung di dalam identitas sekaligus karakter
pribadinya. Citra guru Kristiani bercermin dari teladan hidup Sang Mahaguru
Sejati, yakni Yesus Kristus sendiri. Guru sejati berani dan rela mengorbankan
hidupnya demi kebenaran yang diperjuangkan bagi para muridnya. Selain itu guru
sejati juga selalu setia menemani para muridnya sampai kapan pun melalui iringan
doa-doanya. Guru sejati juga selalu menguatkan dan menggerakkan para
muridnya kepada keberanan melalui teladan hidupnya yang baik dan benar.
Dengan demikian, sebenarnya pencarian identitas dan karakter diri itu tidak
dapat dilepaskan dari ikatan yang kuat antara seorang pribadi dengan pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
28
Yesus Kristus. Pencarian identitas tidak pernah berhenti. Dengan kata lain, seraya
maju untuk terus berproses dalam pencarian identitas dan karakter diri, seorang
guru Kristiani mesti senantiasa mengikat diri pada pokok kebenaran (Sufiyanta,
2014: 14-19).
B. Pelayanan Guru Kristiani
Yesus berkata kepada para murid-Nya bahwa “tidak ada kasih yang lebih
besar daripada kasih seorang sahabat yang memberikan nyawanya untuk sahabat-
sahabatnya” (Yoh. 15:13). Kata-kata ini meringkas arti semua pelayanan
Kristiani. Menurut Mintara Sufiyanta (2014: 87-88), pelayanan Kristiani seperti
mengajar, pelayanan pastoral care atau berkhotbah merupakan perbuatan
pelayanan yang melebihi keahlian profesional, sebabnya bahwa tindakan-tindakan
yang dituntut untuk memberikan hidupnya bagi sahabat-sahabatnya. Dengan
demikian seorang guru tidak hanya mampu mengajar dan mendidik murid-
muridnya di sekolah tetapi juga di sekolah. Dalam kehidupan sehari-hari di luar
sekolah, seorang guru hendaknya mampu menunjukan tindakan konkret dengan
memberi teladan, pengaruh positif dan motivasi. Inilah yang dimaksud dengan
guru yang bersedia memberikan hidupnya di luar sekolah dengan teladan bagi
murid-muridnya. Dengan memberikan hidup bagi para muridnya, maka secara
tidak langsung ia memberi hidup yang baru bagi muridnya inilah yang dimaksud
fungsi pelayanan adalah memberi hidup.
Pelayanan pendidikan khususnya persekolahan tentu tidak terlepas dari
keikutsertaan dalam tugas perutusan Yesus. Pelayanan pendidikan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
29
dilaksanakan oleh guru di sekolah ataupun di luar sekolah pun merupakan
keikutsertaan dalam tugas perutusan Yesus, yakni membangun kerajaan Allah.
Dalam usaha-Nya Yesus mengalami banyak tantangan dan perjuangan, demikian
juga para guru mesti menjumpai pengalaman yang serupa. Perjuangan itu dapat
terlaksana hingga selesai oleh Yesus karena spiritualitas Yesus yang juga
diberikan kepada pengikut-Nya khususnya guru-guru Kristiani. Dari hal tersebut
dalam pelayanan sangat perlu adanya spiritulitas.
Dengan berpola pada Yesus, Sang Pelayan mampu dengan sungguh-
sungguh melayani, bila pelayanannya mengalir dari relasi personal dengan
orang–orang yang dilayani sehingga ia memperhatikan kebutuhan orang lain
sebagai hal yang sangat penting, ia memberi dukungan dan bukan
mengontrol memberi diri dan bukan mengambil bagi diri sendiri
mengangkat hidup orang-orang yang dilayani dan bukan memanipulasi
mereka, ia juga mengembangkan orang–orang yang dilayaninya selain itu
juga ia membimbing orang-orang yang dilayaninya dan bukan memaksa
mereka. Pelayanannya sungguh mengalir dari cinta dan bukan dominasi
(Madya Utama, 2013: 9).
Pelayanan dari seorang guru dengan cinta yang sungguh berasal dari hatinya
mampu menyentuh kedalaman hidup para murid yang ia layani. Dengan begitu
cinta itu sungguh dirasakan. Cinta yang menghidupi setiap murid sehingga
mereka pun mampu menemukan Sang empunya cinta yakni Allah. Dengan
demikian pelayanan itu sungguh terus mengalir dari relasi seorang guru dengan
pribadi-pribadi muridnya. Mereka pun menemukan cinta Yesus dalam diri guru
yang memberi pelayanan dari hati.
Pelayanan pendidikan juga merupakan pelayanan Gereja. Berkat sakramen
permandian setiap orang dipanggil untuk ikut mengemban tugas imamat yakni
kenabian dan rajawi Kristus. Kesaksian hidup seorang guru dengan tabah, tekun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
30
berjuang mewartakan Yesus sebagai penyelamat yang membebaskan sehingga
mengundang orang untuk bertobat, semakin dekat dengan Allah, merupakan
wujud ikut serta seorang guru dalam tugas kenabian Kristus. Sedangkan
keikutsertaan dalam tugas rajawi Kristus terwujud lewat melayani Kristus dalam
sesama. Pelayanan ini membawa orang dalam hidupnya senantiasa berusaha
terwujudnya kerajaan Allah. Orang tersebut tidak dikuasai oleh dirinya sendiri dan
dosa-dosa namun Allah sendiri yang menjadi penentu dalam setiap tindakannya
(Mandagi, 1994: 12-14).
Setiap orang dikuatkan dalam sakramen penguatan, setiap anggota Gereja
dipanggil untuk mewartakan karya keselamatan Allah dalam Kristus dan Gereja-
Nya kepada semua orang. Mewartakan kerajaan Allah berarti mewartakan suka
cita yang menghidupkan dalam semua bidang tidak hanya dalam bidang
kerohanian namun setiap bidang pelayanan. Salah satu yakni bidang pendidikan
dengan maksud bahwa menyelamatkan setiap orang melalui ilmu pengetahuan
yang diberikan dari seorang guru kepada murid-muridnya. Hal yang menjadi salah
satu bentuk perwujudan panggilan itu adalah pelayanan dalam bidang pendidikan.
Pelayanan para guru dalam bidang pendidikan juga merupakan bentuk partisipasi
dalam pelayanan Kristus dan Gereja-Nya. Namun, pelayanan para awam dalam
bidang pendidikan tidak dengan sendirinya merupakan perwujudan panggilan
Kristus dan Gereja-Nya. Ini baru berlaku kalau mereka disemangati dan dijiwai
oleh Kristus dan Injil-Nya seperti memperkembangkan pribadi dan membentuk
manusia utuh lewat pelayanan itu. Sejauh pelayanan itu menyinarkan semangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
31
Kristus dan Injil-Nya, maka pelayanan itu merupakan perwujudan iman (Mandagi,
1994: 20-21).
Menurut Sufiyanta (2014: 70-95) pelayanan guru Katolik perlu dilandasi
dengan 10 keutamaan guru Kristiani:
1. Siap Sedia
Keutamaan siap sedia merupakan sikap sekaligus kemampuan untuk selalu
terbuka pada anugerah perutusan yang diberikan oleh atasannya (pembesar) yang
bertindak sebagai wakil Tuhan. Di balik keutamaan ini terkandung kesediaan dan
kehendak kuat untuk lebih taat melakukan tugas yang diberikan daripada
keinginan untuk mengerjakan tugas yang disenangi. Selain itu terkandung
kerendahan hati yang besar.
Keutamaan siap sedia adalah voluntif (kehendak kuat). Siap sedia juga
berarti bahwa mau memberikan diri secara utuh untuk melayani di nama pun
ditugaskan. Keutamaan itu nampak dari kata “ya saya mau” meskipun ia sendiri
belum mengetahui akan ditugaskan di mana atau tugas apa yang akan diembankan
kepadanya maka kemauaan untuk memberi diri itulah keutamaannya. Keutamaan
bagi para guru adalah keutamaan Kristiani karena pribadi kita senantiasa terbuka
untuk menerima Roh Kristus dan siap dipakai oleh-Nya. Keutamaan ini memuat
dua hal yang penting yaitu mau dan mampu dengan demikian siap dan mampu
memiliki tanggung jawab dengan apa yang ditugaskan. Maka ciri dari keutamaan
siap sedia seperti halnya para murid yang segera bergegas meninggalkan
pekerjaannya setelah Yesus mengatakan: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
32
Kujadikan penjala manusia” (Mat. 4:18-22). Para guru pun diajak agar mau dan
mampu meneladani keutamaan ini (Sufiyanta, 2014: 70-71).
2. Totalitas
Totalitas di sini berarti kemauan untuk membiarkan Roh Allah secara total
bekerja melalui dan di dalam diri setiap orang. Total dalam pelayanan berarti
menyerahkan diri seutuhnya untuk mengajar di bidangnya dengan total dan tuntas
dengan menyerahkan segala kelemahan dan kekuatan dalam suatu pelayanan.
Keutamaan ini merupakan salah satu keutamaan yang sungguh mendukung
keutamaan siap sedia maka, di dalam totalitas terdapat sekaligus penyerahan diri
seutuhnya dan perjuangan diri sepenuh-penuhnya.
Inilah pengertian mendasar dari totalitas. Total tidak hanya dalam
melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Namun total berarti ia mau
menyerahkan diri dan dengan penuh kepercayaan dalam komunitasnya. Dalam
arti yang lebih mendalam, arah komitmen sebenarnya bukan pada tugas,
melainkan pertama-tama pada pribadi-pribadi yang bersamanya ingin menggapai
misi bersama itu.
Keutamaan totalitas secara Kristiani diwartakan melalui kisah janda miskin
yang mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan (Mrk. 12: 41-44).
Kisah itu memperjelas makna terdalam tentang totalitas. Total berarti
mempersembahkan seluruhnya kepada pribadi yang kita cintai dan kita layani.
Bukan pertama-tama total pada tugas yang kita emban namun total menyerahkan
diri seluruhnya dan seutuhnya dengan segala (kekuatan dan kelemahan) kepada
pribadi yang berjalan bersama melaksanakan tugas perutusan. Pribadi-pribadi itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
33
adalah Yesus Kristus. Maka melalui kisah janda miskin ini para guru Kristiani
diajak untuk memiliki totalitas dan komitmen kepada Yesus Kristus dalam
melaksanakan tugas perutusan sebagai pendidik. Dalam totalitas itulah
kebahagiaan dialami secara penuh (Sufiyanta, 2014: 72-74).
3. Cura Personalis
Keutamaan ini memiliki dasar pada ketrampilan mempraktikkan cinta kasih
dalam relasi hati antarpribadi. Guru memberi perhatian kepada masing-masing
pribadi dengan intensitas yang sesuai kebutuhan masing-masing. Istilah dalam
bahasa Latin ini bergema khas dalam pendidikan menurut tradisi Santo Ignatius
Loyola. Istilah cura personalis berarti memberi perhatian kepada setiap pribadi
(manusia) secara pribadi, tekanannya pada kata “hati”. Memberi perhatian berarti
memberi “hati” atau memberi “jantung” kepada pribadi yang dilayaninya.
Setiap guru yang memberi perhatian kepada muridnya secara pribadi dengan
intensitas yang sesuai kebutuhan berarti guru tersebut mempraktikkan keutamaan
cura personalis. Setiap pribadi murid itu unik maka perlu diperhatikan secara
pribadi. Salah satu tanda atau ciri yang paling tampak dari cura personalis adalah
mengenal setiap pribadi secara personal, seperti gembala mengenal domba-
dombanya sehingga domba-dombanya pun mengenalnya. Dengan demikian
mengenal itu tidak hanya sekedar mengetahui nama dari murid tersebut namun
sungguh-sungguh tidak membiarkan asumsi-asumsi mempengaruhi guru namun ia
mampu bertindak sesuai situasi riil muridnya sehingga sungguh menjawab
kebutuhan dari muridnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
34
Bagi seorang guru Kristiani keutamaan cura personalis merupakan senjata
maha dahsyat di dalam menemani perjalanan para muridnya karena apabila secara
iman kita melihat fakta sejarah Yesus sebagai guru yang sungguh mengenal setiap
pribadi murid-murid-Nya beserta karakter dan kepribadiannya. Untuk dapat
mengenal pribadi murid, Yesus menjalin relasi dan komunikasi yang mendalam
dengan para murid. Lebih daripada itu, Yesus membawa setiap pribadi murid-Nya
dalam doa-doa kepada Bapak (Bdk. Yoh.17:9, 15,20).
Dengan demikian seorang guru memberi perhatian tidak hanya di tempat ia
bekerja namun juga di dalam hati dengan setiap doa yang diutarakan kepada Bapa
(Sufiyanta, 2014: 75-77).
4. Kerja Keras dan Mutu
Keutamaan ini merupakan tuntutan profesionalitas dan totalitas. Selain itu,
keutamaan kerja keras dan mutu dilakukan sebagai penghayatan iman bahwa ia
melakukan semuanya karena ingin dipersatukan bersama Allah dan Yesus Sang
Guru sejati. Kerja keras mengidentifikasi kemauan untuk mencurahkan seluruh
tenaga dan waktu, sedangkan mutu mengidentifikasi kemauan untuk memberi
semua kemampuan dan potensi diri. Keutamaan kerja keras dan mutu ini
dilakukan sebagai penghayatan iman bahwa semua yang dilakukan itu karena
ingin dipersatukan bersama Allah sendiri, yang di dalam Yesus Kristus, telah
berkerja keras demi kebahagiaan dan keselamatan umat manusia. Dalam kitab
suci kita juga sering mendengar tentang perumpamaan “baik yang menanam
maupun yang menyiram adalah sama, dan masing-masing akan menerima
upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri” (1Kor. 3:8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
35
Allah mengganjar kita untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dalam tugas
yang kecil atau maupun tanggung jawab yang besar di mana kita mau memberi
seluruh tenaga dan waktu serta potensi diri yang kita miliki. Namun sebaliknya
anda yang sungguh memiliki kerja keras dan mutu maka di kedalaman hati anda
akan ada loyalitas sekaligus visi yang jelas ketika menjalankan tugas (Sufiyanta,
2014: 78-80).
5. Sense of Belonging / Tanggung Jawab
Dengan keutaman ini seseorang mampu dan menyadari tugasnya dengan
demikian segera ia laksanakan hingga selesai. Memiliki sense of belonging berarti
bertanggung jawab dan merasa memiliki terhadap kelangsungan hidup warga
komunitas dan institusinya di mana tempat ia melayani. Sense of belonging dapat
dimengerti sebagai “rasa memiliki’ atas segala hal yang mendukung kepada
tujuan mulia kehidupan ini. Maka, dalam konteks pendidikan tidak hanya
terhadap masa depan para murid yang dididik tetapi sense of belonging juga
berarti bertanggungjawab dan punya “rasa memiliki” terhadap suatu pekerjaan
yang diemban. Keutamaan ini sangatlah penting bagi seorang guru dalam
tugasnya untuk mengambil peran aktif dalam dunia pendidikan demi
menyelamatkan para muridnya. Hidup guru seperti inilah yang sangat dibutuhkan
di daerah-daerah terpencil seperti di pedalaman-pedalaman (pegunugan) karena
untuk mengajar mereka harus mengatasi berbagai kesulitan mulai dari jarak yang
jauh, tidak adanya kendaraan, dan iklim yang sangat dingin (Pegunungan).
