Menejemen Energi

8
KONSERVASI DAN KONVERSI ENERGY ARY FIDARIA ILMI 2414 105 033 PROGRAM STUDI S1-TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

description

KONVERSI DAN KONSERVASI ENERGI

Transcript of Menejemen Energi

  • KONSERVASI DAN KONVERSI ENERGY

    ARY FIDARIA ILMI 2414 105 033

    PROGRAM STUDI S1-TEKNIK FISIKA

    FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

    INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

    SURABAYA

    2015

  • Energi merupakan salah satu isu yang sangat penting dan strategis bagi pemerintah dalam

    upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mendorong

    kegiatan ekonomi. Oleh karena itu pengelolaan energi yang andal, aman, dengan harga yang

    bersaing dan berwawasan lingkungan menjadi sangat penting dan menjadi skala prioritas

    utama dalam program pembangunan infrastruktur di Indonesia.

    Permulaan tahun 2014 dibuka dengan kegelisahan akan naiknya harga BBM bersubsidi

    dan gas elpiji. Bagi Indonesia, isu energi menjadi isu krusial sebab menyangkut pembangunan

    negara kedepan dan pendapatan negara aktual saat ini. Produksi hulu minyak dan gas (Migas)

    yang relatif terjaga melalui investasi memberikan kontribusi pendapatan negara terbesar setelah

    pajak. Sehingga, geliat yang terjadi pada dunia energi menjadi salah satu poin yang selalu

    disoroti.

    Pada sektor hulu, investasi Migas tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 17 persen

    dibandingkan tahun 2012. Dikutip dari Gatra edisi Januari 2014, investasi Migas meningkat

    dari US$ 16,543 menjadi US$ 19,342 miliar. Pengelolaan Migas Indonesia ini diatur dalam

    UU No 2 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pertamina dan BKKA merupakan

    regulator sekaligus operator dalam industri migas tanah air sebelum diterbitkan UU No 2

    Tahun 2001 tentang Migas tersebut. Namun peran Pertamina kini digantikan oleh SKK Migas

    setelah adanya judicial review mengenai UU Migas tersebut. Praktis, kedudukan Pertamina

    sama dengan para kontraktor asing maupun lokal yang akan atau sedang berinvestasi di sektor

    migas Indonesia.

    Dalam pengelolaan migas, pemerintah Indonesia menerapkan Kontrak Bagi Hasil atau

    Production Sharing Contract (PSC) yang juga diatur dalam UU No 2 Tahun 2001 tentang

    Migas. Disamping isu Migas yang terus menjadi sorotan, potensi energi baru terbarukan di

    Indonesia masih sangat menjanjikan cadangan energi cukup besar. Energi geotermal misalnya,

    dikutip dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2012, Indonesia

    memiliki potensi energi geotermal terbesar didunia yakni mencapai 29.000 megawatt (MW)

    yang tersebar di 253 titik di Indonesia. Selain energi geotermal, sumber energi baru terbarukan

    lainnya masih menunggu untuk dikembangakan seperti energi angin, energi surya, energi

    gelombang laut dan energi biomassa dapat dimanfaatkan untuk membangun ketahanan energi

    secara berkelanjutan.

    Berpijak pada kedua isu tersebut, pada edisi kali ini Majalah Beranda mengangkat tema

    Energi ketengah ruang baca para pembaca setia Majalah Beranda. Khusus pada edisi kali ini,

    Majalah Beranda menghadirikan ulasan mengenai perubahan paradigma pengelolaan energi

    dari Dr. Edi Hilmawan, Kabid Konservasi Energi, Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi

    Energi, BPPT. Selain itu, Majalah Beranda edisi Energi ini juga diperkaya dengan ide-ide

    pemanfaatan energi baru terbarukan dari para kontributor Beranda. Ide-ide segar mulai dari

    pemanfaatan energi baru terbarukan, aplikasi energi baru terbarukan, budaya hemat energi dan

    terobosan teknologi baru untuk energi terbarukan semakin memperluas khasanah pembahasan.

    Inovasi Dalam Konservasi Dan Konversi Energi Sesuai Dengan PP No. 70

    Tahun 2009

    ENERGI NON KONVENSIONAL BERBASIS KELAUTAN UNTUK MASA DEPAN

    INDONESI

    Laut nusantara mengandung sumber energi kelautan yang besar. Energi kelautan

    merupakan energi non konvensional dan termasuk sumberdaya non-hayati yang dapat

  • diperbaharui. Keberadaan sumberdaya tersebut pada masa mendatang semakin signifkan

    mengingat sumber energi dari BBM (Bahan Bakar Minyak ) semakin menipis. Jenis energi

    kelautan yang berpeluang dikembangkan di laut adalah OTEC (Ocean Thermal Energy

    Conversion), energi gelombang,pasang surut dan arus laut serta konversi energi dari perbedaan

    salinitas.

