JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

167
Jurnal BISNIS & MANAJEMEN Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 9 No. 3, Mei 2013 GAYA KEPEMIMPINAN DAN BERBAGI PENGETAHUAN Arie F. Kawulur, Nikolas Fajar Wuryaningrat PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEGAWAI HOTEL BERBINTANG EMPAT DI KOTA BANDUNG (Survei terhadap Pegawai Customer Services) Rismi Somad PENGARUH CAUSE-RELATED MARKETING DAN PROMOSI PENJUALAN TRADISIONAL PADA NIAT KONSUMEN UNTUK LOYAL TERHADAP MEREK YANG DIMODERASI OLEH KETERLIBATAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK Dwi Asri Siti Ambarwati PERAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JASA PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA PERGURUAN TINGGI Siti Maghfiroh PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, PERASAAN BERTANGGUNG JAWAB, DAN REPUTASI TERHADAP KEPUTUSAN REINVESTMENT PADA ANGGARAN MODAL Yenni Agustina KONTRIBUSI RASIO KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN LABA PERBANKAN DI BURSA EFEK JAKARTA Abdul Naser JURNAL BISNIS dan MANAJEMEN Vol. 9 No. 3 Hal. 300 - 462 Bandarlampung Mei 2013 ISSN 1411 - 9366

Transcript of JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Page 1: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal

BISNIS & MANAJEMEN Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 9 No. 3, Mei 2013

GAYA KEPEMIMPINAN DAN BERBAGI PENGETAHUAN Arie F. Kawulur, Nikolas Fajar Wuryaningrat

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN

ORGANISASIONAL TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEGAWAI HOTEL BERBINTANG EMPAT DI KOTA BANDUNG

(Survei terhadap Pegawai Customer Services) Rismi Somad

PENGARUH CAUSE-RELATED MARKETING DAN PROMOSI

PENJUALAN TRADISIONAL PADA NIAT KONSUMEN UNTUK LOYAL TERHADAP MEREK YANG DIMODERASI OLEH KETERLIBATAN

KONSUMEN TERHADAP PRODUK Dwi Asri Siti Ambarwati

PERAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN INTELLECTUAL

CAPITAL TERHADAP EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JASA

PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA PERGURUAN TINGGI

Siti Maghfiroh

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, PERASAAN BERTANGGUNG JAWAB, DAN REPUTASI TERHADAP KEPUTUSAN REINVESTMENT

PADA ANGGARAN MODAL Yenni Agustina

KONTRIBUSI RASIO KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN LABA

PERBANKAN DI BURSA EFEK JAKARTA Abdul Naser

JURNAL BISNIS dan

MANAJEMEN Vol. 9 No. 3 Hal. 300 - 462

Bandarlampung Mei 2013

ISSN 1411 - 9366

Page 2: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis & Manajemen, Volume 9 No. 3, Mei 2013

JJUURRNNAALL BBIISSNNIISS DDAANN MMAANNAAJJEEMMEENN

TIM REDAKSI

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. (Dekan FEB Unila) Pemimpin Redaksi : Dr. Ayi Ahadiat, S.E., M.B.A. Wakil Pemimpin Redaksi : Hj. Aida Sari, S.E., M.Si. (Ketua Jurusan Manajemen FEB Unila) Redaksi Pelaksana : Yuningsih, S.E., M.M. (Sekretaris Jurusan Manajemen FEB Unila) Dewan Redaksi : Hi. Habibullah Jimad, S.E., M.Si. : Mudji Rachmat Ramelan, S.E., M.B.A. : Rinaldi Bursan, S.E., M.Si. : Driya Wiryawan, S.E., M.M. : Prakarsa Pandjinegara, S.E., M.E. : Roslina, S.E., M.Si. : Yuniarti Fihartini, S.E., M.Si.

Staf Redaksi : Prayugo Alamat Redaksi : Gedung A Lantai 2 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145 Telepon/Fax : (0721)773465 Email : [email protected] Website : http://fe-manajemen.unila.ac.id/jbm Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.

Volume 9 No. 3, Mei 2013 ISSN 1411 - 9366

Page 3: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

JJUURRNNAALL BBIISSNNIISS DDAANN MMAANNAAJJEEMMEENN

DAFTAR ISI GAYA KEPEMIMPINAN DAN BERBAGI PENGETAHUAN Arie F. Kawulur, Nikolas Fajar Wuryaningrat ..................................................... 300 PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEGAWAI HOTEL BERBINTANG EMPAT DI KOTA BANDUNG (Survei terhadap Pegawai Customer Services) Rismi Somad………………………………………………………............................ 320 PENGARUH CAUSE-RELATED MARKETING DAN PROMOSI PENJUALAN TRADISIONAL PADA NIAT KONSUMEN UNTUK LOYAL TERHADAP MEREK YANG DIMODERASI OLEH KETERLIBATAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK Dwi Asri Siti Ambarwati .......................................................................................... 342 PERAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JASA PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA PERGURUAN TINGGI Siti Maghfiroh ............................................................................................................. 370 PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, PERASAAN BERTANGGUNG JAWAB, DAN REPUTASI TERHADAP KEPUTUSAN REINVESTMENT PADA ANGGARAN MODAL Yenni Agustina ........................................................................................................... 423 KONTRIBUSI RASIO KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN LABA PERBANKAN DI BURSA EFEK JAKARTA Abdul Naser ................................................................................................................ 435

Volume 9 No. 3, Mei 2013 ISSN 1411 - 9366

Page 4: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

GAYA KEPEMIMPINAN DAN BERBAGI PENGETAHUAN

Arie F. Kawulur1 Nikolas Fajar Wuryaningrat2

ABSTRACT

Knowledge sharing is an important part in knowledge management literature to optimize firm knowledge resources. However knowledge sharing is not easily to produce because knowledge sharing can not happen automatically. Leadership factor is an important factor to encourage knowledge sharing.

The purpose of this study was to examine the role of transformational and transactional leadership of the owner or manager of SMEs to encourage knowledge sharing activity. Survey was conducted in the SME production sector in Province of North Sulawesi. 176 samples were succees to collect. Than data were analyzed with Structural Equation Model based on variants which is PLS-SEM.

The research result showed that only individual consideration and individusl inspirational had a positive effect to encourage knowledge sharing. Contingent reward, intellectual stimulaton, and inspirational motivation were no effect to encourage knowledge sharing.

Keywords: Innovation capabilities, knowledge sharing, leadership style

PENDAHULUAN

Sumber daya pengetahuan saat ini sudah menjadi sumber daya yang utama untuk

peningkatan daya saing perusahaan kecil ataupun besar (Davenport dan Prusak,

1998). Menurut Darroch (2005) perusahaan yang mampu mengelola pengetahuan

dengan efektif akan menjelma menjadi perusahaan yang lebih inovatif. Pengelolaan

pengetahuan yang baik dan efektif dapat diartikan sebagai bentuk upaya perusahaan

untuk meningkatkan sumberdaya pengetahuan.

Menurut Argote et al. (1999 dalam Srivastava et al., 2006) aktivitas berbagi

pengetahuan adalah bagian dari manajemen pengetahuan yang sangat penting

karena berhubungan dengan optimalisasi sumber daya pengetahuan. Berbagi

pengetahuan memiliki kemampuan untuk melahirkan pengetahuan baru.

Pengetahuan baru ini yang, diharapkan dapat dimanfaatkan misalnya untuk

meningkatkan kemampuan inovasi (Miller, 2007; Srivastava et al., 2006).

1 Staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Manado 2 Staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Manado

Page 5: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

301

Walaupun berbagi pengetahuan sangat penting bagi perusahaan, masalah mendasar

dari berbagi pengetahuan terletak pada kenyataan bahwa berbagi pengetahuan

bukanlah suatu hal yang dapat berjalan otomatis. Menurut Szulanski (1996, 2000)

berbagi pengetahuan adalah sebuah proses yang sangat sulit, karena terkendala

dengan adanya perbedaan pemahaman antara pemberi pengetahuan dan penerima

pengetahuan. Untuk mengatasi kendala atau kesulitan tersebut salah satunya

dibutuhkan faktor peran pemimpin untuk memastikan berbagi pengetahuan dapat

berjalan efektif (Srivastava et al., 2006).

Penelitian empiris terdahulu mendukung bahwa pemimpin dengan gaya

kepemimpinannya menjadi faktor pendorong utama berbagi pengetahuan dalam

organisasi (Xue et al., 2010; Singh, 2008; Srivastava et al., 2006). Studi yang telah

dilakukan oleh Xue et al. (2010) dan Srivastava et al. (2006) mengungkapkan bahwa

pemimpin dengan gaya empowering berpengaruh positif pada berbagi pengetahuan.

Penelitian Singh (2008) mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan yang

mendukung, konsultatif dan delegatif berpengaruh signifikan terhadap praktik-

praktik manajemen pengetahuan termasuk di dalamnya berbagi pengetahuan.

Dalam penelitian ini diarahkan untuk mengangkat peran kepemimpinan

transformasional dan transaksional karena belum banyak studi yang mengangkat

peran kepemimpinan ini dalam manajemen pengetahuan termasuk berbagi

pengetahuan (Crawford, 2005). Menurut Bass (1985, dalam Yukl, 2006) seorang

pemimpin dalam organisasi dimungkinkan mempunyai jiwa kepemimpinan yang

berbeda (i.e. transformasional dan transaksional) yang menyatu dalam dirinya.

Dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Bass (1985) memberikan

kesempatan melihat pengaruh gaya kepemimpinan secara spesifik dan

komprehensif terhadap berbagi pengetahuan dan pengaruhnya terhadap inovasi

perusahaan. Dalam penelitian ini akan melihat hubungan antar dimensi yang ada

dalam kepemimpinan transformasional dan transaksional pada sehingga dapat

memberikan gambaran dan informasi yang lebih detail dan terperinci tentang

pengaruh kepemimpinan transformasional dan transaksional dalam berbagi

pengetahuan.

Page 6: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

302

Penelitian ini dilakukan pada sektor usaha kecil menengah (UKM) dengan alasan

UKM dalam pengendalian manajemennya biasanya dipegang oleh satu orang yang

berperan sebagai pemilik sekaligus pengelola (Stanworth dan Curran, 1976; dalam

Indarti 2010). Hal ini menjadikan pemilik atau manajer menjadi aktor utama dalam

pengembangan karyawan dan perusahaan. Berdasarkan pendapat tersebut

diharapkan dapat menguji peran kepemimpinan dengan lebih baik dibandingkan

manajemen perusahaan besar.

LATAR BELAKANG TEORI DAN HIPOTESIS

Berbagi Pengetahuan

Berbagi pengetahuan menurut Kamasak dan Bulutlar (2009) sangat erat

hubungannya dengan penciptaan pengetahuan. Nonaka et al. (2006) mendefinisikan

penciptaan pengetahuan sebagai proses belajar terus-menerus dengan cara

mengakusisi konteks baru, pandangan baru dan pengetahuan baru. Berbagi

pengetahuan dalam hal ini merupakan suatu aktivitas sosial (Dalkir, 2005) yang

membutuhkan sikap,perilaku dan motivasi mendukung terciptanya berbagi

pengetahuan (Xue et al., 2010; Liao et al., 2007). Tanpa berbagi pengetahuan maka

pengetahuan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik (underutilized) (Srivastava et al.,

2006).

Berbagi pengetahuan dalam organisasi bisa didefinisikan sebagai proses terjadi

pertukaran pengetahuan baik tacit ataupun eksplisit untuk menghasilkan

pengetahuan baru (Van den Hoof dan Ridder, 2004). Bentuk berbagi pengetahuan

adalah aktivitas individu memberikan ide, usul, saran, informasi, pengalaman dan

keahlian kepada anggota tim lainnya dalam organisasi (Van den Hoof dan Rider,

2004; Bartol dan Srivastava, 2002; Davenport dan Prusak, 1998). Menurut Van den

Hoof dan Rider (2004) dalam aktivitas berbagi pengetahuan terbagi dalam dua

dimensi yang yaitu mendonasikan pengetahuan dan mengumpulkan pengetahuan.

Mendonasikan pengetahuan adalah proses membawa atau memberikan

pengetahuan melalui komunikasi antar individu. Mengumpulkan pengetahuan

didefinisikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan dari individu lain melalui

Page 7: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

303

jalan konsultasi atau membujuk dan mengajak individu lain untuk bersedia

membagikan pengetahuannya.

Berbagi pengetahuan merupakan kunci sukses dalam proses menterjemahkan

pembelajaran individu menjadi kapabilitas organisasional (Frey and Oberholzer-Gee,

1997; Nahapiet dan Ghoshal, 1998; dalam Lam dan Lambermont-Ford, 2008). Akan

tetapi Lam dan Lambermont-Ford (2008) mengingatkan bahwa berbagi pengetahuan

merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan karena hal tersebut tergantung

kebersediaan individu untuk berbagi (share). Kesulitan tersebut oleh Szulanski (1996,

2000) disebutkan sebagai kelengketan pengetahuan (stickiness of knowledge) karena

merupakan suatu proses sosial yang memiliki kompleksitas kesulitan dan causal

ambiguity. Banyak penelitian sebelumnya baik kualitatif dan kuantitatif memberikan

contoh bahwa berbagi pengetahuan memberikan banyak manfaat salah satunya

adalah peningkatan kemampuan inovasi dan peningkatan kinerja tim (Tsai, 2001;

Dyer dan Nobeoko, 2000; Darroch, 2005; Srivastava et al., 2006; Liao et al., 2007; Lin,

2007; Hu et al., 2009).

Teori Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan Transformasional dan Berbagi Pengetahuan

Menurut pendapat orisinil dari Bass (1985 dalam Yukl, 2006) pemimpin

transformasional berusaha memotivasi bawahan untuk dapat mempunyai kinerja

yang melebihi ekspektasi dari organisasi itu sendiri. Oleh karena itu, Yukl (2006)

mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi

karyawannya, yaitu dengan:

a. mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;

b. mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan

c. meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan

aktualisasi diri.

Menurut Bass (1985, 1990; dalam Yukl, 2006) ada empat dimensi dari kepemimpinan

transformasional yaitu : sumber motivasi, sumber inspirasi, sumber pertimbangan

dari individu, dan stimulus intelektual.

Page 8: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

304

Yukl (2006) dan Northouse (1997) mengungkapkan sumber inspirasi atau bisa

disebut juga sebagai pemimpin yang karismatik adalah pemimpin yang berlaku

sebagai panutan bagi bawahannya. Pemimpin yang seperti ini biasanya memiliki

standar moral yang tinggi dan sangat dihormati dan dipercayai oleh bawahannya.

Pemimpin transformasional merupakan sumber motivasi dari bawahan karena

pemimpin ini sangat komunikatif menjelaskan dengan semangat visi kedepannya.

Stimulus intelektual adalah tipe gaya kepemimpinan transformasional yang mampu

mendorong karyawan menjadi lebih kreatif dan inovatif. Pemimpin dengan tipe ini

dapat mendorong karyawan untuk mengembangkan cara-cara baru untuk

menyelasaikan masalah dalam organisasi (Northouse, 1997). Sumber pertimbangan

adalah faktor kepemimpinan yang dapat menciptakan iklim kerja yang baik.

Pemimpin bersedia mendengarkan keluh kesah atau kebutuhan dari bawahannya.

Pemimpin yang seperti ini bertindak seperti pelatih dan penasihat atau konsulen

(Yukl, 2006 dan Northouse 1997).

Menurut Deluga (1990) gaya kepemimpinan transformasional mendorong suatu

hubungan atasan-bawahan sebagai hubungan ikatan emosional, berupa bentuk

kepercayaan dan keyakinan atas pengaruh dan kemampuan atasannya. Manajer

yang mampu menonjolkan gaya kepemimpinan transformasionalnya dapat

menjadikan karyawan merasakan ikatan emosional yang kuat dengan atasannya.

Terjalinnya ikatan emosional yang kuat antara atasan dan bawahan ini dapat

membantu pemilik atau manajer UKM saat meminta karyawannya

mengembangkan pengetahuannya untuk digunakan bagi kepentingan perusahaan.

Melalui jalinan emosional ini diharapkan karyawan dengan senang hati memberikan

pengetahuan yang sudah dipelajarinya bahkan tanpa diminta sekalipun.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilik atau manajer UKM yang

memiliki kepemimpinan transformasional bisa mempunyai kemampuan mengubah

perilaku bawahannya untuk mau membuka dirinya terhadap pengetahuan yang

dimiliknya, dan secara bersama–sama menciptakan aktivitas berbagi pengetahuan.

Pendapat ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Bryant (2003) dan

Crawford (2005) yang membuktikan bahwa gaya kepemimpinan transformasional

Page 9: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

305

berpengaruh positif pada manajemen pengetahuan termasuk aktivitas berbagi

pengetahuan.

Secara ringkas hal tersebut dapat dituliskan sebagai hipotesis-hipotesis berikut:

H1 : Seluruh dimensi kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada

aktivitas berbagi pengetahuan.

Kepemimpinan Transasksional dan Berbagi Pengetahuan

Menurut Bass (1985, dalam Yukl, 2006) kepemimpinan transaksional dapat

dikonsepkan sebagai proses transaksi antara atasan dan bawahan. Manajer yang

transaksional mendorong bawahan untuk mau bekerja sesuai dengan kesepakatan

eksplisit atau implisit yang terjadi antara atasan dan bawahan (Deluga, 1990). Dalam

kepemimpinan transaksional biasanya bawahan sudah diberikan target pekerjaan

yang jelas. Apabila target tersebut sudah tercapai maka pemimpin akan memberikan

penghargaan berupa upah atau insentif. Tetapi apabila target tersebut tidak dapat

tercapai maka manajer dapat memberikan tindakan evaluasi seperti pemberian

sanksi. Menurut Bass (1985, 1990 dalam Yukl, 2006) gaya kepemimpinan manajer

transaksional dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu adalah imbalan kontingen dan

eksepsi manajemen. Imbalan kontingen mengarahkan diri pada proses pertukaran

antara atasan dan bawahan dengan melibatkan suatu imbalan atau penghargaan

(reward) dalam proses pertukaran tersebut (Northouse, 1997). Lebih lanjut dijelaskan

oleh Northouse (1997) melalui tipe atau dimensi tersebut pemimpin bisa membentuk

suatu kesepakatan dengan karyawan mengenai apa yang harus dikerjakan oleh

karyawan dan apa yang bisa didapat oleh karyawan jika pekerjaan yang disepakati

bisa terlaksana. Sedangkan eksepsi manajemen merupakan bentuk koreksi atau

evaluasi dari pemimpin ketika terjadi suatu kesalahan yang dilakukan oleh

karyawan (Northouse, 1997; Bass et al., 2003).

Senada dengan pendapat Northouse (1997), Yukl (2006) mengemukakan bahwa

manajer yang memiliki gaya kepemimpinan transaksional dengan karyawan

tercermin dari tiga hal yakni:

a. pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelaskan apa

yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan.

Page 10: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

306

b. pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan

imbalan; dan

c. pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama

kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan

karyawan.

Menurut Deluga (1990) manajer yang memiliki gaya kepemimpinan transaksional

menganggap hubungan atasan dan bawahan sebagai hubungan ikatan kerja atau

kesepakatan kerja baik implicit ataupun eksplisit. Kemudian dijelaskan oleh Deluga

(1990) bahwa ketika karyawan mengikuti kesepakatan kerja tersebut maka karyawan

bisa mendapatkan imbalan dan ketika karyawan menyimpang dari kesepakatan

dapat dikenai sanksi.

Berbeda dengan gaya kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan

transaksional menjadikan hubungan atasan bawahan sebagai hubungan ikatan kerja

atau kesepakatan bukan ikatan emosional. Saat pemimpin menonjolkan gaya

kepemimpinan transaksional, pemimpin dapat menganggap pengetahuan karyawan

adalah milik perusahaan. Petigrew dan Mechanic (1972, 1962 dalam Deluga 1990)

mengungkapkan informasi dan keahlian yang dimiliki bawahan dapat menjadi

bahan negosiasi untuk mencapai kesepakatan kerja.

Menurut Bock dan Kim (2002) aktivitas berbagi pengetahuan sangat erat

hubungannya dengan teori pertukaran ekonomi. Pendapat tersebut dapat diartikan

bahwa aktivitas berbagi pengetahuan tergantung dari manfaat yang didapat dan

biaya yang dikeluarkan oleh karyawan. Menurut Bartol dan Srivastava (2002) untuk

mendorong aktivitas berbagi pengetahuan maka manajemen perusahaan perlu

memberikan sistem yang baik dalam pemberian penghargaan ekstrinsik seperti

kenaikan gaji, bonus dan insentif. Hal ini dimaksudkan oleh Bartol dan Srivastava

(2002) untuk memberikan stimulus bagi karyawan untuk meningkatkan

pengembangan pengetahuan perusahaan melalui aktivitas berbagi pengetahuan.

Dengan kata lain semakin tinggi partisipasi karyawan dalam berbagi pengetahuan

maka semakin tinggi pula penghargaan yang dapat diterimanya.

Page 11: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

307

Apabila pendapat di atas dihubungkan dengan gaya kepemimpinan transaksional

maka pemimpin dengan gaya kepemimpinan transaksional dapat memperluas

pengaruhnya melalui pemberian harapan misalnya: kenaikan gaji, promosi dan

lainnya, ataupun bahkan pemberian sanksi apabila karyawan melakukan kesalahan

(Yukl, 2006). Melalui cara pemberian penghargaan dan pemberian sanksi tersebut

diharapkan karyawan dapat terdorong untuk aktivitas mengumpulkan dan

mendonasikan pengetahuan baru yang didapatnya. Menurut Bock dan Kim (2002)

praktik-praktik pemberian penghargaan dan sanksi merupakan hal yang biasa

dilakukan perusahaan untuk mendorong aktivitas berbagi pengetahuan. Pendapat

ini dapat diilustrasikan sebagai bentuk hubungan antara guru dan murid. Ketika

guru memberikan pekerjaan rumah murid akan mengerjakan perkerjaan rumah

tersebut dengan harapan dia akan mendapatkan nilai yang baik ataupun untuk

menghindari hukuman dari gurunya apabila pekerjaan rumahnya tidak dikerjakan.

Berdasarkan pendapat dan contoh di atas diharapkan selama karyawan percaya

bahwa karyawan bisa mendapatkan tambahan penghasilan, promosi dan

kesempatan mengembangkan diri ataupun untuk menghindari sanksi manajemen

maka keinginan dari manajemen dapat terpenuhi (Yukl, 2006; Bass et al., 2003)

termasuk juga aktivitas berbagi pengetahuan.

Secara ringkas pernyataan di atas dapat dirumuskan dalam hipotesis-hipotesis

berikut:

H2 : Seluruh dimensi kepemimpinan transaksional berpengaruh positif pada

aktivitas berbagi pengetahuan.

MODEL KONSEPTUAL

Kepemimpinan Transformasional: 1. Inspirasi individu 2. Stimulus intelektual 3. Pertimbangan individu 4. Sumber motivasi

Berbagi Pengetahuan: 1. Mengumpulkan 2. Mendonasikan

Kepemimpinan Transaksional: 1. Imbalan kontingen 2. Eksepsi manajemen

Page 12: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

308

METODE PENELITIAN

Sampel dan Prosedur

Survei dilakukan di UKM sektor produksi di Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan

sampel didasari oleh kriteria UKM yang memiliki karyawan tetap 5-99 orang yang

merupakan klasifikasi BPS dalam menentukan skala usaha kecil dan menengah.

Pemilik atau manajer UKM dalah aktor utama dalam tugas dan tanggung jawab

terhadap perkembangan pengetahuan dan inovasi perusahaan (Stanworth dan

Curran, 1976; dalam Indarti, 2010). Oleh karena itu pemilik atau manajer UKM

diasumsikan bisa memberikan gambaran atau informasi yang dibutuhkan dalam

penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Provinsi Sulut adalah

salah satu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi 7,1% di atas rata-rata

pertumbuhan ekonomi national yang hanya mencapai 6,3% (BPS, 2012). Menurut

Menteri Koperasi dan UKM Indonesia saat berkunjung ke Manado beliau

mengatakan keberhasilan Sulut tidak lepas dari peran UKM (ManadoGo.com).

Pengukuran

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah instrumen yang digunakan

dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Setiap konstruk diukur dengan beberapa

item pertanyaan. Seluruh item kuesioner diukur dengan menggunakan 5 skla likert

(1=jarang sekali/hamper tidak pernah s/d 5=sering sekali/hamper selalu).

Self report gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional diukur dengan

instrumen penelitian MLQ-1992. Gaya kepemimpinan transformasional diukur

dengan 12 pertanyaan dan gaya kepemimpinan transaksional diukur dengan 6 item

pertanyaan. Aktivitas berbagi pengetahuan diukur dengan 10 item. Instrumen ini

diadaptasi dari Hoof dan Ridder (2004). Seberapa sering dimensi gaya

kepemimpinan transformasional dan transaksional dipraktikkan oleh pemilik atau

manajer UKM, seberapa aktif aktivitas berbagi pengetahuan dijalankan di UKM

adalah dipersepsikan oleh pemilik atau manajer UKM adalah fokus pengukuran

penelitian ini.

Page 13: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

309

Instrumen penelitian ini diterjemahkan dari versi bahasa aslinya kemudian

dikonsultasikan kebeberapa akademisi di dua universitas yang memiliki reputasi

baik di Sulut. Selain itu para ahli yang kompeten dalam bidang UKM di Sulut juga

dimintai bantuannya untuk menilai instrumen penelitian ini. Setelah instrumen

penelitian selesai dikonsultasikan kemudian instrument penelitian ini

dikonsultasikan langsung ke pelaku usaha. Setelah instrumen dinyatakan baik

kemudian instrumen penelitian kuesioner mulai didistribusikan langsung ke

responden.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini memakan waktu dua bulan dari bulan Mei

s/d Juni 2012. Total kuesioner yang didistribusikan secara langsung ke responden

sebanyak 250. Data yang kembali atau berhasil dikumpulkan sebanyak 207 buah

tetapi hanya 176 data yang dapat diolah karena tidak dapat memenuhi kriteria

sampel dan pengisian data yang tidak lengkap. Tingkat partisipasi responden sangat

baik 70,4% hal tersebut mungkin terjadi karena metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan mendistribusikan kuesioner langsung kepada responden.

Profil responden dan profil usaha

Berdasarkan data dalam Tabel 1, sebagian besar (69,31%) pemilik atau manajer UKM

berpartisipasi dalam penelitian ini adalah pria. Sebagian besar berada pada rentang

usia matang yaitu 36-40 tahuan (54%) dan cukup banyak juga responden yang

berada pada rentang usia 40 tahun keatas (22,7%). Secara keseluruhan rata-rata usia

responden adalah 40 tahun. Tingkat pendidikan pemilik atau manajer UKM dalam

sampel penelitian ini sebagian besarnya (40,90%) adalah SMU/sederajat. Dari tabel 1

juga. dapat diketahui responden telah memiliki pengalaman yang baik karena telah

berdiri cukup lama yaitu rata-rata 15 tahun. Usaha yang digeluti sebagian besar

bergerak pada usaha produksi kerajinan dan umum (33,52%), seperti pembuatan

aksesoris dari berbagai macam bahan baku. Sebagian besar UKM sektor produksi

sebagian besar berlokasi di pedesaan (60,79%) dengan karyawan yang biasanya

berasal dari desa dimana UKM tersebut melakukan aktivitas usahanya.

Page 14: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

310

Jumlah karyawan UKM sektor produksi dalam sampel ini bervariasi, tetapi secara

rata-rata jumlah karyawan tetapnya berjumlah 11 orang, dengan jumlah karyawan

paruh waktunya rata-rata 13 orang. Dari jumlah karyawan tersebut dapat diketahui

bahwa sebagian besar usaha dapat diklasifikasikan sebagai usaha kecil (Klasifikasi

BPS). Responden UKM sektor produksi sebagian besar memiliki aset dikisaran 5 s/d

50 juta rupiah (50,56%). Sementara jumlah omset bulanan UKM sektor produksi

dalam sampel ini sebagian besar berada pada angka dibawah 50 juta rupiah

(61,71%). Dari kisaran omset dan pendapatan responden dapat dikategorikan UKM

sektor produksi di Provinsi Sulut sebagai usaha kecil (Lihat UU no.20 tahun 2008).

Tabel 1. Profil Responden dan Usaha

Dimensi Kategori Jumlah responden Prosentase

Jenis kelamin : a. Pria b. Wanita

122 54

69,31 29,54

Rentang usia

a. <25 tahun b. 26–30 tahun c. 31-35 tahun d. 36-40 tahun e. > 40 tahun

13 12 16 95 40

7,4 6,8 9,1 54

22,7

Tingkat Pendidikan

a. SD b. SMP c. SMU d. Diploma e. S1 f. Lainnya (S2)

32 31 72 8

32 1

18,18 17,61 40,90 4,54

18,18 0,56

Bidang usaha

a. Kerajinan dan Umum b.Kimia&BahanBangunan c. Logam&Elektronika d. Pengolahan pangan e. Sandang&Kulit

52 16 34 44 30

29,54 9,09

18,89 19,31 17,04

Lokasi a. Desa b. Kota c. Daerah pinggiran

107 57 12

60,79 32,86 6,81

Rata-rata Jumlah Karyawan a. Tetap b. Paruh waktu

11 13

Jumlah aset (2 tahun terakhir)

a. Kurang dari 5 juta b. 5 juta s/d 50 juta c. >50 s/d 100 juta d. >100 s/d 150 juta e. >150 juta

59 89 13 5

10

33,52 50,56 7,38 2,84 5,68

Omset per bulan

a. <50 juta b. >50 s/d 100 juta c. >100 s/d 150 juta d. >150 juta

108 37 21 10

61,71 21,02 11,93 5,68

Sumber : data primer diolah (2011)

Page 15: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

311

ANALISIS DATA DAN HASIL

Metode analisis data dalam penelitian ini digunakan Structural Equation Model (SEM)

berbasis varian atau Partially least square (PLS-SE) dengan program SmartPLS 2.0.

Metode analisis data ini dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk

mengembangkan teori. Dengan kata lain pengujian dengan PLS-SEM sangat tepat

ditujukan bagi penelitian yang memiliki dasar teori ataupun bukti-bukti empiris

yang kurang (Hair et al., 2011). Selain itu PLS-SEM cocok untuk penelitian yang

menghadapi masalah pada pengukuran. PLS-SEM bisa dijalankan dengan baik

dengan minimal dua indikator (Hair et al., 2010). Hal tersebut akan menjadi masalah

apabila analisis data dijalankan misalnya dengan SEM berbasis kovarian (Hair et al.,

2010). Pengujian dengan PLS meliputi pengujian validitas dan reliabilitas dan

kemudian dilakukan pengujian hipotesis. Selain itu PLS-SEM sangat robust terhadap

masalah asumsi klasik seperti normalitas dan multikolinieritas (Jogiyanto dan

Abdillah, 2009).

Pengujian Instrumen

Validitas Konstruk dan Reliabilitas

Hasil pengujian ini didapati dari 28 item pertanyaan 12 item harus dihilangkan

dalam pengukuran, sehingga hanya 16 item pertanyaan yang dapat digunakan

dalam pengukuran penelitian ini. Item pertanyaan yang harus dihilangkan atau

dikurangi disebabkan oleh nilai factor loading tidak dapat mencapai batas minimal

instrumen dapat dikatakan valid, yaitu 0,5 atau idealnya 0,7 dan atau mengalami

masalah cross loading (Hair et al., 2010). Dari pengujian ini dimensi kepemimpinan

transaksional yang valid hanya imbalan kontingen, sedangkan dimensi eksepsi

manajemen semua nilai factor loadingnya dibawah batas minimal 0,5 atau mengalami

masalah cross loading sehingga variabel ini harus dihilangkan.

Pengujian validitas konstruk dalam penelitian ini terdiri dari validitas konvergen

dan diskriminan. Kedua pengujian validitas ini dimaksudkan untuk mengetahui

sejauh mana instrumen dalam pengukuran merefleksikan konstruk teoritikalnya

yang ditunjukkan dengan bukti-bukti empiris (Hair et al., 2010; Cooper dan

Schindler, 2008).

Page 16: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

312

Hasil Pengujian Validitas Konvergen dan Reliabilitas

Pengujian validitas konvergen dilakukan untuk mengetahui korelasi antar konstruk

penelitian. Indikator yang digunakan dalam validitas konvergen adalah nilai factor

loading yang mengumpul dalam konstruknya, dan nilai AVE (Hair et al., 2010). Selain

itu pengujian reliabilitas diikutkan dalam pengujian validitas konvergen ini karena

menurut Hair et al. 2010 reliabilitas adalah salah satu indikator validitas konvergen.

Secara lengkap hasil pengujian validitas konvergen dan reliabilitas dapat dilihat di

tabel 2.

Tabel 2. Pengujian Pengukuran Validitas Konvergen dan Reliabilitas

Variabel Jumlah

item Validitas Konvergen Komposit

reliabilitas Loading factor AVE

Inspirasi individu (INDV) Stimulus intelektual (ISTM)

2 2

0,742-0,851 0,729-0,842

0,637 0,620

0,777 0,765

Sumber motivasi (MOTV) 3 0,762-0,859 0,639 0,841 Pertimbangan individu (ICON) Imbalan kontingen (CR)

2 2

0,824-0,914 0,778-0,884

0,757 0,692

0,861 0,817

Berbagi pengetahuan (KS) 5 0,717-0,802 0,570 0,869

Sumber: Data primer diolah (2011)

Tabel 2 menunjukkan seluruh variabel penelitian memiliki nilai factor loading yang

valid dan ideal yaitu lebih besar dari 0,7 (Hair et al., 2010). Seluruh nilai AVE tiap

konstruk semua diatas saran dari Hair et al. (2010; 2011) yaitu lebih besar dari 0,5.

Hair et al. (2010; 2011) mengungkapkan bahwa dalam PLS-SEM pengujian reliabilitas

yang paling tepat untuk mengukur konsistensi internal adalah composite reliability

karena composite reliability mencerminkan nilai yang sesungguhnya reliabilitas

konstruk penelitian. Pengujian reliabilitas ini menunjukkan hasil yang baik. Hal

tersebut dapat dilihat tabel 2. yang menunjukkan seluruh variabel penelitian

memiliki nilai composite reliability lebih besar dari 0,7 (Hair et al., 2011).

Pengujian validitas diskriminan

Chin (1998; dalam Hair et al., 2011) menyebutkan konstruk yang memiliki nilai factor

loading pada satu konstruk lebih besar dari konstruk lainnya dapat dinyatakan setiap

konstruk berbeda dengan konstruk lainnya. Dengan kata lain tidak ada nilai factor

loading yang cross loading dengan konstruk lainnya menandakan bahwa antar

konstruk berbeda.

Page 17: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

313

Mengacu dari pengujian validitas konvergen dan diskriminan dapat diputuskan

instrumen penelitian dinyatakan dapat memenuhi validitas konstruknya. Oleh

karena itu 16 item variabel ini sudah dapat digunakan untuk menguji hubungan

kausalitas yang dihipotesiskan.

HASIL PENELITIAN

4.4. PENGUJIAN HIPOTESIS

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menganalisis hubungan sebab-akibat

(kausalitas) antar variabel dalam model berdasarkan nilai critical ratio (C.R) lebih

besar dari 1,96 dan1,645 (sig. 5% two tailed dan one tailed) dan arah hubungan yang

sesuai dengan hipotesis berarti dapat didukung. Hasil pengujian hipotesis dapat

dicermati di tabel 6.

Tabel 3. Pengujian Hipotesis

Hipotesis Hubungan Koefisien S.E C.R Keterangan

H1

H2

INDV�KS ICON�KS ISTM�KS

MOTV�KS CR�KS

0,326 0,246 0,061 0,062 0,004

0,101 0,081 0,092 0,103 0,092

3,220 3,008 0,670 0,605 0,048

Didukung Didukung

Tidak didukung Tidak didukung Tidak didukung

Sumber: data primer diolah (2011) Ket: INDV: inspirasi individu, ICON: pertimbangan individu, ISTM: stimulus

intelektual, MOTV: sumber motivasi, CR: imbalan kontingent, KS: berbagi pengetahuan.

Tabel 3 menunjukkan bahwa hipotesis satu yang mengungkapkan seluruh dimensi

kepemimpinan transformasional memberi pengaruh positif pada berbagi

pengetahuan hanya terdukung sebagian (Partially support). Hal tersebut ditunjukkan

dengan hanya dimensi inspirasi individu dan pertimbangan individu saja yang

terdukung karena memiliki nilai C.R > 1,96. Sedangkan stimulus intelektual dan

sumber motivasi memiliki nilai C.R < 1,96. Pada hipotesis dua tidak didukung

karena nilai C.R < 1,96 untuk seluru variabel yang diteliti.

Page 18: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

314

DISKUSI DAN KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi gaya kepemimpinan

transformasional yaitu sumber inspirasi dan pertimbangan pribadi berpengaruh

positif pada aktivitas berbagi pengetahuan. Inspirasi individu atau karisma dan

perhatian dari atasan kepada bawahan akan menciptakan hubungan afiliasi yang

kuat antara atasan dan bawahan (Northouse, 1997). Oleh karena itu dimungkinkan

membentuk kepercayaan yang tinggi antara atasan dan bawahan sehingga hal ini

dapat mendorong karyawan mau berbagi pengetahuan. Ketika atasan menunjukkan

bahwa dengan berbagi pengetahuan dapat mengembangkan kemampuan dirinya

maka dimungkinkan karyawan akan percaya pula bahwa dengan berbagi

pengetahuan mereka bisa merasakan manfaat yang sama. Menurut Davenport dan

Prusak (1998) faktor kepercayaan (trust) merupakan faktor penting agar seseorang

mau berbagi pengetahuan.

Sedangkan dimensi sumber motivasi tidak dapat mempengaruhi aktivitas berbagi

pengetahuan. Hal ini mungkin lebih disebabkan pemilik dan manajer UKM tidak

cukup komunikatif dalam menyampaikan visi kedepan organisasinya. Oleh karena

itu maksud dan tujuan dari berbagi pengetahuan tidak sampai kepada bawahannya.

Begitu pula dengan dimensi stimulus intelektual tidak pula dapat mempengaruhi

berbagi pengetahuan. Hal ini mungkin disebabkan pemimpin tidak cukup inovatif

atau tidak cukup memiliki pengetahuan yang cukup sehingga tidak mampu

mendorong proses belajar yang bisa dicapai melalui berbagi pengetahuan (Lihat

Nonaka dan Takeuchi, 1995. Hal ini diperkuat dengan tingkat pendidikan dari

sebagian besar responden pemilik UKM yang tergolong rendah (Lihat Tabel 1.).

Imbalan kontingen dalam penelitian ini tidak dapat mempengaruhi berbagi

pengetahuan. Hal ini mungkin disebabkan sebagian besar UKM sektor produksi di

Sulut berlokasi di pedesaan dengan karyawan banyak berasal dari penduduk desa

(lihat tabel 1). Hal tersebut memungkinkan membentuk suatu ikatan emosional yang

kuat antara atasan dan karyawan, karena biasanya ikatan kekeluargaan dan

silaturahmi di pedesaan relatif masih sangat kuat. Oleh karena itu pendekatan

penghargaan bukan pendekatan yang tepat untuk diterapkan pada UKM sektor

produksi di Provinsi Sulut.

Page 19: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

315

Kohn (1993) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang kuat antara pemberian

sanksi dan pemberian penghargaan. Menurut Kohn (1993) pemberian harapan akan

penghargaan (reward) oleh manajemen bisa menjadi bentuk-bentuk pemberian

sanksi karena dapat menyebabkan karyawan sulit membedakan dirinya telah

mendapat sanksi atau tidak jika karyawan gagal mendapatkan target yang telah

ditetapkan. Kohn (1993) juga menjelaskan bahwa pemberian penghargaan dapat

merusak hubungan baik yang sudah terbangun dengan menciptakan persaingan

tidak sehat antar karyawan. Oleh karena itu gaya kepemimpinan transaksional yang

mengedepankan pendekatan penghargaan jika diterapkan dalam jangka panjang

bisa menyebabkan ikatan emosional yang sudah terbangun antara atasan dan

bawahan yang juga merupakan penduduk desa bisa terputus. Hasil penelitian sesuai

dengan Lin (2007) yang mengungkapkan pemberian pengahargaan (reward system)

tidak berpengaruh positif pada berbagi pengetahuan.

Implikasi Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pada dua aspek, yaitu

aspek perkembangan teori dan aspek perkembangan dunia UKM. Pada aspek

perkembangan teori, hasil penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya

yang secara garis besar mengungkapkan kepemimpinan dapat mempengaruhi

berbagi pengetahuan (Misalnya Srivastava et al., 2006). Seperti sudah dijelaskan

sebelumnya bahwa kepemimpinan transformasional dan transaksional belum

banyak dibicarakan dalam kaitannya dengan manajemen pengetahuan khususnya

berbagi pengetahuan.

Pada aspek perkembangan dunia usaha UKM, hasil ini diharapkan dapat menjadi

refleksi bagi pemilik atau manajer untuk semakin menguatkan peran

kepemimpinannya. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan usaha UKM dapat

berkembang melalui jalinan kerjasama yang lebih baik dengan karyawan dan

seluruh elemen usaha. Dari kerjasama tersebut diharapkan berbagi pengetahuan

dapat terus dipertahankan agar terus bermunculan informasi, ide-ide baru,

keterampilan baru, yang pada gilirannya menjadikan UKM di Provinsi DIY lebih

Page 20: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

316

inovatif di saat dunia usaha telah dipenuhi dengan persaingan dan keterbukaan

akibat era globalisasi.

Keterbatasan dan Saran Penelitian Selanjutnya

Penelitian inipun tidak terlepas dari berbagai keterbatasan. Metode survei cross

sectional yang digunakan hanya mampu menjelaskan suatu fenomena pada satu

waktu saja, sehingga tidak dapat diketahui pengaruh perubahan waktu.

Kepemimpinan adalah suatu hal yang bisa berubah seiring dengan waktu, sehingga

penelitian mendatang sebaiknya dapat menguji kepemimpinan dengan riset

longitudinal.

Penelitian ini menggunakan pengukuran gaya kepemimpinan, berbagi pengetahuan

dan kemampuan inovasi yang didasari oleh persepsi subjektif dari pemilik atau

manajer UKM. Hal tersebut berpotensi menyebabkan bias walaupun dalam konteks

penelitian ini pendekatan inilah yang paling baik. Kelemahan lainnya adalah

banyak instrumen penelitian harus dihilangkan dari pengukuran. Oleh karena itu di

masa mendatang peneliti sebaiknya harus lebih konsentrasi dalam melakukan

validitas wajah dan isi dengan banyak melibatkan banyak ahli.

DAFTAR PUSTAKA

Acs, Z.J., R. Morck, J.M. Shaver and B. Yeung. 1997. The Internationalization of Small and Medium-Sized Enterprises: A Policy Perspective. Small Business Economics 9: 7–20.

Appleyard, M.M. 1996. How does knowledge flow? Interfirm patterns in the semiconductor industry. Strategic Management Journal 17(winter): 137-154

Argote, L., B. McEvily, and R. Reagans. 2003. Managing knowledge in organizations: an integrative framework and review of emerging themes. Management Science49: 571-82.

Bagozzi, R.P., and U.M. Dholakia. 2002. Intentional Social Action in Virtual Communities. Journal of Interactive Marketing. 16: 2–21.

Barney, J. 1991. Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of Management. 17: 99-120.

Bartol, K.M. and A. Srivastava. 2002. Encouraging knowledge sharing: the role of organizational reward system. Journal of Leadership and Organizations Studies, 9: 64-76.

Page 21: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

317

Bass, B.M., B.J., Avolio, D.I., Jung, and Y. Berson, 2003. Predicting Unit Performance by Assessing Transformational and Transactional Leadership. Journal of Applied Psychology, 88: 207-218.

