MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

29
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019 21 KONSEP PENDELEGASIAN TUGAS DAN WEWENANG DALAM PENDIDIKAN ISLAM Oleh: Iswandi 1 Abstrak Kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi pada masa kini tergantung pada kemampuannya dalam mengantisipasi perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Dalam konteks ini, organisasi harus memiliki pimpinan yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dan berkelanjutan. Tantangan bagi seorang manajer pendidikan, yaitu kepala sekolah/madrasah, pimpinan pesantren, rektor, atau direktur adalah bagaimana menjadi pendorong atau pelopor perubahan lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Sehingga keberhasilan mewujudkan suatu tujuan organisasi sangat tergantung oleh bagaimana seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi aktifitas individu atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan. Dalam mempengaruhi aktifitas individu pemimpin menggunakan kekuasaan, kewenangan, pengaruh, sifat dan karakteristik; dan tujuannya adalah meningkatkan produktifitas dan moral kelompok. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang menarik orang lain untuk melakukan sesuatu. Kekuasaan bersumber dari legitimasi, hak, dan paksaan. Kewenangan merupakan hak formal untuk mengajak seseorang melakukan sesuatu. Sementara sifat dan karakteristik adalah ciri-ciri personal yang menyebabkan seseorang mampu mempengaruhi orang lain. Kegiatan mempengaruhi dan melimpahkan wewenang dan tanggung jawab kepada seseorang disebut dengan pendelegasian. Pendelegasian dilakukan didasarkan bahwa pada esensinya hampir tidak ada seorang pemimpin yang dapat secara pribadi menyelesaikan secara penuh seluruh tugas lembaganya seorang diri. Kepemimpinan yang sukses tampak pada kepemimpinan yang mempengaruhi bawahan untuk mengerjakan suatu tugas. Selain terjadi di lingkungan perusahaan, pendelegasian juga terlihat jelas di lembaga pendidikan islam, di lembaga pendidikan islam pendelegasian wewenang mempunyai dampak strategis bagi pematangan organisasi lembaga pendidikan Islam karena menjadikan para guru/dosen dan karyawan memperoleh pembelajaran untuk memikul tanggung jawab lebih besar. Bahkan di dalam islam berbagai bentuk pendelegasian wewenang tergambar dari shirah Rasulullah dan shahabiyah. Kata Kunci : Tugas, Wewenang, Pendidikan Islam 1 Dosen STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Transcript of MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

Page 1: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

21

KONSEP PENDELEGASIAN TUGAS DAN WEWENANG

DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Iswandi1

Abstrak

Kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi pada masa kini

tergantung pada kemampuannya dalam mengantisipasi perubahan

lingkungan baik internal maupun eksternal. Dalam konteks ini,

organisasi harus memiliki pimpinan yang efektif dalam menjalankan

manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dan berkelanjutan.

Tantangan bagi seorang manajer pendidikan, yaitu kepala

sekolah/madrasah, pimpinan pesantren, rektor, atau direktur adalah

bagaimana menjadi pendorong atau pelopor perubahan lembaga

pendidikan yang dipimpinnya. Sehingga keberhasilan mewujudkan

suatu tujuan organisasi sangat tergantung oleh bagaimana seorang

pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi aktifitas individu

atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang

telah ditetapkan. Dalam mempengaruhi aktifitas individu pemimpin

menggunakan kekuasaan, kewenangan, pengaruh, sifat dan

karakteristik; dan tujuannya adalah meningkatkan produktifitas dan

moral kelompok. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang menarik

orang lain untuk melakukan sesuatu. Kekuasaan bersumber dari

legitimasi, hak, dan paksaan. Kewenangan merupakan hak formal untuk

mengajak seseorang melakukan sesuatu. Sementara sifat dan

karakteristik adalah ciri-ciri personal yang menyebabkan seseorang

mampu mempengaruhi orang lain.

Kegiatan mempengaruhi dan melimpahkan wewenang dan tanggung

jawab kepada seseorang disebut dengan pendelegasian. Pendelegasian

dilakukan didasarkan bahwa pada esensinya hampir tidak ada seorang

pemimpin yang dapat secara pribadi menyelesaikan secara penuh

seluruh tugas lembaganya seorang diri. Kepemimpinan yang sukses

tampak pada kepemimpinan yang mempengaruhi bawahan untuk

mengerjakan suatu tugas.

Selain terjadi di lingkungan perusahaan, pendelegasian juga terlihat

jelas di lembaga pendidikan islam, di lembaga pendidikan islam

pendelegasian wewenang mempunyai dampak strategis bagi

pematangan organisasi lembaga pendidikan Islam karena menjadikan

para guru/dosen dan karyawan memperoleh pembelajaran untuk

memikul tanggung jawab lebih besar. Bahkan di dalam islam berbagai

bentuk pendelegasian wewenang tergambar dari shirah Rasulullah dan

shahabiyah.

Kata Kunci : Tugas, Wewenang, Pendidikan Islam

1 Dosen STAI-YAPTIP Pasaman Barat

Page 2: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

22

A. PENDELEGASIAN TUGAS DAN WEWENANG

1. Pengertian Pendelegasian Tugas dan Wewenang

Pendelegasian berasal dari kata “delegasi” artinya “mengutus,

menyerahkan”2 sedangkan dalam kamus ilmiyah delegasi adalah

pelimpahan wewenang atau tanggung jawab kepada tingkat yang paling

rendah3. Sedangkan Charles J. Keating secara singkat mengemukakan

bahwa delegasi adalah pemberian sebagaian tanggung jawab dan

kewibawaan kepada orang lain.4

Sedangkan tugas adalah pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan oleh

seseorang pada suatu jabatan tertentu yang sudah didelegasikan . Dengan adanya

tugas maka akan mendorong karyawan untuk lebih produktif di dalam sebuah

Organisasi, sehingga efektivitas kerja dapat tercapai. Adapun wewenang adalah

kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang untuk bertindak dan memerintah

orang lain. Secara teoritik Wewenang menurut para ahli seperti:

a. George R. Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupakan hak

jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk

memaksa pelaksanaannya, dengan wewenang seseorang dapat

mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup5.

b. Mac Iver R.M, menyebutkan wewenang merupakan suatu hak yang

didasarkan pada suatu pengaturan sosial, yang berfungsi untuk

menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam

masyarakat.6

c. Soerjono Soekanto mengatakan bila seseorang membicarakan tentang

wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang

atau kelompok.7

d. Bagir Manan menyebutkan istilah wewenang dengan kekuasaan itu

berbeda. Kekuasaan menurutnya hanya digambarkan dalam bentuk hak

untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Sedangkan wewenang

memiliki pengertian yang lebih luas meliputi hak dan kewajiban.8

e. H.D. Stout: wewenang adalah merupakan pengertian yang berasal dari

hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai

keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan

penggunaan wewenang.9

Melalui pengertian di atas dapat diketahui bahwa wewenang itu

kekuasaan atau hak untuk melakukan sesuatu. Di dalam suatu

organisasiseseorang yang menerima kekuasaan dan hak tersebut dapat

2 K. Adi Gunawan, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, (Surabaya;

Kartika2001), h. 93 3 Kamus ilmiyah

4 Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2009), h.72-73 5 George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, h.50

6 Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, Surabaya, (CV. Haji Mas Agung, 1997), h.60

7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pres, 1990), hal. 281

8 Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Offset, 2009), cet. 10, h. 71 9Definisi Wewenang, http://artikata.com/arti-383651-wewenang.html, Akses tgl 12

Oktober 2017

Page 3: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

23

menggunakannya untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan

aktivitas di dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diketahui

pendelegasian wewenang adalah sebagai pelimpahan wewenang dan

tanggung jawab formal kepada orang lain (bawahan) untuk melaksanakan

kegiatan tertentu. Atau lebih rincinya disebut menyerahkan tugas,

kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban

kepada bawahan.

Pendelegasian wewenang diperlukan agar suatu organisasi dapat

menggunakan sumber dayanya secara efisien. Seorang pimpinan

perusahaan sebagai manusia biasa, mempunyai waktu, kemampuan dan

perhatian yang sangat terbatas, maka tidaklah mungkin seorang pimpinan

dapat melaksanakan tugasnya sendiri, sungguhpun pimpinan itu harus

bertanggung jawab akan pelaksanaan tugasnya dengan sebaik mungkin.

Oleh karena itu seorang pemimpin perlu mendelegasikan sebagian

tugas kepada bawahannya sehingga pekerjaan keorganisasian dapat

berjalan dengan baik tanpa kehadiran pemimpin atau atasan secara

langsung, atau dengan kata lain pendelegasian wewenang juga merupakan

konsekuensi dari semakin besarnya organisasi. Bila atasan menghadapi

banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan oleh satu orang, maka ia

perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar pimpinan

dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat organisasi.

Pendelegasian tidak sama pada setiap tingkat hierarki organisasi.

Besar kecilnya pendelegasian adalah sesuai dengan tugas, hak, wewenang,

kewajiban, tanggung jawab, dan pertanggungjawaban setiap individu

dalam hierarki organisasi. Pendelegasian tidak dapat ditransfer dari satu

tugas ke tugas yang lain dalam suatu organisasi karena satu pendelegasian

berlaku untuk satu tugas.10

Selain itu dalam pendelegasian, pemimpin disamping "menuntut"

adanya hasil kerja yang pasti dari bawahan, pemimpin memberikan tugas

dan wewenang, yang sepadan bagi pelaksanaan kerja sehingga bawahan

dengan sendirinya dituntut untuk bertanggung jawab penuh dalam

pelaksanaan kerja.

Efektifitas delegasi merupakan faktor utama yang membedakan

pemimpin sukses dan pemimpin tidak sukses.11

Untuk memastikan bahwa

pendelegasian berlangsung dengan baik maka sangatlah perlu menerapkan

supervisi/pengawasan yang bersifat langsung/tidak langsung, untuk

memastikan bahwa pendelegasian berjalan dengan baik, selain itu Sistem

dan peluang untuk menerima masukan, yang bersifat terkontrol dan tidak

terkontrol juga perlu disiapkan, begitu juga masukan terkontrol dapat

dilaksanakan dengan wujud laporan berkala dan laporan insidentil (dalam

bentuk tertulis/lisan), serta masukan tidak terkontrol dapat dilihat pada

hasil nyata yang dicapai dalam pengerjaan tugas, atau cara lain, antara lain

menyediakan peluang/kondisi untuk berdiskusi secara terbuka dengan para

10

Amin Abdullah, Membangun Paradigma Keilmuan Interkonektif Islamic Studies di

Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Cetakan: I, Februari 2006), h. 53 11

Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 2003), h. 224

Page 4: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

24

bawahan, mendengar keluhan mereka, atau penemuan langsung yang

ditemui di lapangan.

