BAB II LANDASAN TEORI A. SPIRITUALITAS 1. Pengertian...

20
12 BAB II LANDASAN TEORI A. SPIRITUALITAS 1. Pengertian Spiritualitas Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara, berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih. Spiritualitas adalah kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah ”sesuatu yang lebih besar dari manusia”adalah sesuatu yang diluar diri manusia dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua komponen, yaitu vertikal dan horizontal: - Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa. Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini. - Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet secara keseluruhan. Komponen vertikal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian spiritualitas dari Schreurs (2002) yang memberikan pengertian spiritualitas sebagai hubungan personal terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu, idealisme, sikap, pemikiran, perasaaan dan pengharapannya terhadap Yang Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. SPIRITUALITAS 1. Pengertian...

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. SPIRITUALITAS

1. Pengertian Spiritualitas

Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara,

berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu.

Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi,

dan penuh kasih.

Spiritualitas adalah kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan

sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah ”sesuatu yang lebih besar

dari manusia”adalah sesuatu yang diluar diri manusia dan menarik perasaan akan

diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua

komponen, yaitu vertikal dan horizontal:

- Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan

waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa.

Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.

- Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet

secara keseluruhan.

Komponen vertikal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian spiritualitas

dari Schreurs (2002) yang memberikan pengertian spiritualitas sebagai hubungan

personal terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu,

idealisme, sikap, pemikiran, perasaaan dan pengharapannya terhadap Yang

Universitas Sumatera Utara

13

Mutlak. Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu mengekspresikan

hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu juga sejalan dengan pendapat Elkins et al. (1988) yang mengartikan

spiritualitas sebagai suatu cara menjadi dan mengalami sesuatu yang datang

melalui kesadaran akan dimensi transenden dan memiliki karakteristik beberapa

nilai yang dapat diidentifikasi terhadap diri sendiri, kehidupan, dan apapun yang

dipertimbangkan seseorang sebagai Yang Kuasa.

Sedangkan komponen horizontal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian

spiritualitas dari Fernando (2006) yang mengatakan bahwa spiritualitas juga bisa

tentang perasaan akan tujuan, makna, dan perasaan terhubung dengan orang lain.

Pendapat ini tidak memasukkan agama dalam mendefinisikan spiritualitas dan

spiritualitas.

Spiritualitas dapat diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk juga di

tempat kerja. Ashmos (2000) mendefinisikan spiritualitas di tempat kerja sebagai

suatu pengenalan bahwa karyawan memiliki ”kehidupan dalam” yang memelihara

dan dipelihara oleh pekerjaan yang bermakna yang mengambil tempat dalam

konteks komunitas. Pengertian spiritualitas di tempat kerja dari Ashmos memiliki

tiga komponen, yaitu kehidupan dalam (inner life), pekerjaan yang bermakna, dan

komunitas. Ashmos ingin menekankan bahwa spiritualitas di tempat kerja bukan

tentang agama, walaupun orang terkadang mengekspresikan kepercayaan agama

mereka di tempat kerja.

Spiritualitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada definisi dari

Tischler (2002) yaitu spiritualitas sebagai suatu hal yang berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

14

perilaku atau sikap tertentu dari seorang individu, menjadi seorang yang spiritual

berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.

Setelah menguraikan beberapa definisi spiritualitas dan spiritualitas di tempat

kerja, selanjutnya akan diuraikan mengenai komponen-komponen dari

spiritualitas.

2. Komponen Spiritualitas

Elkins et al. (1988) melakukan penelitian dengan melibatkan beberapa orang

yang mereka anggap memiliki spiritualitas yang berkembang (highly spiritual).

Partisipan dalam penelitian ini diberikan pertanyaan menyangkut berbagai

komponen spiritualitas (yang didapat dari studi teoritis berbagai literatur

humanistik, fenomenologis dan eksistensialisme yang telah dilakukan

sebelumnya) dan diminta untuk menilai komponen-komponen tersebut

berdasarkan pengalaman dan pengertian pribadi mereka mengenai spiritualitas itu

sendiri. Hasil dari penelitian ini mengarahkan Elkins et al. untuk sampai pada

sembilan komponen dari spiritualitas, yaitu:

1. Dimensi transenden

Individu spiritual percaya akan adanya dimensi transenden dari kehidupan.