    Perairan Indonesia merupakan wilayah perairan yang sangat ideal untuk mengembangkan

    sumber energi OTEC. Hal ini dimungkinkan karena salah satu syarat OTEC adalah adanya

    perbedaan suhu air (permukaan dengan lapisan dalam) minimal 200

    Celcius dan intensitas

    gelombang laut sangat kecil dibanding wilayah tropika lainnya. Dari beberapa sumber

    pengamatan oseanografis telah berhasil dipetakan wilayah perairan Indonesia yang potensial

    sebagai tempat pengembangan OTEC. Salah satu pilot plant OTEC yang siap dikembangkan

    berada di wilayah pantai utara Bali.

    Salah satu negara yang sudah menerapkan OTEC adalah Jepang. Di Jepang, penerapan

    teknologi OTEC sekaligus menjadi mesin desalinasi untuk mengubah air laut menjadi air

    tawar. Institut of Ocean Energy pada Saga University di Jepang, telah melakukan eksperimen

    dengan pilot proyek yang dikerjakan bersama dengan Pemerintah Republik Palau di Lautan

    Pasifik, di sebelah utara Pulau Papua. Sistem yang dicobakan tersebut mampu menghasilkan

    air minum bagi 20.000 penduduk pulau di negara kepulauan itu sekaligus menghasilkan listrik

    bagi penerangan mereka.

    Sumber energi kelautan lain adalah berasal dari perbedaan pasang surut dan energi yang

    berasal dari gelombang. Gaya yang dibawa air pasang dan gelombang dapat dikonversikan

    menjadi energi listrik untuk menggerakkan ekonomi di kawasan yang berdekatan itu. Kedua

    jenis energi ini memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Kajian terhadap

    kedua sumber energi tersebut telah dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan

    Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan pemerintah Norwegia di pantai Baron, Yogyakarta.

    Sementara itu, potensi pengembangan sumber energi pasang surut di Indonesia paling tidak

    terdapat di dua lokasi yaitu Bagan Siapi-api (Rokan Hilir,Riau) dan Merauke (Papua). Kedua

    lokasi itu dipilih karena memiliki kisaran pasang surut mencapai 6 meter.

    Terakhir adalah pemanfaatan energi dari tenaga Angin laut. Pada prinsipnya energi dari

    tenaga angin laut sama dengan PLTA yang dipasang di darat. Namun, karena Indonesia

    mempunyai garis pantai yang lebih dari 81 Km (data lain menyebut 95 ribu Km,atau nomor 4

    dunia setelah Kanada, Amerika, dan Rusia) serta berada pada kawasan kepulauan tropis yang

    banyak a ngin, maka menuai angin laut di pesisiran merupakan pilihan sumber energi alternatif

    yang sangat menarik. Hembusan angin yang mampu memutar baling-baling merupakan energi

    gratis yang berlimpah di Indonesia dan potensi setara dengan 450 GW dan masih belum

    dikembangkan. Jumlah yang sangat besar ini sangat menarik untuk dimanfaatkan terlebih

    dengan biaya pembangunan jaringan kincirnya lebih murah daripada pembangunan

    pembangkit listrik dengan sumber termal.

    Untuk negeri kepulauan seperti Indonesia, penerapan energi non konvensional ini bisa

    dirancang sistem yang terdesentralisasi, sehingga pengguna tidak bergantung kepada jaringan

    distribusi listrik luas. Pada perkampungan nelayan dan kota pesisir dan pulau-pulau kecil dapat

    dikembangkan sistem modular dimana listrik yang dihasilkan dapat langsung dipakai oleh

    industri atau perumahan lokal. Desentralisasi pembangkit listrik seperti ini akan mengurangi

    jaringan transmisi dan distribusi listrik, yang juga mengurangi biaya pembangunannya. Dengan

    berkurangnya jaringan distribusi, maka tidak akan banyak pula energi yang hilang dalam

    transmisi. Selain itu, desentralisasi pembangit listrik dan kincir angin bisa sesuai dengan

    jumlah kebutuhan daya listrik di kawasan terpencil itu,tanpa harus mengorbankan

    keekonomisan dari proyek. Sementara, pada negara maju, kecenderungan penyediaan listrik

  • bagi masyarakat dan industri telah berubah dari pembangkit listrik berskala raksasa kepada

    pembangkit listrik berskala mini (microhydro).