Namun bukan berarti di kota atau di tempat yang semua serba ada tidak lagi
bisa mengembangkan rasa tanggung jawab. Komitmen dan rasa memiliki tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
36
dapat dihayati sehingga keutamaan ini sungguh-sungguh dilaksanakan di mana
pun mereka ditugaskan. Dengan demikian, tujuan bersama dapat tercapai dengan
tanggung jawab dari masing- masing pribadi.
Keutamaan sense of belonging dengan demikian punya tumpuan pada
pengharapan yang kokoh akan masa depan yang lebih baik, lebih
menyejahterakan orang lain, lebih membangun citra manusia yang lebih baik
melalui tindakan konkret. Keutamaan ini berarti memberi diri bagi keselamatan
dan masa depan yang lebih baik. Maka rasa memiliki berupa pemberian diri dan
pengorbanan diri bagi sesama seperti terungkap dalam kata-kata dari Yesus
sendiri. “Setiap orang yang mengikuti Aku, itu harus menyangkal dirinya,
memikul salibnya dan mengikuti Aku” (Mat. 16:24). Dengan demikian para guru
pun diajak untuk mengorbankan diri demi mengikuti Yesus (Sufiyanta, 2014: 81-
83).
6. Melayani dengan Rendah Hati
Keutamaan melayani dengan rendah hati merupakan sikap yang siap
menjadi orang nomor dua dengan maksud bahwa tidak menonjolkan dirinya
namun terus berjuang untuk melayani demi banyak orang yang membutuhkan.
Keutamaan ini sangat nampak dalam peristiwa Yesus membasuhi kaki para
murid-Nya pada waktu perjamuan malam terakhir. Menjadi rendah hati
merupakan perpaduan antara sikap hati yang menempatkan orang lain lebih dari
diriku, sekaligus tindakan tangan untuk melayani. Melayani dengan rendah hati
juga berarti siap menjadi orang nomor dua atau di balik layar, atau yang berbuat
tetapi siap untuk tidak diperhitungkan peranannya. Keutamaan melayani dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
37
rendah hati memerlukan latihan serta keberanian memohon rahmat untuk diberi
sikap rendah hati tersebut.
Melayani dengan rendah hati dalam konteks pendidikan berarti
menomorsatukan para murid yang sedang dididiknya. Menghargai setiap pribadi
karena masing-masing pribadi memiliki keunikan yang berbeda-beda. Dengan
rendah hati mampu membentuk relasi antara guru dan murid yang dalam sehingga
dalam mendidik semakin mudah dan cepat untuk dimengerti oleh para muridnya
(Sufiyanta, 2014: 84-85).
7. Bijaksana
Keutamaan bijaksana diharapkan tumbuh dan hidup dalam diri setiap guru
Kristiani. Seorang guru Kristiani sejati pada dasarnya adalah seorang filosof atau
orang yang mengajarkan filosofi kehidupan (berasal dari kata philosophia, berarti
pencinta kebijaksanaan). Maka seorang guru selain mengajar pengetahuan dan
keterampilan hidup juga diajak untuk membantu para murid bisa melihat ke dalam
dan mencintai kebijaksanaan. Dengan demikian lahir orang-orang muda yang
bijaksanan dalam bangsa ini.
Dengan keutamaan ini seorang guru mampu membawa muridnya hingga
melihat dan mengenal kedalaman hidupnya sehingga mampu bertindak sesuai
ajaran guru tersebut. Dengan demikian guru mampu membagi hal positif melalui
sikap dan tindakannya sehari-hari yang menjadi contoh konkret dari apa yang
diajarkan kepada para muridnya. Keutamaan ini mampu mengantarkan muridnya
kepada kedewasaan yang cukup matang sehingga mampu memilih dan memilah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
38
suatu pilihan dan menentukan keputusan dengan bijaksana (Sufiyanta, 2014: 86-
88).
8. Memperjuangkan Kebenaran
Mampu memperjuangkan dengan bertindak di tengah situasi kegelapan hati
nurani sungguh-sungguh tidak mudah, karena bertindak demikian di zaman
sekarang menjadi sebuah bentuk kemartiran, karena memperjuangkan kebenaran
dan keadilan (martyrium veritatis et iustitiae). Tujuan keutamaan ini memiliki
prinsip dasar yang sama dengan mengejar kebijaksanaan. Keutamaan ini pada
akhirnya untuk mengalahkan diri sendiri dengan segala keinginan dan keegoisan
kita.
Keutamaan ini pada gilirannya membawa diri untuk memenangkan Allah
dan kehendak kebenaran-Nya bagi hidup dan orang-orang yang dilayani. Dengan
demikian tugas sebagai guru Kristiani adalah menularkan energi positif, yakni
keberanian memperjuangkan kebenaran ini kepada para murid, “Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup,” kata Yesus (Yoh. 14:6). Kata-kata Yesus ini sungguh
mengajak para guru Kristiani supaya bertindak dalam kebenaran sehingga
memberi pengaruh positif kepada para murid. Dengan demikian pengaruh positif
itu sungguh menjadi jalan untuk perkembangan para murid (Sufiyanta, 2014: 89-
91).
9. Mudah Bersyukur
Keutamaan mudah bersyukur memiliki kekuatan yang dahsyat. Diharapkan
setiap guru Kristiani memiliki sikap mudah bersyukur. Pribadi yang mudah
bersyukur adalah pribadi yang paling bahagia. Ia bersyukur atas segala sesuatu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
39
Pribadi yang demikian sungguh selalu akan merasa bahagia dalam keadaan apa
pun; selain itu selalu berpikir positif, bahkan ia mampu merasakan hati Allah yang
selalu mencintainya lewat setiap pengalaman yang ia peroleh dan ia syukuri.
Keutamaan mudah bersyukur merupakan tanda bahwa pribadi itu secara
iman sehat. Dengan iman yang sehat mampu meneladani apa yang diajarkan oleh
Yesus sendiri di mana Yesus Kristus selalu meluangkan waktu-Nya untuk berdoa
dan bersyukur kepada Bapa-Nya. Maka dalam doa dan rasa syukur guru Kristiani
disertakan juga doa-doa untuk para muridnya.
Keutamaan mudah bersyukur adalah keutamaan anak kecil, yang disebut
Yesus sebagai empunya Kerajaan Allah. Sebagaimana anak kecil itu mudah
kagum dan bersama dengannya ia pun bersyukur akan memancar melalui
beningnya mata dan girangnya hati. Keutamaan ini pertama-tama rahmat yang
dikaruniakan Allah kepada umat-Nya. Oleh karena itu, selayaknya kita senantiasa
mudah bersyukur atas setiap hal yang diberikan oleh Allah kepada kita. Dan
sebagai guru Kristiani ia pun mempunyai tugas untuk mengajak anak-anak untuk
memiliki keutamaan muda bersyukur kepada Allah (Sufiyanta, 2014: 92-94).
10. Berpengharapan
Keutamaan berpengharapan bagi seorang guru yang paling terasa adalah
penantian akan kedatangan tanggal gajian. Tidak buat diri sendiri namun buat
keluarga. Menantikan peristiwa yang melegakan dan menggembirakan itulah
salah satu aspek dari keutamaan berpengharapan. Maka hal ini tidak berhenti pada
penantian tanggal gajian, meskipun bagi seorang guru gaji dapat diibaratkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
40
kehidupan itu sendiri karena guru itu hidupnya hanya dari gaji (yang terkadang
terlambat diterima dan tidak cukup).
Spiritualitas yang terkandung di balik keutamaan berpengharapan adalah
kemurahan hati Allah sendiri yang pasti menjamin kelangsungan hidupnya.
Berpengharapan berarti mengandalkan Allah yang memberi jaminan keselamatan
dan jaminan masa depan yang lebih baik. Allah adalah sumber dari pengharapan.
Dan jaminan dari Allah sangat nyata melalui Roh Kudus yang Ia utus untuk
membimbing kita kepada jalan kebenaran dan hidup. Begitu pula guru Kristiani
diajak untuk membawa para murid yang ia didik untuk sampai kepada
pengharapan akan jalan kebenaran dari Allah. Dengan demikian para murid pun
mampu merasakan kedekatan dengan Allah sendiri, Sang Pemberi Harapan bagi
semua umat yang dikasihi-Nya (Sufiyanta, 2014: 95-96).
C. Tujuan Pelayanan
Thomas O’Meara dalam Madya Utama (2013: 17) mengatakan bahwa
tujuan dari pelayanan (ministry) adalah memberikan kesaksian tentang kerajaan
Allah serta mengupayakan agar kerajaaan Allah tersebut sungguh mulai terwujud
di dunia ini dan sekarang ini. Pemahaman tentang tujuan pelayanan seperti ini
juga digarisbawahi oleh Konsili Vatikan II dalam dokumennya, Konstitusi
Pastoral tentang gereja di Dunia dewasa ini, Gaudium et spes (GS): “Sementara
Gereja membantu dunia dan menerima banyak dari dunia, satu-satunya tujuannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
41
adalah supaya datanglah Kerajaan Allah dan terwujudlah keselamatan segenap
bangsa manusia” (GS, art. 45).
Jadi tujuan setiap pelayanan ialah membawa sesama untuk merasakan dan
mengalami keselamatan dari Yesus. Cara mengetahui bahwa seseorang sungguh-
sungguh melayani adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan: apakah orang
yang dilayani menjadi lebih sehat, lebih bijaksana, lebih bebas, lebih mandiri, dan
kemudian siap untuk melayani orang lain sehingga mutu hidup mereka menjadi
lebih baik dan setidak-tidaknya mutu hidup mereka tidak menjadi lebih buruk
(Madya Utama, 2013: 17).
Mengajar menjadi sebuah pelayanan kalau guru melangkah lebih jauh
daripada sekedar menyampaikan ilmu dan bersedia memberi pengalaman
hidupnya sendiri kepada muridnya, sehingga kecemasan yang melumpuhkan
dapat disingkirkan. Dengan demikian tujuannya adalah pemahaman yang
membebaskan dapat terjadi dan belajar yang sesungguhnya dapat berjalan
(Nouwen, 1986: 28).
Sebuah pelayanan khususnya terhadap para murid sangat memerlukan sikap
kreatif dari seorang guru sehingga mengajar itu lebih dari sebuah profesi yakni
guru itu sendiri. Misalkan dari belajar yang diwarnai kekerasan menuju cara
belajar yang membebaskan. Belajar yang diwarnai dengan kekerasan memiliki
beberapa ciri-ciri; misalnya, persaingan telah menjadi salah satu ciri pendidikan
modern yang paling tersebar luas dan merusak. Cara para murid memandang
kawan-kawan dan guru mereka, cara mereka mengharapkan nilai dan gelar, cara
mereka mempersiapkan ujian dan sebagainya, semuanya itu banyak yang diwarnai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
42
dengan semangat permusuhan. Selain persaingan, satu arah merupakan ciri kedua
dari pengajaran yang diwarnai kekerasan. Pada dasarnya pengajaran merupakan
proses satu arah, yang menunjukkan kalau seseorang lebih pintar dari pada yang
lain. Dalam rangka ini guru mempunyai kedudukan kuat: dia tahu dan harus tahu.
Maka seluruh harapan adalah dari guru kepada murid, dari yang tahu kepada yang
tidak tahu. Pada dasarnya pengajaran adalah proses satu arah. Ciri ketiga adalah
mengasingkan. Salah satu ciri ini sering terjadi tidak hanya guru kepada murid
namun juga antarmurid. Terkadang guru memberi cap yang negatif kepada salah
satu murid dan lambat laun ia menjadi terasingkan dari guru dan kawan-kawanya.
Hal ini merupakan salah satu tindakan yang tidak boleh dimiliki oleh seorang guru
yang sungguh mau melayani dengan hati (Nouwen, 1986: 28-31).
D. Guru Kristiani Sebagai Pendidik
Pendidik adalah orang yang membantu pembentukan manusia sehingga
menjadi manusia yang utuh. Untuk menjadi pendidik orang perlu mempersiapkan
diri agar pelayanannya dilaksanakan sebagai profesi dan sekaligus panggilan.
Mereka terpanggil untuk mendampingi siswa dalam pelayanan pendidikan menuju
pendidikan yang memanusiakan manusia, dengan demikian pendidikan semakin
berkualitas. Sebagai guru juga harus selalu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut: panggilan dari hati nurani, senantiasa menyayangi dan mencintai peserta
didik, menerima peserta didik dengan segala kekurangan dan kelemahannya, tidak
memilih keberadaan peserta dan menjalankan tugas serta fungsi sebagai guru
dengan penuh rasa tanggung jawab secara maksimal dan menyadari sepenuhnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
43
akan tugas dan fungsi sebagai guru (Komisi Pendidikan dan KWI-MNPK, art.
15).
Seorang pendidik pun diharapkan memiliki kreativitas. Maksudnya seorang
guru dituntut untuk memiliki berbagai metode mengajar sehingga mampu
memacu semangat belajar murid. Untuk itu guru pun dituntut supaya membaca
buku agar memperluas dan menambah kreativitas. Selain itu jangan hanya puas
dengan gaji dari sekolah setiap bulan. Karena gaji yang diterima tak akan cukup
memenuhi kebutuhan keluarga maka perlu melakukan terobosan-terobosan baru
dalam mengisi waktu luang di luar proses belajar mengajar di Sekolah. Bila
seorang guru kreatif ia akan mampu memenuhi kebutuhan itu (Djono Moi, 2016:
98).
Mandagi, (1994: 21-22) mengatakan bahwa kaum awam adalah pendidik.
Pendidik merupakan profesi mereka di sekolah. Pelayanan mereka bukan suatu
profesi saja melainkan suatu panggilan. Mereka terpanggil untuk mendampingi
para murid dalam perjalaman menuju Kristus, manusia sempurna, yang menjadi
arah pembentukan manusia yang bijaksana, hal inilah yang ingin dicapai melalui
pendidikan di sekolah.
Menurut Mandagi guru Kristiani sebagai pendidik bukan hanya orang
profesional yang secara sistematis dan trampil yang dapat memindahkan
sekumpulan pengetahuan kepada siswa. Yang dimaksudkan dengan pendidik
Katolik ialah awam Katolik yang menjadikan Injil Kristus sebagai dasar dan
sumber bagi segala usahanya demi perkembangan siswanya menjadi manusia
berkepribadian utuh, bertanggung jawab, sanggup memilih secara bebas dan utuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
44
orang yang mampu meresapkan Injil serta berani melaksanakan dalam kehidupan
yang real orang yang mampu menghubungkan imannya dengan kebudayaan dan
hidup. Kaum awam sebagai pendidik adalah orang yang melalui tugas dan
jabatannya di sekolah memperkenalkan Kristus dan karya keselamatan-Nya
kepada seluruh masyarakat pendidik, terutama bagi siswa-siswinya.
Bagi Mandagi (1994: 22) tidak cukup orang memiliki identitas panggilan
sebagai pendidik Katolik. Identitas itu harus dihayati sehingga melibatkan seluruh
pribadi. Seorang pendidik Katolik harus mampu memberi kesaksian dalam hidup
tentang apa yang dihayatinya khususnya dalam tugas perutusannya di sekolah,
baik dalam hubungan langsung dengan siswa di sekolah maupun di dalam hidup
masyarakat di luar sekolah. Semakin lengkap kesaksian yang dapat diberikan oleh
seorang pendidik mengenai model pribadi yang ideal, maka pribadi yang ideal itu
akan semakin dipercaya dan dicontoh. Pribadi yang ideal itu akan dilihat masuk
akal dan pantas diteladani. Tanpa kesaksian konkret, maka Kristus yang
diperkenalkan melalui tugasnya sebagai pendidik akan dianggap mustahil. Namun
sebaliknya. semakin nampak nilai-nilai ini dalam tindakan pendidik, maka
semakin mungkin bahwa siswa-siswi mencontoh pribadi Kristus. Untuk itu nilai-
nilai harus sungguh-sungguh dihayati, misalnya dengan doa, renungan, dan
membaca Kitab Suci.