Bock, G.W. and Y. Kim. 2002. Breaking the myth of reward: an exploratory study of attitude about knowledge sharing. Information Resources Management Journal 15: 14-21.

Bryant, S.E. 2003. The role of transformational and transactional leadership in creating, sharing, and exploiting knowledge. Journal of Leadership & Organizational Studies 94: 32-44.

Cooper, D.R., and P.S. Schindler. 2010. Business Research Methods (10th Edition). Singapore: McGraw-Hill.

Crawford, C.B., 2005. Effects of Transformational Leadership and Organizational Position on Knowledge Management. Journal of Knowledge Management, 9: 6-16.

Dalkir, K., 2005. Knowledge Management in Theory and Practice. Oxford, UK: Burlington, MA.

Darroch, J. 2005. Knowledge Management, innovation, and firm performance. Journal of Knowledge Management, 9: 101-115.

Davenport, T.H. and L. Prusak. 1998. Working Knowledge: How Organizations Manage What They Know. Harvard Business School Press, Boston, MA.

Deluga, R.J. 1990. The effect of transformational, transactional and laissez faire leadership on subordinate influencing behavior. Basic and Applied Social Psychology 11: 191-203.

Dyer, J.H, and K. Nobeoka. 2000. Creating and managing a high-performance knowledge sharing network: The Toyota case. Strategic Management Journal 21: 345–368.

Gorelick, C., N. Milton, and K. Apri. 2004. Performance Through Learning: Knowledge Management in Practice. USA: Elesevier

Grant, R.M. 1996. Toward a knowledge-based theory of the firm. Strategic Management Journal 17: 109-122.

Hair, J.F, M. Sarstedt, C.M. Ringle, and J.A. Mena. 2011. An assessment of the use of partial least squares structural equation modeling in marketing research. Academic of Marketing Science, 10: 1-20.

Hair, J.F., A.R.L., Tatham, and W.C., Black. 2010. Multivariate Data Analysis: Global Perspective (7th edition). New Jersey: Prentice Hall.

Judge, T.A., and E.A. Locke. 1993. Effect of Dysfunctional Thought Processes on Subjective Well-Being and Job Satisfaction. Journal of Applied Psychology 78: 475-490.

Kluge, J., Stein, W. and Licht, T. 2001. Knowledge Unplugged, Bath Press, Bath.

Koh, W.L., R.M. Steers and J.R. Terborg. 1995. The Effect of transformational leadership on teacher attitudes and student performance in Singapore. Journal of Organizational Behavior, 16: 319-333.

Page 22: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

318

Kohn, A. 1993. Why Incentives Plans Cannot Work. Harvard Bussiness Review, Sept-Oct, 54-63.

Lam, A., Lambermont-Ford. 2010, Knowledge sharing in organizational contexts: a motivation-based perspective. Journal of Knowledge Management 14: 51-66.

Liao, S., W.C. Fei, and C.C. Chen. 2007. Knowledge sharing, absorptive capacity, and innovation capability: an empirical study of Taiwan’s knowledge intensive industries. Journal of Information Science, 33: 340-359.

Lin, H. 2007. Knowledge sharing and firm innovation capability: an empirical study. Journal of Manpower. 28: 315-332.

Nonaka, I. and H. Takeuchi. 1995. The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation. New York: Oxford University Press.

Northouse, P.G. 1997. Leadership: Theory and Practices. Sage Publication, USA.

Pelham, A.M., 2000. Marketing orientation and other potential influences on performance in small and medium-sized manufacturing firms. Journal of Small Business Management. 38: 48-67.

Politis, J.D. 2004. Transformational and transactional leadership predictors of the ‘Stimulant’ determinants to creativity in organisational work environments. Electronic Journal of Knowledge Management 2: 23-34.

Robbins, S.P. 2001. Organizational Behavior. Prentice Hall International, Inc.

Singh, S.K., 2008, Role of leadership in knowledge management. Journal of Knowledge Management, 12: 3-15

Srivastava, A., K.M. Bartol, and E.A. Locke. 2006. Empowering leadership in management teams: Effects on knowledge sharing, efficacy, and performance. Academy of Management Journal 49: 1239–1251

Sveiby, K. 2001. A knowledge based theory of the firm to guide in strategy formulation. Journal of Intelectual Capital, 2: 344-358.

Szulanski, G. 1996. Exploring internal stickness: Impediments to the transfer of best practice within the firm. Strategic Management Journal 17: 27-43.

Szulanski, G. 2000. The process of knowledge transfer: A diachronic analysis. Organizational Behavior and Human Decision Process 82:, 9-27.

Tsai, W. 2001. Knowledge transfer in intraorganizational network: Effect of network position and absorptive capacity on business unit innovation and performance. Academy of Management Journal 44: 996-1004.

Van den Hooff, B. and J.A. de Ridder. 2004. Knowledge sharing in context: the influence of organizational commitment, communication climate and CMC use on knowledge sharing. Journal of Knowledge Management 8: 117-30.

Wiklund, J. and D. Shepherd. 2003. Knowledge-based resources, entrepreneurial orientation and the performance of small and medium-sized businesses. Strategic Management Journal 24: 1307-1314.

Xue, Y., J. Bradley and H. Liang. 2010. Team Climate, Empowering leadership, and Knowledge Sharing. Journal Of Knowledge Management, emeraldpublihing.

Page 23: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

319

Yeh, C.M., H.N. Hu and S.H. Tsai. 2010. A Conceptual Model of Knowledge Sharing and Market Orientation in the Tourism Sector. American Journal of Applied Sciences, 8: 343-347.

Yukl, G. 2006. Leadership in Organizations (6th edition). New Jersey, Prentice Hall.

LAMPIRAN VALIDITAS DISKRIMINAN

Cross Loadings

CR ICON INDV ISTM KS MOTV

CR1 0.787788 0.336953 0.428563 0.402065 0.219862 0.385849

CR3 0.873830 0.350548 0.544541 0.465295 0.278510 0.551147

ICON3 0.359389 0.824399 0.337254 0.614737 0.272704 0.508112

ICON4 0.362896 0.914341 0.385927 0.500842 0.381168 0.532302

INDVB2 0.562210 0.344066 0.741666 0.553111 0.305478 0.531944

INDVB3 0.404982 0.327668 0.851115 0.369852 0.390320 0.555045

ISTM2 0.430652 0.564144 0.398443 0.842364 0.280032 0.609524

ISTM3 0.394586 0.408758 0.502835 0.729444 0.220624 0.448546

KC1 0.285978 0.219867 0.403336 0.191896 0.796661 0.273557

KC2 0.238887 0.370035 0.321529 0.274736 0.801847 0.262924

KC3 0.216264 0.225922 0.261514 0.242432 0.707381 0.272995

KC4 0.079992 0.312004 0.262835 0.215963 0.750549 0.290741

KD1 0.294980 0.305580 0.383834 0.279823 0.716521 0.369108

MOTV1 0.305527 0.331066 0.499888 0.440279 0.304366 0.773581

MOTV2 0.569136 0.549862 0.595333 0.675045 0.340844 0.859413

MOTV3 0.488712 0.544964 0.529109 0.500667 0.291387 0.762308

Sumber: Output Smart PLS

Page 24: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

320

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KUALITAS PELAYANAN

PEGAWAI HOTEL BERBINTANG EMPAT DI KOTA BANDUNG (Survei terhadap Pegawai Customer Services)

Rismi Somad3

ABSTRACT

This study aims to analyze the influence of organizational culture and organizational commitment to the employees services quality of four star hotels at Bandung City. This research used descriptive and explanatory survey method. Population of this study is employee of four star hotels at Bandung City. Based on calculations using formulas samples from Slovin, obtained the unit analysis of this research is 170 samples and are distributed proportionally. The sampling technique used is simple random sampling (SRS). Research using a questionnaire instrument. Techniques of data analysis using path analysis with SPSS 20.00.

Based on these results, it can be concluded that organizational culture has a positive and significant impact to the employees services quality; organizational commitment has a positive and significant impact to the employees services quality; also organizational culture and organizational commitment has a positive and significant impact to the employees services quality.

This study suggests stability as an indicator of organizational culture; normative commitment as an indicator of organizational commitment and empathy as an indicator of employees services quality to be more optimized in order to improve employees service quality of four star hotels at Bandung City.

Keywords: Organizational Culture, Organizational Commitment, and Employee Service Quality

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia (the largest archipelago),

yang memiliki luas 5.120 km dari barat ke timur dan 1.750 km dari selatan ke utara.

Indonesia juga memiliki keanekaragaman budaya dan destinasi pariwisata yang

menakjubkan. Potensi tersebut berhasil memperkenalkan Indonesia dalam

percaturan global. Menurut World Economic Forum (WEF), Indonesia menempati

peringkat 74 pariwisata dunia dari 139 negara. Pada Tahun 2011, sektor pariwisata

menghasilkan devisa yang mencapai 8,5 miliar dolar, sedangkan pada tahun 2012

3 Dosen PNS Kopertis Wilayah IV, dpk pada STMIK Bandung

Page 25: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

321

menghasilkan devisa sebesar 9 miliar dolar. Selain itu, pariwisata juga merupakan

salah satu faktor penarik (pull factor) orang asing untuk datang ke Indonesia

(www.kompasiana.com).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) dan P2DSJ Tahun 2012 diketahui

bahwa jumlah wisatawan mancanegara (wisman) meningkat setiap tahunnya,

bahkan di tahun 2011 berhasil menembus angka 7.649.731 wisman. Selain itu,

pertumbuhan jumlah wisman dari tahun 2010 ke tahun 2011 mencapai angka 9,24%

dengan rata-rata lama tinggal selama 7,84 hari. Wisman juga mengeluarkan uang

sebesar 1,118,26 dollar per kunjungan atau setara dengan menghabiskan 142,69

dollar per hari. Hal tersebut telah memberikan sumbangan devisa yang mencapai

8.554,39 juta dollar atau sekitar 8,5 miliar dolar dengan pertumbuhan mencapai

12,51%.

Selain wisman, terjadi pula peningkatan jumlah wisatawan nusantara (wisnus) ke

berbagai tempat wisata di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Pusat Data dan

Informasi Kemenparekraf dan BPS Tahun 2012, diketahui bahwa jumlah wisnus pun

mengalami peningkatan setiap tahunnya, bahkan di tahun 2011 berhasil menembus

angka 131.022.000 wisnus atau sama dengan 13 juta wisnus dengan perjalanan

sebanyak 272.917.000 atau sama dengan 27 juta perjalanan atau rata-rata mencapai

1,94 perjalanan. Tingkat pengeluaran perjalanan pun mengalami peningkatan,

dimana pada tahun 2011 mencapai Rp. 701.120.000 per perjalanan dengan

pengeluaran total di tahun 2011 sebesar 165,59 triliun.

Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) di Indonesia

memiliki beragam daya tarik, meliputi pegunungan, kawah, gua, pantai, sungai,

danau, seni budaya, wisata ilmu pengetahuan dan teknologi, sejarah, museun.

Semua itu merupakan daya tarik wisata yang membuat wisman dan wisnus selalu

tertarik untuk berkunjung ke Provinsi Jawa Barat serta dapat menambah pendapatan

asli daerah (PAD). Hal tersebut didukung oleh data yang dirilis Dinas Pariwisata

Kab/Kota di Jawa Barat Tahun 2012 bahwa jumlah wisman dan wisnus yang

berkunjung ke Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya, bahkan

di tahun 2011 jumlah wisatawan mencapai 430.813.37 orang, yang terdiri dari

wisman sebanyak 503.452 orang dan wisnus mencapai 42.577.885 orang.

Page 26: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

322

Industri akomodasi tidak dapat dipisahkan dengan industri pariwisata, karena

keduanya saling membutuhkan. Wisatawan yang berkunjung tentunya

membutuhkan akomodasi hotel. Perkembangan hotel berbintang di Provinsi Jawa

Barat semakin meningkat. Menurut data Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat,

diketahui bahwa pada tahun 2006 jumlah hotel berbintang mencapai 141 hotel;

Tahun 2007 mencapai 155 hotel; Tahun 2008 mencapai 162 hotel; Tahun 2009

mencapai 175 hotel; Tahun 2010 mencapai 185 hotel; Tahun 2011 mencapai 195 hotel;

dan tahun 2012 mencapai 208 hotel (Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat). Data

tersebut juga menggambarkan bahwa tingkat persaingan bisnis perhotelan di

Provinsi Jawa Barat semakin meningkat.

Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat (2013), diketahui bahwa

tingkat penghunian kamar (TPK) tertinggi di Provinsi Jawa Barat saat ini dipegang

oleh hotel bintang 5 (45,99 persen) diikuti oleh hotel bintang 2 (41,35 persen).

Penurunan terbesar terjadi pada kelas hotel bintang 4 dengan besaran 25,00 poin,

dari besaran TPK 63,28 persen di bulan Desember 2012 menjadi 38,28 persen di bulan

Desember. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan di Kota Bandung, dimana

tingkat penghunian kamar (TPK) untuk bintang empat mengalami kecenderungan

menurun.

Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kota Bandung Tahun 2012, diketahui bahwa

secara keseluruhan jumlah hotel berbintang di Kota Bandung yang secara umum

menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada Tahun 2011 jumlah hotel di Kota

Bandung terdiri dari 9 hotel berbintang lima, 18 hotel berbintang empat, 29 hotel

berbintang tiga, 22 hotel berbintang dua, dan 6 hotel berbintang satu. Data tersebut

menunjukkan semakin prospektifnya bisnis perhotelan di Kota Bandung, sekaligus

semakin kompetitifnya bisnis perhotelan di Kota Bandung. Semakin kompetitifnya

bisnis perhotelan di Kota Bandung ditandai dengan perkembangan pangsa pasar

(market share) bisnis perhotelan di Kota Bandung.

Beberapa alasan yang mendasari pentingnya penelitian ini dilakukan adalah: a)

Hotel berbintang empat di Kota Bandung membutuhkan informasi secara empirik

mengenai budaya organisasi, komitmen organisasional, serta kualitas pelayanan

pegawai, untuk itu perlu dilakukan penelitian; b) Kualitas pelayanan pegawai hotel

Page 27: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

323

berbintang empat di Kota Bandung belum optimal, sehingga perlu dicari faktor

penyebabnya; c) Peneliti hendak membuktikan teori-teori yang dipakai dalam

penelitian ini dan menghasilkan suatu konsep baru meskipun menggunakan metode

lama (re-konseptualisasi).

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dirumuskan dalam rumusan masalah

sebagai berikut: a) Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kualitas

pelayanan pegawai; b) Apakah komitmen organisasional berpengaruh terhadap

kualitas pelayanan pegawai; dan c) Apakah budaya organisasi dan komitmen

organisasional berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pegawai. Dengan mengacu

pada rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

pengaruh budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan pegawai; pengaruh

komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai; dan pengaruh

budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan

pegawai.

TINJAUAN PUSTAKA

Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan sistem nilai yang dikembangkan dan berlaku dalam

suatu organisasi, yang menjadikannya ciri khas sebagai sebuah organisasi. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Robbins dan Judge (2007:511) yang menyatakan

bahwa: “Organizational culture is a system of shared meaning held by members that

distinguishes the organization from other organizations.” Budaya organisasi

merupakan sistem berbagi nilai yang dilakukan oleh para anggota organisasi

sehingga membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. McShane dan Von

Glinow (2008:460) menyatakan bahwa: “Organizasitional culture is the basic pattern

of shared values and assumptions governing the way employees within an

organizational think about and act on problems and opportunities.” Budaya

organisasi merupakan pola dasar dari nilai dan asumsi organisasi yang

mengarahkan pegawai dalam organisasi untuk berpikir dan bertindak terhadap

masalah dan kesempatan.

Page 28: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

324

Lebih lanjut Schein (2004:17) menyatakan bahwa budaya organisasi sebagai: “A

pattern of shared basic assumptions that was learned by a group as it solved

problems of external adoption and internal integration, that has worked well enough

to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct

way to perceive, think, and feel in relation to those problems.” Asumsi dasar yang

dipelajari oleh kelompok karena dapat memecahkan masalah adaptasi eksternal dan

integrasi internal, yang bekerja cukup baik dan dianggap valid, oleh karena itu

budaya organisasi diajarkan kepada anggota baru sebagai cara merasa yang benar,

berpikir dan merasakan hubungan dengan masalah-masalah tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan budaya organisasi adalah sistem dan nilai yang dirasakan oleh

anggota organisasi sebagai bagian dari organisasi. Dalam konteks penelitian ini,

maka yang dimaksud dengan budaya organisasi adalah sistem dan nilai yang

dirasakan oleh pegawai hotel berbintang empat di Kota Bandung.

Susanto (2004:14-16) mengemukakan beberapa fungsi budaya organisasi, yaitu: a)

Pengikat organisasi, budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh

komponen organisasi terutama pada saat organisasi menghadapi guncangan baik

dari dalam maupun dari luar akibatnya terdapat perubahan; b) Integerator, budaya

organisasi merupakan alat untuk menyatakan beragam sifat, karakter, bakat dan

kemampuan yang ada di dalam organisasi; c) Identitas organisasi, budaya organisasi

merupakan salah satu identitas organisasi seperti logo perusahaan yang memiliki

lambang tersendiri; d) Energi, untuk mencapai kinerja yang tinggi, budaya

organisasi berfungsi sebagai suntikan energi untuk mencapai kinerja yang tinggi.

Jika energi di anggota-anggota menghasilkan output yag luar biasa; e) Ciri Kualitas,

budaya organisasi merupakan resperentasi dari ciri kualitas yang berlaku dalam

organisasi tersebut; f) Motivator, budaya organisasi merupakan pemberi semangat

bagi para anggota organisasi yang kuat akan menjadi motivator yang kuat bagi

anggotanya; g) Pedoman gaya kepemimpinan, Seiring adanya perubahan, disengaja

ataupun tidak membawa pandangan baru tentang kepemimpinan. Pemimpin

dikatakan berhasil apabila mampu membawa anggota organisasi keluar dari krisis

akibat perubahan yang terjadi; h) Meningkatkan Nilai, salah satu fungsi organisasi

Page 29: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

325

adalah untuk meningkatkan nilai dari stackholder-nya yaitu anggota organisasi,

pelanggan, pemasok, dan pihak-pihak yang berhubungan dengan organisasi.

Pengukuran budaya organisasi dalam penelitian ini menggunakan tujuh dimensi

yang dikembangkan oleh Robbins dan Judge (2007:514), yaitu: a) Inovasi dan

Pengambilan Resiko, berkenaan dengan sejauhmana para pegawai didorong agar

inovatif dan mengambil resiko dalam melaksanakan pekerjaannya; b) Perhatian

terhadap Detail, berkenaan dengan sejauhmana para pegawai diharapkan

memperlihatkan posisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail; c)

Orientasi Hasil, berkenaan dengan sejauhmana manajemen memusatkan perhatian

pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil

itu; d) Orientasi orang, berkenaan dengan sejauhmana keputusan manajemen

memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang dalam organisasi itu; e)

Orientasi tim, berkenaan dengan sejauhmana kegiatan diorganisasikan berdasarkan

tim, bukannya berdasarkan individu; f) Keagresifan, berkenaan dengan sejauhmana

orang-orang itu argesif dan kompetitif dan bukannya santai-santai; dan g)

Kemantapan, berkenaan dengan sejauhmana kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannnya status quo bukannya pertumbuhan.

Komitmen Organisasional

Para ahli umumnya memberikan pandangan yang beragam mengenai pengertian

komitmen organisasional. Dessler (2003:17) menyatakan bahwa komitmen

organisasional sebagai: “An employee’s identification with and agreement to pursue

the company’s or the unit’s mission”. Merupakan suatu identifikasi karyawan

dengan sebuah persetujuan untuk mencapai misi unit atau misi organisasi.

Sementara Ivacevich, Konopaske, dan Matteson (2008:184) menyatakan bahwa

komitmen organisasional adalah: “A sense of identification, involvement, and loyalty

expressed by an employee toward the company.” Suatu rasa identifikasi,

keterlibatan, dan kesetiaan yang diekspresikan oleh karyawan kepada

perusahaannya.

Lebih lanjut lagi, Gary Yulk (2006:149) menyatakan bahwa komitmen organisasional

adalah: “The term organizational commitment describes an outcome in wich the

Page 30: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

326

target person internally agress wiht a decision or request from the agent and makes a

great effort to carry out the request or implement the decision effectively. For a

complex, difficult task, commitment is usually the most successful outcome from the

prespective of the agent who makes an influence attempt.” Komitmen

organisasional adalah sebuah hasil dimana orang yang dituju secara internal

menyetujui sebuah keputusan atau permintaan dari pelaku dan membuat sebuah

usaha besar untuk menjalankan permintaan atau menerapkan keputusan tersebut

secara efektif.

Colquitt, LePine, dan Wesson menjelaskan (2009:67) bahwa: “Organization

commitment influences whether an employee stays a member of the organization (is

retained) or leaves to pursue another job (turn over). It is turn over to acknowledge

that turnover can be both voluntary and involuntary. Voluntary turnover occurs

when employees themselves decide to quit; involuntary turnover occurs when

employees are fired by the organization for some reason.” Komitmen organisasional

mempengaruhi apakah seorang karyawan tetap bertahan menjadi anggota organisasi

atau meninggalkan organisasi untuk mengejar pekerjaan lain. Karyawan

meninggalkan organisasi bisa karena terpaksa atau sukarela, meninggalkan

organisasi secara sukarela terjadi ketika karyawan memutuskan untuk berhenti dari

organisasi sedangkan karyawan yang meninggalkan organisasi karena terpaksa bisa

terjadi ketika karyawan dipecat oleh organisasi untuk beberapa alasan.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan tentang komitmen

organisasional, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan komitmen

organisasional adalah loyalitas seseorang dalam melibatkan dirinya terhadap

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Loyalitas tersebut dapat

ditunjukkan dengan kesedian dan kemauan untuk berusaha untuk menjadi bagian

dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan dalam organisasi tersebut. Dalam

penelitian ini, maka komitmen organisasional terkait loyalitas pegawai hotel

berbintang empat di Kota Bandung.

Dampak komitmen organisasional menurut Sopiah (2008:19) dapat ditinjau dari dua

sudut yaitu: a) Ditinjau dari Sudut Organisasi/ Perusahaan. Karyawan yang

berkomitmen rendah akan berdampak pada turnover, tingginya absensi,

Page 31: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

327

meningkatnya kelambanan kerja dan kurang intensitas untuk bertahan sebagai

karyawan di organisasi/perusahaan tersebut, rendahnya kualitas kerja, dan

kurangnya loyalitas pada perusahaan. Apabila komitmen karyawan rendah maka

hal tersebut dapat memicu perilaku karyawan yang kurang baik, misalnya tindakan

kerusahan yang dampak lebih lanjutnya yaitu terhadap reputasi organisasi

menurun, kehilangan kepercayaan dari klien dan dampak yang lebih jauh lagi yaitu

menurunnya laba perusahaan; dan b) Ditinjau dari Sudut Karyawan. Komitmen

karyawan yang tinggi akan berdampak pada peningkatan karir karyawan tersebut.

Pengukuran komitmen organisasional dalam penelitian ini menggunakan tiga

dimensi yang diperkenalkan oleh Allen dan Meyer (Luthan, 2008:147), yaitu a)

Komitmen Afektif (Affective Commitment), berkenaan dengan keterikatan

emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam suatu organisasi (involves the

employee’s emotional attachment to identification with is involvement in the

organization). Dalam hal ini individu menetap dalam suatu organisasi karena

keinginannya sendiri; b) Komitmen Berkelanjutan (Continuance Commitment),

berkenaan dengan pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila akan

meninggalkan organisasi (involves commitment based on the cost that the employee

associated with leaving the organization). Dalam hal ini individu memutuskan

menetap pada suatu organisasi karena menganggapnya sebagai suatu pemenuhan

kebutuhan; dan c) Komitmen Normatif (Normative Commitment), berkenaan

dengan tanggung jawab terhadap organisasi (involves employee’s feeling of

obligation to stay with the organization). Individu tetap tinggal pada suatu

organisasi karena merasa wajib untuk loyal pada organisasi tersebut.

Kualitas Pelayanan Pegawai

Kualitas dapat dilihat dari perspektif produsen dan konsumen. Dalam pikiran

pelanggan, kualitas mempunyai banyak dimensi dan mungkin diterapkan dalam

satu waktu (Krajewski dan Ritzman, 1999:215). Apabila jasa yang diterima atau

dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik

dan memuaskan. Jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan,

maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Sebaliknya jika jasa yang diterima

Page 32: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

328

melampaui harapan konsumen, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas

yang ideal. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada

kemampuan penyediaan jasa dalam memenuhi harapan konsumennya secara

konsisten.

American Society for Quality Control (Render, B. dan Heizer, J., 2001:92) menyatakan

bahwa: “Kualitas adalah totalitas bentuk dan karkateristik barang atau jasa yang

menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang

tampak jelas maupun yang tersembunyi”. Pasuraman et. al., (Fandy Tjiptono,

2005:133) menyatakan kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat jasa

yang diberikan, sesuai dengan ekspekatasi pelanggan.

Lebih lanjut lagi John Sviokla (Rambat L. dan A. Hamdani, 2007:181) menyatakan

bahwa: “Kualitas pelayanan adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan

layanan kepada peanggan. Melalui kualitas layanan yang terdiri dari tangible,

empaty, responsiveness, reliability, dan assurance, perusahaan dapat mengetahui

persepsi konsumen terhadap penyampaian layanan jasa yang diberikan. Selanjutnya

Olson dan Dover (Fandy Tjiptono, 2005:122) menyatakan bahwa harapan/ekpektasi

pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu

produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk

bersangkutan. Setiap konsumen yang berbeda dapat menerapkan tipe ekspektasi

yang berbeda untuk situasi yang berbeda.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan

adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan layanan bagi pelanggannya

melalui serangkaian aktivitas yang dilaksanakan oleh pegawai. Kualitas pelayanan

juga merupakan ukuran seberapa bagus tingkat jasa yang diberikan oleh perusahaan

bila diukur dengan ekspekatasi pelanggan. Dalam penelitian ini, maka kualitas

pelayanan pegawai adalah kemampuan hotel berbintan empat di Kota Bandung

untuk memberikan pelayanan bagi pelanggannya melalui serangkaian aktivitas yang

dilaksanakan oleh pegawai. Kualitas pelayanan juga merupakan ukuran seberapa

bagus tingkat jasa yang diberikan oleh hotel berbintang empat di Kota Bandung bila

diukur dengan ekspekatasi pelanggan.

Page 33: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

329

Pengukuran kualitas pelayanan dalam penelitian ini menggunakan dimensi yang

dikembangkan oleh Zeithaml dan Berry (Fandy Tjiptono, 2005:133) yang

menyatakan bahwa dimensi yang dapat diukur dari kualitas pelayanan adalah: a)

Keberwujudan (Tangible), berkenaan dengan daya tarik meliputi fasilitas fisik,

perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan

karyawan; b) Keandalan (Reliability), berkenaan dengan kemampuan perusahaan

untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat

kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang

disepakati; c) Daya Tanggap (Responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan

kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons

permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan

kemudian memberikana jasa secara tepat; d) Jaminan (Assurance), berkenaan

dengan perilaku karyawan-karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan

pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi

pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan

menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani

setiap pertanyaan atau masalah pelanggan; dan e) Empati (Emphaty), berkenaan

dengan kemampuan perusahaan untuk memahami masalah para pelanggannya dan

bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal

kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

Keterkaitan Budaya Organisasi, Komitmen Organisasional, dan Kualitas

Pelayanan Pegawai

McShane dan Von Glinow (2008:460); Susanto (2004:4); dan Dessler (2003:17)

menyatakan adanya hubungan antara budaya organisasi, komitmen organisasional,

dan kualitas layanan pegawai. Lebih lanjut lagi budaya organisasi merupakan salah

satu faktor penting yang dapat mempengaruhi komitmen organisasional dan

kualitas layanan. Bahkan Roos dan Eeden (2012:54-63) mengutip hasil penelitian

empirik yang dilakukan oleh Coster (1992); Johnson and McIntye (1998); serta Odom

et al, (1990); yang menyatakan adanya hubungan yang pararel antara komitmen

organisasional, kualitas pelayanan, dan budaya organisasi. Selain itu, Qaisar,

Rehman, dan Suffyan (2012:249) menyatakan bahwa hasil penelitian empirik yang

Page 34: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

330

dilakukan oleh para ahli, misalnya Bashaw dan Grant (1994); Kalleberg dan Marden

(1995); Benkhoff, (1997); Suliman dan Lles (2000); serta Meyer et al. (2002)

menyatakan adanya hubungan yang positif antara komitmen organisasional dengan

kualitas pelayanan pegawai.

Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dan analisis yang telah dilakukan, selanjutnya

disajikan model kausalitas penelitian.

Gambar 1 Model Kausalitas Variabel Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, hasil tinjauan pustaka, dan model kausalitas variabel

penelitian, selanjutnya disajikan hipotesis penelitian yang disajikan berikut ini:

Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan

pegawai.

Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas

pelayanan pegawai.

Budaya organisasi dan komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kualitas pelayanan pegawai.

Budaya Organisasi

Komitmen Organisasi

Kualitas Layanan

Susanto (2004:4)

Dessler (2003:17)

McShane dan Von Glinow (2008:460)

Page 35: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

331

METODE PENELITIAN

Berdasarkan jenisnya, maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dan

verifikatif. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai customer services hotel

berbintang empat di Kota Bandung. Berdasarkan hasil perhitungan sampel dengan

menggunakan rumus Slovin, diperoleh unit analisis sebesar 170 pegawai customer

services hotel berbintang empat yang didistribusikan secara proporsional

menggunakan ukuran proporsional strata populasi.

Penelitian ini menggunakan dua jenis analisis, yaitu: (1) analisis deskriptif,

khususnya bagi variabel yang bersifat kualitatif dan (2) analisis verifikatif berupa

pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik bagi data yang bersifat

kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat faktor penyebab sedangkan

analisis verifikatif menitikberatkan pada pengungkapan perilaku variabel yang

diteliti. Penelitian ini terdiri dari jaringan variabel yang mempunyai keterkaitan satu

sama lainnya. Untuk dapat menganalisis secara lebih mendalam, maka perlu

dideteksi hubungan antara variabel yang diteliti. Teknik analisis data dan pengujian

hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan analisis jalur

(path analysis) atau disebut juga the causal models for directly observed variables

(Joreskog dan Sorbom, 1996) dengan bantuan program komputer SPSS versi 20.00.

Model analisis jalur seperti dungkapkan oleh Bohrnstedt (Kusnendi, 2008:3)

digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel

penyebab (variabel eksogen) terhadap satu set variabel akibat (variabel endogen).

Analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang

terjadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel

tergantung tidak hanya secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung. Dalam

penggunaan analisis jalur (path analysis), menurut Solimun (2004:49) ada beberapa

asumsi yang harus dipenuhi, antara lain: a) Hubungan antar variabel dalam model

analisis jalur adalah linear dan aditif; b) Hanya model rekursif (sistem aliran kausal

ke satu arah) yang dapat dipertimbangkan sedangkan pada model yang

mengandung kausal resiprokal (sistem aliran kausal timbal balik) tidak

dipertimbangkan; c) Variabel endogen dan eksogen minimal dalam ukuran skala

Page 36: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

332

ukur interval; d) Observed variable diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran

valid dan reliabel); e) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan

benar berdasarkan teori-teori dan konsep yang relevan.

Teknik statistik analisis jalur mensyaratkan sekurang-kurangnya data yang berskala

interval. Oleh karena itu, data variabel penelitian yang berskala ordinal

ditransformasikan ke dalam skala interval dengan menggunakan MSI (methods of

successive intervals) seperti yang diungkapkan oleh Hays (1969:39), dengan langkah

kerja sebagai berikut: a) memperhatikan setiap item pertanyaan atau pernyataan; b)

menghitung setiap frekuensi jawaban; c) menentukan proporsi membagi frekuensi

dengan jumlah responden; d) menghitung proporsi kumulatif dengan jumlah

responden; e) menghitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh

dengan menggunakan tabel normal; dan f) menentukan nilai skala untuk setiap nilai

Z; dan g) Langkah terakhir ialah menghitung nilai skala setiap kategori jawaban

dengan rumus: Nilai skala = SV + | SVminimal| + 1

HASIL PENELITIAN

Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan tes kolmogorov smirnov

dengan bantuan program komputer SPSS versi 20.00. Berdasarkan hasil pengujian

normalitas data, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi memiliki data yang

bersifat normal; komitmen organisasional memiliki data yang bersifat normal; dan

kualitas layanan pegawai memiliki data yang bersifat normal.

Selain uji normalitas data, dilakukan juga uji linearitas data. Uji linieritas dilakukan

dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi variabel bebas budaya organisasi

dan komitmen organisasional terhadap variabel terikat kualitas pelayanan pegawai.

Hasil pengujian linearitas data menunjukkan bahwa: budaya organisasi dan

komitmen organisasional memiliki hubungan yang linear; budaya organisasi dan

kualitas pelayanan pegawai memiliki hubungan yang linear; serta komitmen

organisasional dan kualitas pelayanan pegawai memiliki hubungan yang linear.

Berdasarkan tabel klasifikasi koefisien korelasi variabel penelitian, dapat diketahui

bahwa budaya organisasi memiliki hubungan yang kuat dengan komitmen

Page 37: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

333

organisasional; budaya organisasi memiliki hubungan yang kuat dengan kualitas

pelayanan pegawai; dan komitmen organisasional memiliki hubungan yang kuat

dengan kualitas pelayanan pegawai.

Hipotesis ketiga merupakan hipotesis yang menguji pengaruh secara simultan,

berbunyi: Budaya organisasi dan komitmen organisasional berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Hipotesis tersebut disajikan dalam

struktur Y = ρyx1 X1 + ρyx2 X2 + ρyε.

Gambar 2 Struktur Kausal Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Komitmen Organisasional

Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2013

Berdasarkan tabel 1 diperoleh nilai F untuk model 1 sebesar 231,316 dengan nilai

probabilitas (sig) = 0,000. Karena nilai sig < 0,05, maka budaya organisasi dan

komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas

pelayanan pegawai.

Tabel 1 Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Komitmen Organisasional secara Simultan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 8718.724 2 4359.362 231.316 .000a

Residual 3147.261 167 18.846

Total 11865.986 169

a. Predictors: (Constant), Iklim Organisasi, Budaya Organisasi

b. Dependent Variable: Komitmen Organisasional

Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2013

0,735

Y

X1

X2

ε1

0,852

0,258

0,627

0,265

Page 38: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

334

Pengujian parsial dilakukan untuk menguji hipotesis pertama: Budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai.

Berdasarkan tabel coefficients diperoleh nilai t untuk model 1 budaya organisasi

sebesar 3,395 dengan nilai probabilitas (sig) = 0,001. Karena nilai sig < 0,05, maka

keputusannya adalah Ha diterima dan Ho ditolak, artinya budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Susanto (2004:4) yang menyatakan bahwa: “Budaya

organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia dalam

menjalankan kewajiban dan juga perilakunya dalam perusahaan”. Pendapat tersebut

dikuatkan oleh Wirawan (2007:10) yang menyatakan bahwa budaya organisasi

sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat dan sebagainya (isi budaya

organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang diajarkan kepada anggota baru

serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir,

sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para

konsumen dan mencapai tujuan organisasi.

Tabel 2 Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Komitmen Organisasional secara Parsial

Correlations

Budaya Organisasi

Iklim Organisasi

Komitmen Organisasional

Budaya Organisasi Pearson Correlation 1 .852** .792**

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 170 170 170

Iklim Organisasi Pearson Correlation .852** 1 .846**

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 170 170 170

Komitmen Organisasional Pearson Correlation .792** .846** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 170 170 170

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Pengujian parsial juga dilakukan untuk menguji hipotesis ketiga: Komitmen

organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan

pegawai. Berdasarkan tabel coefficients diperoleh nilai t untuk model 2 komitmen

organisasional sebesar 8,238 dengan nilai probabilitas (sig) = 0,000.

Page 39: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

335

Karena nilai sig < 0,05, maka keputusannya adalah Ha diterima dan Ho ditolak,

artinya komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kualitas pelayanan pegawai. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dessler (2003:17)

yang menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan suatu identifikasi

karyawan dengan sebuah persetujuan untuk mencapai misi unit atau misi

organisasi. Dalam hal ini, maka misi unit dan misi organsiasi dalam bentuk layanan

bisa terwujud dengan adanya komitmen organisasional yang memadai dari para

pegawainya. Pandangan tersebut diperkuat oleh pendapat Ivacevich, Konopaske,

dan Matteson (2008:184) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah

suatu rasa identifikasi, keterlibatan, dan kesetiaan yang diekspresikan oleh

karyawan kepada perusahaannya.

Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil pengujian pengaruh budaya organisasi dan komitmen

organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai, baik secara simultan maupun

parsial, diperoleh temuan:

ρyx1 = Beta = 0,258 ( t = 3,395 dan probabilitas {sign} = 0,001 )

ρyx2 = Beta = 0,627 ( t = 8,238 dan probabilitas {sign} = 0,000 )

Nilai koefisien jalur pengaruh budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan

pegawai sebesar 0,258 dan pengaruh komitmen organisasional terhadap kualitas

pelayanan pegawai sebesar 0,627. Selanjutnya Tabel 3 berikut ini menyajikan

koefisien determinan budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap

Kualitas Pelayanan Pegawai.

Tabel 3 Koefisien Determinan Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Kualitas Pelayanan Pegawai

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .857a .735 .732 4.34118

a. Predictors: (Constant), Komitmen Organisasional, Budaya Organisasi

Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2013

Page 40: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

336

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa kontribusi koefisien determinan atau

kontribusi budaya organisasi dan komitmen organisasional terhadap kualitas

pelayanan pegawai (Rsquare = R2 YX1, X2) adalah sebesar 0,735 dan besaran

koefisien residu ialah sebesar:

PYε1 = 1 – 0,735 = 0,265

Berdasarkan perhitungan tersebut maka koefisien residu dalam penelitian ini adalah

sebesar 0,265. Dengan demikian, maka pengaruh budaya organisasi dan komitmen

organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai adalah sebesar 73,5% dan

besaran koefisien residu ialah sebesar 26,5%. Dengan demikian, maka diperoleh

persamaan struktur sebagai berikut:

Y = ρyx1 X1 + ρyx2 X2 + ρyε1 dan R2Yx1x2

0,258 X1 + 0,627 X2 + 0,265 ε1 dan R2Yx1x2 = 0,735

Hasil pengujian koefisien jalur budaya organisasi dan komitmen organisasional

terhadap kualitas pelayanan pegawai, serta pengaruh langsung maupun tidak

langsungnya, disajikan pada tabel 4.

Tabel 4 Hasil Pengujian Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung, dan Tidak Langsung dari Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Kualitas Pelayanan Pegawai

Variabel

Pengaruh Langsung terhadap Kualitas Pelayanan Pegawai (%)

Pengaruh Tidak Langsung Melalui:

R2YX1,YX2 Budaya Organisasi (%)

Komitmen Organisasional (%)

Budaya Organisasi 6,66 - 13,78 20,44

Komitmen Organisasional

39,31 13,78 - 53,09

R2 73,53

Sumber : Hasil Pengolahan Data Tahun 2013

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka pengaruh budaya organisasi dan

komitmen organisasional secara simultan terhadap kualitas pelayanan pegawai ialah

sebesar 73,53% dan sisanya sebesar 26,47% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak

diteliti dalam penelitian ini, misalnya rekrutmen pegawai. Berdasarkan tabel kriteria

penafsiran tinggi rendahnya pengaruh variabel, maka pengaruh budaya organisasi

Page 41: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

337

dan komitmen organisasional terhadap kualitas pelayanan pegawai termasuk dalam

kriteria pengaruh yang kuat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil riset empiris yang telah dilakukan oleh Trias

Prilyanti (2009) yang menyatakan bahwa budaya organisasi dan komitmen

organisasional, baik secara simultan maupun parsial, berpengaruh signifikan

terhadap kualitas pelayanan bagi pelanggan jasa perhotelan Garuda Plaza Medan;

Hasil penelitian Lia Witasari (2009) yang menemukan bahwa budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi, komitmen

organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan; serta

McShane dan Von Glinow (2008:460); Susanto (2004:4); dan Dessler (2003:17)

menyatakan adanya hubungan antara budaya organisasi, komitmen organisasional,

dan kualitas layanan pegawai. Lebih lanjut lagi budaya organisasi merupakan salah

satu faktor penting yang dapat mempengaruhi komitmen organisasional dan

kualitas layanan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan

pegawai. Semakin kuat budaya organisasi, maka kualitas pelayanan pegawai hotel

berbintang empat di Kota Bandung akan semakin meningkat.

Komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas

pelayanan pegawai. Semakin tinggi komitmen organisasional, maka kualitas layanan

pegawai hotel berbintang empat di Kota Bandung akan semakin meningkat.

Budaya organisasi dan komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kualitas pelayanan pegawai. Semakin kuat budaya organisasi dan semakin

tinggi komitmen organisasional, maka kualitas pelayanan pegawai hotel berbintang

empat di Kota Bandung akan semakin meningkat.

Page 42: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

338

Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, dapat disajikan saran terkait dengan penelitian ini,

yaitu:

Berdasarkan tujuh indikator yang digunakan untuk mengukur budaya organisasi,

kemantapan merupakan indikator yang paling rendah. Untuk itu terkait dengan

kemantapan, maka hotel berbintang empat di Kota Bandung perlu untuk

melaksanakan: a) Sosialiasi standar operasional prosedur (SOP) pekerjaan secara

berkesinambungan kepada pegawai; dan b manajemen hotel perlu untuk membuat

kebijakan terkait dengan pelaksanaan SOP yang melibatkan pihak manajemen dan

partisipasi pegawai secara langsung, karena selama ini SOP disusun oleh manajemen

tanpa melibatkan pegawai secara langsung.

Berdasarkan tiga indikator yang digunakan untuk mengukur komitmen

organisasional, komitmen nomatif merupakan indikator yang paling rendah. Untuk

itu, terkait dengan komitmen normatif, maka hotel berintang empat di Kota

Bandung perlu untuk mengoptimalkan: a) Penegakan tata tertib yang ada dan

berlaku di hotel; b) Kegiatan pemanasan (briefing) pagi yang menekankan

pentingnya ketaatan kepada pimpinan, karena selama ini kegiatan pemanasan

(briefing) pagi belum dijalankan secara konsisten; c) Kegiatan pemanasan (briefing)

pagi yang menekankan pentingnya pegawai untuk menepati kontrak kerja dirinya

dengan hotel, karena selama ini pegawai jarang diingatkan; d) Mengingatkan

pegawai tentang pentingnya menjaga citra dan wibawa hotel dengan memberikan

pelayanan terbaik bagi pelanggan, karena selama ini pegawai belum mampu

menjaga citra dan wibawa hotel dengan optimal.

Berdasarkan lima indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan,

empati merupakan indikator yang paling rendah. Untuk itu, terkait dengan empati,

maka hotel berbintang empat di Kota Bandung perlu untuk mengoptimalkan: a)

Kemampuan pegawai untuk memahami kebutuhan pelanggan, misalnya melalui

pelatihan tentang “Memahami Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Hotel”, karena

selama ini kemampuan pegawai untuk memahami kebutuhan pelanggan belum

optimal; b) Kemampuan untuk memperhatikan pelanggan, misalnya melalui

pelatihan “Customer Oriented for Customer”, karena selama ini kemampuan

Page 43: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

339

pegawai untuk memperhatikan pelanggan belum optimal; dan b) Kemampuan

pegawai untuk memberikan pelayanan yang mampu memenuhi dan memuaskan

harapan dari pelanggan, misalnya melalui pelatihan “Pelayanan Prima untuk Tamu

Hotel”, karena selama ini kemampuan pegawai untuk memberikan pelayanan belum

optimal.