Jelaslah bahwa dengan melakukan pendelegasian, secara tidak

langsung seseorang pemimpin mengakui bahwa dia membutuhkan bantuan

orang lain dalam mengembangkan tanggung jawabnya, mengajak orang

lain untuk ikut serta dalam kerja dan memberikan kewibawaan dan hak

untuk membuat keputusan di bidang yang diberikan kepadanya.

2. Dimensi Pendelegasian

Berkaitan dengan pendelegasian terdapat tiga unsur yang berkaitan

erat satu sama lain yaitu tugas, kekuasaan, dan pertanggungjawaban12

.

a. Tugas / Tanggung Jawab

Tugas adalah pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan oleh

seseorang pada suatu jabatan tertentu yang sudah didelegasikan .

Dengan adanya tugas maka akan mendorong karyawan untuk lebih

produktif di dalam sebuah Organisasi, sehingga efektivitas kerja dapat

tercapai.

b. Kekuasaan

Kekuasaan adalah hak atau wewenang untuk memutuskan

segala bentuk keputusan yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dalam

menjalankan pendelegasian wewenang harus dilandasi dengan

kekuasaan karena dengan kekuasaan seorang karyawan memiliki hak

dalam mengambil sebuah keputusan yang sesuai dengan kepentingan

dan fungsinya bagi organisasi.

c. Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban adalah laporan bagaimana seseorang

melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dan bagaimana dia

memakai wewenang dalam bekerja. Pertanggungjawaban akan dapat

diberikan jika tanggung jawab sudah terlaksana dengan baik.

3. Dokumentasi Pendelegasian Wewenang

Dengan semakin berkembangnya organisasi maka masalah dan

pekejaan yang dihadapi semakin kompleks. Dalam keadaan yang demikian

maka pihak pimpinan perlu memikirkan penderegasian tugas dan

wewenang kepada bawahan. Untuk itu pimpinan perlu menyadari bahwa

dengan semakin berkembangnya organisasi perusahaan yang dipimpin,

maka ia sangat memerlukan bantuan orang lain yaitu bawahan. Bawahan

berperan untuk mengurangi beban dan sekaligus menyelesaikan sebagian

dari tugasnya. Tidak semua tugas dan wewenang didelegasikan oleh

pimpinan kepada bawahan, maka untuk itu pimpinan perlu

mempertimbangkan mana yang layak dan pantas untuk didelegasikan

bawahan.

Menurut Allen seorang pimpinan dapat mendelegasikan sebagian

dari pekerjaan memimpin, menyusun, merencanakan dan mengawasi serta

meneliti yang diperlukan untuk melaksakan fungsi organisasi, bila ia

12

Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Penerbit Bumi

Aksara, 2006).h. 72

Page 5: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

25

mempunyai orang-orang yang wajar untuk ini dan jika ia mengembalikan

keputusan yang tetap mengenai apa yang harus dilakukannya sendiri.13

Dalam hal ini Manullang, mengatakan bahwa ada dua sudut

pandangan tentang tugas-tugas pemimpin, yakni : Dari sudut proses, Dari

sudut bidang.

a. Tugas manager dari sudut proses.

Bila berbicara tertang tugas-tugas dari sudut proses, maka yang

dibicarakan tugas dan fungsi pemimpin, fungsi dan tugas pemimpin

tersebut antara lain Planning, organizing, Assembling resourses,

Directing dan controlling. Untuk mengetahui yang mana diantara

kelima tugas pemimpin yang dapat didelegasikan maka berikut ini

perlu dikemukakan dua garnbar tentang proses delegasi sebagaimana

yang dikemukakan oleh Alfin Brown dan W. H. Newman sebagi

barikut:14

Atasan

Pendelegasian

Bawahan

Pada bagan ini terlihat bahwa fungsi seorang pemimpin

terangkum dalam tiga hal yaitu : perencanaan (Planning dan

Organizing), pelaksanaan (assembling resourse), dan pengawasan

(Directing dan controlling), dengan memperhatikan bagan ini dapat

diketahui bahwa tugas perencanaan dan pelaksanaan dapat

didelegasikan kepada bawahan, pendelegasian sebaiknya dimulai dari

tugas pelaksanaan selanjutnya baru perencanaan, tugas pengawasan

pada dasarnya bisa didelegasikan namun untuk perencanaan dan

pengawasan delegasi yang diberikan kepada bawahan tidak

dibebankan penuh namun pada tingkat pelaksanaan bisa didelegasikan

13

Louis A Allen, Karya Manajemen, Terjemehan JMA .Tuhuteru, Cetakan Ketiga,

(Jakarta : Penerbit PT. Pembangunan 1986) h.86 14

M Manullang , 1996, Dasar-Dasar Manaiemen, Cetakan Kelimabelas, (Jakarta :

Penerbit Ghalia lndonesia). h. 113

Perencana

(pengorganisasian) Pengawas Pelaksana

Perencanaan Pelaksanaan

Page 6: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

26

penuh. Oleh karena itu tugas dan wewenang terbagi dua; pertama

sentralisasi wewenang yaitu sebahagian besar kekuasaan masih tetap

dipegang oleh pimpinan. Sertralisasi wewenang mengakibatkan

pimpinan sibuk bekerja, sedangkan bawahan bekerja santai. Kedua

yaitu disentralisasi wewenang adalah sebahagian kecil kekuasaan

dipegang pimpinan, sedangkan sebahagian besar kekuasaannya

didelegasikan kepada bawahan. dengan desentralisasi wewenang,

pimpinan mempunyai banyak waktu untuk merencanakan,

mengarahkan dan mengawasi bawahannya.15

b. Tugas pemimpin dari sudut pandang bidang

Tugas pemimpin jika ditinjau dari sudut pandang bidang dapat

digolongkan atas tugas-tugas sebagai berikut; produksi, personalia,

keuangan, tata usaha, statistic, marketing dan lain-lain. Tugas produksi

dapat didelegasikan secara penuh kepada bawahan, kemudian

dilanjutkan dengan pendelegasisan personalia, pada pendelegasian

bidang personali ada beberapa hal yang tidak bisa didelegasikan

misalnya pengembangan pemimpin, perubahan gaji, pemberian bonus

atau insentiv, perubahan perjanjian organisasi, pemecahan keluhan

keluhan pegawai dan sebagainya.

Selanjutnya bidang keuangan dalam bidang keuangan cendrung

tidak bisa didelegasikan sekalipun aktifitas pemimpin dilakukan diluar

daerah hal ini untuk menghindari kemungkinan penyelewengan, akan

tetapi bidang keuangan akan bisa didelegasikan apabila sudah

ditetapkan anggaran belanja untuk masing-masing bagian. Oleh karena

itu seorang pemimpin didalam mendelegasikan tugas dan wewenang

harus memperhatikan fungsi masing-masing bidang, dan apakah suatu

tugas itu dapat didelegasikan atau tidak.

4. Bentuk-Bentuk Wewenang

Bentuk-bentuk wewenang, yaitu:16

a. Wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional (legal)

Wewenang karismatik merupakan wewenang yang didasarkan

pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus yang ada pada diri

seseorang. Dasar wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu

peraturan (hukum), akan tetapi bersumber pada diri pribadi individu

bersangkutan. Wewenang kharismatis tidak diatur oleh kaidah-kaidah,

baik yang rasional maupun tradisional. Sifatnya cendrung irasional,

adakalanya kharisma dapat hilang, karena masyarakat sendiri yang

berubah dan mempunyai paham yang berbeda.

Berdasarkan konsep Max Weber mengenai wewenang

karismatik, bahwa peletakan kesetian pada hal-hal yang suci,

kepahlawanan atau sifat-sifat ndividu yang patut dicontoh memiliki

sifat jujur cerdas dan sifat-sifat terpuji lainnya dan pola-pola normatif

yang diperlukan.17

15

Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2012), h. 4 16

Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), h. 281-282 17

Roderik Martin, Sosiologi Kekuasaan, ter. Herjoediono, (Jakarta: Rajawali Press,

1990), h. 147

Page 7: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

27

Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh seseorang maupun

sekelompok orang. Wewenang ini dimiliki oleh orang-orang yang

menjadi anggota kelompok. Ciri-ciri utama wewenang tradisional yaitu

Pertama, Adanya ketentuan-ketentuan tradisional y ang mengikat

penguasa yang mempunyai wewenang, serta orang lain yang ada

dalam masyarakat. Kedua, Adanya wewenang yang lebih tinggi

ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara pribadi. Ketiga,

dapat bertindak secara bebas selama tidak ada pertentangan dengan

ketentuan tradisional.

Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang

disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Sistem hukum ini dipahamkan sebagai kaidah yang telah diakui, ditaati

masyarakat, dan telah diperkuat oleh negara yang berbentuk di dalam

lembaran-lembaran.

b. Wewenang resmi dan tidak resmi

Wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil

disebut wewenang tidak resmi karena bersifat spontan, situasional, dan

faktor saling kenal. Contohnya pada ciri seorang ayah dalam fungsinya

sebagai kepala rumah tangga. Wewenang resmi sifatnya sistematis,

diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang ini dapat dijumpai

pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata

tertib yang tegas dan bersifat tetap.

c. Wewenang pribadi dan teritorial

Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara

anggota-anggota kelompok, dan unsur kebersamaannya sangat berperan

penting. Para individu dianggap lebih banyak memiliki kewajiban

ketimbang hak. Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari satu

titik pusat lalu meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang.

Wewenang teritorial, yang berperan penting yaitu tempat tinggal. Pada

kelompok teritorial unsur kebersamaan cenderung berkurang, karena

desakan faktor-faktor individualisme.

d. Wewenang terbatas dan menyeluruh

Wewenang terbatas merupakan wewenang yang tidak

mencangkup semua sektor dalam bidang kehidupan, namun terbatas

pada salah satu sektor bidang. Contohnya, seorang menteri dalam

negeri tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan yang

yang menjadi urusan wewenang mentri luar negeri.