E. Kesimpulan
Identitas guru Kristiani menampilkan suatu sikap yang berani merendahkan
diri, melayani secara tulus dan memberi teladan kepada murid-muridnya. Sama
halnya dengan yang dilakukan Yesus kepada para murid-Nya dengan membasuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
45
kaki mereka. Maka wibawa sejatinya seorang guru akan bersinar lebih terang
ketika dirinya mau melayani dengan rendah hati dan memberi teladan kepada
muridnya. Dengan begitu guru mampu menyampaikan kebijaksanaan dan
keutamaan hidup yang memberi hidup yang baru bagi para muridnya. Hal yang
lebih penting daripada profesi adalah keikut-sertaan dalam tugas Kristus.
Pelayanan guru merupakan keikut-sertaan dalam tugas peutusan Kristus di
dunia. Pelayanan guru tidak selalu berkaitan dengan mengajar di sekolah saja
melainkan juga dalam kehidupan keseharianya melalui hidup konkretnya dengan
memberi teladan dan motivasi bagi orang di sekitarnya. Inilah yang disebut guru
yang bersedia memberi hidupnya sebagai pelayanan kepada muridnya. Pelayanan
dari seorang guru dengan cinta yang sungguh berasal dari hati mampu menyentuh
kedalaman hidup setiap pribadi muridnya. Dengan demikian mereka menemukan
Yesus dalan diri guru tersebut dan mengalami cinta yang berasal dari-Nya. Semua
ini terlaksana karena dilandasi dengan sepuluh keutaman guru Kristiani.
Dengan demikian, tujuan pelayanan adalah memberi kesaksian tentang
Kerajaan Allah serta mengupayakan Kerajaan Allah sungguh terwujud di dunia.
Tujuan setiap pelayanan ialah membawa sesama untuk merasakan dan mengalami
keselamatan dari Yesus, di mana kebahagian, kesejahteraan dan suka cita dialami
setiap orang dan mampu bersyukur dengan yang dialami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
46
BAB IV
UPAYA-UPAYA PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS
PELAYANAN GURU
Dalam bab sebelumnya penulis menjabarkan tentang Identitas Guru Katolik,
Pelayanan Guru, Tujuan Pelayanan, dan guru sebagai pendidik. Setelah melihat
permasalahan yang ada maka dalam Bab ini penulis akan menjabarkan usulan
berupa upaya pengembangan Spiritualitas Pelayanan Guru.
A. Katekese Sebagai Salah Satu Upaya Mengembangkan Spiritualitas
Pelayanan Guru
1. Pengertian tentang Katekese
Pengertian katekese berkembang terus-menerus seiring dengan
perkembangan zaman dan Gereja. Menurut Direktorium Kateketik Umum yang
dikeluarkan pada 1971 oleh Kongregasi Suci untuk Para Klerus dalam art. 21
dikatakan bahwa
katekese diartikan sebagai karya gerejani yang mengantarkan kelompok maupun
perorangan kepada iman yang dewasa. Dengan bantuan katekese, kelompok-
kelompok umat Kristen memperoleh bagi diri mereka pengetahuan yang lebih
hidup dan mendalam tentang Allah dan tentang rencana penebusan. Dan bahwa
semuanya itu berpusat pada Kristus, Sabda Allah yang menjadi manusia. Mereka
lalu membangun diri sendiri dengan selalu berusaha mendewasakan dan
memperdalam iman. Mereka juga mau membagi kedewasaan iman mereka dengan
orang lain yang juga ingin memilikinya.
Katekese merupakan karya pastoral Gereja. Melalui katekese, umat
memperoleh pengetahuan dan dengan ini iman yang telah mulai tumbuh pada
waktu pembaptisan dihantar menuju kepada kedewasaan. Semuanya berpusat
pada Kristus. Dengan demikian, umat yang menuju kedewasaan iman itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
47
membangun diri dalam Kristus sehingga iman menjadi dewasa dan mendalam.
Selanjutnya ini dibagikan kepada yang lain melalui sharing pengalaman yang
bersama direfleksikan guru dan ini akan menjadi pengalaman iman.
Perjalanan pertumbuhan iman menuju kedewasaan itu diteguhkan oleh Paus
Yohanes Paulus II melalui Anjuran Apostoliknya Catechesi Tradandae pada 16
Oktober 1979 yang menegaskan bahwa
katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa
dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang
pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud
mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (1979: 171).
Dalam katekese, umat mendalami pribadi dan Sabda Yesus dengan tujuan
agar iman yang telah mulai tumbuh pada waktu pembaptisan semakin
berkembang menjadi dewasa. Maka dengan momen katekese ini diharapkan setiap
pribadi umat sungguh mengalami perkembangan iman ke arah yang semakin
dewasa (Hardawiryana, 1992: 171).
Selain pengertian katekese menurut kedua dokumen yang bersifat
internasional tersebut, ada juga pengertian yang merupakan arah katekese
Indonesia, yang dihasilkan oleh Pertemuan Kateketik antarkeuskupan se-
Indonesia yang pertama (PKKI I), yang dilaksanakan di Sindanglaya, Jawa Barat,
pada Juli 1977. PKKI I menegaskan bahwa “katekese adalah komunikasi iman
umat, katekese dari umat dan untuk umat, katekese yang menjemaat, yang
bersadarkan pada situasi konkret setempat menurut pola Yesus Kristus” (art. 9).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
48
Pengertian tentang katekese menurut PKKI I tersebut disempurnakan pada
PKKI II yang dilaksanakan di Klender, Jakarta, pada Juni 1980. PKKI II
merumuskan katekese, yang kemudian dikenal sebagai Katekese Umat, sebagai
komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota
jemaat/kelompok, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara
semakin sempurna. Sebagai pola dan penentu Katekese Umat adalah Yesus
Kristus. Dengan Katekese Umat, mereka makin bersatu dalam Kristus, makin
menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan
Gereja semesta sehingga sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup
di tengah masyarakat.
Rumusan katekese dari PKKI II tersebut menyatakan bahwa katekese adalah
komunikasi iman. Tekanan pada komunikasi di sini bukan saja antara
pembimbing dan peserta tetapi terlebih komunikasi antarpeserta. Yang
dikomunikasikan adalah pengalaman iman bukan pengetahuan tentang rumusan
iman. Tugas pemimpin katekese adalah sebagai pengarah dan pemudah
(fasilitator). Ia adalah pelayan yang menciptakan suasana komunikatif. Ia
membangkitkan gairah supaya para peserta berani berbicara secara terbuka. Ia
mampu menciptakan suasana yang menjemaat; maksudnya, umat yang sederajat
yang saling bersaksi tentang iman mereka masing-masing. Peserta berdialog
dalam suasana terbuka, yang ditandai dengan sikap saling menghargai dan saling
mendengarkan. Dengan demikian, setiap pengalaman dari setiap peserta sungguh
saling memperkaya setiap pribadi yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
49
Peserta katekese umat adalah semua orang beriman yang sudah memilih
Kristus sebagai pola hidupnya; kerena itu, Kitab Suci, khususnya Penjanjian Baru
menjadi dasar penghayatan dan pengungkapan iman setiap peserta. Dengan
komunikasi iman dalam katekese umat, peserta semakin bertobat. Sebagai sesama
dalam iman, peserta merasa diri sederajat, saling bersaksi tentang iman mereka
dan bersama-sama menuju kepenuhan hidup dalam Kristus. Peserta semakin
sempurna beriman, membuka diri dan merasakan Allah dalam hidup dan situasi
masyarakat (Komisi Kateketik KWI, 2007:11-13).
Dari beberapa pengertian di atas, maka pengertian katekese menurut penulis
adalah usaha pembangunan dan pengembangan iman umat secara terarah.
Pengembangan iman ini dilaksanakan oleh umat melalui komunikasi iman
sehingga iman mereka semakin diperkokoh. Umat sebagai pribadi maupun
kelompok semakin bertobat, serta mengalami perjumpaan dengan Yesus Kristus
yang menjadi pola kehidupannya. Akhirnya, mereka mampu mewujudkan diri
sebagai orang Kristiani yang dewasa, memberi kesaksian tentang Kristus dalam
kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Iman mereka yang terarah kepada
Allah sehingga yang dilaksanakan dalam kehidupan adalah kehendak Allah atau
seturut dengan Kehendak-Nya.
2. Tujuan Katekese
Tujuan katekese sebagaimana dirumuskan oleh Kongregasi Suci untuk para
Klerus dan dinyatakan dalam Direktorium Katekese Umum artikel 17, adalah
“membuat iman umat menjadi hidup, sadar dan aktif lewat cara pengajaran.”
Tujuan ini mau mengatakan bahwa iman umat diperkembangkan dan diperkuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
50
serta diperdalam melaui katekese sehingga umat menyadari kehidupan imannya
menjadi dasar bagi tindakannya. Dengan demikian, menurut penulis, pengertian
katekese bukan pengajaran karena melalui pengajaran hanya membuat umat
semakin tahu dan pandai saja, belum sampai pada kedalaman hidup beriman
(Kongregasi Suci Untuk para Klerus, 1971:35).
Menurut Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostoliknya yang berjudul
Catechesi Tradendae, “tujuan khas katekese adalah berkat bantuan Allah
mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari
memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan perihidup Kristen
umat beriman.” Melalui tujuan ini Yohanes Paulus II mau menyatakan bahwa
iman yang sudah mulai tumbuh pada waktu pembaptisan, merupakan berkat
bantuan rahmat Allah, dikembangakn melalui katekese sehingga kehidupan
beriman semakin menjadi dewasa. Kedewasaan dalam beriman merupakan
pancaran seseorang yang telah mantap dalam kehidupan Kristianinya; sikap dan
tindakan dalam hidup bermasyarakat sehari-hari merupakan perwujudan imannya
(Paus Yohanes II, 1979: 172).
Tujuan katekese menurut PKKI II yang mengartikan katekese sebagai
komunikasi iman adalah
1. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman
kita sehari-hari.
2. Dan kita bertobat (Metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-
Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari.
3. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan
cinta kasih dan semakin dikukuhkan hidup Kristiani kita.
4. Pula kita semakin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas
mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengkokohkan Gereja semesta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
51
5. Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di
tengah masyarakat (Komisi kateketik KWI, 1993: 10).
Kelima macam tujuan Katekese Umat ini menurut penulis, dapat dibagi
menjadi 2 bagian yaitu pertama katekese bertujuan untuk membangun iman secara
pribadi sehingga hidup Kristianinya menjadi dewasa (nomor 1-3). Kalau masing-
masing anggota menjadi dewasa, maka kedewasaan umat (kelompok) terjadi juga.
Kedua nomor 4 dan 5 merupakan tujuan secara kelompok sebagai Gereja yang
dipanggil dan diutus untuk senantiasa membarui hidup agar terlibat dalam
pembangunan dan pengembangan masyarakat.
Tujuan tersebut menunjukkan bahwa katekese umat ingin membangun
Gereja. Keselamatan diperuntukkan bagi segenap umat. Dengan melaksanakan
tugas pastoral Gereja (salah satunya adalah katekese), Gereja semesta hidup dan
sekaligus mendorong umat untuk mewujudkan Gereja setempat agar Kristus
semakin hidup dan meraja di tengah masyarakat. Dari beberapa tujuan katekese
tersebut maka tujuan katekese menurut penulis adalah agar dalam terang Injil
iman umat semakin hidup, berkembang menuju kedewasaannya. Dalam
kehidupan sehari-hari, umat semakin membuka hati dan peka terhadap sapaan
Allah. Mereka semakin mampu melihat dan mengalami serta menyambut
kehadiran Allah sebagai wujud kasih-Nya. Dengan demikian umat bertobat,
membarui hidup, sehingga semakin bersatu dengan Yesus. Pembaruan dan
kesatuan ini menggerakkan hidupnya untuk memberi kesaksian tentang Yesus,
semakin melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat sehingga situasi
masyarakat dibarui juga (Komisi Kateketik KWI, 1993: 10).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
52
3. Proses Katekese
Mengingat bahwa katekese bertujuan untuk membangun iman jemaat yang
diwujudkan dalam konteks hidup sehari-hari, maka menurut penulis katekese
merupakan salah satu cara yang tepat untuk membantu menjawab keprihatinan
Gereja. Adapun keprihatinan Gereja adalah bagaimana nilai-nilai yang terkandung
dalam Tradisi dan Visi Kristiani menjadi milik jemaat baik secara pribadi maupun
komunal. Melalui katekese nilai-nilai tersebut digali, direnungkan dan dihayati
serta diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Dalam
katekese terdapat tiga unsur pokok yang perlu ada, yaitu kehidupan peserta,
Tradisi dan Visi Kristiani serta komunikasi (sharing/dialog), baik maupun
komunikasi antara kehidupan peserta dengan tradisi dan visi Kristiani.
Unsur pertama katekese adalah peserta. Dalam tulisan ini, yang dimaksud
dengan peserta adalah para guru SD YPPK Bilogai. Kehidupan mereka sebagai
guru Katolik, secara khusus dari segi spiritualitas, berada dalam permasalahan dan
berhadapan dengan tantangan. Keadaan mereka itu merupakan titik tolak proses
katekese. Para guru adalah subjek katekese. Agar katekese dapat menyentuh,
maka keadaan mereka itulah yang diolah, direnungkan, direfleksikan, dan
diinterpretasikan dalam terang Injil untuk menemukan kehendak Tuhan dan nilai-
nilai baru bagi hidup serta pelaksanaan tugasnya. Penemuan itu disharingkan,
dibatinkan sehingga sungguh menjadi pengalaman iman personal yang sungguh
berarti.
Unsur kedua yang perlu ada yaitu Tradisi dan Visi Kristiani. Yang
dimaksud dengan Tradisi (dengan huruf besar T) dalam Gereja berarti bukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
53
hanya menjelaskan tentang sejarah naratif atau adat istiadat ritual masa lampau,
tetapi juga mencakup seluruh pengalaman iman umat dalam bentuk pewahyuan
Allah di dunia ini. Tradisi Gereja meliputi seluruh corak kehidupan Kristiani,
Kitab Suci tertulis, ajaran Gereja resmi, pesta/peringatan, hiasan atau lukisan yang
menjadi ekspresi pengalaman umat berhadapan dengan Allah, berdasarkan
peristiwa historis, khususnya kehadiran Allah dalam kehidupan, kematian dan
kebangkitan Kristus. Sedangkan dalam hidup manusia tentunya masing-masing
orang memiliki pengalamannya sendiri-sendiri. Hal inilah yang ditandai dengan
tradisi (dengan t huruf kecil) yang menunjukkan pengalaman hidup manusia
(peserta) konkret sehari-hari (Sumarno Ds., 2016: 17).
Pengertian Visi (dengan huruf besar V) tentunya tidak terlepas dari Tradisi,
karena Visi bukan sekedar suatu pengetahuan tetapi suatu kenyataan hadirnya atau
manifestasi konkret dari isi Tradisi dan menjadi jawaban hidup orang beriman.
