Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting pendekatan certainty equivalent –...

32
www.futurumcorfinan.com Page 1 Memasukkan Unsur Resiko ke dalam Analisa Capital Budgeting : Pendekatan Certainty Equivalent Bagian A1 (dikutip dari Risk Analysis in Capital Investment. Harvard Business Review September 1979) Note: Bagian pertama tulisan terkait Tingkat Diskonto dalam Capital Budgeting membahas tingkat diskonto yang perlu memperhatikan tingkat resiko proyek investasi dibandingkan dengan tingkat resiko yang terdapat dalam perhitungan Weighted Average Cost of Capital (WACC), sehingga dapat ditentukan kemudian apakah WACC ini dapat digunakan sebagai tingkat diskonto dalam analisa NPV proyek investasi tertentu. Dalam bagian kedua tulisan ini, penulis ingin membicarakan bagaimana tingkat resiko yang sudah kita analisa dalam suatu proyek investasi, akan kita bawa dalam analisa NPV. Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com

Transcript of Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting pendekatan certainty equivalent –...

Page 1: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 1

Memasukkan Unsur Resiko ke dalam Analisa

Capital Budgeting : Pendekatan Certainty

Equivalent – Bagian A1

(dikutip dari Risk Analysis in Capital Investment. Harvard Business Review September

1979)

Note:

Bagian pertama tulisan terkait Tingkat Diskonto dalam Capital Budgeting membahas tingkat

diskonto yang perlu memperhatikan tingkat resiko proyek investasi dibandingkan dengan

tingkat resiko yang terdapat dalam perhitungan Weighted Average Cost of Capital (WACC),

sehingga dapat ditentukan kemudian apakah WACC ini dapat digunakan sebagai tingkat

diskonto dalam analisa NPV proyek investasi tertentu.

Dalam bagian kedua tulisan ini, penulis ingin membicarakan bagaimana tingkat resiko yang

sudah kita analisa dalam suatu proyek investasi, akan kita bawa dalam analisa NPV.

Sukarnen

DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,

ATAU MENDISTRIBUSIKAN

SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN

INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS

DARI PENULIS

Untuk pertanyaan atau komentar bisa

diposting melalui website

www.futurumcorfinan.com

Page 2: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 2

Tingkat resiko ini mau ditaruh atau digambarkan di bagian mana dari analisa NPV.

Pendekatan Certainty Equivalent akan dibicarakan secara keseluruhan.

Tulisan berikutnya (Part B), penulis akan mengulas penggunaan Risk-Adjusted Discount

Rate (RADR), yaitu tingkat diskonto yang sudah memasukkan unsur resiko (risk premium)

ke dalamnya, secara teoritis belum tentu bisa dipakai. Ada persyaratan yang mesti dipenuhi.

Kalau persyaratan ini tidak masuk, maka secara teoritis, hasilnya akan tidak tepat. Terakhir,

penulis ingin memasukkan satu pembahasan bahwa analisa NPV dengan menggunakan

satu tingkat diskonto selama usia proyek seringkali tidak tepat.

Pendahuluan

Dalam melakukan investasi dalam suatu proyek, umumnya proyek investasi tersebut selalu

dikatakan kegiatan investasi tersebut mengandung resiko. Komitmen kas pada umumnya

dilakukan di depan, namun pendapatan yang berupa arus kas baru merupakan

“pengharapan” (expected) atau diharapkan akan diterima.

Katakan ada investasi memerlukan biaya US$ 10 juta, yang menjanjikan ada arus kas yang

beresiko dengan rata-rata nilai yang diharapkan US$ 2 juta setiap tahun untuk 10 tahun.

Diagram arus kas tipikal untuk investasi tersebut dengan distribusi arus kas tahunan yang

tidak pasti mengikuti bentuk “bell” digambarkan di bawah ini.1

1 Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi kesembilan. New York: McGraw-

Hill/Irwin, unit usaha The McGraw-Hill Companies, Inc. 2009. Bab 8: Risk Analysis in Investment Decisions. Halaman 304.

Page 3: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 3

Kalau boleh kita perhatikan, pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan analisa

capital budgeting akan melihat 3 hal dari masing-masing proyek:

Arus kas di masa depan;

Ketidakpastian dari arus kas di masa depan; dan

Nilai dari arus kas di masa depan tersebut.

Apapun teknik evaluasi capital budgeting, ujung-ujungnya kita akan membandingkan

manfaat dan biaya dari berbagai proyek investasi, dan memilih yang memberikan nilai

tambah positif yang paling tinggi bagi perusahaan dan para pemegang saham perusahaan.

Jadi ada biaya dan manfaat.

Biaya akan mencakup (i) investasi awal untuk menjalankan proyek tersebut, termasuk

biaya-biaya yang akan terjadi sepanjang usia proyek tersebut, termasuk investasi pada aset

tetap dan modal kerja neto. Dan tidak kalah pentingnya (ii) biaya kesempatan (opportunity

costs) dari dana yang ditanamkan dalam proyek investasi tersebut.

Bagaimana dengan manfaatnya. Seperti kita ketahui bersama, semua yang ada di masa

depan penuh dengan ketidakpastian, dan dengan sendirinya arus kas yang diharapkan baru

akan diterima sebagai manfaat dari pelaksanaan proyek investasi tersebut, terjadi

semuanya di masa depan, akan penuh dengan ketidakpastian juga. Mau tidak mau, sebagai

bagian integral dari analisa capital budgeting, unsur resiko menjadi bagian yang perlu

dibicarakan. Kita, sebagai analis, ingin tahu berapa besar resiko yang terkandung pada arus

kas di masa depan, yaitu pada saat angka arus kas yang sesungguhnya terjadi, akan

berbeda [bisa sangat signifikan] dibandingkan arus kas yang diproyeksikan, terutama dalam

konteks tiga hal ini sebagaimana tergambar di diagram di atas:

Pertama, ukuran atau besaran (size) dalam bentuk nilai moneter dari arus kas itu yang akan

dihasilkan oleh proyek tersebut sepanjang usia proyek. Tentunya besaran arus kas ini bisa

positif, artinya pemasukan lebih besar daripada pengeluaran setiap periode, atau bisa juga

negatif, yaitu pada saat arus kas masuk proyek tidak mencukupi jumlah yang diperlukan

untuk pengeluaran, termasuk investasi pada aset tetap dan modal kerja neto.

Kedua, kapan (timing) arus kas masuk atau bahkan arus kas keluar (misalnya diperlukan

tambahan investasi) diharapkan atau diproyeksikan akan terjadi, apakah pada tahun

pertama, tahun ke dua, dan sebagainya.

Page 4: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 4

Ketiga, berapa lama (length) dari arus kas masuk yang diharapkan tersebut akan dapat

dihasilkan oleh proyek yang bersangkutan. Ini akan menentukan juga usia ekonomis proyek.

Analisa NPV jelas tidak cukup dengan hanya mengetahui 3 hal di atas? Investor jelas

sangat perduli resiko. Resiko inilah yang secara langsung akan juga masuk ke dalam ketiga

hal di atas, misalnya:

Untuk besaran arus kas, apakah memang jumlah arus kas masuk dan keluar yang

diproyeksikan tersebut akan terealisasi?

Untuk kapan terjadinya arus kas tersebut, apakah memang besar kemungkinan waktu

arus kas masuk yang telah diperkirakan akan diterima pada periode tertentu, tidak

akan meleset ke periode atau tahun yang lain, atau bahkan bisa terjadi lebih awal

daripada yang diproyeksikan?