Wewenang menyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak

dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Contohnya, bahwa

setiap negara mempunyai wewenang yang menyeluruh atau mutlak

untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. 18

5. Prinsip Pendelegasian Wewenang

Adapun prinsip-prinsip yang dapat dijadikan dasar untuk delegasi

yang efektif adalah19

:

a. Prinsip skalar.

18

George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 100 19

Ibid

Page 8: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

28

Dalam proses pendelegasian harus ada garis wewenang yang

jelas mengalir setingkat demi setingkat dari tingkatan organisasi paling

atas ke tingkatan paling bawah. Garis wewenang yang jelas akan

membuat lebih mudah bagi setiap anggota organisasi untuk

mengetahui: (a) Kepada siapa dia dapat mendelegasikan, (b) Dari siapa

ia akan menerima delegasi, (c) Kepada siapa dia harus memberikan

pertanggung jawaban .

b. Prinsip kesatuan perintah.

Prinsip kesatuan perintah menyatakan bahwa setiap bawahan

dalam organisasi seharusnya melapor hanya kepada seorang atasan.

Pelaporan kepada lebih dari satu atasan membuat individu mengalami

kesulitan untuk mengetahui kepada siapa pertanggung jawaban

diberikan dan instruksi mana yang harus diikuti.

c. Prinsip tanggung jawab, wewenang dan akuntabilitas.

Sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya, prinsip ini

menyatakan bahwa (a) agar organisasi dapat menggunakan

sumberdaya-sumberdayanya dengan lebih efisien, tanggung jawab

untuk tugas-tugas tertentu diberikan ke tingkatan organisasi yang

paling bawah dimana ada cukup kemampuan dan informasi untuk

menyelesaikannya. (b) konsekuensi wajar peranan tersebut adalah

bahwa setiap individu dalam organisasi untuk melaksanakan tugas

yang dilimpahkan kepadanya dengan efektif, dia harus diberi

wewenang secukupnya. (c) bagian penting dari delegasi tanggung

jawab dan wewenang adalah akuntabilitas penerimaan tanggung jawab

dan wewenang berarti individu juga setuju untuk menerima tuntutan

pertanggung jawaban pelaksanaan tugas.

Selain prinsip di atas ketentuan yang juga perlu diperhatikan dalam

pendelegasian wewenang yaitu20

:

a. tugas yang tepat harus diberikan kepada orang yang tepat pula, sesuai

dengan kapasitas/kompetensi yang ada padanya, dan Tugas yang tepat

yang akan didelegasikan harus sepadan dengan wewenang, hak,

tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang tepat pula.

b. Selanjutnya mempercayakan suatu tugas harus disertai perhitungan

waktu yang tepat, kondisi yang tepat dalam suatu sistem manajemen

terpadu yang baik.

c. Pendelegasian harus dilaksanakan dengan ekspektasi pragmatis yang

didukung oleh sistem pengawasan yang baik guna menciptakan

efektivitas dan efisiensi kerja serta produksi yang tinggi.

d. Pemimpin sebagai pemberi tugas harus secara konsisten memberikan

dukungan penuh "backing" kepada setiap bawahan yang menerima

pendelegasian tugas darinya.

Di samping prinsip pendelegasian di atas dalam pendelegasian

seorang pemimpin juga harus memahami dan memperhatikan bahwa

pendelegasian akan berfungsi secara efektif apabila pemimpin memahami

dan mengambil sikap yang tepat terhadap pendelegasian itu. Begitu juga

20

Malyu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi Aksara,

2012

Page 9: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

29

Pemimpin tertinggi dan yang setingkat di atas setiap bawahan bertanggung

jawab penuh atas tugas yang didelegasikan dengan memberi dukungan

penuh kepada bawahan dengan memenuhi apa yang dibutuhkan dalam

menjalankan tugas.

6. Proses Pendelegasian Wewenang Louis hallen mengemukakan beberapa teknik khusus untuk

melakukan delegasi yaitu :21

a. Tetapkan tujuan. Bawahan harus diberitahu maksud dan pentingnya

tugas-tugas yang didelegasikan kepada mereka.

b. Tegaskan tanggung jawab dan wewenang. Bawahan harus diberikan

informasi dengan jelas tentang apa yang harus mereka

pertanggungjawabkan dan bagian sumberdaya-sumberdaya organisasi

mana yang ditempatkan dibawah wewenangnya

c. Berikan motivasi kepada bawahan. Manajer dapat memberikan

dorogan kepada bawahan melalui perhatian pada kebutuhan dan tujuan

mereka yang sensitif .

d. Meminta penyelesaian kerja. Manajer memberikan pedoman bantuan

dan informasi kepada bawahan, sedangkan para bawahan harus

melaksanakan pekerjaan sesungguhnya yang telah didelegasikan.

e. Berikan latihan. Manajer memberikan pedoman bantuan dan informasi

kepada bawahan untuk mengembangkan pelaksanaan kerjanya

f. Adakan pengawasan yang memadai.

Dalam proses pendelegasian wewenang terdapat cara

pendelegasian wewenang yang dapat dilakukan yaitu:22

a. Cara bijaksana, yaitu sikap bertanggung jawab penuh dari pemimpin

dan bawahan. Pemimpin melaksanakan pendelegasian serta memberi

dukungan, sementara bawahan siap serta taat kepada pemimpin dalam

melaksanakan tugas/tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.

b. Cara konsistensi, yaitu sikap pasti yang terus-menerus dipertahankan

oleh pemimpin dan bawahan, antara lain:

1) tetap (tidak berubah) berdasarkan ketentuan kerja organisasi yang

berlaku.

2) teratur (berdasarkan sasaran/kecepatan/ketertiban yang diminta)

sesuai dengan sistem manajemen organisasi yang ada.

3) terus-menerus (mencegah/mengatasi hambatan dengan bekerja

secara tetap) yaitu sesuai dengan tuntutan kerja dan batas waktu

yang telah ditetapkan.

4) Efektif dan efisien, yaitu memperhitungkan faktor kualitas dan

kuantitas kerja.

5) Pragmatis dan produktif, yaitu berorientasi kepada hasil atau

produksi tinggi, sesuai dengan perencanaan.

Selain itu dalam proses pendelegasian terdapat kegiatan yang

terjadi ketika delegasi dilakukan, yaitu:23

a. Pendelegasi menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada

bawahan.

21

Louis A Allen, Op. Cit. h.72-73 22

Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), (Jakarta: PT Indeks, 2007), h. 60 23

Hani Handoko, Op. Cit, h. 224

Page 10: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

30

b. Pendelegasi melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai

tujuan atau tugas.

c. Penerimaan delegasi, baik inklusif atau eksklusif, menimbulkan

kewajiban atau tanggung jawab.

d. Pendelegasi menerima pertanggung jawaban bawahan untuk hasil-hasil

yang dicapai.

7. Pola Pendelegasian Wewenang

Pola pendelegasian yang membawa hasil memiliki ciri-ciri khusus

yang harus dipahami oleh setiap orang. Ciri-ciri khusus tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut.24

a. Pendelegasian yang menghasilkan bukanlah pendelegasian

pesuruh/babu "Jalankan ini, jalankan itu, lakukan ini, lakukan itu, dsb."

Pendelegasian yang sebenarnya tidak berfokus pada prosedur- prosedur

dan cara-cara yang digunakan, tetapi terarah kepada upaya pencapaian

sasaran/target dan hasil-hasilnya. Prosedur dapat ditetapkan dalam

polis/suatu ketentuan, tetapi cara/metode harus dicari sendiri dan

dikembangkan oleh setiap pekerja.

b. Pendelegasian yang menghasilkan adalah pendelegasian penata

layanan, yaitu pendelegasian yang berwawasan serta bertujuan

melayani. Aspek-aspek pendelegasian ini dikemukakan di bawah ini.

c. Fokus pendelegasian adalah hasil kerja yang diharapkan tercapai,

dalam upaya menggapai sasaran/tujuan akhir dari organisasi.

d. Pendelegasian dilaksanakan dengan sikap hormat yang didasarkan atas

penghargaan dan kesadaran terhadap diri sendiri sebagai sesuatu yang

"berharga", serta memerhatikan harga diri dan kehendak bebas orang

lain, di mana setiap pekerja dipandang sebagai subjek, dan bukan

objek kerja.

Pendelegasian yang menghasilkan melibatkan harapan-harapan

yang meliputi bidang berikut:25

a. Menekankan pada tercapainya hasil-hasil yang didambakan atau

diinginkan pada waktu depan yang telah ditentukan "desired results".

b. Pendelegasian menyatakan dengan tegas tentang apa yang harus

dicapai, bukan bagaimana mencapainya, di mana fokus utama

diarahkan kepada hasil produksi.

c. Pendelegasian memberikan tugas, wewenang, hak, tanggung jawab,

kewajiban membuat/memberi laporan pada awal tugas, dalam tugas,

dan akhir tugas untuk diketahui dan dievaluasi oleh pemimpin.

d. Pelaksanaannya dilandasi pedoman/petunjuk "guidelines" yang jelas,

baik bagi tugas maupun pelaksana tugas. Artinya pendelegasian

menyatakan pedoman-pedoman, larangan-larangan, dan batas-batas

dimana seseorang harus bekerja/melakukan kewajibannya. Hal ini

menolong setiap orang untuk bekerja dengan baik/patut.

e. Melibatkan sumber-sumber daya "resources" yang pasti.