Inti yang mendasar dari komponen ini bisa berupa kepercayaan terhadap tuhan

atau apapun yang dipersepsikan oleh individu sebagai sosok transenden. Individu

bisa jadi menggambarkannya dengan menggunakan istilah yang berbeda, model

pemahaman tertentu atau bahkan metafora. Pada intinya penggambaran tersebut

akan menerangkan kepercayaannya akan adanya sesuatu yang lebih dari sekedar

Universitas Sumatera Utara

15

hal-hal yang kasat mata. Kepercayaan ini akan diiringi dengan rasa perlunya

menyesuaikan diri dan menjaga hubungan dengan realitas transenden tersebut.

Individu yang spiritual memiliki pengalaman bersentuhan dengan dimensi

transenden. Komponen ini sama dengan komponen kesatuan dengan yang

transenden dari LaPierre dalam Hill (2000).

2. Makna dan tujuan dalam hidup

Individu yang spiritual memahami proses pencarian akan makna dan tujuan

hidup. Dari proses pencarian ini, individu mengembangkan pandangan bahwa

hidup memiliki makna dan bahwa setiap eksistensi memiliki tujuannya masing-

masing. Dasar dan inti dari komponen ini bervariasi namun memiliki kesamaan

yaitu bahwa hidup memiliki makna yang dalam dan bahwa eksistensi individu di

dunia memiliki tujuan. Komponen ini sama dengan komponen pencarian akan

makna hidup dari LaPierre dalam Hill (2000).

3. Misi hidup

Individu merasakan adanya panggilan yang harus dipenuhi, rasa tanggung

jawab pada kehidupan secara umum. Pada beberapa orang bahkan mungkin

merasa akan adanya takdir yang harus dipenuhi. Pada komponen makna dan

tujuan hidup, individu mengembangkan pandangan akan hidup yang didasari akan

pemahaman adanya proses pencarian makna dan tujuan. Sementara dalam

komponen misi hidup, individu memiliki metamotivasi yang berarti mereka dapat

memecah misi hidupnya dalam target-target konkrit dan tergerak untuk memenuhi

misi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

16

4. Kesakralan hidup

Individu yang spiritual mempunyai kemampuan untuk melihat kesakralan

dalam semua hal hidup. Pandangan akan hidup mereka tidak lagi dikotomi seperti

pemisahan antara yang sakral dan yang sekuler, atau yang suci dan yang duniawi,

namun justru percaya bahwa semua aspek kehidupan suci sifatnya dan bahwa

yang sakral dapat juga ditemui dalam hal-hal keduniaan.

5. Nilai-nilai material

Individu yang spiritual menyadari akan banyaknya sumber kebahagiaan

manusia, termasuk pula kebahagiaan yang bersumber dari kepemilikan material.

Oleh karena itu, individu yang spiritual menghargai materi seperti kebendaan atau

uang namun tidak mencari kepuasaan sejati dari hal-hal material tersebut. Mereka

menyadari bahwa kepuasaan dalam hidup semestinya datang bukan dari seberapa

banyak kekayaan atau kebendaan yang dimiliki.

6. Altruisme

Individu yang spiritual menyadari akan adanya tanggung jawab bersama dari

masing-masing orang untuk saling menjaga sesamanya (our brother’s keepers).

Mereka meyakini bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri sendiri, bahwa

umat manusia terikat satu sama lain sehingga bertanggung jawab atas sesamanya.

Keyakinan ini sering dipicu oleh kesadaran mereka akan penderitaan orang lain.

Nilai humanisme ini diikuti oleh adanya komitmen untuk melakukan tindakan

nyata sebagai perwujudan cinta altruistiknya pada sesama.

Universitas Sumatera Utara

17

7. Idealisme

Individu yang spiritual memiliki kepercayaan kuat pada potensi baik manusia

yang dapat diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Memiliki keyakinan

bukan saja pada apa yang terlihat sekarang namun juga pada hal baik yang

dimungkinkan dari hal itu, pada kondisi ideal yang mungkin dicapai. Mereka

percaya bahwa kondisi ideal adalah sesuatu yang sebenarnya mungkin untuk

diwujudkan. Kepercayaan ini membuat mereka memiliki komitmen untuk

menjadikan dunia tempat yang lebih baik, setidaknya dalam kapasitasnya masing-

masing.

8. Kesadaran akan peristiwa tragis

Individu yang spiritual menyadari akan perlu terjadinya tragedi dalam hidup

seperti rasa sakit, penderitaan atau kematian. Tragedi dirasa perlu terjadi agar

mereka dapat lebih menghargai hidup itu sendiri dan juga dalam rangka meninjau

kembali arah hidup yang ingin dituju. Peristiwa tragis dalam hidup diyakininya

sebagai alat yang akan membuat mereka semakin memiliki kesadaran akan

eksistensinya dalam hidup.

