JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

174
. Jurnal Jurnal Jurnal Jurnal BISNIS & MANAJEMEN Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 6 No.2, Januari 2010 ANALISIS HUBUNGAN SEGMENTASI DEMOGRAFI DAN LOYALITAS KONSUMEN (Studi Pada Merek Produk Tabungan Di Lampung) Mahrinasari PENGARUH PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELABUHAN LINTAS MERAK BAKAUHENI Nova Mardiana PENGARUH JOB SATISFACTION, ORGANIZATIONAL COMMITMENT TERHADAP CUSTOMERS SATISFACTION DENGAN INTERNAL MARKETING SEBAGAI VARIABEL MEDIASI (Studi Pada Rumah Sakit Swasta di Bandar Lampung) Ribhan IMPLEMENTATION OF PLANNED BEHAVIOR THEORY AT THE FACULTY OF ECONOMICS STUDENT ATTITUDES IN BUYING LAPTOP Rinaldi Bursan THE INFLUENCE ANALYSIS OF THIRD PARTY FUND GROWTH AND EARNING ASSETS ON THE BOPO RATIO GROWTH OF PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Ahmad Faisol RENCANA STRATEGIK DAN IMPLEMENTASINYA: MEMULAI DAN MENGELOLA USAHA DENGAN WAWASAN MANAJEMEN STRATEGIK Ayi Ahadiat JURNAL BISNIS dan MANAJEMEN Vol. 6 No.2 Hal. 153-331 Bandarlampung Januari 2010 ISSN 1411 - 9366

Transcript of JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Page 1: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

.

JurnalJurnalJurnalJurnal

BISNIS & MANAJEMEN Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 6 No.2, Januari 2010

ANALISIS HUBUNGAN SEGMENTASI DEMOGRAFI DAN LOYALITAS KONSUMEN (Studi Pada Merek Produk Tabungan Di Lampung)

Mahrinasari

PENGARUH PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELABUHAN LINTAS

MERAK BAKAUHENI Nova Mardiana

PENGARUH JOB SATISFACTION, ORGANIZATIONAL COMMITMENT

TERHADAP CUSTOMERS SATISFACTION DENGAN INTERNAL MARKETING SEBAGAI VARIABEL MEDIASI

(Studi Pada Rumah Sakit Swasta di Bandar Lampung) Ribhan

IMPLEMENTATION OF PLANNED BEHAVIOR THEORY AT THE

FACULTY OF ECONOMICS STUDENT ATTITUDES IN BUYING LAPTOP Rinaldi Bursan

THE INFLUENCE ANALYSIS OF THIRD PARTY FUND GROWTH AND

EARNING ASSETS ON THE BOPO RATIO GROWTH OF PT. BANK MUAMALAT INDONESIA

Ahmad Faisol

RENCANA STRATEGIK DAN IMPLEMENTASINYA: MEMULAI DAN MENGELOLA USAHA DENGAN WAWASAN

MANAJEMEN STRATEGIK Ayi Ahadiat

JURNAL BISNIS dan

MANAJEMEN Vol. 6 No.2 Hal. 153-331 Bandarlampung

Januari 2010 ISSN

1411 - 9366

Page 2: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

TIM REDAKSI

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.Sc. (Rektor Universitas Lampung)

Pembina : Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.Sc. (Pembantu Rektor I Universitas Lampung) : Dr. John Hendri, M.S. (Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung) : Toto Gunarto, S.E., M.S. (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung)

Pemimpin Umum : Hj. Mahrinasari, S.E., M.B.A. Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

Lampung

Dewan Editor Ketua : Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. Anggota : Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si. Dr. Sri Hasnawati, S.E.. M.M. Iban Sofyan, S.E., M.M. Aripin Ahmad, S.E., M.Si. Zulkarnain, S.E., M.B.A. Dariyus, S.E., M.M. Ribhan, S.E., M.Si. Ernie Hendrawaty, S.E., M.Si.

Redaksi Pelaksana Ketua : Hj. Aida Sari, S.E., M.Si. Wakil Ketua : Rinaldi Bursan, S.E., M.Si. Sekretaris : Prakarsa Pandjinegara, S.E., M.E. Bendahara : Hi. Habibullah Jimad, S.E., M.Si. Tata Usaha dan Kearsipan : Prayugo Distribusi dan Sirkulasi : Nasirudin Alamat Redaksi : Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi Unila Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1 Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145 Telp. : (0721) 773465 Email : [email protected] Website : http://fe-manajemen.unila.ac.id/~jbm Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.

Volume 6 No. 2, Januari 2010 ISSN 1411 - 9366

Page 3: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

DAFTAR ISI ANALISIS HUBUNGAN SEGMENTASI DEMOGRAFI DAN LOYALITAS KONSUMEN (Studi Pada Merek Produk Tabungan Di Lampung) Mahrinasari…………….………………………………………………………… 153 PENGARUH PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELABUHAN LINTAS MERAK BAKAUHENI Nova Mardiana ...................................................................................................... 203 PENGARUH JOB SATISFACTION, ORGANIZATIONAL COMMITMENT TERHADAP CUSTOMERS SATISFACTION DENGAN INTERNAL MARKETING SEBAGAI VARIABEL MEDIASI (Studi Pada Rumah Sakit Swasta di Bandar Lampung) Ribhan…………………………………..………………………………………… 239 IMPLEMENTATION OF PLANNED BEHAVIOR THEORY AT THE FACULTY OF ECONOMICS STUDENT ATTITUDES IN BUYING LAPTOP Rinaldi Bursan…………………………………………………………………… 267 THE INFLUENCE ANALYSIS OF THIRD PARTY FUND GROWTH AND EARNING ASSETS ON THE BOPO RATIO GROWTH OF PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Ahmad Faisol…………………………………………………………………….. 277 RENCANA STRATEGIK DAN IMPLEMENTASINYA: MEMULAI DAN MENGELOLA USAHA DENGAN WAWASAN MANAJEMEN STRATEGIK Ayi Ahadiat …………………………………………………………………….. 311

Volume 6 No. 2, Januari 2010 ISSN 1411 - 9366

Page 4: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

ANALISIS HUBUNGAN SEGMENTASI DEMOGRAFI DAN LOYALITAS KONSUMEN

(Studi Pada Merek Produk Tabungan Di Lampung)

Mahrinasari1

ABSTRACT

The consumer’s loyalty is to be a valued asset for the company in order to get competitve advantage toward global competition in the market place. But, this idea is still in doubted as Roy Gony said (2005) that the companies who have high loyal consumers do not automatically have high market share, otherwise having low market share. Therefore, He recommended that the company should previuosly search for what kinds of segmentation should be targeted in order to get the loyal segemented consumers. This idea is related with Inu Machfud Idea (BMI Research Jakarta, 2008). He said that the company should prevuiously focus on segmentation to get segmented consumers for the sake of getting the loyal segmented consumers. Therefore, this research objective is: 1) to know relationship between demografy segmentation and consumers loyalty toward brand in saving product, 2) to examine the level of consumers loyalty toward brand, and 3) to find out what clasess of demografy segmentation is constibuted to the category of the loyalty level ( High loyalty, Moderate Loyalty, No Loyalty, and Very Not Loyalty). The results shows that demografy segementation (gender, age, education, kinds of job, and income) overall significantly do not related with the level of consumers loyalty, based on Chi-square statistics test of α = 0,05. However, there are interesting results that there is relationship between job segmentation variable and income segementation with saving frequency. Also, there is significantly relationship between age and the amount of saving value, and between education and the amount of saving value, between job and the amount of saving value, and between income and the amount of saving value. The segmentation that gives highest constribution to the saving frequency, the amount of saving value, and the level of consumer’s loyalty is the man segmentation, private employees, and S1 education, and age of 22-26 years, and having income more than IDR2.000.000.

1 Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

Page 5: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

162

Other results show that the saving frequency and the amount of saving value significantly are not related with the level of consumer’s loyalty, the same as Roy Goni said (2005).

Key word : Segmentation, and Consumer’s Loyalty I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Loyalitas konsumen pada suatu merek produk saat ini masih dipertimbangkan sebagai strategi bisnis untuk mempertahankan konsumen lama dan bahkan diharapkan dapat menambah konsumen baru terutama dalam menghadapi persaingan diantara merek produk dalam kondisi pasar yang sangat kompetitif yang semakin meningkat.

Menurut Hermawan Kertajaya dari MarkPlus and Co (Swa, Sept-Oktober 2003, hal. 38) bahwa loyalitas membuat konsumen melakukan pembelian ulang, lalu mereferensikan produk/jasa yang digunakannya pada orang lain, dan yang terpenting diharapkan mampu bertahan atau komit untuk tetap menggunakan produk/jasa tersebut walaupun banyak godaan tawaran dari suatu merek produk/jasa melalui daya tarik komunikasi yang dilakukan.

Aaker, David A (1997, hal. 69) menyebutkan, loyalitas konsumen pada merek memberikan nilai strategis bagi perusahaan jika dikelola dan diekploitasi dengan benar, yang nilainya dapat memberikan bentuk, yaitu adanya pengurangan biaya pemasaran, memberikan peningkatan nilai omzet penjualan dan pangsa pasar, menciptakan kesadaran merek dan meyakinkan kembali bagi konsumen sehingga meningkatkan minat pelanggan baru, serta memberi kesempatan waktu bagi perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya ancaman dari pihak pesaing.

Dengan demikian pemasaran dewasa ini merupakan pertempuran persepsi konsumen atas loyalitas pada merek dan tidak lagi sekedar pertempuran produk. Produk/jasa hanya memiliki manfaat fungsional, merek menjanjikan manfaat emosional. Ketika teknologi menjadi semakin setara, maka produk/jasa dengan mudah dapat ditiru pesaing. Sementara merek lebih sulit ditiru karena keunikannya.

Namun, pemikiran di atas masih dalam pertanyaan besar, karena ada pemikiran lain bahwa konsep loyalitas masih banyak mitos yang melingkupinya. Roy

Page 6: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

163

Gony (2005) mengungkapkan bahwa ada salah kaprah yang merupakan sejumlah mitos loyalitas pelanggan yang diterima begitu saja kebenarannya, tidak hanya oleh para profesional bisnis, tetapi juga oleh kalangan akademisi. Misalnya, ada anggapan bila perusahaan mempunyai semakin banyak pelanggan yang setia, maka akan selalu diikuti dengan pangsa pasar yang besar. Kenyataan ini justru sebaliknya, perusahaan yang mempunyai tingkat kesetiaan konsumen tinggi justru mempunyai pangsa pasar kecil, bahkan cenderung eksklusif, seperti yang dimiliki oleh Harley Davidson. Sejumlah penelitian memperlihatkan hubungan yang negatif antara pangsa pasar dan tingkat kesetiaan konsumen dalam pasar yang heterogen. Anggapan lain (Roy Goni, 2005) bahwa dibutuhkan biaya lima kali lipat lebih besar untuk mengakuisisi konsumen baru ketimbang mempertahankannya (retention). Mitos ini begitu meresap sekali dan secara intuitif diterima begitu saja kebenarannya selama lebih dari 20 tahun. Kenyataan tidaklah demikian, dan di balik mitos ini terkandung asumsi yang keliru. Pertama, argumen yang salah tentang bagaimana alokasi biaya antara akuisisi dan retensi, seakan-akan biaya yang terkait dengan konsumen yang baru selalu akan naik, sebaliknya bagi pelanggan lama akan selalu meningkatkan pengeluarannya seiring dengan lamanya waktu. Kedua, argumen yang mengabaikan teori siklus hidup produk, dan ketiga, mitos ini mengabaikan kenyataan bahwa pada dasarnya basis konsumen dari setiap perusahaan terdiri dari sejumlah kombinasi konsumen yang berbeda-beda, baik biaya akuisisi maupun retensinya. Akibatnya, sekalipun mitos ini sepintas masuk akal, realitasnya ternyata jauh lebih kompleks, dan perlu hati-hati disikapi bila tidak ingin kecewa.

Mitos lain bahwa konsumen yang setia biasanya kurang sensitif terhadap harga. Ternyata, menurut sejumlah penelitian, antara lain yang dilakukan oleh Reinartz dan Kumar (Roy Goni, 2005) tidak ditemukan bahwa konsumen yang setia akan rela untuk membayar harga yang tinggi dari pemasok yang telah dikenalnya. Bahkan dalam suatu penelitian di pasar bisnis, terungkap bahwa pelanggan lama justru membayar 5 sampai 7 persen lebih murah daripada konsumen baru. Dengan kata lain, pelanggan lama lebih sering membayar lebih murah dan tidak mau membayar harga yang lebih mahal.

Oleh karena itu, untuk menghilangkan pemikiran yang masih meragukan atas efek loyalitas, Roy Goni (2005) selanjutnya menyarankan, yang salah satunya adalah bahwa dalam mengelola loyalitas merek perlu secara cermat memastikan terlebih dahulu jenis konsumen mana yang akan dituju dengan kata lain perlu melihat segmentasi pasar yang jelas dan terarah sehingga pemupukan loyalitas konsumen pada suatu merek produk dapat terarah dengan pasti dan menghasilkan tingkat retensi konsumen tinggi dan diharapkan berdampak pada perolehan peningkatan nilai penjualan dan pangsa pasar. Sejalan dengan ini, perencanaan segmentasi pasar yang terarah sangat

Page 7: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

164

diperlukan dan berhubungan dengan pemetaan loyalitas merek. Artinya, manajemen harus mampu menciptakan jenis segmentasi konsumen yang mana yang seharusnya dituju yang memberikan tingkat keloyalan pada suatu merek produk, sehingga strategi penciptaan keloyalan merek tidak sia-sia karena loyalitas merek diharapkan mampu mendongkrak nlai penjualan perusahaan. Pemikiran ini sejalan dengan pendapat Aaker, David A (1997).

Inu Machfud (BMI Research Jakarta, 2008) juga mengungkapkan bahwa dalam persaingan antar merek perlu melihat jenis segmen yang akan dituju baik segmen utama maupun segmen sekunder yang dinilai menguntungkan. Dalam perang merek yang terbaik adalah memfokuskan pada segmen merek yang akan dituju sehingga pasar sasarannya jelas dan terarah dan dapat dilihat jenis konsumen mana yang loyal dan menguntungkan .

Pengelolaan segmentasi pada dunia perbankan juga dilakukan seperti apa yang disarankan oleh Frank Borovsky (2008 dari artikel Sosial Science), bahwa bank yang melakukan segmentasi pelanggan, akan menuai keuntungan dalam kepuasan pelanggan dan persepsi pelanggan dan akhirnya berdampak pada loyalitas pelanggan.

Industri Perbankan saat ini sangat gencar dan agresif untuk menarik konsumennya menjadi loyal pada salah satu produknya berupa produk tabungan.

Ada tiga perbankan nasional yang memiliki aset terbesar dan dalam kategori Bank Umum berdasarkan statistik perbankan Indonesia per Juli 2007, yaitu Bank Mandiri pada peringkat pertama, dengan aset: Rp254.787 triliun, disusul Bank Central Asia, dengan aset: Rp190.090 triliun, dan posisi ketiga, Bank Negara Indonesia dengan Aset: Rp178,874 triliun (Ardian Wibisono, 2007). Di Propinsi Lampung eksistensi aset ke tiga bank tersebut sama halnya dengan asetnya secara total di Indonesia.

Masing-masing Bank tersebut memiliki strategi untuk mempertahankan loyalitas, seperti: Bank Mandiri melakukan strategi kerjasama dengan merchant rekanan, Bank BCA memberikan hadiah dan menyediakan ATM yang luas, serta Bank Negara Indonesia terakhir ini menawarkan program “Durian Runtuh”, jika memiliki produk tabungan “Taplus BNI” dengan modus hadiah mobil mewah dan dana tunai miliyaran rupiah (Ervin Agung P, 2006), sehingga berpengaruh pada kinerja perolehan dana masyarakat yang bersumber dari 3 komponen produk yaitu simpanan berjangka/deposito, giro dan tabungan menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Diantara ketiga produk ini, posisi dana tabungan dalam 2 tahun terakhir nampak memberikan nilai dana lebih besar dibandingkan dengan giro dan deposito, walaupun, persentase

Page 8: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

165

peningkatan dana terendah yaitu sebesar 15% dari tahun 2005 ke 2006, dibandingkan dengan giro dan deposito masing masing 27% dan 102% (Bank Indonesia Bandarlampung, 2007). Kondisi demikian memberi gambaran yang sangat menarik, bahwa posisi nilai tabungan cukup besar namun perkembangannya lebih rendah dibandingkan dengan giro dan deposito.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis lebih mendalam tentang hubungan segmentasi demografi dengan loyalitas konsumen pada merek produk tabungan bank umum di Tiga Bank Umum Terbesar di Propinsi Lampung.

1.2 Permasalahan

Data menurut InfoBank (2005) menunjukkan bahwa Indek Loyalitas Nasabah PT BCA berada pada peringkat pertama dengan aset dan perolehan nilai dana tabungan sebesar Rp.127,345 Milyar berada pada peringkat ke dua setalah PT Bank Mandiri, namun PT Bank Mandiri berada pada peringkat ke 3 dengan aset dan perolehan nilai dana tabungan sebesar Rp.183,184 terbesar pada peringkat pertama, sedang Indek Loyalitas PT BNI berada pada urutan ke dua. Nampak kondisi ini sejalan dengan pemikiran Roy Goni (2005) tentang Mitos Loyalitas yang berimplikasi bahwa loyalitas nasabah akan selalu tidak berarti berkorelasi positif dengan perolehan nilai dana tabungannya. Untuk mengatasi ini perlu kajian hubungan segmentasi khususnya segmentasi demografi dan loyalitas agar memberikan manfaat lebih dan lebih bermakna bagi pengambilan keputusan perusahaan.

Kajian segmentasi dikhususkan pada segmentasi demografi dilakukan pada penelitian ini karena memperhatikan bahwa banyak manajemen perusahaan dalam membidik pasar secara umum memperhatikan faktor segmen demografi terlebih dahulu sebagai alat untuk membidik pasar perusahaan yang dituju.

Oleh karena itu, penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Apakah segmentasi demografi berhubungan secara signifikan dengan loyalitas konsumen?.”

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui hubungan segmentasi demografi dengan loyalitas konsumen pada merek produk tabungan bank umum;

Page 9: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

166

2. Untuk mengetahui kelas segmen demografi yang mana yang berkonstribusi sebagai konsumen loyal dalam kategori tingkatan loyalitas (loyalitas tinggi, loyal, loyalitas sedang, tidak loyal, dan sangat tidak loyal), sehingga dapat memberikan implikasi bagi manajerial bank dalam menentukan strategi dan kebijakan bank pada periode mendatang

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

1. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang strategi pemasaran perusahaan;

2. Sebagai bahan informasi bagi pengambil keputusan dalam mengeksekusi strategi dan kebijakan manajemen perusahaan.

1.4 Tinjauan Pustaka

1.4.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang hubungan segmentasi dan loyalitas belum banyak dilakukan. Riset yang dilakukan banyak mengkaji hanya pada satu sisi, seperti hanya menganalisis segmentasi dan atau hanya mengkaji loyalitas merek. Riset segmentasi oleh Yohanes Sondang Kunto dan Peter Remy Pasla tentang “Segmentasi Gaya Hidup Pada Mahasiswa Program Studi Pemasaran Universitas Kristen Petra” (2006). Hasil studi Kunto dan Pasla ini menyimpulkan bahwa ada 3 jenis segmen yang memiliki kesamaan dalam pola pengalokasian waktu belajar dan mengerjakan tugas, terdiri dari mahasiswa dinamis (39.8%), mahasiswa pencari identitas (40.7%), dan mahasiswa konservatif-trendsetter (19.4%).

Riset terkait dengan segmentasi perusahan perbankan pada Royal Bank of Canada (RBC) tahun 2005 telah dilakukan oleh Ely Chandra P, direview oleh Joko Sugiarsono (2006). Hasil review Sugiarsono menyebutkan bahwa yang jelas, konsisten dalam mensegmentasi pelanggannya secara benar dan melanjutkannya dengan penawaran yang relevan, bisnis RBC bisa terus tumbuh. Divisi Personal & Commercial Banking RBC bisa mencapai tujuannya yakni mendongkrak pendapatan hingga C$ 1 miliar. Lalu, sejak Oktober 2003, tingkat pemutusan nasabah juga turun dari 8,4% menjadi 6,2%. Di sisi lain, jumlah nasabah high value naik dari 17,1% menjadi 19,1% total nasabahnya saat ini. Laba bersih (net income) pun terus naik: tahun 2001 senilai C$ 2,31 miliar, tahun 2005 menjadi C$ 3,39 miliar. Begitu pula, return on equity pada RBC: 16,4% pada 2001 meningkat menjadi 18% pada 2005.

Page 10: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

167

Handi Irawan (Oktober 2007) mengulas tentang segementasi yang terkait dengan pasar perbankan menunjukkan bahwa segmentasi premium (kelas orang berduit/income, segmen anak muda, dan segmen orientasi status) relatif memberikan potensi margin yang lebih besar; relatif tidak sensitif terhadap harga. Survei Frontier - Marketing & Research Consultant memperlihatkan bahwa rata-rata mereka lebih mempertimbangkan kualitas daripada harga berhubungan dengan efektivitas pemasaran; Biaya promosi dari perusahaan yang menargetkan segmen premium relatif dapat dikelola secara lebih efektif; dan terbangunnya image produk yang baik. Segmen premium memiliki beberapa kesamaan, yaitu mereka yang mementingkan kualitas, ingin pelayanan yang prima, mengutamakan kenyamanan dan hal-hal yang bersifat pribadi.

Riset loyalitas nasabah pada bank umum untuk membangun dan mempertahankan nasabah telah dilakukan oleh Ervin Agung P (2006), hasilnya menunjukkan bahwa ada 6 faktor dalam membangun loyalitas nasabah tabungan yaitu Hadiah, Suku Bunga, Fasilitas, Service, Empati, dan Jaringan.

Hasil penelitian Mahrinasari (2005) menunjukkan bahwa loyalitas konsumen terbesar dalam porsi kategori pembeli/pengguna puas dan suka atas produk tabungan khususnya pada atribut wujud fisik berupa desain interior dan ekterior gedung yang mewah, ruang lobby/ruang tunggu tempat bertransaksi luas pemakaian halaman parkir gratis, tampilan fisik karyawan cantik/ ganteng dan menarik; serta adanya faktor keandalan produk berupa penawaran biaya administrasi produk tabungan yang rendah, hadiah undian tabungan menarik, hadiah langsung menarik, dan kemudahan bertransaksi dengan fasilitas Internet Banking dan fasilitas SMS Banking; dan faktor Empati berupa pemberian layanan prima. Temuan lainnya menunjukkan bahwa loyalitas konsumen berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan nilai tabungan khususnya pada jenis pembeli/pengguna karena kebiasaan dan pembeli/pengguna yang berkomitmen untuk merekomendasikan produk ke calon konsumen potensial lainnya dan menggunakan jenis produk bank lainnya, sedangkan pada jenis pembeli berpindah-pindah merek, pembeli suka dan pembeli puas tidak berpengaruh pada peningkatan nilai tabungan yang diproksikan sebagai ukuran peningkatan penjualan perusahaan.

Kajian lain dalam forum Workshop dengan judul: Market Segmentation, Customer Loyalty and Product Development. Tujuan workshop menemukan strategi penerapan customer retention untuk target market yang berbeda, dengan latar belakang pemikiran adanya masalah yang sering dihadapi perusahaan besar di Indonesia terkait dengan strategi peningkatan jumlah pelanggan yang sudah ada menjadi pelanggan setia yang datang berkali – kali sehingga menjadi committed buyers/Pembeli yang berkomitmen. Dalam situasi bisnis yang semakin

Page 11: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

168

tersegmentasi, sangat diperlukan analisis segmentasi yang mendalam sehingga dalam pembuatan produk baru, perusahaan dapat menentukan secara spesifik keunggulan kompetitif produk yang ditawarkan dalam rangka meningkatkan daya tarik dan meningkatkan customer retention.

Kajian yang berkaitan antara segmentasi dan loyalitas telah dilakukan dalam Artikel Loyalitas Segmentation, oleh Mars (Marketing Research pecialists, 2000). Mars membagi pasar produk perbankan menjadi 4 kelompok Pengguna / Pemakai, yakni

• Entrenched, yaitu pemakai fanatik yang tidak mungkin pindah ke produk pesaing. Segmen ini sering disebut juga indeks loyalitas (Loyality Index);

• Average, yaitu pengguna yang tidak mungkin langsung pindah tapi rentan akan bujukan pesaing;

• Shallow, yaitu pengguna yang sudah mempertimbangkan alternatif-alternatif dari pesaing;

• Convertible, yaitu pemakai dalam langkah untuk mengganti produk.

Hasil riset Mars (1999) menunjukkan bahwa BCA sudah tidak mungkin merebut nasabah pesaing fanatik yang proporsinya sebesar 69,45% (strongly unavailable), tetapi BCA masih bisa bermain dalam memperebutkan 24,15% nasabah weekly unavailable. Sementara peluang bank-bank lainnya ( BRI, BNI, Bank Lippo, dan Bank Bali, sekarang Permata) dalam merebut nasabah pesaing tidak lebih dari 22%.

1.4.2 Landasan Teori

Pengertian Segmentasi

Menurut Kotler dan Amstrong (2004), segmentasi pasar adalah usaha untuk membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok yang dapat dibedakan satu sama lain dalam hal kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang mungkin akan memerlukan produk-produk dan strategi pemasaran tertentu untuk menjangkaunya.

Pendapat Kasali (1998) bahwa segmentasi pada dasarnya adalah suatu strategi untuk memahami struktur pasar. Kedua pendapat di atas menjelaskan arti segmentasi dalam dunia pemasaran, sedangkan pengertian segmentasi sendiri adalah usaha untuk membagi suatu populasi menjadi kelompok-kelompok

Page 12: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

169

yang dapat dibedakan satu sama lain. Lebih lanjut, Kasali (1998) mengungkapkan bahwa, segmentasi pasar telah berkembang luas. Segmentasi pasar tidak hanya digunakan untuk kepentingan bisnis, tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan atau kegiatan-kegiatan nirlaba lainnya.

Perusahaan semakin menyadari bahwa pasar terdiri dari banyak pembeli, dan para pembeli berbeda dalam satu atau lebih hal. Para pembeli mungkin berbeda dalam hal keinginan, daya beli, lokasi, perilaku belanja, dan praktik berbelanja. Sementara, perusahaan sangat terbatas dalam kemampuannya untuk melayani pasar secara menyeluruh. Melalui segmentasi, perusahaan dapat membagi pasar yang besar dan heterogen menjadi segmen-segmen yang lebih kecil yang dapat dijangkau secara efisien dan efektif dengan produk dan layanan yang unik sesuai dengan kebutuhan pasar (Kotler dan Amstrong, 2004).

Dalam kegiatan bisnis, pengetahuan tentang segmentasi pasar dapat digunakan sebagai informasi untuk memilih pasar, mencari peluang usaha, menyusun strategi merebut bagian pasar dari segmen yang dikuasai pemimpin pasar, melayani pelanggan dengan lebih baik, menganalisis perilaku konsumen dan mendisain produk. Di luar kegiatan bisnis, segmentasi pasar dapat digunakan untuk memasyarakatkan suatu undang-undang baru, melakukan kampanye-kampanye sosial, menyampaikan pesanpesan politik, menggairahkan kehidupan beragama dan mendidik siswa (Kasali, 1998).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa segmentasi adalah usaha untuk membagi suatu populasi menjadi kelompok-kelompok yang dapat dibedakan satu sama lain. Dalam dunia pemasaran segmentasi digunakan untuk membagi pasar yang besar dan heterogen menjadi segmen-segmen yang lebih kecil yang dapat dijangkau secara lebih efisien dan efektif melalui produk dan layanan yang unik.

Klasifikasi Variabel Segmentasi

Seorang pemasar harus mencoba berbagai variabel segmentasi satu per satu atau kombinasinya. Kotler dan Amstrong (2004) menuliskan empat variabel utama yang umum digunakan untuk melakukan segmentasi pasar, adalah demografis, geografis, psikografis dan perilaku. Segmentasi geografis mendasarkan segmentasinya atas unit-unit geografis seperti bangsa, negara, daerah, kota, atau lingkungan. Segmentasi demografis mendasarkan segmentasinya atas unit-unit variabel seperti usia, jenis kelamin, besarnya keluarga, daur hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, golongan, generasi, dan kebangsaan. Segmentasi psikografis mendasarkan segmentasinya atas kelas sosial, gaya hidup, dan karakter pribadi. Berbeda dengan ketiganya, segmentasi perilaku mendasarkan segmentasinya atas

Page 13: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

170

pengetahuan, sikap, penggunaan, atau tanggapan konsumen terhadap suatu produk.

Dalam segmentasi psikografis, perilaku konsumen konsumen berdasarkan variabel-variabel AIO, yaitu aktifitas, interes/minat, dan opini. Joseph Plumer (1974) mengatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur aktifitas-aktifitas manusia dalam hal:

1. Pola seseorang dalam menghabiskan waktunya; 2. Minat seseorang; 3. Pandangan seseorang terhadap diri sendiri dan orang lain; 4. Karakter-karakter dasar seperti tahap yang dilalui seseorang dalam

kehidupan (life cycle), penghasilan, pendidikan, dan di mana mereka tinggal.

Segmentasi psikografis tidak semata-mata didasarkan atas gaya hidup. Pendapat Peter dan Olson (1994) bahwa segmentasi psikografis secara sempit dapat diartikan sebagai usaha memilah pasar ke dalam segmen-segmen berdasarkan gaya hidup, sikap-sikap dan minat-minat konsumen, maka dapat disimpulkan: gaya hidup hanya merupakan salah satu unsur dari segmentasi psikografis.

Nilai-nilai individu, gaya hidup, dan psikografis dalam ilmu-ilmu sosial dianggap sebagai the softer side of science (Kahle dan Chiagouris, 1997). Dalam meramalkan perilaku konsumen, para ahli berpendapat bahwa nilai-nilai individu akan menentukan gaya hidup seseorang, dan gaya hidup seseorang akan menentukan konsumsi atau perilaku seseorang.

Kasali (1998) mengartikan nilai individu sebagai sesuatu yang dipercaya seseorang yang dalam beberapa hal lebih disukai dari hal-hal yang berlawanan (preferable to its opposite). Berbagai studi menemukan bahwa nilai-nilai yang dianut seseorang menentukan pola konsumsinya. Kahle dan Kennedy (1989) dalam studinya menemukan bahwa orang-orang yang menganut nilai kesenangan dan kenikmatan hidup banyak mengkonsumsi alkohol, dan mereka yang menganut nilai pentingnya berprestasi memiliki penghasilan yang tinggi. Studi-studi yang lain juga memberi hasil yang cenderung konsisten.

Levy (2001) dalam tulisannya yang dimuat disitus DM Review menegaskan kembali pendapat Kotler dan Amstrong (1994) bahwa tidak ada satu cara yang unik untuk melakukan segmentasi, bukan berarti segmentasi dapat dilakukan secara sembarang. Levy (2001) berpendapat bahwa segmentasi yang baik harus mudah dipahami, memiliki cukup segmen, relevan dengan tujuan segmentasi,

Page 14: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

171

dan memberikan cukup informasi yang akan digunakan untuk mengambil keputusan.

Pendapat Trout, Jack dan Al Ries (2005) bahwa setidaknya ada empat kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kebaikan segmentasi pasar. Keempat kriteria yang diungkapkan oleh Trout dan Ries adalah kebutuhan dari suatu segmen sama atau cenderung sama, kebutuhan antar segmen dapat dibedakan dengan tegas, segmen-segmen yang dihasilkan harus dapat didefinisikan dan dapat dijangkau dan segmen yang dihasilkan harus memberikan cukup informasi mengenai keadaan pasar yang sebenarnya.

Pengertian Loyalitas

Ervin Agung P. (2006) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan adalah seseorang yang telah terbiasa untuk membeli produk yang ditawarkan daring berinteraksi melakukan pembelian selama periode waktu tertentu, dengan tetap setia mengikuti semua penawaran perusahaan.

Oliver (1999) mengungkapkan beberapa definisi loyalitas konsumen dari beberapa para ahli, seperti: 1) Tells (1988) menyatakan bahwa loyalitas merupakan beberapa sirklus frekuensi pembelian berulang; 2) Newman dan Werbel (1973), bahwa konsumen loyal merupakan mereka yang membeli ulang suatu merek; 3) Oliver sendiri (1999) menyebutkan bahwa loyalitas konsumen merupakan suatu komitmen yang mendalam untuk membeli ulang suatu produk yang lebih disukai atau layanan yang diterima secara konsisten, sehingga menyebabkan pembelian pada sekumpulan merek yang sama berulang; 4) Anderson, Fornel, dan Lehmann (1994) mengungkapkan bahwa semakin loyal konsumen maka mereka akan terus membeli dari supplier yang sama.

Konsep Loyalitas Konsumen pada Merek

Konsep loyalitas konsumen sangat berhubungan dengan konsep loyalitas merek pada perusahaan. Loyalitas merek, menurut Darmadi Durianto - Sugiarto - Tony Sitinjak, 2001 hal. 7), yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon inovasi yang dilakukan para pesaing. Loyalitas merek adalah salah satu kategori ekuitas merek yang dipengaruhi oleh kategori ekuitas merek lainnya.

Aaker, David A (1991) mengungkapkan bahwa loyalitas konsumen pada merek merupakan inti dari ekuitas merek. Loyalitas konsumen pada merek menjadi gagasan sentral dalam kegiatan pemasaran, yang merupakan ukuran keterkaitan dan kedekatan konsumen kepada sebuah merek. Hal ini

Page 15: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

172

menggambarkan bahwa seorang konsumen sangat enggan beralih ke merek lain, terutama jika merek tersebut memberikan nilai atribut yang menjanjikan terbaik bagi konsumennya. Jika loyalitas merek meningkat, kerentanan konsumen dari serangan pesaing perusahaan dapat diminimalisir. Hal ini menjadi suatu indikator bagi perusahaan bahwa loyalitas konsumen pada merek dapat meningkatkan penjualan, dengan harapan pangsa pasar meningkat pula dan akhirnya laba masa depan diperoleh dengan besar.

Lau dan Lee (2000), mengungkapkan bahwa loyalitas pada merek adalah perilaku niat untuk membeli sebuah produk dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Lebih lanjut, Asto Sunusubroto dari Mars (artikel sajian utama, SWA, September-Oktober 2003, hal. 39) menjelaskan bahwa loyalitas pada merek dapat dibentuk dari beberapa elemen yang berperan yaitu 1) nilai relatif terhadap persaingan yang melahirkan citra serta kualitas suatu produk (Brand Perceived Quality) sehingga membuat konsumen puas dan akhirnya loyal, 2) barrier to swich , artinya konsumen enggan beralih sebab jika pindah atau beralih akan membayar mahal, 3) karakteristik konsumen, yang berarti setiap konsumen memiliki karakter tertentu, termasuk jikalaupun mereka puas terhadap suatu merek produk tetapi senang untuk berpindah atau beralih merek lainnya karena gemar untuk mencoba sesuatu yang baru dan berbeda, namun ada konsumen sebalikkya berbeda, 4) Akibat persaingan pasar, sebagai ilustrasi adanya loyalitas monopoli yang sangat terkait dengan monopoli dari perusahaan yang menyebabkan akan tidak adanya konsumen yang memungkinkan beralih karena tidak adanya ragam pilihan dari pihak pesaing, begitu halnya terjadi pada tipe ‘cost of change loyalty’, loyalitas konsumen bergeser setelah berhadapan dengan tawaran produk pesaing yang memiliki haraga lebih rendah. Oleh karena itu, ada 5 tipe loyalitas berkaitan dengan kondisi pasar dalam era hypercompetition saat ini menurut MRI (artikel sajian utama, SWA, September-Oktober 2003, hal. 40) yang dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1. Tipe Loyalitas Konsumen Pada Suatu Produk

No Tipe Derajat Kesetiaan Contoh Penerapan Produk

1 Monopoly Loyalty Rendah Penumpang Kereta

2 Cost of Change Loyalty Menengah Sofware Finansial

3 Incentivised Loyalty Rendah-Menengah Frequent Business Flyer

4 Habitual Loyalty Rendah Pom Bensin

5 Committed Loyalty Tinggi Klub Sepak Bola

Sumber: MRI, dikutif dari SWA, September-Oktober 2003, hal. 40

Beberapa dampak yang dapat diberikan oleh loyalitas konsumen pada merek kepada perusahaan:

Page 16: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

173

1. Reduced marketing costs (mengurangi biaya pemasaran)

Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika brand loyalty meningkat. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

2. Trade leverage (meningkatkan perdagangan)

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan atau pangsa pasar dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3. Attracting new customers (menarik minat pelanggan baru).

Dengan banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung risiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.

4. Period time to respond to competitive threats (memberi waktu untuk merepon ancaman pelanggan).

Tingkatan Loyalitas Merek

Dalam kaitannya dengan loyalitas konsumen pada merek suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan loyalitas. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Tingkatan loyalitas konsumen pada merek menurut Aaker, David A, (1997, hal. 57) adalah sebagai berikut:

� Switcher (berpindah-pindah)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan

Page 17: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

174

pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

� Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun berbagai pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

� Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang atau risiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).

� Likes the brand (pembeli menyukai merek)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan kedalam sesuatu yang spesifik.

� Committed buyer (pembeli yang berkomitmen)

Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah

Page 18: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

175

satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.

Bagi merek yang belum memiliki loyalitas kosnumen pada merek yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada tingkatan switcher. Selanjutnya, porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada pada taraf habitual buyer, dst, hingga porsi terkecil ditempati oleh commited buyer.

Meskipun demikian bagi merek yang memiliki loyalitas merek yang kuat, tingkatan dalam loyalitas mereknya diharapkan membentuk sejumlah committed buyer yang lebih besar daripada switcher.

Produk Bank

Produk Bank pada perbankan secara umum diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu produk bank pada sisi pasiva dan pada sisi aktiva.

Produk bank pada sisi pasiva adalah pengerahan dana, berupa:

1. Giro. Giro adalah simpanan dari pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, surat perintah membayar lainnya, atau dengan pemindahbukuan.

2. Tabungan. Tabungan merupakan simpanan pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut ketentuan atau syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.

3. Deposito. Deposito adalah simpanan pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang penarikkannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.

Produk pada sisi aktiva adalah perkreditan. Kredit yang termasuk dalam produk bank secara umum adalah:

1. Kredit modal kerja , yaitu yang diberikan kepada nasabah kredit untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan peminjam.

2. Kredit investasi merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah untuk membiayai kebutuhan barang modal.

Page 19: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

176

3. Kredit konsumsi yaitu fasilitas kredit yang diberikan bank kepada debitur untuk keperluan pembelian barang-barang konsumsi.

Dengan memperhatikan penelitian terdahulu dan landasan teori tersebut di atas, maka model konseptual dalam riset ini adalah:

Gambar 1.1. Hubungan antara Segmentasi Demografi dan Loyalitas Merek

Gambar di atas mencerminkan bahwa segmentasi demografi berhubungan secara signifikan dengan Loyalitas Merek.

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam peneltian:

H1: Loyalitas konsumen pada merek berhubungan secara signifikan dengan segmentasi demografi (income, usia, pekerjaan, pendidikan, dan income)

II. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ekploratori dilakukan untuk menyusun hipotesis dan mengidentifikasi variabel dan hubungan kunci untuk keperluan penelitian lebih lanjut serta dapat mendefinisikan masalah lebih akurat (Santoso dan Tjiptono, 2001;38). Pada penelitian ini, lebih ditujukan untuk memperoleh gambaran pendahuluan yang jelas terhadap Loyalitas Merek, dengan 5 tingkatan variabel yang dikembangkan dalam alat ukur dengan skala Likert (1-5) yang

SEGMENTASI DEMOGRAFI

Demografis: 1. Gender 2. Status Pekerjaan 3. Pendidikan 4. Usia 5. Kelas Income

LOYALITAS KONSUMEN

PADA MEREK

5. Committed (Sangat Loyal) 4. Liking The Brand (Loyal) 3. Satisfied Buyer (Loyal Sedang) 2. Habitual Buyer (Tidak Loyal) 1. Swicher (Sangat Tidak Loyal)

Page 20: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

177

dituangkan dalam daftar pertanyaan. Alat Ukur dalam daftar pertanyaan perlu diuji terlebih dahulu tingkat reliabiltas dan validitasnya.

Pengujian reliabilitas dan validitas alat ukur menggunakan alat uji korelasi Pearson dan Reliabilitas Instrumen Cronbach Alpha, dan menggunakan jumlah responden terkecil sebanyak 30 responden masing-masing pada kantor cabang utama di ketiga bank sebagai objek penelitian sesuai dengan pendapat Gay (Husein Umar, 1999, hal. 60-61).

Penelitian deskriptif menurut Malhotra, 1993: 95, dilakukan untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap suatu produk atau memprediksi yang spesifik pada suatu variabel. Penelitian deskripsi pada penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat loyalitas merek dan korelasi loyalitas merek dengan segementasi pasar pada produk tabungan pada 3 bank yang memiliki asset terbesar di provinsi Lampung, dengan metode penelitian adalah Cross –Sectional Study, penelitian dilakukan untuk mengukur tingkat loyalitas merek dan hubungan antara loyalitas merek dengan segmentasi pasar pada waktu tertentu, dan metode pengambilan data adalah metode survey yang ditujukan untuk memperoleh informasi dari setiap sampel yang telah ditentukan berdasarkan target populasi dan dilakukan hanya satu kali. Desain ini dilakukan untuk menguji kebenaran atau mencari daya dukung hipotesis dengan menerapkan alat analisis Chi- Square, dan Statistik Deskriptif berupa tabulasi frekuensi dengan Analisis Cross-Tab, dan nilai rata-rata.

2.2. Penelitian Kepustakaan

Penelitian ini dilandasi dengan mengkaji konsep teori yang berkaitan dengan literature, karya ilmiah, dan sumber bacaan lain. Penelitian kepustakaan dilakukan juga dengan mencoba mencari informasi dan data sekunder yang telah diolah dan terpublikasi serta terkait dengan topik kajian ini, seperti data volume Tabungan, dan jumlah nasabah tabungan di Propinsi Lampung, serta jumlah aset bank dan peringkat bank yang memiliki peringkat merek terkuat berdasarkan hasil survey terdahulu.

2.3. Penelitian Lapangan

Penelitian ini dilakukan langsung untuk mendapatkan data primer tentang hubungan kausal antara segmentasi dan loyalitas konsumen pada merek produk tabungan pada tiga bank yang memiliki asset terbesar di Propinsi Lampung

Page 21: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

178

2.4. Pengumpulan Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama. Dalam metode pengumpulan data primer peneliti melakukan observasi sendiri dan melakukan survei langsung.

Teknik pengumpulan data dengan cara survei dilakukan dengan :

a. Wawancara dengan responden. b. Penyebaran daftar pertanyaan.

2.5. Pengumpulan Data Sekunder

Metode pengumpulan data sekunder sering disebut metode penggunaan bahan dokumen, karena peneliti tidak langsung melakukan penelitian sendiri tetapi meneliti memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak lain. Dalam metode pengumpulan data sekunder, observator tidak meneliti langsung, tetapi data didapatkan dari : Buletin Mandiri, Buletin BNI, dan BCA, Statistik Bank Indonesia Bandarlampung, BPS dan dari informasi lainnya.

2.6. Populasi dan Teknik Penentuan Sampel

Populasi target penelitian terdiri atas dua, yaitu:

1. Manajemen Bank pada PT Bank BCA, PT Bank Mandiri, PT Bank BNI di Provinsi Lampung (Pimpinan Hub/Cabang Utama/Perwakilan Utama di Provinsi Lampung), dan staf yang terkait dengan pengelolaan produk tabungan pada bank bersangkutan.

