MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
21
KONSEP PENDELEGASIAN TUGAS DAN WEWENANG
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Iswandi1
Abstrak
Kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi pada masa kini
tergantung pada kemampuannya dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan baik internal maupun eksternal. Dalam konteks ini,
organisasi harus memiliki pimpinan yang efektif dalam menjalankan
manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dan berkelanjutan.
Tantangan bagi seorang manajer pendidikan, yaitu kepala
sekolah/madrasah, pimpinan pesantren, rektor, atau direktur adalah
bagaimana menjadi pendorong atau pelopor perubahan lembaga
pendidikan yang dipimpinnya. Sehingga keberhasilan mewujudkan
suatu tujuan organisasi sangat tergantung oleh bagaimana seorang
pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi aktifitas individu
atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang
telah ditetapkan. Dalam mempengaruhi aktifitas individu pemimpin
menggunakan kekuasaan, kewenangan, pengaruh, sifat dan
karakteristik; dan tujuannya adalah meningkatkan produktifitas dan
moral kelompok. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang menarik
orang lain untuk melakukan sesuatu. Kekuasaan bersumber dari
legitimasi, hak, dan paksaan. Kewenangan merupakan hak formal untuk
mengajak seseorang melakukan sesuatu. Sementara sifat dan
karakteristik adalah ciri-ciri personal yang menyebabkan seseorang
mampu mempengaruhi orang lain.
Kegiatan mempengaruhi dan melimpahkan wewenang dan tanggung
jawab kepada seseorang disebut dengan pendelegasian. Pendelegasian
dilakukan didasarkan bahwa pada esensinya hampir tidak ada seorang
pemimpin yang dapat secara pribadi menyelesaikan secara penuh
seluruh tugas lembaganya seorang diri. Kepemimpinan yang sukses
tampak pada kepemimpinan yang mempengaruhi bawahan untuk
mengerjakan suatu tugas.
Selain terjadi di lingkungan perusahaan, pendelegasian juga terlihat
jelas di lembaga pendidikan islam, di lembaga pendidikan islam
pendelegasian wewenang mempunyai dampak strategis bagi
pematangan organisasi lembaga pendidikan Islam karena menjadikan
para guru/dosen dan karyawan memperoleh pembelajaran untuk
memikul tanggung jawab lebih besar. Bahkan di dalam islam berbagai
bentuk pendelegasian wewenang tergambar dari shirah Rasulullah dan
shahabiyah.
Kata Kunci : Tugas, Wewenang, Pendidikan Islam
1 Dosen STAI-YAPTIP Pasaman Barat
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
22
A. PENDELEGASIAN TUGAS DAN WEWENANG
1. Pengertian Pendelegasian Tugas dan Wewenang
Pendelegasian berasal dari kata “delegasi” artinya “mengutus,
menyerahkan”2 sedangkan dalam kamus ilmiyah delegasi adalah
pelimpahan wewenang atau tanggung jawab kepada tingkat yang paling
rendah3. Sedangkan Charles J. Keating secara singkat mengemukakan
bahwa delegasi adalah pemberian sebagaian tanggung jawab dan
kewibawaan kepada orang lain.4
Sedangkan tugas adalah pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan oleh
seseorang pada suatu jabatan tertentu yang sudah didelegasikan . Dengan adanya
tugas maka akan mendorong karyawan untuk lebih produktif di dalam sebuah
Organisasi, sehingga efektivitas kerja dapat tercapai. Adapun wewenang adalah
kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang untuk bertindak dan memerintah
orang lain. Secara teoritik Wewenang menurut para ahli seperti:
a. George R. Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupakan hak
jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk
memaksa pelaksanaannya, dengan wewenang seseorang dapat
mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup5.
b. Mac Iver R.M, menyebutkan wewenang merupakan suatu hak yang
didasarkan pada suatu pengaturan sosial, yang berfungsi untuk
menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam
masyarakat.6
c. Soerjono Soekanto mengatakan bila seseorang membicarakan tentang
wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang
atau kelompok.7
d. Bagir Manan menyebutkan istilah wewenang dengan kekuasaan itu
berbeda. Kekuasaan menurutnya hanya digambarkan dalam bentuk hak
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Sedangkan wewenang
memiliki pengertian yang lebih luas meliputi hak dan kewajiban.8
e. H.D. Stout: wewenang adalah merupakan pengertian yang berasal dari
hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai
keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan
penggunaan wewenang.9
Melalui pengertian di atas dapat diketahui bahwa wewenang itu
kekuasaan atau hak untuk melakukan sesuatu. Di dalam suatu
organisasiseseorang yang menerima kekuasaan dan hak tersebut dapat
2 K. Adi Gunawan, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, (Surabaya;
Kartika2001), h. 93 3 Kamus ilmiyah
4 Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), h.72-73 5 George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, h.50
6 Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, Surabaya, (CV. Haji Mas Agung, 1997), h.60
7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pres, 1990), hal. 281
8 Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset, 2009), cet. 10, h. 71 9Definisi Wewenang, http://artikata.com/arti-383651-wewenang.html, Akses tgl 12
Oktober 2017
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
23
menggunakannya untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan
aktivitas di dalam organisasi tersebut.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diketahui
pendelegasian wewenang adalah sebagai pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab formal kepada orang lain (bawahan) untuk melaksanakan
kegiatan tertentu. Atau lebih rincinya disebut menyerahkan tugas,
kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban
kepada bawahan.
Pendelegasian wewenang diperlukan agar suatu organisasi dapat
menggunakan sumber dayanya secara efisien. Seorang pimpinan
perusahaan sebagai manusia biasa, mempunyai waktu, kemampuan dan
perhatian yang sangat terbatas, maka tidaklah mungkin seorang pimpinan
dapat melaksanakan tugasnya sendiri, sungguhpun pimpinan itu harus
bertanggung jawab akan pelaksanaan tugasnya dengan sebaik mungkin.
Oleh karena itu seorang pemimpin perlu mendelegasikan sebagian
tugas kepada bawahannya sehingga pekerjaan keorganisasian dapat
berjalan dengan baik tanpa kehadiran pemimpin atau atasan secara
langsung, atau dengan kata lain pendelegasian wewenang juga merupakan
konsekuensi dari semakin besarnya organisasi. Bila atasan menghadapi
banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan oleh satu orang, maka ia
perlu melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar pimpinan
dapat mengembangkan bawahan sehingga lebih memperkuat organisasi.
Pendelegasian tidak sama pada setiap tingkat hierarki organisasi.
Besar kecilnya pendelegasian adalah sesuai dengan tugas, hak, wewenang,
kewajiban, tanggung jawab, dan pertanggungjawaban setiap individu
dalam hierarki organisasi. Pendelegasian tidak dapat ditransfer dari satu
tugas ke tugas yang lain dalam suatu organisasi karena satu pendelegasian
berlaku untuk satu tugas.10
Selain itu dalam pendelegasian, pemimpin disamping "menuntut"
adanya hasil kerja yang pasti dari bawahan, pemimpin memberikan tugas
dan wewenang, yang sepadan bagi pelaksanaan kerja sehingga bawahan
dengan sendirinya dituntut untuk bertanggung jawab penuh dalam
pelaksanaan kerja.
Efektifitas delegasi merupakan faktor utama yang membedakan
pemimpin sukses dan pemimpin tidak sukses.11
Untuk memastikan bahwa
pendelegasian berlangsung dengan baik maka sangatlah perlu menerapkan
supervisi/pengawasan yang bersifat langsung/tidak langsung, untuk
memastikan bahwa pendelegasian berjalan dengan baik, selain itu Sistem
dan peluang untuk menerima masukan, yang bersifat terkontrol dan tidak
terkontrol juga perlu disiapkan, begitu juga masukan terkontrol dapat
dilaksanakan dengan wujud laporan berkala dan laporan insidentil (dalam
bentuk tertulis/lisan), serta masukan tidak terkontrol dapat dilihat pada
hasil nyata yang dicapai dalam pengerjaan tugas, atau cara lain, antara lain
menyediakan peluang/kondisi untuk berdiskusi secara terbuka dengan para
10
Amin Abdullah, Membangun Paradigma Keilmuan Interkonektif Islamic Studies di
Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Cetakan: I, Februari 2006), h. 53 11
Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 2003), h. 224
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
24
bawahan, mendengar keluhan mereka, atau penemuan langsung yang
ditemui di lapangan.
Jelaslah bahwa dengan melakukan pendelegasian, secara tidak
langsung seseorang pemimpin mengakui bahwa dia membutuhkan bantuan
orang lain dalam mengembangkan tanggung jawabnya, mengajak orang
lain untuk ikut serta dalam kerja dan memberikan kewibawaan dan hak
untuk membuat keputusan di bidang yang diberikan kepadanya.
2. Dimensi Pendelegasian
Berkaitan dengan pendelegasian terdapat tiga unsur yang berkaitan
erat satu sama lain yaitu tugas, kekuasaan, dan pertanggungjawaban12
.
a. Tugas / Tanggung Jawab
Tugas adalah pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan oleh
seseorang pada suatu jabatan tertentu yang sudah didelegasikan .
Dengan adanya tugas maka akan mendorong karyawan untuk lebih
produktif di dalam sebuah Organisasi, sehingga efektivitas kerja dapat
tercapai.
b. Kekuasaan
Kekuasaan adalah hak atau wewenang untuk memutuskan
segala bentuk keputusan yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dalam
menjalankan pendelegasian wewenang harus dilandasi dengan
kekuasaan karena dengan kekuasaan seorang karyawan memiliki hak
dalam mengambil sebuah keputusan yang sesuai dengan kepentingan
dan fungsinya bagi organisasi.
c. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban adalah laporan bagaimana seseorang
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dan bagaimana dia
memakai wewenang dalam bekerja. Pertanggungjawaban akan dapat
diberikan jika tanggung jawab sudah terlaksana dengan baik.