DAFTAR PUSTAKA

A.B. Susanto. (2004). Menjadi Supercompany Melalui Budaya Organisasi yang Tangguh dan Futuristik. Jakarta: Pustaka Mizan.

Asep Hermawan. (2006). Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Barry Render. (2001). Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. Jakarta: PT. Salemba Empat.

Biyantu.(2007). Manajemen Pembelajaran (Studi tentang Pengaruh Kinerja Kepala Sekolah, Iklim Kerja Guru, Penghasilan Guru dan Teknologi, Pembelajaran terhadap Kinerja Guru dan Kualitas Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Pekanbaru). Bandung: UPI. Disertasi tidak diterbitkan.

Colqiutt, LePine, dan Wesson. (2009). Organization Behavior Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: McGraw-Hill International.

Cooper, Donald R dan Pamela S Schindler (2001). Business Research Methode. 7th. Boston: McGraw Hill International Edition.

Davis, Keith dan John W. Newstrom. (2001). Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Dermawan Wibisono. (2005). Riset Bisnis: Panduan bagi Praktisi dan Akademisi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dessler, Gary. (2003). Human Resource Management. New Jersey: Prentice Hall.

Fandy Tjiptono (2005). Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publishing.

Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra. (2005). Service Quality & Satisfaction. Yogyakarta: Andi.

Hadari Nawawi. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Husein Umar. (2002). Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 44: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

340

Ivancevich, Konopaske, dan Matteson. (2008). Organizational Behavior and Management. New York: McGraw-Hill International.

Joreskog, K.G dan Dag Sorbom. (1996). Lisrel 8: User’s Reterence Quide. Chicago: Scientific Software International. Inc.

Krajewski, L.J. (1999). Operations Management: Strategy and Analysis. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

Kusnendi. (2008). Model-Model Persamaan Struktural: Satu dan Multigroup Sampel dengan LISREL. Bandung: CV. Alfabeta.

Kusnendi. (2008). Model-Model Persamaan Struktural: Satu dan Multigroup Sampel dengan LISREL. Bandung: CV. Alfabeta.

Lia Witasari. (2009). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Kualitas Pelayanan (Studi Empiris pada Novotel Semarang). Tesis UNDIP.

Luthan, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Edisi 10. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Luthan, Fred. (2008). Organization Behavior, 11th edition. Boston: Mc. Graw Hill.

McShane, Steven L., dan Mary Ann Von Glinow. (2008). Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill.

Publikasi Badan Pusat Statistik dan P2DSJ Tahun 2012.

Publikasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Tahun 2012.

Publikasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Tahun 2012 dan 2013.

Publikasi Pusat Data dan Informasi Kemenparekraf dan Badan Pusat Statistik Tahun 2012.

Qaisar, Rehman, dan Suffyan. (2012). Exploring Effects of Organizational Commitment on Employee Performance: Implications for Human Resources Strategy. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, March 2012, Vol.3, No.11, p.249.

Rambat Lupiyoadi. (2007). Manajemen Jasa. Jakarta: Prenhalindo.

Robbins, Stephen P., dan Timothy A Judge. (2007). Organizational Behavior. New Jersey: Pearson Education Inc.

Roos dan Eeden. (2012). The Relations Between Employee Motivation, Job Satisfaction, and Corporate Culture. SA Journal of Industrial Psychology, 2012, Vol.34, No.1, p.54-63.

Page 45: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

341

Rutherford, Robert D dan Minja Kim Choe. (1993). Statistical Model For Causal Analysis. New York: John Wiley & Sons.Inc.

Saifuddin Azwar. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Schein, Edgar. (2004). Organizational Culture and Leadership. San Fransisco: John Wiley & Son.

Solimun. (2004). Pemodelan Statistika: Structural Equation Modeling Aplikasi AMOS. Malang: Universitas Brawijaya.

Sopiah. (2008). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbita Andi.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Trias Prilyanti. (2009). Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasional terhadap Kualitas Layanan Karyawan di Hotel Garuda Plaza Medan. Tesis USU.

Ulber Silalahi. (2006). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Universitas Parahyangan Press.

Uma Sekaran (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba 4.

Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Yulk, Gary. (2006). Leadership in Organization. New Jersey: Prentice Hall.

Page 46: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

342

PENGARUH CAUSE-RELATED MARKETING DAN PROMOSI PENJUALAN TRADISIONAL PADA NIAT KONSUMEN UNTUK LOYAL TERHADAP

MEREK YANG DIMODERASI OLEH KETERLIBATAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK

Dwi Asri Siti Ambarwati4

INTISARI

Cause Related Marketing (CRM) adalah salah satu bagian dari tanggung jawab perusahaan yang berhubungan langsung dengan penjualan, yaitu sebuah perusahaan yang bermitra dengan sebuah organisasi nirlaba, menciptakan hubungan saling menguntungkan yang dirancang untuk meningkatkan penjualan produk tertentu dan untuk mendapatkan dukungan keuangan untuk amal.

CRM dihipotesiskan akan memiliki pengaruh pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Niat konsumen untuk loyal terhadap merek dalam hal ini memiliki empat tahapan yaitu: loyalitas kognitif, loyalitas afektif, loyalitas konatif dan loyalitas perilaku. Pada penelitian ini kampanye CRM akan dibandingkan pengaruhnya pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek dengan promosi penjualan tradisional yang berupa promosi undian berhadiah. Hal ini disebabkan promosi penjualan tradisional dalam konteks Indonesia masih lebih popular dibandingkan dengan kampanye CRM itu sendiri.

Pengaruh CRM dan promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek akan dimoderasi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk, hal ini penting karena jenis produk yang dipasarkan sangat menentukan persepsi konsumen dalam mengapresiasikan suatu strategi pemasaran perusahaan. Keterlibatan konsumen terhadap produk ada yang rendah (low involvement) dan tinggi (high involvement), keterlibatan tersebut rendah bila konsumen memiliki sedikit pertimbangan dalam membeli produk tersebut dan keterlibatan akan tinggi bila konsumen memiliki banyak pertimbangan ketika akan membeli suatu produk.

Desain penelitian pada penelitian ini menggunakan desain eksperimen. Variabel yang dimanipulasi dalam eksperimen ini adalah kampanye CRM dan promosi penjualan tradisional pada dua produk dengan keterlibatan tinggi (tas laptop mahal dan berkualitas) dan keterlibatan rendah (tas laptop murah dan kualitas seadanya), menggunakan partisipan mahasiswa S1 di Universitas Lampung. Pengujian hipotesis menggunakan alat analisis one way ANOVA dan two way ANOVA.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kampanye CRM strategik dan promosi penjualan tradisional memiliki pengaruh pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek.

Pengujian menggunakan one way ANOVA menunjukkan bahwa pengaruh kampanye CRM strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek lebih besar dibandingkan dengan pengaruh dari promosi penjualan tradisional. 4 Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung

Page 47: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

343

Pengujian menggunakan two way ANOVA untuk menguji adanya pengaruh moderasi dari jenis produk dengan keterlibatan tinggi dan keterlibatan rendah menunjukkan bahwa keterlibatan konsumen terhadap produk memoderasi pengaruh dari kampanye CRM strategik dan promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek.

Kata kunci: Cause-related marketing (CRM), loyalitas, promosi penjualan, produk dengan keterlibatan rendah, produk dengan keterlibatan tinggi

PENDAHULUAN

Strategi pemasaran selalu mengalami perubahan dan perkembangan, dan salah

satu hal yang sedang berkembang saat ini adalah Corporate Social responsibility (CSR)

yang juga biasa disebut tanggung jawab sosial perusahaan sebagai strategi untuk

mendukung tercapainya tujuan perusahaan (Kotler dan Lee, 2005:9). Perusahaan

yang menerapkan CSR ke dalam strategi perusahaan memungkinan perusahaan

mendapat keuntungan yang bersaing dan tidak hanya menguntungkan para

pemegang saham tetapi juga bermanfaat bagi publik dan masyarakat sekitar

(Galbreath, 2009). Menurut Daniri (2008), CSR yang melekat dengan strategi bisnis

perusahaan meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek

(loyalitas) atau citra perusahaan.

Aktivitas CSR yang berhubungan langsung dengan pemasaran adalah strategi

Cause-Related Marketing (CRM) yang menggabungkan inisiatif kepedulian sosial

perusahaan dengan aktivitas pemasaran. CRM adalah strategi pemasaran yang

berkolaborasi dengan kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan, karena

berhubungan langsung dengan penjualan maka CRM akan memiliki pengaruh

langsung terhadap perilaku konsumen (Sen dan Bhattacharya, 2001) yang berarti

akan mengubah respon konsumen atas suatu merek produk yang melakukan

strategi CRM. Respon konsumen itu dapat berupa persepsi, perasaan, dan keputusan

pembelian oleh konsumen terhadap suatu merek produk. Persepsi konsumen yang

baik terhadap produk, perasaan konsumen yang positif terhadap produk, dan

perilaku konsumen dengan melakukan pembelian produk secara berkelanjutan

merupakan penggambaran dari loyalitas merek yang sesungguhnya (true brand

loyalty) (Amine, 1998).

Page 48: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

344

CRM yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama akan meningkatkan

loyalitas merek terhadap merek produk yang melakukan strategi CRM (Till dan

Nowak, 2000) begitu pula kesesuaian antara bisnis inti dari perusahaan dan isu

sosial yang bergabung dalam kegiatan kampanye CRM (Pracejus dan Olsen, 2004)

dapat meningkatkan keefektifan dari kampanye CRM yang diselenggarakan. Hal

tersebut tentu akan menguntungkan bagi perusahaan untuk kelangsungan

perusahaan itu sendiri dan keuntungan perusahaan secara finansial. Loyalitas merek

yang tercipta dapat mengakibatkan perusahaan melakukan harga premium terhadap

produk tanpa membuat konsumen meninggalkan merek produk tersebut, selain itu

perusahaan dapat mengambil keuntungan bila terdapat promosi dari mulut ke

mulut yang positif yang dilakukan oleh para konsumen yang loyal.

Penulis dalam hal ini memasukkan moderasi dari keterlibatan konsumen terhadap

produk (product involvement) dalam pengaruh CRM pada niat untuk loyal terhadap

merek disebabkan karena jenis produk yang digabungkan dengan isu sosial pada

kampanye CRM sangat penting dalam menentukan kesuksesan kampanye CRM

tersebut. Keterlibatan konsumen terhadap produk ada yang rendah (low involvement)

dan tinggi (high involvement), keterlibatan tersebut rendah bila konsumen memiliki

sedikit pertimbangan dalam membeli produk tersebut dan keterlibatan akan tinggi

bila konsumen memiliki banyak pertimbangan ketika akan membeli suatu produk.

Kegiatan CRM di Indonesia pernah dilakukan oleh Unilever terkait dengan merek

produk sabun Lifebuoy yang bekerja sama dalam kegiatan perbaikan sanitasi

sekolah, dan Dove Hair Therapy dengan program ‘Dove Sisterhood’nya, perusahaan

Danone dengan produk air minum dalam kemasan merek Aqua dengan program 1

liter untuk 10 liter. Penulis berpendapat bahwa kegiatan CRM di Indonesia masih

belum banyak dilakukan, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih cenderung

melakukan kewajiban CSRnya secara umum dan melakukan promosi penjualan

secara tradisional seperti diskon (potongan harga) dan kupon undian berhadiah.

Promosi penjualan seperti undian berhadiah akan penulis istilahkan sebagai

promosi penjualan tradisional karena merupakan promosi penjualan yang dilakukan

perusahaan jauh lebih dulu dibandingkan dengan kampanye CRM, dan ternyata

sampai saat ini masih lebih banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam

Page 49: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

345

meningkatkan penjualannya. Oleh sebab itu penulis ingin meneliti tentang pengaruh

kegiatan CRM dan membandingkannya dengan pengaruh promosi penjualan

tradisional.

TINJAUAN PUSTAKA, DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Niat Konsumen untuk Loyal terhadap Merek

Pengertian loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu

merek (Rangkuti, 2008:60). Penelitian dalam tesis ini menggunakan desain

eksperimen. Desain penelitian eksperimen adalah sebuah tehnik yang mencoba

untuk menemukan hubungan sebab dan akibat (Christensen, 1988:61). Desain ini

mengontrol banyak aspek yang dapat mempengaruhi hubungan sebab akibat

tersebut, sehingga penulis melakukan manipulasi pada partisipan menggunakan

produk yang baru dan fiktif sehingga tidak menimbulkan confounding effect. Hal ini

berarti partisipan tidak memiliki pengalaman yang sesungguhnya dalam pembelian

produk, untuk itu penulis menyebut loyalitas merek sebagai niat konsumen untuk

loyal terhadap merek.

Loyalitas memiliki tahap-tahap sebagai berikut:

1. Loyalitas kognitif (keyakinan) yaitu informasi merek yang dipegang oleh

konsumen (yaitu, keyakinan konsumen) harus menunjuk pada merek yang

dianggap superior dalam persaingan.

2. Loyalitas sikap (afektif) artinya tingkat kesukaan konsumen harus lebih

tinggi daripada merek saingan, sehingga ada preferensi afektif yang jelas

pada merek.

3. Loyalitas niat (konatif) konsumen terhadap merek, artinya konsumen harus

memiliki niat untuk membeli merek tersebut bukannya merek lain, ketika

keputusan beli dilakukan.

4. Loyalitas tindakan (behavioral), perilaku konsumen telah melakukan

pembelian.

Page 50: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

346

Cause Related Marketing (CRM)

Dalam kampanye CRM, sebuah perusahaan berkomitmen untuk membuat

kontribusi atau menyumbangkan persentase dari pendapatan untuk alasan tertentu

berdasarkan penjualan produk (Kotler dan Lee, 2005:81). Kampanye CRM bertujuan

untuk : 1) untuk mendukung isu sosial dan 2) untuk meningkatkan kinerja

pemasaran (Varadarajan dan Menon, 1988).

CRM yang berlangsung lama (berkelanjutan) dan dapat menimbulkan niat

konsumen untuk loyal terhadap merek adalah jenis dari CRM strategik, yang selain

berdurasi lama juga memberi investasi dalam jumlah yang besar untuk isu sosial,

memiliki harmonisasi antara bisnis dan isu sosial serta keterlibatan manajemen

senior yang tinggi, sehingga hipotesis yang dibuat oleh penulis adalah:

Hipotesis 1: CRM strategik berpengaruh pada niat konsumen untuk loyal

terhadap merek.

Promosi Penjualan Tradisional

Promosi penjualan sebagai unsur utama dalam kampanye pemasaran, adalah

berbagai kumpulan alat-alat insentif yang sebagian besar berjangka pendek, yang

dirancang untuk merangsang pembelian produk atau jasa tertentu dengan lebih

cepat dan lebih besar oleh konsumen atau pedagang. Promosi penjualan

menawarkan insentif untuk membeli (Kotler, Keller, 2009:554).

Saat ini ada promosi penjualan yang berkaitan dengan CSR perusahaan yang

merupakan bentuk promosi penjualan yang baru yaitu CRM, yang mana bentuk

promosi penjualan ini tidak hanya mementingkan keuntungan perusahaan semata

tetapi juga mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Munculnya CRM

ini mengakibatkan penulis menyebut promosi penjualan yang terdahulu, yang tidak

memikirkan kesejahteraan masyarakat sekitar sebagai promosi penjualan tradisional

(Henderson dan Arora, 2010).

Bravo, Mugica dan Sanz (2009) mengemukakan bahwa promosi penjualan yang

dilakukan secara berkelanjutan juga dapat meningkatkan niat konsumen untuk loyal

terhadap merek tersebut. Hal ini disebabkan promosi yang sama bila dilakukan

Page 51: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

347

terus-menerus akan melekat dalam benak konsumen sehingga terjadi awareness

pada konsumen bahwa produk tersebut tersebut identik dengan promosi penjualan

tertentu.

Hipotesis 2: Promosi penjualan tradisional berpengaruh pada niat konsumen

untuk loyal terhadap merek.

Promosi penjualan tradisional dan kampanye CRM memiliki tujuan yang sama

yaitu untuk meningkatkan penjualan produk suatu perusahaan, namun banyak yang

berpendapat bahwa promosi penjualan tradisional tidak dapat mengubah konsumen

menjadi loyal (Kotler dan Keller, 2009:555), tetapi kampanye CRM yang

berkelanjutan dapat lebih mengena di hati konsumen serta meningkatkan citra

konsumen terhadap merek, apalagi untuk konsumen yang memiliki keterkaitan

terhadap isu sosial yang tergabung dalam kampanye CRM sehingga akan lebih

meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek produk tersebut, sehingga

penulis dalam hal ini merumuskan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 3: CRM stategik menciptakan niat konsumen untuk loyal terhadap

merek yang lebih tinggi dibandingkan oleh promosi penjualan tradisional.

Product Involvement (keterlibatan konsumen terhadap produk)

Hipotesis sebelumnya menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan upaya

CRM mungkin berdampak pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek, namun

ada kemungkinan efek utama tersebut dimoderatori oleh keterlibatan konsumen. De

Wulf et al. (2001) mendefinisikan kategori keterlibatan produk (product

involvement) sebagai persepsi abadi konsumen tentang pentingnya kategori produk

berdasarkan kebutuhan konsumen, nilai, dan ketertarikan.

Traylor (1981) menemukan hubungan positif antara keterlibatan dan loyalitas

merek. Demikian pula, Amine (1998) berpendapat keterlibatan sebagai sumber tidak

langsung loyalitas merek (Amine, 1998), yang dapat ditafsirkan sebagai moderator

hubungan antara suatu pendahuluan dan loyalitas merek. Peran moderator dari

keterlibatan konsumen telah divalidasi secara empiris dalam studi oleh De Wulf et

al. (2001). Keterlibatan konsumen terhadap produk terbagi menjadi dua, yaitu

Page 52: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

348

keterlibatan tinggi dan keterlibatan rendah, maka penulis merumuskan hipotesis

sebagai berikut:

Hipotesis 4a: Keterlibatan konsumen terhadap produk yang tinggi memoderasi

pengaruh kampanye CRM strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap

merek.

Hipotesis 4b: Keterlibatan konsumen terhadap produk yang rendah memoderasi

pengaruh kampanye CRM strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap

merek.

Penulis dalam tesis ini juga membandingkan pengaruh kampanye CRM strategik

yang dilakukan satu perusahaan dengan pengaruh promosi penjualan tradisional

yang dilakukan perusahaan tersebut, apakah kampanye CRM strategik lebih

berpengaruh pada loyalitas merek dibandingkan promosi penjualan tradisional.

Oleh karena niat konsumen untuk loyal terhadap merek juga dipengaruhi secara

tidak langsung atau dimoderasi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk maka,

hipotesis selanjutnya yang dirumuskan penulis adalah:

Hipotesis 5a: Keterlibatan konsumen terhadap produk yang tinggi memoderasi

pengaruh promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal

terhadap merek.

Hipotesis 5b: Keterlibatan konsumen terhadap produk yang rendah memoderasi

pengaruh promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal

terhadap merek.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan ialah eksperimen laboratorium. Menurut Sekaran

dan Bougie (2010:228). Selain itu, peneliti turut melengkapi pelaksanaan eksperimen

laboratorium dengan between-subject design. Between-subject design merupakan

desain eksperimen yang menggunakan partisipan yang berbeda untuk setiap kondisi

Page 53: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

349

eksperimen yang ada. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya testing effect

pada partisipan.

Prosedur Eksperimen

Penelitian ini dilakukan dengan memberikan treatment (perlakuan) kepada

partisipan berupa stimulus pemasaran, yaitu kampanye CRM strategik dan promosi

penjualan tradisional undian berhadiah serta penjelasan dari peneliti tentang

kampanye dan promosi yang dilakukan perusahaan. Eksperimen yang dilakukan

menggunakan desain faktorial 2x2 dan variabel yang menjadi variabel perlakuan

adalah kampanye CRM strategik dan promosi penjualan tradisional serta jenis

produk (keterlibatan tinggi dan keterlibatan rendah). Treatment level (tingkat

perlakuan) pada penelitian ini terdiri atas format kampanye CRM dengan produk

keterlibatan tinggi, kampanye CRM dengan produk keterlibatan rendah, promosi

undian berhadiah dengan produk keterlibatan tinggi, dan promosi undian berhadiah

dengan keterlibatan produk yang rendah.

Pengembangan Treatment

Pengembangan treatment (perlakuan) dalam penelitian ini dilakukan dengan

mempertimbangkan kategori produk dan jenis kampanye CRM dan promosi

penjualan tradisional yang dihubungkan dengan produk tersebut. Produk yang

dikampanyekan atau dipromosikan merupakan produk tas laptop dengan harga

yang mahal, desain yang bagus dan kualitas yang tinggi sebagai produk keterlibatan

tinggi dan produk tas laptop dengan harga murah, desain sederhana dan kualitas

yang standar (kurang bagus) sebagai produk keterlibatan rendah.

Pretest

Pretest merupakan tes awal yang diberikan kepada subyek guna mengukur variabel

terikat sebelum memberinya suatu perlakuan (Sekaran dan Bougie, 2010:243). Pretest

dalam penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan produk

keterlibatan tinggi dan produk keterlibatan rendah bagi mahasiswa S1.

Page 54: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

350

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pretest ini adalah kuesioner.

Ukuran sampel yang digunakan dalam pelaksanaan pretest adalah sebanyak 25

responden yang merupakan mahasiswa S1 dari Fakultas Ekonomi Jurusan

Manajemen Universitas Lampung. Pada kuesioner, setiap responden diberikan

gambar mengenai produk, spesifikasi produk dan merek produk akan diiklankan.

Dari kedua gambar produk yang ditampilkan, partisipan diminta untuk

mengurutkan (memberi peringkat) dari angka 1 sampai 5 sebagai refleksi dari

pendapat dan preferensi mereka akan keterlibatan mereka terhadap produk tersebut.

Cek Manipulasi

Cek manipulasi dilakukan untuk mengetahui apakah perlakuan yang dilakukan

tepat atau tidak dan apakah partisipan mampu membedakan tingkat perlakuan yang

dikenakan pada diri mereka.

Validitas Eksperimen

Pada penelitian ini, validitas internal dihasilkan dengan mengontrol exogenous

variables melalui pelaksanaan random assignment. Sedangkan untuk memperoleh

validitas eksternal, penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium dengan

between-subject design sehingga tidak terdapat testing effect dari partisipan.

Kontrol (Prosedur random assignment)

Dalam penelitian dengan desain eksperimen diperlukan adanya suatu kontrol

terhadap variabel-variabel yang memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi

hubungan kausal antara variabel independen dan variabel dependen yang biasa

disebut dengan confounding variables. Salah satu cara yang dilakukan guna

mengontrol variabel-variabel tersebut ialah dengan melakukan random assignment

(Neuman, 2006:249). Tujuan dari pelaksanaan random assignment adalah guna

menghomogenkan partisipan yang digunakan dalam penelitian ini.

Page 55: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

351

Prosedur Penetapan Subyek Eksperimen

Prosedur untuk penyampelan acak partisipan eksperimen secara prinsip sama

dengan pemilihan responden pada survei. Dengan menggunakan between-subject

design, partisipan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam empat kelompok

melalui pelaksanaan random assignment; jumlah kelompok yang ada disesuaikan

dengan desain faktorial dari eksperimen ini (2x2). Partisipan yang digunakan adalah

mahasiswa S1 Universitas Lampung sebanyak 100 partisipan.

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah niat konsumen untuk

loyal sebagai variabel terikat (Y), sedangkan CRM strategik (X1), promosi penjualan

tradisional (X2), dengan tambahan keterlibatan konsumen terhadap produk (X3)

muncul sebagai variabel pemoderasi.

Niat konsumen untuk loyal terhadap merek sebagai variabel terikat

Skala niat konsumen untuk loyal terhadap merek diambil dari Quester and Lim

(2003) yang membagi loyalitas sikap merek ke dalam tiga komponen yang diadaptasi

untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Komponen kognitif:

a. Kerelaan konsumen ketika membeli produk “X” dibandingkan merek lain.

b. Pemikiran konsumen tentang merek produk “X” dibandingkan merek lain.

c. Pertimbangan konsumen tentang produk “X.”

d. Perhatian konsumen untuk membeli produk “X” dibandingkan merek lain.

2. Komponen afektif :

a. Perasaan suka atau tidak konsumen terhadap merek produk “X.”

b. Perasaan konsumen jika produk “X” tidak tersedia.

c. Perasaan gembira konsumen dengan produk “X” dibandingkan dengan merek

lain.

d. Perasaan sangat suka pada produk “X” sehingga akan terus membeli produk

tersebut.

e. Perasaan yang baik tentang produk “X.”

Page 56: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

352

f. Perasaan terikat dengan produk “X.”

g. Perasaan tertarik dengan produk “X” dibandingkan dengan merek lain.

3. Komponen konatif dan perilaku:

a. Niat konsumen untuk membeli produk “X.”

b. Niat konsumen untuk membeli merek produk “X” walaupun produk lain

sedang diobral.

c. Niat konsumen untuk membeli produk “X secara terus-menerus.

d. Keputusan konsumen untuk menggunakan produk “X.”

e. Niat konsumen untuk tidak membeli produk merek lain bila produk “X” tidak

tersedia.

Variabel bebas

1. CRM strategik adalah kampanye CRM yang dilakukan dalam jangka waktu yang

lama, adanya kesesuaian antara inti bisnis perusahaan dengan isu sosial yang

digabungkan dan investasi yang besar yang dilakukan oleh perusahaan.

Timbangan untuk mengukur CRM strategik diadaptasi dari pengukuran Van

Den Brink et al. (2006) yaitu perusahaan sejalan dengan isunya, program

termasuk dalam program jangka panjang, investasi sumber daya perusahaan

tinggi, dan manajer senior terlibat dalam kampanye CRM.

2. Promosi penjualan dibandingkan dengan CRM strategik menggunakan cek

manipulasi untuk memastikan bahwa treatment yang dilakukan sudah tepat.

Pengukuran tersebut menggunakan pertanyaan 1) kampanye atau promosi

tersebut merupakan pemasaran sosial dan 2) kampanye atau promosi tersebut

bertujuan untuk meningkatkan niat konsumen untuk loyal sekaligus

menyumbang untuk sebuah isu sosial

Variabel pemoderasi

Keterlibatan konsumen diukur dengan lima aspek dari Kapferer dan Laurent

(1985). Timbangan untuk mengukur keterlibatan produk konsumen adalah minat,

kesenangan, tanda, pentingnya risiko dan probabilitas risiko.

Page 57: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

353

Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Uji validitas dilakukan guna mengetahui apakah sekumpulan soal pertanyaan

mampu mengukur secara akurat konsep atau konstruk yang ingin diukur, bukan

konsep atau konstruk lain (Sekaran dan Bougie, 2010:158). Validitas dari instrumen

penelitian ini diuji berdasarkan validitas isi, validitas wajah, dan validitas konstruk.

Validitas wajah dianggap sebagai dasar dan indeks yang sangat minimum dari

validitas isi. Validitas wajah menunjukkan bahwa soal pertanyaan yang

dimaksudkan untuk mengukur sebuah konsep, dapat diliat keabsahannya hanya

dengan melihat soal pertanyaan tersebut sebagaimana seperti melakukan

pengukuran aslinya. Beberapa peneliti tidak melihat adanya kesesuaian dari

perlakuan validitas wajah sebagai komponen yang sah dari sebuah validitas isi

(Sekaran dan Bougie, 2010:159). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan uji validitas

isi dan validitas wajah melalui penilaian seorang yang dianggap mengerti dan ahli

dibidang pemasaran, yaitu Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, MBA.

Selanjutnya, peneliti melakukan uji validitas konstruk. Validitas konstruk

dilakukan untuk menunjukkan seberapa baik hasil yang diperoleh dari penggunaan

alat ukur sesuai dengan teori, yang mana pengukuran tersebut disusun dengan

menggunakan validitas konvergen. Validitas konvergen menunjukkan bahwa nilai-

nilai yang diperoleh dari butir-butir instrumen yang mengukur konsep yang sama

akan memiliki korelasi yang tinggi (Sekaran dan Bougie, 2010:160). Metode yang

digunakan adalah Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software

SPSS 15.0 for Windows. Dalam melakukan analisis faktor, Hair et al. (2010:117)

menetapkan nilai loading factor sebesar 0,4 sebagai cutting point. Analisis faktor

juga dilakukan untuk menilai variabel dan soal pertanyaan yang dianggap layak

untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Hal ini dapat diketahui dari hasil

analisis Kaiser_Meyer_Olkin (KMO) dan Bartlett’s Test of Sphericity (BTS), yaitu

apabila nilai KMO = 0.5 (Hair et al., 2010:105) dan signifikansi dari BTS < 0.05 (Hair

et al., 2010:105) , maka soal-soal pertanyaan yang ada dapat dianalisis lebih lanjut.

Pengujian validitas konstruk untuk niat loyal dilakukan dua kali karena pada

pengujian awal masih terdapat cross loading pada salah satu soal pengukuran,

Page 58: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

354

setelah soal pengukuran tersebut dihilangkan maka dilakukan pengujian validitas

yang kedua dan hasilnya menunjukkan bahwa seluruh soal pengukuran telah

memiliki nilai faktor diatas 0,5 dan tidak terdapat cross loading. Hasil validitas akhir

menunjukkan nilai KMO sebesar 0,891, nilai BTS dengan nilai chi-Square sebesar

848,137 dan signifikan pada 0,000.

Reliabilitas suatu ukuran merupakan suatu indikasi stabilitas dan konsistensi dari

suatu instrumen dalam mengukur konsep serta membantu mengukur “goodness”

dari suatu ukuran (Sekaran dan Bougie, 2010:161). Uji reliabilitas untuk instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan Cronbach’s Alpha (a )

menggunakan software SPSS 15.0 for Windows. Nilai koefisien reliabilitas yang

semakin mendekati 1,0 dianggap semakin baik. Hair et al. (2010:125) menyatakan

bahwa sebuah soal pertanyaan dapat dipertahankan jika memiliki nilai a = 0.6. Hasil

akhir dari pengujian reliabilitas niat loyal memiliki koefisien Cronbach’s Alpha

sebesar 0,915 yang menunjukkan bahwa soal pengukuran yang ada reliabel.

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah

One Way ANOVA dan Two Way ANOVA. ANOVA (Analysis of Variance)

merupakan metode untuk menguji pengaruh dari satu atau lebih variabel

independen (memiliki skala nonmetrik atau kategorikal) pada satu variabel

dependen (memiliki skala metrik). One Way ANOVA digunakan ketika terjadi

pengaruh dari satu variabel independen pada satu variabel dependen, sedangkan

Two Way ANOVA digunakan ketika terjadi pengaruh dari dua variabel independen

pada satu variabel dependen, dan metode ini mampu mengakomodasi terjadinya

interaksi antara variabel independen. One Way ANOVA digunakan untuk menguji

hipotesis 1, hipotesis 2 dan hipotesis 3 sedangkan Two Way ANOVA digunakan

untuk menguji hipotesis 4 dan hipotesis 5.

Page 59: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

355

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Pretest

Hasil tersebut dihitung dengan menggunakan paired sample T-test. Tas laptop

merek “Emerald” memperoleh nilai rata-rata sebesar 3,46 dan tas laptop merek

“Lappy” memperoleh nilai rata-rata sebesar 2,88. Perbedaan untuk kedua nilai rata-

rata tersebut sebesar 0,568. Berdasarkan hasil ini, dapat diinterpretasikan bahwa

nilai rata-rata tas laptop merek “Emerald” lebih besar daripada tas laptop merek

“Lappy” yang menunjukkan bahwa dari kedua produk tas laptop tersebut, tas

laptop yang mahal dan berkualitas tinggi (Emerald) merupakan produk dengan

keterlibatan tinggi, sedangkan tas laptop yang murah, bermodel sederhana dan

berkualitas kurang baik (Lappy) sebagai produk dengan keterlibatan rendah. Selain

itu, hasil paired sample T-test juga menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan

lebih kecil dari nilai a =5% yang berarti terdapat perbedaan antara nilai rata-rata tas

laptop merek “Emerald” dan tas laptop merek “Lappy.”

Cek Manipulasi

Hasil cek manipulasi diperoleh hasil nilai rata-rata untuk kampanye CRM sebesar

3,83 dan nilai rata-rata untuk promosi penjualan tradisional sebesar 2,60. Perbedaan

untuk kedua nilai rata-rata tersebut sebesar 1,23. Berdasarkan hasil ini, dapat

diinterpretasikan bahwa nilai rata-rata untuk kampanye CRM lebih besar daripada

promosi undian berhadiah. Selain itu, hasil paired sample T test juga menunjukkan

nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti terdapat perbedaan antara nilai rata-rata

dari kampanye CRM dan promosi undian berhadiah.

Karakteristik Partisipan

Berdasarkan hasil analisis descriptive dengan menggunakan software SPSS 15.0 for

Windows, proporsi partisipan yang memiliki jenis kelamin laki-laki sebanyak 47

orang (47%), sedangkan proporsi partisipan yang memiliki jenis kelamin perempuan

sebanyak 53 orang (53%).

Page 60: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

356

Hasil analisis descriptive dengan menggunakan software SPSS 15.0 for Windows,

proporsi partisipan yang memiliki jumlah uang saku per bulan kurang dari atau

sama dengan Rp 200.000,00 sebesar 12 orang (12%), jumlah uang saku Rp 200.001,00-

Rp 500.000,00 sebesar 53 orang (53%), jumlah uang saku Rp 500.001,00-Rp

1000.000,00 sebesar 25 orang (25%), jumlah uang saku Rp 1000.001,00-Rp 1500.000,00

sebesar 9 orang (9%), dan jumlah uang saku per bulan lebih besar atau sama dengan

Rp 1500.000,00 sebesar 1 orang (1%).

Uji Homogenitas Data

Hasil pengujian homogenitas untuk keempat kelompok partisipan untuk kategori

jenis kampanye atau promosi berdasarkan karakteristik jenis kelamin partisipan

menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,841, uji homogenitas untuk kategori

keterlibatan konsumen terhadap produk berdasarkan karakteristik jenis kelamin

partisipan menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,548, uji homogenitas untuk

kategori kampanye atau promosi berdasarkan karakteristik jumlah uang saku per

bulan partisipan menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,841, sedangkan uji

homogenitas untuk kategori keterlibatan konsumen terhadap produk berdasarkan

karakteristik jumlah uang saku per bulan partisipan menghasilkan nilai signifikan

sebesar 0,050.

Terdapat tiga nilai signifikansi yang lebih besar dari a=5%, yang memberikan arti

bahwa jenis kelamin tidak menjadi confounding variabel yang dapat mempengaruhi

hubungan antara variabel independen (kampanye CRM dan promosi penjualan

tradisional) dan variabel pemoderasi (product involvement) dengan variabel

dependen (niat untuk loyal).

Sedangkan nilai dari uji homogenitas untuk kategori keterlibatan konsumen

terhadap produk (product involvement) memiliki nilai signifikan yang sama dengan

a=5% yang berarti jumlah uang saku dapat menjadi confounding variable yang

dapat mempengaruhi hubungan antara variabel independen dan variabel

pemoderasi dengan variabel dependen, sehingga jumlah uang saku per bulan

partisipan akan dimasukkan ke dalam analisis.

Page 61: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

357

Pengujian Hipotesis

Uji Homogeneity of Variance

Hasil pengujian homogeneity of variance untuk variabel dependen niat loyal bahwa

nilai Levene Test adalah 1,158 dengan nilai signifikansi sebesar 0,330, dikarenakan

nilai signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari a=5%, maka hal ini berarti tidak

terdapat perbedaan variansi niat loyal untuk setiap kategori kampanye CRM atau

promosi penjualan tradisional dan product involvement, sehingga uji ANOVA

dengan menggunakan uji F bisa dilakukan (Ghozali, 2006:67).

Uji ANOVA

Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil uji One Way ANOVA yang

dilakukan untuk menguji hipotesis 1, 2 dan 3.

Tabel 1 Hasil Uji One Way ANOVA

Mean F Sig. CRM Strategik 3,772

56,605 0,000 Promosi Penjualan Tradisional

2,965

Karena hasil pada Tabel 1 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil

dari a =5%), maka niat konsumen untuk loyal terhadap merek dipengaruhi oleh

kampanye CRM strategik. Sehingga dapat dibuktikan bahwa hipotesis 1 terdukung.

Niat konsumen untuk loyal terhadap merek juga dipengaruhi oleh promosi

penjualan tradisional. Sehingga dapat dibuktikan bahwa hipotesis 2 terdukung.

Hal tersebut menunjukkan bahwa niat konsumen untuk loyal terhadap merek

diciptakan oleh CRM strategik dan oleh promosi penjualan tradisional tetapi nilai

rata-rata CRM strategik (3,772) lebih tinggi dari nilai rata-rata promosi penjualan

tradisional kupon undian berhadiah (2,965). Sehingga dapat dibuktikan bahwa CRM

strategik meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek yang lebih tinggi

dibandingkan oleh promosi penjualan tradisional dan mengakibatkan hipotesis 3

terdukung.

Page 62: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

358

Peran Pemoderasi Product Involvement

Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan hasil uji Two Way ANOVA yang

dilakukan untuk menguji hipotesis 4 dan 5.

Tabel 2 Hasil Uji Two Way ANOVA

Mean Square F Sig.

Kampanye atau promosi

16,279 67,745 0,000

Keterlibatan konsumen terhadap produk

0,056 0,234 0,630

Kampanye atau promosi*keterlibatan konsumen terhadap produk

0,5059 21,052 0,000

Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis kampanye atau promosi yang dilakukan

mempengaruhi niat konsumen untuk loyal terhadap merek, hal ini ditunjukkan dari

nilai signifikan sebesar 0,000 (lebih kecil dari a=0,050), sedangkan variabel

keterlibatan konsumen terhadap produk (product involvement) tidak memiliki

pengaruh langsung pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek dilihat dari

nilai signifikan yang lebih besar dari a =0,050 (0,630), tetapi bila jenis kampanye atau

promosi diinteraksikan dengan product involvement maka nilai signifikan menjadi

0,000 yang berarti product involvement mempengaruhi secara tidak langsung pada

niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Hal ini membuktikan bahwa variabel

product involvement memoderasi pengaruh dari kampanye CRM dan promosi

penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek yang

mendukung hipotesis 4a, hipotesis 4b hipotesis 5a dan hipotesis 5b.

Tabel 3 berikut menjelaskan bagaimana perbedaan nilai rata-rata yang

dihasilkan dari setiap tingkat perlakuan yang diberikan pada eksperimen.

Tabel 3 Perbedaan Nilai Rata-rata Tiap Tingkat Perlakuan

Mean

CRM-High Involvement Product 3,5233

Kupon-High Involvement Product 3,1662

CRM-Low Involvement Product 4,0206

Kupon-Low Involvement Product 2,7638

Page 63: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

359

Tabel 4 berikut merupakan perbandingan nilai rata-rata dari setiap tingkat perlakuan

yang dilakukan dalam eksperimen.

Tabel 4 Hasil Bonferroni dan Tukey

(I)treatment (J)treatment Mean Difference

(I-J) Sig.

Tukey dan Bonferroni

Crm-high Crm-high 0,3571 0,055

Crm-low -0,4972* 0,003

Kupon-low 0,7596* 0,000

Kupon-high Crm-high -0,3571 0,055

Crm-low -0,8544* 0,000

Kupon-low 0,4024* 0,023

Crm-low Crm-high 0,4972* 0,003

Kupon-high 0,8544* 0,000

Kupon-low 1,2568* 0,000

Kupon-low Crm-high -0,7596* 0,000

Kupon-high -0,4024* 0,023

Crm-low -1,2568 0,000

Hasil dari Tabel 3 menunjukkan bahwa kombinasi kampanye CRM strategik dan

produk dengan keterlibatan tinggi memiliki nilai rata-rata yang lebih kecil (3,5233)

dibandingkan kombinasi kampanye CRM strategik dan produk dengan keterlibatan

rendah (4,0206). Sedangkan kombinasi promosi penjualan tradisional dan produk

dengan keterlibatan tinggi memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi (3,1662)

dibandingkan kombinasi promosi penjualan tradisional dan produk dengan

keterlibatan rendah (2,7638).

Hasil dari Tabel 4 menunjukkan bahwa perbedaan nilai rata-rata pada

kombinasi perlakuan antara CRM strategik dan produk dengan keterlibatan tinggi

dengan kombinasi perlakuan antara CRM strategik dan produk dengan keterlibatan

rendah memiliki perbedaan sebesar yaitu 0,4972 yang nilai signifikannya 0,003 (lebih

kecil dari a =5%) yang berarti antara kedua perlakuan tersebut terdapat perbedaan

yang signifikan. Pada kombinasi perlakuan antara promosi penjualan tradisional dan

produk dengan keterlibatan tinggi dengan kombinasi perlakuan promosi penjualan

tradisional kupon undian berhadiah dan produk dengan keterlibatan rendah

memiliki perbedaan sebesar yaitu 0,4024 yang nilai signifikannya 0,023 (lebih kecil

Page 64: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

360

dari a =5%) yang berarti antara kedua perlakuan tersebut terdapat perbedaan yang

signifikan.

Hasil dari perhitungan ANOVA menunjukkan nilai adjusted R Squared sebesar

0,465 berarti variabel kampanye CRM strategik, promosi penjualan tradisional,

produk high involvement dan produk low involvement menjelaskan variabel niat

konsumen untuk loyal terhadap merek sebesar 46,5%. Pada Tabel 4 juga terlihat

bahwa perbedaan nilai rata-rata antara kampanye CRM strategik dengan high

involvement product dan promosi penjualan tradisional dengan high involvement

product tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan nilai yaitu 0,055 yang

lebih besar dari a =0,050. Hal ini berarti tidak ada perbedaan berarti dari niat

konsumen untuk loyal terhadap merek pada produk high involvement bila

diberikan kampanye CRM strategik ataupun promosi penjualan tradisional,

disebabkan konsumen akan lebih memperhatikan atribut produk itu sendiri

dibandingkan kampanye atau promosi yang melekat pada merek produk tersebut.

Penghitungan uji homogenitas partisipan yang telah dilakukan sebelumnya

menunjukkan bahwa jumlah uang saku per bulan yang diperoleh partisipan ternyata

tidak homogen dan hal ini mengakibatkan harus dimasukkannya variabel jumlah

uang saku perbulan dalam analisis, karena dapat menjadi extraneous variable.

Hasil dari perhitungan ANOVA menunjukkan bahwa jumlah uang saku per bulan

tidak mempengaruhi niat konsumen untuk loyal terhadap merek karena memiliki

nilai signifikan sebesar 0,220 yang lebih besar dari a=5%, begitu juga dengan hasil

interaksi antara jenis kampanye atau promosi dengan jumlah uang saku perbulan

yang lebih besar dari a=5% yaitu sebesar 0,842. Hal ini membuktikan bahwa jumlah

uang saku tidak mempengaruhi niat konsumen untuk loyal terhadap merek secara

langsung dan tidak langsung.

Pembahasan

Pengujian hipotesis 1 memperoleh hasil bahwa niat konsumen untuk loyal terhadap

merek dipengaruhi oleh CRM strategik. Hal ini mendukung penelitian dari Van Den

Brink et al. (2006) dengan obyek celana panjang (high involvement product) dan

Page 65: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

361

staples (low involvement product) yang membuktikan bahwa CRM strategik

berpengaruh positif pada loyalitas konsumen. Konsumen akan memiliki respon yang

baik pada kampanye yang bertujuan sosial karena merasa perusahaan yang

melakukan kampanye CRM tersebut telah berbuat kebaikan (Webb dan Mohr, 1998)

dan akan lebih mendukung kampanye CRM tersebut apabila isu sosial yang akan

mendapat donasi memiliki keterkaitan tinggi dengan konsumen tersebut.