Pendelegasian menyatakan (disertai dengan pernyataan) akan adanya

sumber-sumber daya, antara lain sumber daya manusia, keuangan,

24

Yakob Tomatala, Kepemimpinan yang Dinamis (Malang : Gandum Mas, 1997), h. 195 25

Ibid, h 197

Page 11: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

31

teknis, atau organisasi yang dapat dipakai seseorang untuk

menyelesaikan tugas yang didelegasikan kepadanya.

f. Dinyatakan dengan adanya tanggung jawab dan pertanggungjawaban

"responsibility" dan "accountability". Pendelegasian menyatakan

patokan yang akan digunakan untuk menilai hasil/prestasi akhir, yang

diwujudkan dengan adanya tanggung jawab dan pertanggungjawaban

kerja yang dapat dilakukan dengan membuat/memberi pelaporan pada

awal tugas, dalam tugas, dan akhir tugas untuk diketahui dan

dievaluasi oleh pemimpin.

g. Mempertimbangkan risiko-risiko yang akan terjadi atau ditindaki

"consequences". Pendelegasian dapat menyatakan akibat-akibat yang

akan terjadi, yang baik maupun yang tidak baik, sebagai hasil dari

suatu pekerjaan atau tugas yang didelegasikan. Akibat-akibat ini dapat

diukur melalui evaluasi/pengkajian yang dilakukan dengan meneliti

deskripsi tugas dan hasil kerja atau produk yang telah dilakukan atau

dihasilkan. Dengan menanyakan apakah semuanya ini telah dilakukan

dengan baik dan sesuai dengan rencana, ketentuan dan prosedur,

ataukah malah sebaliknya.

8. Hambatan Dalam Pendelegasian Wewenang

Beberapa sikap pemimpin yang menimbulkan hambatan dalam

pendelegasian wewenang :26

a. Pemimpin sering tidak mendelegasikan tugas karena berbagai alasan,

yaitu pemimpin tidak tahu atau takut, dan mempertahankan status quo,

serta tidak memercayai orang lain/mencurigai orang lain.

b. Pemimpin sering mendelegasikan semua tugas karena pemimpin tidak

tahu ataupun ingin membebaskan diri/meringankan diri dari

kewajibannya.

c. Pemimpin sering mendelegasikan sedikit tugas karena pemimpin takut

atau sangat hati-hati, atau kurang/tidak percaya.

Masalah-masalah yang timbul dalam pendelegasian yang menjadi

penghambat diantaranya:27

a. Tugas yang didelegasikan terlampau banyak, atau terlalu sedikit, yang

dalam kenyataannya tidak sesuai dengan kapasitas bawahan.

b. Tidak ada pelatihan bagi tugas, baik pelatihan tugas, atau latihan di

dalam tugas "in-service training".

c. Informasi yang kabur. Yang bersumber dari pemimpin yang "kurang

jelas" dalam berkomunikasi dengan para bawahan, atau gengsi dari

bawahan, yang walaupun tidak memahami suatu informasi, tetapi malu

untuk bertanya.

d. Komando dari atas yang datang dari dua sumber yang berbeda. Ini

menciptakan kebingungan bagi dan di antara para bawahan yang

dihadapkan dengan pertanyaan, "perintah yang mana yang harus

dituruti?"

e. Bawahan tidak mengerti nilai dari tugas yang diinformasikan. Apakah

tugas tersebut sangat mendesak karena bernilai primer atau dapat

ditunda karena sifatnya yang kurang penting, dsb.

26

Roderik Martin, Op.Cit, h. 55 27

Yakob Tomatala, Op.Cit. h.199

Page 12: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

32

f. Harapan pemimpin yang berlebihan, tanpa mengetahui dengan jelas

akan kemampuan para bawahannya dengan pasti.

g. Motivasi dan harapan para bawahan yang bersifat kompleks terhadap

pemimpin, tugas, imbalan, situasi/kondisi, dsb.

Setiap pemimpin yang baik perlu memahami serta menerapkan

pendelegasian dengan penuh tanggung jawab apabila ia menghendaki

keberhasilan dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang baik akan

memahami bahwa ia hanya dapat bekerja dengan baik apabila ia dapat

bekerja bersama dan bekerja melalui orang lain (para bawahan). Untuk

mewujudkan kerja sama ini, pemimpin dapat mewujudkannya melalui

pendelegasian, dimana pendelegasian dapat dilakukannya berdasarkan

patokan yang telah disinggung di depan.

9. Solusi Dari Hambatan Pendelegasian Wewenang

Solusi yang dapat di kemukakan dalam menghadapi hambatan

pendelegasian wewenang adalah 28

:

a. Proporsionalnya tugas yang diberikan kepada bawahan dan

menyesuaikan tugas dengan kemampuan bawahan

b. Memperjelas tugas yang akan didelegasikan

c. Dilakukan pelatihan bagi bawahan yang belum mengerti akan tugas

dan wewenang yang didelegasikan, atau latihan untuk penunjang

keberhasilan tugas yang didelegasikan.

d. Adanya instruksi yang berfokus pada satu atasan.

e. Welcome dengan keadaan dan kekurangan yang dimiliki bawahan, dan

senstiasa bawahan terus belajar dan mematuhi atasan selama tidak

keluar dari ketentuan yang sudah ditetapkan.

Selain itu untuk menghindari hambatan yang akan terjadi dalam

pendelegasian wewenang maka tugas pimpinan dapat digambarkan secara

global sebagai berikut: 29

a. Menjaga agar segala program lembaga pendidikan Islam berjalan

sedamai mungkin (as peaceful as possible)

b. Menangani konflik atau menghindarinya

c. Memulihkan kerjasama

d. Membina para staf dan murid

e. Mengembangkan organisasi pendidikan

f. Mengimplementasi ide-ide pendidikan.

10. Manfaat Dan Tujuan Pendelegasian Wewenang

Dalam sebuah organisasi pendelegasian wewenang dilakukan

secara vertikal melalui garis terpendek dari seorang atasan kepada

bawahannya. Pelaporan tanggung jawab dari bawahan kepada atasannya

juga dilakukan melalui garis vertikal terpendek. Perintahan-perintah hanya

diberikan seorang atasan saja dan pelaporan tanggung jawab hanya kepada

atasan bersangkutan.

Pendelegegasi wewenang merupakan suatu faktor yang penting di

dalam manajemen dikarenakan: (a) menetapkan hubungan organisatoris

28

Yakob Tomatala, Op.Cit. h.199 29

Wohjosumidjo, Kepimpinan Kepala Madrasah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada),

cetakan ke3, h. 83.

Page 13: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

33

formal diantara anggota-anggota badan usaha, (b) memberikan kekuasaan

manajerial agar mereka mampu bertindak apabila keadaan memaksa dan

(c) mengembangkan bawahan dengan cara memberi izin kepada mereka

untuk mengambil keputusan dan menerapkan pengetahuan yang mereka

peroleh.30

Manfaat dan tujuan pendelegasian wewenang sebagai berikut:31

a. Memungkinkan atasan dapat mencapai lebih dari pada mereka

menangani setiap tugas sendiri.

b. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien.

c. Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih

diprioritaskan.

d. Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat

pembelajaran dari kesalahan.

e. Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan

dalam pembuatan keputusan.

Pada dasarnya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

didasarkan pada tujuan sebagai berikut:32

a. Agar organisasi dapat menggunakan sumber dayanya secara efisien,

tanggung jawab atas tugas yang detail yang dilimpahkan kepada

hierarki organisasi yang paling bawah yang mempunyai kemampuan

dan informasi yang cukup untuk pelaksanaan tugas tersebut yang

secara kompeten. Dampak yang diharapkan atas konsep ini adalah agar

setiap individu dalam organisasi dapat melaksanakan tugas secara

efektif.

b. Agar delegasi wewenang dan tanggung jawab berlangsung secara

efektif, para anggota organisasi harus eksistensi mereka dalam suatu

rantai komando. Prinsip ini mempertegas bahwa dalam suatu

organisasi harus terdapat suatu garis wewenang dan tanggung jawab

yang jelas.

c. Agar delegasi wewenang dan tanggung jawab itu berlangsung efektif,

setiap anggota organisasi melaporkan hanya kepada satu atasan.

11. Hal-Hal Yang Harus Dimiliki Oleh Seorang Delegator

Agar wewenang yang dimiliki oleh seseorang dapat di taati oleh

bawahan maka diperlukan adannya: 33

a. Kekuasaan Paksaan (Coersive Power)

Kekuasaan yang dengan paksaan pada dasarnya merupakan

usaha atasan terhadap bawahannya untuk melaksanakan usaha

menyelesaikan pekerjaan. Mereka akan dihukum dan dibuat frustasi

apabila tidak meyelesaikan pekerjaanya. Sebagai contoh,

diiliustrasikan bahwa karayawan suatu perusahaan akan merasa takut

dan bersalah apabila terlambat masuk bekerja, jika ketentuan aturan

tentang disiplin kerja menyatakan demikian, maka setiap karyawan

yang datang terlambat tidak akan dibayar uang makan dan pengganti

30

George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 101 31

Thomas Gordon, Kepemimpinan yang Efektif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

1994), h. 66 32

The Liang Gie, Administrasi Perkantoran Modern, (Yogyakarta: Liberty, 2000), h. 12. 33

Yakob Tomatala, Op.Cit. h. 205

Page 14: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

34

biaya transpor. Setiap kali datang bekerja, karyawan yang datang

terlambat akan ketakutan apabila melihat bagian personalia beridiri di

depan pencatat absen, dengan demikian, selanjutnya karyawan tersebut

akan berusaha hadir ditempat kerja tepat waktu dan tidak terlambat,

akibat paksaan oleh aturan dan disiplin tersebut.

Secara positif kekuasaan paksaan ini dapat dipergunakan pada

kondisi dimana karyawan belum memiliki tingkat kognisi yang

memadai. Apabila kognisi karyawan semakin baik peningkatannya,

maka efeksi atau perasaan sudah dapat mempertimbangkan sikap yang

akan menjadi gambaran perilakunya, kondisi ini dapat dilakukan

apabila menjadi program pendidikan dan pelatihan.

b. Kekuasaan Imbalan (Reward Power)

Kekuasaan yang terbentuk karena pemberian imbalan

merupakan dasar bagi bawahan yang mempengaruhi kapasitas kerja

mereka sesuai dengan besarnya imbalan yang diterima. Imbalan dapat

membuat kepuasaan bawahan untuk beberapa pemenuhan

kebutuhannya. Sebagai contoh, seseorang pekerja digaji sebesar lima

ratus ribu rupiah untuk memproduksi 1000 unit barang, ternyata dapat

dilakukan dengan baik. Kemudian pekerja tersebut dijanjikan

tambahan insentif sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah lagi, tetapi

harus dapat menambah produksi sebesar 750 unit lagi barang, dan

ternyata masih dapat terselesaikan dengan baik. Pada akhirnya,

pekerja dijanjikan tambahan sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah

lagi untuk tambahan produksi barang sebesar 750 unit barang, terakhir

ini masih masih dapat dipenuhinya, tetapi sudah dengan daya yang

paling maksimal. Apabila ditotal dengan imblan sebesar satu juta

rupiah dapat memproduksi 2500 unit barang, sedang apabila hanya

dibayar lima ratus ribu rupiah dia hanya dapat memproduksi 1000 unit

barang saja, tetapi belum dalam kondisi kapasitas yang maksimal.