2. Nasabah tabungan pada bank terkait, yang dipilih secara Non-probabaility sampling. Di wilayah kerja provinsi lampung

Penentuan unit sampel (responden) adalah didasarkan atas unsur kesengajaan dengan tujuan bahwa unit sampel mewakili gambaran populasinya, yang dikenal dengan teknik purposive random sampling. Teknik ini digunakan karena karakteristik populasi tidak dapat diketahui dengan pasti menyangkut kerahasiaan Bank tentang profil nasabahnya. Jumlah unit sampel nasabah tabungan terpilih dengan syarat sebagai nasabah, pernah dan sedang menjadi 1) nasabah PT Bank BNI dan sekaligus sebagai nasabah PT Bank Mandiri dan PT Bank BCA, 2) sebagai nasabah PT Bank BCA dan PT Bank Mandiri, 3) sebagai nasabah PT Bank Mandiri dan PT Bank BNI, dan 4) sebagai nasabah PT Bank BCA dan PT bank BNI. Kemudian nasabah terpilih diperoleh dari hasil penelitian langsung melalui wawancara pada waktu tertentu selama dua bulan

Page 22: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

179

penuh selama setiap hari kerja dengan menyebarkan daftar pertanyaan untuk jawaban yang lebih teliti. Sampel terpilih ini diambil pada setiap kantor cabang, cabang pembantu di ketiga bank populasi terpilih di wilayah kerja Provinsi Lampung.

Jumlah sampel terpilih dengan menggunakan pendapat Slovin (Husein Umar, 1997, hal. 59-60) dengan mengasumsikan populasi berdistibusi normal dan tingkat kesalahan pengambilan sampel atas populasi yang ada sebesar 10% dan populasi sebanyak di atas 50.000 maka besarnya sampel minimal sebesar 100. Jumlah Nasabah pada ketiga bank responden masing-masing di atas 50.000 nasabah di provinsi Lampung, maka pada penelitian ini penulis menentukan jumlah sampel yang akan digunakan sebagai responden yang mewakili populasi sebanyak masing-masing bank responden sebanyak 100 sampel, sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 300 responden. Responden terpilih disurvey pada kantor cabang utama, dan kantor cabang pembantu dengan lokasi kantor di kota/kota kabupaten terpadat atau terbanyak respondennya melebihi 5000 nasabah. Data jumlah responden pada masing-masing cabang dan cabang pembantu dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut.

Tabel 2.1 `Jumlah Sampel pada Kantor Cabang dan Cabang Pembantu PT Bank Mandiri Tbk, PT BCA Tbk, dan PT BNI Tbk Berdasarkan Wilayah Operasional di Provinsi Lampung, Per Desember 2007

No Nama Kantor = Sub Populasi

Klasifikasi Kantor Jumlah Nasabah (Orang)

Jumlah Sampel = Sub Populasi/Total

Populasi x 100 masing-masing bank

responden

1 PT Bank Mandiri Tbk, Malahayati Cabang Utama > 10.018 24

2 PT Bank Mandiri Tbk, Teluk Betung Cabang Pembantu > 5.400 13

3 PT Bank Mandiri Tbk, Kotabumi Cabang Pembantu > 5.567 13

4 PT Bank Mandiri Tbk, Metro Cabang Pembantu > 8.706 20

5 PT Bank Mandiri, Kartini Cabang Pembantu > 6.625 16

6 PT Bank Mandiri Tbk, Tj. Karang Raden Intan

Cabang Pembantu > 6.200 14

Total Sampel PT Bank Mandiri Tbk 100 7 PT BCA Tbk, Bandar Lampung, Teluk

Betung Cabang Utama > 14.175 33

8 PT BCA Tbk, Tanjung Karang Raden Intan Teluk Betung

Cabang Pembantu > 13.557 32

9 PT BCA Tbk, Metro Cabang Pembantu > 7.300 17

10 PT BCA Tbk, Pasar Tengah Cabang Pembantu > 7.459 18

Total Sampel PT BCA Tbk 100 11 PT BNI Tbk, Bandar Lampung Cabang Utama Kls I > 18.685 22

12 PT BNI Tbk, Unila Cabang Pembantu > 24.423 27

13 PT BNI Tbk, Pringsewu Cabang Pembantu > 5.824 7

Page 23: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

180

14 PT BNI Tbk, Tanjung Karang Kartini Cabang Utama Kls II > 21.600 25

15 PT BNI Tbk, Teuku Umar Cabang Pembantu > 7.800 9

16 PT BNI Tbk, Panjang Cabang Utama Kls III > 9.450 10

Sampel PT BNI Tbk 100

2.7. Variabel Penelitian

Berbagai Variabel yang diperlukan dalam penelitian loyalitas merek ini adalah:

a. Variabel Segementasi Demografis

1. Berdasarkan Gender 2. Berdasarkan Usia 3. Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan 4. Berdasarkan Pekerjaan 5. Berdasarkan Income

b. Variabel Loyalitas Merek

Variabel ini terbagi atas tingkatan loyalitas yang paling tinggi sampai yang paling rendah, urutannya adalah sebagai berikut :

1. Commited Buyer (pembeli yang komit, dalam kategori tingkatan sangat loyal), dengan skala 5

2. Liking the Brand (pembeli yang menyukai merek, kategori tingkatan loyal), dengan skala 4

3. Satisfied Buyer (pembeli yang puas, kategori tingkatan loyalitas sedang), dengan skala 3

4. Habitual Buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan, kategori tingkatan tidak loyal), dengan skala 2

5. Switcher (pembeli yang berpindah-pindah, kategori tingkatan nasabah sangat tidak loyal), dengan skala 1

2.8. Metode Analisis Data

A. Skala Likert, Rata-rata

Skala likert merupakan skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap tingkatan loyalitas merek (sangat loyal, loyal, loyalitas sedang, tidak

Page 24: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

181

loyal dan sangat tidak Loyal). Informasi yang diperoleh dengan skala likert berupa skala pengukuran ordinal, oleh karena itu hasilnya dapat dibuat rangking tanpa dapat diketahui berapa besarnya selisih antara satu tanggapan ke tanggapan lainnya.

Tahapan penggunaan skala likert adalah sebagai berikut :

1. Peneliti mengumpulkan karakteristik merek yang relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

2. Terhadap karakteristik tersebut dimintakan tanggapan dari sekelompok responden yang cukup representatif dari sampel yang ingin diteliti.

3. Tanggapan tersebut dikumpulkan dan jawaban dikonversikan ke skala nilai yang terkait dengan bobot tanggapan. Tanggapan yang memberikan indikasi menyenangi (loyal) diberi skor tertinggi demikian sebaliknya.

Sebagai gambaran peneliti memberi 5 alternatif jawaban kepada responden, maka rentang skala yang digunakan adalah 1 sampai 5. Pemetaan bobot penilaian adalah sebagai berikut :

Skala 1 = Sangat Tidak Loyal, diberi bobot 1 Skala 2 = Tidak Loyal, diberi bobot 2 Skala 3 = Loyalitas sedang/cukup, diberi bobot 3 Skala 4 = Loyal, diberi bobot 4 Skala 5 = Sangat Loyal. Diberi bobot 5

Maka penggolongan kategori berdasarkan nilai (skor) yang diperoleh dilakukan dengan cara mengalikan besarnya bobot pada kategori tertentu yang telah ditetapkan dengan jumlah responden yang masuk dalam kategori yang sama. Selanjutnya, dari data yang diperoleh, dicari nilai rata-ratanya untuk mengetahui ukuran pemusatan.

Rumus yang digunakan :

Σ Xi . Fi Rata-rata ( x ) = ----------------------- N

Hasil dari nilai rata-rata tersebut kemudian dipetakan ke rentang skala yang mempertimbangkan informasi interval berikut :

Page 25: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

182

Nilai Tertinggi – Nilai Terendah 5 – 1 Interval = ---------------------------------------------- = --------- = 0,8 Banyaknya Kelas 5

Setelah besarnya interval diketahui, kemudian dibuat rentang skala sehingga dapat diketahui dimana letak rata-rata penilaian responden terhadap setiap unsur diferensiasinya.

Rentang skala tersebut adalah :

1,00 – 1,80 = Sangat Tidak Loyal ( STL ), diberi skor 1 1,81 – 2,60 = Tidak Loyal ( TL ), diberi skor 2 2,61 – 3,40 = Loyalitas Sedang (SD), diberi skor 3 3,41 – 4,20 = Loyal (L ), diberi skor 4 4,21 – 5,00 = Sangat Loyal ( SL ), diberi skor 5

Atau dipetakan dalam dua nilai nominal:

Di atas dan sama dengan 3,00 adalah loyal, diberi skor 1 Di bawah 3,00 adalah tidak loyal, diberi skor 0

B. Uji Reliabilitas dan Validitas

Uji reliabilitas dan validitas dilakukan pada tahap awal sebagai pelaksanaan penelitian pendahuluan yang digunakan untuk mengukur keterandalan dan kevalidan alat ukur dalam daftar pertanyaan. Uji reliabilitas dan validitas yang merupakan uji awal pada daftar pertanyaan yang ada menggunakan total 30 sampel terpilih dengan masing-masing 10 responden pada bank responden. Uji reliabilitas memanfaatkan metode Cronbach’s Alfa, aplikasi komputer Software SPSS.

Nilai reliabilitas hasil diinterpretasikan dengan membandingkan nilai interpretasi reliabilitas yang terlihat pada Tabel 2.2 berikut. Jika nilai r11 berada dalam kelompok nilai interpretasi tinggi, maka pengukuran yang digunakan dapat diandalkan, yang berarti analisis total pada elemen asosiasi merek dapat dilanjutkan.

Page 26: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

183

Tabel 2.2. Nilai Interpretasi Reliabilitas

Besarnya Nilai r Interpretasi

0,8000 – 1,0000 Tinggi

0,6000 - 0,7999 Cukup

0,4000 - 0,5999 Agak Rendah

0,2000 - 0,3999 Rendah

0,0000 - 0,1999 Sangat Rendah

Sumber: Suharsimi Arikunto, 1999, hal. 268

Instrumen dikatakan reliabel jika hasil cronbach alpha if item deleted < daripada nilai total cronbach alpha.

Uji validitas juga dengan menggunakan 30 responden terpilih diukur menggunakan metode Korelasi Pearson, aplikasi komputer Software SPSS.

Hasil pengujian tingkat kevalidan dilakukan dengan menginterpretasikan nilai signifikansi pada alfa 5%, atau derajat kepercayaan 95%. Jika nilai total signifikansi melebihi tingkat alfa 5%, maka variabel yang digunakan dalam pengukuran penelitian tidak valid.

C. Model Chi - Square dan Cross-Tab

Model analisis Chy-Square digunakan untuk menguji hubungan interdependensi antara variabel satu dengan variabel lainnya, dan menguji kesesuaian antara nilai pengamatan (observasi) dengan nilai harapan dari suatu ekperimen yang dilakukan (Samsubar Saleh, 1999). Oleh kaena itu, uji hipotesis penelitian ini menggunakan analisis Chi-Square, yang dioperasionalkan dengan aplikasi SPSS

Model analisis Cross-Tab (Singgih Santoso, & Fandy Tjiptono, 2002) merupakan model statistik deskriptif tabulasi silang menyajikan data dalam bentuk tabulasi yang meliputi baris dan kolom. Ciri Cross-Tab adalah adanya dua variabel atau lebih mempunyai hubungan secara deskriptif. Model analisis Cross-Tab dioperasionalkan dengan aplikasi SPSS.

D. Uji Hipotesis:

Uji hipotesis:

(1): Jika tingkat signifikansi 2-tailed < atau = 0,05, maka Ho ditolak, yang berarti ada korelasi tinggi.

Page 27: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

184

(2): Jika tingkat signifikansi 2-tailed > 0,05, maka Ho diterima, yang berarti tidak ada korelasi antara kedua variabel.

III. HASIL DAN ANALISIS

3.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Hasil uji validitas dengan menggunakan metode analisis Korelasi Pearson dapat dilihat pada Tabel 3.1. Hasil uji validitas secara keseluruhan yang dihitung berdasarkan aplikasi SPSS versi 15 menunjukkan hasil korelasi yang signifikan yaitu dilihat dari nilai tingkat signifikansi pada masing-masing variabel loyalitas konsuimen pada merek (<) dari 0,05. Dengan demikian, alat ukur yang digunakan dalam daftar pertanyaan yang terkait dengan pengukuran variabel loyalitas kosnumen pada merek dapat diyakini kevalidannya/keakuratannya.

Tabel 3.1. Hasil Pengujian Validitas Skala Pengukuran Loyalitas

No Variabel LoyalitasMerek Nilai Korelasi

Pearson Hasil Signifikansi= < 0,05, Berarti Valid

1 Swicher Buyer 0,726 0.000

2 Habitual Buyer 0,726 0,000

3 Satisfied Buyer 0,925 0,000

4 Liking the Brand 0,866 0,000

5 Commited Buyer 0,699 0,000

Sumber: Data Diolah, 2008

Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan metode statistik “ Cronbach’s Alpha” melalui aplikasi SPSS versi 15 menunjukkan bahwa nilai reliabilitas Cronbach’s Alpha sebesar 0,851 atau 85,1%. Nilai Cronbach’s Alpha ini jika dimasukkan dalam nilai interpretasi reliabilitas (Tabel 2.2.) maka nilai ini masuk dalam kategori tingkat kereliabelan sangat tinggi. Begitu juga, jika dilihat dari nilai Cronbach Alpha if item deleted lebih kecil dibandingkan dengan nilai total Cronbach Alpha, maka instrumen penelitian dikatakan reliabel. Dengan demikian, skala pengukuran pada variabel penelitian ini dikatakan reliabel atau tepat untuk digunakan pada penelitian selanjutnya, dengan kata lain tingkat konsistensi jawaban antar item pertanyaan sangat konsisten.

3.2. Loyalitas Konsumen Keseluruhan Sampel pada 3 Bank Responden

Hasil perhitungan tingkatan loyalitas konsumen pada merek dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 28: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

185

Tabel 3.2. Tabulasi Tingkatan Loyalitas Atas Dasar Penilaian 300 Responden pada 3 Bank Responden,

Tingkatan Loyalitas Switching Habitual Satisfied Liking Committed

Jawaban Skor 1 2 7 1 1 44

Jawaban Skor 2 13 33 11 6 51

Jawaban Skor 3 38 27 85 89 125

Jawaban Skor 4 152 187 172 173 74

Jawaban Skor 5 95 46 31 31 6

Total Responden 300 300 300 300 300

Sumber: Data Diolah, 2008

Tabel 3.2. menunjukkan nilai:

• Switcher = 5,00% • Rerata Switcher = 4, 08, berada pada rentang skala Loyal (3,41-

4,20)

Berarti, rata-rata responden terhadap produk tabungan 3 bank responden jarang berpindah merek, terlihat sebesar 5,00% yang berpindah merek karena pengaruh faktor ekternal nasabah (faktor promosi, suku bunga tinggi, biaya administrasi rendah, atau faktor keandalan produk lainnya yang ditawarkan oleh pihak bank).

Dengan demikian, informasi yang demikian memberikan harapan yang lebih baik bagi manajemen bank dalam menawarkan layanan produk tabungan yang bermutu sehingga diharapkan dapat menciptakan tingkatan loyalitas kepada merek tabungan bank semakin kuat.

• Habitual Buyer = 13,33% • Rerata Habitual Buyer = 3,77, berada pada rentang skala loyal (3,41-

4,20)

Berarti, rata-rata responden merasa tidak setuju bahwa keputusan pembelian Tabungan pada 3 bank responden adalah karena kebiasaan. Sedangkan nasabah yang betul-betul membeli karena kebiasaan berjumlah 13,33%.

Dengan demikian, informasi yang tergali memberikan harapan yang baik bagi manajemen bank dalam memberikan layanan merek yang berkualitas hingga menciptakan loyalitas bagi nasabahnya.

Page 29: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

186

• Satisfied Buyer = 67,67% • Rata-rata Satisfied Buyer = 3,74, berada pada rentang skala loyal.

Berarti, cukup banyak responden merasa puas pada merek Tabungan 3 bank responden, terlihat pada jawaban responden yang menjawab “puas, dan sangat puas” sebanyak 67,67 %. Nilai rata-rata responden yang satisfied buyer sebesar 3,74 masih dalam kategori loyal (rentang 3,41 – 4,20). Dengan demikian, informasi yang tergali masih menunjukkan dukungan brand loyalty yang kuat.

• Liking the brand = 68,00% • Rata-rata Liking Brand = 3,76, berada pada rentang skala

menyukai/loyal.

Berarti, rata-rata responden setuju bahwa mereka menyukai merek Tabungan pada 3 bank responden terbukti dari jawaban responden. yang benar-benar menyukai adalah 68,00 %. Nilai rata-rata responden yang berada pada tingkat loyalitas liking the brand 3,76 berada dalam kategori menyukai/loyal (rentang 3,41 – 4,20). Konsumen dalam memberikan penilaian atas tingkatan kesukaan pada merek tabungan 3 bank responden wilayah operasional Lampung menunjukkan peningkatan nilai walaupun kecil sebesar 68,00%, sedikit lebih besar di atas nilai tingkatan kepuasan 67,67%. Informasi yang demikian menunjukkan gambaran menuju loyalitas yang kuat terhadap merek tabungan.

• Committed buyer = 26,67% • Rata-rata Committed buyer = 2,82

Berarti, rata-rata responden menyatakan kadang-kadang menyarankan atau mempromosikan merek Tabungan 3 bank responden kepada calon atau nasabah lain. Sedangkan yang termasuk committed buyer hanya sebanyak 26,67%. Nilai rata-rata responden yang committed 2,82 berada dalam kategori cukup komit/ cukup loyal/loyalitas sedang (rentang 2,61 – 3,40).

Bentuk piramida tingkatan loyalitas merek produk tabungan secara keseluruhan dari penilaian 300 responden pada 3 bank responden cenderung berbentuk segitiga terbalik. Rangkuman brand loyalty merek tabungan pada 3 bank responden terlihat pada gambar di bawah ini.

Page 30: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

187

Gambar 3.1. Piramida Loyalitas Merek Produk Tabungan Atas Dasar Penilaian 300 Responden pada 3 Bank Responden di Wilayah Operasional Lampung

Hasil pemetaan indek loyalitas pada ke tiga bank responden menunjukkan nilai indek keloyalan, seperti dalam Tabel 3.3. berikut.

Tabel 3.3. Nilai Indek Loyalitas Merek pada Produk Tabungan pada 3 Bank Responden

No Nama Bank Indek Loyalitas Merek Keputusan: Rentang

Loyal atau Tidak Loyal

1 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Lampung 3,78 Loyal

2 PT BCA (Persero) Tbk Lampung 3,49 Loyal

3 PT BNI (Persero) Tbk Lampung 3,63 Loyal

4 Rerata Total 3 Bank Responden di Atas 3,64 Loyal

Sumber: Data Diolah, 2008

3.3. Hubungan Antar Variabel Segmentasi Demografi dan Loyalitas

3.3.1. Hasil Tabulasi Silang (CrossTab)

Tabulasi silang menunjukkan hubungan dua variabel atau lebih secara deskriptif.

Jika pengukuran loyalitas dengan menggunakan konsep Lau dan Lee (2000) serta Assael (1998) yang menyatakan bahwa konsumen dikatakan loyal diukur dengan adanya terjadi pembelian ulang, yang berarti akan adanya frekuensi

Committed Buyer 26,67 %

Liking The Brand 68,00 %

Satisfied buyer 67,67%

Habitual buyer 13,33 %

Switcher 5,00%

Page 31: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

188

pemanfaatan produk lebih banyak, atau berkali-kali, dan atau jumlah nilai pemanfaatan produk meningkat, maka penelitian ini tidak hanya melihat hubungan antara frekuensi menabung dan nilai tabungan dengan variabel segmentasi demografi, tetapi juga hubungan antara frekuensi menabung dan nilai tabungan dengan dengan tingkat loyalitas nasabah pada produk tabungan bank umum.

Hubungan Antara Gender dan Frekuensi Tabungan

Hasil tabulasi silang hubungan antara gender dan frekuensi tabungan menunjukkan pria lebih banyak melakukan transaksi menabung dilihat dari jumlah frekuensi menabung dibandingkan dengan wanita dengan porsi alokasi frekuensi tabungan terbesar dalam satu bulan 1 kali menabung, dan atau di bawah 5 kali menabung dalam satu bulan.

Namun, nilai tersebut jika dilihat dari nilai Chi-Squarenya, nampak gender dan frekuensi menabung tidak menunjukkan bukti bahwa kedua variabel saling berhubungan.

Hubungan Antara Usia dan Frekuensi Tabungan

Hasil tabulasi silang hubungan antara usia dan frekuensi tabuangn menunjukkan usia responden yang melakukan transaksi menabung dilihat dari jumlah frekuensi menabung adalah yang terbanyak pada usia 22-26 tahun dengan alokasi frekuensi tabungan sebanyak 2 kali dan atau di bawah 5 kali dalam satu bulan.

Namun, nilai ini jika dilihat dari nilai Chi-Squarenya, nampak usia dan frekuensi menabung tidak menunjukkan bukti bahwa kedua variabel saling berhubungan.

Hubungan Antara Pendidikan dan Frekuensi Tabungan

Hasil tabulasi silang hubungan pendidikan dengan frekuensi menabung menunjukkan usia responden yang melakukan transaksi menabung dilihat dari jumlah frekuensi menabung adalah yang terbanyak pada Sarjana S1 dengan alokasi frekuensi tabungan sebanyak 2 kali dan atau di bawah 5 kali dalam satu bulan.

Namun, nilai ini jika dilihat dari nilai Chi-Squarenya, nampak usia dan frekuensi menabung tidak menunjukkan bukti bahwa kedua variabel saling berhubungan.

Page 32: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

189

Hubungan Antara Pekerjaan dan Frekuensi Tabungan

Hasil tabulasi silang hubungan antara pekerjaan dan frekuensi tabungan menunjukkan usia responden yang melakukan transaksi menabung dilihat dari jumlah frekuensi menabung adalah yang terbanyak pada jenis pekerjaan sebagai karyawan swasta dengan alokasi frekuensi tabungan sebanyak 2 kali dan atau di bawah 5 kali dalam satu bulan.

Nilai hubungan kedua variabel jika dilihat dari nilai Chi-Squarenya kedua variabel menunjukkan hubungan yang signifikan, yang diukur dari nilai Pearson Chi-Square sebesar 0,020 lebih kecil dari nilai 0,05.

Hubungan Antara Income dan Frekuensi Tabungan

Hasil tabulasi silang antara income dan frekuensi tabungan menunjukkan income responden mempengaruhi jumlah frekuensi menabung terbanyak pada income di atas Rp2 juta, dengan alokasi frekuensi tabungan sebanyak 5 kali dalam satu bulan.

Nilai hubungan kedua variabel ini jika dilihat dari nilai Chi-Squarenya kedua variabel menunjukkan hubungan yang signifikan, yang diukur dari nilai Pearson Chi-Square sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai 0,05.

Hubungan Antara Gender, Usia, dan Frekuensi Tabungan

Hasil tabulasi silang antara gender, usi, dan frekuensi tabungan menunjukkan bahwa frekuensi tabungan tidak berhubungan dengan usia dan gender, hal ini dilihat dari pengukuran nilai Pearson Chi-Square masing-masing skala usia melebihi nilai 0,05, kecuali untuk usia di atas 41 tahun, nilai Pearson Chi-Squarenya kurang dari 0,05 yaitu 0,02.

Jumlah frekuensi dalam satu bulan menabung terbesar ada pada wanita yang berusia antara 22-26 tahun yang dialokasikan sebanyak 2 kali frekuensi menabung.

Hubungan Antara Gender, Pekerjaan dan Frekuensi Tabungan

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara gender, pekerjaan, dan tabungan menunjukkan bahwa frekuensi tabungan tidak berhubungan dengan gender dan pekerjaan, hal ini dilihat dari masing-masing skala pekerjaan dan gender melebihi nilai 0,05, kecuali untuk karyawan BUMN dan Lain-lain, nilai Pearson Chi-Squarenya kurang dari 0,05 yaitu masing-masing 0,046 dan 0,030.

Page 33: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

190

Jumlah frekuensi menabung dalam satu bulan terbesar ada pada wanita yang pekerjaannya adalah karyawan swasta yang dialokasikan sebanyak kurang dari 5 kali frekuensi menabung.

Hubungan Antara Gender, Pendidikan dan Frekuensi Tabungan

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara gender, pendidikan, dan frekuensi menabung menunjukkan bahwa frekuensi tabungan tidak berhubungan dengan gender dan pendidikan, hal ini dilihat dari masing-masing skala pendidikan dan gender melebihi nilai 0,05, kecuali untuk responden yang berpendidikan pascasarjana, nilai Pearson Chi-Squarenya kurang dari 0,05 yaitu 0,029.

Jumlah frekuensi menabung dalam satu bulan terbesar ada pada wanita yang tingkat pendidikannya adalah sarjana S1 dan dialokasikan terbanyak pada 2 kali frekuensi menabung.

Hubungan Antara Gender, Income, dan Frekuensi Tabungan

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara gender, income, dan frekuensi manabung menunjukkan bahwa frekuensi tabungan berhubungan dengan gender dan income yang dimiliki sebesar kurang dari Rp2 juta, namun sebaliknya tidak berhubungan dengan gender dan income lebih dari Rp2 juta. Hal ini dilihat dari masing-masing skala income kurang dari Rp2 juta dan gender kurang dari nilai 0,05, yaitu sebesar 0,032, kecuali untuk responden dengan income > Rp2 juta, nilai Pearson Chi-Squarenya lebih dari 0,05 yaitu 0,250.

Jumlah frekuensi menabung dalam satu bulan terbesar ada pada pria dengan income > Rp2 juta dan dialokasikan terbanyak pada 5 kali frekuensi menabung.

Hubungan Antara Gender, Pekerjaan, Income dan Frekuensi Tabungan

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara gender, pekerjaan, indome, dan frekuensi tabungan menunjukkan bahwa frekuensi tabungan tidak berhubungan dengan gender, income, dan pekerjaan. Nilai Pearson Chi-Square masing-masing variabel lebih dari 0,05.

Jumlah frekuensi menabung dalam satu bulan terbesar ada pada pria dengan pekerjaan sebagai karyawan swasta dan memiliki income > Rp2 juta, serta dialokasikan terbanyak pada 5 kali frekuensi menabung.

Page 34: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

191

Hubungan Antara Gender dan Nilai Tabungan

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara gender dan niali tabungan menunjukkan bahwa nilai tabungan tidak berhubungan dengan gender, yang ditunjukkan dari nilai Pearson Chi-Square masing-masing variabel lebih dari 0,05, yaitu sebesar 0,19.

Jumlah nilai tabungan dalam satu bulan terbesar ada pada pria yang dialokasikan terbanyak pada kurang dari Rp500 ribu.

Hubungan Antara Usia dan Nilai Tabungan

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara usia dan nilai tabungan menunjukkan bahwa nilai tabungan berhubungan dengan usia, yang ditunjukkan dari nilai Pearson Chi-Square kurang dari 0,05, yaitu sebesar 0,00.

Jumlah nilai tabungan dalam satu bulan terbesar ada pada usia 22-26 tahun yang dialokasikan terbanyak pada kurang dari Rp500 ribu.

Hubungan Antara Pendidikan dan Nilai Tabungan

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara pendidikan dan nilai tabungan. menunjukkan bahwa nilai tabungan berhubungan dengan pendidikan, yang ditunjukkan dari nilai Pearson Chi-Square kurang dari 0,05, yaitu sebesar 0,001.

Jumlah nilai tabungan dalam satu bulan terbesar ada pada tingkat pendidikan yang dimiliki responden adalah sarjana S1 yang dialokasikan terbanyak pada jumlah tabungan sebesar antara Rp501.000 – Rp1.000.000.

Hubungan Antara Pekerjaan dan Nilai Tabungan

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara pekerjaan dan nilai tabungan menunjukkan bahwa nilai tabungan berhubungan dengan pekerjaan, yang ditunjukkan dari nilai Pearson Chi-Square kurang dari 0,05, yaitu sebesar 0,001.

Jumlah nilai tabungan dalam satu bulan terbesar ada pada jenis pekerjaan sebagai karyawan swasta dengan jumlah tabungan terbesar dialokasikan pada jumlah lebih dari Rp2.000.000.

Page 35: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

192

Hubungan Antara Income dan Nilai Tabungan

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara income dan nilai tabungan menunjukkan bahwa nilai tabungan berhubungan dengan pekerjaan, yang ditunjukkan dari nilai Pearson Chi-Square kurang dari 0,05, yaitu sebesar 0,00.

Jumlah nilai tabungan dalam satu bulan terbesar ada pada responden yang memiliki income di atas Rp2.000.000.

Hubungan Antara Gender, Pekerjaan, Income dan Nilai Tabungan

Jika dilihat dari pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentang hubungan antara gender, pekerjaan, income, dan nilai tabungan, maka nilai tabungan berhubungan dengan pekerjaan dan income, yang ditunjukkan dari nilai Pearson Chi-Square kurang dari 0,05, yaitu sebesar 0,00. Namun, jika dilihat dari pengukuran hubungan antara gender, pekerjaan dan nilai tabungan, maka diantara variabel tersebut tidak saling berhubungan, karena nilai Pearson Chi-Squarenya lebih dari 0,05

Jumlah nilai tabungan dalam satu bulan terbesar ada pada responden yang memiliki income di atas Rp2.000.000, dan jenis pekerjaannya sebagai karyawan swasta. dengan jenis kelamin wanita.

Hubungan Antara Nilai Tabungan dan Frekuensi Menabung

Pengukuran nilai Pearson Chi-Square tentaqng hubungan antara nilai tabungan dan frekuensi menabung menunjukkan nilai tabungan berhubungan dengan frekuensi menabung, yang ditunjukkan dari nilai Pearson Chi-Square kurang dari 0,05, yaitu sebesar 0,00. Namun, jika dilihat dari pengukuran hubungan antara gender, pekerjaan dan nilai tabungan, maka diantara variabel tersebut tidak saling berhubungan, karena nilai Pearson Chi-Squarenya lebih dari 0,05

Frekuensi menabung terbanyak terjadi pada frekuensi kurang dari 5 kali dengan jumlah nilai tabungan dalam satu bulan terbesar sebanyak kurang dari dan sama dengan Rp.500 ribu.

Hubungan Antara Gender dan Tingkat Loyalitas

Hasil tabulasi silang tentang hubungan antara gender dan tingkat loyalitas menunjukkan bahwa tingkat loyalitas terbanyak ada pada pria. Data juga menunjukkan bahwa 2% dari responden pria menyatakan sikap tidak loyal, ini

Page 36: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

193

lebih kecil dari responden wanita yang menyatakan sikap tidak loyal sebesar 3%.

Hubungan Antara Usia dan Tingkat Loyalitas

Hasil tabulasi silang tentang hubungan usia dan loyalaitas menunjukkan bahwa tingkat loyalitas terbanyak ada pada usia 22-26 tahun. Namun, masih ada responden pada skala usia menyatakan sikap tidak loyal sebanyak 3%.

Hubungan Antara Pendidikan dan Tingkat Loyalitas

Hasil tabulasi silang tentang hubungan pendidikan dan loyalitas menunjukkan bahwa tingkat loyalitas terbanyak ada pada tingkat pendidikan sarjana S1. Namun, masih ada responden pada tingkat pendidikan sarjana S1 ini yang menyatakan sikap tidak loyal sebanyak 2%.

Hubungan Antara Pekerjaan dan Loyalitas

Hasil tabulasi silang tentang hubungan pekerjaan dan tingkat loyalitas menunjukkan bahwa tingkat loyalitas terbanyak ada pada responden yang memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta. Namun, masih ada responden bekerja sebagai karyawan swasta ini yang menyatakan sikap tidak loyal sebanyak 3%.

Hubungan Antara Income dan Loyalitas

Hasil tabulasi silang hubungan antara income dan loyalitas menunjukkan bahwa tingkat keloyalan terbanyak ada pada responden yang memiliki income di atas Rp2 juta. Namun, masih ada responden dengan income di atas Rp2 juta ini yang menyatakan sikap tidak loyal sebanyak 3%.

Hubungan Antara Nilai Tabungan dan Loyalitas

Hasil tabulasi silang tentang hubungan nilai tabungan dan loyalitas menunjukkan bahwa tingkat loyalitas terbanyak pada responden yang melakukan penabungan dengan jumlah nilai tabungan kurang dari dan sama dengan Rp500.000.

Hubungan Antara Frekuensi Menabung dan Loyalitas

Hasil tabulasi silang antara frekuensi menabung dan loyalitas menunjukkan bahwa tingkat loyalitas terbanyak pada responden yang melakukan frekuensi menabung sebanyak 1 kali dan atau kurang dari 5 kali.

Page 37: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

194

3.3.2. Uji Hubungan Segmentasi Demografi dan Loyalitas Merek

Uji hubungan antar variabel menggunakan uji statistik “Chi-Square”

Uji hubungan dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Chi-Square statistik, dengan kriteria uji :

Ho : Koefisien bi = 0, artinya segementasi demografi tidak berhubungan dengan loyalitas

Ha : Koefisien bi ≠ 0, artinya segmentasi demografi berhubungan dengan loyalitas.

Jika Nilai Uji Chi-Square statistik ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Jika Nilai Uji Chi-Square statistik > 0,05 maka Ho diterima

Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa variabel segmentasi demografi tidak memiliki hubungan dengan loyalitas konsumen pada merek tabungan bank umum. Hal ini dilihat dari hasil perhitungan baik nilai Pearson Chi-Square maupun nilai modifikasi Chi-Square seperti model Goodman dan Kruskal-tau, dan Sommer’s, Hasil uji Chi-Square ditabulasi pada tabel berikut.

Tabel 3.4. Tabulasi Hasil Uji Chi-Square

Nilai Signifikansi

Hubungan Antara

Variabel

Model Pearson Chi-

Square

Goodman Kruskal tau (loyalitas sebagai

dependen variabel)

Sommer’s (loyalitas sebagai

dependen variabel)

Kriteria Signifikansi

Keputusan

Gender dan Loyalitas

0,610 0,612 0,709 < 0,05: Ho Ditolak, > 0,05: Ho Diterima

Ho Diterima: Tidak Berhubungan

Usia dan Loyalitas

0,649 0,559 0,493 < 0,05: Ho Ditolak, > 0,05: Ho Diterima

Ho Diterima: Tidak Berhubungan

Pendidikan dan Loyalitas

0,170 0,305 0,135 < 0,05: Ho Ditolak, > 0,05: Ho Diterima

Ho Diterima: Tidak Berhubungan

Pekerjaan dan Loyalitas

0,715 0,903 0,166 < 0,05: Ho Ditolak, > 0,05: Ho Diterima

Ho Diterima: Tidak Berhubungan

Income dan Loyalitas

0,396 0,221 0,274 < 0,05: Ho Ditolak, > 0,05: Ho Diterima

Ho Diterima: Tidak Berhubungan

Sumber: Data Diolah, 2008

Model Goodman dan Kruskal tau merupakan model modifikasi Chi-Square yang digunakan untuk menguji hubungan antara variabel yang berisi data nominal dan ordinal, dan arah hubungan antara variabel dependen dan

Page 38: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

195

independen dapat diketahui dengan jelas, serta dapat diinterpretasikan dengan menyertakan koefisien keterhubungan. Sedangkan, Model Somer’s juga merupakan model modifikasi Chi-Square yang digunakan untuk menguji hubungan antara variabel, namun berisi data ordinal dan ordinal. (Amir, Mohammad Faisal, 2006, hal. 83-85).

Uji Hubungan Antara Gender dan Loyalitas Merek

Tabel 3.4. memperlihatkan bahwa gender dan loyalitas merek produk tabungan bank umum tidak menunjukkan hubungan yang signifikan, yang dibuktikan dari nilai signifikansi statistik Pearson Chi-Square, Goodman Kruskal tau, dan Sommer’s melebihi nilai derajat keyakinan sebesar 0,05.

Uji Hubungan Antara Usia dan Loyalitas Merek

Nilai uji signifikansi statistik Pearson Chi-Square, Goodman Kruskal tau, dan Sommer’s (Tabel 3.4.) menunjukkan nilai yang melebihi nilai derajat kepercayaan sebesar 0,05, berarti segmentasi usia tidak berhubungan secara signifikan.dengan loyalitas merek.

Uji Hubungan Antara Pendidikan dan Loyalitas Merek

Nilai uji signifikansi statistik Pearson Chi-Square, Goodman Kruskal tau, dan Sommer’s (Tabel 3.4.) menunjukkan nilai yang melebihi nilai derajat kepercayaan sebesar 0,05, berarti segmentasi pendidikan tidak berhubungan secara signifikan.dengan loyalitas merek.

Uji Hubungan Antara Pekerjaan dan Loyalitas Merek

Nilai uji signifikansi statistik Pearson Chi-Square, Goodman Kruskal tau, dan Sommer’s (Tabel 3.4.) menunjukkan nilai yang melebihi nilai derajat kepercayaan sebesar 0,05, berarti segmentasi pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan.dengan loyalitas merek.

Uji Hubungan Antara Income dan Loyalitas Merek

Nilai uji signifikansi statistik Pearson Chi-Square, Goodman Kruskal tau, dan Sommer’s (Tabel3.4.) menunjukkan nilai yang melebihi nilai derajat kepercayaan sebesar 0,05, berarti segmentasi pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan.dengan loyalitas merek.

Page 39: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

196

IV. SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan

Hasil pembahasan menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan berupa segmentasi demografi (gender, usia, pendidikan, pekerjaan, dan income) berhubungan secara signifikan dengan tingkatan loyalitas merek adalah terbukti tidak benar. Hal ini dilihat dari nilai uji statistik Chi-square diperoleh sebesar di atas tingkat signifikansi α = 0,05.

Namun, beberapa temuan yang menarik yang justru sebaliknya jika variabel segmentasi pekerjaan dan income dihubungkan dengan frekuensi menabung (sebagai salah satu pengukuran loyalitas konsumen dengan frekuensi menabung sering) menunjukkan hubungan secara signifikan. Hal yang sama juga terjadi bahwa ada hubungan signifikan antara usia dan nilai tabungan, antara pendidikan dan nilai tabungan, antara pekerjaan dan nilai tabungan, serta hubungan antara income dan nilai tabungan.

Temuan lain juga menunjukkan bahwa frekuensi menabung dan jumlah nilai tabungan tidak berhubungan secara signifikan dengan tingkat loyalitas merek. Berarti temuan ini sesuai dengan pemikiran yang diungkapkan oleh Roy Goni (2005) tentang Mitos Loyalitas yang menyatakan bahwa loyalitas nasabah akan selalu tidak berarti berkorelasi positif dengan perolehan nilai dana tabungannya.

Hasil di atas mengimplikasikan bahwa nampak ada benarnya perlu mengkaji terlebih dahulu jenis segmentasi pasar mana yang akan dibidik, karena akan sangat terkait dengan besaran frekuensi menabung dan jumlah nilai tabungan. Namun, bukan berarti dengan segmentasi demografi yang berbeda akan menentukan konsumen loyal.

Segmen konsumen yang memberikan konstribusi terbesar pada nilai frekuensi menabung, jumlah nilai tabungan dan dalam kategori tingkatan loyal adalah dari segemen pria, dengan pekerjaan sebagai karyawan swasta, memiliki tingkat pendidikan sarjana S1, berusia antara 22-26 tahun, serta memiliki income di atas Rp.2.000.000.

Variabel loyalitas merek yang dianalisis dari elemen: Switcher, habitual buyer,, satisfied buyer, liking the brand dan committed buyer memperlihatkan bahwa konsumen dalam kategori loyal dilihat dari nilai indek loyalitas yang diperoleh sebesar 3,64., dengan nilai Committed Brand (nasabah merekomendasikan dan menyarankan untuk memakai produk tabungan pada 3 bank responden) sebesar 26,67% atau dalam kategori cukup komit. Nilai ini cukup

Page 40: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

197

menghawatirkan karena adanya kecenderungan konsumen akan beralih ke merek lain jika merek produk lain memberikan tingkat keandalan produk yang menjanjikan dan berdaya saing tinggi.

4.2. Saran

Beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain:

1. Kajian segmentasi pasar perlu dilakukan lebih awal sebelum menentukan strategi penerapan loyalitas merek yang terkait dengan penentuan target pasar (kelompok segmentasi) yang berbeda dalam rangka menciptakan customer retention yang diukur dengan banyaknya frekuensi menabung dan jumlah nilai tabungan. Kajaian segmentasi perlu dan penting mengingat hasil penelitian jika dilihat secara spesifik masing-masing hubungan kategori segmentasi dengan frekuensi dan nilai tabungan menunjukkan hubungan signifikan, seperti pekerjaan dan income dihubungkan dengan frekuensi menabung menunjukkan hubungan secara signifikan. Hal yang sama juga terjadi bahwa ada hubungan signifikan antara usia dan nilai tabungan, antara pendidikan dan nilai tabungan, antara pekerjaan dan nilai tabungan, serta hubungan antara income dan nilai tabungan.

2. Dalam rangka memelihara dan meningkatkan loyalitas merek beberapa strategy yang dapat dilakukan adalah:

• Menjaga hubungan yang saling menguntungkan dengan pelanggan dan untuk itu diperlukan suatu relationship marketing yang terpadu dari manajemen bank agar konsumen dapat terpuaskan terus menerus, sehingga loyalitas konsumen akan terjaga sepanjang masa.

• Menjaga kedekatan dengan pelanggan secara berkesinambungan. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain membentuk keanggotaan perusahaan dengan menggelar berbagai acara agar kedekatan dapat terus terjaga. Aktivitas lain yang dapat dijalankan adalah pengiriman kartu ucapan selamat kepada pelanggan pada momen-momen tertentu.

• Menciptakan biaya peralihan yang tinggi yang mampu menyulitkan konsumen untuk berpindah merek antara lain dengan pembebanan biaya administrasi rendah, dan atau memberikan bonus premi asuransi jiwa sebagai proteksi diri konsumen.

• Memberi imbalan atas loyalitas pelanggan berupa hadiah/reward.

Page 41: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

198

• Memberi pelayanan ekstra kepada pelanggan prima.

3. Perlu dicatat bahwa frekuensi menabung berhubungan erat dengan pekerjaan dan income, namun penelitian ini memiliki keterbatasan bahwa besarnya nilai frekuensi menabung tidak diteliti secara mendalam berapa besar tingkatan frekuensi menabung yang dilakukan konsumen. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya perlu diuji tingkatan besaran frekuensi menabung jika frekuensi manbung akan digunakan sebagai alat ukur loyalitas konsumen dalam menabung

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David. A, 1991, alih bahasa Ananda Aris, 1997, Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari Suatu Merek, Spektrum Mitra Utama-Prentice Hall.

Amir, Mohammad Faisal, 2006, Interpretasi Hasil Olahan SPSS untuk Penelitian

Ilmiah, Penerbit Edsa Mahkota, Jakarta Indonesia Ardian Wibisono, 3 Oktober 2007, 10 Bank dengan Aset Terbesar: Artikel,

dikutif: Http:// www.detikfinance.com. Cravens, DW, 2000, Strategic Marketing, 6th. Ed. Irwin. Chicago Durianto, Darmadi, Sugiarto, Sitinjak, Toni, 2001, Strategi Menaklukkan Pasar,

Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Erwin Agung P., 2006, Membangun dan Mempertahankan Loyalitas Nasabah

Bank Umum, Jurnal pada Manajemen Usahawan No. 03, Tahun XXXV, Maret 2006).

Frank Borovsky, 2008, Mengatur Segmentasi Perbankan: Artikel, dikutif dari:

Http: //www.Google.com, Maret 2008 Handi Irawan , 06 Oktober 2007, Membidik Segmen Premium: Artikel, dikutif

dari: Http: //www.Google.com, Maret 2008 Hermawan Kartajaya, 2004, Hermawan Kertajaya On Branding, Mizan Media

Utama, Bandung Indonesia. Husein Umar, 2000, Riset Strategi Pemasaran, Penerbit Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Page 42: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

199

Imam Ghozali & Fuad, 2005, Structural Equation Modeling, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Inu Machfud, 2008, Persaingan Merek Melalui Segmentasi Pasar: Artikel, BMI

Research Jakarta, dikutif dari: Http: //www.Google.com, Maret 2008 Joko Sugiarsono, 2006, Sukses Berkat Segmentasi Cerdas: Review Artikel diktuif

dari Http: //www.Google.com, Maret 2008 Kahle, LR. dan L. Chiagouris. 1997. Values, life style, and psychographics. Lawrence

Erlbraum Associates, Mahwah NJ. Kahle, LR. dan P. Kennedy. 1989. “Using the List of Values (LOV) to Understand

Consumers” dalam The Journal of Consumer Marketing, 6 (3), Summer, hal. 5-12.