3. Dokumentasi Pendelegasian Wewenang
Dengan semakin berkembangnya organisasi maka masalah dan
pekejaan yang dihadapi semakin kompleks. Dalam keadaan yang demikian
maka pihak pimpinan perlu memikirkan penderegasian tugas dan
wewenang kepada bawahan. Untuk itu pimpinan perlu menyadari bahwa
dengan semakin berkembangnya organisasi perusahaan yang dipimpin,
maka ia sangat memerlukan bantuan orang lain yaitu bawahan. Bawahan
berperan untuk mengurangi beban dan sekaligus menyelesaikan sebagian
dari tugasnya. Tidak semua tugas dan wewenang didelegasikan oleh
pimpinan kepada bawahan, maka untuk itu pimpinan perlu
mempertimbangkan mana yang layak dan pantas untuk didelegasikan
bawahan.
Menurut Allen seorang pimpinan dapat mendelegasikan sebagian
dari pekerjaan memimpin, menyusun, merencanakan dan mengawasi serta
meneliti yang diperlukan untuk melaksakan fungsi organisasi, bila ia
12
Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara, 2006).h. 72
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
25
mempunyai orang-orang yang wajar untuk ini dan jika ia mengembalikan
keputusan yang tetap mengenai apa yang harus dilakukannya sendiri.13
Dalam hal ini Manullang, mengatakan bahwa ada dua sudut
pandangan tentang tugas-tugas pemimpin, yakni : Dari sudut proses, Dari
sudut bidang.
a. Tugas manager dari sudut proses.
Bila berbicara tertang tugas-tugas dari sudut proses, maka yang
dibicarakan tugas dan fungsi pemimpin, fungsi dan tugas pemimpin
tersebut antara lain Planning, organizing, Assembling resourses,
Directing dan controlling. Untuk mengetahui yang mana diantara
kelima tugas pemimpin yang dapat didelegasikan maka berikut ini
perlu dikemukakan dua garnbar tentang proses delegasi sebagaimana
yang dikemukakan oleh Alfin Brown dan W. H. Newman sebagi
barikut:14
Atasan
Pendelegasian
Bawahan
Pada bagan ini terlihat bahwa fungsi seorang pemimpin
terangkum dalam tiga hal yaitu : perencanaan (Planning dan
Organizing), pelaksanaan (assembling resourse), dan pengawasan
(Directing dan controlling), dengan memperhatikan bagan ini dapat
diketahui bahwa tugas perencanaan dan pelaksanaan dapat
didelegasikan kepada bawahan, pendelegasian sebaiknya dimulai dari
tugas pelaksanaan selanjutnya baru perencanaan, tugas pengawasan
pada dasarnya bisa didelegasikan namun untuk perencanaan dan
pengawasan delegasi yang diberikan kepada bawahan tidak
dibebankan penuh namun pada tingkat pelaksanaan bisa didelegasikan
13
Louis A Allen, Karya Manajemen, Terjemehan JMA .Tuhuteru, Cetakan Ketiga,
(Jakarta : Penerbit PT. Pembangunan 1986) h.86 14
M Manullang , 1996, Dasar-Dasar Manaiemen, Cetakan Kelimabelas, (Jakarta :
Penerbit Ghalia lndonesia). h. 113
Perencana
(pengorganisasian) Pengawas Pelaksana
Perencanaan Pelaksanaan
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
26
penuh. Oleh karena itu tugas dan wewenang terbagi dua; pertama
sentralisasi wewenang yaitu sebahagian besar kekuasaan masih tetap
dipegang oleh pimpinan. Sertralisasi wewenang mengakibatkan
pimpinan sibuk bekerja, sedangkan bawahan bekerja santai. Kedua
yaitu disentralisasi wewenang adalah sebahagian kecil kekuasaan
dipegang pimpinan, sedangkan sebahagian besar kekuasaannya
didelegasikan kepada bawahan. dengan desentralisasi wewenang,
pimpinan mempunyai banyak waktu untuk merencanakan,
mengarahkan dan mengawasi bawahannya.15
b. Tugas pemimpin dari sudut pandang bidang
Tugas pemimpin jika ditinjau dari sudut pandang bidang dapat
digolongkan atas tugas-tugas sebagai berikut; produksi, personalia,
keuangan, tata usaha, statistic, marketing dan lain-lain. Tugas produksi
dapat didelegasikan secara penuh kepada bawahan, kemudian
dilanjutkan dengan pendelegasisan personalia, pada pendelegasian
bidang personali ada beberapa hal yang tidak bisa didelegasikan
misalnya pengembangan pemimpin, perubahan gaji, pemberian bonus
atau insentiv, perubahan perjanjian organisasi, pemecahan keluhan
keluhan pegawai dan sebagainya.
Selanjutnya bidang keuangan dalam bidang keuangan cendrung
tidak bisa didelegasikan sekalipun aktifitas pemimpin dilakukan diluar
daerah hal ini untuk menghindari kemungkinan penyelewengan, akan
tetapi bidang keuangan akan bisa didelegasikan apabila sudah
ditetapkan anggaran belanja untuk masing-masing bagian. Oleh karena
itu seorang pemimpin didalam mendelegasikan tugas dan wewenang
harus memperhatikan fungsi masing-masing bidang, dan apakah suatu
tugas itu dapat didelegasikan atau tidak.
4. Bentuk-Bentuk Wewenang
Bentuk-bentuk wewenang, yaitu:16
a. Wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional (legal)
Wewenang karismatik merupakan wewenang yang didasarkan
pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus yang ada pada diri
seseorang. Dasar wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu
peraturan (hukum), akan tetapi bersumber pada diri pribadi individu
bersangkutan. Wewenang kharismatis tidak diatur oleh kaidah-kaidah,
baik yang rasional maupun tradisional. Sifatnya cendrung irasional,
adakalanya kharisma dapat hilang, karena masyarakat sendiri yang
berubah dan mempunyai paham yang berbeda.
Berdasarkan konsep Max Weber mengenai wewenang
karismatik, bahwa peletakan kesetian pada hal-hal yang suci,
kepahlawanan atau sifat-sifat ndividu yang patut dicontoh memiliki
sifat jujur cerdas dan sifat-sifat terpuji lainnya dan pola-pola normatif
yang diperlukan.17
15
Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012), h. 4 16
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), h. 281-282 17
Roderik Martin, Sosiologi Kekuasaan, ter. Herjoediono, (Jakarta: Rajawali Press,
1990), h. 147
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
27
Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh seseorang maupun
sekelompok orang. Wewenang ini dimiliki oleh orang-orang yang
menjadi anggota kelompok. Ciri-ciri utama wewenang tradisional yaitu
Pertama, Adanya ketentuan-ketentuan tradisional y ang mengikat
penguasa yang mempunyai wewenang, serta orang lain yang ada
dalam masyarakat. Kedua, Adanya wewenang yang lebih tinggi
ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara pribadi. Ketiga,
dapat bertindak secara bebas selama tidak ada pertentangan dengan
ketentuan tradisional.
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang
disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Sistem hukum ini dipahamkan sebagai kaidah yang telah diakui, ditaati
masyarakat, dan telah diperkuat oleh negara yang berbentuk di dalam
lembaran-lembaran.
b. Wewenang resmi dan tidak resmi
Wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil
disebut wewenang tidak resmi karena bersifat spontan, situasional, dan
faktor saling kenal. Contohnya pada ciri seorang ayah dalam fungsinya
sebagai kepala rumah tangga. Wewenang resmi sifatnya sistematis,
diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang ini dapat dijumpai
pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata
tertib yang tegas dan bersifat tetap.
c. Wewenang pribadi dan teritorial
Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara
anggota-anggota kelompok, dan unsur kebersamaannya sangat berperan
penting. Para individu dianggap lebih banyak memiliki kewajiban
ketimbang hak. Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari satu
titik pusat lalu meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang.
Wewenang teritorial, yang berperan penting yaitu tempat tinggal. Pada
kelompok teritorial unsur kebersamaan cenderung berkurang, karena
desakan faktor-faktor individualisme.
d. Wewenang terbatas dan menyeluruh
Wewenang terbatas merupakan wewenang yang tidak
mencangkup semua sektor dalam bidang kehidupan, namun terbatas
pada salah satu sektor bidang. Contohnya, seorang menteri dalam
negeri tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan yang
yang menjadi urusan wewenang mentri luar negeri.
Wewenang menyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak
dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Contohnya, bahwa
setiap negara mempunyai wewenang yang menyeluruh atau mutlak
untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. 18
5. Prinsip Pendelegasian Wewenang
Adapun prinsip-prinsip yang dapat dijadikan dasar untuk delegasi
yang efektif adalah19
:
a. Prinsip skalar.
18
George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 100 19
Ibid
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
28
Dalam proses pendelegasian harus ada garis wewenang yang
jelas mengalir setingkat demi setingkat dari tingkatan organisasi paling
atas ke tingkatan paling bawah. Garis wewenang yang jelas akan
membuat lebih mudah bagi setiap anggota organisasi untuk
mengetahui: (a) Kepada siapa dia dapat mendelegasikan, (b) Dari siapa
ia akan menerima delegasi, (c) Kepada siapa dia harus memberikan
pertanggung jawaban .
b. Prinsip kesatuan perintah.
Prinsip kesatuan perintah menyatakan bahwa setiap bawahan
dalam organisasi seharusnya melapor hanya kepada seorang atasan.
Pelaporan kepada lebih dari satu atasan membuat individu mengalami
kesulitan untuk mengetahui kepada siapa pertanggung jawaban
diberikan dan instruksi mana yang harus diikuti.
c. Prinsip tanggung jawab, wewenang dan akuntabilitas.
Sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya, prinsip ini
menyatakan bahwa (a) agar organisasi dapat menggunakan
sumberdaya-sumberdayanya dengan lebih efisien, tanggung jawab
untuk tugas-tugas tertentu diberikan ke tingkatan organisasi yang
paling bawah dimana ada cukup kemampuan dan informasi untuk
menyelesaikannya. (b) konsekuensi wajar peranan tersebut adalah
bahwa setiap individu dalam organisasi untuk melaksanakan tugas
yang dilimpahkan kepadanya dengan efektif, dia harus diberi
wewenang secukupnya. (c) bagian penting dari delegasi tanggung
jawab dan wewenang adalah akuntabilitas penerimaan tanggung jawab
dan wewenang berarti individu juga setuju untuk menerima tuntutan
pertanggung jawaban pelaksanaan tugas.
Selain prinsip di atas ketentuan yang juga perlu diperhatikan dalam
pendelegasian wewenang yaitu20
:
a. tugas yang tepat harus diberikan kepada orang yang tepat pula, sesuai
dengan kapasitas/kompetensi yang ada padanya, dan Tugas yang tepat
yang akan didelegasikan harus sepadan dengan wewenang, hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang tepat pula.
b. Selanjutnya mempercayakan suatu tugas harus disertai perhitungan
waktu yang tepat, kondisi yang tepat dalam suatu sistem manajemen
terpadu yang baik.
c. Pendelegasian harus dilaksanakan dengan ekspektasi pragmatis yang
didukung oleh sistem pengawasan yang baik guna menciptakan
efektivitas dan efisiensi kerja serta produksi yang tinggi.
d. Pemimpin sebagai pemberi tugas harus secara konsisten memberikan
dukungan penuh "backing" kepada setiap bawahan yang menerima
pendelegasian tugas darinya.
Di samping prinsip pendelegasian di atas dalam pendelegasian
seorang pemimpin juga harus memahami dan memperhatikan bahwa
pendelegasian akan berfungsi secara efektif apabila pemimpin memahami
dan mengambil sikap yang tepat terhadap pendelegasian itu. Begitu juga
20
Malyu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
29
Pemimpin tertinggi dan yang setingkat di atas setiap bawahan bertanggung
jawab penuh atas tugas yang didelegasikan dengan memberi dukungan
penuh kepada bawahan dengan memenuhi apa yang dibutuhkan dalam
menjalankan tugas.
6. Proses Pendelegasian Wewenang Louis hallen mengemukakan beberapa teknik khusus untuk
melakukan delegasi yaitu :21
a. Tetapkan tujuan. Bawahan harus diberitahu maksud dan pentingnya
tugas-tugas yang didelegasikan kepada mereka.
b. Tegaskan tanggung jawab dan wewenang. Bawahan harus diberikan
informasi dengan jelas tentang apa yang harus mereka
pertanggungjawabkan dan bagian sumberdaya-sumberdaya organisasi
mana yang ditempatkan dibawah wewenangnya
c. Berikan motivasi kepada bawahan. Manajer dapat memberikan
dorogan kepada bawahan melalui perhatian pada kebutuhan dan tujuan
mereka yang sensitif .
d. Meminta penyelesaian kerja. Manajer memberikan pedoman bantuan
dan informasi kepada bawahan, sedangkan para bawahan harus
melaksanakan pekerjaan sesungguhnya yang telah didelegasikan.
e. Berikan latihan. Manajer memberikan pedoman bantuan dan informasi
kepada bawahan untuk mengembangkan pelaksanaan kerjanya
f. Adakan pengawasan yang memadai.
Dalam proses pendelegasian wewenang terdapat cara
pendelegasian wewenang yang dapat dilakukan yaitu:22
a. Cara bijaksana, yaitu sikap bertanggung jawab penuh dari pemimpin
dan bawahan. Pemimpin melaksanakan pendelegasian serta memberi
dukungan, sementara bawahan siap serta taat kepada pemimpin dalam
melaksanakan tugas/tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.
b. Cara konsistensi, yaitu sikap pasti yang terus-menerus dipertahankan
oleh pemimpin dan bawahan, antara lain:
1) tetap (tidak berubah) berdasarkan ketentuan kerja organisasi yang
berlaku.
2) teratur (berdasarkan sasaran/kecepatan/ketertiban yang diminta)
sesuai dengan sistem manajemen organisasi yang ada.
3) terus-menerus (mencegah/mengatasi hambatan dengan bekerja
secara tetap) yaitu sesuai dengan tuntutan kerja dan batas waktu
yang telah ditetapkan.
4) Efektif dan efisien, yaitu memperhitungkan faktor kualitas dan
kuantitas kerja.
5) Pragmatis dan produktif, yaitu berorientasi kepada hasil atau
produksi tinggi, sesuai dengan perencanaan.
Selain itu dalam proses pendelegasian terdapat kegiatan yang
terjadi ketika delegasi dilakukan, yaitu:23
a. Pendelegasi menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada
bawahan.
21
Louis A Allen, Op. Cit. h.72-73 22
Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), (Jakarta: PT Indeks, 2007), h. 60 23
Hani Handoko, Op. Cit, h. 224
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
30
b. Pendelegasi melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai
tujuan atau tugas.
c. Penerimaan delegasi, baik inklusif atau eksklusif, menimbulkan
kewajiban atau tanggung jawab.
d. Pendelegasi menerima pertanggung jawaban bawahan untuk hasil-hasil
yang dicapai.
7. Pola Pendelegasian Wewenang
Pola pendelegasian yang membawa hasil memiliki ciri-ciri khusus
yang harus dipahami oleh setiap orang. Ciri-ciri khusus tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.24
a. Pendelegasian yang menghasilkan bukanlah pendelegasian
pesuruh/babu "Jalankan ini, jalankan itu, lakukan ini, lakukan itu, dsb."
Pendelegasian yang sebenarnya tidak berfokus pada prosedur- prosedur
dan cara-cara yang digunakan, tetapi terarah kepada upaya pencapaian
sasaran/target dan hasil-hasilnya. Prosedur dapat ditetapkan dalam
polis/suatu ketentuan, tetapi cara/metode harus dicari sendiri dan
dikembangkan oleh setiap pekerja.
b. Pendelegasian yang menghasilkan adalah pendelegasian penata
layanan, yaitu pendelegasian yang berwawasan serta bertujuan
melayani. Aspek-aspek pendelegasian ini dikemukakan di bawah ini.
c. Fokus pendelegasian adalah hasil kerja yang diharapkan tercapai,
dalam upaya menggapai sasaran/tujuan akhir dari organisasi.
d. Pendelegasian dilaksanakan dengan sikap hormat yang didasarkan atas
penghargaan dan kesadaran terhadap diri sendiri sebagai sesuatu yang
"berharga", serta memerhatikan harga diri dan kehendak bebas orang
lain, di mana setiap pekerja dipandang sebagai subjek, dan bukan
objek kerja.
Pendelegasian yang menghasilkan melibatkan harapan-harapan
yang meliputi bidang berikut:25
a. Menekankan pada tercapainya hasil-hasil yang didambakan atau
diinginkan pada waktu depan yang telah ditentukan "desired results".
b. Pendelegasian menyatakan dengan tegas tentang apa yang harus
dicapai, bukan bagaimana mencapainya, di mana fokus utama
diarahkan kepada hasil produksi.
c. Pendelegasian memberikan tugas, wewenang, hak, tanggung jawab,
kewajiban membuat/memberi laporan pada awal tugas, dalam tugas,
dan akhir tugas untuk diketahui dan dievaluasi oleh pemimpin.
d. Pelaksanaannya dilandasi pedoman/petunjuk "guidelines" yang jelas,
baik bagi tugas maupun pelaksana tugas. Artinya pendelegasian
menyatakan pedoman-pedoman, larangan-larangan, dan batas-batas
dimana seseorang harus bekerja/melakukan kewajibannya. Hal ini
menolong setiap orang untuk bekerja dengan baik/patut.
e. Melibatkan sumber-sumber daya "resources" yang pasti.
Pendelegasian menyatakan (disertai dengan pernyataan) akan adanya
sumber-sumber daya, antara lain sumber daya manusia, keuangan,
24
Yakob Tomatala, Kepemimpinan yang Dinamis (Malang : Gandum Mas, 1997), h. 195 25
Ibid, h 197
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
31
teknis, atau organisasi yang dapat dipakai seseorang untuk
menyelesaikan tugas yang didelegasikan kepadanya.
f. Dinyatakan dengan adanya tanggung jawab dan pertanggungjawaban
"responsibility" dan "accountability". Pendelegasian menyatakan
patokan yang akan digunakan untuk menilai hasil/prestasi akhir, yang
diwujudkan dengan adanya tanggung jawab dan pertanggungjawaban
kerja yang dapat dilakukan dengan membuat/memberi pelaporan pada
awal tugas, dalam tugas, dan akhir tugas untuk diketahui dan
dievaluasi oleh pemimpin.
g. Mempertimbangkan risiko-risiko yang akan terjadi atau ditindaki
"consequences". Pendelegasian dapat menyatakan akibat-akibat yang
akan terjadi, yang baik maupun yang tidak baik, sebagai hasil dari
suatu pekerjaan atau tugas yang didelegasikan. Akibat-akibat ini dapat
diukur melalui evaluasi/pengkajian yang dilakukan dengan meneliti
deskripsi tugas dan hasil kerja atau produk yang telah dilakukan atau
dihasilkan. Dengan menanyakan apakah semuanya ini telah dilakukan
dengan baik dan sesuai dengan rencana, ketentuan dan prosedur,
ataukah malah sebaliknya.
8. Hambatan Dalam Pendelegasian Wewenang
Beberapa sikap pemimpin yang menimbulkan hambatan dalam
pendelegasian wewenang :26
a. Pemimpin sering tidak mendelegasikan tugas karena berbagai alasan,
yaitu pemimpin tidak tahu atau takut, dan mempertahankan status quo,
serta tidak memercayai orang lain/mencurigai orang lain.
b. Pemimpin sering mendelegasikan semua tugas karena pemimpin tidak
tahu ataupun ingin membebaskan diri/meringankan diri dari
kewajibannya.
c. Pemimpin sering mendelegasikan sedikit tugas karena pemimpin takut
atau sangat hati-hati, atau kurang/tidak percaya.