Untuk berapa lama proyek mampu menghasilkan arus kas masuk, apakah ada

kemungkinan umur ekonomis proyek bisa lebih panjang atau bahkan lebih pendek

daripada yang diperkirakan?

Ilustrasi apa yang terjadi pada Conxus Communications memberikan gambaran begitu

rentannya proyeksi arus kas dalam suatu proyek investasi, bahkan bisa sampai pada tidak

terealisasinya sama sekali angka-angka dalam proyeksi arus kas masuk, karena adanya

perubahan eksternal yang tidak diantisipasi sebelumnya, sebagaimana dikutip di bawah ini

dari tulisan D.M. Osborne pada tanggal 1 Desember 19992.

Obit: Fast-Paced Rivals Silence Talking Beeper Service BY D.M. OSBORNE

Here's how fierce competition and the expense of building a national infrastructure rendered

Conxus Communications, a voice- and text-paging service, permanently silent. A business

obit.

THE BUSINESS: Voice- and text-paging service

FOUNDED: 1994

CLOSED: August 1999

PRIMARY CAUSES OF DEATH: Rapid emergence of competitors offering lower-priced or

better alternative services; high cost of building a wireless network

2 Diambil pada tanggal 5 Juni 2014 dari laman http://www.inc.com/magazine/19991201/15690.html.

Page 5: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 5

An answering machine in your pocket. That's the notion that beguiled Cecil Duffie Jr. and Bill

deKay, cofounders of Conxus Communications, based in Greenville, S.C., in 1994. They

called it Pocketalk. And they believed that many Americans would welcome the beeperlike

device that could convey oral messages.

Five years ago their timing seemed right on the money. Advances in wireless-

telecommunications technology were ripe for commercial development. In one well-

publicized deal Motorola was pumping more than a billion dollars into Iridium, a satellite-

based phone and paging company aiming to span every inch of the earth. At the same time

the Federal Communications Commission was obligingly auctioning off about $2 billion

worth of untapped airwaves. In October 1994 Duffie and deKay were among the first in line,

spending almost $90 million for licenses.

Trouble was, assembling the nationwide infrastructure and technology to support Pocketalk

would take more than three years: Duffie and deKay didn't offer Pocketalk until November

1997. At that point Pocketalk hit a market fiercely contested by cell-phone companies that

had cut prices by two-thirds since 1995 and offered services that included voice messaging,

caller ID, and E-mail access. Pocketalk "was an interesting idea in 1995," says Brian Cotton,

director of wireless research at Frost & Sullivan, a marketing consulting company based in

Mountain View, Calif. But by 1997, says Cotton, "the demand wasn't there."

If Duffie and deKay were blindsided, it wasn't for lack of expertise in telecommunications. In

1982 they had helped launch Dial Page Inc., a paging and mobile-phone business that went

public in 1992 and later merged with NexTel Communications in a deal reportedly valued at

$728 million. Both men had done long stints as Dial Page executives, Duffie as chairman

and CEO.

Before the emergence of the killer cell-phone market, several heavyweight investors had

concluded, along with the two founders, that Conxus was a smart bet. Motorola not only

licensed Conxus to use its voice-paging technology and hardware but put its own capital at

risk, joining the Chase Manhattan Bank and Glenayre Technologies Inc., among the start-

up's lenders. All told, Conxus raised more than $150 million in debt and $130 million in

equity.

To implement its far-flung strategy, Conxus sank two-thirds of its capital into assembling a

narrow-band network that covered 16 cities in major metropolitan areas stretching from

Page 6: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 6

Washington, D.C., to Los Angeles. In late 1998 Conxus claimed 87,000 subscribers, a small

fraction of the one million that Duffie says Pocketalk would have required to break even.

With nearly 200 workers and average revenues of only $15.50 a month per Pocketalk

subscriber, Conxus couldn't compete.

Duffie acknowledges being outflanked by competitors but also attributes his company's

demise to the "poor performance" of the Motorola equipment and to delays he says were

caused "100%" by the telecommunications giant. When asked to comment, a Motorola

spokesperson didn't dispute Duffie's criticism but said, "We were very disappointed that the

market didn't embrace the technology as we had anticipated it would."

In early 1999 Conxus introduced a text-based messaging system and a smaller Pocketalk

device, but it was too late. In May, Duffie announced that the company was entering Chapter

11 bankruptcy and looking for a buyer.

Conxus stayed afloat for three more months, thanks to some $10 million in interim financing

from Motorola. By late summer, though, Motorola had had enough and withdrew its support.

On August 23, Conxus notified its customers by -- what else? -- a voice-paging message

that in four days Pocketalk would be "cut off." Conxus ceased all operations on August 27.

It wasn't the only audacious telecommunications company caught in a financial bind. To

protect itself from creditors while it reorganized, Iridium had entered Chapter 11 two weeks

before Conxus called it quits.

Conxus Communications pada pertengahan tahun 1990 memiliki ide besar untuk

memanfaatkan teknologi telekomunikasi nir-kabel, dan untuk itu berencana

mengembangkan produk yang disebut sebagai Pocketalk – mesin penjawab nir-kabel yang

berkemampuan mengirim berita bersuara, dimana alat ini memungkinkan pengguna

menaruhnya di kantong, mirip mesin pager teknologi tinggi. Conxus Communications

bekerjasama dengan Motorola guna mewujudkan produk ini, dan setelah tiga tahun,

Pocketalk siap untuk diluncurkan ke publik. Akan tetapi, yang tidak diantisipasi oleh Conxus

Communications, dalam tiga tahun dimana Conxus Communications dan Motorola sedang

mengembangkan produk dan infrastruktur teknologi untuk Pocketalk, telepon genggam

memasuki pasar dan Pocketalk menjadi produk yang tidak relevan lagi di pasar. Di sini

terlihat, bahkan pada saat produk Pocketalk siap dipasarkan, pasarnya sudah tidak ada

lagi…semua proyeksi arus kas masuk menguap bersama hilangnya pasar tersebut.

Page 7: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 7

Tabel di bawah ini menunjukkan betapa beresikonya arus kas masuk yang diproyeksikan di

masa depan (lihat tanda tanya di setiap tahun?, apapun bisa terjadi).

Awal Tahun

Pertama

Akhir Tahun

Pertama

Akhir Tahun

Kedua

Akhir Tahun Ketiga

Minus Rp 50

juta sebagai

biaya investasi

awal

Pemasukan

Kas:

Pemasukan Kas: Pemasukan Kas:

Minus Rp 30

juta

? Minus Rp 50 juta ? Minus Rp 40 juta ?

Minus Rp 20

juta

? Minus Rp 35 juta ? Minus Rp 17 juta ?

Minus Rp 10

juta

? Minus Rp 25 juta ? Minus Rp 9 juta ?

Nihil ? Nihil ? Nihil ?

Positif Rp 2 juta ? Positif Rp 7 juta ? Positif Rp 8 juta ?

Positif Rp 6 juta ? Positif Rp 15 juta ? Positif Rp 27 juta ?

Positif Rp 11

juta

? Positif Rp 22 juta ? Positif Rp 45 juta ?

Sebagaimana ditunjukkan di tabel atas secara sederhana, dalam suatu analisa capital

budgeting untuk suatu proyek, resiko selalu dikaitkan dengan terjadinya variasi, atau

berbagai kemungkinan yang bisa terjadi pada arus kas yang diharapkan atau diprediksi di

masa depan.