Dengan demikian, kekuasaan dengan imbalan dapat

mempengaruhi orang untuk mengikuti perintah atasannya, apabila

dapat imbalan meningkat, maka kekuasaan yang dimiliki atasan

kadarnya lebih kuat dan sangat berpengaruh sebagai akibat dimana

peningkatan imblan ini dapat membuat tingkat kepuasan meningkat

untuk sementara. Pengaruh dari kekuasaan berdasrakan paksaan dan

pemberian imbalan memiliki landasan berdasarkan proses yang

dipengaruhinya. Maksudnya, bahwa kekuasaan tersebut dapat

terbentuk apabila mempunyai tingkat kebutuhan yang dapat

mempengaruhi tuntutan pekerja, sehingga pengakuan atas kekuasaan

karena paksaan dan imbalan dapat terjadi. Semakin tinggi paksaan

yang dilakukan, maka kuantitas dan kualitas imbalan juga akan

semakin besar. Sebaliknya, apabila unsure paksaan tidak terlalu kuat,

biasanya akan diikuti imbalan yang tidak terlalu menjanjikan.

c. Kekuasaan Dilegitimasi (Legitimate Power)

Seorang prajurit akan merespons posisi komandan karena

pangkatnya lebih tinggi. Artinya seorang pemimpin akan didengarkan

jika memiliki kekuasaan yang sudah legal dalam bentuk jabatan yang

lebih tinggi.

Page 15: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

35

d. Kekuasaan Referensi

Pengaruh yang didasari atas rekomendasi dari kepercayaan

yang tersembunyi didalam diri seorang pemimpin yang disebut sebagai

“Kharisma” Sebagai contoh, Rasulullah Muhammad SAW merupakan

pemimpin yang kharismatik yang diakui umat manusia.

Kepemimpinan terbentuk karena bentuk kepribadian yang

ditampilkannya dapat memberi gambaran pada umat manusia tentang

pemenuhan pengharapan manusia.

e. Kekuasaan Keahlian (Expert Power)

Kepercayaan dari pengikut dapat terjadi sebagai akibat dari

pengaruh strategi kepemimpinan untuk menciptakan popularitas, yang

kemudian menjelma menjadi kepercayaan yang sangat kuat bagi

anggotanya, serta kemampuannya untuk meyakinkan atasannya dengan

keahlian kepemimpinannya.

Ketika manajer dipengaruhi atasannya langsung maka :

pertama; apabila dia dapat bergabung dengan konsep atasannya

tersebut, antara lain mengikuti terus kemauan atasannya, dia akan

menjadi sangat popular dihadapan atasannya itu. Kedua; apabila

manajer hanya bersikap ramah, tetapi tidak secara penuh merespons

konsep atasannya, dia masih popular, tetapi kepopulerannya tidak

sekuat kondisi pertama tadi. Ketiga; apabila manajer mulai

mengadakan posisi tawar menawar dengan atasannya, dia mulai tidak

popular lagi dihadapan atasannya. Keempat; apabila sikap manajer

mulai tegas dengan pendiriannya, untuk menilai konsep atasannya,

maka dia semakin tidak popular lagi dihadapan atasannya. Terakhir;

manajer bertindak dengan kewenangan penuh sesuai uraian tugas dan

tanggung jawabnya (job describition).

f. Kekuasaan Perwakilan (Representative Power)

Kekuasaan perwakilan (representative power) merupakan

kekuasaan yang diperoleh karena pemegang kekuasaan tersebut

dipercaya kelompok sebagai delegasi untuk menyelesaikan tuntutan

dan harapan anggotanya. Pendelegasian kekuasaan kepada pimpinan

dimungkinkan sepanjang bawahan mengetahui batas kemampuan

pimpinan yang dilegitimasi tersebut. Sebaliknya, apabila bawahan

sudah mengetahui kemampuan dari pimpinan itu tidak layak untuk

menerima delegasi kekuasaan, maka kelompok atau pengikut akan

menarik kepercayaannya dan tidak lagi mengakui kekuasaan pemimpin

itu.34

B. Perspektif Islam Tentang Wewenang Dan Pendelegasiannya

Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerjasama dalam struktur

dan kordinasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi ideal adalah

sebuah birokrasi yang aktivitas dan tujuan dipikirkan secara rasional serta

pembagian tugas dan wewenang dinyatakan dengan jelas.

Pendelegasian wewenang yang merupakan pelimpahan wewenang dan

tanggung jawab kepada seorang bawahan untuk menyelesaikan aktivitas

tertentu menjadi kunci berkembangnya sebuah organisasi. Jika dikaitkan

34

http://ruslijacub.wordpress.com/2010/06/04/pengertian-delegasi-dan-kekuasaan-by-

rusli-jacub/ akses tgl 17 Oktober 2017

Page 16: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

36

dengan Islam Dalam perspektif Islam wewenang adalah kekuatan untuk

mengambil keputusan,35

dan membahas wewenang harus diiringi dengan

adanya tanggung jawab, Wewenang dan tanggung jawab memiliki kaitan erat

dan menyatakan prinsip bahwa keduanya harus berjalan seiring dan tidak bisa

dipisahkan, ketika wewenang sudah didelegasikan maka disana ada tanggung

jawab yang harus ditunaikan, begitu juga ketika manusia sudah diberi tugas

dan wewenang untuk menjadi khalifah dimuka bumi maka manusia harus

mampu memposisikan dirinya di hadapan Allah dan kehidupan sosialnya.

Secara universal, manusia adalah makhluk Allah yang memiliki

potensi yang mulia. Manusia mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan

dan mengembankan titah-titah amanatNya serta memperoleh kasih sayangNya

yang sempurna.36

Sebagai wujud kesempurnaannya, manusia diciptakan oleh

Allah setidaknya memiliki dua tugas dan tanggung jawab besar. Pertama,

sebagai seorang hamba yang berkewajiban untuk memperbanyak ibadah

kepada Nya sebagai bentuk tanggung jawab 'ubudiyyah terhadap Allah yang

telah menciptakan. Kedua, sebagai khalifah yang memiliki jabatan ilahiyah

sebagai pengganti Allah dalam mengurus seluruh alam. Dengan kata lain,

manusia sebagai khalifah berkewajiban untuk menciptakan kedamaian,

melakukan perbaikan, dan tidak membuat kerusakan, baik untuk dirinya

maupun untuk makhluk yang lain.37

Menurut Dawam Raharjo dalam bukunya Ensiklopedi Al-Quran, kata

khalifah yang cukup dikenal di Indonesia mengandung makna ganda. Di satu

pihak, khalifah dimengerti sebagai kepala negara dalam pemerintahan seperti

kerajaan Islam di masa lalu, dan di lain pihak pula pengertian khalifah sebagai

„wakil tuhan” di muka bumi38

. Yang dimaksud dengan “wakil tuhan” menurut

M. Dawam Raharjo bisa mempunyai dua pengertian; Pertama yang

diwujudkan dalam jabatan pemerintahan seperti kepala negara, kedua, dalam

pengertian fungsi manusia itu sendiri di muka bumi.39

Dasar yang dipakai manusia ketika bersedia menerima wewenang

adalah karena ia diberi kemampuan atau potensi oleh Allah yang

memungkinkan mampu mengemban wewenang itu. Potensi yang dimaksud

bukan saja potensi untuk dapat menunaikan wewenang tersebut, tetapi potensi

yang dapat menunaikan wewenang dengan baik dan bertanggung jawab.40

Dalam salah satu ayat Al-Quran, kemampuan manusia mendelegasikan

wewenangnya juga diisyaratkan Allah dalam firmannya surah At-Tahrim ayat

6:

35

Mochtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta:

Bhatara, 1996), h. 68 36

Rachmat Ramadhana al-Banjari, Prophetic Leadership, (Yogyakarta: DIVA Press,

2008), h. 21. 37

Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di

Indonesia, (Jakarta: Pramada Media, 2003 h, 15 38

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Islam, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep

Kunci, (Jakarta: Paramadina, 2002), cet. II, h. 346 39

M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. I, Vol. 11, h. 336. 40

Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), cet. I, juz XXII, h. 112.

Page 17: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

37

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap

apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan.

Dari ayat Al-Quran ini tergambar jelas sebuah wewenang dan

tanggung jawab skala kecil, yaitu seorang kepala rumah tangga selaku

manager terhadap keluarganya menjaga keluarganya agar terhindar dari hal-

hal yang dilarang oleh Allah SWT. Kepala rumah tangga diberikan

wewenang untuk mengatur keluarga agar tidak masuk kedalam api neraka.

Skala kecil seperti inilah yang akan memunculkan skala yang lebih besar

dalam menjalankan manajemen.

Selain itu Islam juga menjelaskan bahwa wewenang dan tanggung

jawab merupakan amanat ketuhanan yang sungguh besar dan berat dimana

semua yang ada di langit dan di bumi menolak amanat yang sebelumnya telah

Allah SWT tawarkan kepada makhluknya selain manusia. Akan tetapi,

manusia berani menerima amanat tersebut, padahal manusia memiliki potensi

untuk mengingkarinya seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat

72.

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,

bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat

itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu

oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh"(Al-

Ahzab: 72).

Ibn 'Abbas sebagaimana dikutip oleh Ibn Kasir dalam

tafsirnya41

menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan amanat pada ayat di

atas adalah ketaatan dan penghambaan atau ketekunan beribadah. Ada juga

yang memaknai kata amanat sebagai al-taklif atau pembebanan, karena

orang yang tidak sanggup memenuhinya berarti membuat utang atas dirinya.

Adapun orang yang melaksanakannya akan memperoleh kemuliaan.