Kasali, Rhenald. 1998. Membidik Pasar Indonesia:Segmentasi, Targeting, dan

Positioning. Gramedia, Jakarta. Kasmir, 2000, Manajemen Perbankan, Penerbit Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta. Kottler Phillip, 2000, Marketing Management, The Millenium Edition, Prentice

Hall International. Kotler, Philip dan Amstrong. 2004. Principles of Marketing, IE. Prentice-Hall,

New Jersey. Lau , Geok Theng, dan Sook Han Lee, 2000, “Consumer’s Trust in Brand dan

The Link to Brand Loyalty”, Journal of Market Focused Management. Levy, Doran J. 2001. Segmentation: Cooking a Good Segmentation. DM Review

Magazine, Oktober 2001. Lukman Dendawijaya, 2003, Manajemen Perbankan, Penerbit Galia Indonesia,

Jakarta. Nasir, Moh., 1999, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Oliver, Richard L. 1999, When Consumer Loyalaty ?. , Journal of Marketing Vol.

63, Page 33-44. Roy Goni, 2005, Menanggalkan Mitos Loyalitas Pelanggan: Review Buku:

Loyalty Myths: Hyped Strategies That Will Put You Out of Business and

Page 43: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

200

Proven Tactics That Really Work, Penulis Oleh: Timothy L Keiningham, Terry G Vavra, Lerzan Aksoy, dan Henri Wallard, - Penerbit Buku: John Wiley & Sons, 2005, 254 halaman, dikutif dari Jurnal Harian Kompas, 11 Desember 2005

Syaifudin Anwar, 1997, Reliabilitas dan Validitas, Penerbit Pustaka Pelajar,

Yogyakarta. Sigih Santoso & Fandy Tjiptono, 2002, Riset Pemasaran: Konsep dan Aplikasi

SPSS, Elex Media Komputindo, Jakarta Sugiarto, dkk, 2001, Teknik Sampling, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suharsimi Arikunto, 1999, edisi revisi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek, cetakan kesebelas, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Temporal, Paul, Alih bahasa Suminto, Hari, 2001, Branding in Asia (Membangun

Merek di Asia), Interaksara. Trout, Jack dan Al Ries. 2005. Writing The Winning Marketing Plan. Derby

Management. Yohanes Sondang Kunto dan Peter Remy Pasla, 2006, Segmentasi Gaya Hidup

pada Pada Mahasiswa Program Studi Pemasaran Universitas Kristen Petra,, pada JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 1, NO. 1, APRIL 2006: 13-21, dikutif dari Http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=MAR.

Zeithaml, A. Valerie, A. Parasuraman and Leonard, L. Berry, 1990, Delivering

Quality Service: Balancing Customer Perception and Expectations, The Free Press A. Division of Macmillan, Inc.

Zeithaml, A. Valerie, Bitner, Mary Jo, 1996, Service Marketing, International

Edition, McGraw Hill. _______________, 1997, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Untuk

Menaikkan pangsa pasar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta -------------------, Buletin Mandiri, Journal Mandiri, 2001-2002, Jakarta -------------------, September – Oktober 2003, Peringkat Merek Memuaskan,

Majalah SWA, Edisi Volume XX, No. 19, Jakarta.

Page 44: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

201

-------------------, Maret 2008, Workshop Title: Market Segmentation, Customer Loyalty and Product Development dikutif dari Http: //www.Google.com.

Page 45: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010
Page 46: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

PENGARUH PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PELABUHAN

LINTAS MERAK BAKAUHENI

Nova Mardiana2

ABSTRACT

Indonesia’s geographical is an archipelago that makes sea transport becomes very important. Quality of port services which includes unsatisfactory performance was caused by low quality of employees. the Phenomenon of low of job satisfaction and employees' performance was predicted as a reflection of the inadequate staff development.This research aim to: (1) to describe the implementation of the human resource development employee at por Merak Bakauheni; (2) to examine the influence of human resource development either partially or simultaneously on job satisfaction of employees.

Method applied is descriptive survey and explanatory survey. Technique of sample applied by technique stratified random sampling with proportional allocation. Data collecting covers document listing, interview, and questionnaire. Data is analyzed to apply descriptive analysis and path analysis.The result of descriptive analysis indicates that in average human resource development at planning aspect and development of development career include in enough categories, but at education aspect and training include in low category. The result of testing of hypothesis indicates that there is positive and significant influence on human resource development to job satisfaction.

Keywords: Human Resource Development, and Job Satisfaction.

I. PENDAHULUAN Transportasi merupakan sarana untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industri. Adanya transportasi suatu barang/jasa atau orang mempunyai nilai menurut tempat dan waktu. Transportasi dapat menciptakan kegunaan tempat yang mengangkut suatu jenis barang/jasa dari suatu tempat ke tempat lain agar dapat dimanfaatkan di tempat bersangkutan. Dalam pelaksanaannya dikenal tiga sistem transportasi, yaitu transportasi darat, transportasi udara dan

2 Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

Page 47: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

204

transportasi laut; ketiga sistem transportasi ini sangat membantu dalam pengembangan sosial, politik dan perekonomian masyarakat. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari daratan dan lautan membuat peranan transportasi laut dan penyeberangan sangat penting dalam memperlancar arus barang dan manusia. Untuk itu dibutuhkan sarana dan prasarana penyeberangan yang dapat menyediakan jasa transportasi laut secara efektif dan efisien. Pentingnya transportasi laut di Indonesia menuntut pemerintah memberi perhatian serius agar dapat dikelola maksimal baik secara tradisional maupun secara modern. Untuk itu pemerintah telah membuat program pembangunan transportasi laut yang bertujuan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai serta peningkatan manajemen pelayaran sehingga mampu menunjang distribusi barang dan penumpang antar pulau yang terintegrasi dengan roda transportasi lainnya (Nikson dan Kansil, 2003: 143). Diharapkan dengan semakin baiknya pelaksanaan transportasi laut di Indonesia akan dapat memacu perkembangan dan pembangunan seluruh wilayah Indonesia. Dalam perkembangan bisnisnya penyelenggaraan pelabuhan dituntut untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya. Para pengguna jasa pelabuhan menghendaki agar penyelenggara pelabuhan dapat menyediakan jasa profesional yang dibutuhkan dalam melancarkan usahanya. Oleh karena itu dibutuhkan para karyawan yang memiliki kemampuan yang dapat melayani kebutuhan pelanggan jasa pelabuhan. Tingginya kecelakaan transportasi di Indonesia pada setahun terakhir ini selain faktor alam juga diduga karena kemampuan karyawan yang masih kurang profesional dalam bidangnya. Hal ini menurut Bambang Soeryanto (2009: 77) ditandai oleh masalah internal dalam operasi perusahaan yang ditunjukkan dengan rendahnya pangsa pasar PT. Indonesia Ferry (Persero) di lintasan komersial, yakni kurang dari 20% dan berada di peringkat ke 5 dari 7 lintasan utama bisnis ferry di tanah air. Penyeberangan antar pulau masih menjadi andalan transportasi di Indonesia. Untuk memperlancar transportasi dari satu pulau ke pulau lainnya, dibutuhkan penyeberangan yang lancar, aman dan nyaman. Sarana penyeberangan yang lancar terutama dibutuhkan pada daerah-daerah yang memiliki kesibukan tinggi dalam melayani penyeberangan antar pulau. Daerah penyeberangan yang memiliki kesibukan tinggi salah satunya adalah lintas Merak-Bakauheni. Lintasan ini menjadi begitu penting karena menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi sangat tinggi. Kelancaran dan kenyamanan pelabuhan pada lintasan ini sangat dibutuhkan, karena arus barang dan jasa yang menggunakan lintasan ini sangat dinamis. Lintasan ini adalah lintasan terpadat di seluruh Indonesia, bahkan di seluruh Asia Tenggara, lintasan ini buka 24 jam, tujuh hari seminggu tanpa libur. Sedikit

Page 48: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

205

saja terjadi kendala pada lintasan ini, maka dapat menyebabkan kemacetan dan antrian yang panjang di dua pelabuhan. Ketidaknyamanan semakin terasa bila bersamaan dengan hari libur, dimana pelabuhan akan dipenuhi oleh kendaraan yang melintasi Selat Sunda ini. Pentingnya usaha pelabuhan dalam perekonomian masyarakat Indonesia menuntut PT. Indonesia Ferry (Persero) untuk lebih profesional dalam melayani masyarakat. Oleh karena itu perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karena kinerja perusahaan selama ini kurang sehat (Nova Hendri Lidianto, 2003: 70). Banyaknya keluhan dari masyarakat pengguna jasa pelabuhan menunjukkan manajemen perusahaan belum dikelola secara maksimal. Isu rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan kepada masyarakat pengguna jasa pelabuhan tercermin dari kemacetan yang kerap terjadi pada waktu-waktu tertentu di lintas Merak-Bakauheni ini. Masa liburan sekolah dan hari raya adalah masa dimana dapat dipastikan terjadi kemacetan yang panjang. Hal ini terjadi setiap tahun dan tanpa ada perbaikan ataupun penanganan yang lebih cepat dari pihak pelabuhan pada tahun-tahun berikutnya. Himbauan Menteri Perhubungan yang mengizinkan operator penyeberangan swasta beroperasi di lintas penyeberangan Merak-Bakauheni untuk mencegah terulangnya kembali antrean panjang kendaraan (Kompas, 15 Juli 2008), tidak menjadi solusi yang efektif, karena jumlah kapal penyeberangan yang beroperasi di lintas Merak-Bakauheni sudah lebih dari cukup. Masalah yang terjadi ada pada operator penyeberangan yang kurang cakap mengatur arus penyeberangan. Kualitas pelayanan yang rendah akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna jasa penyeberangan. Karena merasa tidak nyaman, pengguna jasa umumnya menyerukan keluhan-keluhan tersebut kepada karyawan perusahaan. Apabila tidak ditindaklanjuti, maka keluhan ini akan berdampak bagi menurunnya pengguna jasa pelabuhan penyeberangan. Sebagian pengguna jasa akan beralih pada moda transportasi lainnya yang dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif terhadap kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Rendahnya pelayanan terhadap masyarakat mengindikasikan bahwa karyawan perusahaan belum profesional dalam bekerja. Hasil kerja yang dilakukan karyawan kurang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, dampaknya dapat dilihat dari kurangnya semangat karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaannya masih rendah. Sebab utama masalah karyawan tersebut adalah kurangnya kemampuan karyawan, kepuasan kerja yang rendah, dan kurangnya kesempatan untuk melakukan pekerjaan karena harus menunggu ketentuan atau perintah dari atasan (Kumurotomo Wahyudin, 1992: 131).

Page 49: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

206

Rendahnya kualitas pelayanan juga tercermin dari rendahnya tingkat kepuasan pelanggan seperti tercantum pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Tingkat Kepuasan Pelanggan Pelabuhan.

Komponen Pelayanan

Nilai Rata-rata Harapan

Realisasi Pencapaian Rata-rata

Keselamatan selama dalam pelayaran 4,3196 3,3314

Ketepatan waktu pemberangkatan 4,3636 3,3519

Keselamatan selama dalam pelayaran 4,4481 3,3821

Ketepatan waktu kedatangan kapal 4,4340 3,2052

Layanan informasi penumpang melalui pengeras suara 4,4316 3,2146

Keakurasian pengukuran berat/beban kendaraan melalui jembatan timbang. 4,3878 3,1429

Layanan penjualan tiket tollgate dan sistem pengaturan antrian kendaraan. 4,3632 3,2241

Penempatan dan kesiapan petugas keamanan di sekitar loket penjualan tiket. 4,2786 3,2962

Tingkat keamanan di area umum pelabuhan dari gangguan tindakan kriminal. 4,3021 3,1144

Kemudahan menemukan lokasi pembelian tiket. 4,4018 3,5718

Kejelasan informasi yang tertera pada tiket mengenai harga, jadwal keberangkatan, ruang kelas yang digunakan dan lain-lain.

4,2991 3,2317

Jaminan asuransi yang diberikan, jika terjadi kecelakaan dan musibah yang ditimbulkan oleh fasilitas/peralatan di pelabuhan atau terjadi akibat kelalaian petugas di pelabuhan.

4,3349 3,0613

Tingkat keamanan dalam perjalanan dari gerbang pelabuhan ke lokasi loket penjualan tiket dari galangan tindak kriminal.

4,3986 3,5071

Kemudahan menemukan lokasi parkir kendaraan untuk menunggu naik ke kapal di pelabuhan.

4,3491 3,2925

Kehandalan fasilitas yang dimiliki pelabuhan pemberangkatan seperti rambu, fender aide ramp, movable bridge dan lain-lain.

4,3878 3,1429

Kualitas pelayanan pembuangan limbah kapal yang ada di pelabuhan pemberangkatan.

4,5102 3,0000

Kualitas pelayanan pelabuhan dalam hal permintaan perbekalan kapal baik berupa air tawar, bahan bakar dan lain-lain

4,6327 3,4490

Kualitas pelayanan pelabuhan dalam hal proses administrasi verifikasi kapal dan penumpang.

4,5918 3,4898

Sistem penjadwalan pemberangkatan kapal. 4,5714 3,7755

Pelayanan klaim tiket terpadu. 4,6531 3,7755

Sumber: Laporan Tahunan PT. Indonesia Ferry (Persero), 2005.

Berdasarkan hasil survei kepuasan pelanggan yang dilaksanakan pada lintas Merak-Bakauheni pada Tahun 2005 menunjukkan bahwa keluhan yang banyak dilontarkan masyarakat umumnya mengenai sarana pelabuhan yang kotor, pelayanan yang tidak ramah, penyelesaian masalah di lapangan yang cenderung sentralisasi, adanya pungutan-pungutan tambahan, pelayanan yang diskriminatif, dan rendahnya profesionalisme karyawan perusahaan. Hal ini akan berdampak kepada menurunnya citra perusahaan kepada masyarakat pengguna jasa pelabuhan, yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja perusahaan. Masih tingginya tingkat perbedaan antara harapan masyarakat pengguna jasa pelabuhan dengan realisasi yang ada di lapangan menggambarkan bahwa perusahaan belum dapat menghasilkan suatu produk

Page 50: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

207

jasa penyeberangan dan jasa pelabuhan yang memenuhi persyaratan (Laporan Tahunan PT. Indonesia Ferry (Persero): Survei Kepusan Pelanggan, 2005). Sikap dan perilaku karyawan perusahaan yang sering tidak hadir, terlambat masuk kantor, meninggalkan kantor sebelum waktunya, tidak patuh pada aturan yang berlaku, merasa bosan dalam bekerja, kurang menguasai dan kurang bertanggung jawab dalam pekerjaannya merupakan gejala bahwa tingkat kepuasan karyawan PT. Indonesia Ferry (Persero) masih relatif rendah. Dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, PT. Indonesia Ferry (Persero) telah menempatkan sumber daya manusia sebagai asset utama dalam pengelolaan perusahaan; oleh karenanya pihak manajemen selalu memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang akan terus dikembangkan secara berkelanjutan (Laporan Tahunan PT. Indonesia Fery (Persero), 2004: 7) dengan salah satu programnya adalah melaksanakan pengembangan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dimulai dari proses seleksi, penempatan, penilaian pendidikan dan pelatihan serta pembinaan yang terprogram sejalan dengan pola karier karyawan. Masalah-masalah tersebut memberikan indikasi bahwa pimpinan PT. Indonesia Ferry (Persero) memerlukan informasi secara empirik mengenai pengelolaan sumber daya manusia, terutama pengaruh pengembangan karyawan terhadap kepuasan kerja. Sejalan perumusan masalah, penelitian yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk menjelaskan pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia pada karyawan pelabuhan Merak Bakauheni, menjelaskan kepuasan kerja karyawan Pelabuhan Merak Bakauheni dan mendapatkan besarnya pengaruh pengembangan sumberdaya manusia secara parsial maupun simultan terhadap kepuasan kerja karyawan Pelabuhan Merak Bakauheni. II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah descriptive survey dan explanatory survey. Metode descriptive survey dilakukan terhadap variabel mandiri. Sedangkan metode explanatory survey yaitu penelitian survei yang menyoroti hubungan kausal antara variabel independent yaitu pengembangan sumber daya manusia dengan variabel kepuasan kerja variabel dipengaruhi (dependent) dengan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Variabel independent dalam penelitian ini adalah variabel pengembangan sumber daya manusia, yang terdiri dari perencanaan dan pengembangan karir (X1), dan pendidikan dan pelatihan (X2). Sedangkan variabel dependentnya adalah kepuasan kerja karyawan (Y). Berikut ditampilkan uraian operasional

Page 51: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

208

masing-masing variabel penelitian dalam bentuk tabel oparasionalisasi variabel Penelitian berikut ini,

Tabel 2. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Skala Ukur

Pengembangan SDM

Perencanaan dan pengembangan karir (X1);

a. Upaya pengembngan karir karyawan. Ordinal

b. Promosi jabatan. Ordinal c. Mutasi jabatan. ordinal d. Demosi jabatan. ordinal e. Informasi ketenaga kerjaan. ordinal f. Penilaian untuk penjenjangan karir. ordinal g. Upaya karyawan untuk pencapaian karir. ordinal Pendidikan dan pelatihan

(X2); h. Pendidikan / pelatihan yg berkesinam bungan.

Ordinal

i. Analisa kebutuhan pelatihan. Ordinal j. Kesesuaian pendidikan dan pelatihan. Ordinal k. Evaluasi terhadap pelaksanaan pendidikan

dan pelatihan. Ordinal

l. Upaya karyawan dalam keterampilan teknis. Ordinal m. Sarana penunjang. Ordinal n. Motivasi atasan terhadap pengembangan

karyawan. Ordinal

o. Diskusi untuk topik penting. Ordinal p. Kerjasama dengan instansi lain. Ordinal q. Kompetensi personil pelaksana pelatihan. Ordinal r. Seleksi / evaluasi terhadap pelaksana

pelatihan. Ordinal

s. Pelaksanaan pelatihan sesuai rencana. Ordinal t. Pendidikan dan pelatihan terjadwal. Ordinal u. Data base dokumentasi materi pelatihan. Ordinal v. Hasil pelatihan untuk perbaikan perusahaan. Ordinal w. Metode pelatihan yang dapat diaplikasikan Ordinal x. Metode pelatihan membantu pekerjaan. Ordinal

Kepuasan Kerja (Y)

1. Status Sosial

a. Merasa mendapatkan status sosial di lingkungan kerja.

Ordinal

2. Hubungan dengan atasan

b. Merasa diperlakukan dengan baik oleh atasan. ordinal

3.Supervisi teknis atasan

c. Merasa atasan dapat membuat keputusan

dengan baik. ordinal

4.Nilai-nilai moral

d. Merasa dapat melakukan pekerjaan dengan

hati nurani. ordinal

5.Keamanan e. Merasa dapat bekerja aman di perusahaan. ordinal 6.Pelayanan Sosial

f. Merasa dapat melakukan pekerjaan yang

berguna bagi orang lain. ordinal

7.Kompensasi

g. Merasa sesuai antara gaji dengan tugas dan

tanggung jawab. ordinal

8.Kebijakan perusahaan dan penerap an

h. Merasa kebujakan / peraturan perusahaan dan penerapan nya adil bagi setiap pegawai.

ordinal

9.Kondisi kerja

i. Merasa kondisi kerja dan sarana kerja telah memadai.

ordinal

10. Hubu ngan dengan rekan kerja

j. Merasa saling bekerja sama diantara rekan kerja.

ordinal

Page 52: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

209

Variabel Dimensi Indikator Skala Ukur

11.Aktivi tas k. Merasa senang atas kesibukan pekerjaan. ordinal 12. Ke mandirian l. Merasa dapat bekerja mandiri.

ordinal

13. Ke ragaman pekerjaan

m. Merasa dapat melakukan pekerjaan yang beragam.

ordinal

14. Kewenangan

n. Merasa mempunyai kewenangan yang diberikan perusahaan.

ordinal

15. Pemanfaatan kemam puan

o. Merasa dapat melakukan pekerjaan sesuai kemampuan.

ordinal

16. Kesempat an maju/ promosi

p. Merasa mempunyai kesempatan untuk maju / promosi di perusahaan.

ordinal

17. Tanggung jawab q. Merasa mempunyai kebebasan mengambil keputusan dalam pekerjaan.

ordinal

18. Kreativitas

r. Merasa mempunyai kesempatan untuk menerapkan metode sendiri dalam bekerja.

ordinal

19. Penga kuan s. Merasa mendapat penghargaan yang sesuai atas terselesaikannya pekerjaan dengan baik.

ordinal

20. Prestasi t. Merasa senang setelah semua pekerjaan selesai dengan baik.

ordinal

Sumber data penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap PT. Indonesia Ferry (Persero) yang bekerja pada pelabuhan Merak-Bakauheni. Karyawan yang diteliti dikelompokkan berdasarkan golongan yang diterapkan dalam perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode survei untuk menguji seberapa besar kontribusi antar variabel dalam suatu hipotesis yang diajukan dengan data primer dan data sekunder. Adapun jumlah populasi keseluruhan sebanyak 483 karyawan, Pengambilan proporsi sampel dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Adapun alasan penggunaan teknik ini dikaitkan dengan variabel penelitian tentang kepuasan kerja pada objek organisasi (PT.ASDP Indonesia Ferry (Persero) cabang Merak-Bakauheni) yang memiliki stratifikasi komponen karyawan baik berdasarkan struktur organisasi, wewenang dan tanggungjawab dan tingkat pendidikan dan masa kerja yang berbeda. Hair, et al (1998) menganjurkan estimasi parameter dengan metode maksimum likehood, ia menyarankan ukuran sampel sebesar 100 hingga 200. Pada penelitian ini kuesioner akan dibagikan kepada 200 responden potensial yang tersebar di kedua lokasi perusahaan. Dengan cara mengisi kuesioner melalui wawancara langsung, maka diharapkan akan diperoleh ukuran sampel penelitian sebanyak 200. Penyebaran kuisioner tersebut berdasarkan strata jenjang golongan yang ada dalam perusahaan. Tabel 3 berikut ini menjelaskan jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini.

Page 53: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

210

Tabel 3 Ukuran Sampel Berdasarkan Golongan

Merak Bakauheni Jumlah Golo- ngan

Populasi Sampel Populasi Sampel Populasi Sampel

VII 3 1 2 1 5 2

VI 11 4 8 3 19 7

V 13 5 9 4 22 9

IV 17 7 15 6 32 13

III 19 8 20 8 39 16

II 53 21 68 30 121 51

I 136 54 109 48 245 102

TOTAL 252 100 231 100 483 200

Sumber: Tabel 3.2, data diolah. Penelitian ini terdiri dari variabel eksogen, yaitu perencanaan dan pengembangan karir (X1), dan variabel pendidikan dan pelatihan (X2) dan yang menjadi variabel endogen adalah kepuasan kerja karyawan (Y). Selanjutnya masing-masing variabel akan dilakukan pengujian hipotesis secara empiris dengan menggunakan Analisis Jalur (Path Analisis).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan pada Pelabuhan Lintas Merak-Bakauheni yang dikelola oleh PT. Indonesia Ferry (Persero). Penelitian ini mengkaji pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kepuasan kerja karyawan pelabuhan Lintas Merak-Bakauheni. Dalam penelitian ini dilakukan penilaian berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia. Tipe penelitian ini bersifat kausalitas, yaitu penelitian yang menyatakan adanya pengaruh kausal atau sebab akibat antara variabel bebas yaitu penempatan, kompensasi dan pengembangan sumberdaya manusia, dengan kepuasan kerja dan kinerja karyawan sebagai variabel terikat. Pelaksanaan Pengembangan Sumber Daya Manusia Karyawan Pelabuhan Lintas Merak-Bakauheni Pengembangan sumber daya manusia yang diteliti mengacu pada pendapat Werther & Davis (1996), Benardin & Russel (1998), Mondy (2002), dan Mangkunegara (2000) mengingat dalam pengembangan merupakan usaha yang berlanjut yang telah direncanakan dalam upaya meningkatkan kemampuan karyawan yang sangat cocok dalam kondisi riil lapangan yang meliputi pengembangan karir: promosi jabatan, mutasi jabatan, demosi jabatan, informasi ketenagakerjaan, penilaian penjenjangan karir, dan pencapaian karir. Sementara pendidikan dan pelatihan: pendidikan dan pelatihan berkesinambungan, analisis kebutuhan pelatihan, kesesuaian pendidikan dan

Page 54: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

211

pelatihan, evaluasi pelaksanaan, upaya keterampilan teknis, sarana penunjang, motivasi atasan terhadap pengembangan karyawan, diskusi topik penting, kerjasama dengan instansi lain, kompetensi personil pelaksana pelatihan, seleksi/evaluasi pelaksanaan pelatihan, pelaksanaan pelatihan sesuai rencana, pendidikan dan pelatihan terjadwal, data base dokumentasi materi pelatihan, hasil pelatihan untuk perbaikan, metode pelatihan dapat diaplikasikan, metode pelatihan membantu pekerjaan. Pengembangan Sumber Daya Manusia Karyawan diukur dengan 24 item pernyataan. Hasil Skoring mengenai program pengembangan sumber daya manusia sebagai berikut. Tanggapan responden tentang program pengembangan sumber daya manusia karyawan nampak seperti Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Tanggapan Responden Tentang Program Pengembangan SDM

F Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SL SR KD JR TP Total

Tingkat intensitas pengembangan karir karyawan F 42 34 45 69 10 200

% 21.0% 17.0% 22.5% 34.5% 5.0% 100%

SB B KB TB STB

Tingkat kebaikan promosi jabatan F 14 51 45 90 0 200

% 7.0% 25.5% 22.5% 45.0% 0.0% 100%

SS S KS TS STS

Tingkat kesesuaian mutasi jabatan F 0 32 54 104 10 200

% 0.0% 16.0% 27.0% 52.0% 5.0% 100%

SL SR KD JR TP

Tingkat intensitas demosi jabatan F 0 4 122 74 0 200

% 0.0% 2.0% 61.0% 37.0% 0.0% 100%

SJ J KJ TJ STJ

Tingkat kejelasan informasi ketenaga kerjaan F 0 29 88 83 0 200

% 0.0% 14.5% 44.0% 41.5% 0.0% 100%

SB B KB TB STB

f 0 51 75 74 0 200 Tingkat kebaikan penilaian untuk penjenjangan karir % 0.0% 25.5% 37.5% 37.0% 0.0% 100%

SB B KB TB STB

Tingkat kebaikan pencapaian karir f 0 0 69 124 7 200

% 0.0% 0.0% 34.5% 62.0% 3.5% 100% Keterangan: SL=Selalu; SR=Sering; KD=Kadang-kadang; JR=Jarang; TP=Tidak Pernah

SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB= Sangat Tidak SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; KS=Kurang Sesuai; TS=Tidak Sesuai;STS=Sangat Tidak Sesuai SJ=Sangat Jelas; J=Jelas; KJ=Kurang Jelas; TJ=Tidak Jelas; STJ=Sangat Tidak Jelas

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Berdasarkan hasil skoring menunjukkan bahwa intensitas promosi jabatan karyawan 34,5% menyatakan jarang mendapatkan promosi jabatan; namun demikian masih ada 21,0% yang menyatakan selalu mendapatkan kesempatan dalam promosi jabatan promosi jabatan; hal ini lebih disebabkan keterbatasan kesempatan karyawan yang layak dalam memberikan peluang menduduki

Page 55: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

212

suatu jabatan tertentu yang lebih disebabkan latar belakang pendidikan. Pengembangan karir dapat dilihat sebagai pertumbuhan kemampuan yang terjadi jauh melampaui apa yang dituntut dalam suatu pekerjaan (Mathis and Jackson, 2003: 44).

Sementara itu, responden menyatakan tidak mendapat promosi jabatan sebesar

45,0% dan hanya 7,0% yang memperoleh kesempatan dalam promosi jabatan. Fakta ini menunjukkan bahwa kesempatan-kesempatan yang diperoleh karyawan sangat terbatas dan yang memungkinkan untuk dapat mengembangkan karir karyawan. Suatu karir baru adalah sesuatu di mana individu bukan organisasi mengatur mengembangkan dirinya sendiri (Mathis and Jackson, 2003: 44). Hasil skoring menunjukkan bahwa mutasi jabatan sebanyak 52,0% yang menyatakan jarang, sementara hanya 16,0% yang menyatakan sering; hal ini menunjukkan bahwa setiap mutasi diperlukan orang yang betul-betul diperlukan atau memiliki masalah tertentu dalam suatu pekerjaan.

Hasil skoring menunjukkan bahwa demosi jabatan dinyatakan oleh sebagian besar (61,0%) dan hanya sekitar 4,0% yang menyatakan jarang. Ini menunjukkan bahwa demosi jabatan dilakukan sesuai kebutuhan dalam suatu tempat tertentu. Selanjutnya informasi ketenagakerjaan 44,0% responden menyatakan bahwa kurang jelas terhadap informasi tenaga kerja, namun demikian hanya 14,5% yang menyatakan jelas; hal ini menunjukkan bahwa informasi semacam ini lebih diperuntukkan untuk membatasi calon tenaga kerja yang akan ikut seleksi. Sejumlah perusahaan merasa biaya untuk merekrut tenaga kerja baru memerlukan biaya yang cukup banyak, sementara pelamar sangat banyak dan itu sering dialaminya. Untuk itu tenaga kerja paruh waktu menjadi tren untuk mengurangi biaya yang besar tersebut (Mathis and Jackson, 2003: 277). Hasil skoring menunjukkan bahwa penilaian untuk penjenjangan karir dinyatakan oleh responden sebanyak 37,5% kurang baik dan tidak ada seorangpun yang menyatakan sangat baik. Ini menunjukkan bahwa masih diperlukan pembenahan dalam sistem penilaian penjejangan karir. Sedangkan karir yang dapat dicapai oleh karyawan sebanyak 62,0% yang menyatakan tidak baik; ini berarti kesempatan karir yang diinginkan karyawan sangat terbatas bahkan 3,5% responden menyatakan sangat tidak baik. Bagi mereka yang tidak pindah-pindah pekerjaan bias jadi menghadapi persoalan yang berbeda yaitu karir yang mandeg (Mathis and Jackson, 2003: 67) B. Pendidikan dan Latihan

Pengembangan sumber daya manusia karyawan melalui pendidikan dan pelatihan dapat digambarkan pada Tabel 5 sebagai berikut.

Page 56: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

213

Tabel 5. Tanggapan Responden Tentang Pendidikan dan Pelatihan

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SB S KB TB STB Total

f 0 0 53 140 7 200 Tingkat kebaikan pendidikan/ pelatihan yang berkesinambungan % 0.0% 0.0% 26.5% 70.0% 3.5% 100%

SB S KB TB STB

f 0 0 39 154 7 200 Tingkat kebaikan analisis kebutuhan pelatihan

% 0.0% 0.0% 19.5% 77.0% 3.5% 100%

SS S KS TS STS

f 0 4 0 196 0 200 Tingkat kesesuaian pendidikan dan pelatihan

% 0.0% 2.0% 0.0% 98.0% 0.0% 100%

SL SR KD JR TP

f 23 27 56 70 24 200

Tingkat intensitas evaluasi terhadap pelaksanaan pendidikan dan pelatihan % 11.5% 13.5% 28.0% 35.0% 12.0% 100%

SP P KP TP STP

f 0 0 0 189 11 200

Tingkat keperluan karyawan dalam keterampilan teknis % 0.0% 0.0% 0.0% 94.5% 5.5% 100%

SP P TP KP STP

f 0 4 23 152 21 200 Tingkat keperluan sarana penunjang

% 0.0% 2.0% 11.5% 76.0% 10.5% 100%

SL SR KD JR TP

f 32 23 21 93 31 200

Tingkat intensitas motivasi atasan terhadap pengembangan karyawan % 16.0% 11.5% 10.5% 46.5% 15.5% 100%

SL SR KD JR TP

f 27 46 34 86 7 200 Tingkat intensitas diskusi untuk topik penting

% 13.5% 23.0% 17.0% 43.0% 3.5% 100%

SL SR KD JR TP

f 14 14 55 77 40 200 Tingkat intensitas kerjasama dg instansi lain

% 7.0% 7.0% 27.5% 38.5% 20.0% 100%

SB B KB TB STB

f 0 0 4 186 10 200 Tingkat kebaikan kompetensi personil pelaksana pelatihan

% 0.0% 0.0% 2.0% 93.0% 5.0% 100%

SL SR KD JR TP

f 31 14 28 79 48 200

Tingkat intensitas seleksi/evaluasi terhadap pelaksana pelatihan % 15.5% 7.0% 14.0% 39.5% 24.0% 100%

SL SR KD JR TP

f 4 44 55 63 34 200

Tingkat intensitas pelaksanaan pelatihan sesuai rencana % 2.0% 22.0% 27.5% 31.5% 17.0% 100%

SB B KB TB STB

f 0 4 53 143 0 200

Tingkat kebaikan pendidikan dan pelatihan terjadwal % 0.0% 2.0% 26.5% 71.5% 0.0% 100%

SB B KB TB STB

f 0 0 58 132 10 200

Tingkat kebaikan data base dokumentasi materi pelatihan % 0.0% 0.0% 29.0% 66.0% 5.0% 100%

SL SR KD JR TP

f 0 0 113 66 21 200

Tingkat intensitas hasil pelatihan untuk perbaikan perusahaan % 0.0% 0.0% 56.5% 33.0% 10.5% 100%

SL SR KD JR TP

f 0 4 85 76 35 200

Tingkat intensitas metode pelatihan yang dapat diaplikasikan % 0.0% 2.0% 42.5% 38.0% 17.5% 100%

SL SR KD JR TP Tingkat intensitas metode pelatihan membantu pekerjaan f 0 4 82 46 68

% 0.0% 2.0% 41.0% 23.0% 34.0% 100%

Page 57: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

214

Keterangan: SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB= Sangat Tidak Baik SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; KS=Kurang Sesuai; TS=Tidak Sesuai;STS=Sangat Tidak Sesuai SL=Selalu; SR=Sering; KD=Kadang-kadang; JR=Jarang; TP=Tidak Pernah SP=Sangat Perlu; P=Perlu; TP=Tidak Perlu; KP=Kurang Perlu; STP=Sangat Tidak Perlu

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Berdasarkan skoring pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan menunjukkan bahwa sebagian besar (70,0%) menyatakan tidak baik, bahkan sangat tidak baik dinyatakan oleh 3,5% responden. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan pelabuhan Lintas Merak-Bakauheni kurang memiliki kesempatan dalam hal mengembangkan dirinya sendiri demi perusahaan. Untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan keterampilan diperlukan pendidikan dan pelatihan yang memadai sesuai tugas masing-masing karyawan. Salah satu cara mentransfer pelatihan ke dalam pekerjaan adalah meyakinkan bahwa pelatihan sama dengan pekerjaan (Mathis and Jackson, 2003: 13). Dalam pada itu, analisis kebutuhan pelatihan menjadi perhatian serius bagi setiap perusahaan. Hasil scoring menunjukkan bahwa 77,0% responden menyatakan tidak baik dalam menganalisi kebutuhan pelatihan bahkan 3,5% menyatakan sangat tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan pelabuhan lintas Merak-Bakauheni sangat lemah dalam menganalisis kebutuhan pelatihan yang berakibat terlabatnya memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan pelayanan yang superior. Bahkan bila dilihat dari kesesuaian pendidikan dan pelatihan; dinyatakan oleh 98,0% tidak sesuai namun masih ada hanya 4,0% yang sesuai. Dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan mempunyai sebaran yang hampir merata; yaitu 35,0% menyatakan tidak perlu dan 3,5% yang menyatakan sangat perlu. Ini menunjukkan bahwa kesadaran memang telah tercipta namun keperluan masih menjadi keperluan langka; artinya perlu atau tidak biasa saja. Sementara itu tingkat keperluan karyawan dalam pendidikan dan pelatihan dinyatakan oleh sebagian besar karyawan yaitu 94,5% yang menganggap tidak perlu bahkan sangat tidak perlu dinyatakan oleh 5,5%; ini menunjukkan bahwa kegiatan seperti itu masih dianggap tidak terlalu mendesar untuk dilakukan sehingga menganggap tidak perlu. Hasil skoring terhadap sarana penunjang menunjukkan bahwa sebagian besar responden (76,0%) menyatakan jarang tersedia, bahkan hanya 2,0% yang menyatakan perlu. Hal ini membuktikan bahwa karyawan sangat tidak memerlukan pengembangan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan. Lebih lanjut skoring mengenai motivasi atasan terhadap pengembangan karyawan 46,5 menyatakan jarang atasan memotivsi bawahan, namun masih ada sekitar 16,5% perlu memberikan motivasi terhadap bawahan.

Page 58: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

215

Diskusi untuk topik yang dianggap penting menunjukkan bahwa hasil skoring 43,5% responden menjawab tidak perlu, namun masih ada sekitar 13,5% yang menyatakan selalu diskusi topik-topik penting karena diperlukan untuk menambah wawasan dalam mencapai prestasi kerja. Sementara kerja sama dengan instansi lain menunjukkan bahwa 38,5% menyatakan tidak baik bekerja dengan instansi lain namun hanya 7,0% yang menyatakan sangat baik yang lebih disebabkan untuk menjalin kerjasama yang berkesinambungan. Hasil skoring kompetensi personil pelaksana pelatihan menunjukkan bahwa 93,0% menyatakan jarang, sementara 5,0% menyatakan tidak pernah dalam kompetensi personil pelaksana pelatihan. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi pelatihan yang dinyatakan oleh sebagian besar responden menuntut adanya perbaikan kompetensi lebih lanjut. Seleksi/evaluasi terhadap pelaksana pelatihan sesungguhnya merupakan hal yang menjadi perhatian; hasil skoring menunjukkan bahwa 39,5% menunjukkan bahwa jarang dilakukan evaluasi terhadap pelaksana pelatihan dan hanya 15,5% yang menyatakan selalu karena hal ini memungkinkan pengembangan pelatihan yang berkesinambungan. Hasil skoring pelaksanaan pelatihan sesuai rencana menujukkan bahwa responden menyatakan sebesar 31,5% tidak baik, sementara hanya 2,0% yang menyatakan sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil saja yang baru memahami pelaksana pelatihan yang sesuai. Dalam jadwal pelatihan memungkinkan peserta untuk mengatur waktu yang ditentukan sebelumnya. Hasil skoring menunjukkan bahwa 71,5% yang menyatakan tidak baik karena pengaturan jadwal sering dialami karyawan yang berbenturan dengan jadwal tugas sehari-hari. Hasil skoring data base dokumentasi materi pelatihan dinyatakan oleh sebagian besar karyawan yaitu sebesar 66,0% menyatakan tidak baik dan bahkan 29,0% kurang baik. Fakta ini menunjukkan bahwa dalam mendokumentasikan materi pelatihan masih dianggap sesuatu yang tidak begitu penting. Hasil pelatihan untuk perbaikan perusahaan berdasarkan scoring menunjukkan bahwa sebesar 56,5% kadang-kadang dilakukan perbaikan dan jarang sebesar 33,0%. Ini berarti perbaikan untuk menuju kesempurnaan berikutnya belum menjadi komitmen bersama secara berlanjut. Metode pelatihan yang dapat diaplikasikan dinyatakan oleh responden sebanyak 42,5% kadang-kadang, sementara 2,0% sering melakukan metode pelatihan yang dapat diaplikasikan. Metode yang sesuai menjadi kebutuhan untuk mudahnya pemahaman kegiatan oleh peserta. Selanjutnya dalam metode pelatihan membantu pekerjaan dinyatakan oleh 41,0% kadang-kadang dilakukan dan 23,0% jarang membantu pekerjaan. Ini menunjukkan bahwa

Page 59: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

216

metode pelatihan selama ini belum merasakan manfaat yang benar-benar membantu pekerjaan. Dengan demikian, hasil skoring variabel pengembangan sumber daya manusia seperti Tabel 6 berikut. Tabel 6 Skor Dimensi Variabel Pengembangan Sumber Daya Manusia

Dimensi Jumlah

Item Skor Kategori

Perencanaan dan pengembangan karir

7 3841 Cukup

Pendidikan dan pelatihan 17 7954 Rendah

Variabel Pengembangan SDM 24 11795 Rendah

Sumber: Data Penelitian 2008, diolah. Berdasarkan hasil sekoring variabel pengembangan sumber daya manusia dimensi perencanaan dan pengembangan karir menunjukkan kategori cukup sementara pendidikan dan pelatihan menunjukkan kategori rendah; jadi secara rata-rata masuk kategori rendah. Hal ini berarti bahwa karyawan pelabuhan lintas Merak-Bakauheni masih diperlukan adanya kesadaran dan pemahaman para karyawan bahwa setiap pekerjaan/jabatan dipelukan kesempatan untuk maju dan berkembang. Kesadaran dan pemahaman tersebut harus diwujudkan melalui kesediaan untuk mempelajari keterampilan baru yang dapat dilakukan dengan berbagai cara yang salah satu di antaranya dapat dilakukan dengan pengikuti pendidikan dan pelatihan pada berbagai lembaga yang menyelenggarakannya.

Tingkat Kepuasan Kerja Karyawan Pelabuhan Lintas Merak- Bakauheni

Dalam penelitian ini kepuasan kerja yang digunakan mengacu pada pendapat Kreitner dan Kinicki (2001) mengingat kepuasan kerja karyawan merupakan tanggapan yang paling cocok dalam kondisi riil di lapangan atas dasar pendapat pakar tersebut yang meliputi: status sosial, hubungan dengan atasan, supervisi teknis atasan, nilai-nilai moral, keamanan, pelayanan sosial, kompensasi, kebijakan perusahaan dan penerapan, kondisi kerja, hubungan dengan rekan kerja, aktivitas, kemandirian, keragaman pekerjaan, kewenangan, pemanfaatan kemampuan, kesempatan maju/promosi, tanggung jawab, kreativitas, pengakuan, dan prestasi. Kepuasan Kerja Karyawan diukur dengan 20 item pernyataan. Hasil Skoring mengenai kepuasan kerja sebagai berikut.

Page 60: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

217

A. Status Sosial Status Sosial diukur dengan melihat tingkat kepuasan untuk mendapatkan status sosial di lingkungan kerja dari perusahaan. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 7 sebagai berikut. Tabel 7. Tanggapan Responden Tentang Status Sosial

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SP P KP TP STP Total

Tingkat kepuasan mendapatkan status sosial di lingkungan kerja

f 0 0 37 141 22 200

% 0.0% 0.0% 18.5% 70.5% 11.0% 100%

Keterangan: SP=Sangat Puas; P=Puas; KP=Kurang Puas; TP=Tidak Puas; STP=Sangat Tidak Puas

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Hasil skoring menunjukkan bahwa sebagian besar (70,0%) responden menyatakan tidak puas mendapatkan status sosial di lingkungan kerja, sementara yang menyatakan kurang puas sebesar 18,5%; hal ini berarti karyawan yang bekerja di pelabuhan lintas Merak-Bakauheni memiliki status social yang menganggap kurang puas, menurut teori pandangan kelompok (social reference group theory) bahwa kepuasan kerja pegawai bukan tergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat tergantung pada pandangan dan pendapat kelompok, yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk menilai diri maupun lingkungannya. Jadi pegawai akan merasa puas apabila pekerjaan yang dikerjakannya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan (Anwar Prabu Mangkunegara, 2000:73).