Jadi Visi merupakan manifestasi konkret dari jawaban manusia terhadap janji
Allah yang terwujudkan dalam sejarah atau Tradisi. Setiap manusia menjalani
hidupnya di dunia ini terus berusaha menanggapi janji Allah dalam hidupnya. Di
sini Visi Kristiani peserta merupakan kritik atau praksis perbuatannya masa kini,
dan yang menjadi ukuran keberimanan manusia serta yang senantiasa terbuka
terhadap masa depan (Sumarno Ds., 2016: 17).
Unsur ketiga adalah sharing-dialog. Dalam sharing peserta berarti barbagi
rasa, pengalaman, pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain.
Dialog dimulai dari diri sendiri dalam suasana persaudaraan dan cinta kasih.
Dalam dialog ada dua hal penting yaitu membicarakan dan mendengarkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
54
Membicarakan (to tell) berarti menyampaikan apa yang menjadi kebenaran dan
pengalaman peserta serta mengatakan apa yang terjadi dalam diri peserta
sebagaimana adanya, bukan apa yang didengar dari orang lain saja, atau apa yang
dipikirkan/diperkirakan. Sedangkan mendengarkan (to listen) berarti
mendengarkan dengan hati dan rasa tentang apa yang dikomunikasikan oleh
peserta lain. Dengan mendengarkan orang lain maka peserta dapat menemukan
diri sendiri dan menemukan kehendak Tuhan. Mendengarkan berarti juga
melibatkan keseluruhan diri sehingga dalam mendengarkan timbullah gerak hati,
empati dengan apa yang dikomunikasikan oleh peserta lain (Sumarno Ds, 2016:
16-17).
Tiga unsur pokok di atas mengingatkan bahwa katekese bertujuan untuk
membantu perkembangan iman umat demi terwujudnya pembaruan kehidupan
masyarakat sehingga mereka semakin menghidupi nilai-nilai yang terkandung
dalam Tradisi dan Visi Kristiani. Dengan menghidupi nilai-nilai yang terkandung
dalam Tradisi dan Visi Kristiani maka menurut penulis para guru di SD YPPK
Bilogai pun penting memahami dan melaksanakan Katekese Umat melalui,
katekese model Shared Christian Praxis sangat tepat dilaksanakan guna
membantu usaha pencapaian tujuan tersebut.
B. Shared Christian Praxis: Salah Satu Model Katekese Umat
Salah satu model katekese umat yaitu model Shared Christian Praxis (SCP).
Shared Christian Praxis adalah model katekese umat yang menekankan sifat
dialog dan partisipasi supaya mendorong umat berdasarkan tradisi dan visi hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
55
dengan Tradisi dan Visi Kristiani sehingga dapat mewujudkan nilai-nilai Kerajaan
Allah di dalam kehidupan sehari-hari (Sumarno Ds, 2016: 14-15).
1. Pengertian Shared Christian Praxis
Katekese umat model Shared Christian Praxis (SCP) terdiri dari 3 (tiga)
unsur penting yang harus diperhatikan yaitu Shared, Christian, dan Praxis
(Sumarno Ds., 2016:15-17).
a. Shared
Istilah ‘shared’ merupakan pengertian dari komunikasi iman yang bersifat
dialogal, partisipatif dan kritis, sikap egaliter, terbuka terhadap diri sendiri,
sesama dan Tuhan. Shared menekankan aspek dialog, kebersamaan, keterlibatan,
dan solidaritas. Oleh sebab itu proses sharing pengalaman peserta diharapkan
dapat saling mendengarkan dengan terbuka, dengan hati dan berkomunikasi
dengan kebebasan hati. Karena sharing mempunyai hubungan antara hidup
faktual dengan Tradisi dan Visi Kristiani (Groome, 1997: 4).
Sharing berarti saling berbagi ilmu pengetahuan dan saling mendengarkan
pengalaman setiap umat. Proses sharing diawali dengan berdialog kepada diri
sendiri kemudian diungkapkan dalam berbagai pengalaman dengan suasana
persaudaraan dan cinta kasih (Sumarno Ds, 2016: 16).
Aspek dialog dalam sharing didahului dengan refleksi dan pengolahan
pengalaman pribadi yang selanjutnya akan menjadi penegasan bersama. Ketika
proses dialog berlangsung perlu adanya kejujuran, keterbukaan, kepekaan dan rasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
56
hormat. Di sini nampak pentingnya mendengarkan tidak hanya dengan telinga
tetapi juga dengan hati. Oleh sebab itu dalam berdialog terkandung unsur
peneguhan, penegasan, dan hasrat untuk maju bersama serta hubungan dialektis
antara praksis faktual para peserta dengan nilai dan semangat Kristiani (Groome,
1997: 4).
Dalam berdialog terdapat dua unsur penting yakni membicarakan (to tell)
dan mendengarkan (to listen). Membicarakan berarti menyampaikan apa yang
menjadi kebenaran dalam pengalamanku dan mengatakan dengan apa adanya
yang terjadi dalam diriku bukan dalam diri orang lain ataupun yang didengar dari
orang lain bahkan bukan perkiraan maka perlu keterbukaan dan kejujuran dari
hati. Mendengarkan berarti mendengarkan dengan hati dan rasa tentang apa yang
dikomunikasikan oleh peserta lain. Dengan mendengarkan peserta dapat
menemukan kehendak Tuhan. Mendengarkan itu melibatkan seluruh diri sehingga
menimbulkan gerak hati dan empati (Sumarno Ds., 2016: 16-17).
b. Christian
Model Shared Cristian Praxis mengusahakan kekayaan iman Kristiani
sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau dan relevan untuk kehidupan
peserta di zaman sekarang. Dalam prosesnya diharapkan kekayaan iman Gereja
berkembang menjadi pengalaman iman peserta pada zaman sekarang. Kekayaan
iman menekankan dua unsur dalam model ini yaitu pengalaman iman hidup
Kristiani sepanjang sejarah (tradisi) dan visinya (Groome, 1997: 2-3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
57
Tradisi (T dalam huruf besar) merupakan keseluruhan pengalaman iman umat
Kristiani yang telah diungkapkan dan dibakukan dalam Tradisi Gereja dalam
menanggapi pewahyuan Allah. Tradisi Gereja merupakan seluruh corak
kehidupan umat Kristiani, Kitab Suci, ajaran Gereja Resmi, interpretasi/tafsiran,
hasil penelitian para teolog, ibadat, sakramen, simbol, ritus atau lukisan yang
menjadi ekspresi iman umat akan pengalaman yang dialami dengan peristiwa
historis, kematian dan kebangkitan Yesus (Sumarno Ds., 2016: 17). Tradisi
Kristiani mengungkapkan iman jemaat yang hidup dan dihidupi inilah merupakan
tanggapan terhadap pewahyuan Allah yang terjadi dalam kehidupan umat.
Realitas iman yang dihidupi mengundang keterlibatan Praktis dan proses
pemberian. Selain itu tradisi sebagai sabda yang dihidupi memberi dan
menyediakan inspirasi dan makna hidup seturut nilai- nilai Kristiani sekaligus
mengembangkan identitas Kristiani (Groome, 1997: 3). Tradisi (t dalam huruf
kecil) merupakan seluruh pengalaman konkret manusia dan sejarahnya dalam
menghayati hidup serta menjalani hidup di tengah dunia dengan berdasarkan iman
(Sumarno Ds., 2016: 17).
Visi Kristiani menggarisbawahi tuntunan dan janji yang termuat di dalam
tradisi yaitu tanggung jawab dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk
menghidupi semangat dan kemurnian mereka. Hakikatnya visi Kristiani adalah
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Visi juga
menunjukkan proses sejarah kehidupan umat Kristiani yang berkelanjutan dan
bersifat dinamis, serta mengandung penilaian, penegasan, pilihan, dan keputusan
(Groome, 1997: 3). Visi ( v dalam huruf kecil) merupakan usaha manusia dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
58
menanggapi janji Allah dalam hidup mereka dan merumuskan dalam Visi
Kristiani berdasarkan pengalaman yang dihayati. Di sini visi Kristiani peserta
merupakan kritik atas praksis perbuatannya di masa kini, dan menjadi ukuran
iman manusia yang senantiasa terbuka akan masa depan (Sumarno Ds., 2016: 17).
c. Praxis
Praxis merupakan suatu praktik yang didukung oleh refleksi teoritis dan
sekaligus suatu refleksi teoretis yang didukung oleh praktik. Praxis mengacu
pada suatu tindakan manusia dengan tujuan perubahan hidup yang meliputi
kesatuan praktik dan teori (kreativitas) seperti refleksi kritis dan kesadaran historis
(keterlibatan baru). Selain itu Praxis juga merupakan suatu ungkapan seseorang
yang meliputi ungkapan fisik, emosional, intelektual, spiritual dari hidup
(Sumarno Ds., 2016: 15).
Praksis mengacu pada suatu tujuan manusia yang memiliki tujuan tertentu
untuk mencapai kehidupan yang mengandung dialektis antara praktik dan teori
yaitu kreativitas. Praksis memiliki tiga komponen yang saling berkaitan yaitu
aktivitas, refleksi, dan kreativitas. Aktivitas meliputi suatu kegiatan mental dan
fisik, kesadaran, perbuatan personal dan sosial. Aktivitas bersifat historis maka
ditempatkan pada waktu dan tempat. Refleksi menekankan refleksi kritis atas
tindakan historis personal dan sosial, terhadap kehidupan masyarakat kepada
Tradisi dan Visi Kristiani. Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan
refleksi yang menggarisbawahi sifat transenden sebagai manusia dalam dinamika
praksis; dengan demikian menciptakan praksis baru yang kemudian dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
59
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Groome, 1997: 2, Sumarno Ds., 2016:
15).
2. Langkah Katekese Umat model Shared Christian Praxis
Katekese Umat sebagai model berkomunikasi tentang makna pengalaman
hidup antar peserta. Dengan model Shared Christian Praxis diartikan sebagai
suatu proses yang terus mengalir. Katekese Umat dengan model Shared Christian
Praxis memiliki lima langkah yang saling berurutan, meskipun dalam praktik
kelima langkah itu mengalami tumpang tindih, terulang kembali, atau langkah
yang satu tergabung dengan langkah lainnya (Groome, 1997: 5).
a. Langkah 0 (Awal)
Langkah nol ini digunakan bila diperlukan; jika sudah memiliki buku
panduan langkah ini tidak perlu dilakukan. Dalam langkah ini hal-hal yang
penting adalah kekhasan tujuan, peran peserta, dan peran pendamping. Kekhasan
dari langkah nol adalah peserta dapat menentukan sendiri tema yang akan dibahas
sesuai dengan minat atau keprihatinan yang sedang terjadi di dalam diri peserta.
Dengan demikian tema dasar sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok
hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan mereka (Sumarno Ds., 2016:
18). Melalui cerita permasalahan peserta didorong untuk menyampaikan
pemahaman dan pengalaman. Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan peserta
diajak untuk merumuskan topik dan menyusunnya sesuai kebutuhan (Groome,
1997: 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
60
Tujuan yang ingin dicapai adalah mendorong umat (subjek utama)
menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret yang
selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan. Dengan demikian tema dasar
sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatinan dan kebutuhan
mereka (Sumarno Ds., 2016: 18).
Umat mampu menumbuhkan keterlibatan dan kesadaran peserta sebagai
subjek dalam katekese sehingga menciptakan kesatuan kesadaran, keinginan atau
kehendak dan keikutsertaan yang baru. Tema dasar disadari sebagai tema
bersama. Langkah ini bermaksud membangun kesadaran dan minat bersama serta
visi sebagai sarana perjumpaan, kebersamaan, kesatuan dan komunikasi
antarpribadi sebagai subjek dengan saling menghormati keunikan dan kebutuhan
(Groome, 1997: 8).
Dalam langkah ini peserta perperan aktif dalam berkatekese, menjalin dialog
dalam pemilihan tema dasar bersama secara konsisten sesuai model Shared
Christian Praxis dan tema tersebut tidak bertentangan dengan iman Kristiani.
Dengan simbol, keyakinan, cerita, video, film, foto atau poster atau sarana lain
peserta dapat menemukan sendiri salah satu unsur atau aspek kehidupan yang
dapat digunakan sebagai tema dasar dalam berkatekese (Sumarno Ds., 2016: 19).
Dalam langkah ini pendamping meciptakan situasi psikososial yakni
mendorong peserta berpastisipasi dan menciptakan suasana keakraban,
kekeluargaan, dan saling percaya sehingga peserta diterima, dimengerti, dan
dihargai. Pendamping menciptakan lingkungan fisik yang mendukung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
61
Pendamping memilih sarana yang tepat dan membantu peserta untuk menemukan
serta merumuskan tema pokok yang menjadi prioritas tema yang tepat bagi
mereka (Sumarno Ds., 2013: 19; bdk. Groome, 1997: 10).
b. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual
Langkah pertama merupakan keterlibatan peserta untuk membagikan
pengalaman faktualnya sesuai dengan tema. Pengalaman hidup yang dibagi
merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh dialami oleh peserta dalam
kehidupan sehari-hari. Langkah pertama ini memiliki tiga unsur pokok yang
mendukung proses katekese, yaitu kekhasan peran peserta, tujuan, dan peran
pendamping.
Kekhasan dalam langkah pertama adalah sharing pengalaman pribadi dan
pengalaman hidup bersama masyarakat. Melalui cerita, gambar, tarian, nyanyian,
puisi, pantomim dan sebagainya, namun yang terpenting bentuk itu bisa
dimengerti oleh peserta lain dan betul-betul mengungkapkan pengalaman faktual.
Pengalaman hidup pun bisa berupa perasaan, sikap, kebiasaan, keyakinan
sehingga peserta sungguh sadar dan kritis terhadap pengalaman hidupnya
(Sumarno., 2016: 19; Groome, 1997: 5).
Dalam langkah ini tujuan yang ingin dicapai adalah membantu peserta
untuk mengungkapkan pengalaman hidup faktual (fakta) yang bersumber pada
pengalaman pribadi atau keadaan masyarakat atau gabungan dari keduanya.
Selain itu tidak hanya pengalaman pribadi, namun pengalaman orang lain juga
bisa disharingkan (Sumarno., 2016: 19; Groome, 1997: 5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
62
Untuk mendukung terwujudnya tujuan yang akan dicapai maka peserta
berperan mengungkapkan pengalaman hidupnya. Mendalami pengalaman tersebut
serta membahasakannya kemudian diungkapkan kepada peserta yang lain.
Pengalaman hidup peserta yang diungkapkan merupakan pengalaman pribadi,
keadaan masyarakat baik ekonomi, sosial, dan budaya yang terjadi di lingkungan
masyarakat atau gabungan dari keduanya. Dengan sharing pengalaman peserta
yang masih subjektif dan yang kan menjadi objektif maka peserta akan
diteguhkan dan dikembangkan imannya (Sumarno., 2016: 19; Groome, 1997: 11).
Dengan adanya peran peserta, pendamping pun ikut berperan yaitu sebagai
fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung
peserta untuk membagikan praxis hidupnya yang berkaitan dengan tema dasar.
Pendamping juga merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang jelas, terarah dan
tidak menyinggung perasaan orang lain serta bersifat terbuka. Pendamping
membangun sikap ramah, sabar, bersahabat, peka terhadap latar belakang keadaan
dan permasalahan peserta dan memberi kebebasan kepada peserta untuk memilih
pertanyaan yang cocok. Pendamping juga memahami tujuan dan pokok pemikiran
dasar dalam langkah pertama (Sumarno., 2016: 19; Groome, 1997: 13, 42).
c. Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta
Berdasarkan proses sharing pengalaman hidup pada lanngkah pertama
dalam langkah kedua peserta mendalami pengalaman hidupnya menjadi
pengalaman iman. Langkah kedua ini terdiri dari tiga hal pokok yaitu kekhasan,
tujuan serta peran peserta dan pendamping.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
63
Kekhasan dalam langkah kedua adalah refleksi kritis oleh peserta dan
mengantar peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya.