Hasil pengujian hipotesis 2 bahwa niat konsumen untuk loyal terhadap merek

dipengaruhi oleh promosi penjualan tradisional juga terbukti sesuai dengan

penelitian Bravo et al. (2009) yang meneliti promosi penjualan yang dilakukan

perusahaan majalah yang dilakukan dalam waktu yang lama pada peningkatan

loyalitas. Promosi penjualan yang dilakukan perusahaan dalam jangka waktu lama

akan melekat pada citra produk perusahaan tersebut, sehingga konsumen akan

memiliki respon yang baik pada produk bila merasa bahwa dirinya akan

memperoleh keuntungan dari insentif yang diberikan perusahaan bila membeli dan

loyal pada produk tersebut dan semakin konsumen tersebut loyal semakin banyak

insentif yang diperoleh oleh konsumen dan karena pada penelitian ini menggunakan

undian berhadiah maka konsumen merasa kemungkinannya untuk memperoleh

hadiah akan lebih besar bila dirinya loyal pada produk tersebut.

Pengujian hipotesis 3 juga membuktikan bahwa niat konsumen untuk loyal

terhadap merek akan lebih tinggi bila dipengaruhi oleh kampanye CRM strategik

dibandingkan dengan promosi penjualan tradisional. Niat konsumen untuk loyal

terhadap merek menghasilkan nilai rata-rata yang lebih tinggi bila dipengaruhi oleh

kampanye CRM strategik dibandingkan bila dipengaruhi oleh promosi penjualan

tradisional berupa kupon undian berhadiah. Hasil dari pengujian hipotesis ini

mendukung beberapa hasil penelitian terdahulu. Seperti penelitian yang dilakukan

oleh Henderson dan Arora (2010) dengan obyek berupa produk sampo, sabun mandi

dan body lotion (dengan merek imajiner). Hasil dari penelitian tersebut

mengungkapkan bahwa konsumen memiliki respon yang lebih baik untuk sebuah

produk yang dikaitkan dengan donasi pada isu sosial (CRM) tertentu dibandingkan

dengan produk yang dipromosikan dengan potongan harga (promosi penjualan

tradisional). Begitu pula dengan penelitian dari Strahilevitz dan Myers (1998) dengan

Page 66: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

362

obyek permen (frivolous luxuries) yang akan memiliki respon lebih baik bila

menggunakan promosi dengan menyumbang bagi suatu isu sosial dibandingkan

dengan potongan harga. Hasil penelitian ini juga turut mengungkapkan bahwa saat

ini konsumen sudah semakin cerdas dan mampu membedakan antara strategi

pemasaran yang sosial dan strategi pemasaran yang tidak berhubungan dengan isu

sosial serta semakin meningkatnya nilai–nilai sosial dan kepedulian sosial yang

dimiliki oleh masyarakat saat ini (altruism). Kondisi ini menyebabkan adanya saran

bagi pemasar untuk secara serius melakukan kampanye CRM pada produknya.

Pada penelitian ini hipotesis 4 (hipotesis 4a dan hipotesis 4b) juga terdukung.

Hasil pengujian hipotesis 4 menunjukkan hasil bahwa pengaruh kampanye CRM

strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek dimoderasi oleh

keterlibatan konsumen terhadap produk. Pada Tabel 3, kampanye CRM strategik

dengan produk dengan keterlibatan rendah memiliki nilai yang tertinggi. Hasil

penelitian ini juga sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Van Den Brink et al.

(2006) menyatakan bahwa kampanye CRM strategik dengan produk high

involvement memiliki nilai rata-rata yang lebih kecil dari kampanye CRM strategik

dengan produk low involvement yang berarti loyalitas konsumen akan lebih efektif

pada kampanye CRM strategik dengan low involvement product dibandingkan

dengan high involvement product.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti setelah melakukan

eksperimen diperoleh alasan mengapa kombinasi kampanye CRM strategik dengan

produk dengan keterlibatan rendah memiliki nilai rata-rata yang tertinggi pada niat

konsumen untuk loyal terhadap merek. Konsumen yang pada awalnya tidak tertarik

untuk loyal pada produk dengan keterlibatan rendah akan menjadi loyal setelah

produk dengan keterlibatan rendah tersebut diberikan kampanye CRM strategik, hal

ini disebabkan karena konsumen merasa senang dapat ikut terlibat memberikan

donasi kepada isu sosial yang ditunjuk; yang dalam penelitian ini adalah beasiswa

bagi anak-anak yatim dan tidak mampu, hanya dengan membeli produk keterlibatan

rendah yang harganya murah. Perasaan senang melakukan donasi tersebut adalah

yang biasa disebut dengan sifat altruism manusia (Strahilevitz, 1999).

Page 67: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

363

Pada hipotesis 5 (hipotesis 5a dan hipotesis 5b) penelitian ini juga terdukung.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa produk dengan keterlibatan tinggi

memoderasi pengaruh promosi penjualan tradisional kupon undian berhadiah pada

niat konsumen untuk loyal terhadap merek begitu pula bahwa produk dengan

keterlibatan rendah memoderasi pengaruh promosi penjualan tradisional kupon

undian berhadiah pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti setelah melakukan

eksperimen diperoleh alasan mengapa kombinasi promosi penjualan tradisional

dengan produk dengan keterlibatan rendah memiliki nilai rata-rata yang terendah

pada niat konsumen untuk loyal terhadap merek. Konsumen tidak tertarik untuk

loyal pada produk dengan keterlibatan rendah meskipun telah dikombinasikan

dengan promosi penjualan tradisional, hal ini disebabkan karena konsumen merasa

kemungkinan mereka untuk memenangkan undian tersebut sangat kecil bahkan

menurut pengalaman para partisipan yang peneliti wawancarai belum ada satupun

dari mereka yang pernah memenangkan undian berhadiah.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara

kombinasi kampanye CRM strategik dan produk dengan keterlibatan tinggi dengan

kombinasi promosi penjualan tradisional kupon undian berhadiah dengan produk

dengan keterlibatan tinggi. Hal ini berdasarkan hasil wawancara peneliti pada

partisipan disebabkan karena pada produk dengan keterlibatan tinggi konsumen

akan lebih memperhatikan atribut dari produk tersebut, sehingga kampanye atau

promosi yang melekat pada produk tersebut tidak akan banyak mempengaruhi niat

konsumen untuk loyal terhadap merek. Pada produk dengan keterlibatan tinggi

konsumen juga telah memiliki merek favorit pilihan mereka sendiri yang sudah

sesuai dengan selera, kebutuhan dan konsep diri mereka, sehingga walaupun ada

kampanye CRM atau promosi penjualan pada produk dengan keterlibatan tinggi

yang lain yang bukan merek favorit konsumen, maka konsumen tersebut tidak akan

mengubah loyalitasnya pada merek produk lain tersebut. Hal ini sesuai dengan

Amine (1998) yang menyatakan bahwa pada produk dengan keterlibatan tinggi,

konsumen memiliki loyalitas yang tinggi pada kelasnya dan kategorinya masing-

masing, berarti konsumen telah memiliki pilihan merek sendiri pada kelas produk

Page 68: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

364

dan kategori produk tersebut. Hal ini mengakibatkan kampanye CRM atau promosi

penjualan tidak dapat mengganggu hubungan antara konsumen dengan produk

keterlibatan tinggi tersebut. Sedangkan pada produk dengan keterlibatan rendah

konsumen memiliki loyalitas yang rendah, sehingga mudah bagi konsumen untuk

berpindah merek apabila dikombinasikan dengan kampanye CRM atau promosi

tertentu.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kampanye CRM strategik dan promosi penjualan tradisional yang dilakukan

perusahaan dapat meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek.

Meskipun kampanye CRM strategik ternyata lebih efektif dalam meningkatkan niat

konsumen untuk loyal terhadap merek. Hal ini dikarenakan kampanye CRM

strategik lebih mengena di hati konsumen. Produk akan memiliki citra yang lebih

baik, apalagi bila konsumen memiliki karakteristik yang perduli pada lingkungan

sosialnya, dan memiliki keterlibatan pada isu sosial yang terkait dengan kampanye

CRM tersebut.

Pengaruh kampanye CRM strategik pada niat konsumen untuk loyal terhadap

merek dimoderasi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk. Pada produk

dengan keterlibatan tinggi niat konsumen untuk loyal akan lebih rendah

dibandingkan dengan pada produk dengan keterlibatan rendah. Hal ini dikarenakan

pada produk dengan keterlibatan rendah konsumen akan lebih terpengaruh pada

kampanye CRM strategik yang dilakukan daripada dengan atribut yang melekat

pada produk tersebut, jadi bila pada awalnya konsumen tidak tertarik pada produk

low involvement tersebut tetapi karena produk terkait dengan kampanye CRM

strategik, konsumen menjadi tertarik dan berniat untuk loyal terhadap merek

produk tersebut. Sedangkan pada produk dengan keterlibatan tinggi konsumen

akan lebih memperhatikan atribut dari produk tersebut sehingga kampanye yang

melekat pada merek produk tidak akan berpengaruh besar pada niat konsumen

untuk loyal.

Page 69: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

365

Pengaruh promosi penjualan tradisional pada niat konsumen untuk loyal

terhadap merek dimoderasi oleh keterlibatan konsumen terhadap produk. Pada

produk dengan keterlibatan tinggi niat konsumen untuk loyal akan lebih tinggi

dibandingkan dengan pada produk dengan keterlibatan rendah. Hal ini dikarenakan

pada produk dengan keterlibatan tinggi konsumen akan lebih mempertimbangkan

atribut dari produk tersebut dan karena kualitas dan model memang bagus maka

akan lebih meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek, sedangkan

pada produk dengan keterlibatan rendah konsumen tidak terlalu

mempertimbangkan atribut yang ada pada produk tersebut sehingga niat konsumen

untuk loyal juga lebih kecil. Berdasarkan hasil wawancara pada beberapa partisipan,

hal ini disebabkan karena berdasarkan pengalaman mereka (terutama untuk undian

berhadiah) kemungkinan untuk memenangkan hadiah sangat kecil.

Keterbatasan Penelitian

Kemampuan untuk menggeneralisasi hasil penelitian ini dibatasi oleh sejumlah

faktor, salah satunya adalah dalam kategori produk hanya menggunakan satu jenis

produk yaitu tas laptop, dan subyek yang digunakan sebagai partisipan adalah

mahasiswa yang ada pada lingkup yang kecil yaitu pada jurusan manajemen saja di

Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Manipulasi yang digunakan dalam

eksperimen ini juga menggunakan metode paper and pencil sehingga efek

naturalisasi produk tidak maksimal, serta bentuk promosi penjualan hanya dari

kupon undian berhadiah.

Implikasi

Bagi Penelitian Selanjutnya

Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan pemilihan kategori produk yang

digunakan dalam stimuli dengan lebih selektif (tidak hanya berdasarkan hasil

diskusi) dan beragam, subyek penelitian tidak hanya mahasiswa, sehingga penelitian

dapat digeneralisasikan. Misalnya, melibatkan para pekerja kantor yang juga sering

menggunakan tas laptop dan dilakukan pada daerah yang berbeda.

Page 70: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

366

Penelitian selanjutnya juga seharusnya melakukan manipulasi yang lebih natural,

misalnya dengan menampilkan produk yang sebenarnya dan bentuk dari promosi

penjualan tradisional dapat lebih bervariasi tidak hanya kupon undian berhadiah

tetapi juga potongan harga.

Bagi Pemasar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ka mpanye CRM strategik memiliki

pengaruh yang lebih tinggi dalam meningkatkan niat konsumen untuk loyal

terhadap merek, hal ini sebaiknya menjadi perhatian bagi para pemasar di Indonesia

yang masih lebih banyak menggunakan undian berhadiah daripada melakukan

kampanye CRM strategik. agar tercapai tujuan perusahaan memperoleh konsumen

yang loyal.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa niat konsumen untuk loyal terhadap merek

paling efektif bila dilakukan dengan pemilihan jenis produk yang tepat, yang mana

produk dengan keterlibatan rendah dikombinasikan dengan kampanye CRM

strategik akan meningkatkan niat konsumen untuk loyal terhadap merek yang

paling tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A (1991), Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand Name, New York: The Free Press. Amine, A (1998), “Consumers’ True Brand Loyalty: The Central Role of Commitment,” Journal of Strategic Marketing, Vol. 6, No. 4, pp. 305-319. Barone, M. J; Miyazaki, A. D. and Taylor, K. A (2000), “The Influence of Cause Related Marketing on Consumer Choice: Does One Good Turn Deserve Another,” Journal Acad Mark Sci, Vol. 28, No. 2, pp. 248-262. Bravo, Mercedes; Mugica, Jose and Sanz, Jose (2009), “Magazine Sales Promotion,” Journal of Advertising, Vol. 38, No.1, pp. 137-146. Christensen, Larry B (1988), Experimental Methodology,Newton, Massachusetts: Allyn and Bacon Inc.

Page 71: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

367

Daniri, Mas Achmad (2008), Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, www.madani-ri.com. 20-6-2011. Dewi, Ike Janita (2009), Creating and Sustaining Brand Equity: Aspek Manajerial dan Akademis dari Branding, Yogyakarta: Penerbit Amara Books. De Wulf, K; Odekersen-Schroder, G. J. and Iacobucci, D (2001), “Investments in Consumer Relationships: A Cross-Country and Cross-Industry Exploration,” Journal of Marketing, Vol. 14, No. 5, pp. 33-50. Dharmmesta, Basu Swastha (1999), “Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual sebagai Panduan bagi Peneliti,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 3. Edmondson, Diane. R. and Lafferty, Barbara A (2007), “Cause Related Marketing: A Model of Consumer’s Attitude toward The Cause-Brand Alliance,” Society for Marketing Advances Proceedings, pp. 20-23. Galbreath, Jeremy (2009), “Building Corporate Social Responsibility into Strategy,” European Business Review, Vol. 21, No. 2, pp. 109-127. Ghozali, Imam (2006), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit-Undip.

Hair, Joseph; Black, William; Babin, Barry and Andersen, Rolph (2010), Multivariate Data Analisys, 7th Ed, Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc. Hajjat, Mahmood, M (2003), “Effect of Cause-Related Marketing on Attitudes and Purchase Intentions: The Moderating Role of Cause Involvement and Donation Size,” Journal of Nonprofit and Public SectorMarketing, Vol. 11, No. 1, pp. 93-109. Henderson, Ty and Arora, Neeraj (2010), “Promoting Brands Across Categories with a Social Cause: Implementing Effective Embedded Premium Programs,” Journal of Marketing, Vol. 74, No. 1, pp. 41-60. Irwin, R. L; Lachowetz, T; Cornwell, T. B. and Clark, J. S (2003), “ Cause-Related Sport Sponsorship: An Assessment of Spectator Beliefs, Attitudes, and Behavioral Intentions,” Sport Marketing Quarterly, Vol. 12, No. 3, pp. 131-139. Kapferer, J. and Laurent, G (1985), “Consumer Involvement Profile: a New Practical Approach to Consumer Involvement,” Journal of Advertising Research, Vol. 25, No. 6, pp. 35-50. Kotler, Phillip and Keller, Kevin Lane (2009), Principles of Marketing, 13th Ed, Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc. Kotler, Phillip and Lee, Nancy (2005), Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, Hoboken New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Page 72: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

368

Lafferty, Barbara. A. and Edmonson, Diane. R (2009), “Potraying The Cause Instead of The Brand in Cause-Related marketing Ads: Does it Really Matter?” Journal of marketing Theory and Practice, Vol. 17, No. 2, pp. 129-143. Neuman, W. Laurence (2006), Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, Boston: Pearson Education Inc. Pracejus, J. W. and Olsen, G. D (2004), “The Role of Brand/Cause Fit in the Effectiveness of Cause Related Marketing Campaigns,” Journal of Business Research, Vol. 57, pp. 635-640. Quester, P. and Lim, A. L (2003), “Product Involvement/Brand Loyalty: is there A Link?” Journal of Advertising Research, Vol. 12, No. 1, pp. 22-38. Rangkuti, Freddy (2008), The Power of Brands: Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek Plus Analisis Kasus dengan Spss, Edisi ketiga, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rodgers, W. C. and Schneider, K. C (1993), “An Empirical Evaluation of The Kapferer-Laurent Consumer Involvement Profile,” Journal Psychology and Marketing, Vol. 10, No. 4, pp. 333-345. Samy, Martin; Odemilin, G. and Bampton, R (2010), “CSR, Strategy for Sustainable Bussiness Success,” Corporate Governance, Vol. 10, No. 2, pp. 203-217. Sekaran, Uma and Bougie, Roger (2010), Research Methods for Business,5th Ed, West Sussex: John Willey and Sons Ltd. Sen, S. and Bhattacharya, C. B (2001), “Does doing good always lead to doing better? Custome r reations to corporate social responsibility,” Journal of Marketing Research, Vol. 38, No. 2, pp. 225-243. Shabbir, S; Kaufmann, H.R; Ahmad, I. and Qureshi, I. M (2010), “Cause Related Marketing Campaigns and Consumer Purchase Intentions: The Mediating Role of Brand Awarness and Corporate Image,” African Journal of Business Managemen, Vol. 4, No. 6, pp. 1229-1235. Sihombing, Sabrina Oktorio (2005), “Modeling and Testing The Effects of Cause Related Marketing, Corporate Reputation, and Brand Image on Buyer Attitude and Purchase Intention,” Simposium Riset Ekonomi II, Surabaya. Strahilevitz, M (1999), “The Effect of Product Type and Donation Magnitude o Willingness to Pay More for Charity-Linked Brand,” Journal of Consumer Psychology, Vol. 8, No. 3, pp. 215-241.

Page 73: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

369

Strahilevitz, M. and Myers, J.G (1998), “Donation to Charity as Purchase Incentives: How Well They Work May Depend on What You are Trying to Sell,” Journal of Consumer research, Vol.24, No. 4, pp. 434-446. Tangari, A. H; False, J. A. G; Burton, S. and Kees, J (2010), “The Moderating Influence of Consumers Temporal Orientation on The Framing of Societal Needs and Corporate Responses in Cause-Related Marketing Campaigns,” Journal of Advertising, Vol 39, No.2, pp. 35-50. Till, B. D. and Nowak, L. I (2000), “Toward Effective use of Cause Related Marketing Alliances,” Journal of Product & Brand Management , Vol. 9, No. 7, pp. 472-484. Traylor, M, B (1981), “Product Involvement and Brand Commitment,” Journal of Advertising Research, Vol. 21, No. 6, pp. 51-60. Van Den Brink, Douwe; Odekersen-Schoder, Gaby and Pauwels, Pieter (2006), “The Effect of Strategic and Tactical Cause Related Marketing on Consumers Brand Loyalty,” Journal of Consumer Marketing, Vol. 23, No. 1, pp. 15-25. Varadarajan, P. R. and Menon, A (1988), “Cause Related Marketing: A Co alignment of Marketing Strategy and Corporate Philanthopy,” Journal of Marketing, Vol. 52, No. 3, pp. 58-74. Verrghese, Anish K (2011), Partnerships and Cause-Related Marketing Building Brand for Future, www.brandchannel.com. 24-03-2011. Webb, Deborah and Mohr, Lois (1998), “A Typology of Consumer Responses to Cause-Related Marketing: from Skeptics to Socially Concern”, Journal of Public Policy and Marketing, Vol. 17, No. 2, pp. 226-238. Wymer, Walter and Samu, Sridhar (2009), “The Influence of Cause Marketing Associations on Product and Cause Brand Value,” International Journal of Nonprofit and Voluntary Sector Marketing, Vol. 14, No. 1, pp. 1-20.

Page 74: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

370

PERAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JASA PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA PERGURUAN TINGGI

Siti Maghfiroh5

ABSTRACT

Improvement of service quality for education institutions is one of the key factors in the competition international in this globalization era. Total Quality Management (TQM) is an approach to improvement the quality continually from every business aspect and organization totality. In its application, TQM implementation needs support from another factors that is: intellectual capital and management information system to increase service quality and performance of higher education. The purpose of this research are analyze and verify the effect of management information system and intellectual capital toward total quality management and their implication of toward service quality at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia. The type of this research is descriptive and verification, while the method used both descriptive and verification survey. The technique of this research is cross section and using stratified sampling technique. The sample size was 30 department at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia. The data will be analyzed by using descriptive analysis, simple regression and multiple regression. The results indicate that: 1) implementation of total quality management and academic service quality at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia have been generally assessed at the high point, while management information system, intellectual capital and instructional service quality and performance at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia have been generally assessed at the enough point, 2) implementation of total quality management have significant effect toward service quality at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesia, 3) Management information system and intellectual capital have effect to implementation of total quality management effectively in progressing service quality at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesian, 4) the service quality have effect toward higher education performance at higher education certificated of ISO 9001 in Indonesian.

Keywords: Total Quality Management, Management Information System, Intellectual Capital, Service Quality and Performance

Latar Belakang Penelitian

Era globalisasi sekarang menyebabkan kompetisi antar perguruan tinggi semakin

ketat, bukan hanya antara perguruan tinggi secara domestik, tetapi juga dari

perguruan tinggi asing. Pada kondisi persaingan yang demikian ketat, perguruan

tinggi harus memiliki satu atau beberapa dari faktor keunggulan bersaing. Menurut

5 Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Page 75: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

371

Porter & Skiner (1993) dalam Chase, et al. (2001) faktor keunggulan bersaing itu pada

dasarnya meliputi keunggulan kualitas, biaya murah, harga, proses cepat dan tepat

waktu, diferensiasi dan fleksibilitas. Untuk mencapai daya saing strategis

(keunggulan bersaing) dan memperoleh laba tinggi, perguruan tinggi harus memilih

strategi yang cocok untuk diterapkan.

Kualitas sebagai salah satu keunggulan bersaing memiliki dampak yang signifikan

terhadap sasaran perusahaan, karena kualitas mempunyai arti yang sangat penting,

baik untuk produk barang maupun jasa. Disatu sisi kualitas adalah alat strategis

untuk bersaing, dan disisi lain adalah alat untuk memuaskan pelanggan. Kualitas

merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya.

Bertolak dari kenyataan tersebut, kualitas dalam pendidikan akhirnya merupakan

hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, kualitas jelas

sekali merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan institusi

pendidikan dalam meraih status di tengah-tengah persaingan dunia pendidikan

yang keras, karena perguruan tinggi yang berkualitas baik merupakan perguruan

tinggi yang diinginkan oleh konsumen.

Kualitas perguruan tinggi berdampak pada kualitas lulusan perguruan tinggi. Saat

ini masih banyak ditemukaan adanya kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi

dan kebutuhan industri (Gasperz, 2003), yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Kesenjangan lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan industri di Indonesia

No. Lulusan Perguruan Tinggi No. Kebutuhan Industri

1 Hanya memahami teori 1 Kemampuan menentukan solusi masalah berdasarkan konsep ilmiah

2 Memiliki ketrampilan individual 2 Memiliki ketrampilan kelompok

3 Motivasi belajar hanya untuk lulus ujian

3 Mempelajari bagaimana belajar yang efektif

4 Hanya berorientasi pada pencapaian grade atau nilai tertentu

3 Berorientasi pada peningkatan terus-menerus dengan tidak dibatasi pada target tertentu saja. Setiap target yang tercapai akan terus-menerus ditingkatkan

5 Orientasi belajar hanya pada mata kuliah individual secara terpisah

5 Membutuhkan pengetahuan terintegrasi antar disiplin ilmu untuk mencari solusi masalah industri yang kompleks

6 Proses belajar bersifat pasif, hanya menerima informasi dari dosen

6 Bekerja adalah suatu proses berinteraksi dengan orang lain dan memproses informasi secara aktif

7 Penggunaan teknologi (mis. 7 Penggunaan teknologi merupakan bagian

Page 76: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

372

No. Lulusan Perguruan Tinggi No. Kebutuhan Industri

komputer) terpisah dari proses belajar

integral dalam proses belajar untuk solusi masalah industri

Sumber : Gasperz (2003; 3)

Untuk menghilangkan kesenjangan tersebut dan untuk meningkatkan kualitas jasa

pendidikan, maka sebagai suatu industri jasa, perguruan tinggi harus dikelola

berdasarkan asas-asas manajemen. Perguruan tinggi bukan berorientasi pada profit,

dan bukan pula badan amal, melainkan sebuah industri jasa yang harus dikelola

secara efektif dan efisien. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Clark Kerr dalam

Tilaar (1999; 242) menyatakan bahwa intellectual formation sebagai fungsi lembaga

perguruan tinggi masa depan hanya dapat terealisasi apabila perguruan tinggi

tersebut dikelola secara professional seperti dalam industri untuk menghasilkan

kualitas jasa yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya

perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses dan

lingkungan. Salah satu sistem manajemen stratejik industri yang dipandang sesuai

untuk perguruan tinggi agar dapat memperbaiki komponen-komponen tersebut

secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan manajemen kualitas atau

pendekatan Total Quality Management (TQM) (Sallis, 2006).

TQM diakui sebagai pendekatan manajemen yang dapat memperbaiki kinerja dan

efisiensi, tidak terkecuali organisasi pendidikan (Saylor, 1996 dalam Sodikoglu et al.,

2004). Banyak perusahaan telah menerapkan sistem TQM untuk meningkatkan nilai

produksi dan produktivitas. Kualitas dikembangkan menitikberatkan perhatian

pelanggan pada peningkatan kinerja, kegunaan, dan reliabilitas produk/jasa (Hitt, et

al., 2001). Kesuksesan perusahaan manufaktur dalam mengimplementasikan TQM

mendorong pendidikan tinggi di US mengadopsi TQM ( Kanji et al., 1999). untuk

meningkatkan nilai pendidikan tinggi bagi stakeholder (Vazzana et al., 2000), untuk

menghadapi lingkungan bisnis global (Yen at al., 2002), untuk menangani perubahan

disegala aspek (Mergen at al., 2000), dan untuk mengantisipasi dan menyediakan

solisi permasalahan-permasalahan dalam perguruan tinggi (Cruickshank, 2003;

Sureshchandar et al., 2001), sehingga dapat meningkatkan competitive advantage (Yen

at al., 2002).

Page 77: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

373

Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa total quality management

berpengaruh terhadap kualitas produk maupun jasa dan implikasinya terhadap

kinerja organisasi (Madu et. Al., 1996; Ahire, 1996; Hendriks & Singhal, 1997),

Sementara hasil penelitian Kanji et al. (1999), menemukan bahwa institusi perguruan

tinggi yang mengimplementasikan TQM akan mencapai kinerja yang tinggi melalui

peningkatan kualitas jasa. Akan tetapi dari beberapa penelitian ditemukan bahwa,

tidak semua organisasi baik manufaktur (Sim & Killough, 1998), maupun perguruan

tinggi yang mengimplementasikan TQM berhasil meningkatkan kinerjanya

(Baldwin, 2002). Yeung et al. (1998), menemukan bahwa perusahaan-perusahaan di

Hongkong yang mengimplementasikan TQM tetap tidak mampu meningkatkan

efisiensi operasional dan peningkatan kinerja keuangan. Yen et al. (2002),

mengatakan bahwa dua dari tiga perusahaan yang mengimplementasikan TQM

mengalami kegagalan. Entin (1994) dalam Baldwin (2002) menemukan bahwa 5 dari

10 institusi pendidikan yang telah mengimplementasikan TQM, menghentikan

karena mengalami kegagalan.

Kegagalan organisasi untuk meningkatkan kualitas dan kinerja organisasi melalui

implementasi TQM bukan dikarenakan filosofi TQM-nya yang salah, tetapi banyak

organisasi yang menerapkan TQM tanpa berusaha untuk memperkirakan

keberadaan kendala-kendala yang ada (Ngai dan Cheng, 1997). Kegagalan juga

terjadi karena ketidaktepatan dalam mengadopsi prinsip-prinsip manajemen

kualitas ke dalam organisasi dan ketidakcocokan kondisi lingkungan untuk

implementasi manajemen kualitas (Gazpers, 2003). Kenyataan ini menunjukkan

bahwa tidak ada sistem manajemen kualitas yang secara universal selalu tepat untuk

bisa diterapkan pada seluruh organisasi pada setiap keadaan, namun sistem

manajemen kualitas tersebut tergantung juga pada faktor-faktor kondisional

(Kontinjen) yang ada dalam organisasi. Kinerja organisasi merupakan konsekuensi

fit atau match atau ke-pas-an antara dua atau lebih faktor-faktor (Teori Kontinjensi)

(Van De Ven & Drazin, 1985). Dengan kata lain bahwa efektivitas strategi organisasi

(sistem manajenen kualitas) dalam meningkatkan kinerja organisasi sangat

tergantung pada kesesuaian antara strategi dengan lingkungannya (Balkin &

Gomez-Mejia, 1986). Oleh karena itu efektifitas implementasi TQM dalam

meningkatkan kualitas dan kinerja, sesuai teori kontinjensi sangat tergantung

Page 78: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

374

dengan lingkungannya (internal maupun eksternal), yaitu: sistem informasi

manajemen dan sumber daya manusia (intellectual capital). Hal ini sejalan dengan

hasil temuan beberapa peneliti, bahwa kegagalan implementasi TQM karena,

kesalahan menggunakan data dan informasi (Deming, 1991), jaringan

informasi/komunikasi internal kurang efektif (Ngai & Cheng, 1997). Untuk itu

agar implementasi TQM dapat secara efektif meningkatkan kualitas dan kinerja

perguruan tinggi, maka harus didukung oleh faktor-faktor lain yaitu: sistem

informasi manajemen, dan sumber daya manusia (intellectual capital).

Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan salah satu alat atau sarana untuk

menghasilkan informasi yang berkualitas bagi kepentingan manajer di berbagai

tingkatan dan bagian dalam mengelola organisasi (Loudon, 1998, dalam Azhar

Susanto, 2003). Adanya dukungan sistem informasi manajemen (SIM) yang

terintegrasi yang mampu menangkap, mencipta dan memanipulasi informasi

internal dan eksternal secara efektif, akan memudahkan pihak manajemen untuk

mendeteksi secara efektif kapan perubahan kondisi membutuhkan suatu tanggapan

yang strategis, sehingga memungkinkan perusahaan untuk dapat melakukan

perbaikan secara terus-menerus (Rivers & Bae, 1999). Adanya peningkatan dalam

teknologi informasi dan sistem informasi manajemen yang diintegrasikan dengan

seluruh organisasi menjadi suatu hal yang penting dalam organisasi yang

mengimplementasikan TQM untuk mencapai kesuksesan (Hung, 2004). Berdasarkan

hasil observasi Azhar (2003) pada beberapa perguruan tinggi, diindikasikan ada

beberapa persoalan yang sering dihadapi oleh manajemen perguruan tinggi

diantaranya adalah :

1) ”Mahasiswa mengikuti semester pendek sambil mengikuti kegiatan kuliah

kerja nyata.

2) Pelaksanaan pengisian kartu rencana studi (KRS) saat ujian masih

berlangsung karena kurangnya koordinasi antara pusat dan fakultas dalam

jadwal pelaksanaan proses belajar-mengajar.

3) Pengendalian dosen wali terhadap mata kuliah yang diambil oleh mahasiswa

kurang efektif baik terhadap mata kuliah prasyarat, jumlah mata kuliah yang

boleh diambil dan setelah pengolahan di sub bagian administrasi.

Page 79: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

375

4) Banyak dosen wali yang kurang mengontrol serta membina mahasiswa yang

kurang aktif mengikuti perkuliahan.

5) Beberapa mahasiswa dengan indek prestasi kumulatif < 2 masih mengikuti

kuliah padahal sudah melebihi batas semester yang ditentukan.

6) Kontrol pembayaran registrasi kurang terintegrasi dengan baik untuk

mahasiswa yang terlambat atau yang lama tidak membayar, karena pengisian

KRS dilakukan di fakultas sedangkan registrasi dilakukan di pusat.

7) Keberadaan, keamanan dan pengendalian terhadap sistem database

mahasiswa kurang baik.

8) Integrasi antara nilai mahasiswa di fakultas atau program studi dengan di

pusat kurang baik.

9) Penanganan terhadap adanya perubahan kurikulum kurang terintegrasi dan

tuntas sehingga suatu perguruan tinggi sering memiliki beberapa kurikulum

yang berlaku. Hal ini terjadi karena adanya kurikulum baru sedangkan

mahasiswa pengikut kurikulum lama belum habis.

10) Penugasan terhadap dosen yang kurang merata

11) Penugasan mengajar dosen yang sering tidak didasarkan kepada spesialisasi,

kompetensi serta minat dosen sehingga menimbulkan variasi dalam isi

perkuliahan pada kelas pararel.

12) Adanya tim dosen yang dianjurkan dalam ‘applied approach’ kurang berjalan

dengan baik sehingga menambah beban jurusan dalam penempatan dosen

yang mungkin keliru.

13) Koordinasi mata kuliah tidak didasarkan pada kompetensi dan jabatan dosen

tapi berdasarkan pada di jurusan mana mata kuliah tersebut ditawarkan.

14) Sebagian fakultas belum begitu memperhatikan sarana akademik

(perpustakaan, internet, media pengajaran) yang sesuai dengan kebutuhan

saat ini karena keterbatasan dana pendidikan“.

Sumber: Azhar (2003, h. 16-18)

Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh perguruan tinggi

sebagaimana disebutkan di atas terjadi karena kurang efektifnya sistem informasi

yang ada dan pada akhirnya akan mengganggu kinerja perguruan tinggi.

Page 80: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

376

Intellectual capital, merupakan produk dari interaksi antara komitmen, kompetensi

dan pengendalian pekerjaan (Burr & Girardi, 2002). Komitmen organisasi

merupakan suatu kekuatan relatif individu terhadap organisasi dan keterlibatannya

di dalam organisasi (Burr & Girardi, 2002). Kompetensi merupakan suatu uraian

keterampilan, pengetahuan dan sikap yang utama diperlukan untuk mencapai

kinerja yang efektif dalam pekerjaan (Moerad, 2003). Peningkatan relevansi dan

kualitas pendidikan membutuhkan dosen yang mempunyai kompetensi dan

kualifikasi tinggi. Pengendalian pekerjaan merupakan upaya pengembangan

aktivitas dan kreativitas pekerja pada pekerjaannya yang mengarah pada perbaikan

efektivitas operasi dan kepuasan kerja, karena pekerja dapat menggunakan semua

kemampuan yang dimiliki secara leluasa dan penuh (Newstrom & Davis, 2002).

Komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan saling beriinteraksi dalam

membentuk kepuasan kerja, dengan meningkatnya kepuasan kerja, maka kinerja

karyawan dalam melakukan tugas-tugasnya juga akan semakin meningkat (Burr &

Girardi, 2002). Keberadaan salah satu saja dari faktor-faktor tersebut (komitmen,

kompetensi dan pengendalian pekerjaan) tidaklah menjamin Intellectual Capital (IC)

yang tinggi, untuk itu harus didukung oleh ketiganya (komitmen, kompetensi dan

pengendalian pekerjaan). Interaksi Implementasi TQM dengan intellectual capital

akan meningkatkan kualitas, sebagaimana dikatakan oleh Djohan (2003) bahwa

efektifitas penerapan TQM pada perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas jasa

sangat tergantung pada sumber daya manusianya (intellectual capital), karena faktor

dominan yang mempengaruhi kualitas jasa perguruan tinggi adalah sumber daya

manusia terutama tenaga akademik (dosen). Tanpa intellectual capital yang tinggi,

efektivitas implementasi total quality management akan berkurang (Ulrich,1998).

Dengan mengimplementasikan TQM, maka kualitas jasa perguruan tinggi akan

meningkat sesuai dengan harapan pelanggan baik internal maupun eksternal, dan

pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kinerja organisasi (Lovelock et al.,

1998). Hasil penelitian Kanji et al. (1999), menemukan bahwa institusi perguruan

tinggi yang mengimplementasikan TQM akan mencapai kinerja yang tinggi melalui

peningkatan kualitas. Sementara hasil penelitian Hendricks & Singhal (1997)

menemukan bahwa perusahaan pemenang quality awards terbukti kinerjanya akan

Page 81: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

377

meningkat, hal ini semakin memperkuat bukti bahwa kualitas jasa berpengaruh

terhadap kinerja organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, perguruan tinggi dapat meningkatkan

kinerjanya melalui melalui peningkatan kualitas dengan mengimplementasikan total

quality management. Beberapa penelitian menyebutkan sulit menerapkan total quality

management di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan terdapatnya beberapa faktor

(misalnya; perubahan budaya, komitmen dan keterlibatan semua pihak, dan lain

sebagainya) yang dapat menghambat pelaksanaan total quality management di

perguruan tinggi. Meskipun demikian perlu dilakukan penelitian untuk

menggambarkan implementasi total quality management di perguruan tinggi (Ina

Primiana, 2002). Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian berkaitan dengan

pengaruh sistem informasi manajemen dan intellectual capital terhadap efektifitas

implementasi total quality management dalam meningkatkan kualitas jasa pendidikan

dan implikasinya terhadap kinerja perguruan tinggi. karena beberapa alasan sebagai

berikut: (1) kualitas merupakan syarat keberhasilan dalam berbagai sektor, seperti

manufaktur, jasa, kesehatan, pendidikan dan sektor pemerintah, sehingga sulit

untuk mengidentifikasikan kondisi organisasi bila isu kualitas tidak masuk dalam

agenda manajemen, (2) berdasarkan beberapa hasil penelitian dapat ditunjukkan

bahwa kualitas merupakan syarat utama bagi perguruan tinggi untuk menghasilkan

lulusan yang kompeten dan mampu bersaing dalam era globalisasi, (3) dari berbagai

hasil penelitian menunjukkan bahwa total quality management merupakan model

yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi, (4)

keberhasilan implementasi total quality management pada perguruan tinggi

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: sistem informasi manajemen dan

intellectual capital.

1. Identifikasi Dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah yang telah diuraikan

di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Apakah implementasi total quality management berpengaruh terhadap kualitas

jasa pendidikan pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001?

Page 82: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

378

2) Apakah sistem informasi manajemen dan intellectual capital berpengaruh dalam

memoderasi hubungan antara implementasi total quality management dengan

kualitas jasa pendidikan pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001?.

• Apakah sistem informasi manajemen berpengaruh dalam memoderasi

hubungan antara implementasi total quality management dengan kualitas jasa

pendidikan pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001?.

• Apakah intellectual capital berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara

implementasi total quality management dengan kualitas jasa pendidikan pada

Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001?.

3) Apakah kualitas jasa pendidikan berpengaruh terhadap kinerja perguruan tinggi

pada Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001?.

2. Kerangka Pemikiran Dan Perumusan Hipotesis

Dalam situasi persaingan global yang semakin kompetitif, kualitas mempunyai arti

yang sangat penting baik untuk produk barang maupun jasa. Kemampuan

perusahaan untuk menyediakan produk maupun jasa berkualitas akan menjadi

senjata untuk memenangkan persaingan, karena dengan memberikan produk

berkualitas, kepuasan konsumen akan tercapai. Total Quality Management (TQM)

merupakan suatu sistem yang terstruktur dengan serangkaian alat, teknik dan

filosofi yang didesain untuk menciptakan budaya perusahaan yang memiliki fokus

terhadap konsumen, melibatkan partisipasi aktif pekerja, dan perbaikan kualitas

terus-menerus dengan tujuan agar sesuai dengan harapan konsumen (Nursya’bani

Purnama, 2006; 51). TQM mencakup perbaikan terus-menerus proses organisasi

dengan hasil produk/jasa bermutu tinggi. TQM tidak hanya bertujuan untuk

memuaskan kebutuhan sekarang dari pelanggan, melainkan mengantisipasi

kebutuhan pelanggan di masa yang akan datang melalui perbaikan mutu

berkelanjutan (continouous quality improvement). Total quality management dapat

diterapkan juga dalam bidang kependidikan (Sallis, 2006). Implementasi total quality

management pada sistem pendidikan sering disebut sebagai Total Quality Management

in Education (TQME). TQME adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus-

menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi

pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para

Page 83: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

379

pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang (Sallis, 2006; 73). Dengan

implementasi TQM, diharapkan dapat meningkatkan kepuasan konsumen melalui

perbaikan kualitas produk/jasa (Woller, 1992 dalam Nursya’bani Purnama, 2006).

Implementasi total quality management dapat menjamin kualitas dan standar dalam

pendidikan (Sallis, 2006).

Agar implementasi total quality management dapat meningkatkan kualitas secara

efektif, maka dalam implementasinya memerlukan perubahan mendasar pada

infrastruktur organisasional, yaitu: sistem informasi manajemen (Ahmed &

Ravinchandran, 1999). Keberhasilan implementasi TQM juga tergantung pada

kontribusi sumber daya manusianya, yaitu: tingkat intellectual capital karyawan

(komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan) (Nursya’bani Purnama, 2002).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efektivitas implementasi TQM

membutuhkan perubahan dalam sistem informasi manajemen dan intellectual capital

sebagai variabel kontinjensi. Berdasarkan pendekatan kontinjensi variabel sistem

informasi manajemen dan intellectual capital merupakan variabel yang

memoderasi/memperkuat pengaruh implementasi TQM dalam meningkatkan

kualitas jasa.

3.1 Keterkaitan Total Quality Management (TQM) Dengan Kualitas Jasa

Pengukuran kualitas pada industri jasa sulit dilakukan karena karakteristik jasa pada

umumnya tidak nampak, karakteristik unik dari suatu industri jasa/pelayanan yang

sekaligus membedakannya dengan industri manufaktur, antara lain: pelayanan

merupakan output tidak berbentuk (intangible output); pelayanan merupakan output

variable (tidak standar); pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventory, tetapi

dapat dikonsumsi dalam produksi; terdapat hubungan langsung yang erat dengan

pelanggan melalui proses pelayanan; pelanggan berpartisipasi dalam proses

memberikan pelayanan; ketrampilan personil “diserahkan” atau “diberikan” secara

langsung kepada pelanggan; pelayanan tidak dapat diberikan secara masal;

membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan

pelayanan, pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subjektif. Meningkatkan

kualitas jasa yang ditawarkan tidak semudah usaha meningkatkan kualitas produk,

Page 84: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

380

karena karakteristiknya yang unik. Peningkatan/perbaikan kualitas jasa akan

berdampak pada organisasi secara menyeluruh.

Selanjutnya, Pepard & Rowland (1997) menyatakan bahwa kualitas itu memiliki dua

dimensi yang berbeda dan harus dibedakan, yaitu konsistensi dan kapabilitas.

Konsistensi berkaitan dengan derajat kesesuaian secara berkelanjutan dari produk

atau jasa yang dihasilkan dengan spesifikasi yang diharapkan para pelanggan.

Sedang kapabilitas berkaitan dengan derajat kemampuan suatu produk atau jasa

untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan.

Dalam usaha untuk menjawab harapan pelanggan dimaksud di atas, sejak 1970-an di

negara-negara maju, khususnya di jepang dikembangkan metode pengendalian

mutu terpadu (Total Quality Control) dan kemudian manajemen mutu terpadu (Total

Quality Manajemen/TQM). TQM merupakan salah satu ilmu yang berorientasi pada

kualitas dan merancang ulang sistem organisasi dalam mencapai tujuannya untuk

memenangkan persaingan (Fandy Tjiptono, 2004). TQM merupakan landasan

kesuksesan dalam lingkungan persaingan sekarang ini. Perusahaan manufaktur dan

jasa, skala besar dan kecil telah menemukan fakta bahwa perhatian kepada kualitas

dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap sasaran perusahaan. TQM adalah

suatu metode manajemen terhadap organisasi sebagai sebuah sistem dimana setiap

pekerjaan, setiap proses, dan setiap orang menjalankan perannya dengan benar, dan

terpadu sehingga organisasi mampu menghasilkan keluaran yang memenuhi

harapan pelanggan secara tepat waktu, tepat standar, dan bebas dari segala macam

cacat atau kerusakan. Sementara Kotler (1997) mendefinisikan total quality

management sebagai pendekatan organisasi untuk secara terus-menerus memperbaiki

kualitas secara keseluruhan dalam proses organisasi, produk dan jasa. Dengan

menerapkan TQM, perusahaan diharapkan akan dapat meningkatkan kepuasan

konsumen melalui perbaikan kualitas produk dan meningkatkan kepuasan

karyawan (Wolner, 1992 dalam Nursya’bani Purnama, 2006; 51). Banyak organisasi

yang memperoleh keberhasilan karena menerapkan total quality management. TQM

adalah sistem terstruktur dengan serangkaian alat, teknik dan filosofi yang didesain

untuk menciptakan budaya perusahaan yang memiliki fokus terhadap konsumen,

melibatkan partisipasi aktif pekerja, dan perbaikan kualitas terus-menerus dengan

Page 85: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

381

tujuan agar sesuai dengan harapan konsumen. TQM memberikan peralatan untuk

menjawab setiap tantangan global dan mengarahkan perusahaan pada perbaikan

kualitas yang berkesinambungan yang menunjang tercapainya kepuasan konsumen

secara total dan terus-menerus (Nursya’bani Purnama, 2006; 51). Total quality

management efektif dalam menghasilkan peningkatan kualitas dan mengurangi biaya.