B. Hubungan dengan Atasan Hubungan dengan atasan diukur mengenai tingkat kepuasan diperlakukan oleh atasan dari perusahaan. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 8 sebagai berikut. Tabel 8 Tanggapan Responden Tentang Hubungan dengan Atasan

f Distribusi Skor Tanggapan Responden

Indikator % SP P KP TP STP

Total

Tingkat kepuasan diperlakukan oleh atasan f 0 4 49 125 22 200

% 0.0% 2.0% 24.5% 62.5% 11.0% 100% Keterangan: SP=Sangat Puas; P=Puas; KP=Kurang Puas; TP=Tidak Puas; STP=Sangat Tidak Puas

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Page 61: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

218

Berdasarkan hasil skoring secara mayoritas responden menyatakan tidak puas terhadap hubungan dengan atasan yaitu sebanyak 62,5% dan hanya 2,0% yang menyatakan puas. Hal ini menunjukkan bahwa antara karyawan dengan bawahan menganggap bahwa Nampak adanya perbedaan perlakuan dalam memandang bawahan yang bertujuan untuk mempertahankan kewibawaan atasan. Kualitas hubungan interpersonal diantara rekan sekerja; dengan atasan; dan dengan bawahan (quality interpersonal relations among peer; with superiors; and subordinat), merupakan bagian yang tidak terpisahkan untuk membina hubungan yang baik dengan atasan; hilangnya faktor-faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absensi karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar. Faktor pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan (Malayu S.P. Hasibuan, 2002:109).

C. Supervisi Teknis Atasan Hubungan supervisi teknis atasan dengan atasan diukur mengenai tingkat kepuasan atasan membuat keputusan. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 9 sebagai berikut. Tabel 9 Tanggapan Responden Tentang Supervisi Teknis Atasan

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SP P KP TP STP Total

Tingkat kepuasan atasan membuat keputusan f 0 4 67 129 0 200

% 0.0% 2.0% 33.5% 64.5% 0.0% 100% Keterangan: SP=Sangat Puas; P=Puas; KP=Kurang Puas; TP=Tidak Puas; STP=Sangat Tidak Puas

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Berdasarkan hasil skoring menunjukkan bahwa sebanyak 64,5% responden yang menyatakan tidak puas terhadap atasan dan hanya 2,0% yang menyatakan puas. Hal ini berarti karyawan yang telah memiliki komitmen untuk mengabdikan diri dan tenaganya kepada perusahaan menginginkan motivasi dari atasan untuk bias berkembang dan dapat adil dalam memajukan perusahaan. Sebagaimana motivational factors (faktor pemotivasian) disebut pula satisfaction, motivator, job content, dan intrinsic factors. Motivational factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan (Malayu S.P. Hasibuan, 2002:109).

Page 62: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

219

D. Nilai-nilai Moral Nilai-nilai moral diukur mengenai tingkat memiliki dalam melakukan pekerjaan dengan hati nurani. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 10 sebagai berikut. Tabel 10 Tanggapan Responden Tentang Nilai-nilai Moral

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SM M KM TM STM Total

Tingkat memiliki hati nurani dalam melakukan pekerjaan f 0 7 37 116 40 200

% 0.0% 3.5% 18.5% 58.0% 20.0% 100% Keterangan: SM=Sangat Memiliki; M=Memiliki; KM=Kurang Memiliki; TM=Kurang Memiliki; STM=Sangat Tidak

Memiliki

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Bedasarkan hasil skoring, separuh lebih (58,0%) responden menjawab merasakan tidak memiliki harti nurani dalam melakukan pekerjaan, sementara hanya 3,5% yang merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan ketulusan. Hal ini berarti masih banyak karyawan yang bekerja tidak secara tulus walaupun pekerjaan itu tanggung jawabnya. Sebagai karyawan, tanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan perusahaan wajib dikerjakan dengan penuh tanggung jawab yang memerlukan faktor motivasi. Hodgetts and Luthans (1994:396) mengatakan bahwa motivational factors ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, yang meliputi: prestasi (achievement), penghargaan (recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan atau promosi (advancement), kemungkinan perkembangan (the possibility of growth), dan pekerjaan itu sendiri (the work itself).

E. Keamanan Keamanan diukur mengenai tingkat kepuasan dalam keamanan bekerja di perusahaan. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 11 sebagai berikut. Tabel 11 Tanggapan Responden Tentang Keamanan

F Distribusi Skor Tanggapan Responden

Indikator % SP P KP TP STP

Total

Tingkat kepuasan dalam keamanan bekerja di perusahaan F 0 4 0 140 56 200

% 0.0% 2.0% 0.0% 70.0% 28.0% 100% Keterangan: SP=Sangat Puas; P=Puas; KP=Kurang Puas; TP=Tidak Puas; STP=Sangat Tidak Puas

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Page 63: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

220

Hasil skoring menunjukkan bahwa sebagian besar (70,0%) menyatakan bahwa responden tidak puas terhadap keamanan bekerja di perusahaan. Sebagai karyawan pelabuhan lintas Merak-Bakauheni dengan kondisi lalu lalangnya arus barang dan jasa memiliki berbagai masalah yang dapat timbul sewaktu-waktu yang berakibat keamanan menjadi perhatian yang serius. Secara umum, keamanan merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang. Sebagaimana dikatakan Mathis and Jackson (2003: 145) bahwa keamanan berujuan untuk melindungi para karyawan ketika sedang bekerja atau melaksanakan penugasan pekerjaan. F. Pelayanan Sosial Pelayanan sosial diukur mengenai tingkat memiliki dalam melakukan pekerjaan yang berguna bagi orang lain. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 12 sebagai berikut. Tabel 12 Tanggapan Responden Tentang Pelayanan Sosial

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SM M KM TM STM Total

f 4 0 0 160 36 200 Tingkat memiliki dalam melakukan pekerjaan yang berguna bagi orang lain % 2.0% 0.0% 0.0% 80.0% 18.0% 100%

Keterangan: SM=Sangat Memiliki; M=Memiliki; KM=Kurang Memiliki; TM=Kurang Memiliki; STM=Sangat Tidak Memiliki

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Berdasarkan hasil skoring menunjukkan bahwa pelayanan sosial sebagian besar (80,0%) responden menyatakan bahwa tidak puas terhadap melakukan pekerjaan yang berguna bagi orang lain. Hanya 2,0% yang menyatakan bahwa responden puas. Hal ini berarti masih kurangnya rasa memiliki dalam melakukan pekerjaan yang dapat bermanfaat kepada orang lain. Oleh karena itu, sistem pelayanan social mempengaruhi banyak individu dan pemerintah yang menjalankannya, program ini menjadi sinsetif seperti dikatakan Mathis and Jackson (2003: 214).

G. Kompensasi Kompensasi diukur mengenai tingkat kesesuaian antara gaji dengan tugas dan tanggung jawab Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 13 sebagai berikut.

Page 64: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

221

Tabel 13 Tanggapan Responden Tentang Kompensasi

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SS S KS TS STS Total

Tingkat kesesuaian antara gaji dengan tugas dan tanggung jawab

f 0 13 54 133 0 200

% 0.0% 6.5% 27.0% 66.5% 0.0% 100%

Keterangan: SS=Sangat Sesuai; S=Sesuai; KS=Kurang Sesuai; TS=Tidak Sesuai; STS=Sangat Tidak Sesuai

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Hasil skoring menunjukkan bahwa 66,6% responden yang menyatakan tidak sesuai dalam menerima gaji dibandingkan dengan tugas dan tanggung jawab yang dipikulnya. Namun demikian masih ada sekitar 6,5% yang menyatakan sesuai; hal ini menunjukkan bahwa tuntutan pemenuhan kebutuhan keluarga semakin meningkat yang diiringi oleh kenaikan harga barang-barang khususnya sembilan bahan pokok yang semakin tidak terkendali. Dikatakan Malayu SP. Hasibuan (2002:133) bahwa pentingnya kompensasi untuk karyawan agar dapat membuat anggota tim kerja dapat bekerja sama dan berprestasi. Dipertegas Jusuf Irianto (2001:166) bahwa kompensasi merupakan bentuk penghargaan atau reward yaitu segala sesuatu yang diberikan untuk memuaskan salah satu atau beberapa kebutuhan individu; kompensasi dapat berperan sebagai instrumen ampuh untuk perubahan dan determinan utama dalam menentukan kultur organisasi.

H. Kebijakan Perusahaan dan Penerapan Kebijakan perusahaan dan penerapannya diukur mengenai tingkat kepuasan dalam kebijakan/peraturan perusahaan dan penerapannya yang adil bagi setiap pegawai. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 14 sebagai berikut. Tabel 14 Tanggapan Responden Tentang Kebijakan Perusahaan & Penerapan

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SP P KP TP STP Total

Tingkat kepuasan dalam kebijakan / peraturan perusahaan dan penerapannya yang adil bagi setiap pegawai

f 0 11 91 98 0 200

% 0.0% 5.5% 45.5% 49.0% 0.0% 100%

Keterangan: SP=Sangat Puas; P=Puas; KP=Kurang Puas; TP=Tidak Puas; STP=Sangat Tidak Puas

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Page 65: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

222

Berdasarkan hasil skoring menunjukkan bahwa 49,0% responden yang menyatakan bahwa tidak puas dalam kebijakan perusahaan dan penerapannya, namun masih ada sebesar 5.5% yang menyatakn puas. Fakta ini menunjukkan bahwa kebijakan harus mengandung makna yang dapat dirasakan bermanfaat bagi sebagian besar atau seluruh karyawan. Menurut Mathis and Jackson (2003:308) kebijakan/peraturan merupakan panduan spesifik yang mengatur dan membatasi prilaku individu; sifatnya sama dengan prosedur dimana mereka mengatur tindakan dan umumnya tidak ada perkecualian di dalam penerapannya.

I. Kondisi Kerja Kondisi kerja diukur mengenai tingkat kepuasan kondisi kerja dan sarana kerja yang memadai. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 15 sebagai berikut

Tabel 15 Tanggapan Responden Tentang Kondisi Kerja

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SP P KP TP STP Total

Tingkat kepuasan kondisi kerja dan sarana kerja yang memadai

f 0 14 44 142 0 200

% 0.0% 7.0% 22.0% 71.0% 0.0% 100%

Keterangan: SP=Sangat Puas; P=Puas; KP=Kurang Puas; TP=Tidak Puas; STP=Sangat Tidak Puas

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Hasil skoring menunjukkan bahwa 71,0% responden menyatakan tidak puas dengan kondisi kerja yang dihadapi di perusahaan. Hanya 7,0% yang menyatakan puas; sementara tidak ada seorangpun responden yang menyatakan sangat puas. Hal ini menunjukkan bahwa masih diperlukan perbaikan atau pembenahan terhadap kondisi kerja demi keselamatan karyawan dalam menjalankan tugasnya. Manajemen keselamatan kerja yang efektif menuntut adanya komitmen perusahaan terhadap kondisi kerja yang aman (Mathis and Jackson (2003: 258).

J. Hubungan dengan Rekan Kerja Hubungan dengan rekan kerja diukur mengenai tingkat kebaikan saling bekerjasama di antara rekan kerja. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 16 sebagai berikut.

Page 66: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

223

Tabel 16 Tanggapan Responden Tentang Hubungan dengan Rekan Kerja

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SB B KB TB STB Total

Tingkat kebaikan saling bekerja sama diantara rekan kerja

f 4 0 43 146 7 200

% 2.0% 0.0% 21.5% 73.0% 3.5% 100%

Keterangan: SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB=Sangat Tidak Baik

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Hasil skoring menunjukkan bahwa 73,0% responden menyatakan bahwa tidak baik dalam hubungannya dengan rekan kerja dan hanya 2,0% yang menyatakan sangat baik hubungannya dengan rekan kerja. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sering terjadi kecemburuan dalam setiap kemajuan yang diperoleh rekan kerja sekalipun itu hanya kemajuan kecil, namun mereka tidak mau berusaha sendiri dengan berbagai alasan klasik. Faktor pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan hubungan sesama bekerja dapat ditingkatkan (Malayu S.P. Hasibuan, 2002: 110).

K. Aktivitas Aktivitas diukur mengenai tingkat kesibukan rasa senang atas pekerjaan. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 17 sebagai berikut. Tabel 17 Tanggapan Responden Tentang Aktivitas

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SS S KS TS STS Total

Tingkat kesibukan rasa senang atas pekerjaan

f 0 0 44 156 0 200

% 0.0% 0.0% 22.0% 78.0% 0.0% 100%

Keterangan: SS=Sangat Sibuk; S=Sibuk; KS=Kurang Sibuk; TS=Tidak Sibuk; STS=Sangat Tidak Sibuk

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Hasil skoring menunjukkan bahwa sebagian besar (78,0%) responden menyatakan bahwa tidak sibuk dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Tidak ada seorang respondenpun yang menyatakan sangat sibuk maupun sibuk, hal ini berarti dalam menjalankan tugasnya responden dapat menjalankannya dengan rasa senang hati atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Page 67: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

224

L. Kemandirian Kemandirian diukur mengenai tingkat kebaikan yang dapat bekerja sendiri. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 18 sebagai berikut. Tabel 18 Tanggapan Responden Tentang Kemandirian

f Distribusi Skor Tanggapan Responden

Indikator % SB B KB TB STB

Total

Tingkat kebaikan dapat bekerja mandiri

f 0 0 73 127 0 200

% 0.0% 0.0% 36.5% 63.5% 0.0% 100%

Keterangan: SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB=Sangat Tidak Baik

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Hasil skoring menunjukkan bahwa 63,5% responden menyatakan bahwa tidak baik dalam kemandirian karyawan dan 36,6% menyatakan kurang baik; sisanya tidak ada seorangpun yang menyatakan sangat baik, baik maupun sangat tidak baik. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak karyawan yang memerlukan kerjasama sebagaimana yang diidamkan dalam suatu tim kerja pada tanggung jawab masing-masing. Hal ini sesuai pernyataan bahwa seseorang harus memiliki karakteristik pribadi yang sangat mendasar, yang berperan terhadap faktor-faktor yang akan berpengaruh pada sukses atau tidaknya suatu pekerjaan pada situasi tertentu.

M. Keragaman Pekerjaan Keragaman pekerjaan diukur mengenai tingkat kebaikan dalam melakukan pekerjaan yang beragam. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 19 sebagai berikut. Tabel 19. Tanggapan Responden Tentang Keragaman Pekerjaan

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SB B KB TB STB Total

Tingkat kebaikan dalam melakukan pekerjaan yang beragam

f 0 0 59 137 4 200

% 0.0% 0.0% 29.5% 68.5% 2.0% 100%

Keterangan: SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB=Sangat Tidak Baik

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Page 68: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

225

Hasil skoring menunjukkan bahwa lebih dari separuh (68,5%) responden yang menyatakan tidak baik dalam melakukan pekerjaan yang beragam dan tidak ada seorang respondenpun yang menyatakan sangat baik maupun baik. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi karyawan umumnya memiliki pekerjaan yang beragam dan sering mengalami rotasi. N. Kewenangan Kewenangan diukur mengenai tingkat kebaikan dalam kewenangan yang diberikan perusahaan. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 20 sebagai berikut. Tabel 20 Tanggapan Responden Tentang Kewenangan

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SB B KB TB STB Total

Tingkat kebaikan dalam kewenangan yang diberikan perusahaan

f 0 0 43 157 0 200

% 0.0% 0.0% 21.5% 78.5% 0.0% 100%

Keterangan: SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB=Sangat Tidak Baik

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Hasil skoring menunjukkan bahwa sebagian besar (78,5%) yang menyatakan tidak baik kewenangan yang diberikan perusahaan. Hanya 21,5% yang menyatakan kurang diberikan kewenangan; hal ini mengindikasikan bahwa karyawan yang ingin mandiri sudah seharusnya diberikan kewenangan yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dengan pengontrolan yang dilakukan secara terus menerus. Dengan demikian rasa tanggung jawab untuk menjalankan tugasnya lebih bias diandalkan kemampuannya. O. Pemanfaatan Kemampuan Pemanfaatan kemampuan diukur mengenai tingkat kebaikan dalam melakukan pekerjaan sesuai kemampuan. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 21 sebagai berikut.

Page 69: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

226

Tabel 21. Tanggapan Responden Tentang Pemanfaatan Kemampuan

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SB B KB TB STB Total

Tingkat kebaikan dalam melakukan pekerjaan sesuai kemampuan

f 0 0 0 193 7 200

% 0.0% 0.0% 0.0% 96.5% 3.5% 100%

Keterangan: SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB=Sangat Tidak Baik

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Hasil skoring menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (96,5%) yang menyatakan tidak baik dalam memanfaatkan kemampuan, bahkan 3,5% yang menyatakan sangat tidak baik; hal ini menunjukkan bahwa sebagai karyawan pelabuhan lintas Merak-Bakauheni kurang bisa memanfaatkan secara efektif dalam menjalankan tugasnya mengingat kemampuan yang dimilikinya tidak mampu menjadikan motivator diri sendiri. Motivational factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan (Malayu S.P. Hasibuan, 2002:109).

P. Kesempatan Maju/Promosi Kesempatan maju/promosi diukur mengenai kesempatan untuk maju atau promosi suatu jabatan di perusahaan. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 22 sebagai berikut.

Tabel 22. Tanggapan Responden Tentang Kesempatan Maju/Promosi

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SB B KB TB STB Total

Tingkat kesempatan untuk maju/promosi di perusahaan

f 0 0 50 150 0 200

% 0.0% 0.0% 25.0% 75.0% 0.0% 100%

Keterangan: SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB=Sangat Tidak Baik

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Hasil skoring menunjukkan bahwa 75,0% responden menyatakan bahwa tidak baik dalam kesempatan untuk promosi, sementara responden yang menyatakan kurang baik hanya 25,0%; hal ini berarti masih cukup banyak responden yang tidak memiliki kesempatan yang disebabkan oleh peluang yang ada terbatas.

Page 70: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

227

Q. Tanggungjawab Tanggungjawab diukur mengenai tingkat kebaikan mempunyai kebebasan mengambil keputusan dalam pekerjaan. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 23 sebagai berikut. Tabel 23 Tanggapan Responden Tentang Tanggung Jawab

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SB B KB TB STB Total

Tingkat kebaikan mempunyai kebebasan mengambil keputusan dalam pekerjaan

f 4 0 23 155 18 200

% 2.0% 0.0% 11.5% 77.5% 9.0% 100%

Keterangan: SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB=Sangat Tidak Baik

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah. Hasil skoring menunjukkan bahwa 77,5% responden menyatakan bahwa tidak baik dalam memiliki kebebasan mengambil keputusan, namun hanya ada 2,0% yang menyatakan sangat baik. Hal ini mengindikasikan bahwa keputusan-keputusan merupakan wewenang penuh pihak pimpinan; oleh karenanya tidak dianggap perlu memberikan kewenagan kepada bawahan. R. Kreativitas Kreativitas diukur mengenai mempunyai tingkat kebaikan kesempatan untuk menerapkan metode sendiri dalam bekerja. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 24 sebagai berikut. Tabel 24. Tanggapan Responden Tentang Pengakuan Kreativitas

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SB B KB TB STB Total

Tingkat kebaikan mempunyai kesempatan untuk menerapkan metode sendiri dalam bekerja

f 10 0 63 127 0 200

% 5.0% 0.0% 31.5% 63.5% 0.0% 100%

Keterangan: SB=Sangat Baik; B=Baik; KB=Kurang Baik; TB=Tidak Baik; STB=Sangat Tidak Baik

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Page 71: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

228

Hasil skoring menunjukkan bahwa 63,5% menyatakan tidak baik dalam kesempatan yang dimiliki untuk menerapkan metode sendiri dan hanya 5,0% yang menyatakan sangat baik; hal ini membuktikan bahwa kesempatan-kesempatan tertentu sering ditutupi untuk bawahan dengan kata lain bawahan tidak diberikan kesempatan untuk berkembang. Allan Trayes dalam Murley (2000: 96) mengatakan bahwa kapabilitas seseorang untuk menggunakan keterampilan-keterampilan yang dimiliki dalam melaksanakan program kerja guna menghasilkan kinerja yang lebih baik. S. Pengakuan Pengakuan diukur mengenai tingkat intensitas dalam penghargaan yang sesuai atas terselesaikannya pekerjaan dengan baik bekerja. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 25 sebagai berikut. Tabel 25. Tanggapan Responden Tentang Pengakuan

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% BU SL KD JR TP Total

Tingkat intensitas dalam penghargaan yang sesuai atas terselesaikannya pekerjaan dengan baik

f 0 21 50 88 41 200

% 0.0% 10.5% 25.0% 44.0% 20.5% 100%

Keterangan: BU=Berulang-ulang; SL=Selalu; KD=Kadang-kadang; JR=Jarang; TP=Tidak Pernah

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Hasil skoring menunjukkan bahwa 44,0% responden menyatakan jarang dalam mendapatkan penghargaan atas selesainya pekerjaan, namun masih ada 10,0% yang menyatakan selalu mendapatkan penghargaan bila pekerjaan telah terselesaikan. Fakta ini menunjukkan bahwa masih banyak karyawan yang kurang mendapatkan perhatian yang serius terhadap suatu penghargaan yang sifatnya sekecil apapun. T. Prestasi

Prestasi diukur mengenai tingkat kepuasan setelah semua pekerjaan selesai dengan baik. Hasil tanggapan responden seperti terlihat pada Tabel 26 sebagai berikut.

Page 72: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

229

Tabel 26. Tanggapan Responden Tentang Prestasi

f Distribusi Skor Tanggapan Responden Indikator

% SP P KP TP STP Total

Tingkat kepuasan setelah semua pekerjaan selesai dengan baik

f 4 0 43 146 7 200

% 2.0% 0.0% 21.5% 73.0% 3.5% 100%

Keterangan: SP=Sangat Puas; P=Puas; KP=Kurang Puas; TP=Tidak Puas; STP=Sangat Tidak Puas

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Hasil skoring menunjukkn bahwa 73,0% responden yang menyatakan bahwa tidak puas dalam menyelesaikan pekerjaan, namun masih ada sekitar 2,0% yang menyatakan sangat puas; hal ini menunjukkan bahwa berbagai level karyawan yang memungkinkan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Wexley dan Yukl (1992:78) mengemukakan bahwa “input is anything of value that an employee perceives that he contributes to his job”. Input itu adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang dalam melaksanakan pekerjaan, misalnya pendidikan; pengalaman; usaha; peralatan pribadi; jumlah jam kerja dan sebagainya. Dengan demikian, hasil skoring variabel kepuasan kerja karyawan seperti Tabel 27 berikut. Tabel 27. Skor Dimensi Variabel Kepuasan Kerja

Dimensi Jumlah

Item Skor Kategori

Pengawasan 6 2464 Rendah

Kompensasi 12 5481 Rendah

Pengakuan 2 899 Rendah

Variabel Kepuasan Kerja 20 8844 Rendah

Sumber: Data Penelitian 2008, Diolah.

Berdasarkan hasil sekoring tersebut menunjukkan bahwa kepuasan kerja karyawan secara rata-rata menunjukkan kategori rendah; hal ini berarti bahwa karyawan pelabuhan lintas Merak-Bakauheni masih memerlukan perhatian terhadap variabel-variabel yang menjadi pemicu kepuasan kerja seperti penempatan, kompensasi, maupun pengembangan sumber daya manusia. Pimpinan organisasi/perusahaan perlu informasi mengenai kepuasan secara akurat sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam

Page 73: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

230

memperbaiki, mencegah, serta memecahkan masalah yang dihadapi karyawan (Schermerhom, et al, 1999: 56). Pengaruh Penempatan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pelabuhan Lintas Merak-Bakauheni Untuk menjawab hipotesis penelitian yang diajukan data diolah menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis). Untuk memenuhi syarat data yang digunakan dalam analisis sekurang-kurangnya mempunyai tingkat pengukuran interval, data yang dikumpulkan dari kuisioner yang mempunyai skala pengukuran ordinal, terlebih dahulu ditransformasikan menjadi skala interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI) Struktur pengaruh yang diuji untuk mengetahui pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dilakukan pengujian terhadap koefisien jalur. Perhitungan koefisien jalur dilakukan dengan menggunakan Software SPSS ver 15. Hasil perhitungan, diperoleh koefisien jalur secara parsial Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Kepuasan Kerja Karyawan seperti tersaji dalam Tabel. 28 berikut. Tabel 28. Hasil Koefisen Jalur Pengaruh Pengembangan Sumber Daya

Manusia (X) terhadap Kepuasan Kerja (Y)

Unstandardized Coefficient

Standardized Coefficient Model

B Std. Error Beta t Sig

Correlation Zero order

1 (Constant) x

-1.009 .228

2.245 .025

.360

-.449 8.976

654 .000

.570

a. Dependent Variable: y1 Sumber : Hasil perhitungan SPSS, 2008 Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh positif dari Pengembangan SDM terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan pada Tabel 4.47. Diperoleh koefisien jalur untuk Pengembangan SDM terhadap Kepuasan Kerja (zx3) dengan nilai sebesar 0,360 (p = 0,000). Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Kepuasan Kerja Karyawan menggunakan sampel dengan jumlah responden 200 orang; untuk itu hasil pengaruh terlebih dahulu dilakukan pengujian secara statistik. Pengujian dilakukan melalui dua tahap yaitu pengujian secara simultan menggunakan statistik uji F dan pengujian secara parsial menggunakan uji t.

Page 74: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

231

Dalam pengujian secara parsial dilakukan dengan uji t, nilai ttabel untuk n = 200 dengan taraf kesalahan 5% dan derajat bebas (db) = n–k–1 = 200-4-1 = 196 adalah 1,972. Hasil perbandingan antara t hitung dengan t tabel berdasarkan hasil perhitungan SPSS dapat dilihat pada Tabel 29 berikut. Tabel 29. Hasil Uji Pengaruh Secara Parsial

No Hipotesis Koefisien

Jalur t

hitung

p-value

t tabel Kesimpulan

Statistik

1. Pengembangan sumber daya manusia mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja

0.360 8.976

0.008 1,972

H0 ditolak, terdapat pengaruh Pengembangan SDM terhadap kepuasan kerja

Sumber: Hasil Perhitungan SPSS, 2008. Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pelabuhan Lintas Merak-Bakauheni Hipotesis penelitian yaitu pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Kepuasan Kerja Karyawan ditunjukkan oleh koefisien jalur pYX sebesar 0,360. Hasil perhitungan thitung diperoleh sebesar 8,976 dengan p-value (signifikansi) 0,000. Hipotesis statistik yang diuji adalah sebagai berikut: H0: YX = 0 Tidak terdapat pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia

terhadap Kepuasan Kerja Karyawan H1: YX 0 Terdapat pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia

terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Hasil uji empiris menyatakan penolakan terhadap H0 atau dengan kata lain menerima H1 karena diperoleh thitung = 8.976 > ttabel = 1,972 dan nilai signifikan untuk X lebih kecil dari = 0,05. Diperoleh hasil pengujian hipotesis terdapat pengaruh yang bermakna Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Kepuasan Kerja Karyawan secara parsial. Program pengembangan karyawan hendaknya disusun secara cermat yang didasarkan kepada metode-metode ilmiah serta berpedoman pada keterampilan yang dibutuhkan perusahaan saat ini maupun untuk masa depan. Pengembangan harus bertujuan untuk meningkatkan kesempatan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan agar prestasi kerjanya baik dan mencapai hasil yang optimal. Menurut Malayu SP. Hasibuan (2002: 68) dalam pengembangan karyawan dirasa semakin penting manfaatnya karena adanya

Page 75: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

232

tuntutan pekerjaan atau jabatan sebagai akibat kemajuan teknologi dan semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan sejenis. Hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan Pengembangan Sumber Daya Manusia mempengaruhi Kepuasan kerja secara parsial. Berdasarkan nilai korelasi dan koefisien jalur yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan SPSS dapat diketahui besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Kepuasan Kerja Karyawan sebagai berikut : Pengaruh langsung X

Total Pengaruh X = 12,9% + 2,4% + 5,2% = 20,5%

Hasil yang diperoleh menunjukkan jika dilihat secara langsung tanpa adanya variabel lain pengembangan sumber daya manusia mempengaruhi kepuasan kerja karyawan sebesar 12,9%. Nilai pengaruh tidak langsung menunjukkan adanya pengaruh yang lebih besar dari pengembangan sumber daya manusia terhadap kepuasan kerja karyawan dengan adanya hubungan antara pengembangan sumber daya manusia dengan variabel lainnya. Menurut Noe (2000) mengatakan bahwa:

“development refers to formal education, job experiences, relationships and assessment of personality and abilities that help employees prepare for the future”

. Dalam program pengembangan harus dituangkan sasaran, kebijaksanaan prosedur, anggaran, peserta, kurikulum, dan waktu pelaksanaan. Program ini berprinsipkan pada peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja masing-masing karyawan pada jabatannya dan harus diinformasikan secara terbuka kepada semua karyawan agar mereka mempersiapkan dirinya masing-masing. Pendapat dari DeCenzo dan Robbins (1999:233),

“development, focused more an the employee’s personal growth successful employees prepared for positions of greater responsibility have analytical, human, conceptual, and specialized skills”.

Program pengembangan adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai kebutuhan pekerjaan; hal ini sejalan dikatakan dalam hasil kajian empirik bahwa pengambangan SDM berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. (Noe: 2000, Harris: 2000, Dessler: 2003, DeCenzo and Robbins: 1999, Cascio: 1998).

Page 76: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

233

Implikasi Hasil Pengujian Hipotesis: Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pelabuhan Lintas Merak-Bakauheni

Sebagai implikasi dari hasil pengujian hipotesis ini dapat ditinjau dari sudut pandang teori sumber daya manusia dan manajerial. Dari sudut pandang teori sumber daya manusia temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia secara parsial memainkan peran yang signifikan dalam menjelaskan kepuasan kerja karyawan pelabuhan lintas Merak-Bakauheni. Temuan penelitian ini membuktikan bahwa para perencana sumber daya manusia pada pelabuhan lintas Merak-Bakauheni hendaknya mendesain kebutuhan efektivitas dan efisiensi karyawan dalam mengembangkan dirinya baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pengembangan jangka panjang sumber daya manusia sebagai kenyataan dari training untuk pekerjaan tertentu bertujuan untuk meningkatkan perhatian bagi departemen personalia. Melalui pengembangan karyawan-karyawan yang ada, departemen personalia mengurangi ketergantungan perusahaannya kepada pengontrakan karyawan-karyawan baru. Jika karyawan-karyawaan ditingkatkan secara sempurna, maka lowongan-lowongan pekerjaan yang ditemukan melalui perencanaan sumber daya manusia akan lebih mungkin diisi dari dalam. Hal ini dinyatakan oleh Wether and Davis (1996: 210) bahwa promosi-promosi dan mutasi menunjukkan kepada karyawan bahwa mereka mempunyai kharisma, tidak hanya pekerjaan saja; organisaisi mendapatkan keuntungan dari konuitas yang ditingkatkan dalam operasi dan membentuk karyawan-karyawan yang lebih komit kepada perusahaan. Di samping itu, temuan ini juga membuktikan bahwa para perencana sumber daya manusia pada pelabuhan lintas Merak-Bakauheni dapat menciptakan, menjaga, serta mempertahankan kelangsungan program pengembangan untuk menghasilkan kepuasan kedua belah pihak; artinya dari pihak perusahaan dapat memperoleh peningkatan produktivitas karyawan sementara dari pihak karyawan dapat memperoleh kepuasan dari hasil kerja yang dapat disumbangkannya kepada perusahaan. Pendapat tersebut sejalan dikatakan Gomez (2001), Robbins (2000), bahwa tugas manajemen sumber daya manusia berkisar pada upaya mengelola unsur manusia dengan segala potensi yang dimilikinya seefektif mungkin sehingga dapat diperoleh sumber daya manusia yang puas (satisfied) dan memuaskan bagi organisasi. Sedangkan dari sudut pandang manajerial, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin sesuai program pengembangan karyawan yang diterimanya, maka semakin meningkat kepuasan karyawan. Program pengembangan bagi pelabuhan lintas Merak-Bakauheni harus dapat membuat aturan yang luas

Page 77: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

234

tentang program pengembangan dari kesempatan-kesempatan yang berhubungan dengan pendidikan. Bagaimanapun juga, para pelatih seharusnya mengadakan analisis keperluan untuk setiap kursus; untuk menentukan apakah sebenarnya training diperlukan, dan jika diperlukan apa saja seharusnya yang dimiliki perusahaan. Implemntasi dari training dalam pengembangan merupakan proses transformasi (perubahan) (Werther and Davis (1996:220). Karyawan-karyawan yang tidak di-training dimutasi menjadi pekerja-pekerja yang mampu; dimana karyawan-karyawan lain ditingkatkan untuk memikul tanggung jawab yang baru; untuk melihat keberhasilan program manajer personalia meminta kegiatan-kegiatan training dan pengembangan dievaluasi secara sistematik. IV. KESIMPULAN Berdasarkan pada permasalahan penelitian yang diajukan sebelumnya bertalian dengan variabel penelitian yang didesain pada argumentasi hipotesis diperoleh kesimpulan penelitian atas 200 karyawan tetap pelabuhan di Merak Banten dan Bakauheni Lampung pada PT Indonesia Ferry (Persero) secara deskriptif menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia pada aspek perencanaan dan pengembangan karir masuk kategori cukup, namun pada aspek pendidikan dan pelatihan masuk kategori rendah. Hasil penelitian verifikatif adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan secara simultan maupun parsial antara pengembangan sumber daya manusia terhadap kepuasan kerja karyawan. DAFTAR PUSTAKA Agus Aji Samekto dan Dyah Setyowati. 2002. Port as One Sub-system of the

Total Transportation System. Jurnal Manajemen Transportasi. Vol III No.02. pp 359-364.

Alex Nitisemito. 1986. Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia). Ghalia Indonesia. Jakarta.

Anwar Prabu Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Bambang Soeryanto. 2009. Aksi “Sopir Truk” Membenahi Pelabuhan. SWA. 09/XXV/30 April-13 Mei 2009.

Benjamin B. Tregoe and John W. Zimmerman. 1984. Needed: A Strategy for Human Resource Development. Training and Development Journal. May 1984, p. 78.

Page 78: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

235

Ben-Bakr, K.A., I. S. Al-Shammari, O.A. Jefri, and J.N. Prasad. 1994. Organizational Commitments: Job Satisfaction, and Turnover in Saudi Organization: A Predictive Study. Journal of Socio-Economics. Vol. 23. pp. 449-456.

Carrel, Michael R. Nobert, T. Elbert and Robert D Hatfield. 1995. Human Resource Management: Global Strategies for Managing A Diverse Workforce. Fifth Edition. Prentice-Hall. Englewood Cliffs.

Cascio, Wayne F. 1998. Applied Psychology in Human Resource Management. Fifth Edition. USA: Prentice-Hall Inc.

Cascio, Wayne F. 2003. Human Resource Management. Prentice-Hall Inc.

Chip R. Bell. 1984. Building a Reputation for Training Effectiveness. Training and Development Journal. May 1984, p.50.

Davis A, Decenzo and Stephen P. Robbins. 1999. Human Resource Management. John Wiley & Sons, Inc New york

Davis, Keith and Newstrom. 1985. Human Behavior at Work: Organizational Behavior. New Delhi: McGraw-Hill, Publishing Company.

DeCenzo, David A and Stephen P. Robbins. 1999. Human Resource Management. 6thEd. USA: John Wiley & Sons Inc.

Dessler, Garry. 2003. Human Resource Management. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Dessler, Garry. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid 2. Alih bahasa: Benyamin Molan. Jakarta: Prenhallindo.

Gomez-Mejia, Luis R., Balkin, David B., and Cardy, Robert L. 1995. Managing Human Resources. New Jersey: Prentice Hall International Inc.

Hananto Soewedo. 2003. Variabel-variabel yang Dapat Mempengaruhi Efisiensi Operasional pada Perusahaan Pelayaran. Jurnal Manajemen Transportasi. Vol. IV No. 3. Desember 2003. pp 197-206.

Harris, Michael. 2000. Human Resource Management: A Practical Approach. Second Edition. The Druden Press.

Hodgetts, Richard M and Fred Luthan. 1994. International Management. Second Edition. Mc Graw Hill. New York.

Page 79: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

236

I Ketut Mudana. 2006. Pelayanan Kapal di Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni.

Iaffandano, M.T. and P.M. Muchinsky. 1985. Job Satisfaction and Performance: A Meta Analysis. Psychological Bulletin. Vol. 9. pp. 251-273.

Imbang Danandjojo. 2005. Kajian Kualitas Pelayanan Angkutan Laut Penumpang Jarak Dekat di Pelabuhan Tenau Kupang. Warta Penelitian Perhubungan. No. 7/THN XVII/ 005. pp. 4-20.

Ivancevich. John M. 2001. Human Resource Management. Eight Edition. McGraw-Hill.

Jusuf Irianto. 2001. Tema-tema Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Kompas, 15 Juli 2008.

Kumurotomo Wahyudin. 1992. Etika Administrasi Negara. Rajawali Press. Jakarta.

Kreitner, Robert and Angelo Kinicki. 2001. Organizational Behavior. Fifth Edition. Irwin McGraw-Hill.

Laporan Tahunan 2004. PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero).

_______. 2005. PT. Pelabuhan Indonesia (Persero).

Li, Chung Chun. 1981. Path Analysis. USA: The Boxwood Press.

Loveman, G.W. 1998. Employee Satisfaction, Employee Performance, and customer Loyalty: An Empirical Examination of Service Profit Chain in Retail Banking. Journal of Service Research. Vol. 1 No.1. pp. 18-31.

Malayu S.P. Hasibuan. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mathis, Robert L., and Jackson, John H. 2003. Human Resource Management. Australia: South-Western.

Page 80: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

237

Mello, Jeffrey A. 2002. Strategic Human Resource Management. South Western: Thomson Learning.

Moenir. 1994. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Moh. Nazir. Metode Penelitian. 1985. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mondy, Wayne and Robert M, Noe. 1987. Human Resource Management. Allyn & Bacon.

Murley, Peter R. 2000. Handbook of Customer Service. Gower Publishing Limited.

Noe, Raymond A. John R. Hollenbeck, Barry Gerhart and Patrick M.Wright. 2000. Human Resource Management: Gaining Competitive Advantage. Third Edition. Mc Graw-Hill.

Nova Hendri Lidianto. 2003. Analisis Kinerja Perusahaan terhadap Kemungkinan Privatisasi PT ASDP (Persero). Tesis: Program Pascasarjana Magister Manajemen Unila Bandar Lampung. (Tidak Dipublikasikan).

Priyambodo. 2005. Tinjauan Struktur Organisasi Kepelabuhanan di Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Efisiensi Pengelolaan Pelabuhan. Warta Penelitian Perhubungan. No. 7/THN XVII/2005. pp. 21-36.

Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi. Edisi Ke 8. Jakarta: PT. Tema Baru.

Robbins, Stephen P. 2000. Organizational Behavior: Concepts, Controversies, and Applications. 8th Ed. New York: Prentice Hall International Inc.

Robert Kreitner & Angelo Kinicki. 2001. Organizational Behavior. 5th edition . Penerbit McGraw-Hill. Salim, H.A. Abbas. 2004. Manajemen Transportasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Said Djamaluddin. 2002. Mengukur Kualitas Pelayanan ASDP Berdasarkan Persepsi Pelanggan Pelabuhan Penyeberangan Bolok Kupang Nusa Tenggara Timur. Jurnal Manajemen Transportasi. Vol. III No. 02. pp. 96-110.

Schermerhorm. 1999. Management of Productivity. Third Edition. New York: John Wiley & Sons.

Sekaran, Uma. 2000. Research Method for Business: A Skill-Building Approach. Third Edition. John Willey & Sons, Inc.

Page 81: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

238

Stephen P. Robbins. 2001. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenhallindo.

Suryana Sumantri. 2001. Perilaku Organisasi. Universitas Padjadjaran Bandung.

Sudjanadi. 2002. Pergeseran Peran Manajemen dan Praktik Sumber Daya Manusia di Bidang Maritim Nasional dalam Perspektif Arus Perubahan Lingkungan Bisnis Global. Jurnal Manajemen Transportasi. Vol. III No.02. pp.125-138.

Werther, William B. and Davis, Keith. 1996. Human Resource and Personnel Management. McGraw-Hill.

Wexley, Kenneth N & B.A. Yukl. 1992. Organization Behaviour and Personal Psychology. Terjemahan Muh Sobaruddin. Jakarta: Rineka Cipta.

www.bandung.go.id/KIP. Disinkom : Lambannya Pelayanan Birokrasi Dapat Turunkan Kepercayaan Masyarakat. Jum'at, 15 September 2006.

W. Nikson. S. dan Nur Asikin Gatot. 2004. Analisis Tingkat Pelayanan Pelabuhan Persinggahan Terhadap Frekuensi Voyage Kapal. Warta Penelitian Perhubungan. No.3/THN XVI/2004. pp.17-38.

Page 82: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

PENGARUH JOB SATISFACTION, ORGANIZATIONAL COMMITMENT TERHADAP CUSTOMERS SATISFACTION DENGAN INTERNAL MARKETING SEBAGAI VARIABEL

MEDIASI (Studi Pada Rumah Sakit Swasta di Bandar Lampung)

Ribhan3

ABSTRAK

Pemasaran jasa akan lebih mudah dipahami dengan pendekatan elemen-elemen gabungan antara produk dan distribusi, yang menekankan pada ketergantungan yang saling menguntungkan (mutualism) antara elemen-elemen tersebut. Pendekatan ini memungkinkan manajemen untuk memfokuskan perhatian pada pentingnya peran karyawan dalam melayani konsumen.

Dalam banyak perusahaan jasa, contact employees (karyawan penghubung) merupakan potensi dari keuntungan kompetitif perusahaan. Kepuasan pelanggan, persepsi kualitas pelayanan, dan keputusan untuk loyal atau berpindah dengan penyedia layanan lain oleh pelanggan banyak dipengaruhi oleh perilaku dari para karyawan perusahaan.