Refleksi kritis meliputi tiga hal pertama pemahaman kristis dan sosial
(alasan,minat, asumsi). Hal ini menekankan dua aspek yaitu pemahaman personal
terhadap tindakan dan pertimbangannya sendiri serta menganalisis pengalaman
hidup yang dibentuk oleh sistem sosial dalam masyarakat yang saling
berhubungan. Kedua kenangan analitis dan sosial (sumber-sumber historis) yang
mencakup sejarah hidup peserta dan pranata sosial yang saling membentuk dan
mempengaruhi cara hidup peserta serta masyarakatnya. Ketiga imajinasi kreatif
dan sosial (harapan konsekuensi historis) mempunyai dua tekanan yaitu bersifat
pribadi yaitu dengan membayangkan konsekuensi atau akibat, kemungkinan,
tanggung jawab pribadi atas tindakan yang dilakukan dan membuat peserta sadar
akan keterlibatan dan solidaritas sosial (rasa setiakawan/senasib) (Sumarno.,
2016: 20; Groome, 1997: 5-6).
Tujuan dalam langkah kedua adalah memperdalam refleksi dan mengantar
peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya yang
berkaitan dengan pemahaman kritis dan sosial (alasan, minat, asumsi), kenangan
analitis dan sosial (sumber-sumber historis), imajinasi kreatif dan sosial.
Berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup peserta sampai pada kesadaran
terdalam, sehingga sungguh menyadari bahwa pengalamannya adalah pengalaman
iman dengan demikian dapat menemukan makna hidup dan praxis baru
(Sumarno., 2016: 20; Groome, 1997: 5-6;43).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
64
Dalam langkah kedua ini peran peserta adalah memperdalam pengalaman
hidup melalui refleksi dan berproses terhadap kesadaran kritis akan pengalaman
hidup dan tindakan yang meliputi tiga hal yaitu pemahaman kritis dan sosial,
kenangan analisis dan sosial, imajinasi kreativ dan sosial. Dalam langkah ini
peserta berusaha merefleksikan pengalaman hidupnya sehingga sungguh
menemukan makna dan nilai hidup dari pengalaman tersebut. Peserta juga dapat
mencapai kesadaran terhadap tradisi dan visi hidupnya, dengan demikian mampu
menciptakan keterlibatan hidup dan praxis baru. Inti peran peserta pada langkah
kedua ini adalah memperdalam sharing pengalaman melalui refleksi dan
mengantar peserta sampai pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan
tindakannya (Sumarno., 2016: 20; Groome, 1997: 14-15).
Pendamping pun berperan dengan menciptakan suasana pertemuan yang
menghormati dan mendukung setiap gagasan serta sumbangan dari peserta.
Pendamping mengundang peserta untuk melakukan refleksi kritis,. Selain itu
pendamping juga mendorong peserta untuk berdialog dan melakukan penegasan
bersama dengan maksud memperdalam, menguji pemahaman, kenangan, dan
imajinasi peserta. Pendamping mengajak peserta untuk berbicara namun tidak
dipaksa serta menggunakan pertanyaan yang tidak menyinggung peserta atau
bersifat interogasi dan mengggangu harga diri serta rahasia peserta (Sumarno.,
2016: 20; Groome, 1997: 44). Pendamping menyadari adanya kesulitan dalam
refleksi maka dibutuhkan kesadaran, dan keterampilan untuk
mengembangkannya. Pendamping perlu menciptakan lingkungan psikologis dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
65
keakraban, rasa senasib-sepenanggungan, dan kepercayaan antarpeserta yang kuat
(Groome,1997: 19).
d. Langkah III: Menggali Pengalaman Iman Kristiani Peserta
Pada langkah ketiga peserta akan menemukan teks Kitab Suci untuk
didalami bersama agar menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah yang bisa
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Langkah ketiga memiliki kekhasan
pokok yang perlu diperhatikan yaitu terjadinya tafsir Kitab Suci yang sesuai
dengan situasi peserta, tujuan, peran peserta dan pendamping.
Kekhasan dalam langkah ketiga adalah pendamping menyampaikan pesan
Tradisi dan Visi Kristiani agar mengena dalam kehidupan peserta. Tradisi dan
Visi Kristiani mengungkapkan pewahyuan diri dan kehendak Allah yang
memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus Kristus serta mengungkapkan
tanggapan manusia atas pewahyuan tersebut. Sifat pewahyuan Ilahi adalah
dialogal, menyejarah, dan normatif seperti terungkap dalam Kitab Suci, dogma,
pengajaran Gereja, liturgi, spiritualitas, kepemimpinan, dan devosi. Oleh karena
itu diperlukan penafsiran supaya pewahyuan-Nya relevan dalam hidup peserta
(Sumarno Ds., 2016: 20-21).
Tujuan yang hendak dicapai dalam langkah ketiga adalah
mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan Visi Kristiani agar lebih terjangkau
dan lebih mengena dalam kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang
kebudayaannya berbeda. Pendamping memberi jalan, menghilangkan hambatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
66
sehingga peserta dapat menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi dan
Visi tersebut (Sumarno Ds., 2016: 20-21 Groome, 1997: 6).
Demi terciptanya tujuan langkah ketiga ini peserta mendialogkan tradisi dan
visi hidup dengan Tradisi dan Visi Gereja agar iman Kristiani dapat dekat dan
hadir di dalam hati setiap peserta sekaligus hadir di tengah-tengah kehidupan
peserta. Peserta yang termotivasi mempribadikan makna kebenaran secara kritis
dan kreatif, dan menemukan praxis baru (Sumarno Ds., 2016: 20-21).
Peran pendamping dalam langkah ketiga yakni untuk menafsirkan.
Pendamping perlu menghormati Tradisi dan Visi Kristiani sebagai yang otentik
dan normatif. Dari tafsiran yang diberikan diharapkan memberi informasi dan
membantu peserta sehingga nilai-nilai Tradisi dan Visi Kristiani menjadi
miliknya. Tafsiran juga disertai dengan kesaksian iman, harapan dan hidup
pribadi. Pendamping juga menggunakan metode yang tepat dan cocok, mengantar
peserta kepada kesadaran diri, tidak mengulang-ulang rumusan, tidak bersikap
sebagai guru serta mempersiapkan bahan secara maksimal (Sumarno Ds., 2016:
21; Groome, 1997: 28).
e. Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Konkrit Peserta
Berdasarkan pengolahan langkah pertama sampai langkah ketiga peserta
menemukan nilai-nilai baik yang akan dikembangkan sedangkan hal-hal yang
buruk akan segera ditinggalkan. Oleh karena itu, langkah keempat juga memiliki
tiga hal pokok yaitu kekhasan, tujuan, peran peserta dan pendamping.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
67
Kekhasan dalam langkah keempat adalah peserta diajak mendiskusikan hasil
pengolahan dari langkah pertama, kedua, dan isi pokok langkah ketiga sehingga
peserta dapat menemukan nilai-nilai. Tradisi dan Visi yang meneguhkan,
mengkritik, sehingga peserta sungguh menemukan pengalaman pribadi menjadi
pengalaman iman. Selain itu peserta pun dapat melangkah ke kehidupan yang
lebih baik dengan nilai, semangat, dan iman demi terwujudnya Kerajaan Allah
(Sumarno Ds., 2016: 21; Groome., 1997: 7).
Dengan menemukan nilai-nilai Tradisi dan Visi maka tujuan yang hendak
dicapai pada langkah ini adalah mengajak peserta untuk menemukan nilai Tradisi
dan Visi Kristiani. Peserta didorong untuk menemukan sendiri sikap buruk yang
akan diubah atau diperbaiki, dan menemukan nilai baru yang mau dikembangkan
dan diaktualitasikan dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Langkah
keempat bertujuan mengintepretasikan nilai hidup ke dalam Tradisi dan Visi
Kristiani dan mempersonalisasikan serta memperkaya dinamika Tradisi dan Visi
Kristiani (Sumarno Ds.,2016: 21; Groome, 1997: 30,48).
Peserta dan pendamping juga berpartisipasi untuk tujuan yang akan dicapai.
Peran peserta adalah mendialogkan hasil dari langkah pertama, kedua dan isi
pokok langkah ketiga. Berdasarkan hasil dialog tersebut peserta dapat
menemukan nilai Tradisi dan visi Kristiani yang meneguhkan, mengkritik,
sehingga peserta mampu melangkah ke kehidupan yang lebih baik dengan nilai,
iman dan semangat demi terwujudnya Kerajaan Allah (Sumarno Ds., 2016: 21;
Groome, 1997: 5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
68
Dalam perjalanan atau proses menemukan nilai hidup peserta dapat
mengungkapkan perasaan, sikap, perspektif, evaluasi dan penegasan kebenaran
nilai dan kesadaran yang diyakini sebagai tanggapan dialog Tradisi dan Visi
Kristiani. Pengungkapan nilai hidup dapat berupa penjelasan, tulisan, simbol dan
lain-lain (Sumarno Ds., 2016: 21; Groome, 1997: 32).
Dalam langkah ini pendamping menghormati kebebasan dan hasil
penegasan peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pendamping.
Pendamping meyakinkan peserta bahwa mereka mampu menemukan nilai
pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan visi Kristiani. Selain
itu pendamping juga mendorong peserta untuk beranjak dari pendengar yang pasif
menjadi pihak yang aktif. Menyadari bahwa tafsiran pendamping bukan kata
mati, pendamping juga harus mendengarkan dengan hati tanggapan, pendapat, dan
pemikiran peserta (Sumarno Ds., 2016: 21-22; Groome, 1997: 48-49).
Fungsi lainnya yang harus dilakukan pendamping adalah membantu peserta
dengan cara menyampaikan pertanyaan-pertanyaan bantuan yang bersifat aktif,
agar peserta dapat menemukan sendiri nilai-nilai hidup, kesadaran baru dari iman,
dan perjuangan hidup yang akan dikembangkan dan diaktualisasikan secara kritis
dan kreatif dalam kehidupan sehari-hari (Sumarno Ds., 2016: 21; Groome, 1997:
49).
f. Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkret
Langkah kelima merupakan langkah terakhir dari Katekese Umat model
Shared Christian Praxis. Dalam langkah ini perserta diajak untuk menutup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
69
Katekese Umat dengan melakukan ibadat singkat untuk mendoakan seluruh
proses Katekese Umat yang telah berlansung. Langkah ini juga memiliki tiga
unsur penting yaitu kekhasan, tujuan, peran peserta dan pendamping.
Kekhasan yang terdapat dalam langkah kelima adalah peserta diajak untuk
menemukan niat yang khas dalam diri setiap peserta kemudian didiskusikan
menjadi niat bersama yang diaktualisasikan dalam kehidupan konkret. Peserta
juga diajak untuk menemukan keputusan pribadi dan bersama berdasarkan tema
dalam berkatekese. Keputusan yang telah ditentukan dapat bermacam bentuk dan
sifat serta subjek dan arahnya. Keputusan yang bersifat bentuk menekankan aspek
kognitif (pemahaman), aspek afektif (perasaan), dan tingkah laku (praktis-politis).
Keputusan yang berdasarkan sifatnya bisa lebih menyangkut tingkat personal,
interpersonal, atau sosial-politis. Keputusan yang berdasarkan subjeknya dapat
bersifat aktivitas pribadi atau tindakan bersama. Keputusan berdasarkan arahnya
dapat lebih intern untuk kepentingan kelompok atau ekstern untuk kepentingan di
luar kelompok (keterlibatan kepada sesama) (Sumarno Ds., 2016: 22; Groome,
1997: 34-35).
Tujuan yang hendak dicapai dalam langkah ini adalah mengajak peserta
agar sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan jemaat
terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di dalam sejarah kehidupan
manusia. dalam kontinuitasnya dengan Tradisi Gereja sepanjang sejarah dan visi
Kristiani. Keprihatinan tujuan yang ingin dicapai adalah mendorong peserta
kepada keterlibatan baru sehingga muncul pertobatan pribadi dan sosial
(metanoia). Secara teologis peserta diajak untuk mengungkapkan suatu harapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
70
bahwa dalam rahmat Allah dan atas tanggapan tersebut kehidupan manusia akan
menjadi lebih baik. Selain itu langkah yang terakhir ini bertujuan membantu
peserta mengambil keputusan moral, konseptual, sosial, politis sesuai nialai
Kristiani. Langkah kelima ini merupakan sarana untuk menghayati dan
mewujudkan iman dari setiap pribadi peserta (Sumarno Ds., 2016: 22; Groome,
1997: 34,49).
Dalam langkah terakhir ini peserta berperan untuk mengungkapkan
keputusan yang akan diwujudkan dan dikembangkan dalam beberapa bentuk
(aspek kognotif/pemahaman, dan aspek afektif/perasaan) dan berdasarkan sifat
(pribadi, interpersonal, sosial-politis) serta berdasarkan arah (intern atau ekstern
untuk kepentingan kelompok). Peran pendamping dalam langkah ini adalah
membantu peserta mengambil keputusan sendiri. Dari keputusan tersebut
merupakan wujud dari iman Kristiani agar Kerajaan Allah sungguh hadir dalam
kehidupan setiap peserta (Sumarno Ds., 2016: 22; Groome, 1997: 37,49).
Dalam langkah yang terakhir ini pendamping diberi tanggung jawab untuk
menyadari hakikat praktis, inovatif, dan transformatif, merumuskan pertanyaan-
pertanyaan operasional (tidak perlu muluk-muluk) yang membantu ke arah tema.
Selain itu pendamping menekankan sikap optimis yang realistis pada peserta serta
merangkum hasil dari langkah pertama sampai keempat supaya dapat membantu
peserta. Pendamping pun mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan
pribadi dan bersama. Sebagai penutup peserta diajak untuk merayakan liturgi dan
mendoakan keputusan yang telah diambil secara pribadi maupun bersama
(Sumarno Ds., 2016: 22; Groome, 1997: 50).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
71
C. Usulan Program Pengembangan Spiritualitas Pelayanan Guru Di Sd
Bilogai, Papua
1. Pemikiran dasar Program
Dari uraian singkat tentang spiritualitas pelayanan para guru di SD YPPK
Bilogai, Papua, awalnya memang sangat sedikit guru yang mau datang di Bilogai
dengan tujuan mengajar di sana. Selain itu, tentu dengan motivasi yang baik
mereka bertahan di pedalaman demi membantu para murid dalam bidang
pendidikan. Namun dengan perkembangan yang terjadi seperti sekarang Bilogai
telah menjadi Kabupaten dan semakin banyak guru yang datang namun
kebanyakan dengan motivasi yang berbeda dengan guru-guru awal. Mereka pun
kurang memiliki spiritualitas pelayanan dan akhirnya pun tidak memberi
pelayanan sebagai guru yang sesungguhnya. Terkadang sekolah dan murid
ditinggal dan mereka pergi ke kota.