    Dengan berbagai kelebihan diatas, pembangunan nasional yang berbasis energi kelautan

    harus dijadikan penggerak utama (prime mover) bagi aktivitas kehidupan berbangsa dan

    bernegara.Selama ini, sektor kemaritiman tampak masih dijadikan sebagai obyek dan belum

    dikembangkan sebagai subyek pembangunan. Pembangunan di sektor Kelautan dan Perikanan

    juga memiliki multiple effectyang begitu banyak dengan nilai ekonomis yang besar sebagai

    new source of economic growth karena memiliki supply capacityyang sangat besar serta

    demand yang terus meningkat. Karakter dan jati diri Indonesia sejatinya adalah bangsa dan

    negara kepulauan (archipelago state) yang besar di dunia. Sebuah kenyataan bahwa masa

    depan Indonesia pun sejatinya berada di lautan, yang tentunya dengan memadukan kekayaan

    dan potensi di daratan yang juga melimpah ruah.

    BELAJAR MEMBANGUN KESADARAN

    HEMAT ENERGI

    International Energi Agency (IEA) tahun 2013 mencatat, dalam konteks regional ASEAN,

    Indonesia menjadi negara dengan konsumsi energi terbesar dengan penggunaan energi

    mencapai 36% dari total konsumsi energi ASEAN tahun 2011. Selain itu, saat ini masih

    terdapat 27% wilayah Indonesia yang belum terjangkau listrik, termasuk wilayah rendah

    penggunaan listrik. Dalam skenario kebijakan energi yang baru, pemerintah merancang total

    permintaan energi primer Indonesia meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 2.5% per tahun

    sejak 2011-2035, sedangkan pada periode tersebut jumlah penduduk meningkat dari 240 juta

    jiwa menjadi 302 juta jiwa. Pada saat yang sama pula, pertumbuhan ekonomi meroket hingga

    220% dengan konsumsi energi per kapita meningkat hingga 46% (IEA 2013).

    Khusus untuk kebutuhan listrik, pertumbuhannya meningkat tiga kali lipat antara tahun

    2011 dan 2035 dengan rata-rata pertumbuhannya 4.8%. Dengan cadangan minyak bumi yang

    hanya berkisar 0.5% dari cadangan minyak dunia, Indonesia perlu segera menggiatkan hemat

    energi dan pengalihan penggunaan energi ke energi baru terbarukan (EBT). Salah satu sumber

    energi yang paling potensial adalah memanfaatkan energi geothermal. Energi geothermal yang

    dimiliki Indoensia diperkirakan akan menyumbang energi listrik hingga 330 megawatt (MW).

    Namun demikian, kondisi saat ini konsumsi energi masih termasuk belum efisien. Supply

    kebutuhan energi masih banyak dipenuhi dari bahan bakar fosil, padahal efisiensi konversi

  • energi fosil menjadi listrik hanya 6%. Artinya 94% energi hilang saat konversi energi fosil ke

    energi siap pakai.

    Masyarakat Indonesia pada umumnya masih pada mind set bahwa selama dapat membeli

    energi, maka energi dapat dipergunakan secara tidak terbatas. Padahal kenyataannya, pada

    kasus energi listrik, PLN belum mampu meratakan fasilitas listrik bagi seluruh masyarakat.

    Artinya dibeberapa tempat terdapat wilayah yang mengalami kesulitas akses energi listrik,

    penjatahan waktu elektrifikasi dan pemadaman bergilir. Oleh sebab itu, selain usaha

    penggiatan diversifikasi energi oleh pemerintah, kesadaran hemat energi juga harus dilakukan

    bersama oleh masyarakat.