Internal marketing secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasi dan kepuasan konsumen, serta kepuasan kerja secara positif juga berpengaruh terhadap komitmen organisasi

Keywords: mutualism, contact employees, customers

LATAR BELAKANG Perubahan yang mengarah pada pengakuan dari kepentingan manusia secara besar di era industri telah memimpin untuk merubah pola pikir perusahaan mengenai manajemen sumber daya manusia. Dengan sukses perusahaan tidak lagi melihat para karyawan sebagai sumber penghasilan utama yang memiliki

3 Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

Page 83: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

240

fungsi untuk menyediakan barang dan jasa. Melainkan karyawan sebagai pengkritik dari kemampuan oraganisasi untuk memberikan pelayanan. Dikebanyakan perusahaan, terutama perusahaan yang bergerak dibidang jasa, peran karyawan sangat menentukan dalam memberikan kepuasan pada pelanggan. Hal ini dikarenakan proses produksi dan konsumsi pada jasa terjadi secara simultan. Pemasaran jasa akan lebih mudah dipahami dengan pendekatan elemen-elemen gabungan antara produk dan distribusi, yang menekankan pada ketergantungan yang saling menguntungkan (mutualism) antara elemen-elemen tersebut. Pendekatan ini memungkinkan manajemen untuk memfokuskan perhatian pada pentingnya peran karyawan dalam melayani konsumen. Dalam banyak perusahaan jasa, contact employees (karyawan penghubung) merupakan potensi dari keuntungan kompetitif perusahaan. Kepuasan pelanggan, persepsi kualitas pelayanan, dan keputusan untuk loyal atau berpindah dengan penyedia layanan lain oleh pelanggan banyak dipengaruhi oleh perilaku dari para karyawan perusahaan. Contact employees memberikan keuntungan pada perusahaan dengan cara menyampaikan janji-janji perusahaan, membuat image yang diinginkan oleh perusahaan, dengan memenuhi keinginan pelanggan, dengan mempromosikan produk dan pelayanan perusahaan dan secara keseluruhan memberikan pelayanan yang lebih baik daripada perusahaan lainnya. Kegiatan manajemen pemasaran, operasi dan sumber daya manusia pada perusahaan jasa lebih saling terkait dibandingkan perusahaan manufaktur. Perusahaan jasa, para konsumen secara fisik menyaksikan operasi jasa dan berinteraksi dengan para karyawan secara langsung. Sedangkan pada prusahaan manufaktur biasanya mempunyai jarak dari titik pembelian dengan konsumsinya, dan secara substansial ada rentang waktu sebelum pembelian dan konsumsi terjadi, sehingga konsumen dapat melihat perbedaan secara jelas antara identitas manufaktur dan identitas outlet distribusi tempat produk itu dijual. Rosenbluth dan Peter dalam Kotler (2000), mengatakan bahwa jika perusahaan benar-benar ingin memuaskan pelanggannya, karyawanlah yang harus utamakan, bukan pelanggan. Lebih jauh Kotler (2000) mengungkapkan bahwa perusahaan jasa yang pengelolaannya sangat baik diyakini bahwa hubungan karyawan akan mempengaruhi hubungannya dengan pelanggan. Manajemen melaksanakan pemasaran internal (internal marketing) dan memberikan dukungan pada karyawan dan menghargai kinerja yang baik. Zeit haml dan Bitner (1996) menyatakan bahwa peran karyawan pada barisan terdepan dan yang mendukungnya (karyawan dibagian belakang), sangat penting bagi keberhasilan organisasi jasa, karena selain berperan dalam penyajian jasa, mereka juga mempengaruhi persepsi pembeli. Karyawan

Page 84: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

241

adalah jasa itu sendiri, karyawan adalah organisasi di mata konsumen, dan karyawan adalah para pemasar. Oleh karena itu, perusahaan perlu memiliki strategi-strategi yang mendukung pekerjaan karyawan dalam melakukan fungsi pemasaran. Salah satunya adalah internal marketing. Internal marketing memperlakukan karyawan dan konsumen dengan kepentingan yang setara melalui program proaktif dengan tujuan untuk mencapai tujuan organisasi. Payne (1993,dalam Farzad et.all. 2008) mengusulkan bahwa kunci tujuan dari internal marketing adalah perkembangan dalam dan luar kesadaran konsumen dan penghilangan fungsi rintangan untuk mencapai keefektifan suatu organisasi. Ketidakmampuan karyawan untuk memenuhi kewajibannya sangat merusak dalam organisasi, hasilnya kualitas pemberian pelayanan yang rendah dan biaya yang tinggi. Efek positif yang diakibatkan dari internal marketing memiliki arti karyawan akan memberikan pemasukan maksimal daripada upaya minimal, cara tersebut lebih memuaskan kebutuhan dan kemauan eksternal konsumen. Internal marketing merupakan prasyarat dari pemasaran eksternal yang efektif dan selebihnya secara relatif telah terbangun diantara tiga aliran pemikiran. Beberapa ahli-ahli (Thomas, 1978; Gronroos, 1990; Kotler, 2000) mengusulkan suatu kerangka yang konseptual dari pemasaran jasa (service) yang dikenal sebagai "Segitiga Service" untuk menyertakan konsep-konsep dari internal marketing, marketing dan interaksi external marketing kedalam suatu konsep lebih yang intensive. Dalam mengembangkan strategi pemasaran, fokus tidak hanya pada strategi pemasaran konvensional dengan tujuan tentang menyediakan jasa yang bersifat unik dan bisa diterima oleh pelanggan-pelanggan yang eksternal untuk memenangkan kesetiaan mereka. Perhatian juga diberikan kepada nilai dari karyawan, dengan tujuan mendorong meraka untuk mencapai keberhasilan individunya atauapun tujuan organisasi, mereka sebagai "modal organisasi" dari urusan bisnis. Lebih lanjut, Greene et al., (1994) menyatakan bahwa pemasaran internal adalah itu kunci dari ecxellen service dan untuk kesuksesan pemasaran eksternal. Konsep internal marketing dimulai dalam bidang penelitian pemasaran industri layanan (Berry, 1981; Gronroos, 1981), menekankan perusahaan harus menghargai dan menghormati karyawan mereka serta menghormati mereka sebagai “pelanggan internal” (Longbottom, Osseo-Asare, Chourides, & Murphy, 2006). Karyawan dilihat sebagai satu pelanggan internal organisasi, Berry (1981) karyawan dikelola dengan metode “seperti marketing”, yang memungkinkan karyawan untuk memperoleh kepuasan terhadap “produk”, atau “pekerjaan”. Berry dan Parasuraman (1991) menunjukkan bahwa “pemasaran internal” mengacu pada pertemuan antara pengembangan produk dan karyawan’ kebutuhan dalam rangka untuk menarik, berkembang, mengilhami, dan

Page 85: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

242

mempertahankan lualifikasi karyawan. Pemasaran Internal adalah filosofi manajemen dalam memperlakukan karyawan sebagai pelanggan, juga merupakan suatu pertemuan antara strategi pengembangan produk (atau pekerjaan) dengan karyawan, permintaan dalam rangka untuk memenagkan loyalitas karyawan serta komitmen organisasi (Longbottom et al., 2006). Kepuasan pekerjaan karyawan merepresentasikan sikap hubungan dan evaluasi dari karyawan terhadap lingkungan pekerjaan secara keseluruhan serta merefleksikan kesuksesan satu perusahaan dalam menyediakan suatu lingkungan tempat kerja yang secara penuh diharapkan karyawan, permintaan untuk utilisasi keterampilan, nilai sosial, prestasi, dan bertindak sebagai indikator pertimbangan untuk kewajaran serta kepantasan regulasi suatu organisasi (Shimizu, Eto, et al., 2005). Oleh karena itu, internal marketing mempunyai satu pengaruh kuat terhadap karyawan, sense of belonging, isolasi, dan motivasi kerja (Kudo et al., 2006). Konsep dimana komitmen organisasi dianggap sebagai identifikasi suatu organisasi, pertama diusulkan oleh Whyte (1956), dan diikuti oleh model causal-effect dari komitmen organisasi ketika komitmen organisasi sebagai variabel intervening, diusulkan oleh Mowday, Porter, dan Steers (1982) dan Trimble (2006). REVIEW LITERATUR 1. Konsep Internal Marketing Internal marketing (IM) pada mulanya dikemukakan sebagai suatu pendekatan bagi manajemen jasa yang berupa penanaman konsep pemasaran tradisional dan bauran pemasaran pada semua karyawan sebagai pelanggan dalam organisasi sehingga karyawan bisa meningkatkan efektivitas perusahaan dengan meningkatkan hubungan pasar internal. IM diyakini dapat meningkatkan motivasi semua anggota organisasi untuk melihat peran mereka sendiri dan memperhatikan apa yang dikehendaki konsumen dengan cara berorientasi pada pelayanan.

Orientasi pada pelanggan menuntut diterapkannya paradigma "kepuasan pelanggan untuk menghasilkan laba", sehingga pelanggan menjadi manajer suplai jasa, suatu bentuk manajemen partisipatif. IM harus dipandang sebagai suatu teknik manajemen bagi tumbuhnya motivasi dan dukungan, bukan sebagai program atau kampanye jangka pendek untuk menarik perhatian pelanggan. Pembentukan orientasi marketing bertujuan untuk menciptakan lingkungan internal yang fleksibel dan responsif, yang memelihara nilai-nilai dan perilaku yang baik, yang mencerminkan tujuan-tujuan organisasi dan sinerginya dengan pasar.

Page 86: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

243

Dalam Hwang et.all (2005) mengemukaan riset sebelumnya tentang pemasaran internal dapat dibagi menjadi empat kategori:

(1) Memeperlakukan employees sebagai satu Internal Customer, (Sasser dan Arbeit, 1976; Berry, 1981; Greene et al., 1994; Cahill, 1996; Huit et al., 2000) percaya bahwa internal marketing memandang pekerjaan sebagai produk-produk; dan karyawan sebagai pelanggan-pelanggan.

(2) Perilaku yang berorientasi pada pengembangan karyawan sebagai

pelanggan. Piercy dan Morgan (1991) mengemukakan bahwa perusahaan perlu mengadopsi suatu kerangka yang serupa dengan pemasaran eksternal dan mengembangkan suatu program pemasaran mengarah yang pada pasar dalam negeri. Tujuan tersebut adalah untuk merangsang perilaku kesadaran service dan pelanggan. (Gronroos, 1985; Heskett, 1987; Gronroos, 1994; Pfeffer dan Veiga, 1999; Conduit dan Mavondo, 2001).

(3) Orientasi pada Manajemen Sumber Daya Manusia (HRM). Menurut Yoseph

(1996), pemasaran yang internal harus disatukan dengan teori-teori HRM, teknologi dan prinsip-prinsip. Cooper dan Cronin (2000) percaya bahwa pemasaran internal terdiri atas usaha-usaha di dalam organisasi-organisasi untuk melatih dan mendorong karyawan dalam menyediakan jasa yang lebih baik.

(4) Pertukaran Internal. Bak et al. (1994)serta Cahill (1996), Pitt dan Foreman

(1999), menyatakan bahwa operasi yang efisien dari suatu hubungan pertukaran antara organisasi dan karyawan adalah gerakkan awal untuk sampai kepada tujuan perusahaan dalam pasar eksternal.

Pemasaran Internal suatu proses komunikasi, dan menciptakan budaya organisasi yang berorientasi pelanggan. Karyawan adalah dianggap sebagai mitra perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan untuk menyediakan produk dan layanan kepada pelanggan eksternal. Conduit dan Mavondo (2001) membagi aktivitas aktivitas pemasaran internal ke dalam lima konstruk berdasarkan pada tujuh kategori diusulkan oleh Gronroos (2000). Lima konstruk tersebut adalah: (1) pendidikan dan pelatihan pasar; (2) dukungan manajemen; (3) komunikasi internal; (4) manajemen personalia; dan (5) keterlibatan karyawan dalam komunikasi eksternal.

2. Kupasan Kerja (Job Satisfaction) Kepuasan kerja didefinisikan sebagai perasaan senang atau tidak senang (favorable or infavorahle) seseorang berkenaan dengan pekerjaannya (Davis dan Newstrom, 2001) atau sikap seseorang secara umum terhadap

Page 87: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

244

pekerjaannya (Robbins, 1996). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan variabel sikap (attitude), yang berkaitan dengan perasaan karyawan terhadap pekerjaannya. Oleh karena menggambarkan perasaan, maka mengacu komponen sikap, kepuasan kerja merupakan komponen afeksi. Sikap atau afeksi tersebut terbentuk sebagai hasil evaluasi terhadap pengalaman aspek-aspek pekerjaannya. Para ilmuwan perilaku organisasi memberikan penjelasan yang beragam terhadap dimensi-dimensi atau faktor-faktor apa saja yang menentukan kepuasan kerja. Seperti pendapat Davis dan Newstrom (2001), yang menyatakan bahwa kepuasan menyangkut banyak dimensi, namun pada umumnya menyangkut dua aspek, yaitu kepuasan terbadap pekerjaan itu sendiri dan kepuasan terhadap lingkungan tugasnya rekan kerja, kondisi kerja, penyelia dan organisasi. Robbins (1996), menyatakan elemen-elemen kepuasan kerja yang lazim digunakan meliputi "'tipe kerja, rekan sekerja, tunjangan, diperlakukan dengan hormat dan adil, keamanan kerja, peluang menyumbangkan gagasan, upah, pengakuan akan kirierja, dan kesempalan untuk maju". Faktor-faktor tersebut dapat diikhtisarkan dalam empat faktor, yaitu kerja yang secara mental menantang, imbalan yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, dan rekan sekerja yang mendukung. Lebih lanjut, para ahli teori psikologi dan perilaku organisasi, berpendapat bahwa kepuasan kerja menyeluruh (overall) ditentukan oleh beberapa kombinasi dari beragam aspek (facets) pekerjaan, seperti upah, rekan kerja, dan penyelia (Richards, et. all., 2002). Porter dan Lawler's (1968) definisi kepuasan pekerjaan meliputi kepuasan internal (Internal Satisfaction) dan eksternal (External Satisfaction). Kepuasan Internal mengacu pada penyebab yang menciptakan kepuasan pekerjaan, dan mempunyai hubungan dekat pada pekerjaan itu sendiri. Dengan kata lain, tingkat kepuasan dicapai melalui pekerjaan itu sendiri, melalui perasaan dari prestasi, pertumbuhan, mengagumi diri sendiri, kemerdekaan, dan kontrol perasaan (Shimizu, Feng, & Nagata,2005; Shimizu, Eto, et al., 2005). Sedangkan kepuasan eksternal, adalah secara tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri, dan meliputi beberapa segi seperti lingkungan kerja baik, kesejahteraan, gaji tinggi, promosi, dan lain-lain. 3. Komitmen Organisasional (Organizational Commitment) Komitmen merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi (Gibson, Ivancevich, &

Page 88: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

245

Donnelly, 1995). Buchanan, 1974 (dalam Vanderberg & Lance, 1992) mengatakan bahwa komitmen merupakan sebuah sikap dan perilaku yang saling mendorong (reinforce) antara satu dengan lainnya. Karyawan yang komit terhadap organisasi, akan menunjukkan perilaku dan sikap yang positif terhadap organisasinya, sehingga mereka merasa senang dalam bekerja, mereka akan melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik yang akhirnya diharapkan dapat memberikan pelayanan dan kepuasan kepada konsumen eksternal. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara komitmen organisasional, keefektifan organisasi dan perilaku karyawan. Hasil riset yang dilakukan Mowday et al (1982; pada Gibsons, 1995) menunjukkan bahwa tidak adanya komitmen dapat mengurangi keefektifan organisasi. Mowday, et. all. (1982), di atas ada tiga komponen untuk melihat komitmen organisasi individu, yaitu: (1) keyakinan dan penerimaan yang kuat oleh individu terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi; (2) kesediaan untuk berupaya lebih keras demi mencapai tujuan organisasi; dan (3) keinginan kuat tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Pandangan Mowday, ei. al. (1982) ini didukung oleh Robbins (1996) yang mendefinisikan komitmen organisasi sebagai "suatu keadaan di mana karyawan memihak kepada organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi itu." Pandangan komperhensif adalah melihat komitmen organisasional sebagai konstruk yang multidimensi (Brown dan Gaylor, 2002). Pandangan ini tercermin dari pendapat Allen dan Meyer (1990) yang mengklasifikasikan komitment organisasional dalam tiga dimensi, yaitu: komitmen afektif (affective commitmeni), komitment berkelanjutan (continuance commitment), dan komitmen normatif (normiative commitment). Pendapat Allen dan Meyer tersebut, dapat diinterpretasi bahwa keputusan seseorang tetap bertahan di organisasi memiliki motivasi yang berbeda-beda. Seseorang dengan komitmen efektif yang kuat, bertahan di organisasi, karena memang dia menyukai organisasi itu, sedangkan seseorang dengan komitmen continuance yang kuat, bertahan di organisasi, karena alasan kebutuhan hidup sebagai dorongan utama, adapun seseorang dengan komitmen normatif yang kuat, tetap bertahan di organisasi, karena alasan moralitas. Namun demikian, apapun sumber komitmen, secara substansial wujud komitmen adalah sama yaitu penerimaan individu terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi, kesediaan individu berupaya untuk mencapai tujuan organisasi, keinginan tetap

Page 89: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

246

mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Oleh karena itu, pada penelitian ini konstruk komitmen dioperasionalkan sebagai single construct. Allen dan Meyer (1990) mengembangkan skala pengukuran komitmen organisasional yang disebut Organizational (Commitment Quisteionaire (OCQ) dalam 20 item pernyataan. Komitraen afektif dicirikan oleh keikatan (attachment) emosional atau psikologis kepada organisasi (Allen dan Meyer, 1990; LaMaslro, 1999). Dimensi komitmen afektif di atas sinonim dengan faktor identifikasi (Scholl, 1981) atau motivasi yang bersumber dari goal internalization (Leonard, et. a/, 1999). Menurut Scholl (1981) konstruk identifikasi sebagai sumber komitmen organisasional ddandasi fakta bahwa tempat kerja merupakan sumber dari sebagian besar status dan idetititas kebanyakan orang. Semakin kuat kedekatan identitas seseorang dengan identitas sosialnya (orang dalam organisasi), maka semakin sulit identitas orang tersdnit untuk beiubah, dengan kata lain semakin sulit orang tersebut untuk keluar dari organisasi. Lebih lanjut, semakin kuat identifikasi seseorang dengan organisasi, maka semakin kuat motivasi orang tersebut dalam menjalankan tugas-tugas pekerjaan (Scholl, 1981). Allen dan Meyer (1990) menggunakan indikator dalam mengukur dimensi komitmen afektif, antara lain: merasa menjadi anggota keluarga organisasi, secara emosional merasa memiliki ikatan dengan organisasi, dan perasaan ikut memiliki organisasi. Continuance commitment diartikan tetap bertahan dalam organisasi, merupakan kebutuhan bagi individu, dilandasi pertimbangan bahwa seseorang sudah terlalu besar menginvestasikan sumberdaya,kapasitas pribadi(pengetahuan dan keterampilan) pada organisasi, sehingga sangat berisiko/mahal jika dia harus keluar dari organisasi (Allen dan Meyer, 1990). Faktor utama yang melandasi continuance commitment adalah investasi sumber daya individual dalam organisasi dan keterbatasan alternatif (lack o/ aliernatives) jika harus keluar organisasi (Scholl,1981, Allen dan Meyer,1990). Jelas bahwa yang menjadi dasar dari komitmen continuance adalah pertimbangan untung-rugi (cost and benefits), sehingga dimensi ini disebut juga komitmen kalkulatif (Scholl, 1981). Scholl (1981) menunjukkan bukti bahwa semakin besar investasi seseorang dalam organisasi, semakin knat orang tersebut mempertahankan perilaku dan semakin kecil kecenderungan keluar dari organisasi. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengoperasionalisasikan konstruk investasi antara lain umur, pendidikan, dan masa jabatan (tenure). Faktor investasi ini akan memperkuat keterikatan seseorang pada organisasi, ketika apa yang diharapkan tidak memuaskan. Pada konteks lebih luas, investasi juga dapat dimaknai sebagai rendahnya niotivasi untuk beralih ke altematif,

Page 90: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

247

karena semakin besar investasi seseorang pada organisasi, umumnya diikuti pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan individu yang semakin spesifik, sehingga kecenderungan untuk pindali ke organisasi lain semakin berkurang, karena keahlian spesifik yang dimiliki cenderung sulit ditransfer ke pekerjaan lain atau organisasi lain. Allen dan Meyer (1990) menggunakan indikator dalam mengukur dimensi komitmen continuance, antara lain kerugian yang sangat besar bagi individu jika keluar dari organisasi; sulit keluar dari organisasi sekalipun menginginkannya; dan pertimbangan utama bertahan di organisasi karena sulit mencari alternatif lain. Normative commitment (komitmen normatif) adalah komitmen individu pada organisasi karena adanya dorongan keyakinan seseorang untuk bertanggung jawab secara moral bahwa selayaknya harus loyal atau setia kepada organisasi (Allen dan Meyer, 1990, Brown dan Gaylor, 2002). Faktor utama yang menjadi landasan komitmen normatif adalah reciprocity (perasaan balas budi) (Scholl, 1981). Scholl (1981) menegaskan reciprocity merupakan norma universal, dalam setiap interaksi timbal balik antar manusia. Seseorang selayaknya membantu orang lain yang pernah membantu, dan tidak selayaknya mencelakakan orang lain yang pernah membantu (Scholl, 1981). Konsep komitmen organisasi telah menjadi satu topik penelitian penting dalam bidang perilaku organisasi sejak pertama diusulkan oleh Whyte (1956). Porter, Steers, Mowday, dan Boulian (1974, dalam Chang, 2007) mengusulkan dimana komitmen organisasi adalah derajat identifikasi seorang individu dan kepatuhannya pada satu organisasi, secara spesifik komitmen organisasi meliputi: (1) value commmitment: keyakinan yang kuat terhadap organisasi, penerimaan terhadap organisasi, objektif dan nilai organisasi; (2) effort commitment: kesediaan untuk mendedikasikan usaha yang lebih besar untuk mendapat manfaat organisasi; (3) retention commitment: kesediaan untuk tinggal sebagai seorang anggota dari satu organisasi(Lambert et al., 2006; Lumut, McFarland, Ngu, & Kijowska, 2007, dalam Chang, 2007).

4. Internal Marketing Sebagai Sarana Untuk Mencapai Kepuasan Pelanggan

(Customers Satisfaction) Kepuasan pelanggan tidak hanya ditentukan oleh kualitas produk maupun atribut-atribut yang lain, namun lebih ditentukan oleh kualitas pelayanan yang baik. Karyawan memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan. Untuk itu karyawan hendaknya didorong untuk melihat diri mereka sendiri dan bisnis serta organisasinya sebagaimana pelanggan melihat mereka, dan praktek marketing disebarkan ke seluruh bagian organisasi.

Page 91: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

248

Manajer sebagai pengalokasi sumber daya dan pengambil keputusan dikelola oleh para pelanggan internal dan menjadi fasilitator pelayanan pelanggan yang baik. Semua harus memiliki tanggung jawab dan otoritas bagi kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan mencakup kualitas pelayanan internal yaitu pengambilan keputusan strategis dan kemampuan operasional melalui penggunaan pilihan strategis, dan kualitas pelayanan eksternal, yang dalam hal ini manajemen diharapkan oleh pelanggan menyadari peran persepsi pelanggan dan secara aktif selalu berusaha memahami dan memenuhi kebutuhan dengan membina hubungan yang erat dengan para pelanggan. Formulasi dan implementasi strategi harus didasarkan pada marketing sehingga bisa memastikan bahwa perubahan organisasi yang terjadi selalu digerakkan oleh pasar dan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Schroeder (2000) menyatakan bahwa kunci untuk mencapai profitabilitas jasa dikaitkan dengan fokus pada pelanggan dan karyawan sebagai bagian yang terpenting. Manajemen sering hanya berfokus pada seperangkat tujuan atau posisioning jasa tanpa memperhatikan permasalahan sebenarnya. Manajer sebaiknya berfokus pada karyawan lini depan yang menyajikan jasa, teknologi yang mendukungnya, pelatihan dan kepuasan pelanggan. Loyalitas pelanggan dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan. Jika pelanggan merasa puas, mereka tidak hanya akan melakukan pembelian ulang tapi mereka juga akan memberitahukannya pada orang lain sehingga hal ini kiranya akan lebih efektif dibandingkan program promosi yang lain. Selanjutnya, kepuasan pelanggan ini dipengaruhi juga oleh external service value, yaitu keuntungan yang diperoleh pelanggan dari seluruh biaya yang dikeluarkannya untuk memperoleh jasa tersebut yang tidak hanya menyangkut harga, tapi juga mencakup biaya-biaya untukmencapai lokasi serta menunggu (antrian), termasuk juga perbaikan/pemecahan-pemecahan masalah berkenaan dengan jasa tersebut. Karyawan yang produktif akan menurunkan biaya operasi dan menjamin kepuasan pelanggan jika didukung oleh sistem manajemen dan teknologi yang tepat. Sedangkan retensi karyawan dan tingkat turnover karyawan yang rendah dapat meningkatkan produktivitas dan nilai pelanggan. Studi tradisional mengenai biaya turnover karyawan selama ini hanya memperhitungkan biaya rekrutmen, penggajian dan training replacements. Padahal, dalam kenyataannya, justru biaya terbesar adalah menurunnya produktivitas dan kepuasan pelanggan akibat adanya karyawan baru. Retensi karyawan dan produktivitasnya ditentukan oleh kepuasan karyawan. Kepuasan karyawan ini dapat dicapai melalui internal service quality, yang meliputi seleksi karyawan, workplace design, reward systems dan peralatan

Page 92: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

249

komputer yang mendukung. Para pekerja akan merasa puas dengan pekerjaan mereka jika mereka merasa bahwa mereka bisa bertindak untuk kepentingan pelanggan, sehingga akan menciptakan kepuasan karyawan maupun kepuasan pelanggan. Hal itu bisa tercapai antara lain dengan memberi kebebasan pada karyawan lini depan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya untuk segera memenuhi kebutuhan pelanggan. Marriot dalam Yazid (1999), mengatakan bahwa untuk memuaskan konsumen, manajemen harus memuaskan karyawannya terlebih dulu. Konsumen yang terpuaskan merupakan dasar yang dapat diandalkan bagi perusahaan untuk mempertahankan karyawan. etiap orang suka bekerja di perusahaan yang konsumennya merasa puas dan loyal. Pekerjaan yang dilakukan dengan perasaan senang/bahagia akan lebih memuaskan. Karyawan akan memiliki kesempatan untuk memperkuat hubungan dengan konsumen baru dan selanjutnya konsumen juga akan lebih terpuaskan dan dapat menjadi pelanggan yang loyal. Loyalitas karyawan akan meningkatkan profitabilitas perusahaan karena karyawan yang bekerja lebih lama biasanya kualitas pelayanannya juga akan meningkat dan dapat mengurangi biaya turnover karyawan. Konsep IM bisa diartikan memberikan hubungan antara kemampuan organisasi dengan kebutuhan dan keinginan pasar. Artinya organisasi dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan bisnisnya dalam memberikan nilai tambah bagi para pelanggannya. IM merupakan senjata yang strategis yang membantu mencapai kualitas pelayanan yang sangat baik sehingga menciptakan kepuasan pelanggan yang lebih baik pula. Dalam IM, "produk"nya bukan hanya suatu rencana tertentu yang dibuat oleh manajer kepada para pelanggan internalnya. Mekanisme IM memastikan bahwa melalui riset pasar internal dan desain pelayanan dan produk internal yang responsif, pelanggan internal (karyawan) memperoleh sumber daya dan dukungan yang mereka perlukan untuk bisa melayani pelanggan dengan cara terbaik, yang hanya bisa diwujudkan bila mereka terdorong untuk melakukannya. Komunikasi dua arah mengenai kebutuhan dan keinginan pelanggan serta umpan balik mengenai kinerja dan kepuasan kerja sangat diperlukan.

5. Kepuasan Pelanggan (Customers Satisfaction)

Kepuasan pelanggan (Customer Satifaction) atau sering disebut juga dengan Total Customer Satisfaction menurut Barkelay dan Saylor (1994:82) merupakan fokus dari proses Costomer-Driven Project Management (CDPM), bahkan dinyatakan pula bahwa kepuasan pelanggan adalah kualitas. Begitu juga definisi singkat tentang kualitas yang dinyatakan oleh Juran (1993:3) bahwa kualitas adalah kepuasan pelanggan. Menurut Kotler yang dikutip Tjiptono (1996:146) bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang

Page 93: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

250

setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Kualitas termasuk semua elemen yang diperlukan untuk memuaskan tujuan pelanggan, baik internal maupun ekternal, juga termasuk tiap-tiap item dalam produk kualitas, kualitas layanan, performance, availibility, durability, aesthetic, reability, maintainability, logistic, supprtability, costomer service, training, delivery, billing, shipping, repairing, marketing, warranty, dan life cycle cost. Pengertian kepuasan pelanggan, tidak mudah untuk dirumuskan, sebab menurut Susan Fournier dan David Glen Mick (dalam Doelhadi, 2006), kepuasan pelanggan, digambarkan, sebagai: 1) Merupakan proses yang dinamis. 2) Kepuasan memiliki dimensi sosial yang kuat. 3) Di dalam ke puasan mengandung komponen makna dan emosi

yang integral. 4) Proses kepuasan bisa bergantung pada konteks dan saling berhubungan

antara berbag ai paradigma, model deng an mode. 5) Ke puasan pr oduk selalu berkaitan dengan kepuasan hidup dan

kualitas hidup itu sendiri.

Richard Oliver ( James G. Barnes, 2001), menyatakan bahwa kepuasan elanggan, sebenarnya merupakan tanggapan yang diberikan oleh pelanggan (customer) atas terpenuhinya kebutuhan, sehingga memperoleh kenyamanan. Dengan pengertian itu, maka penilaian terhada p sua tu bentuk keistime-waan/ kelebihan dari suatu barang/jasa ataupun barang/jasa itu sendiri, dapat memberikan suatu tingkat ke nyamanan yang berhubungan dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan harapan, atau pemenuhan kebutuhan yang dapat melebihi harapan pelanggan. Kunci utama yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, adalah interaksi antara produsen/perusahaan dengan pelanggan yang mempunyai kualitas rangsangan terhadap perasaan nyaman, yang dirasakan oleh pelanggan. Dengan keadaan itu, maka faktor yang dapat mempengaruhi dapat diidentifikasi dalam 5 level, yang di dalamnya akan melibatkan semakin banyak kontak antar pribadi dengan para karyawan dan penyedia jasa. Ke-lima level yang dimaksudkan adalah :

1) Produk atau jasa inti. 2) Sistem dan pelayanan pendukung. 3) Performa teknis.

Page 94: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

251

4) Elemen interaksi dengan pelanggan. 5) Elemen emosional – Dimensi Afektif Pelayanan. (Barnes, 2001).

6. Hubungan job satisfaction, organizational commitment dan customers satisfaction dalam internal marketing.

Sudut pandang yang diterima secara luas adalah bahwa kepuasan kerja mempengaruhi komitmen karyawan dalam satu organisasi (Mowday et al., 1982; Trimble, 2006). Sejalan dengan ilmuwan yang mendukung perspektif ini, konsep dari kepuasan kerja cenderung diciptakan dari satu sudut pandang mikro, sementara komitmen organisasi adalah diciptakan dari satu sudut pandang makro (Lambert et al., 2006). Dalam penelitian mereka, korelasi antara persepsi pemasaran dan kepuasan kerja internal, Berry dan Parasuraman (1991) menunjukkan perusahaan harus mempromosikan layanan kepada karyawan internal dan membolehkan untuk mendapatkan kesenangan mereka dalam berekrja sebelum karyawan mampu menyediakan layanan efektif kepada pelanggan eksternal perusahaan. Pemasaran Internal mengacu pada aplikasi dari konsep pemasaran kepada satu manajemen internal organisasi (Longbottom et al., 2006). Kohli dan Jaworski (1990) mencatat bahwa karyawan dari satu organisasi dengan konsep pemasaran internal sebagai filosofinya akan mempunyai kepuasan pekerjaan dan komitmen organisasi yang lebih tinggi (Trimble, 2006). Disisi lain, kepuasan pelanggan tidak hanya ditentukan oleh kualitas produk maupun atribut-atribut yang lain, namun lebih ditentukan oleh kualitas pelayanan yang baik. Karyawan memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan. Schroeder (2000) menyatakan bahwa kunci untuk mencapai profitabilitas perusahaan dikaitkan dengan fokus pada pelanggan dan karyawan sebagai bagian yang terpenting. Internal marketing merupakan senjata yang strategis yang membantu mencapai kualitas pelayanan yang sangat baik sehingga menciptakan kepuasan pelanggan yang lebih baik pula. Dalam internal marketing, "produk"nya bukan hanya suatu rencana tertentu yang dibuat oleh manajer kepada para pelanggan internalnya. Mekanisme internal marketing memastikan bahwa melalui riset pasar internal dan desain pelayanan dan produk internal yang responsif, pelanggan internal (karyawan) memperoleh sumber daya dan dukungan yang mereka perlukan untuk bisa melayani pelanggan dengan cara terbaik, yang hanya bisa diwujudkan bila mereka terdorong untuk melakukannya.

Page 95: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

252

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS Dalam perusahaan yang bergerak di bidang jasa, peran karyawan sangat menentukan dalam memberikan kepuasan pada pelanggan. Hal ini dikarenakan proses produksi dan konsumsi pada jasa terjadi secara simultan. Pemasaran jasa akan lebih mudah dipahami dengan pendekatan elemen-elemen gabungan antara produk dan distribusi, yang menekankan pada ketergantungan yang saling menguntungkan (mutualism) antara elemen-elemen tersebut. Pendekatan ini memungkinkan manajemen untuk memfokuskan perhatian pada pentingnya peran karyawan dalam melayani konsumen. Pemasaran Internal suatu proses komunikasi, dan menciptakan budaya organisasi yang berorientasi pelanggan. Karyawan adalah dianggap sebagai mitra perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan untuk menyediakan produk dan layanan kepada pelanggan eksternal. Schroeder (2000) menyatakan bahwa kunci untuk mencapai profitabilitas jasa dikaitkan dengan fokus pada pelanggan dan karyawan sebagai bagian yang terpenting. Manajemen sering hanya berfokus pada seperangkat tujuan atau posisioning jasa tanpa memperhatikan permasalahan sebenarnya. Manajer sebaiknya berfokus pada karyawan lini depan yang menyajikan jasa, teknologi yang mendukungnya, pelatihan dan kepuasan pelanggan. Loyalitas pelanggan dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan. Jika pelanggan merasa puas, mereka tidak hanya akan melakukan pembelian ulang tapi mereka juga akan memberitahukannya pada orang lain sehingga hal ini kiranya akan lebih efektif dibandingkan program promosi yang lain. Sehinga, kepuasan pelanggan tidak hanya dipengaruhi oleh external service value, tapi juga dipengaruhi bagaimanan kepuasan karyawan dan komitmen organisasi serta internal marketing. Internal marketing merupakan senjata yang strategis yang membantu mencapai kualitas pelayanan yang sangat baik sehingga menciptakan kepuasan pelanggan yang lebih baik pula. Dalam internal marketing, "produk"nya bukan hanya suatu rencana tertentu yang dibuat oleh manajer kepada para pelanggan internalnya. Mekanisme internal marketing memastikan bahwa melalui riset pasar internal dan desain pelayanan dan produk internal yang responsif, pelanggan internal (karyawan) memperoleh sumber daya dan dukungan yang mereka perlukan untuk bisa melayani pelanggan dengan cara terbaik, yang hanya bisa diwujudkan bila mereka terdorong untuk melakukannya.

Page 96: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

253

Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Internal marketing berpengaruh positif terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)

2. Internal marketing berpengaruh positif terhadap Komitmen Organizasional (Organizational Commitment)

3. Internal marketing berpengaruh positif terhadap Kepuasan Konsumen (Customers Satisfaction)

4. Kepuasan kerja (Job Satisfaction) berpengaruh potif terhadap Komitmen Organisasional (Organizational Commitment)

5. Kepuasan kerja (Job Satisfaction) berpengaruh positif terhadap Kepuasan Konsumen (Customers Satisfaction)

Gambar 1. Model Penelitian METODELOGI PENELITIAN Pengumpulan Data dan Sampling Dalam suatu penelitian, populasi yang dipilih mempunyai hubungan yang erat dengan masalah yang diteliti. Populasi merupakan jumlah keseluruhan unit analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan (Cooper & Emory, 1995). Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat tetap di rumah sakit umum abdoel moeloek sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di Lampung. Metode pengumpulan data dengan metode survey, pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode purposive sampling artinya hanya perawat tetap pada di rumah sakit umum abdoel muluk. Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 perawat (perawat tetap) pria dan wanita di Rumah Sakit Umum Abdul Muluk (RSUAM) Provinsi

Kepuasan Konsumen

Kepuasan Kerja

Komitmen Organisasi

H2

H4

H1

H5

H3

Internal Marketing

Page 97: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

254

Lampung untuk merespon variabel internal marketing, kepuasn kerja dan komitmen organisasi. Sedangkan untuk variabel kupuasan konsumen (customers satisfaction) diambil dari 200 responden pasien atau konsumen pengguna jasa RSUAM yang sedang menggunakan produk atau jasa. Responden diminta berpartisipasi untuk merespon dan memberi indentitas diri mereka mengenai usia, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja di organisasi. Kuesioner penelitian diberikan langsung pada perawat RSUAM yang terpilih. Agar kuesioner terisi dengan lengkap dan dapat kembali kepada peneliti sebanyak mungkin maka dilakukan pemantauan dengan cara menghubungi organisasi tersebut atas kesediaan responden untuk mengisi dan mengembalikan kuesioner penelitian. Instrument Penelitian Internal marketing, Conduit dan Mavondo (2001) membagi aktivitas aktivitas pemasaran internal ke dalam lima konstruk berdasarkan pada tujuh kategori diusulkan oleh Gronroos (2000). Lima konstruk tersebut adalah: (1) pendidikan dan pelatihan pasar; (2) dukungan manajemen; (3) komunikasi internal; (4) manajemen personalia; dan (5) keterlibatan karyawan dalam komunikasi eksternal. Dalam peneltian ini menggunakan skala likert 5 poit ( sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju) Job Satisfaction, Porter dan Lawler's (1968, dalam Chang, 2007) definisi kepuasan pekerjaan meliputi kepuasan internal (Internal Satisfaction) dan eksternal (External Satisfaction). Kepuasan Internal mengacu pada penyebab yang menciptakan kepuasan pekerjaan, dan mempunyai hubungan dekat pada pekerjaan itu sendiri. Dengan kata lain, tingkat kepuasan dicapai melalui pekerjaan itu sendiri, melalui perasaan dari prestasi, pertumbuhan, mengagumi diri sendiri, kemerdekaan, dan kontrol perasaan (Shimizu, Feng, & Nagata,2005; Shimizu, Eto, et al., 2005, dalam Chang, 2007). Sedangkan kepuasan eksternal, adalah secara tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri, dan meliputi beberapa segi seperti lingkungan kerja baik, kesejahteraan, gaji tinggi, promosi, dan lain-lain. Pengukuran nya dengan menggunakan skala likert 5 point (sangat tidak puas sampai dengan sangat puas) Organizational Commitment, Porter, Steers, Mowday, dan Boulian (1974, dalam Chang, 2007) mengusulkan dimana komitmen organisasi adalah derajat identifikasi seorang individu dan kepatuhannya pada satu organisasi, secara spesifik komitmen organisasi meliputi: (1) value commmitment: keyakinan yang kuat terhadap organisasi, penerimaan terhadap organisasi, objektif dan nilai organisasi; (2) effort commitment: kesediaan untuk mendedikasikan usaha yang lebih besar untuk mendapat manfaat organisasi; (3) retention commitment: kesediaan untuk tinggal sebagai seorang anggota dari satu organisasi(Lambert

Page 98: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

255

et al., 2006; Lumut, McFarland, Ngu, & Kijowska, 2007, dalam Chang, 2007). Pengukurannya dengan menggunakan skala likert 5 poit (sangat tidak setuju sampai sangat setuju). Consomers Satisfaction, menurut Kotler yang dikutip Tjiptono (1996:146) bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka untuk kepentingan penelitian ini dapat ditetapkan faktor-faktor yang ada relevansinya dengan penelitian ini dan disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti,yaitu (1) faktor keandalan (reliability), (2) faktor ketanggapan (responsivenes), (3) faktor keyakinan (assurance), (4) faktor empati (emphaty), dan (5) faktor berwujud (tangible). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien atau konsumen pengguna jasa rumah sakit. Pengukuran dengan skala likert 5 point (sangat tidak puas sampai sangat puas). Reliability dan Validity Pengukuran.

Uji Validitas Uji validitas dimaksudkan untuk memastikan seberapa baik suatu instrumen mengukur konsep yang seharusnya diukur. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukurnya secara tepat dan benar. Dengan mempergunakan instrumen penelitian yang memiliki validitas tinggi, hasil penelitian mampu menjelaskan masalah penelitiannya sesuai dengan keadaan atau kejadian yang sebenarnya. Sebuah skala pengukuran yang valid adalah ukuran skala ketika itu diharapkan untuk mengukur (Davis, 2005). Aspek kunci dari validity penelitian ini adalah konstruk validity. Konstruk validity adalah tingkat dimana satu set item pengukuran benar-benar merefleksikan konstruk laten dari teori yang dirancang untuk mengukur (Hair et al. 2006, p.776). Sesuai dengan Hair. et al. (2006), rules of thumb dari validitas konstruk: (1) standardized loading estimates harus 0.5 atau lebih tinggi, (2) average variance extracted harus 0.5 atau lebih besar, (3) perbedaan rata-rata untuk dua faktor-faktor harus lebih besar dari square of the correlation antara kedua faktor-faktor, dan (4) konstruk reliabilitas harus 0.7 atau lebih tinggi. Uji Reliabilitas. Reliabilitas instrumen adalah kejituan atau ketepatan instrumen pengukur (Kerlinger, 1986). Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan

Page 99: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

256

ketepatan pengukuran, bila pengukuran dilakukan pada objek yang sama berulang kali dengan instrumen yang sama. Pengujian reliabilitas ditunjukkan oleh koefisien cronbach alpha. Semakin mendekati 1,00 maka semakin tinggi konsistensi jawaban skor butir-butir pertanyaan atau makin dapat dipercaya, reliabilitas yang kurang dari 0,6 adalah kurang baik, 0,7 dapat diterima dan diatas 0,8 adalah baik (Sekaran, 1992). The goodness of measures dalam penelitian ini adalah dikaji melalui reliability dan validity. Reliability adalah didefinisikan sebagai konsistensi dan stabilitas suatu skor dari satu skala pengukuran (Davis, 2005). Reliability adalah diukur dengan menerapkan beberapa test: Cronbach,s Alpha dan average variance extracted (AVE). The cut-off point sebesar 0.7 (Hair, Black, Babin, Anderson, and Tatham 2006; Bagozzi, Davis and Warshaw 1992). Analisi factor dan analisa reliabilitas secara umum terlihat dalam tabel 1. berikut: Tabel 1. Hasil Pengujian Validitas dan Reliablitas Instrumen Penelitian

Konstruk dan Nama faktor Faktor Loading Cronbach Alpha

Job Satisfaction (JS) 0.817

Internal JS 0.899

Eksternal JS 0.899

Organizational Commitment (OC) 0.833

Value OC 0.912

Effort OC 0.926

Retention OC 0.857

Internal Marketing (IM) 0.805

HRM 0.733

Ekasternal Komunikasi 0.711

Internal Komunikasi 0.957

Training and Education 0.799

Customers Satisfaction (CS) 0.899

Produk dan jasa 0.868

Sistem Pelayanan Pendukung 0.797

Kinerja Teknis 0.674

Elemen Interaksi 0.823

Elemen Emosi-Afekti 0.934

Analisa Data Untuk menguji hipotesis serta menghasilkan suatu model yang fit, metode analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM) dengan dibantu program aplikasi AMOS yang merupakan teknik multivariate dengan

Page 100: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

257

mengkombinasikan aspek-aspek multiple regression. Analysis of Moment Structure (AMOS) merupakan salah satu program untuk mengolah model-model yang multidimensi dan berjenjang. Menurut Hair, Anderson, Tatham, dan Black (1998) Structural Equation Modelling (SEM) atau Analysis of Moment Structure (AMOS) digunakan untuk mengestimasi serangkaian persamaan regresi berganda yang berpisah, tapi saling berhubungan secara bersamaan (simultaneously). Structural Equation Modelling (SEM) bias terdapat beberapa variabel endogenous (dependen) dan variabel endogenous ini bias menjadi variabel exogenous (independen) bagi varaibel endogenous yang lain. SEM adalah satu teknik multivariate yang mempunyai kemampuan ke mengkaji kecocokan (Fit) secara simultan dan model pengukuran serta model struktural (Landis, Beal, dan Tesluk 2000). Lima indeks yang digunakan untuk mengkaji goodness of fit dari model struktural: (1) CMIN/DF, (2) GFI, (3) AGFI, (4) RMSEA, dan (5) RMR. Langkah-langkah dalam Structural Equation Modelling (SEM) adalah: 1. Mengembangkan teori-teori yang mendasari model penelitian yang akan digunakan.

2. Membuat diagram path, yaitu dengan menetapkan variabel exogenous dan variabel endogenous yang dikembangkan dalam sebuah diagram path. Asumsi yang mendasari dalam penyusunan diagram path adalah (a) semua hubungan causal ditunjukkan dengan didasari oleh teori-teori yang ada. Hal ini sangat penting untuk membenarkan hubungan antara dua variabel. (b) hubungan causal haruslah atau diasumsikan sebagai hubungan yang linier.

3. Memasukan diagram path kedalam serangkaian struktur model dan pengukuruan model. Setelah mengembangkan model yang didasari teori-teori atau penelitian sebelumnya, kemudian mengembangkan model tersebut kedalam bentuk yang lebih formal yaitu dengan cara: (a) structural model, dengan mentransfer diagram path kedalam serangkaian structural equations yang jelas, (b) measurement model, dan (c) mengkorelasikan antara konstruk-konstruk dan indikator-indikator yang ada.