Situasi seperti ini terlihat dari anak-anak sekolah yang pulang lebih cepat
dari jam sebenarnya, dipulangkan karena jam pelajaran kosong akibat guru tidak
ada di tempat tugas. Para guru sering terbawa oleh arus kehidupan yang
berorientasi pada materialisme dan individualisme yang dapat menyebabkan
semakin melemahnya penghayatan spiritualitas mereka sebagai guru. Dari situasi
seperti ini mengakibatkan banyak murid yang telah duduk di bangku kelas IV
atau V namun belum bisa membaca. Dengan demikian peran dan spiritualitas guru
perlu dipahami, dihayati dan diterapkan dalam tugas dan pelayanannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
72
Sebagai sumbangan pikiran kepada SD YPPK Bilogai guna membantu para
guru agar mereka mewujudkan spiritualitas yang sesuai dengan peran mereka
sebagai guru Katolik, yaitu melaksanakan pekerjaan sebagai keikutsertaan dalam
tugas perutusan Yesus, dengan semangat Roh Kudus, penulis akan menyusun
program peningkatan spiritualitas guru SD YPPK Bilogai. Dengan program
tersebut diharapkan proses peningkatan dapat berjalan dengan baik dan mengarah
kepada tujuan yang telah direncanakan.
2. Tema Program
Tema program peningkatan spiritualitas guru Katolik berikut ini (beserta
sub tema dan judul pertemuannya) dirumuskan atas dasar permasalahan para guru
yang telah dijabarkan secara singkat dalam bab III. Selain itu, juga berdasarkan
pada identitas guru yang dalam hidup dan karyanya mengkonkretkan tugas
perutusan Yesus, serta melalui hal ini mereka dipanggil untuk semakin menjadi
Kristiani. Adapun rumusan tema adalah “Sepuluh Keutamaan Guru Kristiani.”
(Mintara, 2014: 69-95). Tema ini penulis uraikan menjadi 10 sub tema, masing-
masing sub tema terdiri dari 1 pertemuan, yaitu:
a. Siap-sedia dalam melayani
b. Totalitas
c. Cura personalis
d. Kerja keras dan Mutu
e. Tanggung jawab
f. Melayani dengan rendah hati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
73
g. Bijaksana
h. Memperjuangkan kebenaran
i. Mudah bersyukur
j. Berpengharan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
3. PROGRAM PENINGKATAN SPIRITUALITAS GURU KATOLIK SD YPPK BILOGAI, PAPUA
Tema : Sepuluh Keutamaan Guru Kristiani
Tujuan : -Membantu para guru memahami, menyadari, dan menghayati peran mereka sebagai guru Kristiani yakni yang dipanggil
dan diutus untuk melayani dengan spirit dari Allah sebagai pengutus.
-Mampu menghayati identitas diri Kristiani dengan setia melayani sehingga dapat memenuhi kebutuhan para murid yang
diperlukan untuk berkembang secara utuh.
No Waktu Sub tema
pertemuan
Tujuan pertemuan Metode Sumber bahan Sarana
1 120
menit
Siap sedia dalam
melayani
Peserta lebih menyadari
bahwa panggilan yang
sedang dijalani
merupakan panggilan
-Menggali
pengalaman
hidup peserta
-Mendalami
- Kitab Suci
-Buku Madah
Bakti
- St. Eko Riyatdi
-Teks Kitab Suci (Injil
Mat 4:18-22)
-Teks lagu: jangan
lelah dan No. MB.463
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
yang khusus, sehingga
semakin mampu
menjawab panggilan
Tuhan dengan siap sedia.
pengalaman
hidup peserta
-Menggali
pengalaman
iman Kristiani
-Menerapkan
iman Kristiani
dalam situasi
konkret
-Mengusahakan
suatu aksi
konkret
Pr (2011) 56-57
Buku tafsiran injil
Matius
-LEMBAGA
BIBLIKA
INDONESIA.,
(1982) Injil
Matius, Kanisius.
-A.Mintara S,
2014:192
-Teks kisah aku
terpanggil untuk
melayani
- Lilin dan Salib
2 120 Totalitas Peserta memahami dan -Menggali -Kitab Suci -Teks Kitab Suci Injil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
menit menyadari konsekwensi
sebagai pengikut Kristus
sehingga, semakin
mampu menjadi pengikut
Kristus yang melayani
dengan sifat totalitas.
pengalaman
hidup peserta
-Mendalami
pengalaman
hidup peserta
-Menggali
pengalaman
iman Kristiani
-Menerapkan
iman Kristiani
dalam situasi
konkret
-Mengusahakan
suatu aksi
-Harun, M.,
(2000). Inilah Injil
Yesus Kristus.
Yogyakarta:
Kanisius.
Kanisius.
- St. Eko Riyatdi
Pr. Buku tafsir
Injil Markus.
(2011) 187-188
-A. Mintara S,
2014: 293
Mrk. 12:41-44
-Teks Lagu kau
dipanggil Tuhan dan
kumau cinta Yesus.
- teks cerita Pahlawan
tanpa tanda jasa.
- lilin dan Salib
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
konkret
3 120
menit
Cura personalis Peserta Semakin
menyadari akan
pentingnya sikap
peduli/perhatian
terhadap setiap pribadi
murid seperti yang
diteladankan Yesus
kepada murid-Nya.
-Menggali
pengalaman
hidup peserta
-Mendalami
pengalaman
hidup peserta
-Menggali
pengalaman
iman Kristiani
-Menerapkan
iman Kristiani
dalam situasi
konkret
-Kitab Suci
-Hadiwiyata A.S
(2008). Tafsir Injil
Yohanes,
Yogyakarta,
Kanisius;
- Film Ron Clark
Story
- Eko Riyatdi Pr,
Tafsir injil
Yohanes. (2011)
371-373
-Teks Kitab Suci Injil
Yohanes 17:9,15,20
-Teks Madah Bakti no
477 dan 304
-Gitar, LCD, Laptop,
Video Ron Clark Story. - Tape dan kaset suar - Teks/Kitab Suci Perjanjian Bar - Tape dan kaset suara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
-Mengusahakan
suatu aksi
konkret
4 120
menit
Kerja keras dan mutu Peserta semakin
menyadari pentingnya
kualitas pendidikan dan
kinerja guru sehingga
mampu membawa
perubahan pendidikan ke
arah yang lebih baik.
-Menggali
pengalaman
hidup peserta
-Mendalami
pengalaman
hidup peserta
-Menggali
pengalaman
iman Kristiani
-Menerapkan
iman Kristiani
-Kitab Suci
-Leks Stefen,
(2000) Tafsir
Alkitab Perjanjian
Baru:
(Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
-LBI(2002). Tafsir
Alkitab Perjanjian
Baru, Yogyakarta-
Kanisius.
-Teks Kitab 2 Tes 1-15
-Teks MB. No. 530
-Teks lagu jangan
lelah
-Teks cerita “jadilah
guru yang kerja keras
dan kreatif.
-Lilin dan salib
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
dalam situasi
konkret
-Mengusahakan
suatu aksi
konkret
-AlbertoA.M.
(2016):18
5 120
menit
Sense of belonging Peserta semakin
menyadari tanggung
jawabnya sebagai utusan
sehingga semakin
mampu meneladan Yesus
Kristus dalam aspek
pewartaan sehingga kita
pun mampu
melaksanakan tanggung
-Menggali
pengalaman
hidup peserta
-Mendalami
pengalaman
hidup peserta
-Menggali
pengalaman
iman Kristiani
- Kitab Suci
- Eko Riyatdi Pr,
Tafsir injil Matius.
(2011) 152-154
-LBI (2002).
Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru,
Yogyakarta-
Kanisius.
-Teks Kitab Suci Injil
Mat. 16:21-24
- Salib dan Lilin
-Buku Madah Bakti no
555 dan 308
-Teks cerita Pak kebun
-Gitar
-Teks pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
jawab dan tugas
perutusan Bapa untuk
mewujudkan keselamatan
dalam bidang pendidikan.
-Menerapkan
iman Kristiani
dalam situasi
konkret
-Mengusahakan
suatu aksi
konkret
-A. Mintara S,
2014: 347-353
6 120
menit
Melayani dengan
rendah hati
Peserta semakin
menyadari akan
panggilannya sebagai
guru yang mau melayani
dengan rendah hati sesuai
dengan apa yang
Menggali
pengalaman
hidup peserta
-Mendalami
pengalaman
hidup peserta
-Menggali
-Kitab Suci
--Dianne Bergant,
CSA & Robert J
Karris, OFM, Ed,
(2002) Tafsir
Alkitab Perjanjian
Baru, Kanisius,
Yogyakarta,
- Leks Stefen,
-Teks Kitab Suci Injil
Lukas 17:7-10
- Salib dan Lilin
- Madah Bakti no 312
dan teks lagu melayani
lebih sungguh
-Teks pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
diteladankan Yesus. pengalaman
iman Kristiani
-Menerapkan
iman Kristiani
dalam situasi
konkret
-Mengusahakan
suatu aksi
konkret
2000 Tafsir
Alkitab Perjanjian
Baru:
(Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
-Mintara Sufianta,
2014:87-89
pendalaman
-Teks cerita mendidik
dengan hati
7 120
menit
Bijaksana Peserta semakin
menyadari dan
memahami sikap
bijaksama dalam
menjalani panggilan
Menggali
pengalaman
hidup peserta
-Mendalami
pengalaman
-Kitab Suci
-LBI(2002). Tafsir
Alkitab Perjanjian
Baru, Yogyakarta-
Kanisius.
- Salib, Lilin dan piano
-Buku Madah Bakti no
367 dan 305
-Teks Kitab Suci Gal.
5:16-26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
hidupnya sehari-
hari,(baik sebagai guru
menurut fungsi dan
tugasnya sehingga di
tengah masyarakat
senantiasa mentaati dan
menjalani segala ajaran-
Nya.
hidup peserta
-Menggali
pengalaman
iman Kristiani
-Menerapkan
iman Kristiani
dalam situasi
konkret
-Mengusahakan
suatu aksi
konkret
-Cerita Tuan yang
bijaksana
-Teks pertanyaan
pendalaman
- teks cerita Tuan yang
bijaksana
8 120
menit
Memperjuangkan
kebenaran
Peserta menyadari
panggilan sebagai Guru
yang memperjuangkan
Menggali
pengalaman
hidup peserta
-Kitab Suci
-Madah bakti
-Eko Riyatdi Pr,
-teks Kitab Suci Injil
Yoh. 14:1-7
- Salib dan Lilin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
kebenaran dalam bidang
pendidikan demi masa
depan murid-muridnya
-Mendalami
pengalaman
hidup peserta
-Menggali
pengalaman
iman Kristiani
-Menerapkan
iman Kristiani
dalam situasi
konkret
-Mengusahakan
suatu aksi
konkret
Tafsir injil
Yohanes. (2011)
319-322
-film the freedom
writtens dairy
-Buku Madah Bakti no
470 dan 459
-Teks pertanyaan
pendalaman
-LCD, Speaker,
Laptop dll.
9 120 Mudah bersyukur Menggali -Kitab Suci -Teks Kitab Suci Injil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
menit Peserta menyadari dalam
perutusannya tidak
terlepas dari tuntunan dan
campur tangan yang
Maha Kuasa maka selalu
patut mengucap syukur
dengan yang ia alami.
pengalaman
hidup peserta
-Mendalami
pengalaman
hidup peserta
-Menggali
pengalaman
iman Kristiani
-Menerapkan
iman Kristiani
dalam situasi
konkret
-Mengusahakan
suatu aksi
-Eko Riyadi
Tafsiran Injil
Lukas. (2011) 174-
176
-Leks Stefen
(2000) Tafsir
Alkitab Perjanjian
Baru: Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Lukas 10:21-24
-Salib dan Lilin
-Teks lagu Bapak
sungguh baik dan Ku
brikan syukurku
-Teks cerita Pak
Krumun
-Teks pertanyaan
pendalaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
konkret
10 120
menit
Berpengharapan/
mengandalkan Tuhan
Peserta menyadari
kemurahan hati Allah
yang menjamin
kelangsungan hidup
dengan berpengharapan
yaitu mengandalkan
Allah yang memberi
keselamatan.
Menggali
pengalaman
hidup peserta
-Mendalami
pengalaman
hidup peserta
-Menggali
pengalaman
iman Kristiani
-Menerapkan
iman Kristiani
dalam situasi
konkret
-Kitab Suci
-Eko Riyadi
Tafsiran Injil
Lukas. (2011)
168-188
-Dianne Bergant,
CSA & Robert J
Karris, OFM, Ed,
(2002) Tafsir
Alkitab Perjanjian
Baru, Kanisius,
Yogyakarta,
- Madah Bakti
-A. Mintara S,
2014:19-20
-Teks Kitab Suci Injil
Luk. 11: 14 – 26
-Madah Bakti No 301
dan 305
-Teks cerita harapan
kepada guru
-Teks pertanyaan
pendalaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
-Mengusahakan
suatu aksi
konkret
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
87
4. Contoh Persiapan Katekese Model Shared Christian Praxis
1. Identitas
a. Sub tema : Tanggung Jawab
b. Tujuan: Peserta bersama pendamping semakin menyadari tanggung jawabnya
sebagai guru sehingga semakin mampu meneladan Yesus Kristus dalam
melaksanakan tanggung jawab dan tugas perutusan Bapa untuk mewujudkan
keselamatan dengan taat sampai wafat di salib dan mencontoh sikap para murid
dalam melaksanakan tugas perutusan dan tanggung jawab untuk menghadirkan
Kerajaan Allah melalui pendidikan agar keselamatan senantiasa terjadi dalam
hidup sehari-hari.
c. Peserta : Para bapak dan ibu Guru
d. Tempat : Ruang Rapat Guru
e. Waktu : 15.00 – 17.00 WIT (120 Menit)
f. Metode : sharing
informasi
tanya jawab
diskusi
g. Model : Shared Christian Praxis
h. Sarana : Buku Madah Bakti
: Cerita Si Tukang Kayu
: Lilin dan Salib
: Alkitab
: Teks pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
88
i. Sumber Bahan : Kitab Suci Injil Lukas 10:1-9
: Bergant Dianne, dan Karris R. J, 2002). Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru. Yogyakarta Penerbit Kanisius,)
: Eko Riyadi, St. (2011) Lukas ”sungguh, orang ini adalah
orang benar!” 170-172.
: Stefen Leks, (2000) Tafsir Alkitab Perjanjian Baru
2. Pemikiran Dasar
Zaman sekarang banyak orang yang tidak bertanggung jawab terhadap tugas
perutusan yang dipercayakan padanya. Misalnya dalam hidup berkeluarga,
sebagai seorang suami ia melepaskan tanggung jawabnya dengan meninggalkan
istri dan anak-anak begitu saja tanpa menghidupi keluarganya ataupun sebaliknya.
Begitu juga terjadi dalam kelompok kita sendiri yakni para guru. Terkadang
kurang adanya kesadaran akan perutusan itu akibatnya sering kita mementingkan
urusan pribadi ketimbang tanggung jawab kita terhadap para murid, sekolah dan
orang tua. Di samping itu juga, tidak jarang para guru yang terlalu sibuk dengan
pekerjaannya yang lain (berdagang, pergi ke kota) sehingga terjadi jam kosong di
kelas-kelas tertentu yang mengakibatnya kurang memperhatikan pendidikan para
murid di Sekolah. Perutusan dan tanggung jawab sebagai bapak-ibu guru adalah
mengajar dan mengusahakan pendidikan yang baik untuk para murid .