Keberhasilan total quality management sebagai alat pemicu perbaikan kualitas telah

menarik perhatian dan motivasi perusahaan untuk menerapkan total quality

management, tak terkecuali institusi pendidikan tinggi.

Agar kualitas pendidikan yang tinggi dapat tercapai, maka perguruan tinggi juga

harus melakukan usaha perbaikan terus-menerus guna memenuhi kualitas yang

diinginkan oleh konsumen melalui implementasi total quality management. Total

quality management awalnya diterapkan pada dunia bisnis, kemudian diterapkan

pada dunia pendidikan. Konsep ini menekankan pada perbaikan secara

berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan sebagai sasaran

utama. Kepuasan pelanggan akan tercapai jika institusi memberikan jasa sesuai

dengan yang diinginkan oleh pelanggan, jasa yang yang diinginkan oleh pelanggan

tentu saja merupakan sesuatu yang berkualitas (Sallis, 2006). Hal ini diperkuat oleh

Maman Ukas, dkk. (2003) bahwa kualitas jasa dalam jasa pendidikan dapat didekati

dengan menerapkan total quality management. Oleh karena itu, hanya dengan

memahami proses dan pelanggan, maka perguruan tinggi dapat menyadari dan

menghargai makna kualitas. Semua usaha manajemen dalam TQM diarahkan pada

satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan pelanggan. Apapun yang dilakukan

manajemen tidak akan ada gunanya bila akhirnya tidak menghasilkan peningkatan

kepuasan pelanggan.

Banyak institusi pendidikan tinggi di dunia yang telah menerapkan total quality

management (TQM). Penerapan TQM pada perguruan tinggi harus dijalankan atas

dasar pengertian dan tanggung jawab bersama untuk mengutamakan efisiensi

pendidikan dan peningkatan kualitas dari proses pendidikan. Melalui penerapan

TQM dalam sistem pendidikan, maka perguruan tinggi akan mampu memenangkan

persaingan global yang amat sangat kompetitif melalui peningkatan kualitas dan

pada akhirnya akan mendatangkan manfaat yang dapat dipergunakan untuk

Page 86: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

382

pengembangan perguruan tinggi dan peningkatan kesejahteraan semua personel

yang terlibat. Institusi pendidikan menerapkan total quality management untuk;

memperbaiki pengajaran (Mergen et al., 2000), mengukur kepuasan siswa (Long et

al., 1999), memperbaiki kurikulum (Drexler Jr. & Kleinsorge, 2000), mengukur

kepuasan pemilik (Bailey & Bennett, 1996), dan operasional universitas (Muse &

Burkhalter, 1998).

Beberapa usaha secara empiris telah dilakukan untuk menemukan hubungan antara

implementasi total quality management dengan prestasi kualitas. Flynn, et al. (1995)

menemukan bahwa manajemen kualitas yang didukung oleh manajemen puncak

dengan menciptakan kondisi dan infrastruktur berpengaruh langsung dan tidak

langsung terhadap peningkatan kinerja kualitas. Brah et al (2002), hasil penelitiannya

menunjukkan adanya hubungan positif yang kuat antara konstruk manajemen

kualitas dengan kinerja kualitas, dan ada hubungan positif yang kuat antara kinerja

kualitas dan kepuasan konsumen. Daniel I. Prajogo & Sohal (2003), TQM

berhubungan secara signifikan dengan kinerja kualitas. Daniel I. Prajogo (2005),

menunjukkan adanya pengaruh praktek TQM terhadap kinerja kualitas pada

perusahaan manufaktur dan jasa. Dan pengaruh praktek TQM terhadap kinerja

kualitas antara perusahaan manufaktur dan jasa tidak berbeda. Sakthivel & Raju

(2006), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa implementasi TQM berpengaruh

terhadap hasil kualitas jasa dan hasil kualitas jasa berpengaruh terhadap kepuasan

konsumen. Sakthivel et al. (2005), menunjukkan bahwa institusi yang bersertifikasi

ISO berkembang ke arah implementasi TQM dan menawarkan kualitas pendidikan

yang lebih baik dari pada institusi yang non ISO dan ada hubungan yang signifikan

antara implementasi TQM dengan kepuasan mahasiswa terhadap kinerja akademik

dan kualitas jasa pendidikan.

3.2 Keterkaitan Total Quality Management, Sistem Informasi Manajemen

Dan Kualitas Jasa

Implementasi sistem informasi manajemen berperan dalam pemenuhan informasi

manajemen kepada setiap tingkatan pimpinan atau level organisasi perguruan

tinggi. Hal ini dipenuhi, karena dimensi sistem informasi manajemen sebagai

Page 87: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

383

kumpulan sistem informasi yang diaplikasikan pada setiap tingkatan dan area

fungsional organisasi. Sebagai suatu sistem, sistem informasi manajemen adalah

kumpulan dari berbagai desain sistem informasi yang saling koordinatif. Sistem ini

meliputi kegiatan atau fungsi sistem dalam fase input-proses-output, dengan saling

ketergantungan (interfaces). Sistem informasi dibangun untuk menunjang

pengambilan keputusan manajemen, termasuk pengambilan keputusan yang

berkaitan dengan adanya perubahan selera konsumen atas kualitas suatu

produk/jasa. Oleh karena itu, pengambilan keputusan akan selalu berkaitan dengan

upaya menciptakan kualitas baru yang berkaitan dengan selera konsumen. Untuk

itu sistem informasi manajemen (SIM) harus didesain sesuai tujuan dan kebutuhan

organisasi. Adapun tujuan organisasi baik manufaktur maupun jasa saat ini adalah

menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas sesuai keinginan konsumen. Untuk

menghasilkan produk maupun jasa yang berkualitas perusahaan dapat menerapkan

total quality management.

Total quality management dalam implementasinya memerlukan suatu sistem informasi

yang mampu menangkap, mencipta dan memanipulasi informasi internal dan

eksternal secara efektif, sehingga pihak manajemen memiliki pengetahuan untuk

mendeteksi secara efektif kapan perubahan kondisi membutuhkan suatu tanggapan

yang strategis guna tercapainya tujuan kualitas, untuk itu diperlukan adanya suatu

infrastruktur perusahaan yang mendukung, yaitu; sistem informasi manajemen

(Flynn et al., 1995). Oleh karena itu Efektifitas implementasi total quality management

harus didukung adanya sistem informasi manajemen yang didukung oleh teknologi

informasi yang memadai (Rivers & Bae, 1999). Sistem informasi manajemen

merupakan salah satu alat atau sarana untuk menghasilkan informasi yang

berkualitas bagi kepentingan manajer di berbagai tingkatan dan bagian dalam

mengelola organisasi (Loudon, 1998, dalam Azhar Susanto, 2003). Sistem informasi

manajemen merupakan suatu infrastruktur yang memfasilitasi pihak manajemen

yang memerlukan informasi untuk pengambilan keputusan dalam organisasi

dengan basis total quality management dengan tujuan memenangkan persaingan

melalui pembuatan produk yang berkesesuaian mutu (conformance quality) dengan

konsumen /pelanggan (Suyudi Prawiro, 2002; 124). Sementara Rai, Song & Troutt

(1998) dalam Ahmed & Ravinchandran (1999) menyatakan bahwa dalam

Page 88: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

384

implementasi total quality management seperti pengendalian kualitas secara statistik

dan penyebaran fungsi kualitas harus diadaptasi dan diaplikasikan pada

pengembangan software. Keterlibatan sistem informasi manajemen dalam TQM tidak

terbatas pada penyediaan informasi bagi pemakai internal sehingga perusahaan

dapat mencapai kualitas dalam produk dan jasanya, tetapi sistem informasi

manajemen juga diharapkan mempraktekkan manajemen kualitas (McLeod, 1996).

Sebagaimana dikatakan oleh Flynn et al., (1995) keberhasilan penerapan total quality

management menuntut adanya infrastruktur perusahaan yang mendukung.

Dukungan infrastruktur (integrated data system, information system capability) berperan

signifikan dalam implementasi quality improvement (Alexander, 2006). Sementara Rai,

Song & Troutt (1998) dalam Ahmed & Ravinchandran (1999) menyatakan bahwa

dalam implementasi total quality management seperti pengendalian kualitas secara

statistik dan penyebaran fungsi kualitas harus diadaptasi dan diaplikasikan pada

pengembangan software. Hasil penelitian Leng Ang et al. (2001), bahwa teknologi

informasi digunakan untuk mendukung proses total quality management. Hasil

menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi bervariasi diantara dimensi-

dimensi TQM. Sementara hasil penelitian Douglas & Judge (2001), menunjukkan

adanya hubungan yang kuat antara tingkat implementasi TQM dengan competitive

advantage yang dicapai. Dan hasil penelitian juga menemukan bukti bahwa

hubungan implementasi TQM dan competitive advantage dimoderasi oleh struktur

organisasi, hal ini sesuai dengan dimensi kualitas sistem informasi manajemen

menurut Loudon & Loudon (2005) yaitu mencakup; organisasi, manajemen dan

teknologi informasi.

3.3 Keterkaitan Total Quality Management, Intellectual Capital, dan Kualitas Jasa

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan organisasi

adalah sumber daya manusia, dan bagaimana baiknya sumber daya manusia itu

difokuskan untuk memenuhi tujuan-tujuan organisasi. Penerapan total quality

management (TQM) pada perguruan tinggi merupakan tantangan yang sama

terhadap proses untuk memberdayakan seluruh sumber daya agar bertanggung

jawab terhadap apa yang dikerjakan (Ina Primiana, 2002). Schonberger (1994) dalam

Page 89: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

385

Gazpers (2003) menyatakan bahwa agar total quality management dapat berhasil

diimplementasikan dan diinstitusionalisasikan, dibutuhkan perubahan-perubahan

dalam manajemen sumber daya manusia. Praktek-praktek manajemen sumber daya

manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan TQM dan harus

selaras dengan perubahan-perubahan proses. Oleh karena itu salah satu kunci

keberhasilan implementasi total quality management dalam meningkatkan kualitas

jasa yang disediakan oleh perguruan tinggi untuk mencapai keunggulan kompetitif

yang diharapkan, sangat tergantung pada kontribusi sumber daya manusia yang

berada di dalamnya (Bowen & Lower, 1992 dalam Lucia Iswandari, 2000), yaitu;

tingkat intellectual capital dari karyawan. Intellectual capital (IC) sebagaimana

didefinisikan oleh Burr & Girrardi (2003) merupakan perkalian antara kompetensi,

komitmen dan pengendalian pekerjaan. Kompetensi dan komitmen merupakan

unsur dari modal intelektual yang melekat pada modal manusia (human capital)

sedangkan pengendalian pekerjaan (job control) termasuk modal struktural (structural

capital). Pekerja yang memiliki kompetensi dan komitmen organisasi tinggi tidak

akan menghasilkan kinerja optimal jika pekerja tidak diberikan kebebasan,

keleluasaan, dan kemandirian dalam mengendalikan pekerjaannya baik yang

mencakup keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan, kerangka waktu, maupun isi

yang berhubungan dengan substansi keputusan. Ainsworth et al. (2002)

mendefinisikan bahwa kompetensi individu adalah kapasitas dari pengetahuan,

ketrampilan, dan sikap yang dimiliki oleh seorang karyawan yang relevan dengan

standar pekerjaan yang akan dilakukan sehingga mampu melaksanakan pekerjaan

yang telah dirancang bagi dirinya baik untuk saat ini maupun dimasa yang akan

datang. Sedangkan Ulrich (1998) menegaskan keberadaan salah satu saja dari faktor

tersebut tidaklah menjamin terciptanya intellectual capital yang tinggi. Karena

persamaan tersebut berupa perkalian dan bukannya penjumlahan, maka skor yang

rendah pada salah satu aspek akan secara signifikan mengurangi intellectual capital

secara keseluruhan. Tingkat intellectual capital yang tinggi akan berpengaruh pada

tingkat kepuasan karyawan, dengan meningkatnya kepuasan karyawan akan

berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan. Peningkatan kepuasan

karyawan dan kinerja karyawan akan berpengaruh terhadap kualitas jasa yang

diberikan karyawan kepada konsumen.

Page 90: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

386

Konsep total quality management berfokus pada komitmen seluruh anggota organisasi

(Cruickshank, 2003) terhadap perbaikan kualitas di semua aspek manajemen

perusahaan, oleh karena itu karyawan harus didorong untuk berpartisipasi aktif

dalam pembuatan keputusan (Lam, 1996) untuk mengembangkan kualitas secara

terus-menerus. Karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan memiliki

pengetahuan dan kepercayaan diri untuk mengatasi masalah yang timbul dan

memberikan kontribusi dalam team work maupun proses desain produk (Wasis

Budiarto, 2003). Komitmen merupakan ikatan emosional karyawan untuk selalu

memihak kepada organisasinya, serta kemudian berupaya mencapai tujuan-tujuan

organisasi (Caruana & Calleya, 1998), selain itu komitmen juga merupakan sesuatu

yang menyebabkan seseorang mampu untuk tetap bertahan bekerja di dalam suatu

perusahaan, dan hal tersebut dilakukan dengan ketulusan dan senang hati (Jacobsen,

2000). Pada perguruan tinggi kualitas jasa adalah hal yang esensial sebagai bagian

dari proses pendidikan. Untuk memberikan kualitas jasa terbaik kepada konsumen,

salah satunya dibutuhkan adanya komitmen tenaga akademik pada kualitas jasa

pendidikan. Komitmen untuk meraih kualitas dan selalu mengutamakan pelanggan

merupakan salah satu prinsip utama total quality management dalam pendidikan

(Syafaruddin , 2002; 47).

Faktor lain yang mendukung kesuksesan implementasi total quality management

adalah tingkat kompetensi karyawan dalam perguruan tinggi yang bersangkutan

untuk secara sungguh-sungguh merealisasikan total quality management (Fandy

Tjiptono, 2000). Kompetensi berhubungan dengan pengetahuan, keahlian,

kemampuan atau karakteristik pribadi yang memungkinkan pekerja mencapai

keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka melalui pencapaian hasil atau

keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas (Noe, 2002). Setiap orang yang

bekerja diharapkan dapat mencapai kinerja yang tinggi, dengan kinerja karyawan

tinggi, maka hasil yang dicapai akan berkualitas tinggi. Pencapaian kinerja karyawan

sangat tergantung dan ditentukan oleh beberapa aspek dalam melaksanakan

pekerjaan, salah satunya adalah tingkat kompetensi. Oleh karena itu setiap

organisasi perguruan tinggi perlu membangun sumber daya manusia yang

berkompetensi sesuai dengan kebutuhan, sehingga akan menjadi pusat keunggulan

organisasi dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. Kompetensi

Page 91: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

387

karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Budi W Soetjipto, 2002), karena

karyawan yang mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi biasanya memiliki

kemampuan dan kemauan yang cepat untuk mengatasi permasalahan kerja yang

dihadapi, melakukan pekerjaan dengan tenang dan penuh dengan rasa percaya diri,

memandang pekerjaan sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan dengan

ikhlas, dan secara terbuka meningkatkan kualitas diri melalui proses pembelajaran.

Karyawan selain dituntut untuk memiliki komitmen dan kompetensi, juga

dibutuhkan adanya pengendalian pekerjaan yang baik. Walaupun karyawan

memiliki kompetensi dan komitmen organisasi tinggi belum tentu akan

menghasilkan kinerja yang optimal jika pekerja tidak diberikan kebebasan,

keleluasaan, dan kemandirian dalam mengendalikan pekerjaannya baik yang

mencakup keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan, kerangka waktu, maupun isi

yang berhubungan dengan substansi keputusan. Pengendalian pekerjaan

berpengaruh terhadap kinerja karyawan, karena karyawan yang memperoleh

pengendalian pekerjaan yang memadai akan dapat melakukan tindakan secara

langsung pada lingkungan sehingga menghasilkan outcome yang dinginkan,

mengendalikan perilaku negatif pada dirinya, dan memilih dari kemungkinan

berbagai tindakan atau tugas yang diinginkan (Burr & Girardi, 2002). Semua ini pada

akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan baik secara kualitas maupun

kuantitas (Ulrich, 1997).

Salah satu kunci keberhasilan implementasi total quality management dalam

meningkatkan kualitas jasa yang disediakan oleh perguruan tinggi untuk mencapai

keunggulan kompetitif yang diharapkan, sangat tergantung pada sumber daya

manusia yang berada di dalamnya dalam hal ini yaitu; intellectual capital. Intellectual

capital (IC) sebagaimana didefinisikan oleh Burr & Girrardi (2002) merupakan

perkalian antara komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan.

Komitmen dan kompetensi merupakan unsur dari modal intelektual yang melekat

pada modal manusia (human capital) sedangkan pengendalian pekerjaan (job control)

termasuk modal struktural (structural capital). Pekerja yang memiliki kompetensi dan

komitmen organisasi tinggi tidak akan menghasilkan kinerja optimal jika pekerja

tidak diberikan kebebasan, keleluasaan, dan kemandirian dalam mengendalikan

Page 92: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

388

pekerjaannya baik yang mencakup keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan,

kerangka waktu, maupun isi yang berhubungan dengan substansi keputusan.

Sementara hasil penelitian Ramarapu, et al., (1993) menyatakan bahwa salah satu

faktor pendukung keberhasilan penerapan manajemen kualitas di Jepang adalah

pekerja yang sangat peduli terhadap kualitas. Dengan kualitas hasil kerja karyawan

meningkat, maka kinerja organisasi juga akan meningkat. Sebaliknya kurangnya

komitmen karyawan dapat menghambat penerapan total quality management (Ngai &

Cheng, 1995). Sedangkan hasil penelitian Jackson (2004), menunjukkan bahwa

komitmen karyawan adalah elemen penting dalam kualitas total. Peran komitmen

terhadap nilai-nilai perusahaan adalah sebagai moderator hubungan antara inisiatif

strategi organisasi dan karakteristik work design. Karyawan dengan komitmen yang

kuat diharapkan dapat membentuk Work design dapat memberikan kapabilitas untuk

melakukan apapun untuk mencapai kualitas yang diharapkan. Selain komitmen,

kompetensi karyawan juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Sebagaimana

hasil penelitian Mathews & Redman (1998) bahwa kompetensi berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kinerja dan peningkatan kualitas pelayanan nasabah pada

perbankan. Ahmad & Schroeder (2002), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

pengaruh praktek manajemen kualitas terhadap competitive pabrik (kualitas produk)

dimoderasi oleh usaha pabrik selama rekruitmen untuk menjamin bahwa calon

karyawan memiliki ciri-ciri perilaku yang diinginkan pabrik dalam

mengimplementasikan praktek manajemen kualitas (kemampuan menyelesaikan

masalah). Karyawan selain dituntut untuk memiliki komitmen dan kompetensi, juga

dibutuhkan adanya pengendalian pekerjaan yang baik. Pengendalian pekerjaan

berpengaruh terhadap kinerja karyawan, karena karyawan yang memperoleh

pengendalian pekerjaan yang memadai mereka akan dapat melakukan tindakan

secara langsung pada lingkungan sehingga menghasilkan outcome yang dinginkan,

mengendalikan perilaku negatif pada dirinya, dan memilih dari kemungkinan

berbagai tindakan atau tugas yang diinginkan. Semua ini pada akhirnya akan

meningkatkan kinerja karyawan baik secara kualitas maupun kuantitas (Ulrich,

1998). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Burr & Girardi (2002) yang

mengatakan bahwa pengendalian pekerjaan berpengaruh positif terhadap kinerja

individu karyawan. Sebagaimana hasil penelitian Batt (1999) bahwa karyawan yang

Page 93: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

389

memiliki kebebasan dalam mengatur pekerjaannya dan berpartisipasi dalam

perbaikan kualitas akan mencapai kualitas jasa yang lebih tinggi dibandingkan

dengan mereka yang tidak memiliki kebebasan.

3.4 Keterkaitan Kualitas Jasa Dengan Kinerja

Meningkatnya intensitas persaingan dan tingkat persaingan biasanya juga akan

diikuti dengan semakin tingginya kualitas para pesaing yang terlibat. Dengan

meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing menuntut setiap perguruan

tinggi untuk makin kompetitif dalam melayani kebutuhan dan keinginan

masyarakat/pelanggan serta berusaha memenuhi apa yang mereka harapkan

dengan selalu berusaha meningkatkan kualitasnya agar kepuasan pelanggan dapat

terwujud melebihi kualitas dari pesaing. Karena nilai kompetitif perguruan tinggi

(kinerja) sesungguhnya terletak pada kemampuannya dalam melayani masyarakat

dengan kualifikasi kemampuan dan profesionalisme tinggi melalui peningkatan

kualitas. Hal tersebut bisa dilakukan melalui penerapan total quality management

(TQM). Kualitas yang ingin dipenuhi harus dilihat dari sudut pandang pelanggan

agar sesuai dengan apa yang mereka harapkan melebihi dari apa yang dapat

disediakan oleh para pesaingnya. Perspektif TQM terhadap kepuasan pelanggan

pada hakekatnya adalah bahwa pelanggan merupakan penilai terakhir dari kualitas

sehingga prioritas utama dalam jaminan kualitas adalah memiliki piranti yang

handal mengenai penilaian konsumen terhadap perguruan tinggi. Kualitas bukanlah

hasil dari kombinasi faktor-faktor kebetulan, oleh karena itu kualitas harus

didefinisikan, dirancang, direncanakan, dan dilaksanakan secara tepat.

Setiap upaya perbaikan kualitas akan membuat proses atau sistem organisasi

menjadi lebih baik. Perhatian penuh pada kualitas akan memberikan dampak positif

kepada bisnis, salah satunya yaitu; dampak terhadap biaya produksi, melalui

penurunan biaya kualitas. Biaya kualitas merupakan biaya yang terjadi atau

mungkin akan terjadi karena kualitas yang buruk, yang berhubungan dengan

penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan kerusakan. Setiap upaya

perbaikan kualitas akan menghilangkan atau mengurangi pemborosan yang ada

dalam sistem itu, sehingga biaya kualitas semakin menurun dan pada akhirnya

biaya per unit produk/jasa akan berkurang. Produktivitas total industri secara

Page 94: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

390

keseluruhan akan meningkat karena pemborosan dan inefisiensi akan berkurang,

dan harga mampu bersaing. Oleh karena itu peningkatan kualitas sangat penting

bagi industri karena pasar menginginkan produk/jasa yang berkualitas baik dan

harganya bersaing.

Kualitas dan kepuasan pelanggan berkaitan sangat erat. Kualitas memberikan suatu

dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan perguruan

tinggi. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perguruan tinggi

untuk dapat memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan

mereka. Perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan

memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meniadakan

pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan (Fandy & Anastasia, 2000).

Perusahaan dapat meningkatkan pangsa pasarnya melalui pemenuhan kualitas yang

bersifat customer-driven, yang akan memberikan keunggulan harga dan customer

value. Customer value merupakan kombinasi dari manfaat dan pengorbanan yang

terjadi apabila pelanggan menggunakan suatu produk atau jasa guna memenuhi

kebutuhan tertentu (Boands, et al., 1994). Bila kualitas yang dihasilkan superior dan

pangsa pasar yang dimiliki perusahaan besar, maka profitabilitas perusahaan akan

terjamin (pangsa pasar dan profotabilitas merupakan elemen untuk mengukur

kinerja organisasi). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas dan

profitabilitas berhubungan sangat erat. Perusahaan baik manufaktur maupun jasa

yang menawarkan produk atau jasa superior pasti dapat mengalahkan pesaingnya

yang menghasilkan kualitas inferior. Adapun manfaat kualitas yang superior antara

lain; loyalitas pelanggan yang semakin besar, pangsa pasar yang lebih besar, dan

produktivitas yang lebih tinggi. Selain itu peningkatan kualitas juga dapat

mengurangi biaya, adanya pengurangan biaya ini pada gilirannya akan memberikan

keunggulan kompetitif berupa peningkatan profitabilitas dan pertumbuhan. Semua

manfaat di atas pada gilirannya mengarah pada peningkatan daya saing

berkelanjutan dan dalam jangka panjang akan meningkatkan kinerja organisasi.

Hal tersebut diperkuat oleh Al Ries (1996) dalam Nursya’bani Purnama (2006)

bahwa dari survey yang telah dilakukan terhadap para manajer di Amerika, hasilnya

sebanyak 80% manajer di Amerika berpendapat bahwa kualitas akan menjadi

Page 95: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

391

sumber fundamental keunggulan bersaing di abad 21, 87% menempatkan kualitas

sebagai faktor terpenting untuk meningkatkan kinerja. Hendrik & Singhal (1997)

melakukan penelitian terhadap 400 perusahaan dagang yang telah mendapatkan

Quality Award (proxy TQM), hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan-

perusahaan tersebut mengalami kenaikan kinerja keuangan. Arawati Agus et al.

(2000), hasil menunjukkan bahwa implementasi TQM dapat meningkatkan kepuasan

konsumen (atas kualitas produk) dan pada akhirnya akan memperbaiki kinerja

keuangan. Sodikoglu (2004), menemukan hubungan yang positif antara

implementasi TQM dengan performance melalui peningkatan kualitas dengan

variabel kontrol faktor organisasi. Arawati Agus (2004) menemukan hubungan yang

signifikan antara implementasi TQM, kualitas produk dan kinerja organisasi pada

perusahaan-perusahaan elektronik di Malaysia. Brah et al (2002), menemukan

adanya hubungan positif antara kinerja kualitas dengan kepuasan konsumen dan

kepuasan karyawan. Mukherjee et al. (2003), menemukan adanya hubungan antara

kualitas jasa yang superior dengan kinerja keuangan.

Bertitik tolak dari identifikasi masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan

sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Hipotesis 1

Implementasi total quality management berpengaruh terhadap kualitas jasa.

2. Hipotesis 2

Sistem informasi manajemen dan intellectual capital berpengaruh terhadap

efektivitas implementasi total quality management dalam meningkatkan kualitas

jasa.

3. Hipotesis 3

Kualitas Jasa berpengaruh terhadap kinerja perguruan tinggi

4. Metode Penelitian

4.1 Metode Pengumpulan Data

Populasi dalam penelitian ini adalah perguruan tinggi yang telah

mengimplementasikan total quality management (TQM) di Pulau Jawa dengan

menggunakan proxi perguruan tinggi bersertifikat ISO 9001. Total perguruan tinggi

Page 96: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

392

di Pulau Jawa yang telah mengimplementasikan total quality management,

berdasarkan daftar perusahaan yang mendapat sertifikat ISO 9001 (LIPBI, 2006)

sebanyak 25 perguruan tinggi. Dalam penelitian ini karena terbatasnya populasi

maka digunakan metode sensus dalam pengumpulan data, dimana semua populasi

dijadikan responden. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode survey

dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner implementasi total quality management,

komitmen dosen dan pengendalian kerja dosen diberikan kepada dosen; kuesioner

sistem informasi manajemen dan kinerja perguruan tinggi diberikan kepada

pimpinan; kuesioner kualitas jasa akademik, kualitas instruksional dan kompetensi

dosen diberikan kepada mahasiswa Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001 di Pulau

Jawa yang terpilih menjadi responden.

4.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel-variabelnya dapat dijabarkan berikut ini:

1) Variabel bebas (independent variable)

• Total quality management yaitu: perbaikan terus menerus, yang melibatkan

semua dosen dan karyawan di setiap jenjang organisasi untuk mencapai

kualitas dalam semua aspek organisasi.

2) Variabel penguat (moderating variable)

(1) Sistem informasi manajemen yaitu: integrasi dari komponen organisasi,

manajemen dan teknologi yang dimiliki oleh perguruan tinggi yang dapat

memenuhi kebutuhan dan memuaskan pemakainya.

(2) Intellectual capital yaitu: interaksi antara kompetensi, komitmen dan

pengendalian pekerjaan dosen perguruan tinggi. Adapun uraian masing-

masing sub-variabel adalah sebagai berikut:

• Kompetensi dosen merupakan kemauan dan kemampuan dosen di

perguruan tinggi yang terbentuk dari sinergi antara watak, konsep diri,

motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontektual.

• Komitmen merupakan tingkat keterikatan dan keinginan dosen untuk

secara terus-menerus berpartisipasi aktif pada perguruan tinggi.

Page 97: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

393

• Pengendalian kerja merupakan pengembangan aktivitas dan kreativitas

dosen di perguruan tinggi untuk dapat secara bebas, menggunakan

kapabilitas yang dimilikinya.

(3) Variabel antara (intervening variable)

• Kualitas jasa yaitu: penilaian mahasiswa terhadap perguruan tinggi atas

kesesuaian jasa yang disediakan oleh perguruan tinggi sebagaimana

diharapkannya.

(4) Variabel terikatnya (variable dependent)

• Kinerja perguruan tinggi yaitu: kemampuan perguruan tinggi untuk

mengembangkan sumber daya manusia, profesionalisme dan memenuhi

kebutuhan tenaga profesional di berbagai sektor pembangunan.

4.3 Metode Analisis Data

4.3.1 Pengujian Validitas Dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas dilakukan dengan analisis item. Dari hasil pengujian menunjukkan

bahwa semua item pertanyaan valid. Untuk melakukan uji reliabilitas instrument

menggunakan rumus Cronbach Alpha. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa

kuesioner adalah reliabel.

5.3.2 Uji Hipotesis

Analisis regresi sederhana dan regresi interaksi. Adapun variabel penelitian secara

lengkap dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2 Variabel Penelitian Secara Keseluruhan

Sebelum uji hipotesis dilakukan, semua data diuji normalitas data dan uji asumsi

klasik. Hasil pengujian normalitas data menujukkan bahwa data berdistribusi

Implementasi Total Quality Management (TQM)

Kualitas Jasa (KUAL)

Kinerja Perguruan Tinggi (KINERJA)

Sistem informasi manajemen (SIM) Intellectual Capital (IC)

Page 98: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

394

normal. Sedangkan untuk pengujian asumsi klasik menunjukkan bahwa semua

asumsi klasik terpenuhi.

4.3.2.1 Uji Hipotesis Penelitian 1

Untuk hipotesis 1 digunakan uji regresi sederhana dengan persamaan sebagai

berikut:

KUAL = α + β1TQM + e

Keterangan:

KUAL = Kualitas jasa perguruan tinggi

TQM = Implementasi total quality management

4.3.2.2 Uji Hipotesis Penelitian 2

Untuk uji hipotesis penelitian 2 digunakan uji reresi interaksi dengan persamaan

sebagai berikut:

Y = β0 + β1TQM + β2SIM+ β3IC + β4TQM.SIM+

Β5TQM.IC + e

Keterangan:

KUAL = Kualitas jasa perguruan tinggi

TQM = Implementasi total quality management

SIM = Sistem informasi manajemen

IC = Intellectual capital

4.3.2.3 Uji Hipotesis Penelitian 3

Untuk hipotesis 3 digunakan uji regresi Sederhana

KINERJA = α+ β1KUAL + e

Keterangan:

KINERJA = Kinerja perguruan tinggi

KUAL = Kualitas jasa

Page 99: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

395

5. Hasil Dan Pembahasan

5.1 Hasil Deskriptif Statistik

Tabel 2 Hasil Tanggapan Responden Mengenai Variabel Penelitian

Variabel Nilai Kategori

5 4 3 2 1 Total

TQM 5895 8189 819 408 43 15354 Tinggi

SIM 115 456 339 100 0 1010 Cukup

IC 3465 6544 3327 1836 230 15402 Cukup

KUAL 3095 21560 12972 4300 384 42311 Cukup

KINERJA 70 712 741 312 35 1870 Cukup

5.2 Pengaruh Total Quality Management (TQM) Terhadap Kualitas Jasa

Dalam penelitian ini nilai P value sebesar 0.00 (lihat lampiran) lebih kecil dari α

sebesar 0.05, dengan demikian maka H0 ditolak, artinya implementasi total quality

management berpengaruh terhadap kualitas jasa. Hasil penelitian ini mendukung

hasil penelitian Arawati, et al. (2000), Brah, et al. (2002), Daniel I. Prajogo & Sohal

(2003), Daniel I. Prajogo (2005), Sakthivel et al. (2005). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kualitas jasa dari suatu perguruan tinggi tidak terjadi dengan

sendirinya, tetapi harus dicapai melalui suatu usaha, salah satunya adalah melalui

penerapan total quality manajemen pada perguruan tinggi.

Hal tersebut menunjukkan bahwa aplikasi total quality management sangat

bermanfaat terhadap dunia pendidikan masa depan. Hal tersebut menunjukkan

bahwa aplikasi total quality management sangat bermanfaat terhadap dunia

pendidikan masa depan. Penerapan total quality management secara benar dapat

menjamin bahwa pemimpin-pemimpin lembaga pendidikan dapat mengendalikan

usahanya. Implementasi total quality management akan memberi petunjuk proses

penyelesaian masalah yang masuk akal, bersifat persuasif, mengidentifikasi

persoalan dan pertanggungjawaban. Adapun strategi yang dikembangkan dalam

penggunaan total quality management dalam dunia pendidikan adalah institusi

pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau dengan kata lain

menjadi industri jasa, yakni institusi yang memberikan pelayanan sesuai dengan apa

yang diinginkan oleh pelanggan. Total quality management menekankan pada

perbaikan secara berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan

Page 100: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

396

sebagai sasaran utama. Kepuasan pelanggan akan tercapai jika institusi memberikan

jasa sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan, jasa yang diinginkan oleh

pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang berkualitas. Penerapan total quality

management secara benar dapat menjamin bahwa pemimpin-pemimpin lembaga

pendidikan dapat mengendalikan usahanya. Implementasi total quality management

akan memberi petunjuk proses penyelesaian masalah yang masuk akal, bersifat

persuasif, mengidentifikasi persoalan dan pertanggungjawaban. Adapun strategi

yang dikembangkan dalam penggunaan total quality management dalam dunia

pendidikan adalah institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa

atau dengan kata lain menjadi industri jasa, yakni institusi yang memberikan

pelayanan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan. Total quality

management menekankan pada perbaikan secara berkelanjutan untuk mencapai

kebutuhan dan kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Kepuasan pelanggan

akan tercapai jika institusi memberikan jasa sesuai dengan yang diinginkan oleh

pelanggan, jasa yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang

berkualitas.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, maka perguruan tinggi juga harus

melakukan usaha perbaikan terus-menerus guna memenuhi kualitas yang

diinginkan oleh konsumen, sebagaimana dilakukan oleh organisasi bisnis yaitu

melalui implementasi total quality management. Hal ini diperkuat oleh Maman Ukas,

dkk. (2003) bahwa kualitas jasa dalam pendidikan dapat dicapai dengan menerapkan

total quality management. Implementasi total quality management akan memberikan

beberapa manfaat bagi perguruan tinggi, antara lain:

• Memperkuat organisasi perguruan tinggi dan memberikan peta jalan atau arah

bagi perubahan.

• Mendorong kita untuk bekerja sebagai teman dalam kelompok kerja, bukan

sebagai musuh.

• Mengupayakan suatu program yang akan mengusahakan bukan hanya

penanganan satu aspek saja dari pendidikan, tetapi menjadi pendekatan yang

holistik dan menyebabkan segala unsur perguruan tinggi mengubah cara yang

mengarahkan dirinya kepada suatu perbaikan.

Page 101: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

397

• Meningkatkan partisipasi setiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan

perguruan tinggi (mahasiswa, fakultas, staf, alumni), dan usaha-usaha

masyarakat.

• Mengarahkan para orang tua dan mahasiswa untuk membuat saran-saran untuk

memajukan perguruan tinggi.

• Mengarahkan adanya komite perguruan tinggi dan organisasi mahasiswa dalam

membuat standard kualitas pendidikan bagi perguruan tinggi.

• Membuat semua unsur perguruan tinggi menjadi bersikap proaktif daripada

bersikap reaktif terhadap sesuatu yang mempengaruhi perguruan tinggi.

Dengan demikian hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa implementasi total

quality management pada perguruan tinggi dapat dijadikan sebagai salah satu strategi

dalam menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang semakin

kompetitif, teknologi semakin canggih, peraturan dan perundang-undangan yang

semakin ketat dan pelanggan yang semakin pintar. Total quality management

memberikan peralatan bagi manajemen perguruan tinggi untuk menjawab

tantangan global dan mengarahkan perguruan tinggi pada perbaikan kualitas yang

berkesinambungan yang menunjang tercapainya kepuasan konsumen secara total

dan terus menerus melalui peningkatan kualitas jasa pendidikan.

5.3 Pengaruh Sistem Informasi Manajemen Terhadap Efektifitas

Implementasi Total Quality Management Dalam Meningkatkan Kualitas

Jasa Pendidikan

Hasil t test menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 3.025 dengan tingkat

signifikansi 0.007 lebih kecil dari 0.05, demikian maka H0 ditolak. Jadi terbukti

bahwa sistem informasi manajemen memperkuat pengaruh total quality management

terhadap peningkatan kualitas jasa. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian

Leng Ang et al. (2001); Chow & Lui (2003); Flynn et al., (1995); Rai, Song & Troutt

(1998) dalam Ahmed & Ravinchandran (1999).

Implementasi sistem informasi manajemen berperan dalam pemenuhan informasi

manajemen kepada setiap tingkatan pimpinan atau level organisasi perguruan

tinggi. Hal ini dipenuhi, karena dimensi sistem informasi manajemen sebagai

Page 102: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

398

kumpulan sistem informasi yang diaplikasikan pada setiap tingkatan, dan area

fungsional organisasi. Sebagai suatu sistem, sistem informasi manajemen adalah

kumpulan dari berbagai disain sistem informasi yang saling koordinatif. Sistem ini

meliputi kegiatan atau fungsi sistem dalam fase input-proses-output, dengan saling

ketergantungan (interfaces). Sistem informasi manajemen (SIM) didesain sesuai

tujuan dan kebutuhan organisasi. Adapun tujuan organisasi baik manufaktur

maupun jasa saat ini adalah menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas sesuai

keinginan konsumen. Untuk menghasilkan produk maupun jasa yang berkualitas

perusahaan dapat menerapkan total quality management.

Sistem informasi manajemen merupakan suatu infrastruktur yang memfasilitasi

pihak manajemen yang memerlukan informasi untuk pengambilan keputusan dalam

organisasi dengan basis total quality management dengan tujuan memenangkan

persaingan melalui pembuatan produk/jasa yang berkesesuaian mutu (conformance

quality) dengan konsumen (pelanggan) (Suyudi Prawiro, 2002; 124). Keterlibatan

sistem informasi manajemen dalam total quality management tidak terbatas pada

penyediaan informasi bagi pemakai internal sehingga organisasi dapat mencapai

kualitas dalam produk dan jasanya, tetapi sistem informasi manajemen juga

diharapkan mempraktekkan manajemen kualitas itu sendiri (McLeod, 1996).

Keterlibatan sistem informasi di dalam dunia pendidikan sudah tidak dianggap

sebagai pilihan, tetapi telah menjelma menjadi kebutuhan mutlak yang harus

dimiliki dan dimanfaatkan oleh perguruan tinggi jika ingin meningkatkan kualitas

penyelenggaraan pendidikannya melalui implementasi total quality management.

Perguruan tinggi kelas dunia seperti Harvard University, Stanford University, Oxford

University, Cambridge University, dan lain sebagainya telah menerapkan teknologi

tidak hanya untuk keperluan administrasi manajemen pendidikan melainkan

sebagai media utama dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar, riset dan

pengembangan, serta pelayanan kepada masyarakat. Perencanaan, penerapan, dan

pengembangan sistem informasi manajemen yang tepat tidak hanya akan

memperkokoh penyelenggaraan perguruan tinggi, tetapi juga akan meningkatkan

penjaminan mutu atau kualitas pemberian pendidikan. Selain untuk memperbaiki

kinerja perguruan tinggi dalam mengelola proses yang dimilikinya, sejumlah studi

Page 103: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

399

telah memperlihatkan adanya hubungan yang kuat dan signifikan terhadap

peningkatan kualitas pendidikan setelah diimplementasikannya teknologi informasi

(sebagai bagian dari sistem informasi manajemen) (Eko Indrajit & Djokopranoto,

2006), terutama dalam kaitannya dalam menunjang implementasi total quality

management (McLeod, 1996).

5.4 Pengaruh Intellectual Capital Terhadap efektifitas Implementasi

Total Quality Management Dalam Meningkatkan Kualitas Jasa

Pendidikan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hasil penelitian, menunjukkan bahwa

variabel intellectual capital merupakan variabel moderating dengan probabilitas

signifikansi sebesar 0.000 dibawah nilai α = 0.05, hasil penelitian ini menolak Ho,

dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi total quality

management akan lebih efektif dalam meningkatkan kualitas jasa pendidikan jika di

dukung oleh intellectual capital karyawan. Hasil Penelitian ini mendukung penelitian

Jackson (2004); Cruickshank, (2003); Ahmad & Schroeder (2002); Rice (1999) dalam

Ahmad & Schroeder (2002); Frese & Zapf (1998) dalam Burr & Girardi (2002); Batt

(1999).

Dari beberapa konsep, hasil penelitian terdahulu dan hasil penelitian Pada

Perguruan Tinggi bersertifikat ISO 9001di Pulau Jawa menunjukkan bahwa

implementasi total quality management harus didukung oleh peningkatan kompetensi

karyawan, komitmen karyawan dan pemberiaan tanggung jawab pada karyawan

untuk mengendalikan pekerjaannya agar efektif dalam meningkatkan kualitas jasa.

Salah satu kunci keberhasilan implementasi total quality management dalam

meningkatkan kualitas jasa yang disediakan oleh perguruan tinggi untuk mencapai

keunggulan kompetitif yang diharapkan, sangat memerlukan dukungan dari sumber

daya manusia (dalam hal ini dosen) yang ada di dalamnya.

Selain merupakan aset organisasi yang paling vital, sumber daya manusia (dosen)

juga merupakan pelanggan internal yang menentukan kualitas akhir suatu

produk/jasa dan organisasi. Oleh sebab itu, sukses tidaknya implementasi total

quality management sangat ditentukan oleh dukungan yang diberikan oleh dosen

Page 104: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

400

melalui; kesediaannya (komitmen), dan kompetensinya untuk secara sungguh-

sungguh merealisasikannya dalam perguruan tinggi yang bersangkutan.

Sebagaimana dinyatakan oleh Schonberger (1994) dalam Retno (2000), agar total

quality management dapat berhasil diimplementasikan dan diinstitusionalisasikan,

dibutuhkan perubahan-perubahan dalam manajemen sumber daya manusia.

Praktek-praktek manajemen sumber daya manusia tidak bebas sendiri, tetapi terkait

dengan paket total quality management dan harus selaras dengan perubahan-

perubahan proses.