Masalah-masalah yang timbul dalam pendelegasian yang menjadi
penghambat diantaranya:27
a. Tugas yang didelegasikan terlampau banyak, atau terlalu sedikit, yang
dalam kenyataannya tidak sesuai dengan kapasitas bawahan.
b. Tidak ada pelatihan bagi tugas, baik pelatihan tugas, atau latihan di
dalam tugas "in-service training".
c. Informasi yang kabur. Yang bersumber dari pemimpin yang "kurang
jelas" dalam berkomunikasi dengan para bawahan, atau gengsi dari
bawahan, yang walaupun tidak memahami suatu informasi, tetapi malu
untuk bertanya.
d. Komando dari atas yang datang dari dua sumber yang berbeda. Ini
menciptakan kebingungan bagi dan di antara para bawahan yang
dihadapkan dengan pertanyaan, "perintah yang mana yang harus
dituruti?"
e. Bawahan tidak mengerti nilai dari tugas yang diinformasikan. Apakah
tugas tersebut sangat mendesak karena bernilai primer atau dapat
ditunda karena sifatnya yang kurang penting, dsb.
26
Roderik Martin, Op.Cit, h. 55 27
Yakob Tomatala, Op.Cit. h.199
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
32
f. Harapan pemimpin yang berlebihan, tanpa mengetahui dengan jelas
akan kemampuan para bawahannya dengan pasti.
g. Motivasi dan harapan para bawahan yang bersifat kompleks terhadap
pemimpin, tugas, imbalan, situasi/kondisi, dsb.
Setiap pemimpin yang baik perlu memahami serta menerapkan
pendelegasian dengan penuh tanggung jawab apabila ia menghendaki
keberhasilan dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang baik akan
memahami bahwa ia hanya dapat bekerja dengan baik apabila ia dapat
bekerja bersama dan bekerja melalui orang lain (para bawahan). Untuk
mewujudkan kerja sama ini, pemimpin dapat mewujudkannya melalui
pendelegasian, dimana pendelegasian dapat dilakukannya berdasarkan
patokan yang telah disinggung di depan.
9. Solusi Dari Hambatan Pendelegasian Wewenang
Solusi yang dapat di kemukakan dalam menghadapi hambatan
pendelegasian wewenang adalah 28
:
a. Proporsionalnya tugas yang diberikan kepada bawahan dan
menyesuaikan tugas dengan kemampuan bawahan
b. Memperjelas tugas yang akan didelegasikan
c. Dilakukan pelatihan bagi bawahan yang belum mengerti akan tugas
dan wewenang yang didelegasikan, atau latihan untuk penunjang
keberhasilan tugas yang didelegasikan.
d. Adanya instruksi yang berfokus pada satu atasan.
e. Welcome dengan keadaan dan kekurangan yang dimiliki bawahan, dan
senstiasa bawahan terus belajar dan mematuhi atasan selama tidak
keluar dari ketentuan yang sudah ditetapkan.
Selain itu untuk menghindari hambatan yang akan terjadi dalam
pendelegasian wewenang maka tugas pimpinan dapat digambarkan secara
global sebagai berikut: 29
a. Menjaga agar segala program lembaga pendidikan Islam berjalan
sedamai mungkin (as peaceful as possible)
b. Menangani konflik atau menghindarinya
c. Memulihkan kerjasama
d. Membina para staf dan murid
e. Mengembangkan organisasi pendidikan
f. Mengimplementasi ide-ide pendidikan.
10. Manfaat Dan Tujuan Pendelegasian Wewenang
Dalam sebuah organisasi pendelegasian wewenang dilakukan
secara vertikal melalui garis terpendek dari seorang atasan kepada
bawahannya. Pelaporan tanggung jawab dari bawahan kepada atasannya
juga dilakukan melalui garis vertikal terpendek. Perintahan-perintah hanya
diberikan seorang atasan saja dan pelaporan tanggung jawab hanya kepada
atasan bersangkutan.
Pendelegegasi wewenang merupakan suatu faktor yang penting di
dalam manajemen dikarenakan: (a) menetapkan hubungan organisatoris
28
Yakob Tomatala, Op.Cit. h.199 29
Wohjosumidjo, Kepimpinan Kepala Madrasah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada),
cetakan ke3, h. 83.
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
33
formal diantara anggota-anggota badan usaha, (b) memberikan kekuasaan
manajerial agar mereka mampu bertindak apabila keadaan memaksa dan
(c) mengembangkan bawahan dengan cara memberi izin kepada mereka
untuk mengambil keputusan dan menerapkan pengetahuan yang mereka
peroleh.30
Manfaat dan tujuan pendelegasian wewenang sebagai berikut:31
a. Memungkinkan atasan dapat mencapai lebih dari pada mereka
menangani setiap tugas sendiri.
b. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien.
c. Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih
diprioritaskan.
d. Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat
pembelajaran dari kesalahan.
e. Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan
dalam pembuatan keputusan.
Pada dasarnya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
didasarkan pada tujuan sebagai berikut:32
a. Agar organisasi dapat menggunakan sumber dayanya secara efisien,
tanggung jawab atas tugas yang detail yang dilimpahkan kepada
hierarki organisasi yang paling bawah yang mempunyai kemampuan
dan informasi yang cukup untuk pelaksanaan tugas tersebut yang
secara kompeten. Dampak yang diharapkan atas konsep ini adalah agar
setiap individu dalam organisasi dapat melaksanakan tugas secara
efektif.
b. Agar delegasi wewenang dan tanggung jawab berlangsung secara
efektif, para anggota organisasi harus eksistensi mereka dalam suatu
rantai komando. Prinsip ini mempertegas bahwa dalam suatu
organisasi harus terdapat suatu garis wewenang dan tanggung jawab
yang jelas.
c. Agar delegasi wewenang dan tanggung jawab itu berlangsung efektif,
setiap anggota organisasi melaporkan hanya kepada satu atasan.
11. Hal-Hal Yang Harus Dimiliki Oleh Seorang Delegator
Agar wewenang yang dimiliki oleh seseorang dapat di taati oleh
bawahan maka diperlukan adannya: 33
a. Kekuasaan Paksaan (Coersive Power)
Kekuasaan yang dengan paksaan pada dasarnya merupakan
usaha atasan terhadap bawahannya untuk melaksanakan usaha
menyelesaikan pekerjaan. Mereka akan dihukum dan dibuat frustasi
apabila tidak meyelesaikan pekerjaanya. Sebagai contoh,
diiliustrasikan bahwa karayawan suatu perusahaan akan merasa takut
dan bersalah apabila terlambat masuk bekerja, jika ketentuan aturan
tentang disiplin kerja menyatakan demikian, maka setiap karyawan
yang datang terlambat tidak akan dibayar uang makan dan pengganti
30
George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 101 31
Thomas Gordon, Kepemimpinan yang Efektif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
1994), h. 66 32
The Liang Gie, Administrasi Perkantoran Modern, (Yogyakarta: Liberty, 2000), h. 12. 33
Yakob Tomatala, Op.Cit. h. 205
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
34
biaya transpor. Setiap kali datang bekerja, karyawan yang datang
terlambat akan ketakutan apabila melihat bagian personalia beridiri di
depan pencatat absen, dengan demikian, selanjutnya karyawan tersebut
akan berusaha hadir ditempat kerja tepat waktu dan tidak terlambat,
akibat paksaan oleh aturan dan disiplin tersebut.
Secara positif kekuasaan paksaan ini dapat dipergunakan pada
kondisi dimana karyawan belum memiliki tingkat kognisi yang
memadai. Apabila kognisi karyawan semakin baik peningkatannya,
maka efeksi atau perasaan sudah dapat mempertimbangkan sikap yang
akan menjadi gambaran perilakunya, kondisi ini dapat dilakukan
apabila menjadi program pendidikan dan pelatihan.
b. Kekuasaan Imbalan (Reward Power)
Kekuasaan yang terbentuk karena pemberian imbalan
merupakan dasar bagi bawahan yang mempengaruhi kapasitas kerja
mereka sesuai dengan besarnya imbalan yang diterima. Imbalan dapat
membuat kepuasaan bawahan untuk beberapa pemenuhan
kebutuhannya. Sebagai contoh, seseorang pekerja digaji sebesar lima
ratus ribu rupiah untuk memproduksi 1000 unit barang, ternyata dapat
dilakukan dengan baik. Kemudian pekerja tersebut dijanjikan
tambahan insentif sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah lagi, tetapi
harus dapat menambah produksi sebesar 750 unit lagi barang, dan
ternyata masih dapat terselesaikan dengan baik. Pada akhirnya,
pekerja dijanjikan tambahan sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah
lagi untuk tambahan produksi barang sebesar 750 unit barang, terakhir
ini masih masih dapat dipenuhinya, tetapi sudah dengan daya yang
paling maksimal. Apabila ditotal dengan imblan sebesar satu juta
rupiah dapat memproduksi 2500 unit barang, sedang apabila hanya
dibayar lima ratus ribu rupiah dia hanya dapat memproduksi 1000 unit
barang saja, tetapi belum dalam kondisi kapasitas yang maksimal.
Dengan demikian, kekuasaan dengan imbalan dapat
mempengaruhi orang untuk mengikuti perintah atasannya, apabila
dapat imbalan meningkat, maka kekuasaan yang dimiliki atasan
kadarnya lebih kuat dan sangat berpengaruh sebagai akibat dimana
peningkatan imblan ini dapat membuat tingkat kepuasan meningkat
untuk sementara. Pengaruh dari kekuasaan berdasrakan paksaan dan
pemberian imbalan memiliki landasan berdasarkan proses yang
dipengaruhinya. Maksudnya, bahwa kekuasaan tersebut dapat
terbentuk apabila mempunyai tingkat kebutuhan yang dapat
mempengaruhi tuntutan pekerja, sehingga pengakuan atas kekuasaan
karena paksaan dan imbalan dapat terjadi. Semakin tinggi paksaan
yang dilakukan, maka kuantitas dan kualitas imbalan juga akan
semakin besar. Sebaliknya, apabila unsure paksaan tidak terlalu kuat,
biasanya akan diikuti imbalan yang tidak terlalu menjanjikan.
c. Kekuasaan Dilegitimasi (Legitimate Power)
Seorang prajurit akan merespons posisi komandan karena
pangkatnya lebih tinggi. Artinya seorang pemimpin akan didengarkan
jika memiliki kekuasaan yang sudah legal dalam bentuk jabatan yang
lebih tinggi.
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
35
d. Kekuasaan Referensi
Pengaruh yang didasari atas rekomendasi dari kepercayaan
yang tersembunyi didalam diri seorang pemimpin yang disebut sebagai
“Kharisma” Sebagai contoh, Rasulullah Muhammad SAW merupakan
pemimpin yang kharismatik yang diakui umat manusia.
Kepemimpinan terbentuk karena bentuk kepribadian yang
ditampilkannya dapat memberi gambaran pada umat manusia tentang
pemenuhan pengharapan manusia.
e. Kekuasaan Keahlian (Expert Power)
Kepercayaan dari pengikut dapat terjadi sebagai akibat dari
pengaruh strategi kepemimpinan untuk menciptakan popularitas, yang
kemudian menjelma menjadi kepercayaan yang sangat kuat bagi
anggotanya, serta kemampuannya untuk meyakinkan atasannya dengan
keahlian kepemimpinannya.
Ketika manajer dipengaruhi atasannya langsung maka :
pertama; apabila dia dapat bergabung dengan konsep atasannya
tersebut, antara lain mengikuti terus kemauan atasannya, dia akan
menjadi sangat popular dihadapan atasannya itu. Kedua; apabila
manajer hanya bersikap ramah, tetapi tidak secara penuh merespons
konsep atasannya, dia masih popular, tetapi kepopulerannya tidak
sekuat kondisi pertama tadi. Ketiga; apabila manajer mulai
mengadakan posisi tawar menawar dengan atasannya, dia mulai tidak
popular lagi dihadapan atasannya. Keempat; apabila sikap manajer
mulai tegas dengan pendiriannya, untuk menilai konsep atasannya,
maka dia semakin tidak popular lagi dihadapan atasannya. Terakhir;
manajer bertindak dengan kewenangan penuh sesuai uraian tugas dan
tanggung jawabnya (job describition).
f. Kekuasaan Perwakilan (Representative Power)
Kekuasaan perwakilan (representative power) merupakan
kekuasaan yang diperoleh karena pemegang kekuasaan tersebut
dipercaya kelompok sebagai delegasi untuk menyelesaikan tuntutan
dan harapan anggotanya. Pendelegasian kekuasaan kepada pimpinan
dimungkinkan sepanjang bawahan mengetahui batas kemampuan
pimpinan yang dilegitimasi tersebut. Sebaliknya, apabila bawahan
sudah mengetahui kemampuan dari pimpinan itu tidak layak untuk
menerima delegasi kekuasaan, maka kelompok atau pengikut akan
menarik kepercayaannya dan tidak lagi mengakui kekuasaan pemimpin
itu.34
B. Perspektif Islam Tentang Wewenang Dan Pendelegasiannya
Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerjasama dalam struktur
dan kordinasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi ideal adalah
sebuah birokrasi yang aktivitas dan tujuan dipikirkan secara rasional serta
pembagian tugas dan wewenang dinyatakan dengan jelas.
Pendelegasian wewenang yang merupakan pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab kepada seorang bawahan untuk menyelesaikan aktivitas
tertentu menjadi kunci berkembangnya sebuah organisasi. Jika dikaitkan
34
http://ruslijacub.wordpress.com/2010/06/04/pengertian-delegasi-dan-kekuasaan-by-
rusli-jacub/ akses tgl 17 Oktober 2017
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
36
dengan Islam Dalam perspektif Islam wewenang adalah kekuatan untuk
mengambil keputusan,35
dan membahas wewenang harus diiringi dengan
adanya tanggung jawab, Wewenang dan tanggung jawab memiliki kaitan erat
dan menyatakan prinsip bahwa keduanya harus berjalan seiring dan tidak bisa
dipisahkan, ketika wewenang sudah didelegasikan maka disana ada tanggung
jawab yang harus ditunaikan, begitu juga ketika manusia sudah diberi tugas
dan wewenang untuk menjadi khalifah dimuka bumi maka manusia harus
mampu memposisikan dirinya di hadapan Allah dan kehidupan sosialnya.
Secara universal, manusia adalah makhluk Allah yang memiliki
potensi yang mulia. Manusia mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan
dan mengembankan titah-titah amanatNya serta memperoleh kasih sayangNya
yang sempurna.36
Sebagai wujud kesempurnaannya, manusia diciptakan oleh
Allah setidaknya memiliki dua tugas dan tanggung jawab besar. Pertama,
sebagai seorang hamba yang berkewajiban untuk memperbanyak ibadah
kepada Nya sebagai bentuk tanggung jawab 'ubudiyyah terhadap Allah yang
telah menciptakan. Kedua, sebagai khalifah yang memiliki jabatan ilahiyah
sebagai pengganti Allah dalam mengurus seluruh alam. Dengan kata lain,
manusia sebagai khalifah berkewajiban untuk menciptakan kedamaian,
melakukan perbaikan, dan tidak membuat kerusakan, baik untuk dirinya
maupun untuk makhluk yang lain.37
Menurut Dawam Raharjo dalam bukunya Ensiklopedi Al-Quran, kata
khalifah yang cukup dikenal di Indonesia mengandung makna ganda. Di satu
pihak, khalifah dimengerti sebagai kepala negara dalam pemerintahan seperti
kerajaan Islam di masa lalu, dan di lain pihak pula pengertian khalifah sebagai
„wakil tuhan” di muka bumi38
. Yang dimaksud dengan “wakil tuhan” menurut
M. Dawam Raharjo bisa mempunyai dua pengertian; Pertama yang
diwujudkan dalam jabatan pemerintahan seperti kepala negara, kedua, dalam
pengertian fungsi manusia itu sendiri di muka bumi.39
Dasar yang dipakai manusia ketika bersedia menerima wewenang
adalah karena ia diberi kemampuan atau potensi oleh Allah yang
memungkinkan mampu mengemban wewenang itu. Potensi yang dimaksud
bukan saja potensi untuk dapat menunaikan wewenang tersebut, tetapi potensi
yang dapat menunaikan wewenang dengan baik dan bertanggung jawab.40
Dalam salah satu ayat Al-Quran, kemampuan manusia mendelegasikan
wewenangnya juga diisyaratkan Allah dalam firmannya surah At-Tahrim ayat
6:
35
Mochtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta:
Bhatara, 1996), h. 68 36
Rachmat Ramadhana al-Banjari, Prophetic Leadership, (Yogyakarta: DIVA Press,
2008), h. 21. 37
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Pramada Media, 2003 h, 15 38
M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Islam, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep
Kunci, (Jakarta: Paramadina, 2002), cet. II, h. 346 39
M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), cet. I, Vol. 11, h. 336. 40
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), cet. I, juz XXII, h. 112.
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
37
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.
Dari ayat Al-Quran ini tergambar jelas sebuah wewenang dan
tanggung jawab skala kecil, yaitu seorang kepala rumah tangga selaku
manager terhadap keluarganya menjaga keluarganya agar terhindar dari hal-
hal yang dilarang oleh Allah SWT. Kepala rumah tangga diberikan
wewenang untuk mengatur keluarga agar tidak masuk kedalam api neraka.
Skala kecil seperti inilah yang akan memunculkan skala yang lebih besar
dalam menjalankan manajemen.
Selain itu Islam juga menjelaskan bahwa wewenang dan tanggung
jawab merupakan amanat ketuhanan yang sungguh besar dan berat dimana
semua yang ada di langit dan di bumi menolak amanat yang sebelumnya telah
Allah SWT tawarkan kepada makhluknya selain manusia. Akan tetapi,
manusia berani menerima amanat tersebut, padahal manusia memiliki potensi
untuk mengingkarinya seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat
72.
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat
itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh"(Al-
Ahzab: 72).
Ibn 'Abbas sebagaimana dikutip oleh Ibn Kasir dalam
tafsirnya41
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan amanat pada ayat di
atas adalah ketaatan dan penghambaan atau ketekunan beribadah. Ada juga
yang memaknai kata amanat sebagai al-taklif atau pembebanan, karena
orang yang tidak sanggup memenuhinya berarti membuat utang atas dirinya.
Adapun orang yang melaksanakannya akan memperoleh kemuliaan.
Menurut Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar mengutip pendapat al-
Qurtubi, amanat yang ditugaskan Allah kepada manusia sungguh berat,
sebagaimana bukti penolakan langit dan bumi serta gunung-gunung ketika
ditawarkan untuk memikulnya dan mengemban amanat tersebut.42
Penawaran dan penolakan amanat tersebut dipahami oleh banyak ulama
dalam arti kiasan atau majaz. Namun ada juga yang memahami dalam arti
41
'Imad al-Din Abu al-Fida' Isma'il ibn Kasir al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur'an al-Azim,
(Kairo: Muassasah Qurtubah, 2000), Jil. XI, h. 25 42
Hamka, Op.cit, h.115
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
38
yang sesungguhnya. Quraish Shihab menyimpulkan pendapat pertamalah
yang lebih kuat.43
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Jika amanat
telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat
bertanya; „bagaimana maksud amanat disia-siakan? „Nabi menjawab;
"Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah
kehancuran itu." (Bukhari–6015).