Menurut Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar mengutip pendapat al-

Qurtubi, amanat yang ditugaskan Allah kepada manusia sungguh berat,

sebagaimana bukti penolakan langit dan bumi serta gunung-gunung ketika

ditawarkan untuk memikulnya dan mengemban amanat tersebut.42

Penawaran dan penolakan amanat tersebut dipahami oleh banyak ulama

dalam arti kiasan atau majaz. Namun ada juga yang memahami dalam arti

41

'Imad al-Din Abu al-Fida' Isma'il ibn Kasir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur'an al-Azim,

(Kairo: Muassasah Qurtubah, 2000), Jil. XI, h. 25 42

Hamka, Op.cit, h.115

Page 18: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

38

yang sesungguhnya. Quraish Shihab menyimpulkan pendapat pertamalah

yang lebih kuat.43

Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Jika amanat

telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat

bertanya; „bagaimana maksud amanat disia-siakan? „Nabi menjawab;

"Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah

kehancuran itu." (Bukhari–6015).

Hadis ini menegaskan, bahwa dalam mendelegasikan tugas dan

wewenang pemimpin harus memperhatikan kemampuan anggotanya jika

tugas dan wewenang diberikan kepada anggota yang tidak punya keahlian

dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan wewenang tersebut, maka

hasil usahanya akan mengakibatkan kehancuran. Oleh karena itu seorang

pemimpin di dalam Islam harus memahami posisinya sebagai pemimpin

yaitu dengan cara melaksanakan amanat yang dimiliki atau diberikan

dengan baik, serta mampu mendelegasikan wewenang kepada orang yang

memiliki kamampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai

tuntutan dan ketentuan al-Quran dan hadist.

Selain memperhatikan kemampuan anggota yang akan menerima

tugas dan wewenang, seorang pemimpin juga mengawasi dan

mengapresiasi hasil dari tugas yang diberikan. Sebagaimana pelajaran

yang berharga dari Rasulullah SAW agar pemimpin memperhatikan

orang-orang yang dipimpinnya yang memiliki kondisi berbeda-beda yang

perlu pengayoman dan pendelegasian wewenang sesuai kondisi dan

kemampuan anggota pada sabda beliau, yang artinya "Apabila salah

seorang di antara kalian menjadi imam, hendaklah ia meringankan

shalatnya. Karena di antara manusia itu ada yang lemah, ada yang sakit,

dan adapula yang tua. Apabila kalian shalat sendiri, hendaklah ia shalat

menurut yang ia kehendaki".

Begitu juga dengan sahabat rasulullah yaitu umar bin khatab.

Umar bin Khatab dalam hal wewenang, sangat tegas, hal ini seperti cerita

pertemuan umar dengan utusan dari Azerbaijan datang ke kota Madinah.

Seusai shalat fajar, Umar RA mengajak tamunya untuk singgah di

rumahnya. Ia berkata kepada istrinya,”Wahai Ummu Kultsum, sugguhkan

makanan yang ada. Kita kedatangan tamu jauh dari Azerbaijan.” ”Kita

tidak mempunyai makanan, kecuali roti dan garam.” jawab istri

Umar.”Tidak mengapa,” kata Umar. Akhirnya mereka berdua makan roti

dengan garam. “Walikota Azerbaijan menyuruhku menyampaikan hadiah

ini untuk Amirul Mukminin,”kata utusan Azerbaijan seusai makan,

sembari menunjukan sebuah bungkusan.”Bukalah bungkusan ini dan lihat

apa isinya!” perintah Umar RA setelah dibuka, ternyata berisi manisan.

”ini adalah manisan khusus buatan Azerbaijan,” utusan itu menjelaskan.

”Apakah semua kaum muslimin mendapatkan kiriman manisan ini?”

tanya Umar. Utusan itu tertegun atas pertanyaan Umar, kemudian

menjawab, ”Oh tidak, Baginda, manisan ini khusus untuk Amirul

Mukminin.” Mendengar jawaban itu, Umar tampak amat marah. Segera ia

memerintahkan kepada utusan Azerbaijan untuk membawa manisan

tersebut ke masjid dan membagi-bagikannya kepada fakir miskin.

43

M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002)h. 99

Page 19: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

39

”Barang ini haram masuk kedalam perutku, kecuali jika kaum muslimin

memakannya juga,” kata Umar dengan nada agak marah. ”Dan engkau

cepatlah kembali ke Azerbaijan, beritahukan kepada yang mengutusmu,

bahwa jika ia mengulangi ini kembali, aku akan memecat dari

jabatannya.44

Kisah diatas menggambarkan betapa kesederhanaan dan kehati-

hatian Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA tatkala menjadi khalifah.

Ia amat takut kepada Allah, sehingga matanya tidak bisa terpejam

sepanjang malam, khawatir tidak mendapatkan ampunan Allah. Di

keheningan malam saat rakyatnya tidur nyenyak, ia bangun dan

mendekatkan diri di masjid. Tidak ada pengawal yang menyertainya. Di

rumah, tak ada makanan istimewa layaknya para penguasa dan pejabat

sekarang. Istri Umar hanya memiliki roti dan garam, makanan sehari-hari

rakyat biasa. Sebagai Khalifah dan pemimpin negara, ia tidak malu

menyuguhkan makanan roti gandum kepada tamunya, sebab itulah

makanan kesehariannya.Tatkala mendapatkan hadiah khusus dari utusan

Azerbaijan, ia pun mempertanyakan, ”Apakah semua kaum muslimin

mendapatkan kiriman manisan ini?” Ini pertanyaan penting bagi Amirul

Mukminin. Jika ternyata seluruh kaum muslimin menerima hadiah

tersebut maka wajar jika ia menerima. Akan tetapi jika tidak, maka tidak

layak bagi dirinya menerima hadiah tersebut.

Cerita ini juga menjelaskan bahwa begitu besar tanggung jawab

umar bin khatab ketika sudah didelegasikan wewenang khalifah

kepadanya, dengan demikian jelaslah bahwa wewenang dan Tanggung

jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang

disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti

berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Jika diurai lebih dalam tanggung jawab menurut kamus umum

bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya,

sehingga bertanggung jawab, berkewajiban menanggung segala sesuatu,

atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab itu

bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa

setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak

mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung

jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi,

yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain.45

Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya).

Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau

buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan

pengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan

kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan,

penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Allah SWT.

44

Maryani, Wewenang Dan Tanggung Jawab Dalam Al-Qur’an Dan Hadits, Jurnal Al

Hikmah, Volume 2, Nomor 2, September 2012 45

http://kbbi.web.id/tanggung+jawab, Akses tgl 16 oktober 2017

Page 20: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

40

Tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia

atau hubungan yang dibuatnya.46

Atas dasar ini, lalu dikenal beberapa

jenis tanggung jawab, yaitu:47

1. Tanggung jawab terhadap Allah SWT. Manusia diciptakan oleh Allah

SWT di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, manusia mempunyai

tanggung jawab langsung terhadap perintah Allah SWT. Sehingga

tindakan atau perbuatan manusia tidak bisa lepas dari pengawasan Allah

SWT yang dituangkan dalam kitab suci Al-Qur'an.

2. Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang

untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan

kepribadian sebagai manusia pribadi untuk bisa memecahkan masalah-

masalah kemanusian mengenai dirinya sendiri.

3. Tanggung jawab terhadap keluarga merupakan masyarakat kecil,

keluarga terdiri dari suami-istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang

lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib

bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini

menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga

merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.

4. Tanggung jawab terhadap masyarakat, pada hakekatnya manusia tidak

bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya

sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia

harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan

demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya

mempunyai tanggung jawab tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah

laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada

masyarakat.

5. Tanggung jawab terhadap bangsa dan negara. Suatu kenyataan lagi,

bahwa setiap manusia, tiap individu adalah warga negara. Dalam

berfikir, berbuat, bertindak, bertinggah laku manusia terikat oleh norma-

norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara.

Tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Seperti

wewenang, tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara

pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab

seimbang dengan wewenang. Dengan demikian kalau terjadi sesuatu maka

seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung segala

sesuatunya.

Untuk melihat perbandingan antara wewenang dan tanggungjawab

berikut penulis gambarkan dalam bentuk tabel.

Wewenang Tanggung jawab

Definisi Wewenang adalah kekuatan

untuk member perintah,

membuat keputusan dan

Tanggung jawab adalah fakta

memiliki tugas untuk berurusan

dengan sesuatu atau memiliki

46

M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2008), h.73 47

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di

Indonesia, (Jakarta: Pramada Media, 2003), h. 69

Page 21: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

41

menegakkan kepatuhan kendali atas seseorang

Pada dasarnya Kekuatan Tugas

Fungsi utama 1. Perintah

2. Perintah memainkan

peran

1. Tugas

2. Ketaatan memainkan peran

Durasi waktu Jangka waktu lebih lama

dibandingkan tanggung jawab

Tanggung jawab akan selesai

dengan selesainya tugas

sehingga memiliki waktu yang

lebih singkat

Arah Mengalir kebawah Mengalir kearas

Delegasi Dapat didelegasikan kepada

bawahan

Tidak dapat didelegasikan

Contoh Hak manajer untuk perintah

bawahan

Kewajiban bawahan untuk

menyelesaikan pekerjaan yang

ditugaskan

C. Wewenang Dan Pendelegasiannya Dalam Pendidikan Islam

Pendidikan merupakan sesuatu yang niscaya dalam kehidupan

manusia. Demikian pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia,

sehingga pendidikan saat ini menjadi “barang” yang mahal. Pendidikan telah

disadari secara benar sebagai wewenang dan tanggung jawab untuk

memanusiakan manusia. Mansour Fakih secara tegas berpandangan, setiap

kegiatan politik, ekonomi, maupun social yang bertujuan untuk menghalangi,

ataupun akan menyebabkan anggota masyarakat tidak mendapat pendidikan,

maka hal ini bisa di kategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.48

Pendidikan dituntut untuk bisa menghasilkan kualitas sumber daya

manusia yang handal dan mumpuni. Sumber daya manusia tersebut juga harus

memiliki nilai-nilai universal yang akan mendukung efektivitas interaksi di

arena global village. Pendidikan khususnya Pendidikan Islam seharusnya

segera mengantisipasi perkembangan ini dengan merumuskan nilai-nilai

universal Islam yang dikenal dengan nilai-nilai Rahmatan lil ‘Alamin49

Pengembangan nilai-nilai Islam dalam dunia pendidikan bisa dimulai

melalui lembaga pendidikan, yang dikepalai oleh seorang pemimpin.