4. Pengukuran Goodness of Fit untuk Structural Equation Modelling (SEM). Secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:

a. Measures of Absolute Fit, diantaranya:

- Chi-Square Statistic: model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya rendah.

Page 101: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

258

- Goodness of Fit Index (GFI): untuk menunjukkan derajat kecocokan model secara keseluruhan, merupakan ukuran nonstatistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit).

- Root Mean Square Residual (RMSR) - Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA): indeks yang dapat

digunakan untuk mengkompensasikan chi-square statistik dalam sample yang besar.

b. Incremental Fit Measures, diantaranya:

- Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) : tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90.

- Tucker-Lewis Index (TLI): indeks yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan diterimanya sebuah model adalah ≥ 0,95.

c. Persimonious Fit Measure, diantaranya: - Persimonious Normed Fit Index - Persimonious Goodness of Fit Index

Model persamaam struktural yang baik dengan menggunakan analysis of moment structure (AMOS) adalah ditandai dengan pertimbangan kriteria-kriteria (Arbuckle, 1997; pada Ferdinand, 2000): 1. Degree of freedom (DF) harus positif. 2. Chi-square – Significance Probability yang disyaratkan adalah lebih besar atau

sama dengan 0,05 ( ≥ 0,05 ). 3. Incremental fit untuk GFI (Goodness of Fit Index), AGFI (Ajusted Goodness of

Fit Index) lebih besar atau sama dengan 0,90 ( ≥ 0,90 ); Tucker-Lewis Index (TLI) lebih besar atau sama dengan 0,95 dan Normed Fit Index (NFI) lebih besar atau sama dengan 0,94.

4. Nilai Root Mean Square Residual (RMR) dan Root Mean Square Error of

Approximation ( RMSEA) yang rendah, lebih kecil atau sama dengan 0,08 ( ≤ 0,08 ).

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Responden 200 kuesioner yang disebar pada perawat RSUAM Provinsi Lampung, yang kembali pada peneliti sebanyak 130 kuesioner (respon rate 65%). Dari 130 kuesioner yang terkumpul terdapat 8 kuesioner yang tidak terisi lengkap,

Page 102: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

259

sehingga total kuesioner yang dapat dianalisis adalah sebanyak 122 kuesioner. Deskripsi responden yang terkumpul, terlihat dalam tabel berikut: Tabel 2. Deskripsi Responden Internal Konsumen dan Eksternal Konsumen

Kosumen Internal Konsumen Ekternal

Identitas Jumlah % Identitas Jumlah %

Jenis Kelamin Laki-Laki 30 24.6 Jenis Kelamin Laki-Laki 46 37.7

Prempuan 92 75.4 Perempuan 76 62.3

Usia <30 33 27.0 Usia <30 48 39.3

31 - 40 29 23.8 31 - 40 35 28.7

41 - 50 48 39.3 41 - 50 13 10.7

>50 12 9.8 >50 26 21.3

Pendidikan SLTA 10 8.2 Asal Daerah LK 77 63.1

D3 76 62.3 DK 45 36.9

S1 35 28.7 LK = Luar Kota

s2 1 0.8 DK = Dalam Kota

Masa Kerja < 5 25 20.5

5-10 13 10.7

11 - 20 53 43.4

>20 31 25.4

Pengujian Hipotesis Dengan menggunakan model SEM dengan software AMOS 4.0 diperoleh hasil sebagai berikut:

Page 103: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

260

Gambar 2. Gamber Keterhubungan Model Penelitian

Goodness Of Fit Model Penelitian Untuk menguji model hubungan jalur struktural dalam penelitian kami menggunakan AMOS 4.0. Hasilnya adalah terlihat dalam dalam tabel berikut. Model yang fit adalah bisa diterima karena kriteria goodness of fit model adalah memuaskan dan disarankan Hair. et al. (2006).

Tabel 3. Nilai Kritis Model Penelitian

Nilai kritis yang disarankan Model penelitian Keputusan

DF Positif 74 Diterima

Sig-Probability Diatas 0,05 0,00 Ditolak

X2-chi-square Diharapkan Kecil 122,662

RMSEA Dibawah 0,08 0,074 Diterima

CMIN/DF Dibawah 2,00 1,658 Diterima

GFI Diatas 0,90 0,880 Ditolak

AGFI Diatas 0,90 0,829 Ditolak

TLI Diatas 0,95 0,926 Ditolak

CFI Diatas 0,94 0,940 Diterima

Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian kriteria yang diperoleh dari model penelitian mempunyai nilai yang memenuhi nilai kritis yang disarankan. Hal ini menunjukkan bahwa model yang diajukan peneliti dapat dipertimbangkan dengan baik dan hampir fit dengan data. Dengan demikian dapat dinyatakan

.05

organizationalcommitment

.24

job satisfaction

.00

Internal Marketing

.03

customers satisfaction

.23 -.03

.15

.50

-.05

.63

voc

.75

eoc

.31

ijs

.99

ejs

.21

ec 1.06

ic

.80 .87 .56 1.00

1.03 .46

e1 e2 e4 e5

e13

e12

.66

roc

.81

e3

e15

e16

e17

.79

ef .66

kt

.89 .81

.48

et

.18

hrm .42

.70

e14

e11

.63

el

.72

ss

.68

pj

.79

.85

.82

e10

e9 e8

e7

e6

e18

Page 104: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

261

bahwa pengujian ini menghasilkan konfirmasi yang kurang baik atas dimensi-dimensi faktor serta hubungan-hubungan kausalitas antar faktor.

Pengaruh Internal marketing terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Hasil pengolahn data dengan SEM menunjukkan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction). Berdasarkan analisa jalur diatas pengaruh kepuasan kerja terhadap internal marketing ditunjukkan dengan nilai koefisien jalur – 0.3 ( p 0.007), temuan ini tidak mendukung hipotesis 1 yang di ajukan oleh peneliti.

Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Internal marketing Gambar diatas memperlihatkan nilai koefisien jalur pengaruh organizational commitment terhadap internal marketing adalah 0.23. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh namun kecil antara komitmen organisasi terhadap internal marketing. Temuan ini mendukung hipotesis 2 yang diajukan peneliti.

Pengaruh customers satisfaction terhadap internal marketing Hasil pengolahan data dengan AMOS pada gambar diatas menunjukkan bahwa kepuasan konsumen berpengaruh positif terhadap internal marketing namun kecil hal ini di tunjukkan kengan nilai koefiesien jalur 0.15. Temuan ini mendukung hipoteis 3 yang diajukan oleh peneliti yaitu internal marketing berpengaruh positif terhadap Kepuasan Konsumen (Customers Satisfaction).

Pengaruh kepuasan kerja (Job Satisfaction) terhadap Komitmen Organisasional (Organizational Commitment) Pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi adalah positif dengan nilai koefisisn jalur 0.5. Temuan ini mendukung hipotesis 4 yang diajukan oleh peneliti.

Pengaruh kepuasan kerja (Job Satisfaction) terhadap kepuasan konsumen (Customers Satisfaction) Bedasarkan hasil pengolahan data dengan AMOS yang dapat dilihat pada gambar diatas, menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan konsumen dengan koefisien jalur sebesar -0.05. Temuan ini tidak mendukung hipoteis 5 dalam penelitian ini.

Pembahasan Hasil temuan dalampenelitian ini secara keseluruhan adalah mendukung hipoteis 2, 3 dan hipotesis 4 yang menyatakan bahwa (2) Komitmen Organizasional (Organizational Commitment) berpengaruh positif terhadap persepsi perawat dalam internal marketing. (3) Kepuasan Konsumen (Customers Satisfaction) berpengaruh positif terhadap persepsi perawat dalam internal

Page 105: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

262

marketing. (4) kepuasan kerja (Job Satisfaction) berpengaruh positif terhadap Komitmen Organisasional. Temuan dalam penelitian ini mendukung pernyataan dimana internal marketing mempunyai pengaruh yang dengan jelas positif terhadap komitmen organisasi. Pernyataan ini mendukung temuan peneliti terdahulu, seperti Chang (2007) yang mengusulkan suatu model analisa jalur atau SEM menyatakan bahwa persepsi perawat dalam internal marketing mempunyai efek positif terhadap komitmen organisasi. Sihombing et.all (2007) dan Farzad (2008) yang menyatakan bahwa internal marketing secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen yang kuat terhadap organisasi nya akan mempersepsikan internal marketing secara positif juga. Gronroos (2000) mengemukaan bahwa utilisasi organisasi yang di usulkan oleh konsep internal marketingmendukung pada peningkatan komitmen organisasi karyawan Persepsi perawat dalam internal marketing mempunyai dampak yang positif terhadap kepuasan konsumen. Semakin meningkat nya kepuasan konsumen akan mengarahkan karyawan dalam persepsi dalam internal marketing. Temuan sihombing et all. (2007) kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Ketika kepuasan pekerjaan perawat meningkatkan, maka akan mempengaruhi dalam peningkatan komitmen organisasi. Dengan kata lain seorang perawat yang mempunyai kepuasan yang lebih tinggi maka akan mungkin untuk meningkatkan nilai dan tujuan organisasi, loyal dengan organisasi, dan mempunyai dedikasi yang lebih banyak dalam usaha ke arah memenuhi tujuan dan sasaran organisasi dalam rangka untuk mencapai keberhasilan dan mengembangkan organisasi. Ini sesuai dengan pernyataan penelitian terhadulu Trimble (2006, dalam Chang, 2007) yang mempercayai bahwa suatu kepuasan pekerjaan tingkat tinggi akan merepresentasikan karyawan dengan identifikasi kuat dan dan kesetiaannya pada satu organisasi, kesediaan untuk menerima kesulitan atau kesusahan organisasi dan mengatasi keadaan sulit sebagai sebuah tim, dan minat tanggung-jawab dalam pekerjaan akan lebih tinggi. Hasil pengujian hipotesis dengan AMOS, penulis menemukan bahwa (hipotesis 1) kepuasan kerja (job satisfaction) berpengaruh negatif terhadap internal marketing, temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihombing (2007) yang dilakukan pada setting perguruan tinggi, menemukan bahwa internal marketing secara negatif mempengaruhi kepuasan pekerjaan. Hasil ini berbeda dengan hasil temuan penelitian sebelumnya (Hwang dan Chi 2005) dimana beliau telah menemukan bahwa internal marketing secara positif mempengaruhi kepuasan kerja.

Page 106: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

263

Kesimpulan dan Keterbatasan Kesimpulannya, model penelitian mendukung hanya tiga hipotesis dari lima yang dihipotesakan. Internal marketing secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasi dan kepuasan konsumen, serta kepuasan kerja secara positif juga berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Tidak diterima nya dua dipotesis (hipotesis 1 dan 5) dipandang dengan beberapa keterbatasan dalam pikiran. Pertama, penelitian ini menggunakan sampel hanya pada satu organisasi yang dapat menyebabkan karateristik yang hampir sama, Oleh karena itu, penemuan tidak boleh generalizable kepada rumah sakit lain. Kedua, objek penelitian pada Rumah Sakit Umum AM adalah rumah sakit milik pemerintah, sehingga berkemungkinan responden bersetratus pegawai negeri yang berdampak pada pengisian konstruk penelitian. Ketiga, respon variabel kepuasan konsumen diperoleh atau diisi oleh keluarga pasien bukan pada konsumen langsung, hal ini berkemungkinan terdapat bias personal (human error). Perbedaan dalam status kepegawaian dapat mempengaruhi kepada opini responden terhadap internal marketing, kepuasan pekerjaan, dan komitmen organisasi dan kepuasan konsumen.

Implikasi Penelitian Penelitian ini mempunyai implikasi secara teoritis dan manajerial. Terdapat dua implikasi teoritis. Pertama, penelitian ini memperkaya penelitian tentang internal marketing, kepuasan pekerjaan, komitmen organisasi dan kepuasan konsumen. Temuan kami menyatakan bahwa internal marketing secara negatif mempengaruhi kepuasan kerja. Hasil ini berbeda dengan penemuan sebelum nya (misalnya., Hwang dan Chi 2005) telah ditemukan dimana internal marketing secara positif mempengaruhi kepuasan kerja. Penelitian ini juga ditemukan dimana kepuasan kerja tidak secara signifikan mempengaruhi kepuasan konsumen. Hasil dari penelitian ini berbeda dengan konsep yang dinyatakan oleh Schroeder (2000) kunci untuk mencapai profitabilitas jasa dikaitkan dengan fokus pada pelanggan dan karyawan sebagai bagian yang terpenting. Manajemen sering hanya berfokus pada seperangkat tujuan atau posisioning jasa tanpa memperhatikan permasalahan sebenarnya. Manajer sebaiknya berfokus pada karyawan lini depan yang menyajikan jasa, teknologi yang mendukungnya, pelatihan dan kepuasan pelanggan. Loyalitas pelanggan dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan. Penelitian ini juga berimplikasi bagi para manajer, dimana dengan pentingnya internal marketing terhadap komitmen organisasi dan kepuasan konsumen dalam suatu rumah sakit. Manajer atau pimpinan organisasi atau unit kerja diharapkan dapat memotivasi karyawan untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi sehingga mereka dapat memberikan pelayanan

Page 107: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

264

atau kepuasan kepada konsumen. Internal Marketing pada mulanya dikembangkan dari berdasarkan bahwa karyawan / pegawai adalah pasar pertama. Konsep menganjurkan manajemen organisasi harus memperhatikan karyawan mereka. Keberhasilan program internal marketing tergantung pada (Varaglu dan Eser, 2006 dalam Sihombing, 2007).

Penelitian Mendatang Untuk lebih mendapat dukungan dalam penelitian ini, maka terdapat beberapa arah untuk penelitian masa yang akan datang. Pertama, untuk meningkatkan external validity, penelitian masa depan dapat dilakulan pada organisasi jasa lainnnya seperti rumah sakit swasta, perbankan dan perusahaan jasa lainnya. Hal ini karena terdapat keanekaragaman yang berbeda dalam individu, kemudian mengkaji pengaruh dalam seting yang berbeda sebelum geralization organization. Penelitian mendatang diharapakan dengan menggunakan metode yang berbeda dan organisasi yang berbeda pula. Akhirnya, penelitian mendatang diharapkan menguji internal marketing terhadap kepuasan kerja yang berpengaruh negatif, serta kepuasan kerja terhadap kepuasan konsumen yang tidak didukung dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Allen J,Meyer IP, 1990. The Measurement and Antecedents of Affective,

Continuance,and Normative Commitment to the Organization. Journal of Occupational psychology, 91,pp. 1-18.

A'sad M,2000, Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Badran EIG, 1995. Knowledge, attitude and practice the three pillars of

excellence and wisdom: a place in the medical profession. Volume 1, Issue 1, pp. 8-16,

Bagozzi RP, Baumgartner H, 1994. The Evaluation of Structural Equation

Models and Hypothesis Testmg. in R.P. Bagozzi (editor), Principles of Marketing Research, Cambridge: Backwcll Publisher.

Baron RM, Kenny DA, 1986. 'The tnoderator-mediator variable distinction in

social psychological research: conceptual, strategic and statistical considerations. Journal of Perscmality and Social Psychology, pp. 1173-1182.

Page 108: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

265

Becker, Thomas E. Robert S.Billings. Daniel M.Eveleth & Nocole L Gilbert. 1996. Foci and Bases of Employee Commitment: Implications for Job Performance. Academy of Management Journal Vol 39 No.2 464-482.

BoonOK, Arumugam V, 2006. The Influence Of Corporate Culture On

Organizational Commitment: Case Study of Semiconductor Organizations In Malaysia Sunway Academic Journal Vol. 3, pp. 99 I 15.

Cammann C, Fichman M, Jenkins G D, Klesh JR, 1983. Assessing the attitudes

and perceptions of organizational members. In S. E. Seashore, E. E. III, Lawler, P. H. Mirvis, & C. Cammann, (Eds.), Assessing organizational change: a guide to methods, measures, and practices (pp. 71-138). New York, NY: Wiley.

Davis K, Newstrom JW, 2001. Perilaku dalam Organisasi. Jilid 1, Terjemahan.

Jakarta: Penerbit Erlangga. DesslerG, 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia, Asia, Simon & Schuster Pte.

Ltd. Ferdinand A, 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen:

Aplikaksi Model-model Rumit dalam Penelitian untuk Tesis Magister dan Disertasi Doktor. Edisi 2, Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

Gibson JL, Ivancevich JM, Dormelly Jr. JM, 1996. Organisasi, Perilaku, Struktur

dan Proses. Edisi Ketujuh. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Gapentine T, 2000. Path analysis Vs. Structural Eguation Modeling: Do the

relative merits of path analysis and structure equation mode'ing outweight their limitations? Marketing Research, Fall 2000.

Hair JF, Anderson RE, Tatham RL, Black WC, 1995. Multivariatc Data Analysis

with Reading, 4th editicm, New Jersey: Prentice-Hall. Handoko TH, 2004. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi

2. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Kast FE, Rosenzweig JF, 2003. Organisasi dan Manajemen. Edisi Keempat, Alih

Bahasa: A. Hasymi Ali. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 109: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

266

Landis RS, Beal DJ, Tesluk PE, 2000. A Comparison of Approaches to Forming Composite Measures in Structural Equation Model, Organizational Research Methods, Vol. 3 No. 2, April 2000 186-207.

Mayer JP, Allen NJ, 1997. Commitment in the workplace: Theory, research, and

ippli'cation. Thousand Oaks, CA.: Sage Publishing, Inc. Martiningsih, Ida. 2007. Pengaruh Pengembangan Pegawai dalam Konteks

Implementasi Online System terhadap Kepusan kerja, komitmen dan Kinerja Pegawai pada PT Bank Jatim Surabaya. Tesis. Unair

Mowday R, Porter L, Steers R, 1982. Employee-organization Hnkages In P. Warr

(Ed.), Orgatiization ,i and occupational psychology, New York: Academic Press, pp. 219-229.

Neal A, Gnffm MA, 1999. Developing a Model of Individual Performance for

Human Resource Management, Asia Pasific Journal of Hurnan Resources.

Richards B, O'Brien.T, Akroyd D, 2002. Predicting ihe Organizational

Commitment of Marketing Education and Health Occupations Education Teachers by Work Related Rewards. Journal of Industrial Teacher Education, Volume 32, Number 1.

Robbins SP, 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi. Jilid

1. Edisi Delapan. Edisi Bahasa Indonesia, Pearson Asia Education, Pte., Ltd.. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Scholl RW, 1981. Differentiating Organization Commitment From Expectancy as

a Motivating Force, Academy of Management Review, 1981, Volume 6, No. 4, 589- 599. hltp://www.cba.uri.edu/scholl

SiagianSP, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Solimun, 2003. Structural Equation Model, Handout Mata Kuliah Penelitian

Bisnis, Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang. Sugiono, 2006. Metode Penelitian Bisnis. Edisi Ketiga, Bandung: CV Alfabeta.

Jakarta: PT Pustaka Binaman Presindo.

Page 110: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

IMPLEMENTATION OF PLANNED BEHAVIOR THEORY AT THE FACULTY OF ECONOMICS STUDENT ATTITUDES IN

BUYING LAPTOP

Rinaldi Bursan4

ABSTRACT

Encourage the development of information technology penetration is very fast laptop brand the community. Laptops are not currently offered only as a tool that facilitates by users to finish the job, laptop also serves as a means of entertainment for its users. Theory of Planned Behavior, taking into account that not all behavior is under the control of the individual's own willingness and that lie along the continuum of behaviors that stretch from the point of full control to no control at all. Individuals are said to have full control when there is no any obstacle in adopting a particular behavior Conversely, the possibility of a less full control if the adoption of a behavior have less opportunities, the resources or expertise as appropriate. Keywords: attitude, behavior, theory of planned behavior, I. Introduction Business world that is experiencing the life of developments and changes had impact on the emergence of a variety of products to meet customer needs. Accompanied by the issue of globalization and information society has brought a more critical and sensitive in the selection of products they buy. One industry that is growing today is industrial portable computers (laptops). The industry is experiencing such rapid growth, currently various brands of laptops is very easy to find in the market and the current price is much cheaper than five years ago. The industry has spawned a variety of brands such as Toshiba, Acer, Sony, Dell, HP and many other brands. Number of laptop brands must create tighter competition among companies in marketing their products.

4 Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

Page 111: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

268

Penetration of laptop to the market is the development by information technology so rapidly. Laptops are not currently offered only as a tool that facilitates to finish the job, laptop also serves as a means of entertainment for its users. Laptop now equipped with features not only data processing but also has been combined with entertainment facilities. The problem posed in this research is: how much influence attitudes, norms and behaviors that are perceived to behavioral intention to purchase a laptop and among students of the Faculty of Economics, University of Lampung. II. Research Goal

a. Knowing the level of influence attitudes, norms and behaviors that are perceived of behavioral intention in the purchase of laptops among students of the Faculty of Economics, University of Lampung.

b. Knowing the most dominant factor in influencing the behavioral intention to purchase a laptop among the students of Faculty of Economics, University of Lampung.

III. Theory of Planned Behavior Attitude is the first antecedent of behavioral Intention. Attitude is a general feeling of like or dislike of object or action (Fishbein and Ajzen, 1980). If someone is perceiving that the result of doing a behavior is positive, then he will have a positive attitude. Converse is also true, if he perceived that the result of doing a behavior is negative, then he will have a negative attitude. Subjective norm is the second antecedent of behavioral intention. Norms are social conventions that regulate human life, including laws and standards explicit-implicit cultural (Wade & Travis, 1996). If other people who influence the individual self (relevant others) view that behavior such as positive and motivated individuals to fulfill the expectations of people it deems important, then a positive subjective norm will be formed. If other people who are considered influential by individuals perceive that behavior such as a negative thing, and individuals want to meet people's expectations are, it will form a negative subjective norm for the individual. Behavior perceived control individuals including control beliefs (control belief) and the achievement of control factors (access to the control factor). This perception can reflect past experiences, anticipation of the situation in the future, and attitudes toward the influential norms that surround the individual. The internal factors are like skills, abilities, information, emotion, and others. While external factors are situations of environmental.

Page 112: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

269

Behavioral Intention is a function of the main beliefs and/or information about the possibility that doing a behavior will lead to a certain result. This theory believes that the stronger the intention of someone to do a certain behavior, the more likely he will do it. Intention can also change over time. Person's intention to establish a behavior of an object is a combination of attitudes and subjective norm as the antecedent of behavioral intention. Based on the theory of Planned Behavior, the proposed research model as follows:

Figure 1. Research Model Source: Attitudes, Personality and Behavior, Ajzen, L, 1988

IV. Hypothesis The hypothesis of this research are:

H1 : Attitude significantly influence on the intention to purchase a laptop.

H2 : Norma significantly influence the intention to purchase a laptop. H3 : Control behaviors that significantly influence the perceived

intentions purchase a laptop. H4 : Intention behavior significantly influence the purchase of a laptop.

Attitude toward the behavior

Perceived behavioral

control

Subjective

Norm

Intention

Behavior

Page 113: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

270

V. Research Methods The research is analytical descriptive research to get a picture of the behavioral intention to students of Faculty of Economics, University of Lampung on the selection of laptop.. The sample study is expected not too small compared to the population. The minimum number of samples is 1:5 between the number of items of research questions with the number of respondents. With such a minimum sample size in this study are:

n = number of questionnaire items x 5 = 17 x5 = 85 respondents

In this research, data analysis techniques using multiple linear regression model with regression model based on research (Figure 1) as follows: a binary logistic with the following formula (Gozali, 2001):

Model 1 : Y1 = a + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + et Model II: Y2 = a + β 4 Y 1 + β 3 X 3 + et

Description: Y 1 = Intention Y2 = Behavior a = konstanta (intercept);

1β = Coefisien of behavior

1X = Behavior

2β = Coeficien of norm

2X = Norm

3β = Coeficien of perceived of control behavior

3X = Perceived of control behavior

ε = error term VI. Research Results Pilot questionnaire conducted to determine the level of validity and reliability of measuring instruments. The test is done to the 30 students of Faculty of Economics, University of Lampung, the owner of the laptop. Factor analysis was applied to measure the validity of the instrument. According to Hair (2006: 243) points were considered valid if the question loading factor values above 0.700. All questions have a loading factor value is above 0.700. Therefore, it can be concluded that all the questions otherwise invalid.

Page 114: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

271

Reliability test was also conducted to determine the reliability of the instrument. Reliability instrument seen from the large value of the total compared with Cronbach Alpha Cronbach alpha if item deleted. If the Cronbach Alpha greater than the total Cronbach alpha if item deleted, it can be concluded that the whole question reliable. Cronbach Alpha value of 0.750 for the total far higher than the Cronbach alpha if item deleted, therefore all items are considered questions to reliable. VI.1 Regression Results I Regression analysis was conducted to determine the influence of independent variables on the dependent variable. Regression analysis was first conducted to determine the influence of independent variables of attitude, perceived norm and behavioral intention toward. First regression results in Table 1 below: Table 1. Result of F Test

Model Summaryb

.755a .570 .276 .85068857 .302 11.692 3 81 .000 2.964Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change

Change Statistics

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), Prilaku yang Dipersepsikan, Sikap , Normaa.

Dependent Variable: Niatb.

Based on Table 1 shown the effect of variables attitudes, norms and behaviors that are perceived as the intention of 57.0% with a significant value of 0.000. Based on test results, concluded that the influence of variables attitudes, norms and perceived behavioral intentions toward the variables together amounted to 57%. T test results to determine the influence of each variable attitudes, norms and behaviors that are perceived to have faith in Table 2 below: Table 2 Results of T Test

Coefficientsa

7.36E-018 .092 .000 1.000

.456 .101 .558 5.545 .000 .850 1.176

.207 .113 .207 4.826 .007 .670 1.493

.214 .110 .136 3.229 .023 .709 1.411

(Constant)

Sikap

Norma

Prilaku yangDipersepsikan

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Niata.

Page 115: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

272

Based on Table 2 shows the influence of three variables which consist of attitudes, norms and behaviors that are perceived to the dependent variable is partially significantly intentions. This is known because all three variables significant value is below the value 0.05. Attitude variables have influence on the intention to 45.6%, the variable norm has the effect of 20.7% and behaviors that are perceived by 21.4%. Under the influence of each variable is the attitude variable looks the most dominant factor influencing the intention to purchase a laptop If seen from the questions which consists of a computer is a tool, feel proud to use and adds prestige to use it. Based on the fact the computer is indeed a very important tool for students in helping t finish tasks. Student computer owners usually visit sites search like Yahoo and Google as well as check e-mail address to get references for solving tasks assigned by his professor. Then the laptop lifestyle can improve of status for owners and add pride to the owners. This relates to a computer that is relatively expensive price, and not everyone can have it. Another influence is dominant after the attitude variable is perceived behavioral variables. This variable was measured by asking the computer owners use pirated software, avoid opening the forbidden sites and others can use. If the trend seen computer usage, the use of pirated software is unavoidable, this is due to the expensive original software so that students tend to use pirated software. Opening of prohibited sites may even be done by the students of the computer owner, but this study did not involving motives that underlie the students open a forbidden site. Student computer owners are usually happy to provide used computers to others in the completion of course assignments. Effect of variable norm is the smallest effect for the intentions of students to have a computer. This deals with the notion of consumer in this case the students, that they no longer have to evaluate the deeply of the hardware, the device is weak or warranty. We all know that computer brands was issued by prestigious companies and companies with world-class . So that students who have the intention to buy a computer was convinced that computers will be purchased have a good quality so they do not require in-depth evaluation of hardware, software and warranty period. VI. Regression Results II Regression II is conducted to identify variables that perceived intentions and behavior toward behavior / conduct. F test results of each variable contained in Table 4.8 following:

Page 116: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

273

Table 3 Results of F Test

Model Summaryb

.493a .243 .072 .96323216 .094 4.268 2 82 .017 2.027Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change

Change Statistics

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), Niat, Prilaku yang Dipersepsikana.

Dependent Variable: Perilakub.

Based on Table 3 looks variables influence intentions and behavior that perceived to behavior of 24.3% and significantly due to the significant value is below 0.05. If you see a partial effect of each variable in Table 4 below: Table 4. Results of T Test

Coefficientsa

1.67E-016 .104 .000 1.000

.213 .107 .284 2.651 .010 .964 1.037

.231 .107 .275 3.701 .005 .964 1.037

(Constant)

Prilaku yangDipersepsikan

Niat

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Perilakua.

Based on Table 4 known each independent variable consisted of the perceived behavior and intent to significantly influence the behavior (the behavior). Variables influence intention is the biggest influence is equal to 23.1%. Variables influence the perceived behavior of 21.3%. Both variable is significant because the value of each variable significantly smaller than 0.05. Intention variable has the greatest effect when compared with the perceived variables. Intentions are represented with interested questions, wish and plan to buy a computer. All these questions form the intention to buy a computer. In fact every student must have a plan to buy a computer. In accordance with computer functions will help to facilitate students in the process or its activities during the student. Given this intention, of course should be followed by financial capability of students or parents so that these intentions can be manifested in behavior, in this case buying a computer. Perceived behavioral influence is not too large, only amounted to 21.3% in influencing student behavior in buying a computer. The questions to measure these variables are computer owners use pirated software, avoid opening

Page 117: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

274

forbidden sites and others can use. If the trend seen computer usage, the use of pirated software is unavoidable, this is due to the expensive original software so that students tend to use pirated software. Based on the calculation of the effect of variable Regression II behavior intentions to perceived norm only by 23.4%. Influence of other variables not measured in this study is 76.6%. This study measures only one factor, ie factor of consumer behavior in buying a computer behaves. Other factors such as the marketing mix consisting of price, product, distribution, promotion, physical appearance, processes and people who service not measured in this study. VII. Conclusion and Suggestions Based on the calculation of regression I and II can be concluded that the hypothesis which states: 1. Attitudes on the intention to purchase a laptop can be accepted because

the significant value of 0.000 is smaller than 0.05 with a 45.6% level of influence

2. Norma has a significant influence on the intention laptop purchases can be accepted because the significance value of 0.007 is less than 0:05 with level of influence of 20.7%.

3. Perceived control behaviors that significantly influence the purchase intention laptop significantly acceptable because the value of 0.023 is smaller than 0.05 with a level of influence of 23.1%.

4. Intentions significantly influence behavior can be accepted for the purchase of laptops significance value of 0.005 is less than 0., 2005 with a 23.1% level of influence.

Suggestions in this research are: a. Students before making a purchase laptops should evaluate carefully the

technical specifications of each computer and after sales services. b. Computers that used by students must be avoided from the use of pirated

software. c. Further research the authors recommend a combination of factors of

consumer behavior with the other marketing variables. Bibliography Ajzen, I dan M. Fishbein, 1980.”Understanding the Attitudes and Predicting

Social Behavior. Eaglewood Cliffs, New Jersey, Prentice Hall, Inc

Page 118: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

275

Cravens, David & Piercy, Nigel, 2006, Strategic Marketing¸Eihth Edition, International Edition 2006, McGrawHill Company, printed in Singapore.

Engel, James F., Roger D Blackwell, and Paul W. Miniard, 1995, Consumer

Behavior, International Edition, The Dryden Press, Harcourt Brace College Publishers, Orlando, Florida.

Kotler, Philip, 1994, Marketing Manegement : Analysis, Planning,

Implementation and Control, Eight edition, A Paramount Communication Company, Engelwood, New Jersey.

Lalljee, M et al, 1984, ” Attitudes: Disposition, Behaviour or Attitide?”, British

Journal of Social Phycology., 23, 233-244 Leon G Schiffman and Leslie Lazer Kanuk, 7 th ed, ”Consumer Behaviour” 2000

Prentice Hall. Inc. New Jersey Loudon, L. David and Albert J. Della Bitta, 1993, Consumer Behavior,

International Edition, The Dryden Press, Harcourt Brace College Publisher, Orlando, Florida.

Mowen, John . C dan Minor . 2001 . Perilaku Konsumen . Alih Bahasa Lina Salim SE, MBA, MA. Jilid 1. Edisi Kelima . Erlangga.

Pride, W.M and O.C Ferrel, 1997, ”Marketing : Concepts and Strategies”, 10th ed,

U.S : Hougthon Mafflin Co. Regis David, 1990; “Self-Concept and Conformity in Theories of Health

Education”, University of Exeter.

Page 119: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010
Page 120: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

THE INFLUENCE ANALYSIS OF THIRD PARTY FUND GROWTH AND EARNING ASSETS ON THE BOPO RATIO

GROWTH OF PT. BANK MUAMALAT INDONESIA

Ahmad Faisol5

ABSTRACT

Profit or Revenue sharing method on islamic banking clauses to know how much third party fund that used in earning assets, and how significant the uses of third party fund and earning assets itself in obtaining the advantage or efficiency that measured by rentability ratio, in this case BOPO ratio. The research which done on Bank Muamalat Indonesia is to analyzed weather the growth of the third party fund and earning assets influenced significantly to the growth of BOPO ratio neither simultaneously and partially. The hypotesis that issued by this research is there are significant correlation at simultaneously and partially between the growth of the third party fund variables and earning assets variables to the growth of BOPO ratio. This research uses financial data at January 2002 until January 2007 period, with analysis model using double linier method, and hypotetical test using simultant regression test ( F-test), and partial regression test (t-test). The result of this research suggested that the growth of the thired party fund and earning assets in the simultaneously influenced the growth of BOPO ratio, with determinant coefficient value (R2) is about 0,257. In other hand, this research also obtained that partially the growth of securities variables have significant correlation to the growth of BOPO ratio.

Keyword : Islamic banking, the third party fund, earning assets, rentability ratio, BOPO ratio, double linier analysis method, regression test

5 Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

Page 121: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

278

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian tentang Bank di Indonesia secara resmi terdapat pada pasal 1 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang No. 7 tahun 1992, yang menyatakan “Bank adalah badang usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak “. Berdasarkan pada pengertian ini, menurut Sinungan (Dendawijaya, 2001 : 53), bank menghimpun dana masyarakat untuk membiayai operasionalnya dengan sumber-sumber sebagai berikut :

1. Dana pihak kesatu

Dana pihak kesatu adalah dana dari modal sendiri yang berasal dari pemegang saham.

2. Dana pihak kedua

Dana pihak kedua adalah dana pinjaman dari luar, seperti dari bank lain atau lembaga keuangan atau pihak kreditor lainnya.

3. Dana pihak ketiga

Dana pihak ketiga adalah dana simpanan dari pihak masyrakat. Dana pihak ketiga ini dihimpun oleh bank melalui ”penjualan” berbagai macam produk simpanannya berupa giro, tabungan, dan deposito. Agar dapat menarik minat masyarakat menyimpan dananya kepada bank, maka bank memberikan imbal hasil (return) dan berbagai macam hadiah, serta pelayanan yang profesional kepada masyarakat sebagai balas jasa atas dana-dana nasabah yang dipergunakan oleh bank. Pengelolaan dana pihak ketiga merupakan kegiatan utama dari bank. Dana pihak ketiga seringkali merupakan kelompok dana terbesar yang mampu dihimpun oleh bank.

Dana-dana yang dihimpun tersebut kemudian disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pengalokasian dana kedalam berbagai macam aktiva yang berguna untuk menunjang operasional bank, atau sebagai cadangan menjaga likuditas, serta untuk mendatangkan keuntungan bagi bank. Jika dilihat dari sifat aktivanya, penyaluran dana bank ini dibedakan atas penyaluran ke dalam aktiva yang tidak produktif, dan ke dalam aktiva produktif.

Page 122: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

279

Alokasi dana ke dalam aktiva tidak produktif atau nonearning asset adalah penanaman modal bank ke dalam aktiva-aktiva yang secara umum dianggap tidak memberikan imbal hasil (return) kepada bank. Bentuk aktiva yang tidak memberikan hasil ini terdiri atas :

1. Alat-alat likuid atau cash asset adalah aktiva yang berfungsi sebagai cadangan bank (reserve) yang berguna untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Secara teori alat-alat likuiditas bank ini terdiri dari uang kas, giro pada Bank Indonesia (BI), Giro pada bank-bank lain, dan warkat dalam proses penagihan.

2. Aktiva tetap dan inventaris, berupa aktiva-aktiva berwujud yang dapat diakui bank sebagai kekayaannya dan digunakan untuk menunjang kegiatan operasional bank. Secara umum aktiva jenis ini tidak memberikan keuntungan operasional, namun dengan pengelolaan yang baik dapat menunjang pelayanan bank yang pada akhirnya menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk beraktivitas dengan bank dan memberikan penghasilan kepada bank. Aktiva jenis ini biasanya berupa tanah, gedung, kendaraan, peralatan kantor, mesin ATM, dan lain-lain yang sejenis dengan itu.

Pengalokasian ke dalam aktiva lainnya adalah kepada aktiva-aktiva produktif atau yang biasa disebut earning asset. Earning assets adalah semua aktiva dalam rupiah atau valuta asing yang dapat memberikan imbal hasil kepada bank yang akan digunakan untuk membiayai seluruh biaya operasional bank, seperti imbal hasil, biaya tenaga kerja, dan biaya operasional lainnya. Komponen aktiva produktif ini biasanya terdiri dari: Kredit/ pembiayaan yang diberikan, penempatan pada bank lain, penanaman dalam surat-surat berharga, dan penyertaan modal dalam bentuk penyertaan secara langsung ke dalam saham bank-bank lain atau lembaga keuangan lainnya, atau penyertaan modal kepada usaha-usaha nasabah dalam rangka penyelamatan kredit yang diberikan kepada nasabah yang bersangkutan.

Aktivitas bank dalam menghimpun dana masyarakat secara umum akan menimbulkan tanggung jawab bagi bank kepada masyarakat. Bentuk tanggung jawab tersebut diwujudkan dalam bentuk pemberian bunga/interest atau bagi hasil kepada nasabah penyimpan (kreditur) atas jasanya menyimpan dana melalui bank yang bersangkutan. Pembayaran imbal hasil kepada nasabah, bersama-sama dengan beban yang muncul sebagai akibat dari kegiatan operasional bank seperti gaji pegawai, dan biaya overhead perusahaan lainnya disebut sebagai beban opersional perusahaan . Sedangkan aktivitas bank menyalurkan dana kedalam aktiva-aktiva produktif (earning assets) dan memberikan jasa-jasa menimbulkan hak bagi bank untuk memperoleh imbal

Page 123: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

280

hasil berupa perolehan bunga/ interest atau tambahan margin harga atau bagi hasil atas penyaluran pada earning assets, serta perolehan pendapatan jasa (fee base income) atas jasa-jasa yang diberikan. Pendapatan atas aktivitas penyaluran dana dan pemberian jasa-jasa ini disebut sebagai pendapatan operasional.

Hubungan antara beban operasional dan pendapatan operasional diwujudkan dalam bentuk pengukuran rasio rentabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk menganalisis atau mengukur efisensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank. Suatu usaha dikatakan efisien jika mampu menghemat/ mengefisiensikan biaya dan mengoptimalkan pendapatan. Sedangkan profit diperoleh dengan cara mencari selisih antara pendapatan operasional dan beban operasional. Jika besaran pendapatan operasional lebih dari besaran bean operasional maka bank akan mendapatkan laba operasi, begitupun sebaliknya jika beban operasional lebih dari pendapatan operasional maka bank mengalami rugi operasi. Salah satu rasio yang digunakan dalam mengukur rentabilitas yang menggunakan beban operasional dan pendapatan operasional adalah rasio BOPO. Rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Semakin rendah tingkat rasio BOPO, berarti bank makin mampu mengefiensikan biaya dan meningkatkan pendapatan. Besarnya rasio BOPO yang masih dapat ditolerir oleh perbankan di Indonesia sebagaimana yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 93,5% (Azhari, 2007:8)

Pada bank yang beroperasi dengan sistem konvensional, besarnya pendapatan operasional yang dibayarkan kepada nasabah biasanya berbentuk tingkat suku bunga yang persentase besarannya sudah ditetapkan sebelumnya sehingga prediksi awal tentang beban bunga yang harus dibayarkan dapat dihitung dan pembagiannya tidak akan bergantung pada pendapatan operasional yang diperoleh bank melalui penyaluran aktiva produktif (earning assets), atau dengan kata lain besar kecilnya pendapatan bank dari earning assets tidak akan mempengaruhi jumlah beban bunga yang harus dibayarkan bank kepada pemilik modal.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan bank umum syariah pertama di Indonesia yang lahir pada masa liberalisasi perbankan diberlakukan. Sebagai bank umum syariah pertama, kegiatan dan kinerja Bank Muamalat sering dijadikan tolok ukur kemajuan perbankan syariah di Indonesia, khususnya dalam hal penghimpunan dan pengelolaan dana, serta keuntungan yang mampu diberikan baik kepada nasabah maupun kepada masyarakat secara keseluruhan. Keberhasilan Bank Muamalat dalam menghadapi krisis tahun 1997, membuktikan bahwa kinerja dan kegiatan operasional bank telah cukup baik dilakukan.

Page 124: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

281

Tabel 1. Besaran dana pihak pertama, pihak kedua, dan pihak ketiga pada Bank Muamalat Indonesia, tahun 2002-2006

Dana yang terkumpul (dalam ribuan rupiah) Tahun

Dana pihak I Dana Pihak II Dana Pihak III Total

2002 165.329.835 205.274.932 1.696.712.094 2.067.316.861

2003 269.693.767 216.169.915 2.528.993.121 3.014.856.803

2004 269.693.767 415.793.870 4.361.662.264 5.047.149.901

2005 492.790.792 401.297.916 6.130.947.194 7.025.035.902

2006 492.790.792 360.081.261 7.051.888.907 7.904.760.960

Total 1.690.298.953 1.598.617.894 21.770.203.580 25.059.120.427

Sumber : Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia, tahun 2002-2006

Berdasarkan pada tabel 1 dapat dilihat bahwa dana pihak ketiga merupakan sumber dana terbesar yang mampu dihimpun oleh BMI dari masyarakat selama tahun 2002 hingga tahun 2006. Besarnya dana pihak ketiga ini menandakan bahwa bank telah mampu menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana masyarakat melalui penjualan produk-produk simpanannya. Demikian pula halnya dengan BMI yang juga memperoleh dana pihak ketiganya melalui penjualan berbagai produk simpanan bank syariah, yang secara umum terdiri dari simpanan dengan akad wadiah, yaitu simpanan dengan akad titipan dimana nasabah penyimpan secara kontrak tidak berhak memperoleh imbal hasil dari bank karena yang diberikan oleh bank adalah jaminan keamanan atas dana nasabah yang disimpan di bank tersebut, akan tetapi untuk manarik minat masyarakat dan untuk menumbuhkan kepercayaan publik pada produk simpanan ini, maka BMI akan memberikan bonus atau hadiah kepada nasabah yang besarnnya bergantung pada kebijaksanaan BMI. Dalam aplikasi sehari-hari, produk simpanan dengan kontrak wadiah, diberlakukan pada produk simpanan Giro. Produk simpanan lainnya yang dijual oleh BMI adalah simpanan dengan akad mudharabah, yaitu simpanan dengan akad bagi hasil, dimana bank akan memberikan imbal hasil kepada nasabah atas dana nasabah yang digunakan pada earning assets yang memberikan pendapatan bagi bank. Aplikasi produk simpanan dengan kontrak mudharabah terdapat pada produk simpanan tabungan dan deposito. Besaran dana pihak ketiga yang dihimpun oleh BMI dan pertumbuhannya selama 60 bulan sejak januari 2002 hingga januari 2007.

Menurut Arifin (2002 : 59) earning assets yang dibiayai oleh bank syariah pada umumnya terdiri dari komponen :

a. Penyaluran dana berdasarkan kontrak bagi-hasil (Mudharabah) b. Penyaluran dana berdasarkan kontrak penyertaan (Musyarakah) c. Penyaluran dana berdasarkan kontrak jual-beli (Ba’i), d. Penyaluran dana berdasarkan kontrak sewa (Ijarah).

Page 125: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

282

Meskipun secara teori penyaluran dana yang diberikan dibedakan atas jenis kontraknya, namun berdasarkan aturan Bank Indonesia yang terdapat dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 tentang Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, kontrak-kontrak tersebut terwujud dalam bentuk :

1. Penempatan pada bank lain. 2. Penempatan dalam surat-surat berharga. 3. Pembiayaan / Kredit yang diberikan. 4. Penyertaan modal kepada nasabah atau pihak ketiga lainnya.