Jadi tema besar dalam analisa capital budgeting adalah RESIKO – KETIDAKPASTIAN

DALAM ARUS KAS TERSEBUT (baik besarnya, kapan dihasilkan dan berapa lama akan

dihasilkan oleh proyek tersebut).

Sebelum melangkah lebih jauh ke pertanyaan : Bagaimana unsur resiko ini dimasukkan ke

dalam analisa capital budgeting?, perlu dipahami dulu walaupun kata “resiko (risk)” dan

“ketidakpastian (uncertainty)” cenderung ditemukan secara bergantian, namun secara

prinsip mereka berbeda, walaupun keduanya berkaitan dengan konsep mendasar yang

Page 8: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 8

sama, yaitu peristiwa acak “randomness”. Ekonom Frank Knight3 menyebutkan bahwa ada

perbedaan penting antara “ketidakpastian” dan “resiko”, dimana resiko dicirikan oleh

“randomness” yang dapat diukur secara tepat, atau resiko adalah “randomness” dimana

setiap kejadian memiliki angka probabilitas yang dapat diukur atau ditentukan. Angka

probabilitas ini dapat diperoleh baik dengan cara deduksi (menggunakan model-model

teoritis) atau induksi (menggunakan frekuensi teramati dari kejadian-kejadian tersebut).

Frank Knight memberikan contoh bahwa resiko dapat diasuransikan sedangkan

ketidakpastian tidak dapat terasuransi. Ellsberg4 memberikan definisi yang lebih tepat terkait

“ketidakpastian” yaitu suatu kejadian yang tidak pasti atau ambigu karena angka

probabilitasnya tidak dapat diketahui atau ditentukan. Jadi dapat dikatakan bahwa resiko

adalah “randomness” yang dapat dikuantifikasi, sedangkan ketidakpastian, “randomness”

tersebut tidak dapat dikuantifikasi5.

Dalam konteks analisa capital budgeting atau investasi, resiko, yang akan meningkat secara

proporsional dengan usia proyek, mengacu pada resiko bisnis (business risk) dari investasi

tersebut, yang akan meningkat seiring dengan variabilitas dari imbal hasil yang diharapkan,

dan bukannya resiko keuangan (financial risk) - resiko mana lebih berasal dari struktur

kapital perusahaan yang tercermin dalam biaya kapital rata-rata tertimbang (weighted

average cost of capital). Namun dalam praktik pengambilan keputusan bisnis sesungguhnya

oleh para manajemen perusahaan, perbedaan istilah resiko dan ketidakpastian ini tentunya

tidak terlalu penting, mengingat tidak mudah mengetahui atau menentukan angka

probabilitas dari serangkaian kejadian arus kas di masa depan, atau kalaupun bisa saja

mencari tahu angka probabilitasnya dari “randomness” tersebut namun karena tidak terlalu

yakin, mereka kemudian mengabaikan hal ini6 . Dengan demikian, praktis, perbedaan antara

3 Knight, Frank H. Risk, Uncertainty and Profit. 1921. Boston: Houghton Mifflin. Bab: Meaning of Risk

and Uncertainty. Diperoleh dari Luca Rigotti dan Chris Shannon. Uncertainty and Risk in Financial Markets. Mei 2003. Dibaca pada tanggal 6 Juni 2014 dari laman https://faculty.fuqua.duke.edu/~rigotti/bio/uncertaintyandrisk.pdf. 4 Ellsberg, D. Risk, Ambiguity, and the Savage Axioms. 1961. Quarterly Journal of Economics (75).

Halaman 643-669. Diperoleh dari Luca Rigotti dan Chris Shannon. Uncertainty and Risk in Financial Markets. Mei 2003. Dibaca pada tanggal 6 Juni 2014 dari laman https://faculty.fuqua.duke.edu/~rigotti/bio/uncertaintyandrisk.pdf. 5 Ada tulisan menarik berjudul Defining Risk versus Uncertainty oleh Barry Ritholtz tanggal 10

Desember 2012. Dibaca pada tanggal 6 Juni 2014 dari laman http://www.ritholtz.com/blog/2012/12/defining-risk-versus-uncertainty/. 6 Grayson, C. The Use of Statistical Techniques in Capital Budgeting. 1967. Dimuat dalam buku

Financial Research and Management Decisions, yang diedit oleh Robicheck, Alexander A. New York: Wiley. Halaman 90-132.

Page 9: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 9

resiko dan ketidakpastian tidak menjadi hal yang terlalu difokuskan dan cenderung

diabaikan dalam kenyataan analisa capital budgeting7.

Arus Kas dan Resiko Dalam Analisa Capital Budgeting

Resiko dan sumber-sumber resiko terkait proyek investasi yang sudah dianalisa pada tahap-

tahap awal, kemungkinan besar akan membawa manajer atau analis capital budgeting

untuk mendapat “feel” atau “sense” mengenai apakah suatu rencana proyek investasi

mempunyai resiko yang relatif lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan resiko bisnis

perusahaan secara rata-rata. Secara teoritis, resiko dari suatu proyek investasi adalah

varians hasil yang sesungguhnya di atas atau di bawah dari nilai atau hasil yang diharapkan,

atau digambarkan sebagai berikut8:

Namun dalam analisa capital budgeting, jelas untuk mengetahui varians dari hasil yang

sesungguhnya tidaklah mungkin, karena proyek investasi belum dijalankan sama sekali.

Segala sesuatu, bahkan besarnya arus kas di masa depan masih bersifat proyeksi dan

praktis hanya diharapkan akan terjadi. Kalau analis capital budgeting memang memiliki

kemampuan untuk memperkirakan probabilitas dari hasil arus kas dalam berbagai situasi

ekonomi, misalnya untuk sederhananya ada 3 kondisi ekonomi, yaitu Boom, Normal dan

Resesi, maka tetap secara statistik dapat ditentukan varians hasil tersebut, sebagaimana

ditunjukkan di contoh ini9.

7 Watson, Denzil; dan Antony Head. Corporate Finance: Principles & Practice. Edisi kelima. Essex

(UK): Pearson Education Limited. 2010. Bab 7: Investment Appraisal: Applications and Risk. Halaman 199. 8 Damodaran, Aswath. Slide presentasi “Corporate Finance”. Halaman 16.

9 Drake, Pamela Peterson. Capital Budgeting & Risk. Diakses pada tanggal 30 Mei 2014 dari laman:

http://educ.jmu.edu/~drakepp/principles/module6/cbrisk.pdf.

Page 10: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 10

Menentukan probabilitas juga bukan sesuatu pekerjaan yang mudah, walaupun data masa

lalu atau data historis ada kemungkinan bisa digunakan.

Alternatif lain untuk memperoleh “feel” atau gambaran dari tingkat resiko suatu proyek

investasi, bisa dilihat dari klasifikasi proyek investasi itu sendiri. Brigham dan Daves

membagi proyek menjadi 7 kelompok sebagai berikut10:

1) Penggantian: guna mempertahankan tingkat operasional perusahaan saat ini.

2) Penggantian: pengurangan atau efisiensi biaya operasional.

3) Perluasan atau ekspansi dari produk atau pasar yang sudah ada saat ini.

4) Perluasan atau ekspansi ke dalam produk atau pasar yang sama sekali baru.

5) Proyek-proyek tujuan keamanan kerja (safety) dan lingkungan kerja (environmental).

6) Riset dan pengembangan (litbang).

7) Proyek-proyek kontrak jangka panjang.