Injil Lukas 10:1-9, menguraikan secara jelas bagaimana Yesus memberikan
tanggung jawab kepada 70 murid yang akan diutus seperti domba ke tengah-
tengah serigala. Tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh para murid Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
89
adalah menyembuhkan orang-orang sakit dan menyiapkan jalan Tuhan yakni
menyiapkan datangnya Kerajaan Allah (ay. 9). Pengutusan domba ke tengah-
tengah serigala menunjukkan tanggung jawab yang diberikan kepada para murid
itu sungguh-sungguh berat dan harus menghadapi tantangan yang sangat sulit dan
rumit. Namun para murid yakin dan percaya akan bantuan Tuhan di dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut agar orang-orang sakit dapat
tersembuhkan dan Kerajaan Allah dapat terjadi bagi banyak orang. Hal itu
sungguh-sungguh didengarkan dan diyakini oleh para murid sehingga apa yang
dipesankan oleh Yesus dapat terlaksana sebagaimana dikehendaki-Nya. Yesuslah
teladan yang melaksanakan tugas perutusan dan tanggung jawab-Nya sampai
menyerahkan diri dan wafat di kayu salib.
Dalam pertemuan ini, kita berharap untuk semakin mampu menyadari
sejauh mana kita telah melaksanakan tugas perutusan dan tanggung jawab kita
sebagai seorang bapak atau ibu guru. Melaksanakan tugas perutusan dan tanggung
jawab dengan hati yang sungguh-sungguh merupakan suatu perwujudan iman kita
kepada Tuhan sebagai seorang guru Kristiani yang melakukan kehendak Allah.
Dengan demikian semakin bertanggung jawab dalam perutusan sebagai guru dan
tekun melaksanakan tugas-tugas yang kita emban dan tetap mampu bersyukur
kepada Tuhan atas segala pemberian-Nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
90
3. Pengembangan Langkah-langkah
a. Pembukaan
1) Kata Pengantar
Bapa/ibu guru yang terkasih dalam nama Yesus Kristus, kita berkumpul di
tempat ini sebagai murid-murid Yesus dalam satu keluarga untuk menanggapi
undangan Tuhan. Melalui pertemuan ini kita ingin menimba kekuatan baru dari
pengalaman pribadi kita dalam tugas perutusan kita sebagai Guru Kristiani.
Melaksanakan tugas perutusan dan tanggung jawab dalam bidang pendidikan
(sekolah) merupakan suatu wujud kecintaan kita kepada Tuhan melalui para
murid kita untuk saling meneguhkan di dalam menjalankan tugas perutusan dan
tanggung jawab sebagai bapak/ibu guru Kristiani. Oleh karena itu marilah kita
awali pertemuan ini dengan lagu pembukaan.
2) Lagu Pembuka MB. No 456 ” Panggilan Tuhan”.
3) Doa Pembukaan
Allah Bapa yang Mahakasih, kami bersyukur atas rahmat yang telah Engkau
berikan kepada kami sampai saat ini. Kini kami mohon rahmat penyertaan Mu
agar kami semakin terbuka untuk menggali dan merefleksikan hidup kami sebagai
seorang utusan (guru) yang memiliki rasa tanggung jawab baik di tempat kerja
maupun dalam lingkungan masyarakat; secara khusus, Gereja dan sekolah tempat
kami ditugaskan. Kami bekerja seturut dengan kehendak Allah sehingga kami
senantiasa mampu menciptakan Kerajaan Allah di sekolah. Engkau yang hidup
dan bertahta, kini dan sepanjang masa. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
91
b. Langkah I: Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta
1) Pendamping membagikan teks cerita “Si Tukang Kayu” kepada peserta dan
memberikan kesempatan kepada peserta untuk membaca dan mempelajari
sendiri-sendiri terlebih dahulu (cerita terlampir)
2) Penceritaan kembali isi cerita : Pendamping meminta salah seorang peserta
untuk mencoba menceritakan kembali isi dari cerita “Si Tukang Kayu”
3) Intisari Cerita”Si tukang Kayu” tersebut adalah:
Seorang tukang kayu tua mengutarakan niatnya kepada pemilik perusahaan
Timbul Jaya supaya dipensiunkan dari perusahaan karena ia sudah tua, merasa
lelah dan ingin beristirahat serta menikmati sisa hari tuanya bersama istri dan
keluarganya. Pemilik perusahaan dengan berat hati mengabulkan permintaan Si
Tukang Kayu karena ia adalah seorang pekerja yang terbaik. Maka sebelum
pensiun, ia diberi suatu tanggung jawab untuk membangun sebuah rumah yang
akan dihadiahkan baginya. Si Tukang Kayu menerima tanggung jawab itu dan
melaksanakannya dengan keadaan terpaksa sehingga rumah yang dibangun itu
tidak bagus.
Alangkah menyesalnya Si Tukang Kayu setelah rumah yang dibangunnya
itu dihadiahkan baginya. Dia telah terlanjur melaksanakan tanggung jawabnya
dengan tidak sungguh-sungguh dan secara ogah-ogahan.
4) Pengungkapan pengalaman: Peserta diajak untuk mendalami cerita tersebut
dengan tuntunan beberapa pertanyaan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
92
a) Kesulitan-kesulitan apa yang dialami si tukang kayu akan tanggung jawabnya
dalam membangun rumah?
b) Kesulitan-kesulitan apa yang bapak ibu guru alami akan tanggung jawab
dalam pelayanan di sekolah (pedalaman)?
5) Suatu contoh arah rangkuman pendamping.
Dalam cerita tersebut Si Tukang Kayu yang sudah tua minta untuk
dipensiunkan dari perusahaan Timbul Jaya. Sebelum ia dipensiunkan pemilik
perusahan memberi ia sebuah tanggung jawab yaitu membangun satu rumah. Si
tukang kayu menerima tanggung jawab tersebut namun ia melaksanakan tanggung
jawab dengan terpaksa. Kesulitan yang ia alami bahwa mengerjakan dengan
terpaksa tidak dengan sepenuh hati. Hal ini juga yang disebabkan karena ia sudah
tua dan lelah. Ternyata rumah yang dibangun itu dihadiahkan kepada dirinya
sendiri. Tanggung jawab yang dilakukan dengan hati yang setengah-setengah
merugikan dirinya sendiri dan keluarganya.
Dalam kehidupan kita sehari-hari kadang kita menerima tugas dan tanggung
jawab namun dalam melaksanakannya tentu kita menemukan kesulitan-kesulitan.
Dalam pelayanan pun demikian seperti fasilitas yang kurang, iklim yang dinggin.
Terkadang kesulitan itu muncul dari dalam diri kita sendiri seperti malas, tidak
peduli, mencari yang enak saja dan lain sebagainya. Akhibatnya tanggung jawab
itu dikerjakan tidak sepenuh hati, maka hasilnya pun tidak sesuai bahkan tidak
baik. Pada akhirnya kita merugikan diri kita sendiri bahkan merugikan orang lain
(para murid dan bumi Papua) yang paling kita cintai. Tanggung jawab yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
93
dipercayakan kepada kita, jika dilaksanakan dengan hati yang setengah-setengah
menyengsarakan diri kita sendiri dan juga orang yang hidup bersama dengan kita.
c. Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta
Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau cerita di atas
dengan dibantu pertanyaan sebagai berikut:
a) Bagaimana cara bapak ibu mengatasi kesulitan- kesulitan yang dialami ketika
melaksanakan tanggung jawab sebgai seorang guru?
Pendamping memberi arah rangkuman singkat atas jawaban-jawaban peserta yang
telah diungkapkan misalnya sebagai berikut:
Kita semua di panggil dan diutus sebagai guru untuk melayani dengan
penuh tanggung jawab namun itu tidak mudah. Kita perlu belajar terus menerus
dan kerelaan untuk berproses. Maka sebagai seorang guru kita harus berani
bertanggung jawab dengan sepenuh hati dalam setiap pelayanan. Sebab dengan
cara demikian kita dapat belajar untuk menjadi guru yang selalu bertanggung
jawab dengan tugasnya. Maka kita pun di tuntut agar selalu mendengarkan ajaran
Tuhan sehingga mampu memotivasi kita. Sebagai seorang guru harus
melaksanakan tugas tanggung jawabnya untuk memberikan pendidikan yang
optimal dan mendampingi para murid sekaligus hadir di sekolah. Kalau tugas dan
tanggung jawab tersebut tidak dilaksanakan kemungkinan besar dapat dipastikan
masa depan para murid dan pendidikan yang baik tidak dapat tercapai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
94
d. Langkah III: Menggali Pengalaman Iman Kristiani
1) Salah seorang peserta dimohon bantuannya untuk membacakan teks langsung
dari Kitab Suci, Injil Lukas 10:1-9
2) Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi
merenungkan dan menanggapi bacaan Kitab Suci dengan bantuan beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
a) Ayat-ayat manakah yang menunjukkan tangung jawab yang diberikan Yesus
kepada 70 muridnya?
b) Sikap-sikap tanggung jawab apa yang ditampilkan oleh para murid?
3) Peserta diajak untuk menemukan pesan inti perikopa sehubungan dengan
jawaban atas 2 (dua) pertanyaan di atas.
4) Pendamping memberikan interpretasi atau tafsir dari bacaan Kitab Suci dari
Injil Lukas 10:1-9 dan menghubungkannya dengan tanggung jawab peserta
dalam hubungan dengan tema dan tujuan pertemuan, misalnya sebagai
berikut:
Ayat 3-9 ”Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke
tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut,
dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau
kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi
rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera,
maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali
kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan
orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
95
berpindah-pindah rumah. Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan
kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan
sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka:
Kerajaan Allah sudah dekat padamu. Dalam ketuju ayat inilah Yesus memberikan
tanggung jawab kepada 70 murid-Nya. Sungguh sangat dampak tanggung jawab
yang Yesus berikan yakni dengan kata ”pergilah, jangan membawa pundi-pundi,
memberi salam disetiap ruamh yang mereka datangi, dan tinggallah bersama
mereka dan terus mewartakan sabda Allah bahwa kerajaan Allah sudah dekat
padamu. Tugas dan tanggung jawab ini harus dilaksanakan secara terus-menerus
oleh para pewarta Kristiani termasuk kita sebagai guru. Tugas dan tanggung
jawab 70 murid ini harus dilaksanakan secara mantap dengan langkah yang pasti.
Oleh karena itu, Yesus mengatakan “Jangan memberi salam kepada siapapun
selama dalam perjalanan”.
Sikap-sikap yang ditampilkan oleh para murid yakni pandang mundur atau
berani serta dengan langkah pasti dan mantap mereka menerima serta
melaksanakan tugas perutusan dan tanggung jawab tesebut karena yakin dan
percaya bahwa Dia yang memberi tugas perutusan akan membantu usaha mereka
dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut. Kesetiaan mereka untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab tesebut membuahkan hasil yang luar
biasa yaitu dapat menyembuhkan orang sakit dan kehadiran mereka
mendatangkan Kerajaan Allah sehingga banyak orang terselamatkan, mengalami
damai sejahtera dan mengenal nama Yesus Sang Keselamatan yang memberi
teladan dan tanggung jawab kepada umat-Nya yaitu dengan taat sampai wafat di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
96
salib dan akhirnya bangkit kembali mengalami kemuliaan BapaNya. Peristiwa ini
sungguh-sungguh kita alami sampai saat ini. Kita yakin dan percaya bahwa Yesus
Kristuslah teladan bagi hidup kita sebagai Sang Raja Damai dan Keselamatan bagi
hidup kita sekarang dan selama-lamanya.
e. Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Konkret
1) Pendamping mulai mengawali langkah ini dengan menempatkan peserta dalam
konteks dan situasi pertemuan, serta menerapkan pesan inti Kitab Suci dalam
pengalaman, kebutuhan, dan situasi hidup sesuai dengan tema dan tujuan
katekese umat, misalnya sebagai berikut :
Sebagai bahan refleksi kita untuk semakin menghayati dan menyandarkan
diri pada Allah yang merupakan satu-satunya pedoman bagi langkah hidup kita
dalam menjalankan suatu tanggung jawab, kita akan mencoba merenungkan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a) Bagaimana saya pribadi menghayati perutusanku sebagai murid Yesus dalam
tugas dan hidupku sehari-hari sebagai guru?
b) Sejauh mana bapak/ibu guru semakin disadarkan, diteguhkan, disapa dalam
menjalankan tugas perutusan dihari-hari mendatang?
Peserta diberi kesempatan untuk merenungkan 2 (dua) pertanyaan diatas,
kemudian diberi kesempatan untuk mengungkapkan hasil renungannya. Yesus
sendiri telah memberikan tanggung jawab kepada kita bukan hanya kepada para
murid. Adapun tanggung jawab yang diberikan Yesus Kristus kepada kita adalah
melanjutkan tugas perutusan dan tanggung jawab para murid yang diberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
97
Yesus Kristus yaitu menyiapkan jalan-Nya, menghadirkan Kerajaan Allah di
sekolah terkhusus dalam hati setiap murid. Marilah kita kembali menyadari
bahkan berani menanggalkan hal-hal yang menghambat diri kita untuk tetap setia
mempertanggungjawabkan tugas perutusan kita. Hendaknya kita juga semakin
berani mengakui kelemahan dan mohon bantuan dari Allah agar Dia yang
mengubahnya menjadi daya kekuatan baru. Tidaklah mudah melaksanakan tugas
dan tanggungjawab yang begitu hebat. Dengan kekuatan sendiri pasti kita tidak
mampu melaksanakannya akan tetapi hanya dengan rahmat dan kekuatan Allah
sendiri, maka Dia memampukan kita untuk melaksanakannya.
f) Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi
1) Pengantar
Bapak/ibu guru yang terkasih dalam nama Yesus Kristus, setelah kita
bersama-sama menggali pengalaman kita sebagai seorang guru yang memiliki
tanggung jawab, baik itu tanggung jawab dalam pemdidikan murid (sekolah)
Gereja maupun masyarakat, kita semakin disemangati untuk dapat melaksanakan
tanggung jawab kita secara sungguh-sungguh dan berani menghadapi segala
tantangan tanpa perasaan takut karena Tuhan pasti berada di pihak kita untuk
selalu membantu dan menyemangati kita dalam melaksanakannya.
Melalui cerita Si Tukang Kayu dan Injil Yesus Kristus mengenai
pengutusan 70 murid, kita mendapat wawasan baru atau cara pandang baru,
semangat baru, harapan baru, kemauan baru untuk semakin meningkatkan
penghayatan dalam melaksanakan tanggung jawab secara sungguh-sungguh sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
98
dengan yang ditugaskan oleh Yesus sendiri. Melalui sikap-sikap yang ditampilkan
oleh para murid yan dengan berani dan komintmen menerima tanggung jawab dari
Yesus. Maka marilah kita mengucapkan syukur dan semakin percaya pada
bimbingan rahmat Allah. Sekarang marilah kita memikirkan niat-niat dan bentuk
tanggung jawab kita sebagai utusan Allah yang harus membawa warta damai
sejahtera kepada semua orang.
2) Peserta diajak untuk memikirkan langkah konkret yang akan dilakukan untuk
mendukung terwujudnya rasa tanggung jawab terhadap para murid dan
sekolah, dengan panduan pertanyaan sebagai berikut :
a) Langkah konkret apa yang hendak kita bangun untuk meningkatkan
pelaksanaan tugas perutusan kita di sekolah keluarga, Gereja maupun dalam
masyarakat?
b) Usaha apa yang dapat kita lakukan sebagai seorang guru agar dapat
menujukkan diri kita sebagai utusan Kristus yang bertanggung jawab?