Kepemimpinan pendidikan merupakan satu kemampuan dan proses

mempengaruhi, mengkordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada

hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan

48

Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Pendidikan. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008.), h. 35 49

Prastyawan, Implementasi Manajemen Layanan Dalam Pendidikan Islam, Jurnal Al

Hikmah Jurnal Studi Keislaman, Volume 5, Nomor 1, Maret 2015, h. 196

Page 22: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

42

pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat

lebih efisien dan efektif didalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan

pengajaran.50

Dalam pengertian ini seseorang yang ingin diakui sebagai pemimpin

harus memiliki kelebihan dalam beberapa fungsi yang dieksplisitkan diatas

yakni: mempengaruhi, membimbing sampai pada kemampuan mengelola

orang lain. Kalau tidak dapat menjalankan semua fungsi ini, praktis ia tidak

dapat diterima oleh kelompok sebagai pemimpin yang fungsional. Demikian

pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu

organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang

dialami sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki

oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin organisasi itu51

Berdasarkan hal di atas Hari Sudrajad mengemukakan bahwa

wewenang dan tanggung jawab sebagai pemimpin lembaga pendidikan

adalah:52

1. Perencanaan lembaga pendidikan dalam arti menetapkan arah lembaga

pendidikan sebagai lembaga pendidikan dengan merumuskan visi, misi,

tujuan, dan strategi pencapaian.

2. Mengorganisasikan lembaga pendidikan dalam arti membuat struktur

organiasasi (stucturing), menetapkan staff (staffing) dan menetapkan tugas

dan fungsi masing-masing staff (functionalizing)

3. Mengawasi dalam arti melakukan supervisi, mengendalikan, dan

membimbing semua staf dan warga lembaga pendidikan.

4. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan untuk dijadikan dasar

peningkatan dan pertumbuhan kualitas, serta melakukan problem solving

baik secara analitis sistematis maupun pemecahan masalah secara kreatif,

dan menghindarkan serta menanggulangi konflik.

Pada dasarnya tugas pemimpin lembaga pendidikan sangat luas dan

kompleks. Rutinitas pemimpin lembaga pendidikan menyangkut serangkaian

pertemuan interpersonal secara berkelanjutan dengan murid/mahasiswa,

guru/dosen dan orang tua, atasan dan pihak-pihak terkait lainnya.

Secara umum pemimpin lembaga pendidikan setidaknya mengacu

kepada empat hal pokok yang dimiliki, yaitu; (a) sifat dan keterampilan

kepemimpinan, (b) kemampuan pemecahan masalah, (c) keterampilan sosial,

dan (d) pengetahuan dan kompetensi profesional.

Pimpinan lembaga pendidikan khususnya lembaga Islam merupakan

faktor penggerak, penentu arah kebijakan lembaga yang akan menentukan

bagaimana tujuan lembaga dan pendidikan pada umumnya. Pemimpin dituntut

senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Melihat penting dan strategisnya

posisi pemimpin lembaga pendidikan Islam dalam mewujudkan tujuan

lembaga, maka seharusnya pemimpin harus mempunyai nilai kemampuan

relasi yang baik dengan segenap warga di lembaganya, sehingga tujuan

lembaga dan tujuan pendidikan berhasil dengan optimal. Ibarat nahkoda yang

50

Hendayat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.

(Jakarta: Bina Aksara, 1984), h. 4. 51

Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h 36. 52

Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah, (Bandung: Cipta

Cekas Grafika, 2004), h. 112.

Page 23: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

43

menjalankan sebuah kapal mengarungi samudra, pimpinan lembaga mengatur

segala sesuatu yang ada di lembaganya.

Sebagai gambaran kepemimpinan dimana pada awal khalifah Islam,

tanggung jawab kepemimpinan ditunjukan kepada Umar bin Khatab setelah

Abu Bakar. Banyak hal mengenai tanggung jawab kepemimpinan yang sudah

dicontohkan oleh beliau. Pernah Umar memakai baju bulu domba yang

sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau

adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi

pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, ”Umar bin

Khattab berkata, ”Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai

Eufrat, maka Umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah

SWT.”

Umar dalam tanggung jawab sebagai khalifah pemimpin umat

beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Beliau

berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh kaum

muslimin kenyang memakannya. Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin

Khattab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam

mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam

serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang

pengelolaan kekayaan negara.53

Oleh karena itu hendaklah pimpinan lembaga pendidikan Islam

seyogyanya menauladani bagaimana tanggung jawab kepemimpinan Umar,

mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam menjalankan aktifitas, menjaga

hubungan baik dengan semua anggota dan elemen yang mendukung lembaga

tersebut, serta bersikap arif , adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan.

Seorang pemimpin pada satu lembaga pendidikan Islam merupakan

pribadi yang bekerja dalam sistem dan sistem itu melibatkan sangat banyak

peran manusia untuk menjalankannya. Pribadi-pribadi lain yang diposisikan

sebagai bawahannya tidak boleh dikesampingkan karena mereka memberikan

kontribusi peran beragam terhadap tercapainya tujuan lembaga yang

dipimpinnya. Mungkin, ada beberapa bawahan yang menangani tugas terkait

dengan masalah keuangan. Sedangkan, beberapa bawahan lainnya harus

mengampu tanggung jawab pada bidang kesiswaan, kurikulum, sumber daya

manusia, administrasi dan umum serta bidang-bidang lainnya yang dibutuhkan

oleh lembaga pendidikan. Sepandai apa pun seorang pemimpin itu, ia tidak

dapat menjalankan peran kepemimpinannya tanpa peran serta pribadi lain

yang dibawahinya. Dengan demikian, aspek partisipatif kepemimpinan dalam

suatu lembaga pendidikan sudah seharusnya menjadi masalah yang senantiasa

diperhatikan serius dan dikelola dengan baik.

Para bawahannya (guru dan staff TU) bisa memberikan kontribusi bagi

lembaga pendidikan Islam ketika kemampuan yang dimiliki didayagunakan

melalui pendelegasian wewenang yang dilakukan oleh pemimpin (kepala

sekolah). Dalam hal ini, kepala sekolah mendelegasikan wewenang pada

seorang bawahan (misalnya saja dalam bidang manajemen peserta didik)

karena ia telah yakin sebelumnya bahwa bawahannya tersebut memang

mempunyai kemampuan dalam bidang itu. Melalui pendelegasian wewenang,

53

Prastyawan, Op.Cit, h. 199

Page 24: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

44

para bawahannya memiliki kesempatan untuk belajar sambil berbuat (learning

by doing) guna menambah kemampuannya sehingga pada saat ia diserahi

mengampu tanggung jawab lebih tinggi, kesiapan mental telah mereka punyai.

Kepemimpinan yang efektif yaitu harus mampu memberdayakan

bawahan untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan

produktif juga dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu

yang telah ditetapkan.54

Selain itu, kontribusi peran para bawahan kepada

lembaga pendidikan Islam juga dapat diberikan ketika mereka diberdayakan.

Bila para guru dan karyawan berdaya, maka potensi diri mereka bisa

dioptimalkan dan peran yang positif dapat mereka lakukan. Karena itulah,

kepemimpinan partisipatif, pendelegasian wewenang, serta pemberdayaan

bawahan adalah tiga hal yang perlu dikaji secara serius dan diimplementasikan

dengan baik dalam suatu lembaga pendidikan Islam atau organisasi apapun

bidang kegiatan yang ditekuninya.

Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk mendewasakan para

bawahannya sehingga pada saat suksesi terjadi atau ketika mereka dibebani

tanggung jawab lebih tinggi, kesiapan mental telah mereka miliki. Pada

dasarnya, pendelegasian wewenang adalah pemberian tugas atau tanggung

jawab oleh seorang pemimpin kepada bawahannya. Apabila dikaitkan dengan

konsep kepemimpinan partisipatif, pendelegasian wewenang adalah suatu hal

yang menunjang, walaupun tidak identik. Secara umum, pendelegasian

wewenang dilakukan dengan memberikan tugas atau tanggung jawab baru dan

berbeda kepada bawahan.55

Dalam hal ini kita dapat mencontohkan seorang staff keuangan yang

diberi tugas untuk melakukan pemeriksaan transaksi keuangan yang terjadi di

dalam lembaga pendidikan. Ia harus memeriksa setiap transaksi yang terjadi

secara seksama. Apabila terjadi hal yang tidak sesuai dengan kondisi yang

seharusnya, ia diberi wewenang untuk melakukan perbaikan serta memberikan

semacam rekomendasi terhadapnya. Namun ia tetap harus melaporkan tentang

tindakan yang telah ia lakukan kepada kepala sekolah.

Aspek utama yang melekat pada pendelegasian wewenang adalah56

1. Besar dan ragam tanggung jawab.

2. Kebebasan yang dimiliki dan pilihan untuk melaksanakan tanggung jawab

3. Kewenangan guna melakukan tindakan dan melaksanakan keputusan tanpa

persetujuan terlebih dahulu.

4. Frekuensi pelaporan serta persyaratannya.

5. Arus informasi terkait dengan kinerja.

Aspek lain dari pendelegasian wewenang adalah sejauh mana seorang guru

dan karyawan harus meminta ijin kepada kepala sekolah terlebih dahulu sebelum

bertindak. Tingkatan pendelegasian wewenang terendah adalah bila seseorang

masih harus bertanya atau meminta persetujuan atasan bila terjadi masalah yang

dinilai diluar kebiasaan. Tingkatan yang lebih tinggi terjadi bila seorang bawahan

54

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi,

(Bandung : Rosdakarya, 2003), h. 126 55

Kartini Kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1998), h. 114. 56

Muhaimin, et. al, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana

Pengembangan Sekolah/Madrasah, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 129

Page 25: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

45

diijinkan untuk menentukan apa yang harus dilakukannya tetapi harus

memperoleh persetujuan dari atasannya terlebih dahulu sebelum

melaksanakannya. Kemudian tingkatan tertinggi adalah ketika seorang bawahan

diijinkan untuk menentukan suatu keputusan serta melaksanakannya tanpa

persetujuan dari atasannya.57

Guru dan karyawan dikatakan memiliki kewenangan lebih besar terkait

dengan pelaporan adalah ia hanya perlu memberikan laporan dalam intensitas

yang tidak terlalu besar semisal laporan secara bulanan. Selain itu, laporan yang

diberikan kepada kepala sekolah hanya mendeskripsikan hasil yang dicapai tanpa

harus disertai penjelasan tentang bagaimana prosedur pencapaiannya secara detil.