Hadis ini menegaskan, bahwa dalam mendelegasikan tugas dan
wewenang pemimpin harus memperhatikan kemampuan anggotanya jika
tugas dan wewenang diberikan kepada anggota yang tidak punya keahlian
dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan wewenang tersebut, maka
hasil usahanya akan mengakibatkan kehancuran. Oleh karena itu seorang
pemimpin di dalam Islam harus memahami posisinya sebagai pemimpin
yaitu dengan cara melaksanakan amanat yang dimiliki atau diberikan
dengan baik, serta mampu mendelegasikan wewenang kepada orang yang
memiliki kamampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai
tuntutan dan ketentuan al-Quran dan hadist.
Selain memperhatikan kemampuan anggota yang akan menerima
tugas dan wewenang, seorang pemimpin juga mengawasi dan
mengapresiasi hasil dari tugas yang diberikan. Sebagaimana pelajaran
yang berharga dari Rasulullah SAW agar pemimpin memperhatikan
orang-orang yang dipimpinnya yang memiliki kondisi berbeda-beda yang
perlu pengayoman dan pendelegasian wewenang sesuai kondisi dan
kemampuan anggota pada sabda beliau, yang artinya "Apabila salah
seorang di antara kalian menjadi imam, hendaklah ia meringankan
shalatnya. Karena di antara manusia itu ada yang lemah, ada yang sakit,
dan adapula yang tua. Apabila kalian shalat sendiri, hendaklah ia shalat
menurut yang ia kehendaki".
Begitu juga dengan sahabat rasulullah yaitu umar bin khatab.
Umar bin Khatab dalam hal wewenang, sangat tegas, hal ini seperti cerita
pertemuan umar dengan utusan dari Azerbaijan datang ke kota Madinah.
Seusai shalat fajar, Umar RA mengajak tamunya untuk singgah di
rumahnya. Ia berkata kepada istrinya,”Wahai Ummu Kultsum, sugguhkan
makanan yang ada. Kita kedatangan tamu jauh dari Azerbaijan.” ”Kita
tidak mempunyai makanan, kecuali roti dan garam.” jawab istri
Umar.”Tidak mengapa,” kata Umar. Akhirnya mereka berdua makan roti
dengan garam. “Walikota Azerbaijan menyuruhku menyampaikan hadiah
ini untuk Amirul Mukminin,”kata utusan Azerbaijan seusai makan,
sembari menunjukan sebuah bungkusan.”Bukalah bungkusan ini dan lihat
apa isinya!” perintah Umar RA setelah dibuka, ternyata berisi manisan.
”ini adalah manisan khusus buatan Azerbaijan,” utusan itu menjelaskan.
”Apakah semua kaum muslimin mendapatkan kiriman manisan ini?”
tanya Umar. Utusan itu tertegun atas pertanyaan Umar, kemudian
menjawab, ”Oh tidak, Baginda, manisan ini khusus untuk Amirul
Mukminin.” Mendengar jawaban itu, Umar tampak amat marah. Segera ia
memerintahkan kepada utusan Azerbaijan untuk membawa manisan
tersebut ke masjid dan membagi-bagikannya kepada fakir miskin.
43
M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)h. 99
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
39
”Barang ini haram masuk kedalam perutku, kecuali jika kaum muslimin
memakannya juga,” kata Umar dengan nada agak marah. ”Dan engkau
cepatlah kembali ke Azerbaijan, beritahukan kepada yang mengutusmu,
bahwa jika ia mengulangi ini kembali, aku akan memecat dari
jabatannya.44
Kisah diatas menggambarkan betapa kesederhanaan dan kehati-
hatian Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA tatkala menjadi khalifah.
Ia amat takut kepada Allah, sehingga matanya tidak bisa terpejam
sepanjang malam, khawatir tidak mendapatkan ampunan Allah. Di
keheningan malam saat rakyatnya tidur nyenyak, ia bangun dan
mendekatkan diri di masjid. Tidak ada pengawal yang menyertainya. Di
rumah, tak ada makanan istimewa layaknya para penguasa dan pejabat
sekarang. Istri Umar hanya memiliki roti dan garam, makanan sehari-hari
rakyat biasa. Sebagai Khalifah dan pemimpin negara, ia tidak malu
menyuguhkan makanan roti gandum kepada tamunya, sebab itulah
makanan kesehariannya.Tatkala mendapatkan hadiah khusus dari utusan
Azerbaijan, ia pun mempertanyakan, ”Apakah semua kaum muslimin
mendapatkan kiriman manisan ini?” Ini pertanyaan penting bagi Amirul
Mukminin. Jika ternyata seluruh kaum muslimin menerima hadiah
tersebut maka wajar jika ia menerima. Akan tetapi jika tidak, maka tidak
layak bagi dirinya menerima hadiah tersebut.
Cerita ini juga menjelaskan bahwa begitu besar tanggung jawab
umar bin khatab ketika sudah didelegasikan wewenang khalifah
kepadanya, dengan demikian jelaslah bahwa wewenang dan Tanggung
jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti
berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Jika diurai lebih dalam tanggung jawab menurut kamus umum
bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya,
sehingga bertanggung jawab, berkewajiban menanggung segala sesuatu,
atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab itu
bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa
setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak
mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung
jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain.45
Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya).
Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau
buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan
pengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan
kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan,
penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Allah SWT.
44
Maryani, Wewenang Dan Tanggung Jawab Dalam Al-Qur’an Dan Hadits, Jurnal Al
Hikmah, Volume 2, Nomor 2, September 2012 45
http://kbbi.web.id/tanggung+jawab, Akses tgl 16 oktober 2017
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
40
Tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia
atau hubungan yang dibuatnya.46
Atas dasar ini, lalu dikenal beberapa
jenis tanggung jawab, yaitu:47
1. Tanggung jawab terhadap Allah SWT. Manusia diciptakan oleh Allah
SWT di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, manusia mempunyai
tanggung jawab langsung terhadap perintah Allah SWT. Sehingga
tindakan atau perbuatan manusia tidak bisa lepas dari pengawasan Allah
SWT yang dituangkan dalam kitab suci Al-Qur'an.
2. Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang
untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan
kepribadian sebagai manusia pribadi untuk bisa memecahkan masalah-
masalah kemanusian mengenai dirinya sendiri.
3. Tanggung jawab terhadap keluarga merupakan masyarakat kecil,
keluarga terdiri dari suami-istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang
lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib
bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini
menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga
merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
4. Tanggung jawab terhadap masyarakat, pada hakekatnya manusia tidak
bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya
sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia
harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan
demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya
mempunyai tanggung jawab tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah
laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat.
5. Tanggung jawab terhadap bangsa dan negara. Suatu kenyataan lagi,
bahwa setiap manusia, tiap individu adalah warga negara. Dalam
berfikir, berbuat, bertindak, bertinggah laku manusia terikat oleh norma-
norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara.
Tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Seperti
wewenang, tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara
pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab
seimbang dengan wewenang. Dengan demikian kalau terjadi sesuatu maka
seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung segala
sesuatunya.
Untuk melihat perbandingan antara wewenang dan tanggungjawab
berikut penulis gambarkan dalam bentuk tabel.
Wewenang Tanggung jawab
Definisi Wewenang adalah kekuatan
untuk member perintah,
membuat keputusan dan
Tanggung jawab adalah fakta
memiliki tugas untuk berurusan
dengan sesuatu atau memiliki
46
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), h.73 47
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Pramada Media, 2003), h. 69
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
41
menegakkan kepatuhan kendali atas seseorang
Pada dasarnya Kekuatan Tugas
Fungsi utama 1. Perintah
2. Perintah memainkan
peran
1. Tugas
2. Ketaatan memainkan peran
Durasi waktu Jangka waktu lebih lama
dibandingkan tanggung jawab
Tanggung jawab akan selesai
dengan selesainya tugas
sehingga memiliki waktu yang
lebih singkat
Arah Mengalir kebawah Mengalir kearas
Delegasi Dapat didelegasikan kepada
bawahan
Tidak dapat didelegasikan
Contoh Hak manajer untuk perintah
bawahan
Kewajiban bawahan untuk
menyelesaikan pekerjaan yang
ditugaskan
C. Wewenang Dan Pendelegasiannya Dalam Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan sesuatu yang niscaya dalam kehidupan
manusia. Demikian pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia,
sehingga pendidikan saat ini menjadi “barang” yang mahal. Pendidikan telah
disadari secara benar sebagai wewenang dan tanggung jawab untuk
memanusiakan manusia. Mansour Fakih secara tegas berpandangan, setiap
kegiatan politik, ekonomi, maupun social yang bertujuan untuk menghalangi,
ataupun akan menyebabkan anggota masyarakat tidak mendapat pendidikan,
maka hal ini bisa di kategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.48
Pendidikan dituntut untuk bisa menghasilkan kualitas sumber daya
manusia yang handal dan mumpuni. Sumber daya manusia tersebut juga harus
memiliki nilai-nilai universal yang akan mendukung efektivitas interaksi di
arena global village. Pendidikan khususnya Pendidikan Islam seharusnya
segera mengantisipasi perkembangan ini dengan merumuskan nilai-nilai
universal Islam yang dikenal dengan nilai-nilai Rahmatan lil ‘Alamin49
Pengembangan nilai-nilai Islam dalam dunia pendidikan bisa dimulai
melalui lembaga pendidikan, yang dikepalai oleh seorang pemimpin.
Kepemimpinan pendidikan merupakan satu kemampuan dan proses
mempengaruhi, mengkordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada
hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan
48
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Pendidikan. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008.), h. 35 49
Prastyawan, Implementasi Manajemen Layanan Dalam Pendidikan Islam, Jurnal Al
Hikmah Jurnal Studi Keislaman, Volume 5, Nomor 1, Maret 2015, h. 196
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
42
pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat
lebih efisien dan efektif didalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan
pengajaran.50
Dalam pengertian ini seseorang yang ingin diakui sebagai pemimpin
harus memiliki kelebihan dalam beberapa fungsi yang dieksplisitkan diatas
yakni: mempengaruhi, membimbing sampai pada kemampuan mengelola
orang lain. Kalau tidak dapat menjalankan semua fungsi ini, praktis ia tidak
dapat diterima oleh kelompok sebagai pemimpin yang fungsional. Demikian
pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu
organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang
dialami sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki
oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin organisasi itu51
Berdasarkan hal di atas Hari Sudrajad mengemukakan bahwa
wewenang dan tanggung jawab sebagai pemimpin lembaga pendidikan
adalah:52
1. Perencanaan lembaga pendidikan dalam arti menetapkan arah lembaga
pendidikan sebagai lembaga pendidikan dengan merumuskan visi, misi,
tujuan, dan strategi pencapaian.
2. Mengorganisasikan lembaga pendidikan dalam arti membuat struktur
organiasasi (stucturing), menetapkan staff (staffing) dan menetapkan tugas
dan fungsi masing-masing staff (functionalizing)
3. Mengawasi dalam arti melakukan supervisi, mengendalikan, dan
membimbing semua staf dan warga lembaga pendidikan.
4. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan untuk dijadikan dasar
peningkatan dan pertumbuhan kualitas, serta melakukan problem solving
baik secara analitis sistematis maupun pemecahan masalah secara kreatif,
dan menghindarkan serta menanggulangi konflik.
Pada dasarnya tugas pemimpin lembaga pendidikan sangat luas dan
kompleks. Rutinitas pemimpin lembaga pendidikan menyangkut serangkaian
pertemuan interpersonal secara berkelanjutan dengan murid/mahasiswa,
guru/dosen dan orang tua, atasan dan pihak-pihak terkait lainnya.
Secara umum pemimpin lembaga pendidikan setidaknya mengacu
kepada empat hal pokok yang dimiliki, yaitu; (a) sifat dan keterampilan
kepemimpinan, (b) kemampuan pemecahan masalah, (c) keterampilan sosial,
dan (d) pengetahuan dan kompetensi profesional.
Pimpinan lembaga pendidikan khususnya lembaga Islam merupakan
faktor penggerak, penentu arah kebijakan lembaga yang akan menentukan
bagaimana tujuan lembaga dan pendidikan pada umumnya. Pemimpin dituntut
senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Melihat penting dan strategisnya
posisi pemimpin lembaga pendidikan Islam dalam mewujudkan tujuan
lembaga, maka seharusnya pemimpin harus mempunyai nilai kemampuan
relasi yang baik dengan segenap warga di lembaganya, sehingga tujuan
lembaga dan tujuan pendidikan berhasil dengan optimal. Ibarat nahkoda yang
50
Hendayat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.
(Jakarta: Bina Aksara, 1984), h. 4. 51
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), h 36. 52
Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah, (Bandung: Cipta
Cekas Grafika, 2004), h. 112.
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
43
menjalankan sebuah kapal mengarungi samudra, pimpinan lembaga mengatur
segala sesuatu yang ada di lembaganya.
Sebagai gambaran kepemimpinan dimana pada awal khalifah Islam,
tanggung jawab kepemimpinan ditunjukan kepada Umar bin Khatab setelah
Abu Bakar. Banyak hal mengenai tanggung jawab kepemimpinan yang sudah
dicontohkan oleh beliau. Pernah Umar memakai baju bulu domba yang
sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau
adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi
pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, ”Umar bin
Khattab berkata, ”Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai
Eufrat, maka Umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah
SWT.”
Umar dalam tanggung jawab sebagai khalifah pemimpin umat
beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Beliau
berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh kaum
muslimin kenyang memakannya. Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin
Khattab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam
mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam
serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang
pengelolaan kekayaan negara.53
Oleh karena itu hendaklah pimpinan lembaga pendidikan Islam
seyogyanya menauladani bagaimana tanggung jawab kepemimpinan Umar,
mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam menjalankan aktifitas, menjaga
hubungan baik dengan semua anggota dan elemen yang mendukung lembaga
tersebut, serta bersikap arif , adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
Seorang pemimpin pada satu lembaga pendidikan Islam merupakan
pribadi yang bekerja dalam sistem dan sistem itu melibatkan sangat banyak
peran manusia untuk menjalankannya. Pribadi-pribadi lain yang diposisikan
sebagai bawahannya tidak boleh dikesampingkan karena mereka memberikan
kontribusi peran beragam terhadap tercapainya tujuan lembaga yang
dipimpinnya. Mungkin, ada beberapa bawahan yang menangani tugas terkait
dengan masalah keuangan. Sedangkan, beberapa bawahan lainnya harus
mengampu tanggung jawab pada bidang kesiswaan, kurikulum, sumber daya
manusia, administrasi dan umum serta bidang-bidang lainnya yang dibutuhkan
oleh lembaga pendidikan. Sepandai apa pun seorang pemimpin itu, ia tidak
dapat menjalankan peran kepemimpinannya tanpa peran serta pribadi lain
yang dibawahinya. Dengan demikian, aspek partisipatif kepemimpinan dalam
suatu lembaga pendidikan sudah seharusnya menjadi masalah yang senantiasa
diperhatikan serius dan dikelola dengan baik.
Para bawahannya (guru dan staff TU) bisa memberikan kontribusi bagi
lembaga pendidikan Islam ketika kemampuan yang dimiliki didayagunakan
melalui pendelegasian wewenang yang dilakukan oleh pemimpin (kepala
sekolah). Dalam hal ini, kepala sekolah mendelegasikan wewenang pada
seorang bawahan (misalnya saja dalam bidang manajemen peserta didik)
karena ia telah yakin sebelumnya bahwa bawahannya tersebut memang
mempunyai kemampuan dalam bidang itu. Melalui pendelegasian wewenang,
53
Prastyawan, Op.Cit, h. 199
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
44
para bawahannya memiliki kesempatan untuk belajar sambil berbuat (learning
by doing) guna menambah kemampuannya sehingga pada saat ia diserahi
mengampu tanggung jawab lebih tinggi, kesiapan mental telah mereka punyai.
Kepemimpinan yang efektif yaitu harus mampu memberdayakan
bawahan untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan
produktif juga dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan.54
Selain itu, kontribusi peran para bawahan kepada
lembaga pendidikan Islam juga dapat diberikan ketika mereka diberdayakan.
Bila para guru dan karyawan berdaya, maka potensi diri mereka bisa
dioptimalkan dan peran yang positif dapat mereka lakukan. Karena itulah,
kepemimpinan partisipatif, pendelegasian wewenang, serta pemberdayaan
bawahan adalah tiga hal yang perlu dikaji secara serius dan diimplementasikan
dengan baik dalam suatu lembaga pendidikan Islam atau organisasi apapun
bidang kegiatan yang ditekuninya.
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk mendewasakan para
bawahannya sehingga pada saat suksesi terjadi atau ketika mereka dibebani
tanggung jawab lebih tinggi, kesiapan mental telah mereka miliki. Pada
dasarnya, pendelegasian wewenang adalah pemberian tugas atau tanggung
jawab oleh seorang pemimpin kepada bawahannya. Apabila dikaitkan dengan
konsep kepemimpinan partisipatif, pendelegasian wewenang adalah suatu hal
yang menunjang, walaupun tidak identik. Secara umum, pendelegasian
wewenang dilakukan dengan memberikan tugas atau tanggung jawab baru dan
berbeda kepada bawahan.55
Dalam hal ini kita dapat mencontohkan seorang staff keuangan yang
diberi tugas untuk melakukan pemeriksaan transaksi keuangan yang terjadi di
dalam lembaga pendidikan. Ia harus memeriksa setiap transaksi yang terjadi
secara seksama. Apabila terjadi hal yang tidak sesuai dengan kondisi yang
seharusnya, ia diberi wewenang untuk melakukan perbaikan serta memberikan
semacam rekomendasi terhadapnya. Namun ia tetap harus melaporkan tentang
tindakan yang telah ia lakukan kepada kepala sekolah.
Aspek utama yang melekat pada pendelegasian wewenang adalah56
1. Besar dan ragam tanggung jawab.
2. Kebebasan yang dimiliki dan pilihan untuk melaksanakan tanggung jawab
3. Kewenangan guna melakukan tindakan dan melaksanakan keputusan tanpa
persetujuan terlebih dahulu.
4. Frekuensi pelaporan serta persyaratannya.
5. Arus informasi terkait dengan kinerja.
Aspek lain dari pendelegasian wewenang adalah sejauh mana seorang guru
dan karyawan harus meminta ijin kepada kepala sekolah terlebih dahulu sebelum
bertindak. Tingkatan pendelegasian wewenang terendah adalah bila seseorang
masih harus bertanya atau meminta persetujuan atasan bila terjadi masalah yang
dinilai diluar kebiasaan. Tingkatan yang lebih tinggi terjadi bila seorang bawahan
54
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi,
(Bandung : Rosdakarya, 2003), h. 126 55
Kartini Kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1998), h. 114. 56
Muhaimin, et. al, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah/Madrasah, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 129
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
45
diijinkan untuk menentukan apa yang harus dilakukannya tetapi harus
memperoleh persetujuan dari atasannya terlebih dahulu sebelum
melaksanakannya. Kemudian tingkatan tertinggi adalah ketika seorang bawahan
diijinkan untuk menentukan suatu keputusan serta melaksanakannya tanpa
persetujuan dari atasannya.57
Guru dan karyawan dikatakan memiliki kewenangan lebih besar terkait
dengan pelaporan adalah ia hanya perlu memberikan laporan dalam intensitas
yang tidak terlalu besar semisal laporan secara bulanan. Selain itu, laporan yang
diberikan kepada kepala sekolah hanya mendeskripsikan hasil yang dicapai tanpa
harus disertai penjelasan tentang bagaimana prosedur pencapaiannya secara detil.