Apabila diperhatikan dari tujuh klasifikasi proyek investasi di atas, beberapa proyek investasi

tampak lebih memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi daripada yang lain, misalnya terkait

perluasan produk atau pasar yang sama sekali baru bagi perusahaan. Apalagi riset dan

pengembangan. Untuk kedua kelompok tersebut, Brigham dan Daves menyebutkan11:

Expansion into new products or markets. These projects involve strategic decisions

that could change the fundamental nature of the business, and they normally require

the expenditure of large sums of delayed paybacks. Invariably, a detailed analysis is

required, and the final decision is generally made at the very top – by the board of

directors as a part of the firm’s strategic plan.

10

Brigham, Eugene F.; dan Phillip R. Daves. Intermediate Financial Management. Edisi kesembilan. Mason: Thomson/South-Western, bagian dari The Thomson Corporation. Bab 12: Capital Budgeting: Decision Criteria. Halaman 399. 11

Brigham, Eugene F.; dan Phillip R. Daves. Intermediate Financial Management. Edisi kesembilan. Mason: Thomson/South-Western, bagian dari The Thomson Corporation. Bab 12: Capital Budgeting: Decision Criteria. Halaman 399.

Page 11: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 11

Research and development. The expected cash flows from R&D are often too

uncertain to warrant a standard discounted cash flow (DCF) analysis. Instead,

decision tree analysis and the real options approach are often used.

Dari kedua poin di atas, dari tingkat pengambilan keputusan, kedua-duanya selalu

memerlukan persetujuan dari dewan direksi dan merupakan bagian penting dari rencana

strategi perusahaan. Khusus untuk litbang, bahkan pendekatan analisanya saja tidak dapat

mengandalkan pendekatan arus kas didiskonto, dan seringkali memanfaatkan pendekatan

real options dan analisa pohon keputusan. Pada umumnya, mengingat tingkat resiko tinggi

yang dikaitkan dengan kedua proyek investasi tersebut, perusahaan akan cenderung

memperkerjakan tenaga eksternal yang berpengalaman di proyek investasi untuk

menjalankannya. Lebih jauh, daripada mengembangkannya sendiri, perusahaan bahkan

bisa memutuskan untuk mengakuisisi perusahaan yang produk atau pasarnya menjadi

target perusahaan yang bersangkutan. Hal ini juga guna memperpendek kurva belajar

(learning curve) perusahaan dan mendorong pertumbuhan anorganik perusahaan itu

sendiri.

Kalau sudah dapat “feel” terkait resiko proyek, lalu mau diapakan? Bagaimana memasukkan

unsur “feel resiko” ini ke dalam analisa NPV?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita perlu kembali ke formula NPV itu sendiri,

sebagaimana ditunjukkan di bawah ini12.

Atau kalau dituangkan dalam ilustrasi gambar, akan tampak analisa NPV suatu proyek

sebagai berikut:

12

Gitman, Lawrence. J.; dan Chad J. Zutter. Principles of Managerial Finance. Edisi ketiga belas. Boston: Prentice Hall. 2012. Bab 10: Capital Budgeting Techniques. Halaman 397.

Page 12: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 12

Kalau diperhatikan dari rumus NPV dan ilustrasi di atas, tampak jelas bahwa analisa NPV

bergantung kepada 2 hal yang sangat penting, terutama karena adanya unsur

“ketidakpastian”. Semoga pembaca sudah bisa melihatnya.

Pertama, di arus kas tahun pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima. Atau secara umum,

di arus kas [masuk neto, sesudah pajak]13 yang dihasilkan proyek tersebut sepanjang usia

proyek, dapat digambarkan sebagai berikut:14

13

Umum juga disebut sebagai Free Cash Flow yaitu Arus Kas Bebas. Pembaca bisa membaca Bab 9: Fundamentals of Capital Budgeting dari buku “Fundamentals of Corporate Finance” (edisi kedua, Boston: Pearson Education, Inc. 2012, halaman 247) karangan Jonathan Berk, Peter DeMarzo dan Jarrad Harford, terkait bagaimana melakukan konversi dari proyeksi laba ke arus kas bebas dalam perhitungan Net Present Value (NPV). 14

Berk, Jonathan; Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi kedua. Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Bab 9: Fundamentals of Capital Budgeting. Halaman 249.

Page 13: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 13

Dari gambaran di atas, arus kas dari suatu proyek, dapat dibagi menjadi tiga waktu:

Arus kas yang terjadi pada saat awal-awal proyek, termasuk investasi pembelian

peralatan, biaya pengembangan awal dan investasi pada modal kerja, mencakup

pembelian persediaan barang dan bahan mentah/bahan penunjang.

Arus kas yang terjadi selama berjalannya proyek, baik yang timbul dari hasil

penerimaan penjualan atau pendapatan, biaya-biaya yang terkait kegiatan

operasional baik mencakup biaya produksi, antara lain pembelian bahan

mentah/bahan penunjang, pembayaran gaji dan upah karyawan, overhead

operasional, serta biaya non-produksi, antara lain, biaya pemasaran, biaya distribusi,

biaya umum dan administrasi, dan pajak penghasilan. Di samping itu, terdapat juga

arus kas yang terjadi akibat perubahan pada modal kerja neto (yaitu aktiva lancar

dikurangi hutang lancar). Apabila bisnis perusahaan mengalami pertumbuhan positif,

kemungkinan besar hal ini akan diikuti dengan penambahan persediaan barang

dagangan, dan saldo kas dan bank yang lebih tinggi untuk mendukung kebutuhan

operasional yang lebih besar (misalnya, adanya penambahan tenaga kerja di

berbagai departemen, kantor cabang, unit kendaraan operasional, overhead, dan

lain-lain). Perubahan kebijakan pemberian kredit yang dimaksudkan untuk

meningkatkan angka penjualan, bisa juga berimbas pada naiknya saldo piutang

usaha. Akibatnya, kebutuhan modal kerja neto yang mesti didanai akan meningkat

pula secara keseluruhan.

Arus kas yang terjadi pada akhir masa proyek. Untuk proyek bisnis yang

berkelanjutan (going concern), cenderung arus kas dari kegiatan operasional (Cash

Flow from Operating Activities) yang dihasilkan akan selalu terjadi, walaupun bisa

saja ada masa-masa atau periode arus kas mengalami peningkatan atau bahkan

penurunan, seiring dengan siklus hidup produk dan bisnis perusahaan, sebagaimana

digambarkan di bawah ini15.

15

Ilustrasi diambil dari slide presentasi berjudul “Cash Flow Analysis” yang diunduh dari laman web.chapman.edu/asbe/faculty/bdehning/.../April%2022%20Student.ppt pada tanggal 30 Mei 2014.