Salah satu perubahan yang dibutuhkan adalah peningkatan kompetensi, komitmen

dan pengendalian kerja dosen. Sebagaimana dikatakan Trianto & Titik Triwulan

(2006) bahwa kualitas manusia Indonesia yang unggul dapat dihasilkan melalui

penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Dosen mempunyai fungsi, peran,

dan kedudukan yang sangat strategis dan memegang peranan yang sangat penting,

karena dosen mempunyai kesempatan besar untuk mempengaruhi mahasiswa baik

pengaruh positif maupun negatif. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dosen

mempunyai peranan dan kedudukan kunci dalam keseluruhan proses pendidikan

dan sangat signifikan sebagai penentu keberhasilan proses pembelajaran.. Untuk

pencapaian hasil yang optimal dalam meningkatkan kualitas jasa pendidikan

melalui implementasi total quality management maka diperlukan dukungan

kompetensi dosen, komitmen dosen dan pengendalian kerja dosen secara utuh.

Sebagaimana didefinisikan oleh Burr & Girrardi (2003) bahwa Intellectual Capital (IC)

merupakan perkalian antara kompetensi, komitmen dan pengendalian pekerjaan.

Pekerja yang memiliki kompetensi dan komitmen organisasi tinggi tidak akan

menghasilkan kinerja optimal jika pekerja tidak diberikan kebebasan, keleluasaan,

dan kemandirian dalam mengendalikan pekerjaannya baik yang mencakup

keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan, kerangka waktu, maupun isi yang

berhubungan dengan substansi keputusan. Keberadaan salah satu saja dari faktor

tersebut tidaklah menjamin terciptanya intellectual capital yang tinggi. Intellectual

capital dosen yang tinggi akan dapat meningkatkan kreativitas dan adaptasi dosen

untuk menciptakan inovasi baru dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan

baik pelanggan internal maupun eksternal perguruan tinggi. Jadi keberhasilan

Page 105: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

401

perguruan tinggi dalam mengimplementasikan total quality management

membutuhkan dukungan intellectual capital dari dosen agar tujuan implementasi total

quality management untuk meningkatkan kualitas jasa dapat tercapai dengan lebih

baik. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Winarno Surakhmad

(1969) dalam Trianto & Titik Triwulan (2003), bahwa kekuatan dan kualitas

pendidikan suatu negara dapat dinilai dengan menggunakan faktor dosen sebagai

salah satu indek utama. Berdasarkan uraian tersebut di atas, intellectual capital

mempunyai peran penting (dukungan yang signifikan) bagi perguruan tinggi untuk

mencapai kualitas jasa pendidikan melalui implementasi total quality management,

untuk itu intellectual capital harus dikelola dengan baik, karena:

1) Intellectual capital adalah satu diantara sedikit aktiva perusahaan yang dapat

berkembang

Intellectual capital yang merupakan suatu aktiva yang melekat dalam otak dan

hati karyawan dapat dan harus bertumbuh jika perguruan tinggi menginginkan

peningkatan kualitas. Tugas pimpinan adalah menjadikan produktif

pengetahuan yang dikuasai karyawan dan mengubah intellectual capital untuk

menghasilkan value bagi pelanggan.

2) Intellectual capital mudah dibawa pergi

Dosen yang memiliki kompetensi tinggi dengan mudah dapat menemukan

peluang kerja di berbagai perguruan tinggi lain, sehingga mereka memiliki

kesempatan untuk memilih di mana mereka akan bekerja. Mereka hanya akan

memberikan komitmennya bila ia merasakan adanya ikatan emosional dengan

suatu perguruan tinggi. Untuk itu, pimpinan perguruan tinggi tidak cukup

menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk menjadikan suatu pekerjaan

terlaksana, tetapi juga harus mencari cara lain untuk mendapatkan komitmen

dari dosen yang memiliki kompetensi tinggi.

3) Intellectual capital dalam perguruan tinggi berhubungan langsung dengan

persepsi pelanggan terhadap perguruan tinggi.

Banyak perguruan tinggi mempekerjakan dosen yang kurang kompeten dan

tidak memiliki komitmen untuk mengajar tanpa bimbingan dan pengawasan,

sebagai akibatnya citra perguruan tinggi akan jatuh dimata pelanggan.

Page 106: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

402

4) Intellectual capital menarik sumber daya lain menjadi satu

Tidak ada satu pun aktiva perguruan tinggi yang memiliki kemampuan untuk

menggabungkan berbagai sumber daya guna menghasilkan sinergi. Sumber daya

manusia merupakan satu-satunya kekayaan perusahaan yang memiliki

kemampuan untuk menghasilkan sinergi dari penggabungan berbagai sumber

daya.

5.5 Pengaruh Kualitas Terhadap Kinerja

Dalam penelitian ini diperoleh nilai P value sebesar 0.000 (lihat lampiran) lebih kecil

dari α sebesar 0.05, maka H0 ditolak bahwa kualitas jasa berpengaruh terhadap

kinerja perguruan tinggi. Hasil penelitian ini berhasil mendukung penelitian Arawati

Agus (2004), Mukherjee, et al. (2003), Sakthivel & Raju (2006), Brah et al (2002), Flynn,

et al. (1995), Hendrik & Singhal (1997), Evan dan Dean (2003).

Berdasarkan pada temuan-temuan di atas, sangat beralasan jika saat ini kualitas telah

menjadi bahasa dunia dan menjadi tema sentral dalam setiap pembicaraan

manajemen bisnis. Begitu juga dalam dunia pendidikan kualitas adalah agenda

utama dan meningkatkan kualitas merupakan tugas yang paling penting. Kualitas

jasa memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang

kuat dengan perguruan tinggi. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini

memungkinkan perguruan tinggi untuk memahami dengan seksama harapan

pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perguruan tinggi dapat

meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan jalan memaksimumkan pengalaman

pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman

pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat

menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perguruan tinggi yang

memberikan kualitas memuaskan.

Dengan meningkatnya loyalitas konsumen, perguruan tinggi dapat meningkatkan

pangsa pasarnya melalui pemenuhan kualitas yang bersifat customer-driven. Hal ini

akan memberikan keunggulan harga dan customer value. Customer value merupakan

kombinasi dari manfaat dan pengorbanan yang terjadi apabila pelanggan

menggunakan suatu produk atau jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu (Boands,

Page 107: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

403

et al., 1994). Bila kualitas yang dihasilkan superior dan pangsa pasar yang dimiliki

besar, maka profitabilitasnya terjamin (pangsa pasar dan profotabilitas merupakan

elemen untuk mengukur kinerja organisasi). Dengan memberikan jasa yang

berkualitas, maka kepuasan konsumen akan tercapai dan pada akhirnya pangsa

pasar akan meningkat. Untuk itu, agar perguruan tinggi mampu bertahan dalam

persaingan yang semakin meningkat, maka kemampuan perguruan tinggi untuk

menyediakan jasa yang berkualitas merupakan senjata bagi perguruan tinggi untuk

memenangkan persaingan. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi perguruan

tinggi yang ingin bertahan dalam persaingan global selain harus bisa menghasilkan

produk berkualitas yang bisa diterima konsumen, karena kualitas memiliki beberapa

peran penting bagi perguruan tinggi dalam konteks persaingan, yaitu:

1) Kualitas akan meningkatkan reputasi perguruan tinggi

Perguruan tinggi yang mampu menghasilkan jasa berkualitas dan bisa diterima

masyarakat, sebutan sebagai perguruan tinggi yang mengedepankan kualitas

akan melekat pada perguruan tinggi tersebut. Jika hal ini bisa dipertahankan

secara konsisten, perguruan tinggi tersebut akan memiliki reputasi yang

meningkat di mata konsumen.

2) Kualitas akan menurunkan biaya

Peningkatan kualitas yang dilakukan perguruan tinggi harus berorientasi pada

kepuasan konsumen, baru kemudian menterjemahkannya ke dalam spesifikasi

jasa. Langkah seperti ini akan menghemat biaya karena jasa akan diterima baik

oleh konsumen.

3) Kualitas akan meningkatkan pangsa pasar

Konsumen saat ini semakin rasional, hanya akan memilih jasa berkualitas dengan

harga yang wajar atau bahkan rendah. Jika perguruan tinggi mampu memenuhi

kualitas jasa dengan harga rendah, maka pangsa pasar akan meningkat.

4) Pertanggungjawaban produk dan jasa

Pencapaian kualitas jasa yang diterima konsumen akan membawa implikasi

meningkatnya budaya kualitas pada perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang

telah menghasilkan jasa berkualitas dan diterima konsumen, akan selalu

berusaha menunjukkan pertanggungjawaban dan mempertahankan kualitas

dengan cara menentukan desain, proses, dan penyampaian jasa.

Page 108: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

404

5) Kualitas memiliki dampak internasional

Kualitas telah menjadi bahasa bisnis global. Jika kualitas jasa pendidikan diterima

konsumen dan mampu dipertahankan secara konsisten dan terus-menerus, maka

akan membawa dampak semakin dikenalnya perguruan tinggi tersebut dalam

lingkup yang semakin luas di tingkat internasional.

6) Penampilan jasa

Jasa pendidikan yang ditawarkan perguruan tinggi akan mudah dikenal

konsumen jika kualitas jasanya telah diuji dari waktu ke waktu. Jasa pendidikan

yang mampu secara konsisten memenuhi keinginan konsumen, maka konsumen

akan semakin percaya dengan jasa pendidikan yang dihasilkan perguruan tinggi

tersebut. Jika hal itu telah tercipta, maka kualitas jasa pendidikan perguruan

tinggi tersebut akan menjadi ikon yang mempunyai daya tarik.

7) Mewujudkan kualitas yang dinilai penting

Idealnya penentuan spesifikasi jasa pendidikan dilakukan setelah

mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta atribut jasa

pendidikan yang dinilai penting oleh konsumen. Dengan demikian perguruan

tinggi yang terobsesi terhadap kualitas hanya akan mewujudkan kualitas yag

dinilai penting oleh konsumen.

Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang telah dibangun serta analisis hasil

penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Berdasarkan hasil analisis deskriptif mengenai variabel-variabel penelitian dapat

disimpulkan sebagai berikut: sistem penilaian kinerja, penghargaan, sistem

informasi manajemen, intellectual capital (kompetensi, komitmen, dan

pengendalian kerja), kualitas jasa dan kinerja perguruan tinggi pada Perguruan

Tinggi bersertifikat ISO 9001 di Pulau Jawa secara keseluruhan berada dalam

kategori cukup, kecuali implementasi total quality management pada Perguruan

Tinggi bersertifikat ISO 9001 di Pulau Jawa berada dalam kategori tinggi.

2) Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa:

(1) Implementasi total quality management (TQM) berpengaruh terhadap kualitas

jasa pendidikan. Temuan penelitian ini mendukung teori yang ada bahwa

Page 109: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

405

TQM merupakan filosofi manajemen yang bertujuan untuk memperbaiki

kualitas produk secara terus menerus untuk mencapai kepuasan konsumen

(Joseph et al., 1999; 1338).

(2) Sistem informasi manajemen, dan intellectual capital secara bersama-sama

berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara implementasi total quality

management dengan kualitas jasa pendidikan. Adapun hasil secara parsial

adalah sbb:

• Sistem informasi manajemen berpengaruh dalam memoderasi hubungan

antara implementasi total quality management dengan kualitas jasa. Temuan

penelitian ini mendukung teori yang ada bahwa total quality management

dalam implementasinya memerlukan dukungan suatu sistem informasi

yang mampu menangkap, mencipta dan memanipulasi informasi internal

dan eksternal secara efektif guna tercapainya tujuan kualitas (Flynn et al.,

1995).

• Intellectual capital berpengaruh dalam memoderasi hubungan antara

implementasi total quality management dengan kualitas jasa. Hasil

penelitian ini mendukung teori yang ada bahwa salah satu kunci

keberhasilan implementasi total quality management dalam meningkatkan

kualitas jasa yang disediakan oleh perusahaan untuk mencapai

keunggulan kompetitif yang diharapkan, dimoderasi oleh intellectual

capital dosen yang berada di dalamnya (Bowen & Lower, 1992 dalam Lucia

Iswandari, 2000).

(3) Kualitas jasa berpengaruh terhadap kinerja perguruan tinggi. Temuan

penelitian ini mendukung teori yang ada bahwa kinerja kualitas berhubungan

erat dengan keunggulan bersaing perusahaan (Flynn, et al., 1995).

DAFTAR PUSTAKA

Ahire, Sanjay L. 1996. TQM Age Versus Quality: An Empirical Investigation. Production and Inventory Management journal. Vol. 37. No. 1

_______& Damodar Y. Golhar . 1996. Quality management in Large vs Small Firms. Journal of Small Business Management. Vol. 34. No. 2

Page 110: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

406

__________________________& Matthew A. Waller. 1996. Development and validation of TQM Implementation Contract. Decision Sciences. Vol. 27. No. 1

Ahmad, Sohal & Roger G. Schroeder. 2002. The Importance of Recruitment And Selection Process For Sustainability of Total Quality management. The International Journal of Quality & Reliability Management. Vol. 19. No. 5.

Ahmed, Nazim U & Ramarathnam Ravichandran. 1999. An Information Systems Design Framework For Facilitating TQM Implementation. Information Resources Management Journal. Vol. 12. No. 4. Okt-Des.

Ainsworth, Murray; Neville Smith & Anne Millership. 2002. Managing Performance Managing People: Understanding and Improving Team Performance, Australia. Griffin Press.

Alexander, Jeffrey A.; Bryan J. Weiner; Stephen M. Shortell; Laurence C. Baker & Mark P. Becker. 2006. The Role of Organizational Infrastructure in Implementation of hospital’Quality Improvement. Hospital Topics. Vol. 84. No. 1

Alles, M.; S. M. Datar & R. A. Lambert. 1995. Moral Hazard And Management Control In Just-In-Time Setting. Journal Of Accounting Research.

Al-Tamimi, Hussein A. hassan & Naceur Jabnoun. 2006. Service Quality & Bank Performance: A Comparison of The UAE National And Foreign Banks. Finance India. Vol. 20. No. 1

Ali Khomsam. 2000. Peringkat Perguruan Tinggi Kita, www.Zkarnain.tripod.com

Amstrong, Michael. 2003. Strategic Human Resource Management A Guide to Action. London. Kogan Page Limited.

Anthony, R.N.; Dearden, J. & Bedford. 1989. Management Control System. Homewood. Irwin

Antony, Jiju; Frenie Jiju Antony & Sid Ghosh. 2004. Evaluating Service Quality in A UK Hotel Chain. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 16. No. 6

Anwar Prabu Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber daya Manusia. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Arawati Agus. 2004. The Structural Lingkage Between TQM, Product Quality Perfomance, and Business Prfomance: Preliminary empirical Study In Electronics Companies. Singapore Management Review. Vol. 27. No. 1.

____________; Suresh Kumar & Sharifah latifah Syed. Kadir. 2000. The Structural Impact of Total Quality Management on Financial Performance Relative to Competitors Through Customer Satisfaction: a Study of Malaysian Manufacturing companies. Total Quality management. Vol. 11. No. 4

Page 111: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

407

Arcaro, Jerome. S. 2006. Pendidikan Berbasis Mutu. Alih Bahasa Oleh: Yosal Iriantara. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar.

Atkinson, A. A.; R. J. Banker; R. S. Kaplan & S. M. Young. 1995. Management Accounting. New Jersey. Prentice Hall.

Avkiran, Helmi K. 1999. Quality Customer Service Demand Human Contact. The International Journal of Bank Marketing. Vo. 17. No. 2.

Azhar Susanto. 2003. Pengaruh Persepsi Manajer Mengenai Sistem Informasi Manajemen, Kualitas Sistem Informasi Manajemen, Kebutuhan Informasi Dan Kualitas Informasi Terhadap Kinerja Keputusan Manajer. Disertasi. Bandung. Universitas Padjadjaran. Tidak Dipublikasikan.

Baldwin, Linda M. 2002. Total Quality Management in Higher Education : The Implications of Internal and External Stakeholder Perceptions. New Mexico State University.

Balkin, David B & Gomez-Mejia, Luis R. 1987. Toward A Contingency Theory of Compensation Strategy. Strategic Management Journal.Vol 8.

Ball, Ben. 1997. Career Management Competences_The Individual Perspective. Career Development International. Vol. 2

Bailey, Duncan & Jerome V. Bannett. 1996. The Realistic Model of Higher Education. Quality Progress. Vol. 29. No. 11

Banker, R.; G. Potter & R. Schroeder. 1993. Reporting Manufacturing Performance Measure to Workers: An Empirical Study. Journal of Management Accounting Research.

Barnard, Janet. 1999. Using Total Quality Principles In Business Courses: The Effect On Student Evaluations. Business Communication Quarterly. Vol. 62. No. 2

Becker, Thomas E.; Robert S. Billing; Daniel M. Eveleth & Nicole L. Gilbert. 1996. Foci and bases of Employee Commitment: Implications For Job Performance. Academy of Management Journal. Vol. 39. No. 2

Becker, Brian; Mark Hoselid & Dave Ulrich. 2001. The Link Between People and Strategy Companies Often Treat Worker As a Cost, Rather Than As a Source of Competitive Advantage. Financial Times. Nov. 19..

Beer, Michael. 2003. Why Total Quality management Programs Do Not Persist: The Role of Management Quality and Implications for Leading a TQM Transformation. Decision Sciences. Vol. 34. Number 4..

Bennett, Joel B & Lehman Wayne E.K. 1999. The Relationship Between Problem Co-Workers and Quality Work Practices: a Case Study of Exposure to Sexual Harassement, Substance Abuse, Violence and Job Stress. Work & Stress. Vol. 13. No. 4. p. 299-311.

Page 112: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

408

Bergenhenegouwen, G. J. 1997. Competence Development – a Challenger for Human Resources Professional : Core Competences of Organizations Guidelines for The Development of Employees. Industrial and Commercial Training. Vol. 29.

Bernardin, H. John, & Joyce E. A. Russell. 1993. Human Resources management : An Expriential Approach. New York. McGraw-Hill.

Blau, Gary. 1999. Early-Career Job Factors Influencing The Professional Commitment of Medical Technologists. Academy of Management Journal. Vol. 42. No. 6.

Bontis, Nick; William Chua Chong Keow & Stanley Richardson. 2000. Intellectual Capital and business Performance in Malaysian Industries. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1. No. 1

Bowen, Brayton. 1998. A Hands-on Look At intellectual Capital. American Management Association Internationl. January..

Boulter, Nick; Murray Dalziel & Jackie Hill. 1999. People and Competencies: The Route to Competitive Advantage. New Delhi. Crest Publishing House.

Boyett, J. H.; A. T. Kearney & H. P. Conn. 1992. What Wrong With Total Quality Management. Tapping Network Journal. September.

Boyle, Brett A. 1997. A Multi-Dimensional Perspective on Salesperson Commitment. Journal of Business and Industrial Marketing. Vol. 12.

Brah, Shaukat; Serene S. L. Tee; B. Madhu Rao. 2002. Relathionship Between TQM and Performance of Singapore Companies. The International Journal of Quality & Reliability management. Vol. 19. No. 4

Bukowitz, Wendi. 2000. The Wealth if Knowledge: Intellectual Capital and Twenty Century Organization. New York. McGraw-Hill Company.

Budi W Soetjipto. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia: Sebuah Tinjauan Komprehensif (Bagian 1 dari 2 tulisan). Manajemen Usahawan Indonesia. No. 1 TH XXX. Nopember.

____________. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Sebuah Tinjauan Komprehensif (Bagian 2 dari 2 Tulisan). Manajemen Usahawan Indonesia. No. 12. TH XXX. Desember.

Burr, Renu & Antonia Girardi. 2002. Intellectual Capital: More Than The Interaction of Competence x Commitment. Australian Journal of Management. Vol. 27.

Bayr, Lloyd L. & Leslie Rue, (2000), Human Resources Management, International Edition, McGraw-Hill.

Cameron, Kim. 1978. Measuring Organizational Effectiveness in Institutions of Higher Education. Adminstrative Science Quartely. Vol. 23.

Page 113: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

409

Cardy, Robert L.; Gregory H. Dobbins & Kenneth P. Carson. 1995. Total Quality Management And Human Resourch Management: Improving Performance Appraisal Research, Theory & Practice. Revenue Canadienne Des Sciences Del’Administration. Vol. 12. No. 2

Carrel, Michael R.; Norbert F. Elbert & Robert D. Hatfield. 1995. Human Resources Management. Global Strategies for Managing A Diverse Work Force. Fifth Edition. Prentice-Hall. Englewood Cliffs.

Caruana, Albert & Peter Calleya. 1998. The Effect of Internal Marketing on Organizational Commitment Among Retail Bank Managers. The International Journal of Bank Marketing. Vol. 16. No. 3.

Casio, Wayne F. 1995. Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profits. McGraw-Hill International Edition.

_____________. 1996. Applied Psychology in Personal Management. Fourth Edition. New York.Mosby.

Chandra, Mahesh. 1993. Total Quality Management in Management Development. The Journal of Management Development. Vol. 12.

Chang, Hsin Hsin & David A. Sinclair. 2003. Assessing Workforce Perception of Total Quality-Based Performance Measurement: a Case Study of a Customer Equipment Servicing Organization. TQM & Business Excellence. Vol. 14. No. 10.

Chase, Richard B; N. J. Aquilano & F. R. Jacobs, 2001. Operations Management For Competitive Advantage. Boston. McGraw Hill Irwin.

Chow, Wing S & King H. Lui. 2003. A Structural Analysis of The Significance of A Set of The Original TQM Measurement Items in Information Systems Function. The Journal of Computer Information Systems. Vol. 43. No. 3.

Chenhall, Robert H. 1997. Reliance on Manufacturing Performance Measures, Total Quality Management And Organizational Performance. Management Accounting Research. Vol. 8. No. 2

Cheung, Catherine & Rob Lawa. 1998. Hospitality Service Quality And The Role of Performance Appraisal. Managing Service Quality. Vol. 8. No. 6

Claver, Enrique; Juan Jose Tari & Jose Francisco Molina. 2003. Critical Factor And Result of Quality Management: an Empirical Study. Total Quality Management. Vol. 14. No. 1.

Cohen, Aaron. 1999. Relationship Among Five Form of Commitment: An Empirical Assesment. Journal of Organizational Behavior. Vol. 20.

Comm, Clare L. & Dennis F.X Mathaisel. 2003. A Case Study of The Implications of Faculty Workload and Compensation for Improving Academic Quality. The International Journal of Educational management. Vol. 17. No. 5

Page 114: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

410

Creech, Bill. 1996. Lima Pilar TQM. Alih Bahasa Oleh: A. Sindoro. Jakarta. PT. Binarupa Aksara.

Cruickshank, Mary. 2003. Total Quality Management in The Higher Education Sector: a literature Review From an International and Australian Perspective. TQM & Business Excellence. Vol. 14. No. 10.

Cullen, John; John Joyce; Trevor Hassall & Mick Broadbent. 2003. Quality in Higher Education: From Monitoring to Management. Quality Assurance in Education. Vol. 11. No. 1

Cushing, Barry E. & Marshal B. Romney. 1990. Accounting Information systems. Addison_Wesley Publishing Company.

Daniel, S. & W. Reitsperger. 1991. Linking Quality Strategy With Management Control System: Empirical Evidence From Japanese Industry. Accounting, Organization and Society. Vol. 17.

Daniel I. Prayogo. 2005. The comparative Analysis of TQM Practices And Quality Performance Between Manufacturing And Service Firms. International Journal of Service Industry Management. Vol. 16. No. 3

Daniel I. Prajogo & Amrik S. Sohal. 2003. The Relathionship Between Total Quality Management Practice, Qality Performance, And Inovation Performance. The International Journal of Quality & Reliability Management. Vol. 20. No. 8

Davies, Doug; Ruth Taylor & Lawson Savery. 2001, The Role of Appraisal, Remuneration, and Training in Improving Staff Relations In The Western Australian Accommodation Industry: a Comparative study. Journal of European Industrial Training. Vol. 25. No. 6

Daulat P. Tampubolon. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi tantangan Abad ke-21. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Decenzo, David A. & Stephen P. Robbins. 1999. Human Resources Management Sixth Edition. John Wiley and Sons Inc.

Deming, W. Edward. 1981. Improvement of Quality and Productivity Through Action by Management. National Productivity Review. Vol. 1. No. 1.

Djohan Sjarief. 2003. Strategi Pembinaan dan Pengembangan SDM Perguruan Tinggi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi. Journal Ekonomi STEI. Vol. XII..

Dyah Sih Rahayu & Indira Januarti. 2002. Total Quality Management: Suatu Pendekatan Alternatif Dalam Penilaian Kinerja. Media Ekonomi dan Bisnis. Vol. XIV. No. 1

Dreher 2001. Human Resource Strategy, A Behavioral Perspective for The General Manager. New York. McGraw-Hill International Edition.

Page 115: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

411

Drexler Jr, John A & Ilene K. Kleinsorge. 2000. Using Total Quality Processes And Learning Outcome Assesments to Develop Management Curicula. Journal Of Management Education. Vol. 24. No. 2..

Drucker, P.F. 1997. Toward the New Organization. Leader to leader.

Durkin, Mark. 1999. Employee Commitment in Retail Banking: Identifying and Exploring Hidden Dangers. International Journal of Bank Marketing. Vol. 17..

Edvinsson, L. 2000. Some Perspective on Intangible and Intellectual Capital. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1.

Eko Indrajit & Djokopranoto. 2006. Manajemen Perguruan Tinggi Modern. Yogyakarta. Penerbit Andi.

Engkoswara. 1999. Menuju Indonesia Modern 2020. Bandung. Yayasan Amal Keluarga.

Fandy Tjiptono. 2000. Perspektif Manajemen dan Pemasaran Kontemporer. Yogyakarta.Penerbit Andi.

_____________ & Anastasia Diana. 2001. Total Quality Management. Yogyakarta.Penerbit ANDI.

Fitz-Enz, Jac. 2000. ROI of Human Capital: Measuring The Economic Value of Employee Performance. American Management Association.

Flynn, Barbara B.; Roger G. Schroeder & S. Sakakibara. 1995. The Impact of Quality Management Practices on Performance and Competitive Advantage. Decision Science Vol 26.

Forza, C. 1995. Quality Information System and Quality Management: A Reference Model and Associated Measures for Empirical. Industrial Management + Data Systems. Vol. 95

Gaspersz, Vincent. 2003. Penerapan Total Quality Management in Education (TQME) Pada Perguruan Tinggi di Indonesia: Suatu Upaya Untuk Memenuhi kebutuhan Industri Modern. http://www.pdk.go.id/Jurnal/29/penerapan_total_quality_management

Gauzali Saydam. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Human Resources Management, Suatu Pendekatan Mikro. Jakarta. Penerbit Gunung agung.

Georg, Von Krogh & Johan Roos. 1995. A Perspective on Knowledge Competence and Strategy. Personel Review. Vol. 24.

Gilbert, G. Ronald. 1991. Human Resource Management Practices to Improve quality: A Case Example of Human Resource Management Intervention in Government. Human Resource Management. Vol. 30. No. 2

Gilmore, Audrey & David Carson. 1996. Management Competences For Services Marketing. The Journal of Service Marketing. Vol. 10. No. 3

Page 116: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

412

Gordon, L. A. & Miller. 1976. “A Contingency Framework For The Design Of Accounting Information System”. Accounting, Organization and Society.

Griffin, Mark A.; Malcolm G Patterson; & Michael A West. 2001. Job Satisfaction and Teamwork: The Role of Supervisor Support. Journal of Organizational Behavior. Vol. 22. No. 5. p. 537.

Gronroos, C. 1990. A Service Quality Model and Its Marketing Implications. European Journal of Marketing. Vol. 18.

__________. 2001. The Perceived Service Quality Concept. Managing Service Quality. Vol. 11. No. 3

Gudono, M. 1999. “Teori Akuntansi Keprilakuan”, Semiloka Sehari Metodologi Penelitian Akuntansi Keprilakuan. Yogyakarta.

Hadari Nawawi. 1998. Manajemen Sumber daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Hamel, Gary & C. K. Prahalad 1994. Strategy As A Field of Study: Why Search For A New Paradigm?. Strategic Management Journal. Vol. 15.

Hani Handoko. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Ed ISTI. Yogyakarta. BPFE.

Hannon, Paul D.; Dean Patton & Sue Marlow. 2000. Transactional Learning Relationship: Developing Management Competencies for Effective Small Firm Stakeholder Interactions. Education + Training. Vol. 42.

Harris, Michael. 2000. Human Resource Management, A Practical Approach. The Dryden Press.

Harvey, Don & Robert Bruce Bowin. 1996. Human Resources Management: An Experiental Approach. London. Prentice-Hall, International Inc.

Hayes, John. 2000. Senior Manager’ Perceptions of The Competencies They Require for Effective Performance: Implication for Training and Development. Personnel Review. Vol. 29.

Hebert, Frederic J; Scott A. Dellana & Kenneth E. Bass. 1995. Total Quality Management in The Business School: The Faculty Viewpoint. SAM Advanced Management Journal. Vol. 60. No. 4.

Hellsten, L. & B. Klefsjo. 2000. TQM As A Management System Consisting of Value, Techniques, And Tools. The TQM Magazine. Vol. 12. No. 4

Hendricks, Kevin B & Vinod R. Singhal. 1997. Does Implementing an Effective TQM Program Actually Improve Operating Perfomance? Empirical Evidence From Firms That Have Won Quality Awards. Management Science. Vol. 43. No. 9. September.

Page 117: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

413

Hoccut, Mary Ann. 1998. Relationship Dissolution Model: Antecedents of Relationship Commitment and The Likelihood of Dissolving a Relationship. International Journal of Service Industry Management. Vol. 9. p. 89-200.

Hornby, Tracey Leger. 2000. Nercomp 2000 – Technology And Renewal: Creating And Supporting The Learning Place, Library Hi-tech News. Academic Research Library. Vol. 17. No. 7.

Horton, Sylvia. 2000. Introduction-The Competency Movement: Its Origins and Impact on The Public Sector. The International Journal of Public Sector Mangement. Vol. 13.

Hugher, Richard L.; Robert C. Ginnett & Gordon J. Curphy. 2003. Leadership Enhancing The Lessons of Experience. McGraw-Hill Irwin.

Hung, Richard Yu-Yuan. 2004. The Implementation of Total Quality Management Strategy in Australia: Some Empirical Observations. The Journal of American Academy of Business. Cambridge. September.

Ichniowsski, C.K. Shaw. 1997. The Effects of Human Resource Management Practices on Productivity. The American Economic Review.

Ihalau, J. J. & Sunarto, H. 1998. Manajemen Mutu Perguruan Tinggi: Analisis TQM Pada Perguruan Tinggi di Indonesia. Penataran dan Lokakarya Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi.

Ina Primiana. 2001. Peran Karyawan Dalam Mendorong Keberhasilan Pelaksanaan TQM di BUMN. Manajemen Usahawan Indonesia. No. 05. TH. XXX. Mei

____________. 2002. Penerapan Kualitas Di Perguruan Tinggi (Penggunaan Diagram Sebab Akibat, Diagram Pareto Dan QFD). Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 1, No. 1

Ip, W. H.; K. P. Chau & R. C. M. Yam. 1999 Enhancing Manufacturing Information Management Through Total Quality Management. Logistic Information Management. Vol. 12. No. 4

Ittner, C & Larcker D. F. 1995. Total Quality Management and The Choice of Information and Reward Systems. Journal for Accounting Research (Supplement).

Ivancevich, John M. 2001. Human Resources Management. Eighth Edition. McGraw-Hill.

Jackson, Paul. R. 2004. Employee To Commitment. The International Journal of quality & Reliability Management. Vol. 21. No. 6/7.

Jacobsen, Dag Ingvar. 2000. Managing Increased Part-Time: Does Part-Time Work Imply Part-Time Commitment ?. Managing Service Quality. Vol. 10.

Jaros, Stephen J.; John M. Jermier; Jerry W. Koehler & Terry Sincich. 1993. Effect of Continuance, Affective, and Moral Commitment on The Withdrawal Process: An

Page 118: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

414

Evaluation of Eight Structural Equation Models. Academy of Management Journal. Vol. 36.

Joetata Hadihardaja. 2000. Kebijakan Pemerintah Mengenai Perguruan Tinggi. Kopertis Wilayah IV

Joia, Luiz Antonio. 2000. Measuring Intangible Corporate Assets Linking Business Strategy With Intellectual Capital. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1

_______________. 2000. Using Intellectual Capital to Evaluate Educational Technology Projects. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1. No. 4.

Joseph, I. Nelson; C. Rajendran; T.J. Kamalanabhan & R.N. Anantharaman. 1999. Organizational Factors And Total Quality Management – an Empirical Study. Int. J. Prod. Res. Vol. 37. No. 6.

Jusuf Irianto. 2000. Tema-tema Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Penerbit Bumi Aksara.

Kandampully, Jay. 2001. Service Guarantees: A Strategic Mechanism to Minimize Customers’Perceived Risk in Service Organization. Managing Service Quality. Vol. 11.

Kanji, Gopal. K & Abdul Malek Bin A. Tambi. 1999. Total Quality Management in UK Higher Education Institutions. Total Quality Management. Vol. 10.

______________ & William Wallace. 1999. A Comparative Study of Quality Practices in Higher Education Institutions in The US and Malaysia. Total Quality Management. Vol. 10. No. 3.

Kaplan R., & Norton, D. P. 1990. Measures For Manufacture Excellence. Boston. Harvard Business School Press.

_____________. 1996. Using The Balanced Scorecard As A Strategic Management System. Harvard Business Review. Vol. 74. No. 1

_____________. 1996. Balanced Scorecard : Trnslating Strategy Into Action. Boston. Harvard Bussiness School Press.

_____________. 2001. Transforming Balanced Scorecard From Performance Measurement to Strategic Management. Accounting Horizons. Vol. 15. No. 2.

_____________. 2004. Strategy MAPS: Converting Intangible Assets Into Tangible Outcomes. Boston. Harvard Business School Press.

Keeting, Mary & Denis Harrington. 2003. The Challenges of Implementing Quality in The Irish Hotel Industry. Journal of Europen Industrial Training. Vol. 27. No. 8.

Ketchand, Alicia A. & Jerry R Strawser. 1998. The Existence of Multiple Measure of Organizational Commitment and Experience – Related Differences in a Public Accounting Setting. Behavioral Research in Accounting. Vol. 10.

Page 119: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

415

Kleiman, Lawrence S. 1997. Human Resources Management: A Tool for Competitive Advantage. West Publishing Company.

Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengawasan. 9th Edition. NY.Prentice Hall Inc: Englewood Cliffs.

Kettunen, Juha. 2005. Implementation of Strategies in Continuing Education. The International Journal of Educational Management. Vol. 19. No. 2

Lam, Simon. S. K. 1996. TQM & Its Impact on Middle Managers Mid Front-line Workers. The Journal of Management Development. Vol. 15. No. 7.

Lapierre, Jozee. 2000. Customer- Perceived Value in Industrial Contexts. Journal of Business and Industrial Marketing. Vol. 15. No. 2

Long, P., T. Tricker; M. Rangecroft & P. Gilroy. 1999. Measuring the Satisfaction gap: Education in The Market-Place. Total Quality Management. Vol. 10.

Loudon, Kenneth C & Jane P. Loudon. 2005. Management Information System: New Approaches to Organization & Technology. Third Edition. Chicago.Irwin Inc.

Lovelock, C. H.; P. G. Patterson & R. H. Walker. 1998. Service Marketing: Australia and New Zealand. Sydney. Prentice-Hall.

Lucia Iswandari. 2000. Manajemen SDM Dengan Pemahaman Total Quality Service. ANTISIPASI. Vol. 4. No. 1

Malayu Hasibuan. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Penerbit Bumi aksara.

Malhitra, Neeru & Avinandan Mukherjee. 2004. The Relative Influence of Organisational Commitment and Job Satisfaction on Servoce Quality of Customer-contact Employees in banking Call Centres. The Journal of Service Marketing. Vol. 18. No. 3

Maman Ukas; Edi Suryadi; Hendri Winata & Ating S. 2003. Kualitas Jasa Kependidikan Pada Perguruan Tinggi. Manajerial. N0. 2. Januari.

Matta, Khalil; Houn-Gee Chen & Joseph Tama. 1998. The Information Requirements of Total Quality management. Total Quality management. Vol. 9. No. 6

Mathieu, J. E. & Zajac D. 1990. A Review and Meta Analysis of The Antecedents, Correlates, and Consequences of Organizational Commitment. Psychological Bulletin. Vol. 94..

Mayer, Roger C. & F. David Scoorman. 1992. Predicting Participation and Production Outcomes Through A Two Dimensional Model of Organizational Commitment. Academy of Management Journal. Vol. 35. No. 3.

McKeown, P. G. & R. A. Leitch. 1993. Management Informational Systems: Managing With Computers. New York. Dryden.

Page 120: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

416

McKenna, Eugene & Nic Beech. 2001. The Essence Of human Resource Management. Pearson Education Asia Pte. Ltd.

McLeod, Raymond. 1996. Sistem Informasi Manajemen. Penerbit PT. Buana Ilmu Populer.

Mello, Jeffrey A. 2002. Book Review: Alliances, Outsourcing and the Learn Organization. Journal of Organizational Change Management. Vol. 15. No. 3.

Mergen, Erhan; Delvin Grant & Stanley M. Widrick. 2000. Quality Management Applied to Higher Education. Total Quality Management. Vol. 11. No. 3.

Meyer, J. P.; Allen N. J. & Gellaltly I. R. 1990. Affective and Continuance Commitment to The Organization: Evaluatio of Measures and Analysis of Concurrent and Time-Lagged Relation. Journal of Applied Psychology. Vol. 75.

Milakovich, Michael E. 1991. Total Quality Management in The Public Sector. National Productivity Review. Vol. 10. No. 2

Milakovich, G. T. & J. M. Newman 1996. Compensation. Boston. Ricard D. Irwin Inc.

Miller, Carl F. 1998. The Measurement of The Effectiveness of The Institution of A TQM Program In The Atlanta Region of The wage Hour Division of The U.S. Departement of Labour. PAQ. Winter..

Miner, Anne S. & Jan B Heide. 1992. The Shadows of The Future: effects of Anticipated Interaction & Frequency of Contact on Buyer – Seller Cooperation. Academy of Management Journal. Vol. 35. No. 2..

Mohamad As’ad. 2000. Psikologi Industri. Yogyakarta. Liberty.

Moerad Baso. 2003. Pembinaan SDM Berbasis Kompetensi. Manajemen Usahawan Indonesia. Vol. 02. Februari.

Mondy, R. Wayne; Robert M. Noe & Shane R. Premeaux. 2000. Human Resources Management. Seventh Edition. Prentice-Hall

Mowen, Maryanne M. & Hansen, Don R. 2000. “Management Accounting”. International Pubblising

Muhibin Syah. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Rosda Bandung

Mukherjee, A.; P. Nath & M. Pal. 2003. Resource, Service Quality and Performance triad: A framework For Measuring Efficiency of Banking services. Journal of The Operational Research Society. Vol. 54

Mulia Nasution. 2000. Manajemen Personalia Aplikasi dalam Perusahaan. Penerbit Djambatan

Page 121: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

417

Mulyadi. 1997. Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Indonesia, Lokakarya Pemerataan Kesempatan Belajar Dan Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi. Kopertis V. Yogyakarta. 26 April.

Munro, Andrew & Andrew Brendan. 1994. Competences: Dialogue Without a Plot ? Providing Context Through Business Diagnostics. Executive Development. Vol. 7.

Murdifin Haming. 2005. Studi Pengaruh Berbagai Soft Elements Dalam TQM Terhadap Berbagai Dimensi Mutu Keluaran Manufaktur. Manajemen Usahawan Indonesia. No.03. TH XXXIV. Maret.

Murgiyono Purwanto; U. L. Torum; J. Malik & E. Wahyono. 2001. Sistem Penilaian Kinerja Pegawai Negeri sipil. Jakarta. Puslitbang Badan Kepegawaian Negara.

Muse, William V., & Bettye B Burkhalter. 1998. Restructuring Brings Quality Improvements to Auburn University. Total Quality Management. Vol. 9. No. 4/5.

Nahapiet, J. & Ghosal, S. 1998. Social Capital, Intellectual Capital, and the Organizational Advantage. Academy of Management Review. Vol. 23. No. 2.

Newstrom, John W., & Keith Davis. 1997. Human Behavior at Work : Organizational Work. New Delhi. McGraw-Hill. Series in Management.

_____________. 2002. Organizational Behavior: Human Behavior At Work. McGraw-Hill. International Edition.

Ngai, E. W. T., & T. C. E. Cheng. 1997. Identifying Potential Barriers to Total Quality management Using Principal Component Analysis and Correspondence Analysis. The International journal of quality & Reliability Management. Vol. 14. No. 4

Noe, Raymond A. 2002. Employee Training and Development. Second Edition. McGraw-Hill Irwin.

Nursya’bani Purnama. 2002. Kendala-kendala Potensial Penerapan TQM. Usahawan. Vol. 03.

_____________. 2006. Manajemen Kualitas: Perspektif Global. Yogyakarta. Penerbit Ekonisia

Nyhan, Ronald C. 1999. Increasing Affective Organizational Commitment in Public Organizations. Review of Public Personnel Administration. Vol. 19.

O’Brien, J. A. 1999. Management Information Systems: Managing Information Technology in The Internetworked Enterprise. Boston. McGraw-Hill.

Papenhausen, Chris & Walter Einstein. 2006. Insights From The Balanced Scorecard Implementing The Balanced Scorecard at a College og Business. Measuring Business Excellence. Vol. 10. No. 3

Page 122: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

418

Parasuraman, A.; V. A. Zeithaml & L. L. Berry. 1988. SERVEQUAL: A Multiple-Item Scale For Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing.Vol. 64.

Parasuraman A. 2002. Service Quality And Productivity: A Sinergistic Perspektive. Managing Service Quality. Vol. 12. No. 1

Parker, Shirley-Gore. 1996. Perception Is Reality: Using 360-Degree Appraisal Against Behavioral Competences to Effect Organizational Change and Improve management Performance. Career Development International. Vol. 1

Porter, Michael E. 1985. Competitive Advantage. New York. The Free Press. A Division of Macmillan Inc.

Puffer, S. M. & D. J. McCarty. 1996. A Framework for Leadership in a TQM Context. Journal of Quality Management. Vol. 1.

Quazi, Hesan, A; Chang Wing Hong & Chan Tuck Meng. 2002. Impact of ISO 9000 Certification on Quality management Practices. Total Quality Management. Vol. 13.

Redman, Tom & Brian P. Mathews. 1998. Service Quality And Human Resourch Management: A Review And research Agenda. Personel Review. Vol. 27. No. 1

Retno Kurnianingsih. 2000. Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja dan Sistem Penghargaan Terhadap Keefektifan Penerapan Total Quality Management: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi III.

Rivers, Patrick Asubonteng & Sejong Bae. 1999. Aligning Information Systems For Effective Total Quality Management Implementation in Health care Organizations. Total Quality Management. Vol. 10. No. 2. Maret.

Robbin, Stephen P. 2002. Perilaku Organisasi. Alih Bahasa Oleh: Hadiyana Pujaatmaka. Bandung. PT Prenhallindo.

Ramarapu, N. K.; S. Mehra & M. N. Frolick. 1993. A Comparative Analysis and Review of JIT Implementation Research. Journal of Operations Management. Vol.15.

Sadgrove, Kit. 1995. Making TQM Work. London. Kogan Page Limited.

Sahney, Sangeeta; D. K. Banwet & S. Karunes. 2004. Conceptualizing Total Quality Management in Higher Education. The TQM Magazine. Vol. 16. No. 2

Sakthivel, P. B. & R. Raju. 2006. An Instrument For Measuring Engineering Education Quality From Students’Perspective. The Quality management Journal. Vol. 13. No. 3

___________; G. Rajendran & R. Raju. 2005. TQM Implementation and Students’Satisfaction of Academic Performance. The TQM Magazine. Vol. 17. No. 6

Page 123: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

419

Sallis, Edward. 2006. Total Quality Management In Education. Alih Bahasa oleh: Ahmad Ali Riyadi. Yogyakarta. Penerbit IRCiSoD.