    Kesadaran hemat energy

    Mungkin tidak banyak yang mengetahui bahwa tanggal 22 Oktober lalu merupakan Hari

    Energi Sedunia. Penetapan ini merupakan salah satu hasil dari pertemuan Menteri Energi dan

    Sumber Daya Mineral (ESDM) setiap negara di dunia di Dubai tanggal 22 Oktober 2012. Hari

    Energi Sedunia dibuat sebagai usaha untuk menggugah kesadaran seluruh dunia tentang

    berbagai isu energi dan kesadaran politik untuk mendukung akses energi yang universal. Untuk

    Indonesia, dengan adanya Hari Energi, minimal setahun sekali masyarakat diingatkan untuk

    peduli terhadap energi. Selain itu, diharapkan hemat energi khususnya energi listrik dapat

    menjadi budaya dalam masyarakat Indonesia. Kebiasaan-kebiasan sederhana berkaitan dengan

    hemat listrik harus selalu disosialisasikan. Kebiasan tersebut dapat berupa:

    1. Mematikan lampu saat sudah tidak digunakan. 2. Mematikan alat elektronik seperti TV atau komputer dan lainnya jika tidak digunakan. 3. Biasakan mengatur AC pada temperatur normal (25-270C).

    Tindakan kecil penghematan energi tidak hanya dilakukan oleh individu secara bersamaan

    namun juga perlu dilakukan oleh industri dengan kesadaran penuh bahwa energi harus

    digunakan secara bijak. Lakukan saat ini, mulai dari hal kecil, mulai diri kita sendiri.

    Efisiensi Energi

    Dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang pesat, Indonesia

    berkepentingan untuk mengelola dan menggunakan energi seefektif dan seefisien mungkin.

    Menurut data Bank Dunia pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus meningkat,dan

    diproyeksikan mencapai 6,5% pada tahun 2012. Sementara populasi penduduk yang kini

    mencapai 229 juta penduduk diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 230 juta pada

    tahun 2012. Semua perubahan ini tentunya akan berdampak pada peningkatnya kebutuhan

    energi akibat bertambahnya jumlah rumah, bangunan komersial serta industri.Jika diasumsikan

    kebutuhan listrik adalah sebesar 7% per tahun selama kurun waktu 30 tahun, maka komsumsi

    listrik akan meningkat dengan tajam, contohnya pada sektor rumah tangga, komsumsi akan

    meningkat dari 21,52 Gwh di tahun 2000 menjadi sekitar 444,53 Gwh pada tahun 2030.

    Terdapat empat sektor utama pengguna energi, yaitu sektor rumah tangga, komersial,

    industri dan transportasi. Saat ini pengguna energi terbesar adalah sektor industri dengan

    pangsa 44,2 %, Komsumsi terbesar berikutnya adalah sektor transportasi dengan pangsa 40,6

    % diikuti dengan sektor komersial sebesar 3,7 %. Sampai saat ini,sumber energi yang

    digunakan sebagian besar masih bersumber pada energy fosil, yaitu minyak bumi sebesar 46,9

    persen,batu bara 26,4% dan gas alam sebesar 21,9%. Sementara tenaga air (hydro) dan energy

    terbarukan lainnya hanya 4,8 persen dari total sumber daya energi yang termanfaatkan.

    Menyikapi fakta yang sangat memperhatinkan ini, untuk menyelamatkan masa depan

    energi, pemerintah telah melakukan transformasi perubahan paradigma pengelolaan energi

  • nasional dari supply side menjadi demand side,yaitu pengelolaan energy yang sebelumnya

    dititik beratkan pada sisi persediaan menjadi sisi permintaan hal ini meliputi konservasi energy

    untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dan pemanfaatan energy dan diversifikasi energin

    untuk meningkatkan pangsa energy baru terbarukan dalam bauran energy nasional.

    Sementara untuk arah kebijakan nasional agar lebih efektif dan efisien dalam pengelolaan

    sumber daya energi ,pemerintah memiliki strategi yang disebut Visi 25/25, yang secara garis

    besar merupakan tekad untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan menjadi 25% pada

    tahun 2025. Untuk program saving energi sebenarnya aturannya pelaksanaannya sudah sangat

    jelas,yaitu Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, yaitu suatu

    upaya sistematis,terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya sumber energy dalam

    negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Efisiensi merupakan salah satu langkah

    dalam pelaksanaan konservasi energi dimana dalam istilah umum dipahami pada penggunaan

    energy lebih sedikit untuk menghasilkan jumlah layanan atau output berguna yang sama.

    Sementara dalam pemahaman masyarakat umum kadang kala efisiensi energy diartikan

    sebagai penghematan energy. Mengacu pada peraturan pemerintah diatas seharusnya masalah

    efisiensi energi bukan sekedar menjadi wacana lagi,tetapi harus dilaksanakan oleh semua pihak

    untuk mencegah terjadinya defisit energi di masa yang akan datang. Tanggung jawab untuk

    melaksanakan saving energy yang paling utama adalah ada di pundak pemerintah

    pusat,daerah,provinsi,kabupaten atau kota,pengusaha dan masyarakat. Sektor-sektor utama

    yang wajib melaksanakan efisiensi energi adalah sektor rumah tangga,industri,komersial dan

    transformasi.

