Menang bersaing

3
Namanya bisnis, tak akan pernah lepas dengan persaingan. Kecuali monopoli. Persaingan itu sendiri merupakan filter yang tak kenal ampun untuk menghempaskan produk atau jasa yang gagal memenuhi harapan konsumen. Meski diakui persaingan tak selalu berlangsung sehat atau mereka yang menang bersaing belum tentu lebih hebat. Boleh dikatakan mereka yang selamat mempunyai ‘nilai lebih dibandingkan yang tamat. Era pemasaran tradisional yang mengembangkan paradigma kualitas berbanding harga agaknya perlu didefinisi ulang. Harapan konsumen senantiasa tumbuh seiring dengan arus informasi yang nyaris tak terbendung. Situasi ekonomi yang berkembang pun menjadi proses pembelajaran konsumen untuk hanya memilih produk atau jasa yang memberikan nilai lebih, bukan sekadar pemuas kebutuhan. Perbandingan antara harga dan kualitas barang atau jasa bukan lagi menjadi satu-satunya komponen yang menentukan untuk merebut hati konsumen. Jargon ‘ada harga ada mutu’ rasanya hanya cocok di era beberapa dekade ke belakang. Sekarang, konsumen cerewet menanyakan fitur sebuah produk pada penjual. Tak segan pula calon pembeli mempertanyakan garansi dan layanan purna jual sebelum memutuskan untuk membeli. Artikel berjudul “Customer Intimacy and Other Value Disciplines” yang ditulis oleh Michael Treacy dan Fred Wiersema, dimuat di jurnal Harvard Business Review, mungkin bisa menjelaskan berkembangnya nilai harapan konsumen pada produk yang akan dibelinya. Dalam artikel itu disentil juga masalah ‘nilai’ yang sering disangkutkan dengan harga dan mutu sebagai sebuah komponen tradisional, alias kuno. Tracey dan Wiersema mengatakan, jika produsen atau perusahaan pemasaran ingin memuaskan konsumen dan memenangkan persaingan, bisa menempuh tiga strategi: Keunggulan Operasional, Kekariban (dengan) Pelanggan dan Kepemimpinan Produk. Apakah yang dimaksud dengan Keungulan Operasional? Kreatifitas produsen adalah keharusan untuk memberikan nilai lebih yang menjadi tuntutan konsumen. Keunggulan Operasional merupakan sebuah pendekatan strategis yang dilakukan dalam

description

Namanya bisnis, tak akan pernah lepas dengan persaingan. Kecuali monopoli. Persaingan itu sendiri merupakan filter yang tak kenal ampun untuk menghempaskan produk atau jasa yang gagal memenuhi harapan konsumen.

Transcript of Menang bersaing

Page 1: Menang bersaing

Namanya bisnis, tak akan pernah lepas dengan persaingan. Kecuali monopoli. Persaingan itu sendiri merupakan filter yang tak kenal ampun untuk menghempaskan produk atau jasa yang gagal memenuhi harapan konsumen. Meski diakui persaingan tak selalu berlangsung sehat atau mereka yang menang bersaing belum tentu lebih hebat. Boleh dikatakan mereka yang selamat mempunyai ‘nilai lebih’ dibandingkan yang tamat.

Era pemasaran tradisional yang mengembangkan paradigma kualitas berbanding harga agaknya perlu didefinisi ulang. Harapan konsumen senantiasa tumbuh seiring dengan arus informasi yang nyaris tak terbendung. Situasi ekonomi yang berkembang pun menjadi proses pembelajaran konsumen untuk hanya memilih produk atau jasa yang memberikan nilai lebih, bukan sekadar pemuas kebutuhan.

Perbandingan antara harga dan kualitas barang atau jasa bukan lagi menjadi satu-satunya komponen yang menentukan untuk merebut hati konsumen. Jargon ‘ada harga ada mutu’ rasanya hanya cocok di era beberapa dekade ke belakang. Sekarang, konsumen cerewet menanyakan fitur sebuah produk pada penjual. Tak segan pula calon pembeli mempertanyakan garansi dan layanan purna jual sebelum memutuskan untuk membeli.

Artikel berjudul “Customer Intimacy and Other Value Disciplines” yang ditulis oleh  Michael Treacy dan Fred Wiersema, dimuat di jurnal Harvard Business Review, mungkin bisa menjelaskan berkembangnya nilai harapan konsumen pada produk yang akan dibelinya. Dalam artikel itu disentil juga masalah ‘nilai’ yang sering disangkutkan dengan harga dan mutu sebagai sebuah komponen tradisional, alias kuno.

Tracey dan Wiersema mengatakan, jika produsen atau perusahaan pemasaran ingin memuaskan konsumen dan memenangkan persaingan, bisa menempuh tiga strategi: Keunggulan Operasional, Kekariban (dengan) Pelanggan dan Kepemimpinan Produk. Apakah yang dimaksud dengan Keungulan Operasional?

Kreatifitas produsen adalah keharusan untuk memberikan nilai lebih yang menjadi tuntutan konsumen. Keunggulan Operasional merupakan sebuah pendekatan strategis yang dilakukan dalam penyediaan produk, baik barang atau jasa. Penambahan ‘nilai’ pada produk disematkan dalam proses operasionalnya.

Seorang importir barang elektronik, misalnya, telah mengukur dirinya sendiri. Tidak mungkin dia akan berhadapan langsung dengan produsen raksasa elektronik dari Jepang dan Korea. Tak sanggup pula dia melawan jaringan pemasaran para raksasa itu yang sudah sedemikian kuatnya. Bahkan beberapa brand dari mereka (Jepang dan Korea) telah demikian kuat tertanam dalam benak konsumennya hingga menimbulkan fanatisme sendiri.

Maka langkah yang ditempuh  oleh perusahaan importir itu ialah dengan melakukan distribusi langsung yang jelas memperkecil biaya operasional. Semua pesanan barang dilakukan via telepon dan dikirimkan langsung ke alamat pemesan. Pola pembayaran pun dipermudah dengan berbagai opsi, bisa tunai, kredit (dengan kartu) tak ditolak.

Page 2: Menang bersaing

Sedangkan untuk memperkenalkan barang dagangannya, dia memilih berinvestasi melalui media (tv) alias beriklan. Durasi panjang dengan pesan yang diulang-ulang menjadi strateginya untuk menanamkan benefit produk jualannya. Semua keunggulan produk dipertontonkan dari A sampai Z. Bintang iklan cantik ditugaskan untuk memeragakannya, seolah-olah itu adalah kejadian sehar-hari yang kerap dialami pemirsa. Meskipun beberapa bagian terasa dipaksakan, nyatanya upaya brainwash itu berhasil. Pesanan datang membludak dan tak sedikit yang masuk ke dalam daftar indent.

Keunggulan Operasional bisa banyak ragamnya, tergantung kreatifitas pengusahanya. Seorang mahasiswa mencoba menerapkannya ke dalam produk yang sebenarnya biasa saja, kripik singkong. Secara kreatif dia memanfaatkan media jejaring sosial Twitter untuk menginformasikan lokasi penjualan yang memang sengaja berpindah-pindah.

Hasilnya sungguh luar biasa, konsumen yang sebagian besar adalah remaja menganggapnya seperti sebuah permainan yang menantang. Mereka memantau terus akun Twitter miliknya untuk mengetahui lokasi penjualan terdekat kripik yang diburunya. Saat informasi didapat maka mereka memburunya, takut kehabisan katanya. Faktanya, memang banyak juga yang kecewa karena kehabisan.