Page 14: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 14

Namun dalam kondisi tertentu, dimana proyek memang benar-benar berakhir, atau

perusahaan perlu melikuidasi penjualan produk tertentu atau mengakhiri salah satu

unit usahanya, maka arus kas akan terjadi pada titik-titik ini, termasuk (i) arus kas

masuk dari penjualan atau pelepasan aset-aset (termasuk peralatan produksi dan

kantor cabang dan lokasi outlet, dan sebagainya), memperoleh kembali semua

Page 15: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 15

penerimaan tagihan dari piutang usaha yang masih tersisa, menjual semuanya atau

bahkan melego persediaan barang dagangan yang masih ada, dan (ii) arus kas

keluar untuk membayar pesangon karyawan, biaya-biaya penutupan lokasi, dan

membayar semua hutang pemasok dan vendor yang masih ada. Arus kas neto pada

waktu penutupan, bisa positif atau negatif, tergantung apakah hasil dari penjualan

aset dan penurunan modal kerja neto bisa menutupi seluruh biaya akibat penutupan

unit usaha atau proyek tersebut. Bisa saja, unit usaha tersebut tidak ditutup, tapi

bahkan kemudian dijual ke pihak investor yang tertarik untuk mengembangkannya

lebih lanjut. Hasil penjualan unit usaha atau proyek tersebut bisa bernilai tinggi atau

rendah, tergantung pada apakah usaha itu masih prospektif dan apakah ada pihak

investor lain yang memang memiliki kapabilitas dan sumber daya untuk

memaksimalkan potensi unit usaha tersebut di masa depan.

Arus Kas [Masuk Neto, Sesudah Pajak]

Sebelum kita melangkah lebih jauh terkait arus kas yang memiliki ketidakpastian ini, penulis

ini secara singkat mengingatkan bahwa meskipun arus kas (cash flow) terkesan sederhana,

namun dalam praktiknya di dalam suatu perusahaan, ukuran arus kas atau apa yang

dimaksud “arus kas” yang dapat diikuti dan ditelusuri oleh manager dan analis perusahaan

bisa sangat bervariasi.

Megginson dan Smart 16 memberikan ilustrasi aliran arus kas dalam suatu perusahaan,

dimana berpusat pada kas dan surat berharga (atau setara kas17), dimana saldo akun ini

mencerminkan reservoir likuiditas, yang naik dengan arus kas masuk dan berkurang dengan

arus kas keluar.

16

Megginson, William L., dan Scott B. Smart. Introduction to Corporate Finance. Edisi kedua. Ohio: South-Western, bagian dari Cengage Learning. 2009. Bab 2: Financial Statement and Cash Flow Analysis. Halaman 42. 17

Dalam standar akuntansi keuangan internasional atau di Indonesia, ini dikenal sebagai setara kas (cash equivalent), yang didefinisikan sebagai investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek, dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah yang dapat ditentukan dan memiliki risiko perubahan nilai yang tidak signifikan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 2 (revisi 2009) tentang “Laporan Arus Kas”.

Page 16: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 16

Mestinya sederhana, kalau mau tahu arus kas, bisa langsung dilihat dari saldo akun kas dan

surat berharga atau setara kas. Ini sangat logis mengingat bahwa walaupun laba bersih

merupakan ukuran akuntansi untuk kinerja suatu perusahaan, namun laba bersih tidak

benar-benar menggambarkan laba “sesungguhnya” dalam arti perusahaan tentu tidak dapat

menggunakan laba bersihnya untuk membeli bahan baku atau persediaan, membayar gaji

karyawan, membiayai suatu investasi, atau bahkan untuk melakukan distribusi dividen

kepada para pemegang saham. Semua yang disebutkan sebelumnya memerlukan uang

tunai atau setara kas.

Walaupun arus kas (cash flow) mestinya sederhana, namun dalam praktiknya, Mills, Bible

dan Mason mengamati bahwa masih belum terdapat konsensus bagaimana menentukan

arus kas itu sendiri, sebagaimana ditunjukkan dibawah ini18.

18

Mills, John; Lynn Bible; dan Richard Mason. Defining Free Cash Flow. The CPA Journal. Halaman 38. Dibaca dari laman http://www.nysscpa.org/cpajournal/2002/0102/features/f013602.htm, pada tanggal 30 Mei 2014.

Page 17: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 17

Berk, DeMarzo dan Harford menyebutkan bahwa19:

….Thus, to evaluate a capital budgeting decision, we must determine its consequences for

the firm’s available cash. The incremental effect of a project on the firm’s available cash is

the project’s incremental free cash flow.

Jadi tampak bahwa yang dimaksud kas ini bukan saldo kas itu sendiri, tapi arus kas bebas

inkremental.

19

Berk, Jonathan; Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi kedua. Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Bab 9: Fundamentals of Capital Budgeting. Halaman 255.

Page 18: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 18

“Arus kas masuk neto, sesudah pajak” untuk tujuan analisa capital budgeting, adalah arus

kas bebas inkremental.

Berikutnya, apa yang dimaksud dengan arus kas bebas (free cash flow) ini? Mills, Bible dan

Mason kembali mengamati bahwa masih belum terdapat konsensus bagaimana

menentukan arus kas bebas ini, sebagaimana ditunjukkan dibawah ini20.

20

Mills, John; Lynn Bible; dan Richard Mason. Defining Free Cash Flow. The CPA Journal. Halaman 39. Dibaca dari laman http://www.nysscpa.org/cpajournal/2002/0102/features/f013602.htm, pada tanggal 30 Mei 2014.

Page 19: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 19

Secara umum, Arus Kas Bebas (Free Cash Flow) didefinisikan sebagai :

The amount of cash flow available to investors – the providers of debt and equity capital. It

represents the net amount of cash flow remaining after the firm has met all operating needs

and paid for investments – both long term (fixed) and short term (current) 21. (terjemahan

bebas: Jumlah arus kas yang tersedia bagi para investor [perusahaan], yang terdiri dari

kreditur dan pemasok modal. Jumlah arus kas ini merupakan jumlah arus kas neto yang

tersisa sesudah perusahaan mampu memenuhi semua kebutuhan operasionalnya,

termasuk modal kerja, dan keperluan investasi, baik yang bersifat jangka panjang (yang

merupakan investasi tetap) dan jangka pendek, yang diperlukan pada periode yang

bersangkutan.)

Menarik menyimak Ross, Westerfield dan Jaffe22:

Several types of cash flow are relevant to understanding the financial situation of the firm.

Operating cash flow, defined as earnings before interest plus depreciation minus taxes,

measures the cash generated from operations not counting capital spending or working

capital requirements. It is usually positive; a firm is in trouble if operating cash flow is

negative for a long time because the firm is not generating enough cash to pay operating

21

Megginson, William L., dan Scott B. Smart. Introduction to Corporate Finance. Edisi kedua. Ohio: South-Western, bagian dari Cengage Learning. 2009. Bab 2: Financial Statement and Cash Flow Analysis. Halaman 44. Sebagai catatan, penulis tidak mendapatkan definisi secara eksplisit untuk Free Cash Flow dalam buku Fundaments of Corporate Finance (Jonathan Berk, Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Edisi kedua), dan Corporate Finance (Jonathan Berk dan Peter DeMarzo. Edisi kedua). Dalam komunikasi via surel dengan Peter DeMarzo pada tanggal 30 Mei 2014, Peter DeMarzo mengatakan bahwa ia sengaja tidak mencantumkan definisi Free Cash Flow menggunakan kalimat, dan sebaliknya lebih memilih menunjukkannya dengan formula bagaimana menghitung Free Cash Flow. Lebih lanjut, dikatakan bahwa besaran kas yang tersedia sendiri di suatu perusahaan akan tergantung pada akhirnya pada kebijakan yang dipilih oleh manajemen perusahaan terkait berapa besar yang akan didistribusikan sebagai dividen kepada para pemegang saham (firm’s payout ratio). Penulis justru beranggapan terbalik dengan Peter DeMarzo, bagaimanapun suatu definisi tetap diperlukan dalam suatu buku teks Corporate Finance, yang kemudian dapat diikuti dengan suatu formula. Inti dari Free Cash Flow menurut penulis, terletak pada pentingnya penekanan pada berapa kas yang perlu ditanamkan kembali ke dalam perusahaan guna mendukung keberlanjutan (sustainability) dari kegiatan usaha perusahaan ke depannya. Sisa kas inilah yang lalu dianggap sebagai “Free” atau bebas untuk dibagikan atau didistribusikan kepada para kreditur dan para pemegang saham. Tidak beralasan kalau perusahaan sesudah mampu memberikan dividen kepada para pemegang saham atau membayar pinjaman pokok dan bunga pihak kreditur, justru mengalami kesulitan kas atau finansial untuk dapat menopang kebutuhan operasionalnya sendiri, baik untuk saat ini, jangka menengah maupun dalam jangka panjang. 22

Ross, Stephen A.; Randolph W. Westerfield; dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesepuluh. New York: McGraw-Hill/Irwin, unit usaha dari The McGraw-Hill Companies, Inc. 2013. Bab 2: Financial Statements and Cash Flow. Halaman 32.