Besaran penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/ kredit yang diberikan, dan penyertaan modal yang dilakukan oleh Bank Muamalat periode Januari 2002 hingga Januari 2007.

Menurut Slamet Riyadi (dalam Azhar, 2007 : 39) semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank, karena lebih efisisen dalam menggunakan sumber dana di perusahaan. Besarnya rasio BOPO yang dapat ditolerir menurut peraturan Bank Indonesia adalah sebesar 95%. Jika angka rasio BOPO berada diantara 90% - 100% berarti bank menunjukkan kinerja yang rendah, namun bila diatas 100% berarti kinerja bank buruk, dan bila dibawah 90% hingga mendekati 75% berarti kinerja bank dikatakan baik dan menunjukkan tingkat efisiensi yang sangat tinggi. Besaran rasio BOPO dan tingkat pertumbuhannya pada Bank Muamalat, tahun 2002 – 2007.

Berdasarkan pada teori umum, semakin besar dana simpanan wadiah dan simpanan mudharabah yang mampu dihimpun oleh bank, maka semakin besar pula penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/ kredit yang diberikan, dan penyertaan modal yang mampu dibiayai oleh bank, dan diharapkan semakin besar pula tingkat pendapatan opersional yang mampu dihimpun oleh bank, yang secara tidak langsung akan menekan laju pertumbuhan rasio BOPO. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan simpanan wadiah, simpanan mudharbah, penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/ kredit yang diberikan, dan penyertaan modal dengan pertumbuhan rasio BOPO. Akan tetapi, karena besaran pertumbuhan simpanan wadiah , simpanan mudharabah , dan pertumbuhan penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/ kredit yang diberikan, dan penyertaan modal tidak selalu signifikan terhadap besaran pertumbuhan rasio BOPO, maka perlu dilakukan penelitian mengenai seberapa signifikankah pertumbuhan simpanan wadiah, simpanan mudharabah, penempatan pada bank

Page 126: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

283

lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/ kredit yang diberikan, dan penyertaan modal dana terhadap pertumbuhan rasio BOPO.

Penelitian mengenai hubungan signifikansi antara komponen dana pihak ketiga dan komponen earning assets terhadap rasio BOPO telah dilakukan sebelumnya oleh A.A. Istri Eka Parwita Dewi (2002) di Bank Pembangunan Bali dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan hasil yang diperoleh sebagai berikut :

1. Earning assets dan pendapatan operasional secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap BOPO di Bank Pembangunan Daerah Bali.

2. Berdasarkan pengujian secara parsial dapat diketahui bahwa kredit yang diberikan dan tabungan mempunyai pengaruh yang dominan terhadap BOPO di BPD Bali.

Penelian serupa telah pula dilakukan oleh Muhammad Azhari (2007) di Bank XXX Bandar Lampung, yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan analisis regresi linier berganda dapat diketahui bahwa tingkat signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,004 (sig. F) atau lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penanaman dana pada bank lain, penyaluran kredit yang diberikan, tabungan dan deposito, secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap BOPO. Sedangkan nilai koefisien determinasi (adjusted R2) untuk faktor-faktor tersebut adalah 0,276. Ini berarti bahwa keempat variabel independen yang dianalisis secara bersama-sama memberikan pengaruh sebesar 27,60 %, sedangkan sisanya sebesar 72,40% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dijelaskan dalam model.

2. Berdasarkan pengujian secara parsial, dapat diketahu bahwa variabel pertumbuhan kredit yang diberikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap BOPO dengan pengaruh 59,3%, dengan pengaruh tingkat signifikansi 0,0000 (lebih kecil dari 0,05).

Kedua penelitian di atas dilakukan pada bank konvensioanal dimana tingkat beban operasional utamanya adalah bunga yang diberikan kepada pemilik dana pihak ketiga dengan tingkat suku bunga yang persentasenya tetap. Tetapnya tingkat suku bunga yang diberikan bank, menyebabkan besaran beban operasional yang diberikan bank dari sumber ini tidak akan dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima bank, atau dengan kata lain, besar kecilnya

Page 127: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

284

pendapatan operasional yang diterima oleh bank tidak akan mempengaruhi besarnya beban bunga yang dibayarkan kepada nasabah (dengan asumsi jumlah simpanan dana pihak ketiga tetap). Hal ini berbeda pada bank syariah, dimana imbal hasil yang diberikan oleh bank kepada nasabah pihak ketiga bukan terdiri dari bunga melainkan bagi hasil atas pendapatan bank yang merupakan hasil dari pengelolaan komponen earning assets yang dibiayai oleh dana pihak ketiga, sehingga besar kecilnya pendapatan operasional yang diperoleh dari pengelolaan earning assets yang dibiayai oleh dana pihak ketiga akan berpengaruh pula terhadap beban operasional yang ditanggung oleh bank. Metode pembagian ini menyatakan pula bahwa pendapatan diperoleh dari pengelolaan earning assets yang tidak dibiayai oleh dana pihak ketiga (seperti dibiayai oleh dana pihak pertama dan kedua), dan pendapatan operasional yang tidak diperoleh dari pengelolaan earning assets (seperti pendapatan atas jasa-jasa) tidak dibagikan kepada nasabah pihak ketiga. Hal ini menyebabkan imbal hasil yang diperoleh oleh nasabah pihak ketiga menjadi kecil, yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank yang bersangkutan. Berdasarkan penjelasan ini, jelaslah bahwa penelitian pengaruh komponen dana pihak ketiga dan komponen earning assets terhadap BOPO pada kedua bank konvensional (dalam hal Bank Pembangunan Daerah Bali dan Bank XXX Bandar Lampung), tidak bisa diberlakukan pada semua jenis bank, khususnya bank syariah, dalam hal ini Bank Muamalat Indonesia. Berdasarkan pada kenyataan ini maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh pertumbuhan simpanan wadiah, simpanan mudharabah, penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/kredit yang disalurkan, dan penyertaan modal, terhadap pertumbuhan rasio beban operasional pendapatan operasional (BOPO) pada Bank Muamalat Indonesia.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

Apakah pertumbuhan simpanan wadiah, simpanan mudharabah, penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/kredit yang disalurkan, dan penyertaan modal mempunyai pengaruh yang signifikan baik secara bersama-sama maupun secara parsial terhadap rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia ?

Page 128: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

285

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian ;

1. Menganalisa apakah pertumbuhan simpanan wadiah, simpanan mudharabah, penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/kredit yang disalurkan, dan penyertaan modal secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia.

2. Menganalisa apakah pertumbuhan simpanan wadiah, simpanan mudharabah, penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/kredit yang disalurkan, dan penyertaan modal secara parsial berpengaruh terhadap rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia.

b. Manfaat Penelitian ;

1. Memberi informasi kepada masyarakat tentang tingkat efisiensi penyaluran dana bank ke dalam penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/kredit yang disalurkan, dan penyertaan modal yang dibiayai oleh simpanan wadiah dan simpanan mudharabah yang diterimanya dalam menghasilkan pendapatan operasional dan memperkecil biaya operasional sehingga bermanfaat untuk mengetahui seberapa besarkah bank mempu memberikan imbal hasil kepada nasabah pemilik dana pihak ketiga.

2. Bagi manajemen bank, penelitian ini dapat dijadikan salah satu dasar pengambilan keputusan khususnya dalam hal pemanfaatan dana pihak ketiga dan pembiayaan earning assets yang mampu menekan rasio BOPO, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat melalui peningkatan bagi hasil yang diberikan, sebagai akibat dari digunakannya secara signifikan dana pihak ketiga pada pembiayaan earning assets.

1.4 Kerangka Pemikiran

Kegiatan operasional Bank Muamalat pada dasarnya terdiri kegiatan penghimpunan dana dari surplus unit di masyarakat dan menyalurkannya kepada defisit unit, serta pemberian jasa-jasa kepada yang membutuhkan. Dana-dana yang dihimpun oleh bank tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu, dana pihak kesatu yang terdiri dari modal disetor oleh para pemegang saham, dana pihak kedua yaitu dana-dana pinjaman, dan dana pihak

Page 129: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

286

ketiga yaitu dana yang diperoleh dari penjualan produk tabungan, deposito, giro, dan produk simpanan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Diantara dana-dana yang dihimpun oleh bank tersebut, dana pihak ketiga umumnya merupakan sumber dana utama dan terbesar yang dihimpun oleh bank. Dana pihak ketiga tersebut kemudian disalurkan oleh bank pada aktiva produktif (earning assets) dan aktiva non produktif (nonearning assets). Atas penyaluran dana pada earning assets dan atas pemberian jasa-jasa bank kepada masyarakat, maka bank diharapkan dapat memperoleh pendapatan yang disebut pendapatan operasional.

Sementara itu, untuk menjaga kepercayaan masyarakat dalam menyimpan uangnya kepada bank dalam bentuk simpanan, maka bank haruslah menunjukkan kinerja yang baik, bersikap profesional, taat aturan, dan memenuhi pengharapan masyarakat terhadap bank dalam bentuk pemberian imbal hasil yang memadai. Pada bank syariah pemberian imbal hasil oleh bank kepada nasabah biasanya berbentuk pemberian sebagian keuntungan atau pendapatan dari bank kepada nasabah dengan nisbah tertentu dan sesuai dengan seberapa besarkah dana nasabah pihak ketiga yang digunakan dalam kegiatan memperoleh pendapatan. Pemberian imbal hasil, bersama-sama dengan biaya-biaya lain yang dikeluarkan oleh bank untuk menunjang operasionalnya, seperti gaji pegawai, biaya administrasi, biaya pembelian, biaya pengelolaan nonearning assets, dan biaya penunjang operasional lainnya, disebut sebagai beban operasional.

Pemberian imbal hasil ini disatu sisi dapat menumbuhkan minat dan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank, dan disisi lain sebagai salah satu tolok ukur kinerja bank. Pengukuran kinerja bank salah satunya dapat dilakukan dengan membandingkan antara beban operasional dan pendapatan operasional bank disebut rasio BOPO, yang bermanfaat untuk mengukur kinerja bank melalui kemampuan bank untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan operasional dan menekan biaya operasional yang dikeluarkan. Semakin kecil rasio BOPO dari tahun ke tahun menunjukkan kinerja bank semakin baik.

Page 130: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

287

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

1.5 Hipotesis

Berdasarkan keterangan pada latar belakang, serta permasalahan yang ditemui, serta berdasarkan pada teori umum mengenai hubungan antara dana pihak

Kegiatan Operasional Bank

B

Penghimpunan Dana

Pemberian Jasa

Earning Assets

Nonearning Assets

Penyaluran Dana

Surat berharga

Simpanan di Bank lain

Kredit yg diberikan

Dana Pihak Ketiga

Pengaruh pertumbuhan dana pihak ketiga dan Earning Assets terhadap pertumbuhan rasio BOPO

Analisis Kuantitatif - Uji Regresi Simultan (Uji F ) - Uji Regresi Parsial (Uji T)

Simpanan Wadiah

Simpanan Mudharabah

Penyertaan modal

Beban Operasional

Pendapatan Operasional

Rasio BOPO

Page 131: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

288

ketiga, earning assets, dan rasio BOPO, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara variabel-variabel pertumbuhan simpanan wadiah, simpanan mudharabah, penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/kredit yang disalurkan, dan penyertaan terhadap pertumbuhan rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia.

H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial diantara variabel-variabel pertumbuhan simpanan wadiah, simpanan mudharabah, penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan/kredit yang disalurkan, dan penyertaan modal terhadap pertumbuhan rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada pengaruh pertumbuhan dana pihak ketiga dan pertumbuhan earning assets terhadap pertumbuhan rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia. 3.2 Sumber data dan Metode Penelitian 3.2.1 Sumber data Data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif bersifat time series, berupa data dana pihak ketiga yang dihimpun oleh Bank Muamalat yang terdiri dari simpanan Wadiah dan simpanan Mudharabah, data besaran earning assets yang disalurkan BMI yang terdiri dari penempatan pada bank lain, penempatan pada surat-surat berharga, pembiayaan yang diberikan, dan penyertaan modal yang diberikan, serta data rasio Beban Operasional dan Pendapatan Operasional yang dimiliki bank. Data diperoleh dari laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia periode Januari 2002 hingga Januari 2007, yang dipublikasikan melalui situs Bank Indonesia. Selain itu untuk menunjang penelitian, dilakukan pula studi pustaka terhadap hasil-hasil riset yang telah dipublikasikan melalui beberapa literatur seperti buku, jurnal, majalah, dan internet, yang menunjang dan relevan dengan tema penelitian.

Page 132: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

289

3.2.2 Metode penelitian Penelitian ini bersifat verifikatif, yaitu metode yang dilakukan melalui uji statistik terhadap hipotesis yang diajukan. Penelitian diawali dengan analisis teori, pengumpulan dan pengolahan data, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang ada. 3.3 Definisi Operasional Variabel Operasional variabel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Variabel terikat (Y) .

Variabel terikat, dilambangkan dengan notasi Y, merupakan variabel yang besarannya atau pergerakkannya dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada penelitian ini variabel terikat adalah pertumbuhan rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia selama 60 bulan, untuk periode Januari 2002 hingga Januari 2007. Pertumbuhan rasio BOPO adalahan selisih antara rasio BOPO bulan yang diukur dengan bulan sebelumnya dan dibandingkan dengan rasio BOPO bulan sebelumnya dan dinyatakan dalam persentase.

2. Variabel bebas (X), Variabel bebas adalah variabel yang besaran atau pergerakannya mempengaruhi besaran dan pergerakan variabel lainnya (variabel terikat).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berupa pertumbuhan dana pihak ketiga yang terdiri dari simpanan dengan kontrak wadiah, dan simpanan dengan kontrak mudharabah, pertumbuhan earning assets, yang terdiri dari penyaluran dalam surat berharga, simpanan pada bank lain, kredit/ pembiayaan yang diberikan, dan penyertaan modal. a. Pertumbuhan simpanan Wadiah (X1),

Merupakan perubahan simpanan dana pihak ketiga yang menggunakan akad wadiah (titipan) pada Bank Muamalat Indonesia dari bulan Januari 2002 hingga Januari 2007 dengan jumlah data sebanyak 60 bulan.. Pengukuran pertumbuhan diperoleh dari selisih antara simpanan wadiah periode pembanding dengan periode sebelumnya dibagi dengan besaran simpanan wadiah sebelumnya, dan dinyatakan dalam persentase (%).

b. Pertumbuhan simpanan Mudharabah (X2) Merupakan perubahan simpanan dana pihak ketiga yang menggunakan akad mudharabah (bagi hasil) pada Bank Muamalat Indonesia dari bulan Januari 2002 hingga Januari 2007. Pengukuran pertumbuhan diperoleh

Page 133: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

290

dari selisih antara simpanan mudharabah periode pembanding dengan periode sebelumnya dibagi dengan besaran simpanan mudharabah periode sebelumnya, dan dinyatakan dalam persentase (%).

c. Pertumbuhan penempatan pada bank lain (X3) Merupakan perubahan komponen earning assets berupa penempatan pada bank lain, periode bulan Januari 2002 hingga Januari 2007. Nilai pertumbuhan diperoleh dari selisih antara nilai penempatan pada bank lain di periode yang diukur dengan nilai periode sebelumnya, dibandingkan dengan nilai penempatan pada bank lain di periode sebelumnya, dan dinyatakan dalam persentase (%).

d. Pertumbuhan penempatan dalam surat berharga (X4) Merupakan perubahan komponen earning assets berupa penempatan dalam surat-surat berharga, periode bulan Januari 2002 hingga Januari 2007. Nilai pertumbuhan diperoleh dari selisih antara nilai penempatan dalam surat-surat berharga di periode yang diukur dengan nilai periode sebelumnya, dibandingkan dengan nilai penempatan dalam surat-surat berharga di periode sebelumnya, dan dinyatakan dalam persentase (%).

e. Pertumbuhan kredit/pembiayaan yang disalurkan (X5) Merupakan perubahan komponen earning assets berupa pemberian kredit/pembiayaan yang disalurkan dari tahun ke tahun selama periode Januari 2002 hingga Januari 2007 di Bank Muamalat Indonesia. Nilai pertumbuhan diperoleh dari selisih antara nilai pembiayaan yang disalurkan pada periode yang diukur dengan nilai periode sebelumnya, dibandingkan dengan nilai pembiayaan yang disalurkan periode sebelumnya, dan dinyatakan dalam persentase (%).

f. Pertumbuhan penyertaan modal (X6)

Merupakan perubahan komponen earning assets berupa penyaluran dalam pertumbuhan penyertaan modal dari tahun ke tahun selama periode Januari 2002 hingga Januari 2007 pada Bank Muamalat Indonesia. Nilai pertumbuhan diperoleh dari selisih antara nilai penyertaan modal pada periode yang diukur dengan nilai periode sebelumnya, dibandingkan dengan penyertaan modal periode sebelumnya, dan dinyatakan dalam persentase (%).

Page 134: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

291

3.4 Alat Analisis 3.4.1 Analisis kualitatif Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan beberapa teori manajemen perbankan dan statistika yang berkaitan dengan pembahasan penelitian digunakan sebagai landasan teori, pemberian tanggapan, dan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian kuantitatif. 3.4.2 Analisis kuantitatif Analisis kuantitatif yang digunakan adalah regresi linier berganda, yaitu model yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan dana pihak ketiga (berupa simpanan Wadiah dan simpanan Mudharabah), serta pertumbuhan earning assets (berupa penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan yang diberikan, dan pernyertaan modal, terhadap rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia, baik secara bersama-sama maupun secara parsial. Model regresi linier berganda tersebut adalah sebagai berikut :

Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e1 Dimana : Y : pertumbuhan rasio BOPO X1 : pertumbuhan simpanan dengan akad Wadiah X2 : pertumbuhan simpanan dengan akad Mudharabah X3 : pertumbuhan penempatan pada bank lain X4 : pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga X5 : pertumbuhan kredit/pembiayaan yang disalurkan X6 : pertumbuhan penyertaan modal e1 : error

b1, b2, b3, b4, b5, b6 : Koefisien regresi Untuk mempermudah perhitungan maka dalam perhitungan ini digunakan bantuan komputer dengan program Statistic Package for the Social Science (SPSS) dan Eviews. Menurut Suharyadi dan Purwanto ( 2004 : 527) agar koefisien regresi yang dihasilkan dari model regresi liner berganda bersifat baik dan tidak bias, maka terdapat beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam regresi berganda tersebut, yaitu :

Page 135: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

292

1. Variabel tidak bebas dan variabel bebas memiliki hubungan yang linier atau garis lurus. Jika persamaan tidak linier maka data perlu ditransformasikan dengan metode log agar menjadi linier.

2. Variabel tidak bebas haruslah variabel yang bersifat kontinu dan yang paling tidak yang bersekala selang.

3. Nilai keragaman atau residu , yaitu selisih antara data pengamatan dan data dugaan hasil regresi ( Y-Ŷ) harus sama untuk semua nilai Y. Asumsi ini memperlihatkan kondisi homoskedastisitas yaitu nilai residu yang sama untuk semua nilai Y, menyebar normal dan mempunyai rata-rata 0

4. Pengamatan-pengamatan untuk variabel residu dari satu pengamatan ke pengamatan lain harus bebas atau tidak berkorelasi.

Agar asumsi-asumsi tersebut terpenuhi dalam penyusunan regresi berganda, maka perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu sebelum disusun model regresi berganda, yang berfungsi untuk menditeksi ada atau tidaknya pelanggaran asumsi tersebut. Metode yang biasanya digunakan dalam pengujian pelanggaran asumsi terdiri dari :

1. Uji Multikolinieritas untuk menguji asumsi ke-1, dan 2. Uji Heteroskedatisitas untuk menguji asumsi ke-3. 3. Uji Autokorelasi untuk menguji asumsi ke-4.

1. Uji Multikolinieritas Akibat adanya multikolineritas, dampak yang ditimbulkan nilai standard error dari setiap koefien regresi menjadi terlampau besar atau tak terhingga. (Tim wahana Komputer, 2006 : 256).

Menurut Nachrowi (2006 : 101) salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas adalah dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai VIF dapat dicari dengan formulasi sebagai berikut :

1 VIF =

(1-Rj2)

Dimana : Rj2 : koefisien determinasi antara variabel bebas ke-j dengan variabel bebas

lainnya.

Nilai VIF yang kecil menandakan bahwa tidak terdapat multikolinieritas dari variabel-variabel bebas yang ada. Nuchrowi (2006 : 102) menyatakan kolinieritas (multikolinier) tidak ada jika nilai VIF mendekati satu. Namun Gujarati (1978 : 166) menyebutkan bahwa salah satu ciri suatu model memiliki

Page 136: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

293

multikolinieritas apabila memiliki nilai R2 tinggi (antara 0,7 sampai 1), yang berarti nilai VIF > 3,33. Sedangkan Azhari (2007 : 53) menyatakan multikolinieritas tidak terjadi bila nilai VIF < 5. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, untuk kepentingan penelitian ini maka ditetapkan multikolinieritas tidak terjadi bila nilai VIF < 3,33. Untuk mempermudah perhitungan maka pengujian terhadap multikolinieritas ini akan menggunakan aplikasi komputer SPSS.

2. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari model regresi linier yang dapat diterima adalah bahwa ganguan yang mucul dalam model regresi bersifat homokedastisitas, yaitu semua gangguan yang muncul mempunyai varians yang sama atau memiliki nilai yang tetap. Bila tidak terjadi demikian maka dikatakan model tersebut mengandung heteroskedastisitas. Model yang baik adalah model yang memiliki homoskedastisitas dan bukan heteroskedastisitas. Dampak yang timbul akibat adanya varians yang besar yang mengakibatkan interal kepercayaan semakin lebar, yang berakibat pengujian hipotesis baik uji-t maupun uji-F menjadi tidak akurat. Salah satu uji formal yang dapat dilakukan untuk menguji keberadaan heteroskedastisitas pada suatu model adalah dengan menggunakan uji White. Tahapan yang dilakukan dalah pengujian white adalah sebagai berikut : 1. Susun persamaan regresi sebagai berikut :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ... + bnXn + u1 2. Hasil estimasi dari model di atas akan menghasilkan nilai errror, yaitu û12. 3. Buat persamaan regresi :

û12 = α0 + α1X1 + α 2X2 + α3X23 + α4X24 + ...+αnXn + V1

Persamaan di atas mengasumsikan bahwa pada uji ini varian error merupakan fungsi yang mempunyai hubungan dengan variabel bebas, kuadrat masing-masing variabel bebas, dan interaksi antar variabel bebas.

4. Susun hipotesis : H0 : Homokedastisitas H1 : lainnya. Sampel berukuran n dan koefisien determinasi R2 yang didapat dari regresi akan mengikuti distribusi Chi-Squere dengan drajat bebas jumlah variabel bebas atau jumlah koefisien regresi di luar intercept. Dengan demikian, formualsi Uji White adalah sebagai berikut :

n R2 ~X2 5. Jika nilai perhitungan melebihi nilai kritis dengan α = 5%, maka tidak

terdapat hetersoskedastisitas. Hal ini disebabkan α1= α2 = ...= αn= 0, sehingga û12 = α0 (konstan). (Nachrowi, 2006:118)

Page 137: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

294

Untuk mempermudah perhitungan, maka dalam perhitungan Uji White ini akan digunakan aplikasi komputer Eviews.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat diartikan adanya kesalahan penganggu (error) yang berkorelasi dalam periode tertentu (t) dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Masalah ini sering timbul karena residu tidak bebas dari suatu obesrvasi ke obesrvasi lainnya. (Tim wahana komputer, 2006 : 257) Autokorelasi biasanya terjadi pada data time series dan dapat menyebabkan interval kepercayaan menjadi lebar dan uji signifikansi kurang kuat, akibatnya uji t dan uji F tidak dapat dilakukan atau hasilnya tidak akan baik (tidak menggambarkan keadaan sebenarnya).

Terdapat beberapa metode untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model, diantaranya : 1. Metode grafik, yang menghubungkan antara error (e) atau residu

dengan waktu, apabila terdapat hubungan yang sistematis baik meningkat atau menurun menunjukkan adanya autokorelasi. (Suharyadi dan Purwanto, 2004 : 529). Cara ini dirasa memiliki banyak kelamahan karena unsur subjektifitas dalam melihat grafik , sehingga penarikan kesimpulan akan berbeda antara satu orang dengan lainnya, sehingga uji formal terhadap autokorelasi tetap dibutuhkan dan lebih terpercaya.

2. Uji Durbin Watson. Uji ini merupakan uji formal yang paling populer dan sering digunakan, karena telah disediakan dalam beberapa program pengolahan statistik termasuk SPSS. Menurut Nacrowi (2006:187), statistik Durbin-Watson dapat diformulasikan sebagai berikut :

Σ (et – et-1)2 DW = Σ et2

Keterangan : DW : statistik Durbin-Watson, merupakan rasio jumlah kuadrat dari

selisih et dengan et-1 dengan jumlah kuadrat residual. et : kesalahan pengganggu dari sampel yang periode tertentu et-1 : kesalahan penganggu dari sampel periode sebelumnya Hasil dari perhitungan statistik Durbin-Watson tersebut kemudian dibandingkan dengan tabel Durbin-Watson (DW). Tabel DW terdiri atas dua nilai, yaitu batas bawah (dL) dan batas atas (du). Nilai nilai tersebut digunakan sebagai pembanding uji DW dengan ketentuan sebagai berikut:

Page 138: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

295

• Jika nilai statistik DW < dL, maka terjadi korelasi positif (autokorelasi)

• Jika dL ≤ DW ≤ du, maka tidak dapat diambil kesimpulan apa-apa (tidak tahu)

• Jika du < DW < 4 – du , maka tidak ada korelasi postif maupun negatif (tidak ada autokorelasi)

• Jika DW > 4 – dL, maka terdapat korelasi negatif (autokorelasi). Tabel DW yang digunakan memiliki α = 5% , dengan jumlah variabel bebas 6 (k = 6), dan banyaknya data 60 ( n = 60). Untuk mempermudah perhitungan, maka digunakan aplikasi komputer SPSS

3.5 Uji Hipotesis Uji hipotesis berguna untuk memeriksa apakan koefisien regresi yang terbentuk dari model regresi bersifat signifikan (berbeda nyata) atau tidak. Maksud dari signifikan ini adalah nilai koefisein regresi tersebut secara statistik tidak sama dengan nol, atau dengan kata lain bila koefisien (slope) sama dengan nol maka tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Pengujian tersebut dilakukan dengan melakukan 3 tahap, yaitu : 1. Overall Test (Uji F) Uji F diperuntukkan guna melakukan hipotesis koefisien regresi secara bersamaan. Atau dengan kata lain uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sana terhadap variabel terikat. Dengan demikian, secara umum hipotensisnya adalah sebagai berikut :

Ho : X1 = X2 = X3 = X4 = X5 = X6 = 0 H1 : Tidak demikian (paling tidak ada satu slope yang ≠ 0

Menurut Nuchrowi (2006: 17) pengujian terhadap Uji-F dapat menggunakan tabel yang disebut Analysis of Variance (ANOVA), dengan formulasi yang terdapat pada tabel F hitung sebagai berikut :

SSR k MSR SSE MSE

F =

n-k-1

=

Di mana : SSR (Sum of Squere Regression) : jumlah regresi kuadrat SSE (Sum of Squere Error) : jumlah error kuadrat

Page 139: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

296

MSR (Mean Squeres Regression) : rata-rata regresi kuadrat MSE (Mean Regression Error) : rata-rata error kuadrat k : banyaknya variabel bebas n : jumlah sampel

Setelah diperoleh nilai F Hitung, maka bandingkan nilai F Hitung dengan angka probabilitas pada drajat signifikansi 5 % (α = 5%). Jika probabilitas lebih dari 0,05 ( > 0,05) maka Ho diterima, sedangkan bila probabilitas kurang dari 0,05 (< 0,05) maka Ho ditolak, yang berarti pertumbuhan dana pihak ketiga (berupa simpanan wadiah dan mudharabah) dan pertumbuhan earning assets (berupa penermpatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, kredit/pembiayaan yang disalurkan, dan penyertaan modal) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia. 2. Individual Test (Uji t) Uji- t digunakan untuk menguji pengaruh secara parsial (individu) dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian dilakukan dengan melihat angka signifikansi pada kolom t hitung dan membandingkannya dengan angka probabilitas dengan derajat signifikansi 5 % (α = 5%). Jika angka signifikansi kolom t hitung < 0,05 maka variabel-variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat, begitupun sebaliknya. Uji-t dapat juga dilakukan dengan menghitung besaran t hitung, kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel pada drajat bebas (k-n-1). Besarnya variasi pengaruh signifikansi dari masing-masing variabel bebas terlihat dari nilai r2 dari masing-masing variabel bebas, dimana nilai r2 terbesar adalah variabel bebas yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap rasio BOPO Bank Muamalat. Secara matematis, nilai r2 dan nilai t hitung dirumuskan sebagai berikut :

nΣxy – ΣxΣy r =

( nΣx2 – (Σx)2)½ (nΣy2 – (Σy)2)½

Keterangan : r : koefisien korelasi n : banyaknya data x : variabel bebas y : variabel terikat

Page 140: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

297

Sedangkan untuk mencari nilai t hitung dapat menggunakan formulasi :

r ( n – 2)½ thitung = (1 – r)½

Dimana : thitung : nilai t r : koefisien korelasi n : banyaknya data Dengan ketentuan sebagai berikut : Jika nilai thitung > ttabel, maka hipotesis diterima. Jika nilai thitung < ttabel, maka hipotesis ditolak. 3. Uji determinasi (R2 ) Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Melalui pengukuran seberapa besarkah variasi dari variabel terikat dapat diterangkan dengan variabel bebas. Atau dengan kata lain koefisien determinasi menggambarkan pengaruh dominan masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Bila nilai R2 sama dengan nol (0) maka variasi variabel terikat (Y) tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas (X) sama sekali, atau variabel bebas yang bersangkutan sama sekali tidak mempengauhi variabel terikat. Namun bila nilai R2 sama dengan satu (1) maka variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X, atau variabel bebas (X) dominan mempengaruhi variabel Y, dan semua titik pengamatan berada pada garis regresi. R2 didefinisikan dalam formula :

SSR SSR R2 =

SStotal =

SSR + SSE

(Nachrowi, 2006 : 20). IV. PEMBAHASAN 4.1 Penyusunan Model Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linier berganda dengan satu variable terikat (Y) berupa pertumbuhan Rasio BOPO, dan enam variabel bebas (X) yang terdiri dari pertumbuhan simpanan dengan akad Wadiah, pertumbuhan simpanan dengan akad Mudharabah, pertumbuhan

Page 141: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

298

penempatan pada bank lain, pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga, pertumbuhan pembiayaan yang diberikan, dan pertumbuhan penyertaan modal Bentuk model regresi liner berganda tersebut adalah sebagai berikut :

Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e1 Dimana : Y : pertumbuhan rasio BOPO X1 : pertumbuhan simpanan dengan akad Wadiah X2 : pertumbuhan simpanan dengan akad Mudharabah X3 : pertumbuhan penempatan pada bank lain X4 : pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga X5 : pertumbuhan kredit/pembiayaan yang disalurkan X6 : pertumbuhan penyertaan modal e1 : error

b1, b2, b3, b4, b5, b6 : Koefisien regresi Perhitungan dengan menggunakan SPSS menunjukkan hasil sebagai berikut :

Coefficientsa

-1.336 .555

-.010 .041

.067 .067

.001 .005

.003 .001

.089 .079

.014 .013

(Constant)

X1

X2

X3

X4

X5

X6

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Dependent Variable: Ya.

Berdasarkan pada hasil table di atas, maka model yang dapat disusun adalah : Y = -1,336 - 0,010 X1 + 0,067 X2 + 0,001 X3 + 0,003 X4 + 0,089 X5 + 0,014X6 Dari model di atas dapat dijelaskan hal-hal berikut : 1. Angka konstanta sebesar 1,331 dengan tanda negative menunjukkan

bahwa pertumbuhan rasio BOPO akan menurun sebesar 1,331 satuan apabila seluruh pertumbuhan variable bebas bernilai nol. Dalam prakteknya, hal ini tentu saja tidak mungkin, sebab biasanya hanya beberapa variabel saja yang perumbuhannya nol. Besaran konstanta -1,331

Page 142: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

299

berarti variabel-variabel bebas yang mengalami perubahan setidak-tidaknya harus mengalami pertumbuhan sebesar 1,331 agar nilai variabel terikat (Y) tidak negatif atau menurun. Sehingga kontanta -1,331 lebih berupa target minimal pertumbuhan yang harus dicapai bank dalam mengelola variabel bebasnya.

2. Koefisien X1 menujukkan angka 0,010 dengan nilai negative. Hal ini

berarti pertumbuhan simpanan wadiah mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan rasio BOPO. Jika pertumbuhan simpanan wadiah naik satu satuan, maka pertumbuhan rasio BOPO akan turun sebesar 0,010, dengan tingkat standard error sebesar 0,041. Penurunan pertumbuhan rasio BOPO akibat kenaikan satu satuan pertumbuhan simpanan wadiah kemungkinan disebabkan oleh sifat simpanan wadiah yang merupakan simpanan dengan akad titipan. Karena bersifat titipan, maka bank tidak diperkenankan untuk menggunakan dana tersebut tanpa persetujuan langsung dari nasabah yang bersangkutan, sehingga dana menjadi kurang produktif. Namun disisi lain, dana yang menganggur memiliki biaya dana yang harus dibayar bank berupa hadiah yang disisihkan dari pendapatan bank, yang bertujuan menjaga kepercayaan nasabah. Kebijakan ini akan menurunkan tingkat pendapatan operasional bank.

3. Koefisien X2 menunjukkan angka 0,067 yang berarti kenaikan pertumbuhan

simpanan mudharabah sebesar satu satuan akan menaikkan pertumbuhan rasio BOPO sebesar 0,067 satuan dengan standard error sebesar 0,067.

4. Koefisien X3 menunjukkan angka 0,001 yang berarti kenaikan pertumbuhan simpanan pada bank lain sebesar satu satuan akan menaikan pertumbuhan rasio BOPO sebesar 0,001 satuan dengan standard error 0,005.

5. Koefisien X4 menunjukkan angka 0,003 yang berarti kenaikan pertumbuhan penyaluran dana pada surat-surat berharga sebesar satu satuan akan menaikan pertumbuhan rasio BOPO sebesar 0,003 satuan dengan standard error 0,001.

6. Koefisien X5 menunjukkan angka 0,089 yang berarti kenaikan pertumbuhan simpanan pada bank lain sebesar satu satuan akan menaikan pertumbuhan rasio BOPO sebesar 0,089 satuan dengan standard error 0,079, dan asumsi variable bebas lainnya tidak berubah.

7. Koefisien X6 menunjukkan angka 0,014 yang berarti kenaikan pertumbuhan simpanan pada bank lain sebesar satu satuan akan menaikan pertumbuhan rasio BOPO sebesar 0,014 satuan dengan standard error 0,013, dan asumsi variable bebas lainnya tidak berubah.

Page 143: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

300

Setelah dilakukan penyusunan terhadap model regresi linier berganda, maka langkah selanjutnya adalah menguji apakah model yang tersusun tersebut memenuhi semua asumsi yang ditetapkan sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Oleh karena itu, maka terhadap model perlu dilakukan pengujian pelanggaran asumsi yang terdiri dari pengujian Multikolinieritas, Heteroskedastisitas, dan Autokorelasi. 4.1.1 Uji Multikolineritas Multikolinieritas adalah suatu kondisi dimana terjadi korelasi antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas lainnya. Untuk mendeteksinya dapat menggunakan besaran Variance Inflation Faktor (VIF), dengan ketentuan bila nilai VIF < 3,33 maka tidak terjadi multikoliniritas, dan bila sebaliknya nilai VIF > 3,33 maka terjadi multikolinieritas.

Berdasarkan perhitungan dengan mengunakan SPSS diperoleh tabel sebagai berikut :

Coefficientsa

.751 1.331

.809 1.236

.924 1.082

.960 1.041

.848 1.179

.933 1.072

X1

X2

X3

X4

X5

X6

Model1

Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Ya.

Pada tabel di atas dapat dilihat, besaran nilai VIF untuk masing-masing variable bebas:

- X1 = 1,331< 3,33 - X2 = 1,236 < 3,33 - X3 = 1,082 < 3,33 - X4 = 1,041 < 3,33 - X5 = 1,179 < 3,33 - X6 = 1,072 < 3,33

Berdasarkan pada hasil VIF diatas, dimana untuk masing-masing variabel bebas nilai VIF tidak ada yang lebih dari 3,33 maka dapat disimpulkan bahwa pada model ini tidak terdapat multikolinieritas.

Page 144: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

301

4.1.2 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi yang kita susun mengandung perbedaan residu dari kasus pengamatan satu ke kasus pengamatan yang lainnya. Untuk menguji suatu model apakah mengandung heteroskedastisitas, biasanya dilakukan dengan metode grafik. Namun karena metode ini sering kali menimbulkan bias persepsi, maka metode yang paling baik adalah melakukan uji formal. Uji formal yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah Uji White, dengan membandingkan hasil perhitungan probabilitas yang dihasilkan dari uji white dengan nilai kritis α = 5%. Jika nilai probabilita di atas nilai α, maka dapat dikatakan bahwa pada model tidak terdapat heteroskedastisitas.

Berdasarkan perhitungan yang menggunakan aplikasi EVIEWS diperoleh hasil sebagai berikut : White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.14448899 Probability 0.350023459377 Obs*R-squared 13.5651387342 Probability 0.329334750653

Hasil perhitungan uji white pada tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat probabilitas baik untuk F-statistic maupun Observasi R-squered menunjukkan angka di atas nilai kritis α = 5 %, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pada model ini tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.1.3 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah pada model terdapat kesalahan penganggu (error) yang berkorelasi antara satu periode tertentu dengan periode sebelumnya. Untuk menguji suatu model apakah terdapat autokorelasi dapat digunakan uji Durbin-Watson (uji DW), dimana hasil perhitungan terhadap uji DW kemudian dibandingkan dengan tabel Durbin Watson dengan α = 5%, K=6, dan n = 60.

Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS diperoleh nilai statistik Durbin-Watson sebagai berikut :

Page 145: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

302

Model Summaryb

.507a .257 .171 3.50246 1.938Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), X6, X2, X4, X3, X5, X1a.

Dependent Variable: Yb.

Berdasarkah hasil perhitungan statistik Durbin-Watson pada tabel di atas diperoleh bahwa nilai DW yang diperoleh sebesar 1,938. Angka ini kemudian dibandingkan dengan nilai yang terdapat pada tabel DW, dimana diperoleh bahwa nilai batas bawah (dL) sebesar 1,248 dan nilai batas atas (du) sebesar 1,598. Hasil perbandingan diperoleh bahwa nilai nilai statistik DW berada diantara du dan 4-du (du < DW < 4 – du) atau berada diantara 1,598 dan 2,402 (4 – 1,598), sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model tidak terjadi autokorelasi.

4.2 Uji Hipotesis Setelah dilakukan penyusunan model dan pengujian terhadap pelanggaran asumsi, maka langkah selanjutnya adalah pengujian apakah hipotesis yang diajukan pada penelitian ini,dapat diterima atau tidak. Untuk melakukan uji hipotesis ini maka diperlukan uji secara menyeluruh (uji-F), uji parsial atau individual (Uji t), dan uji koefisien determinasi (uji-R2). 4.2.1 Overall Test (Uji-F) Tujuan dilakukan uji-F adalah untuk mengetahui apakah keseluruhan variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, dan X6) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y). Tingkat signifikansi dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai F hitung yang diperoleh dengan nilai F- tabel. Bila nilai F-hitung > F-Tabel maka dikatakan bahwa seluruh variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat, dan bila sebaliknya F- hitung < F-tabel maka pengaruhnya tidak signifikan. Namun untuk mempermudah perhitungan maka pada aplikasi SPSS telah terdapat probabilita signifikansi (P Value)dari uji-F, sehingga untuk mengetahui tingkat signifikansinya dilakukan pembandingan antara koefisien signifikansi uji-F dengan drajat kepercayaan (α) yang ditetapkan yaitu sebesar 5 % (α = 5%). Bila nilai koefisien signikansi kurang dari 5 % maka dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh variabel bebas secara

Page 146: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

303

bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya, dan sebaliknya bila lebih dari 5 % maka tidak signifikan.

Hasil perhitungan dengan menggunakan aplikasi SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :

ANOVAb

220.243 6 36.707 2.992 .014a

637.895 52 12.267

858.138 58

Regression

Residual

Total

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X6, X2, X4, X3, X5, X1a.

Dependent Variable: Yb.

Pada tabel di atas diketahui bahwa probabilitasignifikansi (P value) dari uji-F adalah sebesar 0,014 atau 1,4%, yang berarti tingkat signifikansi uji F berada di bawah drajat kepercayaan 5 % (α = 5%), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel pertumbuhan simpanan wadiah (X1), pertumbuhan simpanan mudharabah (X2), pertumbuhan penempatan pada bank lain (X3), pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga (X4,), pertumbuhan kredit / pembiayaan yang disalurkan (X4), dan pertumbuhan penyertaan modal (X5), secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO (Y) pada bank Muamalat Indonesia. 4.2.2 Individual Test (Uji-t) Uji- t digunakan untuk menguji pengaruh secara parsial (individu) dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, sehingga diketahui diantara variabel –variabel bebas yang ada, variabel bebas yang mana saja yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya. Uji-t dilakukan dengan membandingkan hasil t-hitung dengan t-tabel, dari masing-masing variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, dan X6). Apabila nilai t-hitung>t-tabel, maka terdapat hubungan yang signifikan dari variabel tertentu terhadap variabel terikatnya. Namun untuk mempermudah perhitungan, maka pada aplikasi SPSS yang digunakan terdapat probabilita signifikansi (p-value) dari masing-masing nilai t-hitung yang kemudian dibandingkan dengan drajat kepercayaan yang telah ditetapkan (α = 5%).

Hasil perhitungan dengan menggunakan aplikasi SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:

Page 147: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

304

Coefficientsa

-1.336 .555 -2.409 .020

-.010 .041 -.243 .809

.067 .067 .996 .324

.001 .005 .266 .792

.003 .001 3.911 .000

.089 .079 1.136 .261

.014 .013 1.079 .286

(Constant)

X1

X2

X3

X4

X5

X6

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: Ya.

Hasil perhitungan nilai t-hitung dan koefisien signifikansi dari t-hitung (p-value) yang ditujukkan pada tabel di atas memperlihatkan hasil sebagai berikut : 1. Untuk variabel pertumbuhan simpanan wadiah, nilai t-hitung yang

diperoleh sebesar -0,243, dengan nilai P-Value yang diperoleh sebesar 0,89 yang berarti lebih dari drajat kepercayaan α = 5%. Hal ini berarti dapat diambil kesimpulan bahwa variabel pertumbuhan simpanan wadiah berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO.

2. Untuk variabel pertumbuhan simpanan mudharabah, diperoleh nilai t-hitung sebesar 0,996, dengan nilai P-Value 0,809 yang berarti lebihdari α = 5%, sehingga pengaruh pertumbuhan simpanan mudharabah terhadap pertumbuhan rasio BOPO tidak signifikan.

3. Untuk variabel pertumbuhan penempatan pada bank lain, nilai t-hitung sebesar 0,266 dengan nilai P-Value 0,792 yang berarti lebih dari α = 5%, hal ini berarti pertumbuhan penempatan pada bank lain berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO

4. Untuk variabel pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga, diperoleh nilai t-hitung sebesar 3,911, dengan nilai P-Value 0,000 yang berarti kurang dari α = 5%, sehingga variabel pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO.

5. Untuk variabel pertumbuhan kredit / pembiayaan yang disalurkan diperoleh nilai t-hitung sebesar 1,136, dengan nilai P-Value 0,261 yang berarti lebih dari α = 5%, sehingga variabel pertumbuhan kredit/pembiayaan yang disalurkan berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO.

Page 148: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

305

6. Untuk variabel pertumbuhan penyertaan modal diperoleh nilai t-hitung sebesar 1,079, dengan nilai P-Value 0,286 yang berarti lebih dari α = 5%, sehingga dapat diambil kesimpulan variabel pertumbuhan penyertaan modal berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO.

Dengan mengetahui kontribusi masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dapat diketahui bahwa variabel pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga merupakan satu-satunya varibel bebas yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO, dengan besaran pengaruh (t-hitung) 3,991 dan tingkat signifikansi atau kemungkinan terjadinya kesalahan sebesar 0,000 (0%).

4.2.3 Uji Determinasi ( R2) Uji determinasi digunakan untuk menentukan seberapa besarkah variasi dari variabel terikat (Y) dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya (X). Atau dengan kata lain koefisien determinasi menggambarkan pengaruh dominan variabel bebas terhadap variabel terikat.

Hasil perhitungan dengan SPSS menunjukkan hasil sebagai berikut :

Model Summaryb

.507a .257 .171 3.50246Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), X6, X2, X4, X3, X5, X1a.

Dependent Variable: Yb.

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 0,257 atau 25,7 %. Hal ini berarti keenam variabel bebas yang dianalisa bersama-sama memberikan pengaruh sebesar 25,7 % terhadap pertumbuhan rasio BOPO di Bank Muamalat Indonesia, sedangkan sisanya sebesar 74,3% dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak dijelaskan dalam model.

Kecilnya pengaruh keenam variabel bebas terhadap variabel terikatnya kemungkinan disebabkan oleh hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikatnya bersifat lemah, hal ini dibuktikan hanya variabel pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan rasio BOPO (Y), sedangkan variabel-variabel bebas lainnya (pertumbuhan simpanan wadiah, pertumbuhan

Page 149: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

306

simpanan mudharabah, pertumbuhan penempatan pada bank lain, pertumbuhan pembiayaan yang diberikan, dan pertumbuhan penyertaan modal) mempunyai pengaruh yang tidak signifikan dengan pertumbuhan rasio BOPO. 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-F, terbukti bahwa variabel-variabel pertumbuhan dana pihak ketiga yang terdiri dari pertumbuhan simpanan wadiah, pertumbuhan simpanan mudharabah, dan variabel-varibel pertumbuhan earning assets yang terdiri dari pertumbuhan penempatan pada bank lain, pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga, pertumbuhan kredit/pembiayaan yang disalurkan, dan pertumbuhan penyertaan modal, secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO. Hal ini berarti pendapatan operasional sebagai salah satu komponen pembentuk rasio BOPO dipengaruhi secara signifikan oleh pengelolaan earning assets dalam bentuk penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, pembiayaan yang disalurkan, dan penyertaan modal, yang dikelola secara bersama-sama. Atau dengan kata lain peran earning assets dalam menghasilkan pendapatan operasional lebih dominan dibandingkan nonearning assets.Sedangkan beban operasional bank dipengaruhi secara signifikan oleh pengelolaan dana pihak ketiga yang terdiri dari simpanan wadiah dan simpanan mudharabah. Atau dengan kata lain, peran pengolaan dana pihak ketiga yang menimbulkan beban operasional, lebih dominan dibandingkan dengan dana pihak kesatu dan dana pihak kedua dalam menimbulkan beban operasional, sehingga agar rasio BOPO sebagai salah satu ukuran efisiensi kinerja bank dapat lebih efisien diperlukan pengelolaan yang baik terhadap simpanan wadiah, simpanan mudharabah, penempatan pada bank lain, penempatan dalam surat-surat berharga, kredit/pembiayaan yang disalurkan, dan penyertaan modal, secara bersama-sama. Meskipun variabel-variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat berdasarkan hasil uji overall (uji-F), namun pengaruh yang diberikan oleh keenam variabel bebas yang ada kepada variabel terikatnya hanya sebesar 25,7 % dimana sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dijelaskan dalam model. Hal ini disebabkan karena setelah dilakukan uji-t terhadap variabel bebas yang ada, hanya variabel pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga saja yang memberikan pengaruh secara signifikan secara parsial terhadap pertumbuhan rasio BOPO, sedangkan variabel-variabel bebas lainnya mempunyai pengaruh yang tidak signifikan secara parsial. Hal ini berarti peran penempatan dalam surat-surat berharga lebih dominan dalam membentuk rasio BOPO dibandingkan dengan variabel bebas lainnya.

Page 150: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

307

Signifikannya pengaruh penanaman dalam surat berharga terhadap pembentukan rasio BOPO kemungkinan disebabkan oleh sifat investasi surat berharga yang lebih konservatif atau mempunyai resiko kerugian yang kecil, sehingga bank dapat mengelola keputusan penjualan atau pembelian surat-surat berharga yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan bank, atau dengan kata lain bank dapat menahan penjualan surat-surat berharga yang dimilikinya ketika harga sedang turun dan menjualnya ketika harga naik. Sifat seperti ini tentu tidak dimiliki oleh jenis investasi lainnya seperti penyaluran kredit/pembiayaan, dimana pada jenis investasi ini setelah kredit/pembiayaan disalurkan maka resiko kegagalan bayar banyak tergantung pada kondisi pasar dan keadaan nasabah. V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan : a. Model regresi yang tersusun pada penelitian ini adalah :

Y = -1,336-0,010 X1+0,067 X2+0,001 X3+0,003 X4+0,089 X5+0,014X6

b. Hasil pengujian dengan menggunakan uji-F menunjukkan hasil bahwa variabel-variabel pertumbuhan simpanan wadiah, pertumbuhan simpanan mudharabah, pertumbuhan penempatan pada bank lain, pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga, pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan, dan pertumbuhan penyertaan modal, secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO pada Bank Muamalat Indonesia.

c. Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan nilai 0,257 atau 25,7 %. Ini berarti pertumbuhan rasio BOPO dipengaruhi hanya sebesar 25,7 % oleh variabel-variabel pertumbuhan simpanan wadiah, pertumbuhan simpanan mudharabah, pertumbuhan penempatan pada bank lain, pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga, pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan, dan pertumbuhan penyertaan modal, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang tidak dijelaskan dalam model.

d. Pengujian dengan menggunakan analisis regresi parsial (uji t) menunjukkan bahwa hanya variabel pertumbuhan penempatan dalam surat-surat berharga yang mempunyai hubungan signifikan dengan pertumbuhan rasio BOPO. Hubungan yang signifikan antara variabel penempatan dalam surat-surat berharga terhadap pertumbuhan rasio BOPO disebabkan karena sifat investasi yang dilakukan bank pada surat-surat berharga relatif aman dan dapat dikendalikan sehingga

Page 151: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

308

kemampuannya dalam menghasilkan pendapatan operasional sebagai salah satu pembentuk rasio BOPO menjadi lebih besar dengan tingkat biaya yang relatif kecil.

4.2 Saran

a. Bank sebaiknya meninjau kembali pengelolaan simpanan wadiah, sebab hasil koefisen regresi yang dihasilkan bersifat negatif terhadap rasio BOPO. Peninjauan itu dapat berupa peninjauan terhadap kebijakan kontrak simpanan wadiah yang memberikan hak sepenuhnya kepada bank untuk mengelola dana simpanan wadiah tanpa persetujuan dari nasabah yang bersangkutan, melalui penetapan dalam kontrak pembukaan rekening wadiah. Selain itu, perlu pula dilakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan bank dalam penetapan nisbah bagi hasil atau hadiah kepada nasabah pemilik simpanan wadiah, agar tidak terjadi inefisiensi pengelolaan dana.

b. Mengingat hanya variable penempatan dalam surat-surat berharga yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO, maka bank sebaiknya lebih berani berinvestasi dan meninggalkan sikap konservatif. namun tetap memperhatikan ketentuan prinsip kehati-hatian bank.

c. Mengingat fungsi utama bank berperan sebagai lembaga intermediasi maka Bank Muamalat perlu memperbaiki kinerjanya dalam pengelolaan pembiayaan yang diberikan, hal ini disebabkan karena komponen pembiayaan/ kredit yang disalurkan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan rasio BOPO.

d. Rendahnya nilai R squere (R2), menandakan bahwa pertumbuhan rasio BOPO lebih besar dipengaruhi oleh fakto-faktor lainya yang tidak dijelaskan dalam model. Faktor-faktor lain tersebut kemungkinan adalah penggunaan dana pihak pertama dan kedua sebagai sumber dana yang membiayai earning asset, atau dapat pula disebabkan oleh besarnya proporsi pendapatan yang diperoleh bank dari pemberian jasa-jasa bank yang tidak tercantum dalam earning asset. Pendapatan yang diperoleh dari sektor-sektor ini tentu saja merupakan sepenuhnya hak bank dan tidak diwajibkan untuk dibagikan (sharing) kepada nasabah, sehingga dapatlah diambil kesimpulan meskipun pendapatan operasional bank besar (yang bisa dilihat dari efisiensi rasio BOPO), namun peran earning assets dalam menghasilkan pendapatan operasional kecil, sehingga memperkecil nilai R squere yang ada. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuktikan dugaan ini.

Page 152: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

309

DAFTAR PUSTAKA Antonio, Muhammad Syafe’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Gema

Insani Press. Jakarta

Arifin, Zainul. 2002. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Alvabet. Jakarta

Azhari, Muhammad. 2007. Pengaruh Hubungan Earning Asset dan Dana Pihak Ketiga terhadap Rasio BOPO pada Bank XXX. Tesis Universitas Padjajaran. Bandung

Brigman & Houston.2006. Fundamental of Financial Management. Buku 1 (ed.10). Salemba Empat. Jakarta

Dendawijaya, Lukman. 2001. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. Jakarta

Faisol, Ahmad. 2003. Analisis Laporan Kuangan Bank pada PT. Bank Muamalat Indonesia. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar (edisi ke lima). Penerbit Erlangga. Jakarta

Horne & Wachowicz. 2005. Fundamental of Financial Managemen (ed. 12). Salemba Empat. Jakarta

Karim, Adiwarman. 2006. Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan. PT.Rajagrafindo Persada. Jakarta

Munawir. 1999. Analisis Laporan Keuangan.(ed. 10). Liberty. Yogyakarta.

Nachrowi, Nachrowi Djalal. 2006. Pendekatan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

Suharyadi dan Purwanto.SK. 2004. Statistika : Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern (Buku 2). Penerbit Salemba Empat. Jakarta

Tim Wahana Komputer. 2006. Menguasai SPSS 13 Untuk Statistik. Salemba Infotek. Jakarta

, Undang-undang no. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

________www. bi.go.id

Page 153: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010
Page 154: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

RENCANA STRATEGIK DAN IMPLEMENTASINYA: MEMULAI DAN MENGELOLA USAHA DENGAN

WAWASAN MANAJEMEN STRATEGIK

Ayi Ahadiat 6

"Innama a'malu binniyah" sesungguhnya setiap perbuatan itu sangat bergantung dari kekuatan niat atau rencana pelakunya (Al Hadits).

Advice from Harry Truman: (1) “Keep working on a plan. Make no little plans. Make the biggest one you can think of, and spend the rest of your life carrying it out,” (2) “You can always amend a big plan, but you can never expand a little one. I don’t believe in little plans. I believe in plans big enough to meet a situation which we can’t possibly foresee now.” (Truman & Keyes, 1995)

Keywords: capstone course, multidimension of strategy, strategic planning

I. PENDAHULUAN

Setiap usaha atau bisnis mempunyai cita-cita untuk terus bertahan dan berkembang. Agar tetap bertahan suatu bisnis akan melakukan upaya apa saja yang mungkin dapat dijalankan. Biasanya setelah dapat bertahan, bisnis mempunyai keinginan untuk terus berkembang. Pada giliran ini suatu bisnis sangat ditentukan perkembangannya oleh rencana Strategik yang ditetapkan pada saat memulai usaha. Namun jika suatu bisnis tidak memiliki rencana strategi maka ibarat suatu kapal berlayar tanpa arah, berputar putar dan tidak tahu harus dan akan pergi kemana. Menurut Joel Ross dan Michael Kami: "Without strategy, an organization is like a ship without a rudder, going around in circles. It's like a tramp; it has no place to go." (David, 2009).

A. Pengertian Strategi

Istilah strategi telah ada sejak lama dan cukup memberikan pengaruh. Bahkan pada sekolah bisnis manajemen strategi dijadikan sebagai capstone course atau mata kuliah "muara". Namun apa sebenarnya arti dari terminologi strategi ini? Buku buku teks manajemen strategi menyajikan definisi pada bab awal dengan arti kurang lebih, strategi adalah rencana manajemen puncak untuk

6 Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

Page 155: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

312

memperoleh hasil sesuai dengan misi dan sasaran organisasi (Wrigth et al., 1992). Dari segi terminologis, kata "strategy" berasal dari bahasa Yunani strategos, dibentuk dari kata stratos, yang berarti tentara, dan kata ag, yang berarti memimpin (Evered, 1983) atau ag juga berarti generalship (Merriam-Webster Online Dictionary, 2004). Secara umum strategi bermakna cara untuk memenangkan persaingan (Grant, 1995; 2002). Istilah strategi secara konotatif juga mempunyai makna melakukan langkah yang diniatkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dari sekian banyak arti istilah strategi menjadikan strategi itu sendiri sebagai konsep multidimensi.

Secara awam, istilah strategi dapat dikatakan sebagai suatu tindakan diniatkan untuk mencapai sasaran. Suatu strategi dibuat sebelum ada tindakan yang sering dinyatakan dengan tegas di dokumen formal perencanaan ( Mintzberg, 1987). Sebagai taksonomis Mintzberg et al (1998), mensarikan definisi strategi dari berbagai aliran pemikiran menjadi lima P, yakni strategi sebagai Plan (Rencana), Pattern (Pola), Position (Posisi), Perspective (Perspektif) dan Ploy (Manuver atau Siasat). Definisi dari masing-masing P dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Lima Definisi Strategi (5 Ps of Strategy) menurut Mintzberg

Strategi sebagai Uraian definisi

Plan (Rencana)

[a] consciously intended course of action...made in advance of the actions to which they apply...often...stated explicitly in formal documents known as plans. (suatu pilihan tindakan yang dengan sadar diniatkan...yang di buat sebelum ada tindakan yang menerap …sering...secara eksplisit diungkap dalam dokumen perencanaan formal).

Ploy (Siasat/trik) a specific manuever intended to outwit an opponent or competitor (manuever spesifik dimaksudkan untuk memperdayakan pesaing atau lawan)

Position (Posisi)

strategy is...any viable position, whether or not directly competitive, ie. occupying a niche in the environment (strategi adalah...setiap posisi yang menguntungkan, baik itu kompetitif atau tidak, seperti: menguasai suatu relung di lingkungan bisnis)

Pattern (Pola)

a pattern in a stream of actions...consistency in behavior, whether or not intended (suatu pola dalam serangkaian tindakan...konsistensi dalam perilaku, baik itu diniatkan atau tidak)

Perspective (Perspektif)

commitments to a way of acting and responding (komitmen atau kukuh pada suatu cara bertindak dan menjawab)

Sumber: Minztberg, et al. (1998)

Kemudian karena strategi merupakan konsep multi dimensi yang bersumber dari berbagai disiplin ilmu, Minberg et al (1998), mensarikan dalam sepuluh aliran pemikiran sebagai kajian literatur dan praktek manajemen strategi yang selama ini sudah ada. Masing-masing aliran akan memfokuskan pada proses bentukan strategi tertentu. Aliran-aliran tersebut adalah sebagai berikut:

Page 156: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

313

• Aliran Desain: bentukan strategi sebagai proses konsepsi

• Aliran Perencanaan: bentukan strategi sebagai proses formal

• Aliran Positioning: bentukan strategi sebagai proses analitikal. .

• Aliran Kewirausahaan: bentukan strategi sebagai proses visionaris

• Aliran Kognitif: bentukan strategi sebagai proses mental

• Aliran Pembelajaran: bentukan strategi sebagai proses pengembangan

• Aliran Kekuasaan: bentukan strategi sebagai proses negosiasi

• Aliran Kultural: bentukan strategi sebagai proses kolektif

• Aliran Lingkungan: bentukan strategi sebagai proses reaktif

• Aliran Konfigurasi: bentukan strategi sebagai proses transformasi

Kesepuluh aliran pemikiran diklasifikasikan kedalam 3 kelompok: preskriptif, deskriftif dan kombinasi. Aliran yang bersifat preskriptif lebih mempertimbangkan bagaimana strategi seharusnya diformulasi ketimbang dalam segi apa yang perlu dilakukan, yang termasuk didalamnya adalah aliran desain, perencanaan dan posisitioning. Kelompok kedua berorientasi pada bagaimana strategi bekerja atau dilaksanakan. Sedangkan kelompok terakhir, konfigurasi, memperhatikan secara keseluruhan atau integrative mulai dari proses pembentukan strategi, isi strategi, struktur organisasi dan konteksnya disusun dalam tahapan atau episode yang berlainan sesuai dengan daur hidup organisasi.

B. Apa itu Rencana Strategik

Untuk memahami apa itu rencana strategik (strategic plan), perlu terlebih dahulu memahami apa itu manajemen strategik. Manajemen strategi adalah seni dan sains dalam memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang memampukan (enable) organisasi untuk mencapai tujuan (David, 2009). Model manajemen strategik yang diajukan oleh David (2009) dapat dilihat pada gambar 1 berikut:

Page 157: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

314

Gambar 1: Model Komprehensif Manajemen Strategik (David, 2009)

Dalam model manajemen strategi rencana berada pada tahapan formulasi strategi. Menurut Mintzberg (1994) diistilahkan dengan formasi strategi sebagai proses perencanaan strategi. Beberapa definisi istilah rencana yang dapat dijadikan acuan: (1) Planning is future thinking, rencana merupakan kegiatan berflkir atas rancangan masa depan. Makna lain dari pengertian ini bahwa perencanaan adalah tindakan dikemudian hari yang ditetapkan sebelumnya; (2) Planning is controlling the future, perencanaan adalah pengendalian masa depan, jadi bukan suatu yang difikirkan terus tapi harus bertindak atas rencana tersebut. Weick (1979) mengistilahkan dengan enacting the plan. Menurut AckofF (1970), planning is the design of future and of effective ways of bringing it about atau perencanaan merupakan rancangan masa depan termasuk cara bagaimana mewujudkannya; (3) Planning is decision making, perencanaan adalah pemilihan bentuk-bentuk tindakan secara mendasar.

Perencanaan secara mendasar merupakan pengambilan keputusan karena perencanaan merupakan penentuan secara sadar tentang apa yang harus dilakukan (agenda) untuk mencapai tujuan (Koonzt, 1958); (4) Planning is integrated decision making, perencanaan merupakan pengambilan keputusan yang terintegrasi atau menurut Schwendiman (1973) Planning is integrated decision structure atau struktur keputusan yang terpadu. Perencanaan strategik adalah proses pengambilan keputusan teroganisir untuk suatu kegiatan bisnis jangka panjang, yang berarti membuat komitmen yang memiliki kelayakan yang dapat didukung pelaksanaan oleh serangkaian kegiatan nyata. Ansoff (1977) menilai bahwa proses pengambilan keputusan merupakan formulasi kebijakan dan pemilihan strategi, diawali oleh penentuan tujuan, kemudian dengan menggunakan berbagai teknik analitikal dibuat dan dipilih altematif keputusan yang dapat dilakukan mungkin melalui penyesuaian tujuan awal;

Develop Vision dan Mission Statement

Perform External Audit

Perform Internal Audit

Establish Long-term Objective

Measure and Evaluate

Performance

Implement Strategies:

Mkt, Fnc, Acct, MIS issues

Implement Strategies: Manage-ment Issue

Generate, Evaluate, and Select Strategies

Page 158: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

315

dan (5) Planning is a formalized procedure to produce an articulated result, in the form of an integrated system of decisions. Pada rumusan terakhir ini memberikan acuan bahwa perencanaan merupakan prosedur formal untuk menghasilkan rencana yang dapat dijalankan dalam bentuk sistem keputusan yang terintegrasi. Perencanaan merupakan upaya yang disiplin. Dalam penekanan segi formalisasi. Rencana harus disusun secara rasional dan sistematik. Steiner mengungkapkan bahwa rencana dapat dan harus diarahkan berdasar pada tujuan, fakta, logika, dan bersifat realitistis dalam mencapai tujuan serta menentukan cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Dari keragaman definisi terntang perencanaan, terlihat juga hal yang sama dengan definisi perencanaan strategik yang beragam dan tergantung pada siapa yang merumuskan teorinya. Beberapa definisi perencanaan strategik, antara lain: (1) perencanaan strategik adalah upaya dijalankan secara disiplin untuk menciptakan keputusan dan tindakan fundamental yang membentuk dan memandu organisasi harus seperti apa, apa yang dijalankan, dan mengapa menjalankan tugas tersebut (Bryson, 1995). (2) Proses pengklarifikasian misi dan visi, mendefinisikan sasaran dan tujuan utama, serta pengembangan strategi jangka panjang untuk menggerakan organisasi menuju kondisi yang diinginkan dimasa depan (Poister, 2004).

Perlu disadari bahwa dalam pelaksanaan strategi yang telah diputuskan tidak akan senantiasa akan sama persis seperti yang dibayangkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan bisnis yang dijalankan tidak berjalan dalam lingkungan yang “stalls”, namun dinamis dan selalu berubah atau turbulent. Jadi harus selalu ditanamkan ekspektasi bahwa sesuatu yang tidak diperkirakan sebelumnya akan terjadi dan dapat memaksa untuk melakukan penyesuaian strategik. Minztberg (1994) menggambarkan situasi ini sebagai strategi yang terealisir merupakan hasil dari deliberate strategy dan emergent strategy. Lebih jelasnya lihat gambar 2.

Gambar 2: Bentuk Dasar Strategi (Basic Forms of Strategy)

Sumber: Minztberg and McHugh (1985) dan Mintzberg (1978)

Intended

Strategy

Deliberate

Strategy

Unrealized Strategy

Emergent Strategy

Realized Strategy

Page 159: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

316

Walaupun pada realisasinya strategi tidak sepenuhnya berasal dari yang direncanakan, perencanaan strategik tetap penting dan harus disiapkan sebagai intended strategy. Mintzberg membedakan antara deliberate strategy dan emergent strategy (lihat Gambar 2). Mintzberg berargumentasi bahwa pola tindakan atau hasil (seperti yang ia sebut dengan strategi terrealisasi) dapat merupakan hasil dari tindakan (deliberated actions), atau hasil tindakan dengan tanpa rencana sebelumnya. Tindakan dilakukan sebagai respon terhadap kejadian yang tidak dapat diperkirakan pada saat rencana disusun. Mintzberg menamakan ini sebagai emergent strategy yang dapat membentuk kapasitas pembelajaran stratejik.

Rencana harus dibangun atas dasar dugaan tentang masa depan dunia. Lebih dan kurang, dugaan itu akan cenderung salah (Mintzberg, 1994; Stacey, 1993). Suatu rencana tidak mungkin dapat diharapkan untuk mewujud secara detil melaksanakan tindakan yang ditetapkan. Jadi, para manajer harus diberi kebebasan untuk menyesuaikan tindakan mereka kepada situasi yang ada. Inti karakteristik strategi yang disengaja (deliberate) adalah memungkinkan untuk terjadinya proses pencarian adaptif (dengan kata lain, reaksi terhadap peristiwa tak terduga tidaklah harus direncanakan).

C. Tahap-Tahap Pembuatan Rencana Strategik

Minzberg (1994) mengajukan model konvensional untuk perumusan rencana strategik yang mengandung dua tahapan yakni pertama tahapan perumusan terdiri atas komponen penetapan tujuan dan penetapan strategi, dan tahapan kedua implementasi terdiri atas komponen program, rencana aksi dan anggaran. Tujuan organisasi meliputi visi, misi, tujuan umum suatu usaha, kemudian dalam penetapan strategi, karena model sederhana jadi dalam penetapan strategi ini tidak dijelaskan apakah melalui proses analisis atau hanya intuitif. Implementasi strategi dijabarkan dalam bentuk program kerja yang dirinci dalam rencana aksi dan anggaran yang diperlukan. Secara skematik dapat dilihat pada gambar 3 berikut:

Page 160: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

317

Gambar 3: Conventional Strategic Planning Process Sumber: Minztberg (1994)

Pentahapan umum untuk perencanaan strategik diajukan oleh Steiner dengan pembagian tahapan premises, planning kemudian implement and review, lihat gambar 4.

Gambar 4: The Steiner Model of Strategic Planning (1969)

Page 161: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

318

Pada tahapan premises, organisasi bisnis mempertimbangkan tujuan sosio-ekonomi organisasi fundamental, mengevaluaasi lingkungan internal dan eksteraal organisasi dan mengevaluasi kedalam bagaimana nilai-nilai yang dianut oleh top manajer. Pada tahapan perencanaan, bisnis menyusun rencana strategik dengan subtansi misi usaha, tujuan, kebijakan dan strategi jangka panjang. Kemudian disusun juga program jangka menengah yang berisikan sub-tujuan, sub-kebijakan dan sub-strategi dan rencana jangka pendek yang berisikan sasaran atau target, prosedur, dan anggaran sebagai rencana taktis.

Jika kita mengacu pada gambar 1, pertama kali yang harus dilakukan adalah menetapan visi, misi, dan tujuan usaha, kemudian memetakan posisi usaha dibandingkan dengan usaha lainnya, langkah berikut adalah melakukan analisis lingkungan internal (IFE Matrix) dan eksternal usaha (EFE Matrix), kemudian setelah analisis lingkungan dilakukan analisis SWOT sebagai dasar untuk merumuskan alternatif strategi, penentuan alternatif strategi selanjutnya dengan menggunakan BCG Matrix dan SPACE Matrix, penyusunan agenda atau program implementasi strategi (Grand Strategy Matrix & QSPM), dan evaluasi mesti dilakukan secara simultan. Karena proses bisnis adalah kegiatan yang bersifat on-going process, oleh karenanya pengendalian strategi (strategic control) dilakukan secara real time hingga tataran taktis dan dimungkinkan untuk terjadi iterasi untuk kemapanan kompetisi usaha. Analisis lingkungan strategik dapat menggunakan alat alat sebagai berikut: Tabel 2. Alat-alat Analisis Strategi (Strategy Analysis Tools).

Tabel 2. Penjelasan Alat Analisis Penyusunan Rencana Strategik

No Alat Analisis Keterangan

1 CPM (Competitive Profile Matrix) Matrik ini menunjukkan profil kompetisi dan usaha yang dijalankan

2 IFE (Internal Factor Evaluation) Matrix Matrik ini digunakan untuk mengevaluasi faktor internal organisasi

3 EFE (Eksternal Factor Evaluation) Matrix

Matrik ini digunakan untuk mengevaluasi faktor eksternal organisasi

4 SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threats) Matrix

Matrik ini digunakan untuk merumuskan berbagai strategi alternatif.

5 SPACE (Strategic Position and Action Evaluation) Matrix

Matrik evaluasi untuk pelaksanaan kegiatan dan posisi strategic

6 Boston Consulting Group (BCG) Matrix Matrix ini digunakan untuk melihat posisi persaingan usaha

7 Grand Strategy Matrix Matrix ini adalah rumusan strategi urn um usaha

8 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

Matrix ini adalah rumusan agenda pelaksanaan strategi

Sumber: David (2009)

Page 162: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

319

Tahap awal yang harus dilakukan dalam menyusun rencana strategik adalah dengan memetakan posisi perusahaan dalam persaingan dengan cara melihat pangsa pasar yang dikuasai oleh setiap “pemain” dalam industri atau bisnis yang sama. Alat untuk memetakan profil persaingan dapat menggunakan Competitive Profile Matrix (CPM). Tahap kedua adalah melakukan analisis faktor eksternal yaitu elaborasi aspek-aspek yang akan merupakan tantangan atau ancaman dan peluang, aspek tersebut adalah (1) ekonomi makro, (2) sosial budaya, demografi dan lingkungan, (3) politik, hukum dan pemerintahan, (4) teknologi, dan (5) kompetisi. Dalam menilai persaingan agar lebih komprehensif dapat menggunakan kerangka penilaian dari Porter (1980) sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 5: Five Competitive Forces (Porter, 1980)

Untuk melakukan analisis faktor eksternal dapat menggunakan alat yang disebut dengan matrik EFE (External Factor Evaluation Matrix). Tahap ke tiga adalah melakukan analisis faktor internal organisasi yang dilihat dari segi kekuatan dan kelemahan, dengan menggunakan fasilitas yang disebut matrik IFE (Internal Factor Evaluation Matrix).

Page 163: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

320

Tabel 3. Contoh Matrik Evaluasi Faktor Eksternal atau EFE (External Factor Evaluation Matrix)

Sumber: David (2009)

Tabel 4. Contoh Matrik Evaluasi Faktor Internal atau IFE (Internal Factor Evaluation Matrix).

Sumber: David (2001)

Page 164: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

321

Perspektif berbasis sumberdaya atau resource-based view (RBV) adalah paradigma yang digunakan untuk menilai aspek internal organisasi. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek manajemen (termasuk didalamnya budaya organisasi), pemasaran, keuangan, produksi atau operasional, sistem informasi, sumberdaya manusia, dan kegiatan penelitan dan pengembangan atau research and development (David, 2009; Thompson, et al, 2005).

Tahap ke empat adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunity and Threats), yaitu pendekatan analisis dengan cara menkonfrontasi aspek SW dengan OT. Pendekatan ini akan memberikan hasil atau alternatif strategi dari kontrontasi S-T, S-O, W-T, dan W-O. Kemudian dilakukan skoring yang diambil dari hasil pembobotan pada matrik IFE dan matrik EFE.

Strengths – S

List Strengths

Weaknesses – W

List Weaknesses

Opportunities – O

List Opportunities

SO Strategies Use strengths to take advantage of opportunities

WO Strategies Overcoming weaknesses by taking advantage of opportunities

Threats – T List Threats

ST Strategies Use strengths to avoid threats

WT Strategies

Minimize weaknesses and avoid threats

Gambar 6: Matrik SWOT (David, 2009)

Tahap berikutnya adalah membentuk matrik SPACE (Strategic Posisition and Action Evaluation) yang merupakan matrik empat kuadran untuk menunjukan apakah strategi kita agresif, konservatif, defensif, atau kompetitif. Dimensi matrik SPACE adalah aspek kekuatan finansial atau financial strength (FS), stabilitas lingkungan atau environmental stability (ES), dan kekuatan industri atau industrial strength (IS), matrik ini sebagai penentu strategik secara menyeluruh.

Page 165: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

322

Tabel 5. Contoh Tabel Faktor SPACE (Strategic Posisition and Action Evaluation)

Internal Strategic Position External Strategic Position Competitive Advantage (CA) Market share Product quality Product life cycle Customer loyalty Competition’s capacity utilization Technological know-how Control over suppliers & distributors

Industry Strength (IS) Growth potential Profit potential Financial stability Technological know-how Resource utilization Ease of entry into market Productivity, capacity utilization

Competitive Advantage (CA) Market share Product quality Product life cycle Customer loyalty Competition’s capacity utilization Technological know-how Control over suppliers & distributors

Industry Strength (IS) Growth potential Profit potential Financial stability Technological know-how Resource utilization Ease of entry into market Productivity, capacity utilization

Sumber: David (2009)

Gambar 7: Contoh Matrik SPACE (David, 2009)

Page 166: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

323

Kemudian untuk mengetahui posisi masing-masing bisnis dapat menggunakan matrik Boston Consulting Group (BCG) dan internal-external (IE) matrix.

Gambar 8: Contoh Matrik BCG (David, 2009)

BCG adalah Relative Market Share Position atau posisi pangsa pasar relatif, yakni Rasio divisi pangsa pasar sendiri dalam suatu industri dengan pangsa pasar yang diselenggarakan oleh perusahaan saingan terbesar dalam industri. Question Marks: Pangsa pasar relatif rendah, perusahaan bersaing dalam industri pertumbuhan tinggi. Pada posisi ini perusahaan memiliki kebutuhan uang tunai yang besar. Keputusan yang diperlukan adalah untuk memperkuat posisi dengan strategi intensif atau melepaskan beberapa bisnis yang tidak menguntungkan. Stars: Pangsa pasar relatif tinggi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Secara jangka panjang posisi perusahaan memiliki peluang untuk pertumbuhan & profitabilitas. Investasi yang besar perlu dipertahankan untuk memperkuat posisi persaingan. Keputusan persaingan meliputi: integrasi strategi, strategi intensif, atau joint venture. Cash Cows: Pada posisi ini, perusahaan mencapai pangsa pasar relatif tinggi, perusahaan bersaing dalam industri dengan pertumbuhan rendah, perusahaan menghasilkan uang tunai yang melebihi kebutuhan mereka, uang yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain, pertahankan posisi kuat yang telah dicapai selama mungkin, lakukan pengembangan produk, diversifikasi konsentris, namun jika posisi melemah, perusahaan dapat mengambil langkah penghematan atau divestasi. Dogs: Pada posisi ini, pangsa pasar relatif rendah, perusahaan bersaing dalam

Page 167: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

324

pada pasnga pasar lambat dan atau tidak tumbuh, posisi internal dan eksternal perusahaan lemah, dan kemungkinan perusahaan berhadapan dengan langkah likuidasi, divestasi, dan penghematan.

Gambar 9: Contoh Matrik IE (David, 2009)

Matrik IE, didasarkan pada dua dimensi kunci: total skor IFE terbobot pada sumbu x dan total skor EFE terbobot pada sumbu y, dibagi menjadi tiga wilayah utama: (1) tumbuh dan membangun - Sel I, II, atau IV, (2) tahan dan mempertahankan - Sel III, V, atau VII, dan (3) panen atau divestasi - Sel-sel VI, VIII, atau IX.

Setelah semua matrik dibangun kemudian untuk menentukan strategi umum usaha dikembangkan Grand Strategy Matrix, yaitu Sebagai alat merumuskan alternatif strategi, berdasarkan dua dimensi: posisi kompetitif dan pertumbuhan pasar.

Page 168: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

325

Gambar 10: Contoh Matrik SPACE (David, 2009)

Kuadran I: Merupakan posisi strategis yang sempurna, konsentrasi perusahaan pada pasar produk yang selama ini digeluti, perusahaan dapat mengambil risiko secara agresif bila diperlukan. Kuadran II: Perusahaan perlu mengevaluasi pendekatan yang dilakukan hingga kini, mencari lagi cara untuk meningkatkan daya saing, perusahaan harus menyadari pada pasar dengan pertumbuhan yang cepat memerlukan strategi intensif. Kuadran III: perusahaan bersaing dalam industri dengan pertumbuhan lambat, posisi kompetitif cukup lemah, perlu melakukan perubahan secara drastis dan cepat, serta perusahaan perlu mempertimbangkan penghematan biaya atau pengurangan asset. Kuadran IV: Posisi perusahaan secara kompetitif cukup, pertumbuhan industri yang lambat, perlu diversifikasi dikembangkan untuk wilayah yang cukup menjanjikan.

Sedangkan pengujian keputusan mana yang menjadi strategi penting dihitung dengan quantitative strategic planning matrix (QSPM). QSPM adalah Teknik yang dirancang untuk menentukan daya tarik relatif dari alternatif tindakan yang layak dijalankan.

Page 169: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

326

Tabel 6. Contoh Tabel QSPM

Sumber: David (2009)

Langkah-langkah untuk Mengembangkan QSPM

1. Buatlah daftar aspek eksternal kunci: peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan internal di kolom kiri.

2. Tetapkan bobot untuk setiap tombol faktor internal dan eksternal.

3. Memeriksa tahap 2 matrik paduan, dan identifikasi alternatif strategi yang dapat diterapkan organisasi

4. Tentukan skor daya tarik.

5. Bandingkan skor daya tarik.

6. menghitung jumlah skor sdya tarik.

Secara detail pembaca dapat mengacu pada referensi David (2009).

Dengan berkembangnya konsep balanced scorecard dalam perencanaan dan implementasi strategi dikenalkan juga peta strategi (strategy map). Dengan mengembangan peta strategi, perusahaan dapat mengambarkan kinerja yang akan dicapai baik secara finansial dan non finansial. Contoh peta strategi dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 170: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

327

Gambar 11: Contoh Peta Strategi (Kaplan dan Norton, 200; 2004)

Implementasi Rencana Strategi

Implementasi strategi adalah langkah penyelarasan perusahaan dengan lingkungan (company and evironment co-alignment), maksudnya adalah perusahaan harus senantiasa merespon apa yang terjadi dalam lingkungan bisnisnya, atau jika mampu perusahaan dapat mempengaruhi kondisi lingkungan bisnisnya. Oleh karena itu pada tahapan implementasi suatu bisnis harus menyusun rencana taktis tahunan detail. Rencana ini biasanya berisikan target penjualan, target produksi, pelaksana (person in charge), anggaran usaha, prosedur operasional dari masing-masing kegiatan. Beberapa isu yang berhubungan dengan implementasi rencana strategik antara lain: Isu manajemen, pemasaran, finansial, MIS, dan Penelitian dan Pengambangan (R&D).

Page 171: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

328

Implementasi rencana strategi berkenaan dengan isu manajemen terdiri atas: sasaran tahunan, kebijakan perusahaan, alokasi sumberdaya, struktur organisasi, restrukturisasi personil, kompensasi, kemungkinan adanya resistansi untuk berubah, lingkungan alamiah, budaya organisasi, operasional organisasi dan sumberdaya manusia (strategic leadership).

Ketika alokasi sumberdaya (resources allocation) dijalankan untuk mengeksekusi semua program strategik yang menjadi komitmen, dukungan kepemimpinan strategik yang dibutuhkan bukan saja visioner serta memahami strategi yang akan dilaksanakan tapi juga kepemimpinan yang sangat memahami momentum strategik berkaitan dengan keputusan yang harus diambil, budaya organisasi harus terkondisi agar mendukung pelaksanaan eksekusi strategi. Dalam kaitan kepemimpinan strategik, implementasi strategi akan didukung oleh tatakelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).

Untuk isu yang lain dapat diamati implementasi strategi akan berhasil jika pemasaran barang dan jasa dilakukan dengan baik, meningkatkan kebutuhan modal kerja, produk yang dihasilkan secara teknologi lebih baik dari pesaing, dan sistem informasi sebagai support system perlu dibangun atau dikembangkan untuk menjalankan strategi yang telah dicanangkan. Sistem pendukung yang sesuai dengan perkembangan terakhir adalah sistem berbasis teknologi informasi.

Implementasi strategi pada dasarnya berkaitan dengan proses perubahan strategik dalam organisasi (David, 2009). Oleh karenanya perlu diperhatikan bagaimana implementasi atau ekseksi strategi dapat berjalan dengan baik. Menurut Thompson Jr, et al (2009), mengeksekusi strategi akan melibatkan penciptaan penyelarasan atau fit atau alignment yang kuat antara strategi dan (1) kemampuan organisasional, (2) struktur kompensasi atau reward, (3) sistem operasi internal, (4) iklim dan budaya kerja organisasi. Akan ditemui semakin kuat "penyelarasan atau fit" semakin baik eksekusi strategi dan semakin tinggi kemungkinan perusahaan mencapai target kinerjanya.

D. Pengendalian Strategik (Strategic Control)

Kegiatan pengendalian strategik atau (strategic control) adalah merupakan langkah evaluasi atas kerja yang dilakukan selama berjalannya bisnis. Dalam gambar 1 dan 4, evaluasi berjalan pada setiap tahap mulai dari rencana hingga implementasi. Evaluasi yang baik bersifat iteratif. Dalam mengevaluasi lingkungan digunakan environmental surveillance sedangkan evaluasi internal organisasi dapat didukung oleh pendataan yang kuat, dalam hal ini data base management memegang peranan yang vital. Untuk evaluasi proses usaha (business process), evaluasi dapat dilakukan dengan business process analysis dan

Page 172: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

329

dimungkinkan dalam setiap beberapa periode jangka menengah untuk dilakukan business process reengineering (BPR). Dari sisi pemasaran competitor monitoring dijalankan melalui marketing intelligence. Pendekatan praktis dan aplikatif dalam implementasi strategi dapat menggunakan balanced scorecard (BSC), contoh tabel BSC adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Contoh Tabel Balanced Scorecard (BSC)

Sumber: David (2009)

Penutup

Paper ini ditujukan sebagai stimulan awal untuk memberikan gambaran perlunya menerapkan manajemen strategik bagi pelaku usaha baik itu start-up business atau yang sudah berjalan. Untuk lebih detailnya dapat mengacu ke buku buku reference yang dijadikan dasar penulisan paper ini. Peta Strategi atau Strategy Map dan Balance Score Card (BSC) adalah alternatif selain pendekatan konvensional dalam perencanaan strategik yang dapat digunakan.

Page 173: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

330

Daftar Pustaka

Ackoff, R. L. (1970), A Concept of Strategic Planning, New York, Wiley David, F. (1997), Concepts of Strategic Management, &h Edition, International Edition, Prentice Hall, New Jersey.

Ansoff, H. I. (1977) 'The state of practice in planning systems', Sloan Management Review, XVIII, pp. 1-24.

Bryson, J. (1995). Strategic Planning for Public and Nonprofit Organizations: A Guide to Strengthening and Sustaining Organizational Achievement, San Francisco: Jossey-Bass Publishers.

David, F. R. (2001), Strategic Management: Concept and Cases. 8th Ed, Pearson International Edition.

David, F. R. (2009), Strategic Management: Concept and Cases. 12th Ed, Pearson International Edition.

Evered, R. (1983). So, What is Strategy? Long Range Planning. 16 (June): 57-72 Grant, R.M. 1995. Contemporary Strategy Analysts. Oxford, UK: Blackwell Publishers

Grant, R.M. (1995). Contemporary strategy analysis. Oxford, UK: Blackwell Publishers.

Grant, R.M. (2002). Contemporary strategy analysis: Concept, Techniques, Applications. 4th Ed. Oxford, UK: Blackwell Publishers.

http://www.m-w.com, (2004). Merriam-Webster Online Dictionary. Merriam-Webster, Incorporated.

Kaplan, R. S. and Norton, D. P. (2000). "Having Trouble with Your Strategy? Then Map It." Harvard Business Review. Sept-Oct.

Kaplan, R.S. and Norton, D. P. (2003). Strategy Maps: Converting Intangible Assets into Tangible Outcomes. HBS Press Book

Koontz, H. (1958) A Preliminary Statement of Principles of Planning and Control, Journal of the Academy of Management, Vol. I, p. 45-61.

Minztberg, H. (1994), The Rise and Fall of Strategic Planning, New Jersey,Prentice Hall.

Page 174: JBM Volume 6 No. 2 Januari 2010

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 6 No.2, Januari 2010

331

Minztberg, H. (1978), “Patterns in Strategy Formation,” Management Science, XXVI, 9, p 934-948

Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York: The Free Press.

Mintzberg, H. and McHugh, A (1985). Strategy Formation in an Adhocracy Administrative Science Quarterly

Mintzberg, H., Ahlstrand, B., & Lampel. J., (1998). Strategy safari: guided tour through the wilds of strategic management. New York, NY: Free Press

Porter, M.E. (1980). Competitive Strategy, Free Press, New York

Schwendiman, J. S. (1973). Strategic and Long Range Planning for the Multinational Corporation, Preager, New York.

Stacey, R. D. (1993). Strategic Management and Organizational Dynamics. London: Pitman Publishing.

Steiner, G. A. (1969), Top Management Planning, Macmillan, New York

Thompson, A. A. Jr; Strickland III, A. J.; Gamble, J. E. (2009). Crafting and Executing Strategy: the Quest for Competitive Advantage: Concepts and Cases. 17th ed. McGraw-Hill/Irwin, Boston, MA.

Truman, H. S. and Keyes, R. (1995). The Wit & Wisdom of Harry Truman, New York, NY: Harpercollins.

Weick, K. E. (1979). The social psychology of organizing (2th ed.). Reading, MA: Addison-Wesley.