9. Buah dari spiritualitas

Komponen terakhir merupakan cerminan atas kedelapan komponen

sebelumnya dimana individu mengolah manfaat yang dia peroleh dari pandangan,

kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya. Pada komponen ini individu menilai

efek dari spiritualitasnya, dan biasanya dikaitkan dengan hubungannya terhadap

diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan, dan apapun yang dipersepsikannya

sebagai aspek transenden.

Universitas Sumatera Utara

18

Komponen-komponen spiritualitas menurut Elkins et. al. (1988) mencakup

hubungan seorang individu dengan daya yang melebihi dirinya dan juga dengan

orang-orang di sekitarnya. Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan

memiliki komponen-komponen di atas. Selanjutnya akan diuraikan mengenai

aspek-aspek dari spiritualitas.

3. Aspek-Aspek Spiritualitas

Menurut Schreurs (2002) spiritualitas terdiri dari tiga aspek yaitu aspek

eksistensial, aspek kognitif, dan aspek relasional:

1. Aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk “mematikan” bagian dari

dirinya yang bersifat egosentrik dan defensif. Aktivitas yang dilakukan

seseorang pada aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri (true self).

2. Aspek kognitif, yaitu saat seseorang mencoba untuk menjadi lebih reseptif

terhadap realitas transenden. Biasanya dilakukan dengan cara menelaah

literatur atau melakukan refleksi atas suatu bacaan spiritual tertentu, melatih

kemampuan untuk konsentrasi, juga dengan melepas pola pemikiran

kategorikal yang telah terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi secara

lebih jernih pengalaman yang terjadi serta melakukan refleksi atas pengalaman

tersebut, disebut aspek kognitif karena aktivitas yang dilakukan pada aspek ini

merupakan kegiatan pencarian pengetahuan spiritual.

3. Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa bersatu

dengan Tuhan (dan atau bersatu dengan cintaNya). Pada aspek ini seseorang

Universitas Sumatera Utara

19

membangun, mempertahankan, dan memperdalam hubungan personalnya

dengan Tuhan.

Selanjutnya akan diuraikan mengenai kompetensi apa saja yang didapat dari

spiritualitas yang berkembang.

4. Kompetensi yang didapat dari Spiritualitas yang Berkembang

Tischler (2002) mengemukakan terdapat empat kompetensi yang didapat dari

spiritualitas yang berkembang, yaitu :

a. Kesadaran Pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang mengatur

dirinya sendiri, self-awareness, emotional self-awareness, penilaian diri yang

positif, harga diri, mandiri, dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri

b. Keterampilan Pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri,

fleksibel, mudah beradaptasi, menunjukkan performa kerja yang baik

c. Kesadaran Sosial (social awareness), yaitu menunjukkan sikap sosial yang

positif, empati, altruisme

d. Keterampilan Sosial (social skills) yaitu memiliki hubungan yang baik dengan

teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap terbuka terhadap orang lain

(menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang baik terhadap

nilai positif, baik dalam menanggapi kritikan

Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen-

komponen di atas. Sebagai contoh, pada sisi kesadaran sosial, Orang-orang yang

spiritualnya baik memperlihatkan sikap sosial yang lebih positif, lebih empati, dan

menunjukkan altruisme yang besar. Mereka juga cenderung untuk merasa lebih

Universitas Sumatera Utara

20

puas dengan pekerjaannya. Penelitian ini akan menggunakan kompetensi-

kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang sebagai dasar untuk

membuat alat ukur.

Setelah diuraikan beberapa kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang

berkembang, selanjutnya akan diuraikan faktor-faktor yang berhubungan dengan

spiritualitas.

5. Faktor yang berhubungan dengan spiritualitas

Dyson dalam Young (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan

dengan spiritualitas, yaitu:

a. Diri sendiri

Jiwa seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dalam

eksplorasi atau penyelidikan spiritualitas

b. Sesama

Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri.

Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah

lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi

c. Tuhan

Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara

tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa

ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami

sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat

Tuhan mungkin mengambil berbagai macam bentuk dan mempunyai makna

Universitas Sumatera Utara

21

yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain. Manusia mengalami Tuhan

dalam banyak cara seperti dalam suatu hubungan, alam, musik, seni, dan

hewan peliharaan. Penyelenggara kesehatan dan penyelenggara perawatan

spiritual yang efektif dapat mengintegrasikan semua ungkapan spiritualitas ini

dalam perawatan pada pasien.