Page 20: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 20

costs. Total cash flow of the firm includes adjustments for capital spending and additions

to net working capital. It will frequently be negative. When a firm is growing at a rapid rate,

spending on inventory and fixed assets can be higher than operating cash flow.

Jadi perhatikan bahwa paragraf di atas dibedakan antara Arus Kas Dari Kegiatan Usaha

(operating cash flow), yang umumnya positif, dengan Total Arus Kas Perusahaan (total

cash flow of the firm), yang seringkali justru negatif.

Lebih jauh, dikatakan:

A firm’s total cash flow sometimes goes by a different name, free cash flow. Of course,

there is no such thing as “free” cash (we wish!). Instead, the name refers to cash that the

firm is free to distribute to creditors and stockholders because it is not needed for working

capital or fixed asset investments. We will stick with “total cash flow of the firm” as our label

for this important concept because, in practice, there is some variation in exactly how free

cash flow is computed. Nonetheless, whenever you hear the phrase “free cash flow,” you

should understand that what is being discussed is cash flow from assets that can be

distributed to investors. While we are not in the naming game, we frequently use the name

distributable cash flow.

Jadi Ross, Westerfield dan Jaffe lebih suka menggunakan kata-kata “total arus kas

perusahaan” atau “arus kas yang dapat dibagikan” dibandingkan Free Cash Flow, yang

terkesan arus kas tersebut “gratis”. “Free” (atau “bebas”) di sini lebih berarti bahwa arus kas

yang dihasilkan dari kegiatan usaha dan tidak diperlukan lagi untuk kebutuhan modal kerja

dan investasi pada aset tetap, bagi manajemen perusahaan, “bebas” untuk dibagikan atau

didistribusikan ke pihak kreditur dan pemegang saham perusahaan. Suatu penjelasan yang

cukup menarik bagi penulis sendiri.

Atau kalau dituangkan dalam suatu formula, Free Cash Flow dapat diperoleh melalui

pendekatan analisa Laporan Laba Rugi dan Neraca atau Laporan Posisi Keuangan, sebagai

berikut23:

23

Berk, Jonathan; Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi kedua. Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Bab 9: Fundamentals of Capital Budgeting. Halaman 258 dan 259.

Page 21: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 21

(i)

(ii)

Penulis lebih menyukai formula (ii) di atas dibandingkan (i), mengingat dalam formula (ii)

tercantum secara eksplisit, penghematan pajak dari beban penyusutan (sebagai pengurang

pendapatan), atau dikenal sebagai depreciation tax shield. Dengan kata lain, besaran atau

nilai depreciation tax shield ini dapat diketahui secara langsung. Ini akan sangat bermanfaat

untuk mengetahui seberapa besar penghematan pajak penghasilan akibat beban

penyusutan dan dalam konteks perbandingan dengan perusahaan-perusahaan dalam

industri yang sama. Ini menjadi penting karena depreciation tax shield merupakan

penambah Free Cash Flow, atau dapat dikatakan, beban penyusutan memiliki pengaruh

positif bagi Free Cash Flow suatu perusahaan.

Kembali ke Arus Kas

Bagaimana dengan arus kas yang terjadi pada t = 0? Arus kas pada t = 0 pada umumnya

adalah arus kas keluar, yang diidentikkan dengan jumlah investasi yang mesti dikeluarkan

pada awal proyek. Karena jumlah ini dapat ditentukan dengan tingkat kepastian yang relatif

tinggi, maka resiko proyek itu sendiri akan ada dalam perhitungan nilai kini dari arus

kas masuk neto, yaitu bagian pertama dari rumus di atas:

Page 22: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 22

Yaitu:

Kalau kita perhatikan rumus di atas, maka terdapat 2 unsur yaitu:

Cash Flow (CF) (t), yaitu arus kas masuk [neto] yang diharapkan (expected cash

inflows) akan dihasilkan selama usia proyek investasi; dan

r, yaitu dan tingkat diskonto.

Dengan demikian, “unsur resiko” dapat masuk baik dalam arus kas masuk [neto]

proyek selama usia proyek, ATAU tingkat diskonto. Namun perlu dicermati bahwa

penulis menggunakan kata “ATAU” dan bukan “DAN”. Ini artinya bahwa “unsur resiko” ini

tidak dapat dimasukkan bersamaan baik atas arus kas masuk [neto] DAN tingkat diskonto,

karena dengan melakukan hal ini terjadi dua kali penyesuaian untuk unsur resiko yang

SAMA.

Brealey, Myers dan Allen memberikan petunjuk bagaimana tidak terjadi dua kali

penyesuaian untuk unsur resiko yang sama24:

Firms can best help their shareholders by accepting all projects that are worth more than

they cost. In other words, they need to seek out projects with positive net present values. To

find net present value we first calculate present value. Just discount future cash flows by an

appropriate rate r, usually called the discount rate, hurdle rate, or opportunity cost of capital.

The discount rate r is determined by rates of return prevailing in capital markets. If the

future cash flow is absolutely safe, then the discount rate is the interest rate on safe

securities such as U.S. government debt25. If the future cash flow is uncertain, then

24

Brealey, Richard A.; Stewart C. Myers dan Franklin Allen. Principles of Corporate Finance. Edisi kesepuluh. New York: McGraw-Hill/Irwin, unit usaha The McGraw-Hill Companies, Inc. 2011. Bab 2: How to Calculate Present Values. Halaman 39. 25

Obligasi atau surat hutang yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank sentral suatu negara pada umumnya dianggap “aman”, karena tingkat imbal hasil yang dijanjikan (promised yield) akan selalu sama dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan pihak investor (expected return). Mengapa bisa sama? Ini disebabkan probabilitas wanprestasi (probability of default), baik dalam pengembalian

Page 23: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 23

the expected cash flow should be discounted at the expected rate of return offered by

equivalent-risk securities.

Bagian yang diberi penebalan dalam paragraf di atas, memberikan kita petunjuk bahwa:

(i) jika arus kas di masa depan adalah aman, maka tingkat diskonto yang digunakan

mesti juga tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh instrumen investasi yang aman;

atau

(ii) jika arus kas di masa depan adalah tidak aman atau tidak pasti, maka arus kas yang

sekarang menjadi “diharapkan”, mesti juga didiskonto pada tingkat imbal hasil yang

“diharapkan”, yang ditawarkan oleh instrumen investasi dengan tingkat resiko yang

ekivalen.