Kewenangan guru atau karyawan dinilai besar dalam hal informasi atas kinerja
adalah apabila informasi rinci mengenai kinerjanya dikirimkan secara langsung
kepada guru/karyawan tersebut dan kemudian ia diberi wewenang untuk
memperbaiki masalah yang terjadi.
Beberapa manfaat yang diperoleh dari pendelegasian wewenang yang dilakukan
oleh kepala sekolah kepada guru atau karyawan yang ada di lembaga pendidikan
Islam adalah:
1. Kualitas keputusan yang diambil menjadi lebih baik bila para guru dan
karyawan memang memiliki kecakapan terhadap bidang tugasnya
dibandingkan dengan atasannya serta ia lebih memahami permasalahan karena
mempunyai lebih banyak informasi.
2. Komitmen para guru dan karyawan untuk menerapkan keputusan secara
efektif menjadi lebih tinggi bila pendelegasian wewenang itu memang benar-
benar dilaksanakan karena pertimbangan kecakapan bawahan dan bawahan
yakin dirinya mampu. Bukan karena ia hendak dijebak oleh atasannya untuk
menangani masalah yang tidak dikuasainya guna dipermalukan nantinya.
3. Bagi para guru dan karyawan, pendelegasian wewenang dapat menjadikan
pekerjaan yang dilakukannya menantang dan memiliki arti. Bagi para para
guru dan karyawan yang cakap, pekerjaan yang menantang merupakan salah
satu hal yang membuatnya betah bekerja dan membuatnya siap memikul
tanggung jawab lebih tinggi.
4. Bila kepala sekolah mendapatkan beban kerja berlebih, pendelegasian
wewenang kepada para guru dan karyawan merupakan cara untuk
menguranginya sehingga ia dapat memfokuskan perhatiannya pada pekerjaan
yang dinilai lebih penting untuk dikerjakan segera.
5. Manajemen organisasi lembaga pendidikan Islam dapat dikembangkan
menjadi lebih baik karena pendelegasian wewenang merupakan wujud upaya
penguatan kemampuan manajerial seseorang bawahan. Pada saat ia
dipromosikan menuju posisi lebih tinggi, ia telah siap untuk mengembannya
Pendelegasian wewenang yang diberikan kepada guru dan karyawan tidak
akan pernah bersifat mutlak. Kepala sekolah tetap harus memikul tanggung jawab
apabila ternyata pendelegasian wewenang tersebut tidak menciptakan keadaan
yang lebih baik. Karenanya, kepala sekolah tetap dibebani tanggung jawab untuk
melakukan pemantauan58
Karena proses pendelegasian wewenang bisa saja gagal
57
Kartini Kartono. Op.cit, h.123 58
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2004), h.125
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
46
bila guru dan Karyawan tidak cakap dalam mengampu tugas yang dibebankan
padanya.
Agar pendelegasian wewenang dapat terlaksana dengan baik dan sesuai
dengan standar kinerja yang diharapkan, kepala sekolah harus memperhatikan
beberapa pedoman yaitu:59
1. Memastikan dengan tepat apa tanggung jawab yang ingin didelegasikan agar
tanggung jawab yang ingin didelegasikan bisa dipastikan, maka beberapa
acuan dasar yang penting untuk diperhatikan adalah pendelegasian wewenang
dilakukan untuk tugas yang memang dapat dilakukan secara lebih baik oleh
bawahan.
2. Bila tujuannya adalah ingin mengurangi beban kerja berlebihan, maka tugas
yang harus segera didelegasikan adalah tugas yang harus segera diselesaikan
tetapi tidak mempunyai prioritas tinggi.
3. Pemimpin perlu mengetahui pendelegasian tugas yang relevan dengan jenjang
karier seorang bawahan.
4. Pemimpin mendelegasikan tugas yang menentang tetapi pasti dapat dilakukan
oleh bawahan.
5. Para bawahan harus dibiasakan untuk bersedia melaksanakan segala tugas
yang dibebankan padanya.
6. Menerapkan cara yang sesuai untuk mendelegasikan wewenang
D. Kesimpulan
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat diketahui pendelegasian
wewenang adalah sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal
kepada orang lain (bawahan) untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Atau
lebih rincinya disebut menyerahkan tugas, kewenangan, hak, tanggung jawab,
kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan. Pendelegasian
wewenang diperlukan agar suatu organisasi dapat menggunakan sumber
dayanya secara efisien. Seorang pimpinan perusahaan sebagai manusia biasa,
mempunyai waktu, kemampuan dan perhatian yang sangat terbatas, maka
tidaklah mungkin seorang pimpinan dapat melaksanakan tugasnya sendiri,
sungguhpun pimpinan itu harus bertanggung jawab akan pelaksanaan
tugasnya dengan sebaik mungkin.
Dalam perspektif Islam wewenang adalah kekuatan untuk mengambil
keputusan, dan membahas wewenang harus diiringi dengan adanya tanggung
jawab, Wewenang dan tanggung jawab memiliki kaitan erat dan menyatakan
prinsip bahwa keduanya harus berjalan seiring dan tidak bisa dipisahkan,
selain itu wewenang dan tanggung jawab merupakan amanat ketuhanan yang
dititipkan di dunia dan harus pegang dengan penuh ketaatan dan penghambaan
atau ketekunan dalam menjadikan wewenang sebagai beribadah, selanjutnya
mendelegasikan wewenang kepada orang yang memiliki kamampuan
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai tuntutan dan ketentuan al-
Quran dan hadist.
Dalam dunia pendidikan pendelegasian wewenang merupakn
pemberian tugas atau tanggung jawab oleh seorang pemimpin kepada
bawahannya. Pendelegasian wewenang mempunyai dampak strategis bagi
pematangan organisasi lembaga pendidikan Islam karena menjadikan para
59
Muhaimin, Op.Cit. 131
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
47
guru dan karyawan memperoleh pembelajaran untuk memikul tanggung jawab
lebih besar. Bagi guru dan karyawan, pendelegasian wewenang dapat
menjadikan pekerjaan yang dilakukannya menantang dan memiliki arti. Bila
para guru dan karyawan cakap dalam bekerja, pekerjaan yang menantang
merupakan salah satu hal yang membuatnya betah bekerja, mencintai tempat
bekerjanya dan merasa sayang untuk pindah tempat kerja, selain membuatnya
siap memikul tanggung jawab lebih tinggi guna meningkatkan profesionalitas
lembaga pendidikan Islam.
E. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Amin, Membangun Paradigma Keilmuan Interkonektif Islamic Studies
di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-Interkonektif, Cetakan: I,
Februari 2006
al-Banjari, Rachmat Ramadhana, Prophetic Leadership, Yogyakarta: DIVA Press,
2008
al-Dimasyqi, 'Imad al-Din Abu al-Fida' Isma'il ibn Kasir, Tafsir al-Qur'an al-
Azim, Kairo: Muassasah Qurtubah, 2000, Jil. XI
Allen,Louis A, Karya Manajemen, Terjemehan JMA .Tuhuteru, Cetakan Ketiga,
Jakarta : Penerbit PT. Pembangunan 1986
Effendi,Mochtar, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam,
Jakarta: Bhatara, 1996
Fatah, Nanang Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001
Fatah,Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset, 2009 cet. 10
Gie, The Liang, Administrasi Perkantoran Modern, Yogyakarta: Liberty, 2000
Gordon, Thomas, Kepemimpinan yang Efektif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
1994
Gunawan,K.Adi, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris, Surabaya;
Kartika2001
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988, cet. I, juz XXII,
Handoko, Hani, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, 2003
Hasibuan,Malayu S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2012
_________________. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Jakarta:
Bumi Aksara, 2009
http://kbbi.web.id/tanggung+jawab, Akses tgl 16 oktober 2017
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
48
http://ruslijacub.wordpress.com/2010/06/04/pengertian-delegasi-dan-kekuasaan-
by-rusli-jacub/ akses tgl 17 Oktober 2017
Ihsan,Fuad, Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008.
Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1998), h. 114.
Manullang,M, 1996, Dasar-Dasar Manaiemen, Cetakan Kelimabelas, Jakarta :
Penerbit Ghalia lndonesiah. 113
Martin,Roderik, Sosiologi Kekuasaan, ter. Herjoediono, Jakarta: Rajawali Press,
1990
Maryani, Wewenang Dan Tanggung Jawab Dalam Al-Qur’an Dan Hadits, Jurnal
Al Hikmah, Volume 2, Nomor 2, September 2012
Muhaimin, et. al, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta:Kencana Prenada
Media Group, 2010
Mulyasa,E. ,Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi,
(Bandung : Rosdakarya, 2003
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam
di Indonesia, Jakarta: Pramada Media, 2003
Nawawi, Hadari, Administrasi Pendidikan, Surabaya, CV. Haji Mas Agung, 1997
Prastyawan, Implementasi Manajemen Layanan Dalam Pendidikan Islam, Jurnal
Al Hikmah Jurnal Studi Keislaman, Volume 5, Nomor 1, Maret 2015
Purwanto, M. Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2008
Raharjo,M. Dawam, Ensiklopedi Islam, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep
Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002, cet. II
Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), Jakarta: PT Indeks, 2007
Shihab, M. Quraish, Tafsir Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
Jakarta: Lentera Hati, 2002, cet. I, Vol. 11,
Siagian,Sondang P, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara, 2006
_______________., Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1990
Soekanto,Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pres, 1990
Soetopo, Hendayat dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi
Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara, 1984.
MENATA Volume II, No. 1, Januari-Juni 2019
49
Suderadjat,Hari, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah, Bandung:
Cipta Cekas Grafika, 2004.
Terry, George R. Prinsip-prinsip Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009
Terry,George R. Prinsip-prinsip Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009
Tomatala,Yakob, Kepemimpinan yang Dinamis Malang : Gandum Mas, 1997
Wohjosumidjo, Kepimpinan Kepala Madrasah, Jakarta: Raja Grafindo Persada
cetakan ke3
Top Related