Howard (2002) menambahkan satu faktor yang berhubungan dengan

spiritualitas, yaitu lingkungan. Young (2007) mengartikan bahwa lingkungan

adalah segala sesuatu yang berada di sekitar seseorang.

Young (2007) juga menjelaskan bahwa proses penuaan adalah suatu langkah

yang penting dalam perjalanan spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang.

Orang-orang yang memiliki spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa

perubahan dan berusaha mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup

mereka dan maknanya.

B. PERAWAT

1. Pengertian Perawat

Perawat berasal dari kata Latin nutrix yang artinya merawat atau memelihara.

Kata ini pertama kali digunakan oleh Ellis & Hartley (dalam Gaffar, 1999).

Seorang perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat dan memelihara,

membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan proses penuaan

(Taylor, dkk dalam Gaffar, 1999).

Universitas Sumatera Utara

22

Hasil Lokakarya Keperawatan Nasional tahun 1983 (dalam Praptianingsih,

2006) mengartikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang

komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang

sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia.

Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 memuat bahwa perawat

adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan

keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui

pendidikan keperawatan.

Perawat pada penelitian ini adalah orang yang merawat, memelihara,

membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan proses penuaan

(Taylor dalam Gaffar, 1999). Perawat memiliki fungsi dalam melaksanakan

praktek keperawatannya.

2. Fungsi Perawat

Fungsi perawat dalam praktek ada tiga (Hikey dalam Praptianingsih 2006),

yaitu:

1) Fungsi independen

Tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter, tindakan perawat

bersifat mandiri, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu,

perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul terhadap tindakan

yang diambil.

Universitas Sumatera Utara

23

2) Fungsi interdependen

Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim

kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lain

berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien.

3) Fungsi dependen

Perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik.

Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan

khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter,

seperti pemasangan infus, pemberian obat, melakukan suntikan. Oleh karena

itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter karena

setiap tindakan perawat berdasarkan perintah dokter.

Perawat di rumah sakit dan dunia kesehatan memiliki beberapa peran yang

akan diuraikan selanjutnya.

3. Peran perawat

Gaffar (1999) memaparkan beberapa peran perawat. Berikut ini merupakan

uraian peranan dari perawat:

1. Nursing is caring, perawat berperan dalam pemberian asuhan keperawatan.

Perawat harus memperlihatkan bahwa dalam pemberian asuhan keperawatan

tidak dikenal pasien atau kasus pribadi. Semua pasien diperlakukan sama.

2. Nursing is sharing, dalam pemberian asuhan keperawatan perawat selalu

melakukan sharing (berbagi) atau diskusi antara sesama perawat, kepada

anggota tim kesehatan lain dan kepada klien.

Universitas Sumatera Utara

24

3. Nursing is laughing, perawat meyakini bahwa senyum merupakan suatu kiat

dalam asuhan keperawatan untuk meningkatkan rasa nyaman klien.

4. Nursing is crying, perawat menerima respon emosional dari perawat atau

orang lain sebagai sesuatu hal yang biasa pada situasi senang duka.

5. Nursing is touching, perawat dapat menggunakan sentuhan untuk

meningkatkan rasa nyaman pada saat melakukan massage (pijat).

6. Nursing is helping, asuhan keperawatan dilakukan untuk menolong klien

dengan sepenuhnya memahami kondisinya.

7. Nursing is believing in others, perawat meyakini orang lain memiliki hasrat

dan kemampuan untuk meningkatkan status kesehatannya.

8. Nursing is trusting, perawat harus menjaga kepercayaan orang lain (klien)

yaitu dengan menjaga mutu asuhan keperawatan.

9. Nursing is learning, perawat harus selalu belajar atau mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan keperawatan profesional melalui auhan

keperawatan yang dilakukan.

10. Nursing is respecting, perawat memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan

kepada orang lain (klien dan keluarganya) dengan menjaga kepercayaan dan

rahasia klien.

11. Nursing is listening, perawat harus menjadi pendengar yang baik ketika klien

berbicara atau mengeluh.

12. Nursing is doing, perawat melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan

berdasarkan pengetahuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman serta

asuhan keperawatan secara komprehensif.

Universitas Sumatera Utara

25

13. Nursing is feeling, perawat dapat menerima, merasakan dan memahami

perasaan duka, senang, frustrasi dan rasa puas klien.

Menurut Gaffar dalam Praptianingsih (2006) selain tiga belas peran di atas,

dalam melaksanakan profesinya, perawat juga memiliki empat peran lain, yaitu:

1) Peran sebagai pelaksana

Perawat bertindak sebagai comforter (mengupayakan kenyamanan dan rasa

aman pada pasien), protector dan advocat, (melindungi pasien dan

mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban pasien dalam pelayanan

kesehatan), commmunicator (tampak ketika perawat bertindak sebagai

penghubung antara pasien dengan anggota tim kesehatan) serta rehabilitator

(perawat membantu pasien untuk beradaptasi dengan perubahan tubuhnya).

2) Peran sebagai pendidik

Perawat melakukan penyuluhan kepada klien (pasien) yang berada di bawah

tanggung jawabnya.

3) Peran sebagai pengelola

Peran ini berkaitan dengan jabatan struktural di rumah sakit. Perawat harus

memantau dan menjamin kualitas asuhan keperawatan serta mengorganisasi

dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan.

4) Peran sebagai peneliti

Perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian di

bidangnya.

Universitas Sumatera Utara

26

C. SPIRITUALITAS PADA PERAWAT RUMAH SAKIT UMUM DR.

PIRNGADI MEDAN

Ashmos (2000) mengatakan bahwa banyak orang di tempat kerja merasa

butuh menemukan kembali apa yang mereka rawat dalam hidup ini dan mencoba

menemukan pekerjaan yang disukainya. Orang-orang berusaha menemukan

makna pekerjaan dengan mencari suatu cara untuk lebih menjadi diri sendiri

dalam melakukan sesuatu. Menemukan makna pekerjaan merupakan fokus dari

spiritualitas.

Gerakan spiritualitas di tempat kerja mulai tampak di beberapa negara seperti

di Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dari merebaknya publikasi tertulis (jurnal

cetak maupun on line, buku) dan konferensi-konferensi dengan tema spiritualitas

di tempat kerja (Widyarini, 2008).

Ashmos (2000) menjelaskan beberapa alasan mengapa perusahaan di Amerika

mulai mengembangkan minat dalam spiritualitas di tempat kerja. Alasan tersebut

antara lain, pertama banyaknya orang yang percaya bahwa downsizing,

reengineering, dan pemberhentian karyawan telah mengubah tempat kerja orang

Amerika menjadi lingkungan yang para pekerjanya kehilangan semangat, dan

mengakibatkan pertumbuhan tingkat gaji menjadi tidak seimbang. Kedua, tekanan

kompetisi global membuat pemimpin perusahaan berpikir bahwa kreativitas

karyawan dibutuhkan untuk mengekspresikan diri secara penuh dalam bekerja dan

hal ini hanya akan terjadi jika pekerjaan tersebut dirasa bermakna bagi karyawan.

Ketiga, bagi orang-orang Amerika, tempat kerja menyediakan satu-satunya

jaringan komunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan manusia akan

Universitas Sumatera Utara

27

hubungan dan kontribusi. Keempat, rasa penasaran akan budaya dan filosofi

timur, seperti filosofi budha yang menganjurkan meditasi dan menekankan nilai-

nilai seperti loyalitas terhadap kelompok dan menemukan pusat spiritual

seseorang dalam tiap kegiatan, mulai diterima oleh orang-orang Amerika. Kelima,

bertambahnya kekhawatiran orang terhadap ketidakpastian dalam hidup –

kematian – menyebabkan peningkatan minat dalam mempertimbangkan makna

hidup.

Spiritualitas di tempat kerja adalah tentang pekerjaan yang lebih bermakna,

tentang hubungan antara jiwa dan pekerjaan (Ashmos, 2000).

Beberapa ahli telah memberikan definisi spiritualitas, diantaranya

Wigglesworth yang mengatakan bahwa spiritualitas adalah kebutuhan bawaan

manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu.

Istilah ”sesuatu yang lebih besar dari manusia”adalah sesuatu yang diluar diri

manusia dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas

oleh Wigglesworth ini memiliki dua komponen, yaitu vertikal dan horizontal:

- Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan

waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa.

Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.

- Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet

secara keseluruhan.

Komponen horizontal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian

spiritualitas dari Tischler (2002) yang mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau

dengan suatu cara, berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu

Universitas Sumatera Utara

28

dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang

yang terbuka, memberi, dan penuh kasih. Ia juga mengemukakan empat

kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang yaitu personal

awareness, personal skills, social awareness dan social skills.

Howard (2002) mengemukakan bahwa terdapat empat hal yang berhubungan

dengan spiritualitas yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan kekuatan yang

melebihi manusia. Hal ini ditambahkan oleh Young (2007) yang menjelaskan

bahwa proses penuaan adalah suatu langkah yang penting dalam perjalanan

spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang. Orang-orang yang memiliki

spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa perubahan dan berusaha

mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup mereka dan maknanya.

Globalisasi mengakibatkan perdagangan bebas tidak bisa terbendung lagi

sehingga menimbulkan tingkat kompetisi yang semakin tinggi di semua sektor,

termasuk sektor kesehatan. Perkembangan sektor kesehatan yang sangat dinamis

menuntut kelenturan serta penyesuaian secara terus menerus dan menyeluruh dari

para pihak yang terlibat didalamnya (Loetfia, 2000).

Rumah sakit sebagai salah satu lembaga penyedia jasa pelayanan kesehatan

memiliki peranan yang sangat besar. Kebutuhan masyarakat yang meningkat

menyebabkan banyak rumah sakit swasta berlomba–lomba menyediakan mutu

pelayanan dan peralatan medis yang prima. Rumah sakit milik pemerintah pun

tidak mau kalah. Pihak pemerintah membuat program pembangunan kesehatan

yang bertujuan agar terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dan

setara, akan tetapi tujuan ini masih belum berjalan secara optimal karena masih

Universitas Sumatera Utara

29

banyak pelayanan rumah sakit di Indonesia yang belum mencapai mutu yang

optimal (Utama, 2003).

Salah satu Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Medan adalah Rumah Sakit

Umum Dr. Pirngadi. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi yang beralamat di Jalan

Prof. H. M. Yamin SH Nomor 47 Medan, Sumatera Utara diresmikan pada 11

Agustus 1928, status kepemilikan saat ini ada pada Pemerintah Kota Medan

(www.pdpersi.co.id, 2003).

Kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat ditentukan oleh

tersedianya sumber daya yang berkualitas termasuk tenaga perawat (Megawati,

2005). Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan

dan merupakan salah satu faktor yang menentukan tercapainya pembangunan

nasional karena keperawatan mempunyai andil yang cukup besar dalam

menentukan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan jumlah tenaga

keperawatan mendominasi tenaga kesehatan secara keseluruhan dan mempunyai

kontak yang paling lama dengan pasien (Loetfia, 2000).

Widjaja (1994) mengemukakan bahwa perawat dalam menjalankan tugasnya

juga banyak terkait dengan mengawasi teknologi yang kompleks, memberi

informasi dan pendidikan kesehatan serta berusaha untuk memahami kebutuhan

klien sebagai manusia yang utuh termasuk empati.

Berdasarkan kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang yang

dikemukakan oleh Tischler (2002), pada sisi kesadaran sosial (social awareness),

orang-orang yang spiritualnya berkembang memperlihatkan sikap sosial yang

lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan altruisme yang besar. Sikap yang

Universitas Sumatera Utara

30

ditunjukkan ini sesuai dengan peran perawat yaitu nursing is helping, nursing is

listening, nursing is feeling (Gaffar, 1999). Hal ini juga senada dengan peran yang

dikemukakan Gaffar (dalam Praptianingsih, 2006) yaitu peran perawat sebagai

pelaksana, dalam hal ini sebagai comforter.

Pada sisi keterampilan sosial (social skill), orang-orang dengan spiritualitas

yang berkembang menunjukkan keterbukaan sosial yang lebih besar, mudah

beradaptasi dengan perubahan, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja

dan atasan, dan baik dalam menanggapi kritikan. Keterampilan ini dibutuhkan

perawat untuk menjalani peran-perannya dengan baik. Peran-peran yang

membutuhkan keterampilan ini antara lain, peran perawat sebagai pelaksana

dalam hal ini sebagai communicator, peran sebagai pengelola (Gaffar dalam

Praptianingsih, 2006), dan nursing is sharing (Gaffar, 1999).

D. PERTANYAAN PENELITIAN

Dari uraian di atas maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan secara umum?

2. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan berdasarkan kompetensi kesadaran diri (self awareness)?

3. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan berdasarkan kompetensi keterampilan pribadi (personal skills)?

Universitas Sumatera Utara

31

4. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan berdasarkan kompetensi kesadaran sosial (social awareness)?

5. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan berdasarkan kompetensi keterampilan sosial (social skills)?

Universitas Sumatera Utara