Jadi konsep “apple-to-apple” berlaku. Kalau arus kas “aman”, tingkat diskonto mesti tingkat

imbal hasil yang “aman” atau “pasti” juga. Kalau arus kas cuma “diharapkan”, maka tingkat

diskonto menjadi tingkat imbal hasil yang “diharapkan” juga, yang mana diambil dari tingkat

suku bunga atau tingkat imbal hasil pasar yang ditawarkan oleh instrumen investasi yang

memiliki tingkat resiko yang ekivalen.

Kita bicarakan terlebih dahulu, arus kas masuk [neto, sesudah pajak].

Coba perhatikan pola arus kas keluar dan masuk dari proyek A di bawah ini. Dalam suatu

proyek investasi, pada umumnya, ada lelucon bahwa “uang keluar” sudah pasti, namun

“uang masuk” belum tentu mengalir masuk. Dari lelucon tersebut, kita tahu bahwa dalam

menjalankan suatu proyek investasi, pengeluaran uang menjadi hal yang umumnya mesti

dikeluarkan terlepas produk yang dipasarkan kemudian laku atau tidak. Misalnya, banyak

biaya-biaya yang dengan mudah dapat dipastikan akan keluar, misalnya, pembelian bahan

baku dan bahan pembantu, biaya gaji dan upah tenaga kerja, biaya overhead pabrik dan

kantor, biaya distribusi dan biaya pemasaran.

pokok pinjaman maupun pembayaran bunga secara periodik, kecil sekali atau mendekati nol, sehingga dapat diabaikan. Ini praktis menyatakan bahwa investasi pada surat hutang pemerintah atau bank sentral adalah “bebas resiko”. Ross, Stephen A.; Randolph W. Westerfield; dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesepuluh. New York: McGraw-Hill/Irwin, unit usaha dari The McGraw-Hill Companies, Inc. 2013. Bab 8: Interest Rates and Bond Valuation. Halaman 250.

Page 24: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 24

Jadi secara tidak langsung kita sudah tahu bahwa arus kas masuk [neto, sesudah pajak]

tahun ke-1 sampai dengan ke-5 di atas, pasti hanya merupakan arus kas masuk yang

DIHARAPKAN (expected cash inflows) yang BELUM TENTU AKAN TEREALISASI. Bisa

lebih besar dan bisa juga lebih kecil. Hal ini berarti apa? Artinya setiap tahun, arus kas

masuk tersebut memiliki potensi untuk berubah, atau memiliki variabilitas dengan berbagai

kemungkinan probabilitas dari arus kas masuk [neto] yang mungkin terjadi. Kalau

diasumsikan bahwa distribusi arus kas masuk [neto] yang mungkin adalah mengikuti bentuk

lonceng (bell shape), maka resiko dalam arus kas proyek dapat diilustrasikan sebagai

berikut26.

26

Lasher, William R. Practical Financial Management. Edisi kelima. Mason (USA): Thomson South-Western, bagian dari The Thomson Corporation. 2008. Bab 12: Risk Topics and Real Options in Capital Budgeting. Halaman 486.

Page 25: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 25

Bentuk “bell” ini menggambarkan bahwa resiko pada umumnya dikaitkan dengan variabel

acak (random variable) berikut dengan distribusi probabilitasnya. Resiko ini berupa

kemungkinan bahwa suatu variabel acak bisa memiliki nilai yang berbeda (yang bisa saja

sangat signifikan) dibandingkan dengan nilai yang kita harapkan, dan perbedaan ini bisa

berarti positif (artinya bisa lebih tinggi) atau bahkan negatif (artinya bisa lebih rendah).

Bentuk “bell” ini akan mengindikasikan bahwa “nilai” yang kita munculkan dalam pola arus

kas dalam suatu analisa capital budgeting adalah hanya “rata-rata” berupa nilai yang

diharapkan (expected value), dan masih ada kemungkinan bahwa hasil akhirnya berbeda

(secara signifikan) dari rata-rata tersebut, yang umum disebut sebagai varians. Karena arus

kas itu variabel acak, maka hasil Net Present Value (NPV) yang diperoleh pada dasarnya

juga variabel acak, sesuatu yang mudah dipahami karena NPV ini dihitung atau didapatkan

dari berbagai arus kas yang merupakan variabel acak berikut masing-masing distribusi

probabilitasnya. Bentuk NPV sendiri, karena ia variabel acak dengan distribusi

probabilitasnya sendiri, dapat mengambil berbagai bentuk, sebagai ditunjukkan di bawah

ini27.

Karena baik arus kas masuk [neto, sesudah pajak] sepanjang usia proyek investasi dan

hasil angka NPV yang diperoleh adalah variabel acak dengan distribusi probabilitasnya

masing-masing, maka perlu disadari bahwa analisa NPV hanya memunculkan angka

besaran NPV, tanpa melihat lebih jauh resiko proyek investasi itu sendiri. Coba dilihat

kembali, arus kas masuk [neto, sesudah pajak] bisa meleset, dan pada dasarnya, ia

merupakan ESTIMASI atau ANGKA YANG DIHARAPKAN saja….sehingga tidak salah

kalau arus kas masuk [neto, sesudah pajak] ini dikatakan mengandung resiko. Tentunya kita

tahu bahwa resiko selalu dekat dengan “ketidakpastian” (uncertainty). Resiko pada suatu

27

Lasher, William R. Practical Financial Management. Edisi kelima. Mason (USA): Thomson South-Western. 2008. Bab 12: Risk Topics and Real Options in Capital Budgeting. Halaman 487.

Page 26: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 26

proyek investasi berarti bahwa tingkat arus kas yang diharapkan di masa depan penuh

dengan ketidakpastian, alias tidak dapat diketahui sebelumnya (unpredictable). Dengan kata

lain, banyak hal DAPAT terjadi dibandingkan AKAN terjadi.

Dengan menggunakan ilustrasi gambar di atas, NPV proyek B dengan nilai $13 juta jelas

lebih tinggi daripada NPV proyek A dengan nilai $12 juta. Tapi kalau kita menyadari bahwa

angka NPV hanya merupakan NILAI YANG DIHARAPKAN, atau bahkan hanya berupa

fungsi dari ESTIMASI arus kas masuk [neto, sesudah pajak], maka di sini kita perlu berhati-

hati. Ya, NPV proyek B lebih besar, namun bentuk distribusi probabilitasnya juga

menunjukkan proyek tersebut memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi dibandingkan proyek

A.

Di samping bentuk “bell” dengan distribusi probabilitas yang simetris (sisi kiri dan sisi kanan

sama) dari titik rata-rata-nya, maka masih terdapat bentuk lain dimana distribusi

probabilitasnya tidak simetris, atau dikenal sebagai distribusi probabilitas “skewed”,

sebagaimana dibandingkan di bawah ini28.

Jadi selain bentuk “bell” dalam distribusi probabilitas arus kas masuk [neto, sesudah pajak],

kemungkinan bentuk “skewed” bisa saja terjadi, dengan berbagai faktor penyebabnya.

Misalkan, arus kas masuk [neto, sesudah pajak] suatu bisnis sudah mencapai titik maksimal,

yang diakibatkan kapasitas pabrik, pembatasan harga, dan lain-lain, sehingga kalau hanya

28

Pratt, Shannon P.; dan Roger J. Grabowski. Cost of Capital: Applications and Examples. Edisi ketiga. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2008. Bab 5: Relationship Between Risk and the Cost of Capital. Halaman 41-42.

Page 27: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 27

mengambil bentuk “bell”, bisa jadi arus kas yang diharapkan ini tidak mencerminkan hasil-

hasil yang mungkin terjadi. Artinya, analisa NPV perlu sekali mempertimbangkan hal ini.

Ada hal yang menarik yang diingatkan oleh Pratt dan Grabowski terkait hal di atas29:

In either case (yaitu baik distribusi probabilitas simetris atau skewed), calculating a measure

of central tendency (e.g., expected value) by probability weighing the expected cash flows

does not eliminate the risk of the distributions. The appropriate discount rate is not a

risk-free rate of return. Would the market only demand the risk-free rate of return for taking

on the variability of the cash flows? The answer is no. The market will demand

compensation (added return) for accepting the risk that the actual cash flow will differ from

the expected cash flows in future periods and the added return will increase depending on

the amount of expected dispersion that could occur. That is, one would expect that the

greater the dispersion of expected cash flows the greater the discount rate.

Dari apa yang dibicarakan oleh Pratt dan Grabowski, memperoleh nilai yang diharapkan,

yang merupakan nilai rata-rata dengan probabilitas sebagai bobotnya, tidak akan

menyelesaikan masalah terkait dengan resiko distribusi arus kas masuk [neto, sesudah

pajak] itu sendiri. Dengan kata lain, Pratt dan Grabowski melihat bahwa pelaku pasar akan

selalu meminta kompensasi berupa premi resiko, untuk mengantisipasi resiko bahwa hasil

arus kas yang terjadi di kemudian hari berbeda dari arus kas yang diharapkan, dan premi

resiko ini akan naik seiring dengan makin lebarnya penyebaran yang diharapkan akan

terjadi.

Bagaimana Memasukkan Resiko ke dalam Analisa Capital Budgeting

Lalu dimana cara memperhitungkan faktor resiko ke dalam analisa NPV? Mudah-mudahan

pembaca sudah bisa memperkirakannya? Lihat kembali rumus NPV ditunjukkan di bawah

ini.

29

Pratt, Shannon P.; dan Roger J. Grabowski. Cost of Capital: Applications and Examples. Edisi ketiga. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2008. Bab 5: Relationship Between Risk and the Cost of Capital. Halaman 42.

Page 28: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 28

Catatan:

NPV = Net Present Value (nilai kini neto)

FCF = Free Cash Flow (arus kas bebas, atau arus kas neto, sesudah pajak)

k = tingkat diskonto

IO = Initial Investment (investasi awal)

Buku-buku teks di bidang corporate finance memberitahu kita bahwa terdapat 2 cara

melakukan penyesuaian atas NPV di atas, dengan kehadiran resiko, yaitu:

(1) faktor pembilangnya – yaitu arus kas masuk [neto, sesudah pajak] yang akan kita

sesuaikan. Ini dikenal sebagai Pendekatan Certainty Equivalent30. Atau,

(2) faktor penyebutnya – yaitu tingkat diskonto yang akan kita sesuaikan. Ini dikenal

sebagai Pendekatan Tingkat Diskonto dengan Resiko yang Disesuaikan (Risk-

Adjusted Discount Rate).

Dr. Daing Nasir Ibrahim dari Universiti Sains Malaysia memberikan diagram di bawah ini

untuk memperoleh Certainty Equivalent (CE) atau NPV yang diharapkan dari suatu proyek

investasi, yang menunjukkan 2 cara untuk mengakomodasi unsur resiko ke dalam analisa

capital budgeting31:

30

Robicheck, Alexander A.; dan Stewart C. Myers. Conceptual Problems in the Use of Risk-Adjusted Discount Rates. The Journal of Finance. Volume 21, Issue 4. Halaman 727–730. Desember 1966. 31

Ibrahim, DR. Daing Nasir. A Historical Review of Risk Consideration in Capital Budgeting. School of Management. Universiti Sains Malaysia. The Malaysian Accountant June 1994. Halaman 5.

Page 29: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 29

Page 30: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 30

Atau dengan cara yang lebih sederhana, Brealey, Myers dan Allen memberikan gambar

yang cukup mewakili 2 cara analisa NPV dengan arus kas yang mengandung resiko32:

Dijelaskan lebih lanjut oleh Brealey, Myers dan Allen, sebagai berikut:

Metode pertama: hitung arus kas ekivalen dengan kepastian (certainty-equivalent cash flow

atau disingkat CECF) dan mendiskonto CECF ini dengan tingkat bunga bebas resiko [yaitu

resiko terjadinya wan-prestasi, atau default risk]. CECF bisa didapatkan dengan

menanyakan berapa jumlah arus kas yang bersedia diterima dengan pasti (smallest certain

payoff) oleh analis, yang dapat ditukarkan dengan arus kas yang beresiko tersebut? Jelas

bahwa CECF adalah arus kas yang aman, yaitu faktor resiko-nya dikeluarkan, namun faktor

nilai waktu uang (time value of money) akan tetap ada. Karena CECF merupakan arus kas

yang aman dan pasti diterima oleh pihak analis, ia dapat didiskonto menggunakan tingkat

bunga bebas resiko [wan-prestasi]. Dalam gambar di atas, ini disebut sebagai Metode

Certainty-Equivalent.

32

Brealey, Richard A.; Stewart C. Myers; dan Franklin Allen. Principles of Corporate Finance. New York: McGraw-Hill/Irwin. 2011. Bab 9: Risk and The Cost of Capital. Halaman 228.

Page 31: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 31

Formula untuk metode Certainty-Equivalent ditunjukkan di bawah ini.

Metode kedua: mendiskonto arus kas beresiko tersebut pada Risk-Adjusted Discount Rate

(RADR), yaitu tingkat diskonto dengan penyesuaian resiko), dimana RADR ini lebih besar

daripada tingkat bunga bebas resiko [wan-prestasi] (risk-free interest rate, atau disingkat

rf)33.

Formula untuk metode RADR ditunjukkan di bawah ini34.

~~~~~~ ####### ~~~~~~

33

Sebagai catatan, RADR tidak selalu lebih besar daripada rf (risk-free rate), dalam hal aset dengan beta negatif, RADR bisa lebih kecil daripada rf, namun demikian, beta aktual dalam dunia pasar keuangan umumnya akan hampir selalu positif. Di samping itu, RADR tidak negatif. Terkait tingkat bunga bebas resiko [wan-prestasi], pembaca juga bisa membaca tulisan Prof. Aswath Damodaran berjudul (i) “Estimating Risk Free Rates” yang dapat diunduh dari laman http://www.stern.nyu.edu/~adamodar/pdfiles/papers/riskfree.pdf. (ii) “What is the Risk-free Rate? A Search for the Basic Building Block”. Dapat diunduh dari laman http://people.stern.nyu.edu/adamodar/pdfiles/papers/riskfreerate.pdf. Kedua artikel tersebut diunduh oleh penulis pada tanggal 11 April 2014. 34

Keown, Arthur J.; John D. Martin; J. William Petty; dan David F. Scott, Jr. Financial Management: Principles and Applications. Edisi kesepuluh. New Jersey: Pearson Education. Bab 11: Capital Budgeting and Risk Analysis. Halaman 378.

Page 32: Memasukkan unsur resiko ke dalam analisa capital budgeting  pendekatan certainty equivalent – bagian a1

www.futurumcorfinan.com

Page 32

Disclaimer

This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of

writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have

been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any

representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising

from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is

not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your

advisors for specific advice.

This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the

authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com

© FUTURUM. All Rights Reserved