Kewenangan guru atau karyawan dinilai besar dalam hal informasi atas kinerja

adalah apabila informasi rinci mengenai kinerjanya dikirimkan secara langsung

kepada guru/karyawan tersebut dan kemudian ia diberi wewenang untuk

memperbaiki masalah yang terjadi.

Beberapa manfaat yang diperoleh dari pendelegasian wewenang yang dilakukan

oleh kepala sekolah kepada guru atau karyawan yang ada di lembaga pendidikan

Islam adalah:

1. Kualitas keputusan yang diambil menjadi lebih baik bila para guru dan

karyawan memang memiliki kecakapan terhadap bidang tugasnya

dibandingkan dengan atasannya serta ia lebih memahami permasalahan karena

mempunyai lebih banyak informasi.

2. Komitmen para guru dan karyawan untuk menerapkan keputusan secara

efektif menjadi lebih tinggi bila pendelegasian wewenang itu memang benar-

benar dilaksanakan karena pertimbangan kecakapan bawahan dan bawahan

yakin dirinya mampu. Bukan karena ia hendak dijebak oleh atasannya untuk

menangani masalah yang tidak dikuasainya guna dipermalukan nantinya.

3. Bagi para guru dan karyawan, pendelegasian wewenang dapat menjadikan

pekerjaan yang dilakukannya menantang dan memiliki arti. Bagi para para

guru dan karyawan yang cakap, pekerjaan yang menantang merupakan salah

satu hal yang membuatnya betah bekerja dan membuatnya siap memikul

tanggung jawab lebih tinggi.

4. Bila kepala sekolah mendapatkan beban kerja berlebih, pendelegasian

wewenang kepada para guru dan karyawan merupakan cara untuk

menguranginya sehingga ia dapat memfokuskan perhatiannya pada pekerjaan

yang dinilai lebih penting untuk dikerjakan segera.

5. Manajemen organisasi lembaga pendidikan Islam dapat dikembangkan

menjadi lebih baik karena pendelegasian wewenang merupakan wujud upaya

penguatan kemampuan manajerial seseorang bawahan. Pada saat ia

dipromosikan menuju posisi lebih tinggi, ia telah siap untuk mengembannya

Pendelegasian wewenang yang diberikan kepada guru dan karyawan tidak

akan pernah bersifat mutlak. Kepala sekolah tetap harus memikul tanggung jawab

apabila ternyata pendelegasian wewenang tersebut tidak menciptakan keadaan

yang lebih baik. Karenanya, kepala sekolah tetap dibebani tanggung jawab untuk

melakukan pemantauan58

Karena proses pendelegasian wewenang bisa saja gagal

57

Kartini Kartono. Op.cit, h.123 58

Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung : Remaja

Rosdakarya, 2004), h.125

Page 26: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

46

bila guru dan Karyawan tidak cakap dalam mengampu tugas yang dibebankan

padanya.

Agar pendelegasian wewenang dapat terlaksana dengan baik dan sesuai

dengan standar kinerja yang diharapkan, kepala sekolah harus memperhatikan

beberapa pedoman yaitu:59

1. Memastikan dengan tepat apa tanggung jawab yang ingin didelegasikan agar

tanggung jawab yang ingin didelegasikan bisa dipastikan, maka beberapa

acuan dasar yang penting untuk diperhatikan adalah pendelegasian wewenang

dilakukan untuk tugas yang memang dapat dilakukan secara lebih baik oleh

bawahan.

2. Bila tujuannya adalah ingin mengurangi beban kerja berlebihan, maka tugas

yang harus segera didelegasikan adalah tugas yang harus segera diselesaikan

tetapi tidak mempunyai prioritas tinggi.

3. Pemimpin perlu mengetahui pendelegasian tugas yang relevan dengan jenjang

karier seorang bawahan.

4. Pemimpin mendelegasikan tugas yang menentang tetapi pasti dapat dilakukan

oleh bawahan.

5. Para bawahan harus dibiasakan untuk bersedia melaksanakan segala tugas

yang dibebankan padanya.

6. Menerapkan cara yang sesuai untuk mendelegasikan wewenang

D. Kesimpulan

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diketahui pendelegasian

wewenang adalah sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal

kepada orang lain (bawahan) untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Atau

lebih rincinya disebut menyerahkan tugas, kewenangan, hak, tanggung jawab,

kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan. Pendelegasian

wewenang diperlukan agar suatu organisasi dapat menggunakan sumber

dayanya secara efisien. Seorang pimpinan perusahaan sebagai manusia biasa,

mempunyai waktu, kemampuan dan perhatian yang sangat terbatas, maka

tidaklah mungkin seorang pimpinan dapat melaksanakan tugasnya sendiri,

sungguhpun pimpinan itu harus bertanggung jawab akan pelaksanaan

tugasnya dengan sebaik mungkin.

Dalam perspektif Islam wewenang adalah kekuatan untuk mengambil

keputusan, dan membahas wewenang harus diiringi dengan adanya tanggung

jawab, Wewenang dan tanggung jawab memiliki kaitan erat dan menyatakan

prinsip bahwa keduanya harus berjalan seiring dan tidak bisa dipisahkan,

selain itu wewenang dan tanggung jawab merupakan amanat ketuhanan yang

dititipkan di dunia dan harus pegang dengan penuh ketaatan dan penghambaan

atau ketekunan dalam menjadikan wewenang sebagai beribadah, selanjutnya

mendelegasikan wewenang kepada orang yang memiliki kamampuan

melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai tuntutan dan ketentuan al-

Quran dan hadist.

Dalam dunia pendidikan pendelegasian wewenang merupakn

pemberian tugas atau tanggung jawab oleh seorang pemimpin kepada

bawahannya. Pendelegasian wewenang mempunyai dampak strategis bagi

pematangan organisasi lembaga pendidikan Islam karena menjadikan para

59

Muhaimin, Op.Cit. 131

Page 27: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

47

guru dan karyawan memperoleh pembelajaran untuk memikul tanggung jawab

lebih besar. Bagi guru dan karyawan, pendelegasian wewenang dapat

menjadikan pekerjaan yang dilakukannya menantang dan memiliki arti. Bila

para guru dan karyawan cakap dalam bekerja, pekerjaan yang menantang

merupakan salah satu hal yang membuatnya betah bekerja, mencintai tempat

bekerjanya dan merasa sayang untuk pindah tempat kerja, selain membuatnya

siap memikul tanggung jawab lebih tinggi guna meningkatkan profesionalitas

lembaga pendidikan Islam.

E. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Amin, Membangun Paradigma Keilmuan Interkonektif Islamic Studies

di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-Interkonektif, Cetakan: I,

Februari 2006

al-Banjari, Rachmat Ramadhana, Prophetic Leadership, Yogyakarta: DIVA Press,

2008

al-Dimasyqi, 'Imad al-Din Abu al-Fida' Isma'il ibn Kasir, Tafsir al-Qur'an al-

Azim, Kairo: Muassasah Qurtubah, 2000, Jil. XI

Allen,Louis A, Karya Manajemen, Terjemehan JMA .Tuhuteru, Cetakan Ketiga,

Jakarta : Penerbit PT. Pembangunan 1986

Effendi,Mochtar, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam,

Jakarta: Bhatara, 1996

Fatah, Nanang Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2001

Fatah,Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya Offset, 2009 cet. 10

Gie, The Liang, Administrasi Perkantoran Modern, Yogyakarta: Liberty, 2000

Gordon, Thomas, Kepemimpinan yang Efektif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

1994

Gunawan,K.Adi, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, Surabaya;

Kartika2001

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988, cet. I, juz XXII,

Handoko, Hani, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, 2003

Hasibuan,Malayu S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2012

_________________. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Jakarta:

Bumi Aksara, 2009

http://kbbi.web.id/tanggung+jawab, Akses tgl 16 oktober 2017

Page 28: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

48

http://ruslijacub.wordpress.com/2010/06/04/pengertian-delegasi-dan-kekuasaan-

by-rusli-jacub/ akses tgl 17 Oktober 2017

Ihsan,Fuad, Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008.

Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1998), h. 114.

Manullang,M, 1996, Dasar-Dasar Manaiemen, Cetakan Kelimabelas, Jakarta :

Penerbit Ghalia lndonesiah. 113

Martin,Roderik, Sosiologi Kekuasaan, ter. Herjoediono, Jakarta: Rajawali Press,

1990

Maryani, Wewenang Dan Tanggung Jawab Dalam Al-Qur’an Dan Hadits, Jurnal

Al Hikmah, Volume 2, Nomor 2, September 2012

Muhaimin, et. al, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan

Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta:Kencana Prenada

Media Group, 2010

Mulyasa,E. ,Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi,

(Bandung : Rosdakarya, 2003

Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam

di Indonesia, Jakarta: Pramada Media, 2003

Nawawi, Hadari, Administrasi Pendidikan, Surabaya, CV. Haji Mas Agung, 1997

Prastyawan, Implementasi Manajemen Layanan Dalam Pendidikan Islam, Jurnal

Al Hikmah Jurnal Studi Keislaman, Volume 5, Nomor 1, Maret 2015

Purwanto, M. Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2008

Raharjo,M. Dawam, Ensiklopedi Islam, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep

Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002, cet. II

Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), Jakarta: PT Indeks, 2007

Shihab, M. Quraish, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,

Jakarta: Lentera Hati, 2002, cet. I, Vol. 11,

Siagian,Sondang P, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi

Aksara, 2006

_______________., Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung, 1982.

Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1990

Soekanto,Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pres, 1990

Soetopo, Hendayat dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi

Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara, 1984.

Page 29: MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019

49

Suderadjat,Hari, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah, Bandung:

Cipta Cekas Grafika, 2004.

Terry, George R. Prinsip-prinsip Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009

Terry,George R. Prinsip-prinsip Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009

Tomatala,Yakob, Kepemimpinan yang Dinamis Malang : Gandum Mas, 1997

Wohjosumidjo, Kepimpinan Kepala Madrasah, Jakarta: Raja Grafindo Persada

cetakan ke3