Peserta diberi kesempatan mengungkapkan dan mensharingkan niat pribadi
yang akan dilaksanakan sebagai langkah konkret. Selanjutnya peserta diberi
kesempatan dalam suasana hening membuat niat-niat pribadi – bersama yang akan
dilakukan. Setelah itu niat pribadi dan bersama dipersembahkan dalam doa umat
supaya dapat terwujud dalam hidup perutusan.
g. Penutup
1) Pendamping meletakkan Salib dan lilin di tengah-tengah peserta sehingga
semua peserta dapat melihatnya. Kemudian pendamping mengajak peserta untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
99
mengajukan doa-doa umat kepada Tuhan Yesus. Pendamping mengawalinya, doa
umat kemudian diakhiri dengan doa Bapak Kami, doa penutup yang dihubungkan
dengan tema dan tujuan katekese umat.
2) Doa Penutup
Tuhan Yesus Kristus teladan hidup kami, kami mengucapkan syukur atas
tanggung jawab yang Engkau percayakan kepada kami sebagai abdi-Mu di
tengah-tengah dunia pendidikan. Engkau telah membimbing kami dalam
menghadapi bermacam tantangan dan permasalahan untuk menjalankan tanggung
jawab kami sebagai seorang bapak/ibu guru baik untuk murid, sesama guru dan
sekolah. Tanpa bantuan dan bimbinganMu kami orang lemah ini sering tidak
mampu untuk melaksanakan tugas perutusan dan tanggung jawab secara sungguh-
sungguh. Oleh karena itu buatlah kami semakin merasakan kegembiraan dalam
tugas perutusan dan tanggung jawab kami sebagai seorang bapak/ibu guru dan
sebagi umat pilihan-Mu sehingga kami mampu memberikan kesaksian iman
dalam hidup kami sehari-hari, khususnya dalam tugas-tugas kami dalam bidang
pendidikan dan Gereja dan masyarakat sekitar kami. Akhirnya semoga kami dapat
menjalankan nasihat-Mu untuk memberikan diri sepenuhnya ke dalam tangan-Mu
dalam seluruh tugas dan tanggung jawab kami sebagai utusan-Mu. Dikau kami
puji kini dan sepanjang masa. Amin.
Dilanjutkan doa mohon Tanggung jawab MB 17E
3) Lagu Penutup : Pengutusan dan Salib Madah Bakti No. 457
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
100
BAB V
PENUTUP
Dalam keseluruhan skripsi ini, penulis telah mencoba menguraikan gagasan
tentang pengembangan spiritualitas guru Katolik di Sekolah khususnya SD YPPK
Bilogai. Pengembangan yang penulis maksud adalah usaha mengkonkretkan
sepuluh (10) keutamaan guru Kristiani yang digunakan untuk mengembangkan
dan meningkatkan spiritualitas mereka sebagai guru Katolik. Pada bagian akhir
dari skripsi ini, penulis akan membuat kesimpulan dari apa yang sudah dibahas
dalam bab-bab sebelumnya. Penulis juga akan memberikan saran yang kiranya
dapat bermanfaat bagi para guru khususnya guru di SD YPPK Bilogai dalam
meningkatkan dan mengembangkan spiritualitas guru Kristiani.
A. Kesimpulan
Spiritualitas merupakan seluruh pola hidup yang digerakkan oleh Roh
Kudus untuk menanggapi kehendak Allah. Pola hidup yang ditampilkan dalam
relasi manusia dengan Allah dan sikap serta tindakan terhadap sesama. Dasarnya
adalah kehadiran dan kegiatan Roh Kudus dalam setiap orang. sehingga semua
orang yang menerima Roh Kudus mampu melaksanakan seluruh rencana atau
kehendak Allah. Kehendak Allah itu nampak melalui tindakan-tindakan seseorang
(guru) yang memberikan diri secara utuh dengan berdasarkan 10 keutamaan guru
Katolik , untuk mengajar dan mendidik para muridnya. Dengan demikian seluruh
pikiran, tindakkan dan sikap yang dibimbing oleh Roh Kudus merupakan
kehendak Allah sendiri. Kehendak Allah yang ditawarkan kepada semua manusia
merupakan keselamatan. Hidup Allah akan menjadi hidup kita kalau kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
101
menerima tawaran tersebut dan penerimaan ini akan menjadi model hidup kita.
Inilah yang dimaksud dengan spiritualitas.
Spiritualitas Kristiani adalah suatu cara hidup yang dituntun oleh Roh
Kudus yang berasal dari Kristus. Kristus merupakan sumber penggerak manusia
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diemban. Maka setiap guru
pun dipanggil untuk semakin menjadi orang Kristiani dengan meneladani Yesus
sang guru sejati. Peranan spiritualitas membantu semua orang sehingga mampu
mencapai visi dan misi atau suatu tujuan tertentu. Sama halnya, mengikuti Yesus
berarti perlu mengetahui visi dan misi-Nya yakni perbuatan dan pengajaran yang
menciptakan Kerajaan Allah misalnya sukacita, damai sejarahtera, dan pendidikan
yang lebih baik. Spiritualitas untuk melaksanakan misi itu bersumber pada
pekerjaan Roh Kudus karena karya Roh Kuduslah yang memperbarui dan
menciptakan dunia baru.
Berbicara tentang identitas guru tentunya tidak terlepas dari spiritualitas
yang dilandasi oleh sepuluh (10) keutamaan guru Kristiani 1karena hal inilah yang
menjadi kekuatan bagi para guru sehingga mampu melaksanakan tanggung jawab
mereka. Selain itu guru pun dituntun agar mampu meneladani sikap dan tindakan
Yesus. Tindakan dan sikap Yesus seperti mengajarkan doa, mewartakan kabar
sukacita, memberikan diri, peduli, dan sebagainya. Semua tindakan itu bertujuan
agar setiap murid mengalami kehadiran Allah atau mengalami keselamatan. Guru
pun hadir dan memberikan diri bahkan hidupnya bagi para murid sehingga mereka
1 Siap sedia, Totalitas, Cura personal, Kerja keras dan mutu, Bertanggung jawab, melayani dengan
rendah hati, Bijaksana, Memperjuangkan kebenaran, Mudah bersyukur dan Berpengharapan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
102
mengalami hidup yang baru. Dengan demikian pelayanan para guru merupakan
keikut-sertaan dalam tugas perutusan Kristus dengan mewartakan Kerajaan Allah
dalam bidang Pendidikan. Pelayanan guru yang sungguh berasal dari hati dan
cinta mampu menyentuh kedalaman hidup para murid yang mengantarkan mereka
bertemu dan mengalami kehadiran sang pemberi cinta kasih yakni Yesus Kristus.
Melihat yang penulis uraikan dalam bab-bab sebelumnya dan dengan judul
yang penulis angkat yakni Mengembangkan Spiritualitas Pelayanan Guru, penulis
mengusulkan kegiatan katekese umat dengan model Shared Christian Praxis.
Kegiatan Katekese Umat ini ditujukan khusus bagi para guru di SD YPPK
Bilogai. Dengan diadakan kegiatan Katekese Umat dengan model Shared
Christian Praxis melalui tema 10 keutamaan guru Kristiani ini diharapkan
membantu para guru SD YPPK Bilogai dalam meningkatkan dan
mengembangkan spiritualitas guru Kristiani melalui cara hidupnya sehari-hari
khususnya di sekolah tempat mereka ditugaskan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis ingin menyampaikan beberapa
saran yang dapat meningkatkan spiritualitas guru Kristiani dalam pelayanan di
sekolah. Saran ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan atau untuk
dipertimbangkan bagi semua pihak. Saran yang penulis sampaikan adalah:
1. Bagi sekolah
Sekolah perlu memberi tempat sekaligus mengadakan suatu bentuk
pertemuan yang terorganisasikan dan berkelanjutan guna semakin menyadarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
103
dan meningkatkan serta mengembangkan spiritualitas guru Kristiani bagi para
guru khususnya guru SD YPPK Bilogai.
2. Bagi guru
Diharapkan agar para guru menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai
seorang pendidik dengan nilai-nilai Kristiani atau sepuluh (10) keutamaan guru
Kristiani sehingga mampu mengembangkan spiritualitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
104
DAFTAR PUSTAKA
Asse Bless, Samuel. (2014). Kalau bukan kami siapa lagi? : Potret Nasib
Guru dan Pendidikan di Pedalaman Papua. Yogyakarta: Kanisius.
Banawiratma, J.B. (1990). Spiritualitas Tranformatif. Yogyakarta: Kanisius.
Djono Moi, Alberto A. (2016). Jadilah Guru Kehidupan.
Bajawa Press Yogyakarta.
Groome. Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis: suatu model
berkatekese (Seri Puskat No. 356). (F.X. Heryatno Wono Wulung,
Penyadur) Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
(Buku Asli diterbitkan tahun 1991).
Hardawiryana, R. (1975). Ensiklopedi Populer tentang Gereja. Jakarta
Ismail, Andar, Song, C.S., Rahner, Karl dan Nouwen, Henry. (2012).
Penerjemah: Natar. Pelayanan, Spiritualitas, dan pelayanan.
Yogyakarta: Kanisius
Konferensi Pemimpin Tarekat Religius Indonesia, (1987) Spiritualitas
Pelayanan. Jakarta
Konferensi Suci para klerus. (1991). Direktorium Kateketik umum. (Thom
Wignyata dan Lukas Lege, Penerjemah). Ende: Nusa Indah. (Dokumen
asli diterbitkan tahin 1971).
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996), Iman Katolik: Buku Informasi dan
Referensi. Yogyakarta: Kanisius.
Konsili Vatikan II. (2012). Apostolicam actuositatem art 4 (R. Hardawiryana,
penerjemah). Jakarta
Lalu, Yosef. (2007). Katekese Umat. Yogyakarta: Kanisius
Madya Utama I.L.(2002). Spiritualitas Liberatif-transformatif, dalam
Diskursus. Yogyakarta
Madya Utama I.L.(2011). Berpastoral Seluas Realitas Kehidupan dengan
Penuh Integritas. Departemen Dokumen dan Penerangan KWI.
Madya Utama, I.L.(2013). Kepemimpinan Pastoral yang Efektif. Yogyakarta:
Kanisius.
Mandagi, L. (1994) Identitas Pendidik Katolik, Yogyakarta: Seri Pastotoral
231
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
105
Moloney, F.J. dan Suharyo, I. (1988). Menjadi Murid dan Nabi. Kanisius,
Yogyakarta
Nouwen, Hendri, J.M. (1986). Pelayanan yang Kreatif Yogyakarta: Kanisius
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia II. (1981). Rumus
Katekese Umat yang dihasilkan PKKI II. Dalam Th. Huber (Ed.).
Katekese Umat: Hasil Pertemuan Katekese antar Keuskupan se-Indonesia
II. Yogyakarta: Kanisius.
Sufiyanta, A. Mintara. (2014). Roh Sang Guru: Buku Saku Spiritualitas Guru
Kristiani. Penerbit Obor.
Sufiyanta, A. Mintara. (2014). Hati Sang Guru: Menghayati panggilan Guru
Kristiani. Penerbit Obor.
Sufiyanta, A. Mintara. (2014). Dan Prihartini Yulia Sri, S.Pd.M.Hum. Sang
Guru Sang Peziara: Spiritualitas Kristiani. Penerbit Obor.
Sebastian R, (1988). “ Guru yang digugu dan ditiru”, Rohani no 4, 140
Sidjabat, B.S. (1994). “Menjadi Guru Profesional” sebuah perspektif
Kristiani. Bandung, Yayasan Kalam Hidup. Hal 36-37.
Sumarno Ds., M. (2016). Pendidikan Agama Katolik. Diktat Mata Kuliah
pengantar pendidikan agama Katolik Paroki Untuk Mahasiswa
Sememster VI, Fakultas Ilmu Pendidikan Agama, Universitas Sanata
Dharma. Yogyakarta.
Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi tradendae. (R. Hardawirjana,
penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen Asli iterbitkan tahun
1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
106
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(1)
”Si tukang Kayu”
Seorang tukang kayu tua mengutarakan niatnya kepada pemilik perusahaan
Timbul Jaya supaya dipensiunkan dari perusahaan karena ia sudah tua, merasa
lelah dan ingin beristirahat serta menikmati sisa hari tuanya bersama istri dan
keluarganya. Pemilik perusahaan dengan berat hati mengabulkan permintaan Si
Tukang Kayu karena ia adalah seorang pekerja yang terbaik. Maka sebelum
pensiun, ia diberi suatu tanggung jawab untuk membangun sebuah rumah yang
akan dihadiahkan baginya. Si Tukang Kayu menerima tanggung jawab itu dan
melaksanakannya dengan keadaan terpaksa sehingga rumah yang dibangun itu
tidak bagus.
Alangkah menyesalnya Si Tukang Kayu setelah rumah yang dibangunnya
itu dihadiahkan baginya. Dia telah terlanjur melaksanakan tanggung jawabnya
dengan tidak sungguh-sungguh dan secara ogah-ogahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
lagu pembuka MB No 456
Panggilan Tuhan
Panggilan Tuhan Tuhan bagi umat-Nya di atas bumu ciptaan-Nya
Api cinta-Nya nyala kasih-Nya sumber semangat bagi kita
Wartakan semangat cinta-Nya bagi orang yang dambahkan kasih-Nya
Mari kita puji Tuhan yang telah mengutus Putra-Nya
Lagu penutup MB No 457
Pengutusan dan Salib
Reef: Yesus diutus Bapak di Surga kini tugasku jadi utusan
1. Bapak mengutus Yesus Putra-Nya, bawa selamat bagi dunia
Kita diutus Yesus Sang guru wartakan damai bagi sesama Reef
2. Tiada amal tanpa berkurban, tiada karna tanpa derita
Salib dipanggul kurban ditanggung itulah hidup utusan TuhanReef
3. Benih yang jatuh di dalam tanah, akan bertunas hingga berbuah
Kurbankan diri bagi sesama akan membawa rahmat berlimpahReef
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
Doa Mohon Tanggung jawab MB No 17E
Ya Allah dan Bapak, berilah aku rasa Tanggung jawab, supaya dapat
menjalankan tugas kewajiban dengan sebaik-baiknya menurut kehendak-Mu.
Berilah aku rasa tanggung jawab terhadap diriku sendiri, supaya aku tidak
menyia-nyiakan segala karunia yang telah Kauberikan kepadaku; rasa tanggung
jawab terhadap orang tua, supaya aku dapat berbuat sesuatu guna membalas
segala kasih sayang dan pemeliharaan yang mereka berikan padaku; rasa
tanggung jawab terhadap guru-guru supaya pengajaran yang mereka berikan
dengan penuh kesabaran tidak sia-sia saja; rasa tanggung jawab kepada teman-
temanku, supaya aku tidak mengecewakan mereka. Berikanlah aku rasa tanggung
jawab terhadapat mereka yang sudah yang mendahului aku, supaya aku tidak lupa,
betapa mahalnya kebebasan dan kemerdekaanku, dan supaya aku dapat
meneruskan warisan serta tradisi yang lebih baik lagi kepada mereka yang akan
menyusulku: rasa tanggung jawab terhadap dunia, supaya aku dapat
menyumbangkan lebih banyak dari pada apa yang aku terima dari masyarakat;
rasa tanggung jawab terhadap Yesus, supaya aku selalu ingat bahwa Ia mencintai
aku dan mempertaruhkan nyawa-Nya demi aku. Ya Bapak, bantulah aku, supaya
selalu ingat akan apa yang sudah kuterima, dan mempergunakan sebaik-baikya
apa saja yang kumiliki dengan demikian aku dapat menyumbangkan sesuatu yang
berguna bagi umat-Mu yang telah ditebus dengan pengorbanan yang amat mahal
oleh Yesus, Tuhan dan pengantara kami amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI