paj VOLUME 3 NOMOR 1 JANUARI-MARET 2021
Transcript of paj VOLUME 3 NOMOR 1 JANUARI-MARET 2021
43
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 3 (1), Januari-Maret 2021
PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM UPAYA MEMBERIKAN
HUKUMAN DI LUAR PENJARA PADA ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN
HUKUM
Wahyu Saefudin1, Husni Mubarok
2, Mujib
3, Sriwiyanti
4
VOLUME 3 NOMOR 1 JANUARI-MARET 2021
ABSTRAK
Pemberian rekomendasi pidana di luar penjara pada Anak Berkonflik dengan
Hukum menjadi sebuah tugas yang harus dijalankan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
Peradilan Anak, dimana pemenjaraan menjadi alternatif paling akhir. Pembimbing
kemasyarakatan bertugas melaksanakan penelitian kemasyarakatan memegang peranan
kunci melalui rekomendasi hukuman yang terdapat dalam dokumen penelitian
kemasyarakatan. Rekomendasi tersebut dalam UU SPPA menjadi bahan pertimbangan
hakim dalam pemberian putusan. Bahkan apabila hakim tidak menjadikan rekomendasi
hukuman yang dibuat pembimbing kemasyarakatan, maka putusan batal demi hukum.
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah sedalam apa peran pembimbing kemasyarakatan
berkaitan dengan pemberian hukuman di luar penjara pada ABH. Penelitian ini
menggunakan metode systematic reviews dengan memanfaatkan berbagai sumber dari
peraturan perundangan, jurnal, buku serta sumber lain yang relevan. Berdasarkan data yang
diunduh dari sistem database pemasyarakatan, keberhasilan proses diversi dan pemberian
hukuman di luar penjara dalam proses peradilan anak cukup tinggi. Sebagai buktinya kita
bisa melihat tidak adanya overcrowded pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Oleh
karena itu, kita perlu melihat bagaimana efektivitas rekomendasi yang diberikan oleh
pembimbing kemasyarakatan untuk menghindarkan anak menjalani hukuman di luar
penjara
Kаtа Kunci: Anak Berkonflik dengan Hukum; Hukuman di luar Penjara; Pembimbing
Kemasyarakatan
ABSTRACT
Providing punishment recommendations outside of prison to children in conflict with the
law is an obligation that must be carried out by the probation officer. This statement is in
System, where imprisonment is the last alternative. The Probation officer in charge of
carrying out community research plays a key role through the recommendation of
punishment contained in the social research document. This recommendation in the SPPA
Law becomes the material for consideration of judges in issuing decisions. Even if the
judge does not make the recommendation for the sentence made by the probation officer,
the verdict is null and void. The question in this research is how deep is the role of the
probation officer with regard to imprisonment for young offenders. This research uses
systematic reviews method by utilizing various sources from laws and regulations,
journals, books and other relevant sources. Based on data downloaded from the
correctional database system, the success of the diversion process and the provision of
sentences outside of prison in juvenile justice processes is quite high. As proof, we can see
that there is no overcrowded development in the Special Development Institution for
Children. Therefore, we need to see how effective the recommendations given by probation
officer are to prevent children from serving sentences outside of prison.
Kеywords: Children in Conflict with The Law; Probation Officer; Sentence Outside of
Prison
http://paj.upnjatim.ac.id/index.php/paj
DOI:
https://doi.org/10.33005/paj.v3i1.79
Submitted : 28-02-2021
Revised : 08-03-2021
Accepted : 12-03-2021
AFFILIATION:
1ASN Kementrian Hukum dan Ham
2Balai Pemasyarakatan Kelas II
Pontianak
3Politeknik Negeri Pontianak
Kalimantan Barat
4Universiti Sultan Zainal Abidin
Malaysia
Co-Responding E-mail:
e-ISSN 2685-9866
Diterbitkan oleh:
Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur
berkolaborasi dengan
Indonesia Association of Public
Administration Jawa Timur
Pernyataan tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
accordance with The Amendment Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Justice
44
Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Upaya Memberikan…
Saifudin W, Mubarok H, Mujib, & Sriwijayanti
I. PENDAHULUAN
Pidana penjara menjadi alternatif paling akhir dalam amanat UU Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Menurut Napitupulu et al., (2019) perubahan
paradigma pemenjaraan menjadi pemasyarakatan berubah setelah terbentuknya UU 12/1995
tentang Pemasyarakatan.Berkaitan dengan perubahan ini, maka hukuman tidak lagi dianggap
sebagai upaya balas dendam negara terhadap perilaku tindak pidana. Melainkan upaya untuk
kembali memasyarakatkan narapidana. Upaya ini kemudian diperkuat dengan dibentuknya
Peraturan Menteri Hukum dan HAM 31/1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan, UU 3/1997 Tentang Pengadilan Anak, dan UU 11/2012 Tentang
SPPA.
Dalam UU SPPA, disebutkan berbagai pihak yang mempunyai peran dalam upaya
menghindarkan anak dari hukuman penjara, mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan pembimbing
kemasyarakatatan. Melihat dari tugas pokok dan fungsinya berangkat dari langkah pra-
adjudikasi, adjudikasi, dan pasca-adjudikasi, keberadaan pembimbing kemasyarakatan dalam
acara peradilan anak sangat penting berkaitan dengan tujuan menghadirkan rasa adil melalui
sebuah proses musyawarah yang disebut diversi (Susanti, 2020).
Pengalihan penyelesaian perkara ABH dari proses peradilan pidana ke proses di luar
pengadilan pidana merupakan definisi diversi berdasarkan UU SPPA. Sedangkan tujuan
diversi yakni menghindarkan anak dari efek negatif yang biasanya didapatkan dari tahapan
peradilan umum (Marjoko, 2014). Efek tersebut baik dalam proses pidananya maupun stigma
yang akan disebabkan setelahnya.
Pembimbing kemasyarakatan yang merupakan aparat penegak hukum, saat ini sudah
masuk dalam rumpun jabatan fungsional tertentu setelah disahkannya Permenpan RB 22/2016
Tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan. Menurut Permen PAN-RB
tersebut pembimbing kemasyarakatan adalah pegawai yang mempunyai tugas dan tanggung
jawab, serta wewenang dan hak untuk bekerja dalam bidang bimbingan kemasyarakatan.
Bimbingan kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbingan kemasyarakatan
meliputi penelitian kemasyarakatan, pengawasan, pembimbingan, pendampingan dan sidang
tim pengamat pemasyarakatan. Tugas dan wewenang ini memungkinkan PK memiliki peran
yang vital dalam penanganan ABH (Saefudin, 2020).
Litmas (penelitian kemasyarakatan) yang dilaksanakan oleh pembimbing
kemasyarakatan merupakan dokumen hukum, sebagai dasar pertimbangan bagi hakim dalam
memberikan putusan pidana. Selain itu, peran pembimbing kemasyarakatan sebagai
45
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 3 (1), Januari-Maret 2021
pendamping yang dilakukan dalam setiap tahapan, meliputi tahapan pra-adjudikasi saat
dilakukan pemeriksaan, pendampingan saat pelimpahan perkara di kejaksaan, dan
persidangan juga sangat penting dalam upaya menghindarkan anak dari penjara.
Dengan mencermati pembahasan di atas, penulis ingin melihat bagaimana peran
pembimbing kemasyarakatan dalam upaya memberikan hukuman di luar penjara pada anak
yang berkonflik dengan hukum sesuai dengan amanat UU SPPA.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Peran
Posisi aparatur di organisasi menjadikannya memiliki tugas serta fungsi yang cukup
sentral. Aparatur tersebut memiliki peran dalam upaya mewujudkan tujuan organisasi agar
tercapai. Peran menggambarkan dimensi yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban secara seimbang selaras dengan, sehingga dapat dikatakan menjalankan sebuah
peranan (Soekanto dalam Lantaeda et al., 2017). Aparatur dalam sebuah organisasi
mempunyai kekhasan dalam melaksanakan tugas. Peran aparatur dalam institusi juga sangat
erat kaitannya dengan kinerjanya. Aparatur dapat berperan aktif dalam institusi salah satunya
disebabkan adanya dorongan dari dalam dirinya yang muncul karena keyakinan yang
dipunyai. Dorongan yang muncul karena keyakinan spiritual disebut juga sebagai motivasi
spiritual (Mujib et al., 2016). Selanjutnya Soekanto (Imanuel, 2015) menyebut peran juga
dengan peranan yang mempunyai beberapa cakupan diantaranya berkaitan dengan nilai-nilai
yang berkembang dalam masyarakat di sebuah wilayah, persepsi tentang berbagai hal yang
boleh atau tidak boleh diperbuat oleh perseorangan dalam kelompok, serta cerminan tingkah
laku seseorang yang relevan untuk konstruksi sosial kelompok.
2. Pembimbing Kemasyarakatan
Pembimbing kemasyarakatan adalah sebuah jabatan yang melaksanakan tugas dan
fungsi tertentu di bidang bimbingan kemasyarakatan. Oleh karena itu, di berbagai peraturan
perundang-undangan menyebutkan bahwa pembimbing kemasyarakatan merupakan jabatan
fungsional. Dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terdapat tiga jenis
jabatan ASN, yaitu:
a. Jabatan Administrasi;
b. Jabatan Fungsional; dan
c. Jabatan Pimpinan Tinggi.
46
Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Upaya Memberikan…
Saifudin W, Mubarok H, Mujib, & Sriwijayanti
Pengertian jabatan fungsional dalam UU ASN merupakan sekelompok jabatan yang
berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada
keahlian keterampilan tertentu. Pengertian mengenai pembimbing kemasyarakatan diatur
dalam UU 12/1995, UU 11/2012, Permenpan RB 22/2016 serta Permenkumham 41/2017.
Dalam berbagai peraturan ini menyebutkan bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah
pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan,
pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses
peradilan pidana.
3. Tugas dan Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan
Dalam Pasal 65 UU 11/2012 Tentang SPPA disebutkan tugas dan pembimbing
kemasyarakatan yang meliputi:
1. Membuat laporan Litmas untuk diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan,
dan pengawasan terhadap Anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan,
termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan;
2. Membuat Litmas untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam
perkara anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan
LPKA;
3. Menentukan program perawatan Anak dan pembinaan Anak bersama dengan petugas
lainnya;
4. Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang
berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan
5. Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang
memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti
bersyarat;
6. Melakukan registrasi klien pemasyarakatan; dan
7. Mengikuti sidang anak di Pengadilan Negeri dan Sidang Tim Pengamat
Pemasyarakatan (TPP).
4. Hukuman di Luar Penjara
Menurut Napitupulu et al., (2019) hukuman non penjara adalah salah satu upaya yang
bisa dilaksanakan di Indonesia dengan tujuan mengurangi kelebihan kapasitas yang terjadi di
Lapas dan Rutan di Indonesia. Adapun yang dipahami sebagai hukuman non penjara adalah
semua bentuk sanksi, baik berupa hukuman maupun tindakan yang dilakukan di dalam proses
peradilan pidana, yang mewajibkan pelaku untuk melaksanakan sanksi dengan tidak
melibatkan pemenjaraan. Bentuk hukuman non penjara sebagaimana dimaksud meliputi
47
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 3 (1), Januari-Maret 2021
percobaan; pelayanan masyarakat; pengawasan dengan alat elektronik; denda; perintah untuk
tidak berada di tempat tertentu; dan penundaan penjatuhan putusan pengadilan. Sementara itu,
dalam SPPA bentuk hukuman non penjara dapat dilihat dari Pasal 71 yang meliputi pidana
peringatan; pidana dengan syarat: pelayanan masyarakat; pidana pengawasan; latihan kerja
dan pidana pembinaan di luar lembaga. Termasuk dalam hal ini adalah mekanisme
penyelesaian melalui proses diversi yang menghindarkan anak dari hukuman badan.
III. METODOLOGI
Pemilihan metode Systematic Reviews dalam penelitian ini dengan pertimbangan
bahwa penulis tidak melaksanakan pengambilan data lapangan secara langsung, akan tetapi
hanya melakukan kajian literatur, selain itu dengan pendekatan Systematic Reviews
menghindarkan penulis terjebak pada pemahaman yang subektif berkaitan dengan kajian yang
sedang dilaksanakan. Adapun metode Systematic Reviews yang digunakan dalam penelitian
ini adalah PRISMA dengan lima tahapan, yakni yakni 1) Menentukan parameter kelaikan, 2)
menentukan asal data, 3) penentuan daftar bacaan, 4) penghimpunan informasi, 5) pemilihan
pokok informasi (Moher dalam Faedlulloh et al., 2020).