    Menurut Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi,Kardaya Warmika,

    efisiensi dalam pemanfaatan energy harus menjadi paradigma baru oleh semua stakeholder

    karena hal ini akan sangat membantu mengurangi penggunaan energi fosil yang selama ini

    peranannya sangat dominan. Dengan dieksploitasi secara terus menerus energi konvensional

    ini akan tergerus semakin habis. Dengan menghemat penggunaan energi fosil,pemerintah

    diharapkan dapat menyimpannya sebagai cadangan dalam rangka menjaga ketahanan energi

    nasional.

    Dampak lain yang menguntungkan dari penghematan energy adalah sebagai solusi untuk

    mengurangi emisi gas rumah kaca dan kerusakan lingkungan hidup. Saat ini sebagian besar

    energy yang digunakan di Indonesia baerasal dari pembakaran energy fosil yang menyebabkan

    polusi gas rumah kaca dan mengakibatkan pemanasan global,perubahan iklim dan kerusakan

    lingkungan hidup. Laporan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) pada tahun 2009

    memprediksi bahwa emisi gas rumah kaca dari penggunaan listrik akan meningkat dari 110

    MtCO2e di tahun 2005 menjadi 745 MtCO2e di tahun 2030, atau meningkat 7 kali lipat dalam

    kurun waktu 25 tahun. Melihat tren ini ,Indonesia perlu untuk segera menerapkan efisiensi

    energy disamping upaya-upaya lain seperti mengembangkan energi terbarukan. Keuntungan

    secara finansial sebenarnya akan diperoleh pemerintah apabila secara tegas menerapkan

    peraturan penghematan energy secara nasional. Hal yang akan terlihat nyata adalah

    berkurangnya beban APBN untuk subsidi energi fosil yang tahun 2012 ini mencapai Rp123

    triliun. Jika penggunaan energy secara hemat dapat dilakukan,maka subsidi pemerintah untuk

    energi fosil dapat dialokasikan untuk upaya konservasi energi lainnya seperti investasi

    pengembangan sumber energy terbarukan dan pengembangan teknologi efisiensi energi.

  • Benefit lain yang akan diperoleh bagi pengguna energi secara efisien berdampak langsung

    pada pengurangan langsung pada pengurangan biaya yang dikeluarkan oleh pengguna energi.

    Industri barang dan jasa menjadi lebih produktif dan kompetitif jika biaya pemakaian energi

    dapat ditekan. Pada sektor rumah tangga, penghematan energi juga akan mengurangi biaya

    pemakaian listrik. Dana tersebut dapat dialokasikan untuk hal-hal lain seperti biaya keperluan

    sehari-hari,uang bulanan sekolah serta biaya kesehatan.

    Kebijakan Utama Pemerintah Tentang Konservasi dan Efisiensi Energi

    UU No. 30/2007 tentang Energi: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat

    bertanggung jawab untuk mengimplementasikan program konservasi energy.

    - Konservasi energy dilakukan dari hulu ke hilir - Pemerintah memberikan insentif dan disinsentif untuk efisiensi energy dan implementasi

    konservasi bagi pengguna dan pengusaha peralatan yang efisiensi energy

    PP No. 70/2009 Tentang Konservasi Energi

    - Pelaksanaan konservasi energy melalui efisiensi dalam penyediaan, pengusahan, pemanfaat-an Konservasi Sumber Daya Energi.

    - Standar dan Label Efisiensi Energi

    Perpres No. 5/2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional

    - Tercapainya elestisitas energy lebih kecil dari 1(satu) pada tahun 2025.

    Intruksi Presiden No. 2/2008 tentang Penghematan Energi dan Air: Mengintruksikan kepada

    Kepala Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk :

    - Melakukan langkah dan inovasi penghematan energy dan air di lingkungan masing-masing. - Membentuk Tim Nasional Penghematan Energi dan Air.

  • Daftar Pustaka

    1. http://listrikindonesia.com/efisiensi_energi__tanggung_jawab_siapa__280.htm 2. https://bicaraenergi.wordpress.com/2012/01/15/pp-no-702009-konservasi-energi-dan-peran-

    kita/

    3. http://beranda-miti.com/wp-content/uploads/majalah-beranda/Majalah-Beranda-Edisi-2.pdf