Scarnati, James T. 1999. Beyond Technical Competence: The Art of Leadership. Career Development International. Vol. 4

Schaffer, R. H. & H. Thomson. 1992. Successful Change Programs Begin With Results. Harvard Business Review. January/february.

Schuler, R. S. & V. I. Huber. 1996. Personnel and Human Resources Management. Wet Publishing Company. USA.

Scott, George M. 2001. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen. Alih Bahasa Oleh: Achmad Nasir Budiman. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Sekaran, Uma. 2000. Research Methods For Business. New York. John Wiley & Sons. Inc.

Sharma, Neeru & Paul G. Patterson. 2000. Switching Cost Alternative Attractiveness and Experience as Moderators of Relationship Commitment in Professional Consumer Services. International Journal of Operation and Production Management. Vol. 11.

Sherman, Arthur; George Bohlander & Scott Snell. 1998. Managing Human Resources. South-Western College. Publishing.

Shety, Y. K. 1991. Quality, Productivity And Profit Performance: Learning From research And Practice. National Productivity Review. Vol. 5. No. 2

Sila, Ismail & M. Ebrahimpour. 2003. Examination and Comparison of The Critical Factors of Total Quality management (TQM) Across Countries. International Journal of Productions Research. Vol. 41. No. 2.

Shim, Khim Ling & Larry N. Killough. 1998. The Performance Effect of Complementarities Between Manufacturing Practice and Management Accounting System. Journal of Management Accounting Research.

Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta.Bagian Penerbitan STIE YKPN.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES.

Sodikoglu, Esin, D.R. 2004. Total Quality Management: Context and Performance. The Journal of American Academy of Business. Cambridge. September.

Sondang P. Siagian. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. PT. Bumi Aksara.

Spanbauer, Stanlet J. 1995. Reactiving Higher Education With Total Quality Management: Using Quality and Productivity Concept, Techniques and Tools to Improve Higher Education. Total Quality management. Vol. 6. No. 5

Page 124: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

420

Stading, Gary L & Robert J. Vokurka. 2003. Building Quality Strategy Content Using The Process From National and International Quality Awards. TQM & Business Excellence. Vol. 14. No. 8. October.

Stewart, Thomas A. 2002. Modal Intelektual. Alih Bahasa Oleh Reza Gunawan. Jakarta. PT. Gramedia.

Sureshchandar, G.S., Chandrasekharan & Rajendran, R.N. Anantharaman. 2001. A Conceptual Model For Total Quality Management In Service Organizations. Total Quality Management. Vo. 12. No. 3.

_____________. (2001). A Holistic Model For Total Quality Service. International Journal of Service Industry Management. Vol. 12. No. 4

Surya, D. 2001. Kita Menderita Penyakit Diploma Disease. Manajemen Usahawan Indonesia. No. 08. TH. XXX. Agustus.

Suwandi & Nur Indrianto. 1999. Pengujian Model Turnover Pasewark: Studi Empiris Pada Lingkungan Akuntan Publik. Journal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 2.

Suyadi Prawirosentono. 2001. Manajemen Mutu Terpadu ABAD 21. Bandung. Penerbit: Bumi Aksara.

Syafarudin Alwi. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia: Strategi Keunggulan Kompetitif. Edisi Pertam. BPFE. Yogyakarta.

Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan: Konsep, Strategy, dan Aplikasi. Jakarta. PT. Grasindo.

Tari, J. J. 2005. Component of successful Total Quality Management. The TQM Magazine. Vol. 17. No. 2

Tata Sutabri. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta. Penerbit Andi.

Taylor, Glen. 1993. Parallel Procesing: A Design Principle For System-Wide total Quality Management. Management International Review. Vol. 33

Tena, Ana Belen Escrig; Juan Carlos Bou Llusar & Vicente Roca Puig. 2001. Measuring the Relationship Between Total Quality Management and Sustainable Competitive Advantage: A Resource-based View. Total Quality Management. Vol. 12. No. 7.

Tett, Robert P & John P. Meyer 1993. Job Satisfaction, Organizational Commitment, Turnover intention, and Turnover: Path Analysis Based on Meta – Analytical Findings. Personal Psychology. Vol. 46. No. 2.

Tilaar, H. A. R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional : Dalam Perspektif Abad 21. Magelang. Tera Indonesia.

_____________. 2001. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Page 125: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

421

Tjiptohadi Suwarjuwono. 1996. Suatu Analisa Krisis Penyebab Kegagalan TQM. Manajemen Usahawan Indonesia. Vol. 06.

Tri Sugiarti & Salamah Wahyuni. 2001. Pengaruh Karakteristik Individu dan Pekerjaan Terhadap komitmen Organisasional. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 1.

Ulrich, Dave. 1998. Intellectual Capital = Competence X Commitment. Management Review.

Van De Ven, H. Andrew & Drazin, Robert. 1985. The Concept of Fit In Contingency Theory. Research in Organizational Behavior.

Vazzana, Gary; John Elfrink & Duane E. Bachmann. 2000. A Longitudinal Study of Total Quality Management Processes in Business Colleges. Journal of Education for Business. Vol. 76.

Virtanen, Turo. 2000. Changing competences of Public Managers: Tensions in Commitment. The International Journal of Public Sector Management. Vol. 13.

Wade, Recardo Ronald David. 2001. Corporate Performance Management. Butterwith-Heineman. Boston

Walker, J. W. 1992. Human Resources Strategy. New York. McGraw-Hill.

Wambsganss, J. R. & D. Kennett. 1995. Defining The Customer. Management Accounting.

Wang, Wen-Ying & Chingfu Chang. 2005. Intellectual capital and Performance in Causal Model. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6. No. 2

Weill, Peter & Olson, Margrethe H. 1989. An Assessment of The Contingency Theory Of Management Information System. Journal Of MIS. Vol 6. No. 1

Werther, William B. & Keith David. 1996. Human Resources and Personal Management. Eighth Edition, McGraw-Hill Inc.

Wetzels, Martin. 1998. Marketing Service Relationship: The Role of Commitment. Journal of Business and Industrial Marketing. Vol. 13.

Wood, Jack; Joseph Wallace; Rachid M. Zeffane; Schrmerhorn; Hunt & Osborn. 2001. Organizational Behavior A Global Perspective. Australia. John Wiley & Sons.

Willy Susilo. 2001. Audit SDM: Perpaduan Komprehensif Auditor dan Praktisi Manajemen Sumber daya Manusia Serta Pimpinan Organisasi/Perusahaa., Percetakan Gema Amini.

Wilkinson. 2000. Accounting Information System: Essential Concept and Applications. New York. John Wiley and Sons.

Wruck, K. H. & M. C. Jensen. 1994. Science, Specific Knowledge and Total Quality Management. Journal of Accounting and Society. Vol. 13.

Page 126: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

422

Yen, Hsiu Ju; Dennis W. Krumwiede & Chwen Sheu. 2002. A Cross-Cultural Comparison of Top Management Personality for TQM Implementation. Total Quality Management. Vol. 13. No. 3..

Yeung, C. M.; Paul Humphreys & K. L. Mak. 1998. A Just-In-Time Evaluation Strategy For International Procurement, Supply Chain Management. Vol. 3.

Young, Mark, M, Sheild & G. Wolf. 1988. Manufacturing Control and Performance: An Experiment. Accounting, Organization and Society. Vol. 13.

Youndt, Mark A. & Scott A. Snell. 2004. Human Resource Configurations, Intellectual Capital, And Organizational Performance. Journal of Managerial Issues. Vol. 16. no. 3

Zaitun, Kituyi. 1996. Critical of Analysis of Service Quality Evaluation Customer Employee View Point. Yogyakarta. School of Graduate Studies Faculty of Economic Departement of Management Gadjah Mada University.

Zakaria Abas & Zulmaidi Yaacob. 2006. Exploring The Relathionsip Between Total Quality Management (TQM), Strategic Control Systems (SCS) and Organizational Performance (OP) Using a SEM framework. Journal of American Academy of Business. Vol. 9. No. 2

Zeithaml, Valarie A. 1988. Consumer Perceptions of Price, Quality, and Value: A Means-End Model and Synthesis of Evidance. Journal of Marketing. Vol. 52. Juli.

Page 127: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

423

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, PERASAAN BERTANGGUNG JAWAB, DAN REPUTASI TERHADAP KEPUTUSAN REINVESTMENT

PADA ANGGARAN MODAL

Yenni Agustina6

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh asimetri informasi, perasaan bertanggung jawab, dan reputasi terhadap eskalasi komitmen. Penelitian ini dimotivasi atas dasar ketidak terdukungan hipotesa 2 yang dilakukan oleh Schulz dan Cheng (2002) yang menurut teori SJT semestinya hipotesa tersebut berpeluang besar untuk terdukung.

Hal ini tentu saja menimbulkan keterusikan bagi peneliti untuk mendesain ulang model penelitian yang ada dengan membuat suatu model yang sedikit berbeda dengan peneliti sebelumnya. Sehingga, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa penambahan wawasan yang dapat meningkatkan pemahaman kita mengenai konflik etika yang muncul.

Hipotesa yang peneliti ajukan sebanyak 5 hipotesa, yang pengujian atas hipotesa tersebut dilakukan dengan menggunakan metoda eksperimen yaitu dengan menggunakan desain factorial between subject 2x2x2 dengan menjadikan mahasiswa pasca sarjana MIA dan mahasiswa S1 sebagai responden dalam penelitian ini, alasannya yaitu karena mahasiswa tersebut dapat mewakili keadaan yang sesungguhnya.

Bedasarkan hasil pengujian hipotesa diperoleh hasil bahwa hipotesa pertama, ketiga, dan kelima secara statistik tidak terdukung sedangkan hipotesa kedua dan keempat terdukung. Ketidakterdukungan hipotesa satu, tiga, dan lima mungkin disebabkan oleh faktor karakteristik yang dimiliki oleh individu.

Keywords: Asimetri Informasi, Perasaan Bertanggung jawab, Reputasi, Eskalasi Komitmen, Self Justification Theory, Agency Theory.

A. LATAR BELAKANG

Anggaran modal merupakan salah satu alat yang penting dalam suatu perusahaan

sehingga, tak jarang banyak manajer yang melakukan tindakan disfungsional seperti

eskalasi komitmen sebagai akibat dari adanya moral hazard yang terdapat dalam

diri pribadi seseorang. Eskalasi komitmen merupakan kecenderungan pengambil

keputusan untuk bertahan atau mengeskalasi komitmennya pada serangkaian

tindakan yang gagal (Brockner: 1992), Sebagian pakar menyebutkan tindakan

eskalasi komitmen merupakan tindakan yang irasional, sedangkan sebagian lagi 6 Dosen Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

Page 128: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

424

menyebutkan bahwa tindakan ini merupakan tindakan yang rasional ketika

seseorang berada dalam posisi yang dilematis.

Berkaitan dengan hal tersebut, tak sedikit peneliti yang mencoba melakukan

penelitian dibidang akuntansi keprilakuan, salah satunya yaitu penelitian yang

berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor anteseden dari eskalasi komitmen, namun

perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh setiap individu tentu saja akan membuat

hasil yang berbeda pula (Schulz dan Cheng, 2002). Merujuk pada hal tersebut maka,

peneliti mencoba mengaji ulang hasil penelitian tersebut dengan maksud untuk

melihat kekonsistenan hasil penelitian dari peneliti-peneliti sebelumnya melalui

pengembangan model penelitian yang sudah ada. Hal ini yang kemudian menjadi

motivasi awal bagi peneliti sehingga, peneliti mencoba untuk mereplika penelitian

yang dilakukan oleh Schulz dan Cheng (2002). Schulz dan Cheng mencoba untuk

meneliti faktor anteseden dari eskalasi komitmen dengan menjadikan perasaan

bertanggung jawab dan asimetri informasi sebagai variabel independen (X) dan

eskalasi komitmen sebagai variabel dependen (Y), tak hanya itu mereka juga

mencoba mengajukan proposisi dengan menjadikan variabel asimetri informasi

sebagai variabel pemoderasi hubungan antara perasaan bertanggung jawab dengan

eskalasi komitmen. Namun, dari hipotesa yang diajukan ternyata hipotesa yang

menjadikan asimetri informasi sebagai pemoderasi tidak tedukung. Hal ini tentu

saja menjadikan keterunikan tersendiri bagi peneliti karena berdasarkan SJT hipotesa

tersebut memiliki peluang yang kuat untuk terdukung. Merujuk hal tersebut maka,

peneliti mencoba untuk mencari pembeda antara penelitian yang dilakukan oleh

Schulz dan Cheng pada tahun 2002 dengan sedikit merubah model penelitian yang

ada. Hal ini peneliti lakukan dengan bersandarkan kepada 2 hal yaitu self

justification theory atau yang lebih dikenal dengan SJT dan faktor internal dan

eksternal yang dikemukakan oleh Staw (1981).

SJT yaitu teori yang menerangkan bahwasannya ketika seorang pengambil

keputusan proyek dihadapkan dengan kemunduran selama proyek itu berlangsung,

maka mereka akan menaikkan komitmen yang mereka miliki sebagai upaya untuk

kembali ke proyek atau untuk menunjukkan rasionalitas dari sejumlah tindakan

yang mereka lakukan (Staw: 1981). Maka, hal ini semakin memperkuat keyakinan

Page 129: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

425

peneliti untuk mengembangkan model yang sudah dilakukan oleh Schulz dan

Cheng pada tahun 2002. Model yang peneliti kembangkan yaitu dengan menjadikan

asimetri informasi, perasaan bertanggung jawab, dan reputasi sebagai variabel

anteseden dari eskalasi komitmen, selain itu peneliti juga mencoba untuk

mengajukan proposisi dengan menjadikan variabel perasaan bertanggung jawab dan

reputasi sebagai veriabel pemoderasi hubungan antara asimteri informasi dengan

eskalasi komitmen.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh asimetri

informasi yang diterima oleh manajer atas proyek yang sedang dijalankan berupa

pengetahuan atas informasi yang ada, yang pengetahuan tersebut tidak dimiliki oleh

prinsipal, perasaan bertanggung jawab, serta reputasi terhadap tingkat eskalasi

komitmen, selain itu juga penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perasaan

bertanggung jawab dan reputasi sebagai variabel pemoderasi hubungan antara

asimetri informasi terhadap eskalasi komitmen. Sehingga diharapkan penelitian ini

dapat memberikan kontribusi dibidang teoritis yaitu berupa meningkatnya

pemahaman kita mengenai profesionalisme dan konflik etika ketika masalah

disfungsional terjadi, sehingga hal ini dapat meningkatkan wawasan khasanah

keilmuan bagi penelitti maupun yang lainnya dibidang akuntansi keprilakuan

maupun akuntansi manajemen. Metoda penelitian yang peneliti gunakan yaitu

dengan menggunakan pendekatan eksperimen semu dengan desain 2x2x2. Metoda

tersebut dimaksudkan untuk mencari hubungan sebab akibat atas variabel-variabel

yang peneliti gunakan. Ada pun pertanyaan yang peneliti rumuskan dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh asimetri informasi terhadap eskalasi komitmen?

2. Adakah pengaruh perasaan bertanggung jawab terhadap eskalasi komitmen?

3. Adakah pengaruh reputasi terhadap eskalasi komitmen?

4. Adakah pengaruh asimetri informasi terhadap tingkat eskalasi komitmen

dengan perasaan bertanggung jawab sebagai pemoderasi?

5. Adakah pengaruh asimetri informasi terhadap tingkat eskalasi komitmen

dengan reputasi sebagai pemoderasi?

Page 130: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

426

Menyadari banyaknya faktor anteseden yang mempengaruhi eskalasi komitmen

maka, peneliti mencoba untuk mengontrol hubungan dari variabel-variabel yang

peneliti ajukan dengan menjadikan pengalaman kerja, komitmen, konsistensian,

framing, dan preferensi resiko sebagai variabel kontrol.

B. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA

GRAND THEORY

Self Justification Theory

Penelitian ini menggunakan teori justifikasi diri sebagai grand teori dari penelitian

ini. Self justification theory yaitu teori yang paing kuat untuk menjelaskan mengenai

eskalasi komitmen (Brockner: 1992). Teori ini menjelaskan bahwa ketika seorang

pengambil keputusan proyek dihadapkan dengan kemunduran selama proyek itu

berlangsung, maka mereka akan menaikkan komitmen yang mereka miliki sebagai

upaya untuk kembali ke proyek atau untuk menunjukkan rasionalitas dari sejumlah

tindakan yang mereka lakukan (Staw: 1981). Teori ini mendukung teori cognitive

dissonance dari Festinger (1957) dan teori komitmen psikologi dari Kiesler (1971)

dalam menjelaskan motivasi yang menyebabkan terjadinya eskalasi komitemn

dalam diri seorang manajer dalam Santoso (2012).

SUPPORTING THEORY

Teori Keagenan

Teori keagenan dalam penelitian ini merupakan supporting theory. Teori ini dibangun

sebagai upaya untuk memahami dan memecahkan masalah yang muncul manakala

ada ketidaklengkapan informasi pada saat melakukan ikatan kontrak. Kontrak yang

dimaksudkan disini adalah kontrak antara prinsipal dan agen. Teori keagenan

meramal jika agen memiliki keunggulan informasi dibanding prinsipal dan

kepentingan agen dan prinsipal berbeda, maka akan terjadi agent-principal problem

yang dalam hal ini agen akan melakukan yang menguntungkan dirinya namun

merugikan prinsipal (Gudono, 2009, p.177).

Page 131: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

427

DEFINISI

ESKALASI KOMITMEN

Eskalasi komitmen merupakan kecenderungan pengambil keputusan untuk

bertahan atau mengeskalasi komitmennya pada serangkaian tindakan yang gagal

(Brockner, 1992). Eskalasi komitmen merupakan bentuk kegagalan dalam membuat

keputusan yang rasional, yang dalam hal ini seseorang melanjutkan keputusan yang

sudah tampak rugi dalam beberapa periode. Bukti empiris menunjukkan bahwa

manajer yang memulai suatu proyek yang kemudian menjadi tidak menguntungkan

justru lebih cenderung untuk meneruskan proyek itu daripada manajer yang tidak

memulai proyek (Staw, 1976, 1981). Kreitner dan Kinicki (2002, dalam gudono, 2009,

p.72) menyebutkan beberapa kategori penyebab eskalasi komitmen, diantaranya

yaitu:

1. Faktor psikologis (misalnya: ego defense)

2. Faktor keorganisasian (misalnya: kegagalan komunikasi)

3. Faktor karakteristik proyek (misalnya: return yang tertunda)

4. Faktor kontekstual (misalnya: tekanan politik)

ASIMETRI INFORMASI

Asimetri informasi merupakan suatu kondisi yang terjadi yang dalam hal ini salah

satu pihak memiliki informasi yang lebih dibandingkan dengan pihak yang lain. Hal

ini biasanya sering terjadi antara agen dan prinsipal. Sehingga, konflik keagenan

pun muncul yang berujung pada rasa ketidak percayaan antara satu dengan yang

lainnya. Prinsipal sebagai pihak yang menyerahkan kekayaannya untuk diolah oleh

pihak agen sering kali merasa dirugikan. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya

dalam diri manusia ada sifat ingin memenuhi kebutuhan yang dialaminya, hal ini

tentu saja berimbas pada moral hazard.

Teori keagenan merupakan suatu teori yang sangat jelas menceritakan konflik

tersebut. Informasi yang berlebih yang dimiliki oleh pihak agen yang dalam hal ini

informasi tersebut tidak dimiliki oleh pihak prinsipal tak pelak akhirnya ditenggarai

sebagai salah satu penyebab dari munculnya perilaku disfungsional.

Page 132: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

428

PERASAAN BERTANGGUNG JAWAB

Perasaan bertanggung jawab memiliki kata dasar bertanggung jawab atau tanggung

jawab. Kata-kata ini sering kali kita dengar dalam kehidupan keseharian kita.

Secara harfiah bertanggung jawab memiliki arti yaitu keadaan wajib menganggung

segala sesuatu yang terjadi atas konsekuensi dari tindakan yang telah kita lakukan

baik disengaja maupun tidak disengaja.

REPUTASI

Banyak peneliti yang mendefinisikan reputasi sebagai bentuk pengendalian ekonomi

dan sosial sebagai wujud dari perilaku opportunistik (stevens:2002). Baiman:

1990,355-357 menjelaskan bahwa dalam mekanisme ekonomi keberadaan reputasi

dapat mendisiplinkan perilaku agen.

A. PENGEMBANGAN HIPOTESA

Berdasarkan teori justifikasi diri terlihat jelas bahwa perilaku eskalasi komitmen

sangat mungkin terjadi ketika seseorang memperoleh feedback information yang tidak

jelas atau informasi yang negatif. Teori ini menggambarkan dengan jelas adanya

upaya manajer sebagai pengambil keputusan untuk mempertahankan keputusan

awalnya yang telah gagal sebagai bentuk rasionalitas atas keputusan yang telah

diambil (Staw dan Fox: 1977). Upaya ini sangat memungkin sekali dipengaruhi oleh

faktor lain, yaitu faktor psikologi akibat dorongan dari internal maupun dari

eksternal.

Menurut para ahli psikologi bahwa setiap diri individu butuh untuk membenarkan

keputusan mereka terhadap diri mereka sendiri atau terhadap orang lain (Staw dan

Ross: 1987 dalam Schulz dan Cheng: 2002). Faktor psikologi yang sangat

memungkinkan sekali terjadi yaitu adanya asimetri informasi, perasaan bertanggung

jawab, dan reputasi. Terkait dengan asimetri informasi, terkadang manajer

bertindak sebagai seorang agen atau sebagai bagian dari prinsipal. Namun, dalam

konteks terjadinya asimetri informasi yang dalam hal ini manajer memperoleh

informasi yang lebih mengenai suatu keadaan baik dimasa lalu maupun dimasa

Page 133: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

429

yang akan datang maka, biasanya manajer akan bertindak sebagai seorang agen

(Schulz dan Cheng: 2002). Meskipun asimetri informasi ini sangat erat kaitannya

dengan teori keagenan namun, peneliti memandang perilaku opportunistic dari

seorang manajer dari sisi self justification theory. Dari sudut teori ini sangat tergambar

dengan jelas peluang terjadinya eskalasi komitmen dari seorang manajer. Sehingga

berdasarkan teori tersebut maka, peneliti mengajukan hipotesa yang pertama yaitu:

Ha1: Meningkatnya eskalasi komitmen akan terjadi ketika asimetri informasi ada

dibandingkan dengan asimetri informasi tidak ada.

Ditinjau dari segi perasaan bertanggung jawab bahwasannya Staws (1976)

berargumen bahwa perasaan bertanggung jawab personal merupakan suatu

anteseden yang penting dalam menentukan tingkat eskalasi komitmen. Hasil

penemuan Staws menunjukkan keterdukungannya terhadap teori justifikasi diri dan

dukungannya terhadap eskalasi komitmen, hal ini dilihat dari hipotesa yang Staws

ajukan terdukung yaitu bahwasannya manajer akan kembali mengalokasikan

dananya kembali pada proyek yang telah gagal ketika seorang manajer berada

dalam perasaan bertanggung jawab tinggi dibandingkan dengan ketika seseorang

berada dalam perasaan bertanggung jawab yang rendah. Hasil penelitian Staws ini

pun didukung dengan hasil penelitian yang diajukan oleh Schulz dan Cheng (2002).

Meskipun demikian hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Bowen (1987) yang menemukan bahwa adanya dukungan yang

lemah terhadap perasaan bertanggung jawab sebagai anteseden dari eskalasi

komitmen. Hal ini kemudian menjadikan alasan bagi peneliti bahwasannya persaan

bertanggung jawab sangat dimungkinkan untuk menjadi variabel pemoderasi dari

adanya anteseden sebelumnya, yang mungkin saja dapat berupa asimetri informasi.

Sehingga berdasarkan argument tersebut dan teori justifikasi diri maka, peneliti

mengajukan hipotesa sebagai berikut:

Ha2: Manajer dengan perasaan bertanggung jawab tinggi akan suatu proyek yang

sedang dijalankan akan mendorong terjadinya eskalasi komitmen

dibandingkan dengan manajer dengan perasaan bertanggung jawab rendah.

Ha3: Eskalasi komitmen yang dihasilkan oleh keberadaan asimetri informasi akan

meningkat ketika seseorang berada dalam perasaan bertanggung jawab yang

tinggi dibandingkan dengan perasaan bertanggung jawab yang rendah.

Page 134: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

430

Menurut Staws (1981) eskalasi komitmen dapat disebabkan oleh adanya upaya

untuk menjaga reputasi didepan orang lain. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk

rasionalitas dari seseorang. Sehingga, hal ini memicu seseorang untuk

mempertahankan keputusan awalnya. Secara teori justifikasi diri, hal ini sangat

memungkin sekali terjadi ketika seseorang berada dalam dilematis. Selain itu, ada

sebagian peneliti yang menyatakan bahwasannya reputasi dapat juga bertindak

sebagai pemoderasi antara hubungan variabel determinan dengan variabel

konsekuensis sebagai bentuk dari perilaku dari ketertarikan diri (Arrow: 1985 dalam

Stevens: 2002). Sehingga berdasarkan hal tersebut maka, hipotesa yang peneliti

ajukan yaitu:

Ha4: Eskalasi komitmen akan menigkat ketika seseorang berada dalam keadaan

upaya menjaga reputasiyang tinggi dibandingkan upaya menjaga reputasi yang

rendah

Ha5: Eskalasi komitmen yang dihasilkan oleh keberadaan asimetri informasi akan

meningkat ketika seseorang berada dalam upaya menjaga reputasi yang tinggi

dibandingkan dengan upaya menjaga reputasi yang rendah

C. METODA PENELITIAN

Populasi

Populasi dari penelitian ini yaitu mahasiswa pasca sarjana dilingkungan FEB Unila

beserta mahasiswa profesi dilingkungan FEB Universitas Lampung.

Metoda Pengambilan Sampel dan Sampel

Pengambilan sampel peneliti lakukan melalui metoda non probabilitas yaitu dengan

menggunakan teknik purposive sampling judgment. Adapun kriteria yang peneliti

berikan yaitu:

1. Mahasiswa pasca sarjana yang memiliki keilmuan dibidang akuntansi yaitu

mahasiswa MIA semester ketiga.

2. Mahasiswa S1 akuntansi yang telah duduk disemester 5 atau yang telah atau

sedang mengambil mata kuliah sistem pengendalian manajemen.

Page 135: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

431

Kriteria ini peneliti terapkan dengan asumsi bahwa mahasiswa tersebut telah

memiliki pemahaman yang lebih mendalam dibidang akuntansi khususnya dalam

proses pengambilan keputusan. Sehingga, hal ini diharapkan dapat mewakili

keadaan yang sesungguhnya. Selain itu, alasan peneliti menggunakan mahasiswa S1

yaitu karena mahasiswa tersebut masih tergolong naïf sehingga memungkinkan

untuk terdukungnya dilakukan eksperimen. Sedangkan alasan peneliti

menggunakan mahasiswa MIA yang sedang duduk disemester akhir yaitu pada

semester tersebut mahasiswa sedang berada dalam proses penyusunan tesis

sehingga animo mahasiswa untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara

sukarela pun kemungkinan akan besar.

Variabel dan Alasan Pemilihan Variabel

Variabel yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi variabel

independen, variabel pemoderasi, serta variabel dependen. Variabel independen

dalam penelitian ini yaitu meliputi asimetri informasi, perasaan bertanggung jawab,

dan reputasi. Selain bertindak sebagai variabel independen, perasaan bertanggung

jawab dan reputasi juga bertindak sebagai variabel pemoderasi. Sedangkan eskalasi

komitmen bertindak sebagai variabel dependen.

Alasan penggunaan variabel tersebut karena masih jarangnya penelitian yang

menggunakan variabel asimetri informasi, reputasi, maupun perasaan bertanggung

jawab sebagai variabel independen maupun sebagai variabel pemoderasi dalam hal

kaitannya dengan eskalasi komitmen. Sehingga, hal ini membuat peneliti merasa

perlu untuk dikaji kembali.

Data yang Digunakan Dan Proses Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan data primer. Proses

pengambilan data yaitu dengan menggunakan metoda eksperimen semu yaitu

desain factorial between subjek 2x2x2, hal ini peneliti lakukan karena keterbatasan

wewenang peneliti untuk merandom subjek yang akan menjadi responden dalam

eksperimen yang peneliti jalankan. Instrumen yang peneliti gunakan yaitu berupa

naskah yang peneliti adopsi dari Staw (1976) untuk perasaan bertanggung jawab dan

Page 136: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

432

asimetri informasi, sedangkan untuk instrumen reputasi peneliti adopsi dari Stevens

(2002). Namun, agar hasil penelitian sesuai dengan yang peneliti inginkan maka,

instrument tersebut akan peneliti sesuaikan dengan keadaan yang sengaja peneliti

desain.

Uji Reliabilitas dan Validitas

Uji ini dilakukan untuk mengukur kehandalan dan kevalidan dari instrument yang

digunakan dalam penelitian. Uji ini peneliti lakukan dengan menggunakan data

yang peneliti dapatkan dari hasil uji pilot. Uji pilot peneliti lakukan sebelum

ekseperimen yang sesungguhnya dilaksanakan. Uji ini menggunakan responden

lain yang bukan menjadi target dari penelitian. Responden dari uji pilot ini yaitu

mahasiswa ekonomi jurusan manajemen yang telah duduk dibangku semester V.

Pelaksanaan uji pilot ini dilaksanakan pada hari selasa jam 09.40 wib secara bergilir

di ruang E114 dengan melibatkan responden sebanyak 120 orang selama 15 menit.

Setelah melakukan pilot kemudian penelitian melakukan uji reliabilitas dengan

menggunakan Cronbach Alpha, standar yang peneliti gunakan untuk menggolongkan

bahwa instrumen yang peneliti gunakan reliabel yaitu dengan menggunakan standar

Nunnally (1960) dalam Ghazali (2007, p. 44) nilai Cronbach Alpha > 0,60 atau diatas

60%.

Berdasarkan hasil uji reliabel terhadap empat konstruk yang peneliti gunakan yaitu

eskalasi komitmen, perasaan bertanggung jawab, asimetri informasi, dan reputasi

diperoleh hasil cronbach alpha masing-masing senilai 0.737 untuk eskalasi komitmen,

0.729 untuk asimetri informasi, 0.810 untuk perasaan bertanggung jawab, dan 0.791

untuk reputasi. Hasil-hasil tersebut diatas 0.60 sehingga dapat disimpulkan bahwa

instrument tersebut reliabel. Untuk uji validitas, penguji menggunakan uji validitas

tampang yaitu dengan cara membentuk tim hakim untuk memeriksa makna yang

terselip dalam setiap kalimat pertanyaan agar tidak terjadi keambiguan makna. Tim

hakim ini terdiri dari 4 orang, yaitu 2 orang dari kalangan mahasiswa dan 2 orang

dari rekan sesama profesi.

Page 137: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

433

Pengujian Hipotesa

Pengujian hipotesa dilakukan dengan menggunakan uji anava yang akan peneliti

olah dengan menggunakan SPSS versi 21.

Task dan Prosedur Eksperimen

Eksperimen yang peneliti lakukan yaitu eksperimen semu, dengan menggunakan

mahasiswa MIA dan S1 akuntansi semester 5 tau yang sedang atau telah mengambil

mata kuliah sistem pengendalian manajamene. Eksperimen dilaksanakan dalam hari

yang berbeda yaitu hari Sabtu dan rabu pada pukul 9.55 wib di dua gedung terpisah

yaitu gedung E dan G. Alasan pelaksanaan dilakukan pada dua hari yang berbeda

dikarenakan waktu luang yang dimiliki oleh responden untuk memungkinkannya

dilakukan eksperimen.

Sebelum eksperimen dijalankan, peneliti terlebih dahulu membentuk tim

eksperimenter sebanyak empat orang yang berasal dari mahasiswa jurusan

akuntansi yang telah duduk disemester akhir. Keempat tim tersebut kemudian

peneliti arahkan untuk dapat menjadi eksperimenter dengan menjalan tugas sebagai

mana mestinya. Setelah tim ekperimenter dibentuk kemudian peneliti bersama tim

eksperimenter meminta kesediaan mahasiswa S1 dan MIA untuk menjadi responden

dalam penelitian ini. Namun, karena keterbatasan peneliti untuk merandom subyek

yang akan menjadi responden dalam setiap kelompok maka, hal ini membuat

peneliti untuk menjadikan eksperimen yang peneliti lakukan sebagai eksperimen

semu. Kelompok yang peneliti bentuk yaitu sebanyak delapan kelompok.

Pada saat pelaksanaan eksperimen, tim eksperimen memberikan pengarahan cara

pengisian serta mengambarkan keadaan atau kondisi perusahaan baik mengenai

kondisi keuangan maupun kondisi manajemen. Setelah itu tim eksperimen meminta

responden untuk dapat menjadi seperti yang tertera dalam instrumen dan kemudian

mengisi pertanyaan yang tertera dalam instrument tersebut. Kemudian setelah

responden menjawab pertanyaan dari satu bagian maka, responden dilarang untuk

membaca treatments tanpa ada instruksi dari tim eksperimenter. Setelah responden

selesai menjawab semua pertanyaan kemudian tim membagi soal cek manipulasi

Page 138: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

434

untuk diisi oleh responden dengan tujuan untuk mengetahui apakah responden

sudah memahami isi dari naskah yang diberikan. Setelah responden selesai mengisi

maka, responden dilarang untuk meninggalkan ruangan sebelum ada instruksi dari

tim. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya konsentrasi yang memudar

bagi responden yang belum selesai mengisi pertanyaan cek manipulasi. Instrumen

yang peneliti sebar yaitu sebanyak 200 angket dengan sebaran dimasing-maisng

kelompok sebanyak 25 instrumen namun yang lulus cek manipulasi yaitu sebanyak

155 angket. Sehingga yang masuk kedalam pengolahan data selanjutnya yaitu

sebanyak 155 angket dari 155 responden dengan sebaran masing-masing kelompok

yaitu 20 orang kelompok 1, kelompok 3, kelompok 4, dan kelompok 8. 19 responden

untuk kelompok 2, kelompok 6, kelompok 7, dan 18 responden untuk kelompok 5.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji manipulasi yang peneliti lakukan, ternyata dari 200 instrumen

yang peneliti sebar hanya 155 instrumen yang lulus atau 45 instrumen yang tidak

lulus manipulasi. Banyaknya instrument manipulasi yang tidak lulus ini disebabkan

karena 15 angket yang tidak terisi lengkap dan sisanya disebabkan karena

pemahaman responden yang tidak tepat mengenai kemauan dari yang ada dalam

instrumen yang berjumlah sebanyak 12 serta ada juga yang disebabkan karena

ketidak konsistenan reponden dalam menjawab yang berjumlah sebanyak 18 angket.

155 responden tersebut kemudian peneliti data biografinya sehingga dapat diperoleh

hasil seperti tabel yang ada berikut ini.

JENIS KELAMIN

Frequency Percent

Valid Laki-laki 46 29.7

Perempuan 109 70.3

Total 155 100.0

Dari tabel-tabel tersebut terlihat bahwa yang menjadi responden dalam

penelitian ini sebagian besar didominasi oleh perempuan sebanyak 70,3%

sedangkan laki-laki sebanyak 29,3%.

Page 139: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

435

Berdasarkan uji anava diperoleh hasil sebagai berikut: Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model Intercept Asimetri Informasi Error Total Corrected Total

.705a

3116.937 .705

556.005 3673.000

556.710

1 1 1

153 155 154

.705 3116.937

.705 3.634

.194 857.711

.194

.660

.000

.660

a. R Squared = ,001 (Adjusted R Squared = -,005)

Dari tabel tersebut terlihat hasil F sebesar 0.194 dengan tingkat signifikansi yaitu

0.660 yaitu lebih besar dari 0.05 atau 5%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa secara uji

statistic hipotesa pertama tidak terdukung atau gagal untuk menolak Ho. Hasil ini

mendukung penelitian yang dilakukan oleh Schulz dan Cheng (2002). Hal ini

mungkin disebabkan karena keputusan untuk melakukan reinvestasi kembali

terhadap suatu proyek yang gagal tidak saja didorong akan adanya asimetri

informasi, namun juga faktor psikis berupa karakter yang dimiliki oleh seorang

manajer. Hal ini bisa dilihat dari R square yang diperoleh yaitu sebesar 1%.

Test of Between-Subjects Effects Dependent Variabel Eskalasi Komitmen

Source Type III Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model Intercept Bertanggung Jawab Error Total Corrected Total

11.471a

1891.775 11.471

223.719 2131.000

235.190

1 1 1

77 79 78

11.471 1891.775

11.471 2.905

3.948 651.116

3.948

.050

.000

.050

a. R Squared = ,049 (Adjusted R Squared = ,036)

Dari tabel diatas terlihat hasil signifikansi sebesar 0.05 atau sebesar 5% dengan

kemampuan untuk menjelaskan yaitu sebesar 4,9%. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa berdasarkan hasil uji statistic hipotesa kedua terdukung. Hasil ini

mendukung penelitian yang dilakukan oelh Schukz dan Cheng (2002) bahwa

eskalasi komitmen akan meningkat ketika seseorang memeiliki perasaan

bertanggung jawab yang tinggi.

Page 140: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

436

Test of Between-Subjects Effects Dependent Variabel Eskalasi Komitmen

Source Type III Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model Intercept Kelompok Error Total Corrected Total

5.142a

1496.401 5.142

356.934 1860.000

362.076

3 1 3

75 79 78

1.714 1496.401

1.714 4.759

.360 314.428

.360

.782

.000

.782

a. R Squared = ,014 (Adjusted R Squared = -,025) Berdasarkan hasil pengujian hipotesa ketiga diperoleh hasil tingkat siginifikansi

sebesar 0,782 diatas 0.05 maka, dapat disimpulkan bahwa secara statistic gagal untuk

menolak H0. Hasil ini mendukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Schulz

dan Cheng (2002). Hal ini mungkin disebabkan oleh lemahnya kemampuan asimetri

informasi yang berperan sebagai variabel idependen, sehingga hal ini membuat

ketidak terdukungan hipotesa yang peneliti ajukan.

Test of Between-Subjects Effects Dependent Variabel Eskalasi Komitmen

Source Type III Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model Intercept Reputasi Error Total Corrected Total

22.118a

1621.066 22.118

173.816 1817.000

195.934

1 1 1

74 76 75

22.118 1621.066

22.118 2.349

9.417 690.149

9.417

.003

.000

.003

a. R Squared = ,113 (Adjusted R Squared = ,101)

Berdasarkan tabel diatas untuk pengujian hipotesa ke empat diperoleh hasil R Square

yaitu sebesar 11,3% dengan tingkat signifikansi sebesar 0.003 yaitu lebih kecil dari

0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa ke empat terdukung.

Test of Between-Subjects Effects Dependent Variabel Eskalasi Komitmen

Source Type III Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model Intercept Kelompok Error Total Corrected Total

.868a

1573.026 .868

211.921 1788.000

212.789

3 1 3

72 76 75

.289 1573.026

.289 2.943

.098 534.434

.098

.961

.000

.961

Page 141: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

437

a. R Squared = ,004 (Adjusted R Squared = -,037)

Berdasarkan hasil uji antar sel untuk pengujian hipotesa kelima diperoleh hasil yaitu

R Squared yaitu sebesar 0,004 dengan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0.961 atau

lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa kelima tidak

terdukung. Hal ini mungkin disebabkan karena ketidakmampuan variabel asimteri

informasi sebagai variabel independen baik bertindak secara tunggal maupun

diinteraksikan dengan reputasi.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji secara empiris pengaruh langsung

antara variabel asimetri informasi, reputasi, dan perasaan bertangung jawab

terhadap eskalasi komitmen. Serta menguji pengaruh interaksi antara asimetri

informasi dan reputasi terhadap esakalsi komitmen serta menguji pengaruh interaksi

antara asimetri informasi dan perasaan bertanggung jawab terhadap eskalasi

komitmen.

Dari hasil uji hipotesa diperoleh kesimpulan bahwa perasaan bertanggung jawab

dan reputasi mempunyai pengaruh terhadap eskalasi komitmen, sedangkan asimetri

informasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap eskalasi komitmen.

Selain itu dari hasil uji interaksi ternyata hipotesa ketiga dan kelima tidak terdukung

tentu saja hal ini menimbulkan keterunikan yang semestinya secara teoritis dan

logika hubungan interaksi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

eskalasi komitmen. Hal ini dimungkinkan karena adanya faktor psikologi yang lain

yang lebih berperan dalam interaksi tersebut seperti reward dan punishment sehingga

hal ini dimungkinkan menimbulkan kurangnya pengahayatan dari responden akan

kasus yang diberikan. Dari keterbatasan ini disarankan untuk mengkaji kembali dan

menambah faktor psikologis yang lain dalam pembentukan model.

Page 142: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

438

DAFTAR PUSTAKA

Baiman, S. 1990. Agency Research in managerial accounting: A second look. Accounting, Organizations and Society, 15 (4): 341-371.

Bowen. 1987. The escalation phenomenon reconsidered: decisions dilemmas or decisions errors?. Academy of management review, 12 (1), 52-66.

Brockner, J. 1992. The escalation of commitment to a failing course of action: toward theoretical progress. Academy of Management Review, 17 (1): 39-61.

Gudono. 2009. Teori Organisasi. Pensil, Yogyakarta

Santoso, A.B. 2012. Peranan locus of control, self-set dan organizational set, hurdle rates terhadap tingkat eskalasi komitmen pada level pengambilan keputusan pada penganggaran modal. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 1 (3).

Schulz, Axel. Dan Cheng, Mandy. 2002. Persistence in capital budgeting reinvestment decisions-personal responsibility antecedent and information asymmetry moderator: A note. Accounting and Finance, 42: 73-86

Staw, B.M. 1976. Knee-deep in the big muddy: A study escalation commitment to chosen course of action. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 16 (27-44)

Staw, B.M. 1981. The Escalation of Commitment to a Course Action, Academy of Management Review, 6 (4): 577-587.

Staw, B.M. dan F. Fox. 1977. Escalation: some determinants of commitment to a previously chosen course of action. Human Relations, 30 (431-450).

Stevens, D.E. 2002. The effects of reputation and ethics on budgetary slack. Journal of Management Accounting Research, Vol.14.

Page 143: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

439

KONTRIBUSI RASIO KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN LABA PERBANKAN DI BURSA EFEK JAKARTA

Abdul Naser7

ABSTRACT

This research aim to know influence of financial ratio which seen from ratio of CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K / D, BOPO, NIM by parsial and simultant to change of banking company earning in Indonesia and also to know dominant ratio influence change of banking company earning in Indonesia. Approach of research the used is functioning quantitative approach to test hypothesis which is raised in research and also to answer the problem of this research.

Population in this research amount to 23 company of banking which listing in Jakarta Stock Exchange. The analysis use multiple tinier regression analysis. Result of analysis indicate that financial ratio consisting of ratio of CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K / D, BOPO, NIM have an effect on simultant of change of banking company earning in Jakarta Stock Exchange. Result of research also indicate that financial ratio which have an effect on by parsial to change of banking company earning in Jakarta Stock Exchange is ratio of CAR, LDR and ROA. The dominant ratio influence change of banking company earning in Jakarta Stock Exchange is ROA.

Keywords: financial ratio, change of earnings, banking company

Pendahuluan

Perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang semakin penting peranannya

dalam pembangunan ekonomi Indonesia terutama dalam menghadapi era

perdagangan bebas dan globalisasi, baik sebagai perantara antara sektor defisit dan

sektor surplus maupun sebagai agent of development. Pada tanggal 15 April 1994

perjanjian umum mengenai tarif dan perdagangan (GATT) telah ditandatangani di

Maroko dan berlaku sejak tahun 1995. Isi dari perjanjian tersebut adalah mengenai

liberalisasi perdagangan dunia yang bebas dari segala bentuk hambatan bukan tarif

(non tarif barrier). Oleh karena itu segala bentuk proteksi dan monopoli yang bisa

menghambat liberalisasi harus dihapuskan, sehingga banyak pihak terutama negara

yang sedang berkembang, seperti Indonesia merasa khawatir mengenai dampak

negatif dari persetujuan tersebut. Sejak Paket Oktober (Pakto) 1988, terlihat bahwa

perkembangan perbankan di Indonesia sangat luar biasa, dimana jumlah bank

7 Dosen tetap Fakultas Ekonomi Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Page 144: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

440

sebelum Pakto 88 kurang lebih sebanyak dua puluhan kemudian sesudah Pakto

berkembang menjadi ratusan, tanpa memperhatikan bahwa mendirikan bank

tersebut tidak hanya mernbutuhkan modal saja, tetapi juga membutuhkan tenaga

kerja yang trampil dan mampu bekerja secara efektif dan efisien (Usman, 2004).

Persaingan yang sangat ketat membuat bank-bank sulit bergerak dalam Skala

ekonomi yang efisien, karena terlalu banyak kompetisi berlangsung sementara

nasabah yang diperebutkan tetap bersifat terbatas, akibatnya muncullah masalah

kredit macet, kekurangan modal kerja, sampai dilikuidasinya Bank Summa dan

BUMJ. Namun setelah tahun 1990 pemerintah mendinginkan perekonomian dengan

tight money policy dan selanjutnya otoritas moneter memberlakukan Prudential

Regulation yang berdasarkan Bank International Settlement pada Februari 1991. Dengan

diberlakukannya kebijakan-kebijakan ini, maka kondisi bank-bank di Indonesia saat

ini banyak yang menghadapi masalah, apalagi didukung oleh segmen pasar saat ini

yang begitu terfragmentasi, sehingga membuat bank-bank sulit bergerak dalam

Skala ekonomi yang efisien (Usman, 2004). Dari realitas kondisi dunia perbankan

dan kebijakan yang ditetapkan oleh pihak otoritas keuangan seperti diungkapkan di

atas, mendorong pars pelaku dunia perbankan di Indonesia berupaya meningkatkan

efisiensi secara maksimal. Peningkatan efisiensi ini bukan saja bisa diukur dengan

biaya intermediasi yang rendah, tetapi juga dalam kaitannya dengan persaingan non

harga.

Keadaan tersebut menuntut kebutuhan dana yang cukup bagi perusahaan

perbankan untuk bertahan dan bersaing. Salah satu cara yang diambil perusahaan

untuk memenuhi kebutuhan dana guna mengembangkan agar tetap dapat bersaing

adalah penjualan saham perusahaan kepada masyarakat melalui pasar modal. Pasar

modal memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan

ekonomi suatu Negara karena memiliki fungsi ekonomi dan fungsi keuangan

(Husnan, 2000 ). Sebagai fungsi ekonomi, pasar modal menyediakan fasilitas untuk

memindahkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang

membutuhkan dana. Sebagai fungsi keuangan, pasar modal menyediakan dana yang

diperlukan oleh pihak yang membutuhkan dana. Pihak yang membutuhkan dana

dan pihak yang kelebihan dana tidak harus bertemu secara langsung dalam

Page 145: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

441

transaksi di pasar modal, akan tetapi dibantu oleh pialang sekuritas, yaitu pihak

yang mempertemukan penjual dan pembeli sekuritas (Atmaja, 1999). Perusahaan

yang telah mencatat sahamnya di pasar modal harus mengeluarkan laporan

keuangan setiap tahun yang memuat informasi tentang kekayaan perusahaan,

termasuk laporan keuntungan dan pembayaran dividen perusahaan. Selain itu,

laporan keuangan mempunyai tujuan agar para investor mengetahui perkembangan

dan prospek perusahaan sehingga investor mengetahui tindakan yang seharusnya

diambil. Ada beberapa informasi laporan keuangan yang dapat diperhatikan yaitu

informasi tentang cash flow, earnings atau informasi-informasi lain yang berhubungan

dengan kebijakan perusahaan, misalnya informasi mengenai pembagian dividen dan

sebagainya (Husnan, 2000).

Untuk pengambilan keputusan ekonomi, para pelaku bisnis dan pemerintah

membutuhkan informasi tentang kondisi dan kinerja keuangan perusahaan. Analisis

laporan keuangan sangat dibutuhkan untuk memahami informasi laporan

keuangan. Analisis kinerja keuangan merupakan alternatif untuk menguji apakah

informasi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap

harga saham. Analisis rasio keuangan didasarkan pada data keuangan historis yang

tujuan utamanya adalah memberi suatu indikasi kinerja perusahaan pada masa yang

akan datang.

Informasi akuntansi termasuk laporan keuangan memiliki sejumlah data yang dapat

dikaji sebagai bahan penelitian. Oleh karena itu, telah banyak dilakukan penelitian-

penelitian yang menggunakan laporan keuangan perusahaan sebagai bahan atau

data penelitian. Analisis rasio keuangan merupakan suatu alternatif untuk menguji

apakah informasi keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi bermanfaat untuk

melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap laba di pasar modal. Tingkat kesehatan

perusahaan penting artinya bagi penisahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam

menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat

ditingkatkan yang akhirnya dapat menghindari adanya kemungkinan kebangkrutan

(terlikuidasi) pada perusahaan perbankan. Beaver ( 1966), membuktikan bahwa

secara empiris rasio keuangan dapat digunakan sebagai alas prediksi kegagalan

perusahaan, meskipun tidak semua rasio dapat memprediksi dengan sama baiknya

Page 146: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

442

dan tidak dapat memprediksi dengan tingkat keberhasilan yang sama. Beaver

menggunakan Univariate Analysis. Beaver mempertemukan sampel perusahaan yang

gagal dengan yang tidak gagal kemudian meneliti rasio keuangan selama lima tahun

sebelum perusahaan gagal dan menemukan temyata rasio keuangan perusahaan

yang tidak gagal berbeda dengan yang gagal, lima tahun sebelum perusahaan gagal.

Pada perusahaan yang gagal cash flow to total debt lebih rendah, cadangan aktiva

lancar untuk melunasi kewajibannya lebih kecil dan hutangnya lebih besar

dibandingkan perusahaan yang tidak gagal.

Analisa rasio keuangan merupakan instrumen analisa perusahaan yang ditujukan

untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan perusahaan yang

bersangkutan. Dengan analisa rasio keuangan ini dapat diketahui kekuatan dan

kelemahan perusahaan di bidang keuangan. Analisa rasio keuangan dapat juga

dipakai sebagai sistem peringatan awal (early warning system) terhadap kemunduran

kondisi keuangan perusahaan yang mengakibatkan tidak akan memberikan

kepastian going concern perusahaan khususnya untuk perusahaan yang go public.

Perusahaan yang melakukan penjualan kepada masyarakat bertujuan untuk

menambah modal kerja perusahaan, perluasan usaha dan diversifikasi produk.

Untuk menarik investor, perusahaan perbankan harus mampu menunjukkan

kinerjanya. Pengukuran kinerja dapat dilakukan menggunakan rasio keuangan.

Investor tertarik dengan saham yang memiliki return positif dan tinggi karena akan

meningkatkan kesejahteraan investor. Investor sebelum melakukan investasi pada

perusahaan yang terdaftar di BEJ melakukan analisis kinerja perusahaan antara lain

menggunakan rasio keuangan sehingga kinerja keuangan perusahaan berkaitan

dengan return perusahaan (Husnan, 2000).

Penelitian yang dilakukan bertujuan mereplikasi penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Zainuddin dan Hartono (1999) dan Resmi (2002). Hasil penelitian

diharapkan sebagai konfirmasi atas penelitian terdahulu, selain itu penelitian yang

dilakukan dengan memodifikasi rasio keuangan yang digunakan peneliti terdahulu

dengan menggunakan rasio keuangan versi Bank Indonesia (Info bank, 2006)

sehingga diharapkan lebih tepat dibandingkan penelitian sebelumnya.

Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini

Page 147: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

443

adalah:

1. Apakah kinerja keuangan yang terdiri dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA,

ROE, K/D, BOPO, NIM secara serentak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta?

2. Apakah kinerja keuangan yang terdiri dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA,

ROE, K/D, BOPO, NIM secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta ?

3. Rasio apakah yang dominan mempengaruhi perubahan laba perusahaan per-

bankan di Bursa Efek Jakarta ?

Kerangka Teoretis dan Pengembangan Hipotesis

Rasio Keuangan Sebagai Indikator Kinerja Keuangan

Analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang

menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk

menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu.

Makna dan kegunaan rasio keuangan dalam praktik bisnis pada kenyataannya

bersifat subyektif, bergantung pada untuk apa suatu analisis dilakukan dalam

konteks apa analisis tersebut diaplikasikan (Helfret, 1999).

Selanjutnya perkembangan yang terjadi pada pendekatan penyusunan teori

akuntansi telah mendorong dilakukannya studi akuntansi yang menghubungkan

rasio keuangan dengan fenomena akuntansi tertentu. Harapannya akan dapat

ditemukan berbagai kegunaan obyektif dari rasio keuangan. Beberapa yang telah

dilakukan diantaranya adalah yang menguji kegunaan rasio keuangan untuk

memprediksi kondisi keuangan perusahaan khususnya perusahaan yang mengalami

kebangkrutan dan memprediksi perubahan laba perusahaan (Machfoed, 1994;

Zainuddin dan Hartono, 1999).

Salah satu tahapan dalam proses akuntansi yang penting untuk keperluan

pengambilan keputusan manajemen adalah tahap interprestasi laporan akuntansi,

yang didalamnya mencakup rasio keuangan. Rasio keuangan yang merupakan

bentuk informasi akuntansi yang penting bagi perusahaan selama suatu periode

tertentu. Berdasarkan rasio tersebut, dapat dilihat informasi keuangan yang dapat

Page 148: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

444

mengungkapkan posisi, kondisi keuangan, maupun kinerja ekonomis di masa

depan. Rasio keuangan memiliki keunggulan dan keterbatasan. Menurut Harahap

(2002) ada beberapa keunggulan dari analisa rasio yaitu:

1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan

ditafsirkan.

2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan

keuangan yang sangat rinci dan rumit.

3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.

4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan

keputusan dan model prediksi (Altman Z-score).

5. Menstandarisir ukuran perusahaan.

6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau

melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series".

7. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang

akan datang.

Banyak penulis yang memberi masukan jenis rasio yang bisa digunakan untuk

memahami kondisi perusahaan. Beberapa rasio yang umumnya dikenal antara lain

rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas, akan tetapi masih banyak lagi rasio

yang dapat dihitung dari laporan keuangan perusahaan yang kemudian dapat

memberikan informasi bagi pars pemakai laporan keuangan. Salah satunya adalah J.

Courties sebagaimana yang dikutip dari Harahap (2002) memberikan kerangka rasio

keuangan secara kategori sebagai berikut:

1. Probabilitas. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang digambarkan oleh

Return on Investment (ROI).

2. Management Performance adalah rasio yang dapat menilai prestasi manajemen.

Dilihat dari segi kebijakan kredit, persediaan, administrasi, dan struktur harta

dan modal.

3. Solvency yatu kemampuan perusahaan melunasi kewajibannya. Solvency ini

digambarkan oleh arus kas baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Masih menurut Harahap (2002) adapun jenis rasio keuangan yang sering sekali

digunakan adalah:

Page 149: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

445

1. Rasio likuiditas, rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk

menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya.

2. Rasio solvabilitas, rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban apabila

perusahaan dilikuidasi.

3. Rasio rentabilitas/profitabilitas, rasio ini menggambarkan kemampuan per-

usahaan mendapatkan laba melalui seluruh kemampuan, dan sumber yang ada

seperti kegiatan penjualan, kas, modal jumlah karyawan dan sebagainya.

4. Rasio Leverage, rasio ini menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan

terhadap modal maupun asset.

5. Rasio Aktivitas, rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan

dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian atau

kegiatan lainnya.

6. Rasio Pertumbuhan, rasio ini menggambarkan persentasi kenaikan penjualan

tahun ini dibanding dengan tahun lalu. Semakin tinggi berarti semakin baik.

7. Penilaian Pasar, rasio ini merupakan rasio yang khusus dipergunakan di pasar

modal yang menggambarkan situasi perusahaan di pasar modal.

8. Rasio Produktivitas, rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau

kegiatan yang dinilai.

Banyaknya penelitian mengenai aplikasi analisa rasio keuangan dalam praktik bisnis

Berta pengkajian-pengkajian dan studi yang telah dilakukan mengantarkan kepada

pemikiran untuk menjadikan rasio keuangan sebagai indikator yang paling penting

dalam praktek bisnis dan ekonomi. Bahkan pernah terdapat kecenderungan untuk

menggunakan rasio keuangan tunggal seperti Price Earning Ratio (Suryaputri dan

Astuti, 2003).

Akan tetapi tidak semua peneliti beranggapan sama, Gilman sebagaimana dikutip

dari Pramuka (2002) menolak penggunaan rasio keuangan sebagai indikator yang

sangat penting dengan mengajukan, beberapa alasan yaitu:

1. Perubahan rasio keuangan sebenamya merupakan angka yang tidak dapat

diinterprestasikan karena pembilang dan penyebutnya bervariasi.

2. Pengukuran rasio keuangan yang bersifat artificial.

Page 150: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

446

3. Rasio keuangan mengalihkan perhatian analis dari pandangan terhadap per-

usahaan secara komprehensif.

4. Keandalan rasio keuangan sebagai indikator sangat bervariasi diantara setiap

rasio.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terdapat keragaman

pendapat mengenai analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis dan ekonomi,

mulai dari yang menginginkan rasio keuangan tersebut dijadikan indikator paling

penting hingga yang beranggapan minimalis terhadap rasio keuangan tersebut.

Kenyataannya, praktek bisnis yang nyata masih mengaplikasikan analisa rasio

keuangan ini sebagai salah satu model analisis keuangan, meskipun relevansinya

tentu bersifat sangat subyektif, tergantung kepada tujuan dan kepentingan masing-

masing analis (Pramuka, 2002). Menurut Bank Indonesia (Infobank, 2006) ada

beberapa rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan per-

bankan yaitu:

a. CAR (Capital Adequacy Ratio)

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur permodalan perusahaan

yang dibandingkan dengan aktiva menurut resiko yang ada. Rumus CAR sebagai

berikut:

CAR = ����������

� ��� �������������

b. LDR (Loan to Deposit Ratio)

Merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan di-

bandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan.

Ratio ini merupakan rasio yang digunakan untuk melihat likuiditas perusahaan.

Besamya LDR maksimum yang diperkenankan oleh pemerintah adalah

110%.Rumus LDR sebagai berikut:

LDR = � ��� ��

� ���� ����������

c. ROA (Return on Assets)

Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan

pendapatan dari pengelolaan aset. Rumus ROA sebagai berikut:

ROA = ����������� ��

� �������

Page 151: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

447

d. ROE (Return on Equity)

merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam

mengelola modal yang ada untuk mendapatkan net income. Rumus ROE sebagai

berikut:

ROE = ������ ��

����������

e. BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional)

merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan menanggung beban

operasional dengan pendapatan operasional perusahaan. Rumus BOPO sebagai

berikut:

BOPO = �������� ��

��� ������� ��

f. NPL (Non Performing Loans) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

kredit bermasah dari total kredit yang ada. Rumus NPL sebagai berikut:

BOPO = !�� ��������"(����)

� ��!�� ��

g. PPAP (Penghapusan dan Penyisihan Aktiva Produktif) merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur besarnya penyisihan aktiva produktif dibandingkan

aktiva produktif yang diklasifikasikan. Rumus NPL sebagai berikut:

PPAP = ����"���%��&� �%��'

(���"%��&� �%��'

)�� �%���*�%��%�

h. K/D (Pertumbuhan kredit/dana) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan dana.

Rumus K/D sebagai berikut:

K/D = ��������"�!�� ��

��������"� �(��+���� �����)

i. NIM (Net Interest Margin) merupakan rasio untuk mengukur pendapatan bunga

bersih dari aktiva produktif yang digunakan oleh perusahaan. Rumus NIM

sebagai berikut:

NIM = ��� �����������"

,�+��%��&� �%��'

Konsep Laba (Earnings)

Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) disebutkan bahwa laba atau penghasilan

Page 152: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

448

bersih seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran

yang lain seperti imbalan investasi (return of investment) atau penghasilan per saham

(earnings per share). Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan

bersih (laba) adalah penghasilan beban.

Financial Accounting Standard Boards (FASB) mendefinisikan laba ke dalam beberapa

definisi yaitu Earnings menitikberatkan pada apa yang telah diterima atau

diharapkan untuk diterima oleh suatu entitas dari suatu output (pendapatan) dan

apa yang telah dikorbankan untuk menghasilkan dan mendistribusikan output

tersebut (biaya). Earnings juga mencakup, transaksi tambahan atau insidentil dari

entitas tersebut dan efek dari kejadian dan keadaan lain yang bermula dari

lingkungan (laba dan rugi).

Earnings adalah konsep, laba yang mencerminkan laba saat ini. Jika suatu per-

usahaan menggunakan metode pengukuran atau taksiran yang berbeda,

dimungkinkan terjadinya dua angka laba yang berbeda yang ditunjukkan oleh laba.

Jadi laba dari perusahaan yang berbeda akan sulit dibandingkan, mengingat tiap

perusahaan berhak untuk memilih metode tertentu yang dirasakan paling tepat yang

sesuai dengan general accepted accounting principle.

Laba hanya salah satu jenis informasi akuntansi yang memiliki keterbatasan untuk

mengungkapkan informasi yang dibutuhkan oleh investor. Apa yang perlu

diperhitungkan untuk menghasilkan laba, tergantung pada tujuan yang ingin

dicapai dari pengujian laba itu sendiri. Tujuan utama penyajian laba adalah untuk

menyediakan informasi bagi mereka yang berkepentingan dengan laporan

keuangan.

Menurut SFAC No.5 tujuan penyajian laba yang lebih spesifik meliputi:

a. Penggunaan laba sebagai pengukur efisiensi manajemen.

b. Penggunaan laba historis untuk membantu dalam memprediksi perilaku

perusahaan di masa yang akan datang atau memprediksi dividen yang akan

dibagikan.

c. Penggunaan sebagai alat bantu untuk pengambilan keputusan manajemen.

Page 153: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

449

Berdasarkan SFAC No.5, ada dua konsep untuk menghitung laba, the current

operating concept (dirty surplus) dan the all inclusive concept (clean surplus). The current

operating concept memfokuskan pengukuran efisiensi badan usaha, yakni efisiensi

pada penggunaan sumber daya yang dimasukkan dalam laporan laba rugi suatu

periode hanya berasal dari usaha pokok perusahaan yang terjadi pada periode yang

bersangkutan. Jadi pos luar biasa dan korelasi laba tahun lalu sebagai akibat

perubahan metode akuntansi, atau perubahan penaksiran umur aktiva tidak

dimasukkan dalam laporan laba rugi. Menurut current operating concept, laba

merupakan hasil dari perubahan nilai dan peristiwa yang terkendali bagi manajemen

dan hasil dari keputusan periode saat ini. Hanya perubahan yang disebabkan oleh

operasi normal yang dimasukkan dalam perhitungan laba.

Metode yang kedua, the all inclusive concept, memperhitungkan semua transaksi dan

perubahan yang terjadi dalam suatu badan usaha selama periode tertentu, kecuali

distribusi dividen dan transaksi modal. Konsep ini yang dipakai oleh FASB untuk

mendefinisikan laba komprehensif. Jadi laba komprehensif dihitung atas dasar

asumsi bahwa penilaian efisiensi badan usaha dan prediksi kinerja perusahaan di

masa yang akan datang akan meningkat jika laba dihitung berdasarkan seluruh

peristiwa historis dari perusahaan selama tahun-tahun operasi perusahaan yang

bersangkutan.

Laba memang mungkin tidak memiliki makna sintaksis (tidak adanya aturan yang

konsisten dan pasti untuk menghasilkan angka laba). Juga mungkin tidak memiliki

makna semantik (karena tidak memiliki makna ekonomi dalam dunia nyata).

Namun paling tidak sampai saat ini informasi mengenai laba masih dipercaya oleh

banyak investor dan analisis saham sebagai salah satu indikator penting untuk

menilai kinerja suatu badan usaha. Pemerintah juga masih mempercayai laba,

terbukti adanya usaha dari manajemen untuk mengelabui masyarakat, misalnya

dengan merubah metode akuntansi atau taksiran, dengan tujuan untuk

meningkatkan laba.

Perubahan laba perusahaan dapat diukur sebagai berikut.

Rt = -.+-.

-/01

Keterangan:

Page 154: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

450

Rt = Tingkat perubahan laba saham i pada periode t.

Pi = Laba saham i pada periode t.

Pt-1 = Laba saham sebelum periode t.

Keterkaitan Rasio Keuangan Sebagai Indikator Kinerja Keuangan Dengan Laba

Perusahaan

Husnan (2000) mengemukakan bahwa laba ataupun tingkat keuntungan saham lebih

tepat disebut sebagai persentase perubahan laba. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi harga saham ataupun laba adalah sebagai berikut :

a. Harapan investor terhadap tingkat keuntungan dividen untuk masa yang akan

datang. Jika pendapatan atau dividen suatu saham stabil maka harga saham

cenderung stabil. Sebaliknya jika pendapatan atau dividen suatu saham

berfluktuasi maka harga saham cenderung akan berfluktuasi.

b. Tingkat pendapatan perusahaan. Tingkat pendapatan perusahaan yang tercermin

dari EPS (Earning per share) berhubungan erat dengan peningkatan harga saham.

Apabila fluktuasi EPS makin tinggi maka semakin tinggi juga perubahan laba.

c. Kondisi perekonomian. Kondisi perekonomian saat ini dan sekarang salah

satunya dipengaruhi oleh kondisi perekonomian masa lalu. Apabila kondisi

perekonomian stabil dan mantap maka investor optimis terhadap kondisi

perekonomian yang akan datang sehingga harga saham cenderung stabil.

d. Di samping dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut di atas, harga saham ataupun

laba juga dipengaruhi oleh psikologis pembeli, tindakan irasional yaitu ikut-

ikutan membeli saham, kondisi perusahaan, tingkat suku bunga, harga

komoditas, kondisi perekonomian, faktor investasi, inflasi, permintaan dan

penawaran dan sebagainya. Koesno (1990) dalam Resmi (2000) mengatakan

bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi pengharapan investor

adalah kinerja keuangan dari tahun ke tahun. Kinerja keuangan perusahaan

dapat menjadi petunjuk arah naik turunnya harga saham dan laba suatu

perusahaan melalui rasio keuangan. Membeli saham adalah membeli sebagian

atau suatu kekayaan atau keuntungan perusahaan serta hak-hak lain yang

melekat padanya. Oleh karena itu, nilai saham lebih banyak ditentukan oleh

reputasi atau performance perusahaan itu sendiri dibandingkan faktor-faktor

Page 155: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

451

lainnya. Secara umum kinerja keuangan perusahaan ditunjukkan dalam laporan

keuangan yang dipublikasikan yang kemudian dianalisis menggunakan rasio

keuangan. Kerangka hubungan kinerja perusahaan dengan laba perusahaan

sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikiran

Pengembangan Hipotesis

Bertitik tolak dari permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta landasan

teori mengenai pengaruh antara kinerja keuangan terhadap perubahan laba

perusahaan perbankan di BEJ, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

HI : Kinerja keuangan yang dilihat dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA,

ROE, K/D, BOPO, NIM secara simultan berpengaruh signifikan terhadap

perubahan laba perusahaan perbankan di Indonesia.

H2 : Kinerja keuangan yang dilihat dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA,

ROE, K/D, BOPO, NIM secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

perubahan laba perusahaan perbankan di Indonesia.

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang

berfungsi untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian serta untuk

menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Jenis data dalam penelitian ini adalah

data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain,

seperti buku dan bacaan lain, hasil analisa pasar yang berhubungan dengan masalah

Rasio keuangan perbankan CAR NPL PPAP LDR ROA ROE K/D BOPO NIM

Perubahan laba

perusahaan

Page 156: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

452

yang diteliti. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan

perusahaan perbankan dan laba perusahaan melalui dokumentasi di perpustakaan

Bank Indonesia. Data laporan keuangan yang digunakan adalah yang memiliki

tahun akuntansi yang berakhir 31 Desember 2002-2004.

Populasi dalam penelitian ini adalah saham-saham Perusahaan Perbankan yang

terdaftar di BEJ sebanyak 23 perusahaan perbankan yang masih aktif selama tahun

penelitian.

Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah batasan pengertian variabel-variabel yang digunakan

dalam penelitian. Definisi operasional diperlukan untuk menjelaskan supaya ada

kesamaan penaksiran dan tidak mempunyai arti yang berbeda-beda.

CAR (Capital Adequacy Ratio) (X1) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur permodalan perusahaan yang dibandingkan dengan aktiva menurut

resiko yang ada.

LDR (Loan to Deposit Ratio) (X2) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah

kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal

sendiri yang digunakan. Ratio ini merupakan rasio yang digunakan untuk melihat

likuiditas perusahaan. Besamya LDR maksimum yang diperkenankan oleh

pemerintah adalah 110%.

ROA (Return on Assets) (X3) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan

manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan asset.

ROE (Return on Equity) (X4) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan

manajemen bank dalam mengelola modal yang ada untuk mendapatkan net income.

BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) (X5) merupakan rasio untuk

mengukur kemampuan perusahaan menanggung beban operasional dengan

pendapatan operasional perusahaan.

NPL (Non Performing Loans) (X6) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

Page 157: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

453

kredit bermasah dari total kredit yang ada.

PPAP (Penghapusan dan Penyisihan Aktiva Produktif (X7) merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur besamya penyisihan aktiva produktif dibandingkan

aktiva produktif yang diklasifikasikan.

K/D (Pertumbuhan kredit/dana) (X8) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur pertumbuhan kredit dibandingkan dengan pertumbuhan dana.

NIM (Net Interest Margin) (X9) merupakan rasio untuk mengukur pendapatan bunga

bersih dari aktiva produktif yang digunakan oleh perusahaan.

Analisis Data

Uji Asumsi Klasik

Model persamaan regresi linear berganda dapat diterima secara ekonometrika jika

memenuhi syarat Best Linear Unbiased Estimation (BLUE) dan memenuhi asumsi

klasik antara lain bebas dari multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi

diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi tersebut.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk mengetahui adanya hubungan yang

sempuma antar variabel dalam model regresi. Untuk mendeteksi adanya

multikolinieritas dalam penelitian ini maka digunakan korelasi matriks. Dari

perhitungan estimasi korelasi matrik dengan program SPSS versi 11, 0 dapat dilihat

pada tabel 1 berikut:

Tabel 1 Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel bebas Nilai VIF

CAR NPL

PPAP LDR ROA ROE

1.815 3.732 2.345 1.559 2.663 4.642

Page 158: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

454

BOPO NIM K/D

4.578 1.924 1.080

Sumber Data diolah 2011

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF dari variabel CAR sebesar 1,815,

NPL sebesar 3,732, PPAP sebesar 2,345, LDR sebesar 1,559, ROA sebesar 2,663, ROE

sebesar 4,642, BOPO sebesar 4,578, NIM sebesar 1,924 dan K/D sebesar 1,080 lebih

kecil dari 5, maka tidak terjadi multikolinieritas antar variabel. Berdasarkan hasil

perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai VIF semua variabel bebas lebih kecil

dari 5, sehingga tidak terjadi gejala korelasi antar variabel.

Uji Heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi terjadinya heteroskedastisitas dalam penelitian ini maka

digunakan Metode Rank Spearman dengan cara meregresikan variable-variabel bebas

dengan variabel residual yang kemudian dikorelasikan secara matriks. Apabila nilai

probabilitas dari residual lebih besar dari α = 0,05, maka tidak terjadi gejala

heteroskedastisitas begitu juga sebaliknya apabila nilai dari residual lebih kecil dari

α = 0,05, maka akan terjadi gejala heteroskedastisitas.

Berikut adalah tabel 2 yang menunjukkan estimasi matrik dengan metode Rank

Spearman.

Berdasarkan tabel diatas, dapat dianalisis hubungan antara residu dengan variabel

bebas. Koefisien korelasi antara residu CAR adalah sebesar -0,003 dengan

probabilitas 0,978 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara

residu dengan CAR tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu

NPL adalah sebesar 0,033 dengan probabilitas 0,786 yang nilainya > 0,05 sehingga

dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan NPL tidak terjadi

heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu PPAP adalah sebesar 0,068

dengan probabilitas 0,576 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa

antara residu dengan PPAP tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi

antara residu LDR adalah sebesar 0,228 dengan probabilitas 0,060 yang nilainya >

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan LDR tidak terjadi

Page 159: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

455

heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu ROA adalah sebesar 0,731

dengan probabilitas 0,083 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan, bahwa

antara residu dengan ROA tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi

antara residu ROE adalah sebesar 0,311

Page 160: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

456

Tabel 2 Uji Heteroskedastisitas

Variable Residu Probalitias Α Keterangan

CAR

NPL

PPAP

LDR

ROA

ROE

BOPO

NIM

K/D

-0.003

0.033

0.068

0.228

0.731

0.311

-0.212

0.187

-0.057

0.978

0.786

0.576

0.060

0.083

0.070

0.080

0.124

0.644

0.05

0.05

0.05

0.05

0.05

0.05

0.05

0.05

0.05

Tidak Terjadi Hteroskedastisitas

Tidak Terjadi Hteroskedastisitas

Tidak Terjadi Hteroskedastisitas

Tidak Terjadi Hteroskedastisitas

Tidak Terjadi Hteroskedastisitas

Tidak Terjadi Hteroskedastisitas

Tidak Terjadi Hteroskedastisitas

Tidak Terjadi Hteroskedastisitas

Tidak Terjadi Hteroskedastisitas

Sumber: Data Diolah, 2011

dengan probabilitas 0,070 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa

antara residu dengan ROE tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara

residu BOPO adalah sebesar -0,212 dengan probabilitas 0,080 yang nilainya > 0,05

sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan BOPO tidak terjadi

heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara residu NIM adalah sebesar 0,187

dengan probabilitas 0,124 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa

antara residu dengan NIM tidak terjadi heteroskedastisitas. Koefisien korelasi antara

residu K/D adalah sebesar -0,057 dengan probabilitas 0,644 yang nilainya > 0,05

sehingga dapat disimpulkan bahwa antara residu dengan K/D tidak terjadi

heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Untuk mendeteksi autokorelasi dalam penelitian ini maka digunakan uji Durbin

Watson (DW) dengan melihat DW test. Menurut Algifari (2003:221) untuk

mengetahui terjadinya autokorelasi, maka digunakan tabel sebagai berikut:

Dari perhitungan SPSS for windows, nilai Durbin Watson (DW) sebesar 1,625. Nilai

DW terletak antara 1,55 sampai dengan 2,46 dengan kesimpulan tidak ada

Page 161: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

457

autokorelasi antar masing-masing variabel bebas, sehingga model regresi yang

terbentuk dari nilai variabel terikat yaitu perubahan laba hanya dijelaskan oleh

variabel bebas yaitu rasio keuangan.

Pembahasan

Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba

Adapun hasil regresi linier berganda pengaruh rasio keuangan terhadap perubahan

laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEJ adalah sebagai berikut :

Tabel 3 Pengukuran Autokorelasi

Durbin Watson Kesimpulan

Kurang dari 1.10 1.10 sampai dengan 1.54 1.55 sampai dengan 2.46 2.47 sampai dengan 2.90

Lebih dari 2.90

Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan

Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi

Sumber : Algifari (2000)

Tabel Hasil Analisis Regresi

Variabel Beta Std. Error T-Hitung Sig

(Constant) CAR NPL

PPAP LDR ROA ROE

BOPO NIM K/D

-1970.942 23.782 28.518 12.538 11.023 30.686 5.438 9.775

-23.308 -0.316

1030.680 11.732 22.517 61.498 4.370 6.045 3.776 8.686 41.138 2.895

-1.912 2.027 1.266 0.204 2.523 5.077 1.440 1.125 -0.567 -0.109

0.061 0.047 0.210 0.839 0.014 0.000 0.155 0.265 0.573 0.913

F-Hitung = 8.759 Sig = 0.000 R = 756 R2 = 0.572 Adj R2 = 0.507

Dari tabel di atas dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk perubahan laba

perusahaan perbankan sebagai berikut:

Y = - 1970,942 + 23,782 X I + 28,518 X 2 + 12,538 X3 + 11,023 X4 + 30,686 X5 + 5,438

X6+ 9,775 X7 - 23,308 X8- 0,316 X9

Page 162: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

458

Keterangan

Y : Perubahan laba

Xi : CAR

x 2 : NPL

X3 : PPAP

X4 : LDR

X5 : ROA

X6 : ROE

X7 : BOPO

X8 : NIM

X9 : K/D

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa hubungan masing-masing nilai rasio

keuangan dengan perubahan laba ditunjukkan dengan besarnya koefisien masing-

masing variabel. Besarnya koefisien variabel CAR sebesar 23,782 yang berarti setiap

peningkatan CAR sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 23,782%. Besarnya

koefisien variabel NPL sebesar 28,518 yang berarti setiap peningkatan NPL sebesar

1% akan meningkatkan laba sebesar 28,518%. Besarnya koefisien variabel PPAP

sebesar 12,538 yang berarti setiap peningkatan PPAP sebesar 1% akan meningkatkan

laba sebesar 12,538%. Besarnya koefisien variabel LDR sebesar 11,023 yang berarti

setiap peningkatan LDR sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 11,023%.

Besamya koefisien variabel ROA sebesar 30,686 yang berarti setiap peningkatan ROA

sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 30,686%. Besarnya koefisien variabel

ROE sebesar 5,438 yang berarti setiap peningkatan ROE sebesar 1% akan

meningkatkan laba sebesar 5,438%. Besarnya koefisien variabel BOPO sebesar 9,775

yang berarti setiap peningkatan.

BOPO sebesar 1% akan meningkatkan laba sebesar 9,775%. Besarnya koefisien

variabel NIM sebesar -23,308 yang berarti setiap peningkatan NIM sebesar 1% akan

menurunkan laba, sebesar 23,308%. Besarnya koefisien variabel K/D sebesar -0,316

yang berarti setiap peningkatan K/D sebesar 1% akan menurunkan laba sebesar

0,316%. Dengan demikian berdasarkan besarnya nilai koefisien variabel, variabel

rasio keuangan yang dominan mempengaruhi perubahan laba perusahaan

Page 163: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

459

perbankan adalah rasio ROA dengan koefisien sebesar 30,707.

Untuk membuktikan hipotesis diterima atau ditolak dilakukan pengujian hipotesis

dengan uji-F dan uji-t. Hasil uji-F dan uji-t sebagai berikut :

a. Uji-F

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh rasio keuangan yang terdiri dari rasio

CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM terhadap perubahan laba

perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta secara bersama-sama. Berdasarkan

analisis data diketahui nilai F-hitung sebesar 8,759 dengan tingkat signifikansi

sebesar 0,000 lebih kecil dari a=5% dibandingkan nilai F-tabel (dfl=9 df2=59)

sebesar 2,01 yang berarti Fhitung>F-tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan

Ha diterima yang berarti rasio keuangan yang terdiri dari rasio berpengaruh

secara serentak terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek

Jakarta.

b. Uji – t

Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh-pengaruh rasio keuangan yang

terdiri dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO, NIM terhadap

perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta secara parsial.

Tabel 5 Hasil Uji-t

Variabel T-hitung Sig. Hasil

CAR 2.027 0.047 Ha diterima NPL 1.266 0.210 Ha ditolak

PPAP 0.204 0.839 Ha ditolak LDR 2.523 0.014 Ha diterima ROA 5.077 0.000 Ha diterima ROE 1.440 0.155 Ha ditolak

BOPO 1.125 0.265 Ha ditolak NIM -0.567 0.573 Ha ditolak K/D -0.109 0.913 Ha ditolak

Sumber: Data sekunder, 2011

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rasio yang berpengaruh secara parsial

terhadap perubahan laba perusahaan adalah rasio CAR, LDR dan ROA karena

memiliki tingkat signifikansi < 0,05, sedangkan rasio keuangan lainnya secara

parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba perusahaan

perbankan di Bursa Efek Jakarta.

Page 164: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

460

b. Koefisien Determinas

Melalui pengujian serentak dapat diketahui besamya koefisien determinasi (Adjusted

R squared). Dari koefisien determinan (Adjusted R squared) dapat diketahui derajat

ketepatan analisis regresi linier berganda yang menunjukkan besarnya variasi

sumbangan seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Besarnya nilai

pengaruh rasio keuangan ditunjukkan oleh nilai adjusted R squared sebesar 50,7%

yang artinya persentase pengaruh rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D,

BOPO, NIM terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta

adalah sebesar 50,7%. CAR merupakan perbandingan antara pemberian kredit

perusahaan dengan permodalan yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Rasio ini membantu mengetahui posisi keuangan perusahaan (dalam pertimbangan

untuk berinvestasi dengan membeli saham atau obligasi yang dikeluarkan

perusahaan), CAR akan lebih bermanfaat. Keamanan keuangan perusahaan dijamin

apabila paling tidak jumlah modal harus dua kali lebih besar dari pada jumlah kredit

yang diberikan. Dengan begitu CAR yang lebih dari satu berarti keaadaan

perusahaan likuid maka kondisi perusahaan baik dan kecil kemungkinan untuk

delisting. Apabila CAR kurang dari satu berarti keadaan perusahaan rentan

mengalami bangkrut. CAR yang rendah menandakan bahwa perusahaan mengalami

kesulitan likuiditas sehingga suatu waktu dapat menimbulkan masalah yang

mengancam going concern perusahaan. CAR yang tinggi bermakna baik dari sudut

pandang perusahaan karena menunjukkan likuiditas tinggi namun dari sudut

pandang kreditur CAR tinggi mengindikasikan bahwa modal tidak didayagunakan,

dengan efektif sehingga aset yang ada menjadi besar. Sebaliknya CAR yang relatif

rendah lebih riskan. tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan

aktiva lancar secara efektif. CAR bermanfaat mendeteksi likuiditas perusahaan

sehingga rasio ini berperan terhadap perubahan laba perusahaan.

LDR (Loan to Deposit Ratio) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah

kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal

sendiri yang digunakan. Ratio ini merupakan rasio yang digunakan untuk melihat

likuiditas perusahaan. Besarnya LDR maksimum yang diperkenankan oleh

pemerintah adalah 110%. Laba yang diterima perusahaan perbankan sebagian besar

berasal dari bunga pemberian kredit, semakin tinggi komposisi jumlah kredit yang

Page 165: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

461

diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri akan

mempengaruhi perubahan laba yang diterima perusahaan perbankan.

Return on Assets (ROA) termasuk dalam salah satu rasio margin laba, yang

menunjukkan bagian penjualan yang melebihi biaya (baik biaya variabel maupun

biaya tetap). ROA mengukur seberapa efektif aset perusahaan yang digunakan

untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, ROA adalah alas ukur yang

sangat umum digunakan untuk mengukur kinerja sebuah pusat investasi. ROA

adalah rasio yang diperoleh dengan membagi Laba Rugi bersih dengan Total Assets.

Rasio ini digunakan untuk menggambarkan kemampuan manajemen bank untuk

memperoleh laba dan efisiensi manajerial secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai

ROA semakin efektif pula pengelolaan aktiva perusahaan. Murtanto dan Arviana

(2002) mengemukakan penurunan profitabilitas dapat diartikan sebagai penurunan

kinerja perusahaan. Penurunan kinerja secara terus menerus dapat menyebabkan

terjadinya financial distress, yaitu keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan

mendekati kebangkrutan yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak

kepada penilaian kinerja perusahaan di mata masyarakat. Walsh (1996) menjelaskan

kenaikan angka dari ROA yang baik akan menjamin kerangka keuangan yang

memungkinkan pertumbuhan sebuah perusahaan karena semakin besar ROA akan

semakin baik. Hal tersebut manandakan bahwa aktiva perusahaan akan dapat lebih

cepat berputar dan meraih laba. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan

dengan seluruh modal yang ada didalamnya untuk dapat menghasilkan

keuntungan. Dengan demikian semakin tinggi ROA maka semakin tinggi juga

tingkat perubahan laba perusahaan.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut pertama, rasio

keuangan yang terdiri dari rasio CAR, NPL, PPAP, LDR, ROA, ROE, K/D, BOPO,

NIM berpengaruh secara serentak terhadap perubahan laba perusahaan perbankan

di Bursa Efek Jakarta; kedua, rasio keuangan yang berpengaruh secara parsial

terhadap perubahan laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta adalah rasio

CAR, LDR dan ROA. Rasio yang dominan mempengaruhi perubahan laba

Page 166: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

462

perusahaan perbankan di Bursa Efek Jakarta adalah rasio ROA.

Implikasi dan Keterbatasan

Berdasarkan hasil analisis data dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut

pertama, bagi investor, rasio keuangan di Bursa Efek Jakarta dapat dijadikan

parameter yang baik untuk memprediksi perubahan laba perusahaan perbankan

terutama menggunakan rasio CAR, ROA dan LDR. Rasio yang dominan

mempengaruhi perubahan laba perusahaan perbankan di BEJ adalah rasio ROA

sehingga rasio ini perlu menjadi pertimbangan investor dalam memprediksi

perubahan laba perusahaan. Kedua, Penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya dibidang yang sama untuk

dikembangkan dan diperbaiki,misalnya dengan memperpanjang periode

pengamatan sehingga dapat lebih mencerminkan hasil penelitian. Selain itu,

penelitian ini dapat dikembangkan lagi dengan membandingkan jenis perusahaan

lainnya dan menggunakan indikator keuangan yang berbeda.

Daftar Referensi

Atmaja, Lukas Setia. (1999). Manajemen Keuangan, Edisi Revisi, Yogyakarta: Andi Offset.

Beaver, Williams. (1966). Financial Ratios as Predictor of Failure, Empirical Research in Accounting: Selected Studies Suplement, Journal of Accounting Research (2).

Financial Accounting Standards Board (FASB) (1984). Statement of Financial Accounting Concept, No 5. Financial Accounting Standards Boards.

Harahap, Sofyan Syafri. (2002). Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Helfert, E.A.(1999). Analisa Laporan Keuangan (Herman Wibowo, penterjemah), Edisi Ketujuh, Jakarta: Erlangga.

Husnan, Suad. (2000). Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta: BPFE-UGM.

Machfoed, M. (1994). Financial Ratio Analysis and The Earning Changes in Indonesia, Kelola, 114-147.

Murtanto dan Arfiana, Zeny. (2002). Analisis Laporan Keuangan dengan Menggunakan Metode Rasio Camel dan Metode Altman Sebagai Alat untuk

Page 167: JBM Volume 9 No. 3 Mei 2013

Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 9 No. 3, Mei 2013

463

Memprediksi Tingkat Kegagalan Usaha Bank, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi 2 (2) Agustus.

Pramuka, Bambang Agus. (2002). Evaluasi Kegunaan Rasio Keuangan Dalam

Memprediksi Perubahan Laba di Masa Yang Akan Datang: Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar di BEJ.

Resmi, Siti. (2002). Keterkaitan Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Return Sahara, Yogyakarta, Kompak 6, September

Suryaputri & Christina Dwi Astuti. (2003). Pengaruh Faktor Leverage Deviden Payout, Size, Earning Growth and Country Risk Terhadap Price Earning Ratio, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi 13 (1), April.

Usman, Umedi. (2004). Analisis Kinerja Keuangan Bank Umum Swasta Nasional Sebelum dan Sesudah Akuisisi, Jurnal Ekonomi Bisnis 3, Brawijaya

Walsh, Ciaran. (1996). Key Management Ratio, Prentice Hall, Inc. Bratain.

Zainuddin & Hartono, J. (1999). Manfaat Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba, Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEJ, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 2(1).

Majalah lnfobank. (2006). Edisi Juni, 327.