Research ini berlangsung dari bulan awal januari sampai dengan pertengaan bulan
februari di Kota Pontianak. Pengumpulan research article dilakukan dengan memanfaatkan
berbagai kanal yang ada dan tersedia secara gratis diantaranya Directory of Open Access
Journals, Google Scholar dan Perpustakaan Nasional dengan kata kunci Peran, Pembimbing
Kemasyarakatan, Hukuman diluar Penjara, Peradilan Pidana Anak.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan yang tertulis di Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam
menyelenggarakan negaranya, Indonesia menjunjung tinggi penegakkan hukum, termasuk
dalam penyelesaian perkara pidana. Dalam prakteknya, Indonesia membagi proses peradilan
pidana berdasarkan usia menjadi dua, yaitu peradilan pidana Anak dan peradilan pidana
dewasa.
Proses peradilan pidana anak diatur dalam UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Dalam Pasal 71, undang-undang tersebut menekankan pentingnya mekanisme
penyelesaian masalah anak agar terhindar dari hukuman penjara melalui proses diversi
maupun hukuman lainnya seperti pidana peringatan; pidana dengan syarat; pelatihan kerja;
dan pembinaan dalam lembaga.
48
Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Upaya Memberikan…
Saifudin W, Mubarok H, Mujib, & Sriwijayanti
UU SPPA juga mengatur tugas dan peran pembimbing kemasyarakatan sebagai salah
satu aparat penegak hukum dalam membuat penelitiaan kemasyarakatan dan dalam setiap
tahapan peradilan pidana, dimulai dari tahap pra-adjudikasi, adjudikasi, serta pasca-
adjudikasi.
1. Penelitian Kemasyarakatan (Litmas)
Penelitian kemasyarakatan merupakan kegiatan penelitian yang dilaksanakan untuk
memperoleh informasi tentang permasalahan baik aktual maupun potensial mengenai klien
pemasyarakatan. Litmas merupakan catatan atau laporan dari apa yang terjadi dalam situasi
sosial klien yang mengalami masalah dalam hidup dan kehidupannya (Biafri, dkk, 2012).
Pembimbing kemasyarakatan menyusun laporan penelitian kemasyarakatan untuk
merumuskan rekomendasi yang sesuai dengan kepentingan terbaik untuk Anak. Penyusunan
penelitian ini dilakukan baik untuk kasus yang dapat diselesaikan melalui diversi maupun
kasus yang diselesaikan melalui persidangan. Penelitian kemasyarakatan yang telah disusun
kemudian akan disidangkan dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang dihadiri
oleh para pembimbing kemasyarakatan lain.
Dalam UU SPPA juga dikenal jenis Litmas lain, yaitu Litmas untuk sidang. Litmas ini
biasanya dipesan oleh polisi, jaksa, dan hakim. Jenis litmas yang dikerjakan oleh pembimbing
kemasyarakatan didasarkan pada pasal hukuman yang disangkakan oleh penyidik.
Litmas dalam UU SPPA digunakan dalam setiap tahapan, baik ditingkat kepolisian,
kejaksaan, dan pengadilan. Untuk lebih jelasnya bagaimana kegunaan Litmas dalam UU
SPPA bisa kita lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Fungsi Litmas
Penegak hukum Fungsi Litmas Pasal yang mengatur
Polisi - Pertimbangan diversi
- Penyidikan
- Pelimpahan berkas ke
jaksa
- Pasal 9 Ayat (1) huruf
c
- Pasal 27 Ayat (1)
- Pasal 28 Ayat (4)
Jaksa - Pertimbangan diversi
- Pelimpahan berkas ke
hakim
- Pasal 9 Ayat (1) huruf
c
- Pasal 42 Ayat (4)
Hakim - Pertimbangan diversi
- Pertimbangan putusan
- Pasal 9 Ayat (1) huruf
c
- Pasal 60 Ayat (3)
Sumber: (Bpsdm Hukum Dan Ham, n.d.)
Dari dasar ini, peran yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan dalam
menentukan dasar perlakuan bagi ABH sangat strategis. Melalui Litmas yang dilakukan
49
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 3 (1), Januari-Maret 2021
pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan alternatif hukuman lain sebagai bahan
pertimbangan hakim dalam memberikan putusan.
Pada Litmas Diversi pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan rekomendasi
sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 Ayat (2) yang berbentuk:
1. Pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
2. Rehabilitasi medis dan psikososial;
3. Penyerahan kembali kepada orang tua/wali;
4. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS
paling lama 3 (tiga) bulan; atau
5. Pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.
Dalam hal penyelesaian kasus yang diselesaikan melalui diversi, pembimbing
kemasyarakatan memiliki kewajiban untuk memberikan pendampingan, pembimbingan, serta
pengawasan. Apabila pelaksanaan musyawarah diversi telah mencapai kesepakatan,
pembimbing kemasyarakatan masih bertugas untuk memberikan pembimbingan serta
pengawasan terhadap proses pelaksanaan kesepakatan diversi.
Pada Litmas untuk persidangan pembimbing kemasyarakatan mempunyai peran dalam
pemberian rekomendasi hukuman di luar hukuman badan. Sebagaimana yang dijelaskan pada
Pasal 71 UU SPPA yang meliputi:
1. Pidana peringatan;
2. Pidana dengan syarat:
a. Pembinaan di luar lembaga;
b. Pelayanan masyarakat; atau
c. Pengawasan;
3. Pelatihan kerja; dan
4. Pembinaan dalam lembaga.
Dari penjelasan di atas, peran pembimbing kemasyarakatan melalui rekomendasi yang
diberikan dalam litmas diversi maupun litmas sidang menjadi sangat penting. Pada tahap
adjudikasi peran Litmas berkaitan dengan putusan yang akan diberikan oleh hakim, dimana
hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh
pembimbing kemasyarakatan. Apabila hakim tidak mempertimbangkan maka putusan batal
demi hukum (Susanti, 2020).
Berdasarkan hal ini, kedudukan pembimbing kemasyarakatan melalui penelitian
kemasyarakatan yang dilakukan mempunyai konsekuensi hukum yang besar. Pembimbing
kemasyarakatan melalui Litmasnya dapat mempengaruhi putusan yang akan diberikan oleh
50
Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Upaya Memberikan…
Saifudin W, Mubarok H, Mujib, & Sriwijayanti
hakim. Oleh karena itu, apabila rekomendasi hukuman yang diberikan bukan merupakan
hukuman badan maka hakim akan mempertimbangkan rekomendasi tersebut dalam
putusannya.
2. Pendampingan
Pada tahap pra-adjudikasi, pembimbing kemasyarakatan berperan sebagai pendamping
Anak pada saat dilakukan pemeriksaan, baik di tingkat kepolisian maupun kejaksaan. Dalam
proses pendampingan, pembimbing kemasyarakatan wajib memastikan terpenuhinya hak
Anak. Pembimbing kemasyarakatan juga wajib memastikan kesesuaian proses hukum yang
berlangsung dengan aturan hukum terkait.
Pada tahap adjudikasi, pembimbing kemasyarakatan kembali mendampingi Anak
untuk tetap memastikan agar hak Anak terpenuhi. Selain itu, pembimbing kemasyarakatan
juga mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya dipersidangan serta menyampaikan
rekomendasi putusan yang telah disusun di dalam bentuk penelitian kemasyarakatan.
Pada tahap pasca-adjudikasi, pembimbing kemasyarakatan berperan dalam melakukan
pengawasan putusan peradilan. Pada kasus yang memperoleh putusan tindakan, pembimbing
kemasyarakatan bertugas untuk melakukan pembimbingan dan pengawasan. Pada kasus yang
memperoleh putusan pidana, pembimbing kemasyarakatan wajib menyusun penelitian
kemasyarakatan dalam rangka menentukan program pembinaan, pemberian reintegrasi, dan
bimbingan. Selain itu, pembimbing kemasyarakatan juga masih berperan dalam pengawasan
pelaksanaan rekomendasi dan pembimbingan terhadap klien Anak.
Peran pembimbing kemasyarakatan dalam rangka pendampingan dapat diamati pada
tabel di bawah:
Tabel 2. Pendampingan
Tahapan Peran Keterangan
Penyidikan - Inisiator, koordinator, fasilitator,
dan mediator
- Pasal 14 Ayat (2)
Pelimpahan
perkara ke JPU - Memberikan bimbingan pada
anak serta orang tua dalam
menjalani proses hukum
- Permeneg PPA No. 15
Tahun 2010
Persidangan - Membacakan litmas,
menyampaikan hal-hal yang
dianggap perlu
- Memberikan bimbingan kepada
orangtua dalam menghadapi
proses hukum
- Pasal 55
- Pasal 60
Sumber: (Bpsdm Hukum Dan Ham, n.d.)
51
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 3 (1), Januari-Maret 2021
Selain itu, pembimbing kemasyarakatan juga mempunyai peran yang strategis dalam
hal dilakukan musyawarah diversi. Dalam Peraturan Pemerintah 65/2015 Tentang Pendoman
Diversi dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 Tahun, yang merupakan turunan dari
UU SPPA, pembimbing kemasyarakatan merupakan wakil fasilitator. Posisi ini
memungkinkan agar pembimbing kemasyarakatan bisa memberikan pandangan dan
pengaruhnya agar anak dapat terhindar dari proses hukuman badan.
V. KESIMPULAN
Berkaitan dengan tugas dan fungsi pembimbing kemasyarakatan dalam UU SPPA,
peran pembimbing kemasyarakatan sangat penting dalam upaya menghindarkan anak dari
proses hukuman badan. Peran tersebut dapat dilihat dari dua fungsi utama pembimbing
kemasyarakatan yaitu melaksanakan penelitian kemasyarakatan dan pendampingan.
Penelitian kemasyarakatan yang dimaksud adalah penelitian kemasyarakatan untuk diversi
dan untuk sidang pengadilan. Dalam Litmas diversi melalui rekomendasi yang diberikan,
pembimbing kemasyarakatan dapat menghindarkan anak dari proses hukuman badan. Selain
itu Litmas yang dilakukan oleh PK juga menggambarkan dokumen hukum nan wajib
dipertimbangkan saat hakim memberikan putusan. Dalam pendampingan, pembimbing
kemasyarakatan juga mempunyai peran dalam menghindarkan anak dari hukuman badan.
Pendampingan tersebut berkaitan dengan perannya sebagai wakil fasilitator dalam upaya
musyawarah diversi maupun sebagai pendamping yang membacakan rekomendasinya dalam
sidang pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Biafri, Sylviani, V., Gustaf Rion & Agustina Ade. (2012). Modul Pembimbing
Kemasyarakatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
bpsdm hukum dan ham. (n.d.). Retrieved February 26, 2021, from
http://bpsdm.kemenkumham.go.id/
Faedlulloh, D., Maarif, S., Meutia, I. F., & Yulianti, D. (2020). Indonesia Bureaucracy and
Industrial Revolution 4 . 0 : Preventing the Myth of Smart Asn in Indonesia ’ S
Bureaucratic Reform Agenda. 16(3), 313–336.
Imanuel, F. C. (2015). Peran Kepala Desa Dalam Pembangunan Kecamatan Muara Badak.
Jurnal IlmuPemerintahan, 3(32), 1182–1196.
52
Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Upaya Memberikan…
Saifudin W, Mubarok H, Mujib, & Sriwijayanti
Lantaeda, S. B., Lengkong, F. D. J., & Ruru, J. M. (2017). Peran Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Dalam Penyusunan Rpjmd Kota Tomohon. Jurnal Administrasi
Publik, 4(48), 1–9.
Mujib, Kurniasih, D., & Rokhman, A. (2016). Peningkatan Kinerja Pelayanan Publik melalui
Peningkatan Motivasi Spiritual. Masyarakat, Kebudayaan Dan Politik, 29(4), 204–211.
Marjoko (2014). Penerapan Diversi Dalam Penanganan Anak yang Berkonflik Hukum.
Medan: Pustaka Indonesia.
Napitupulu, E. A. T., Maya, G. A. K. S., Iftitahsari, & Pramuditya, M. E. A. (2019). Hukuman
Tanpa Penjara: Pengaturan, Pelaksanaan, dan Proyeksi Alternatif Pemidanaan Non
Pemenjaraan di Indonesia. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
http://icjr.or.id/wp-content/uploads/2019/09/Hukuman-Tanpa-Penjara.pdf
Saefudin, Wahyu (2020). Psikologi Pemasyarakatan. Jakarta: Prenada Media.
Susanti, D. E. (2020). Pemasyarakatan, Optimalisasi Pelaksanaan Tugas Pembimbing
Kemasyarakatan dalam Revitalisasi (Optimization of the implementation Task of
Correctional Adviser in A Correctional Revitalization). Jurnal Ilmiah Kebijakan
Hukum, 14(1), 141–162.
Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pendoman Diversi dan Penanganan
Anak Yang Belum Berumur 12 Tahun
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22
Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21
Tahun 2017).
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 41 Tahun 2017 Tentang
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan.