Mellanie Amelia Dasty Savitri 230210080052 Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Junianto, MP.
description
Transcript of Mellanie Amelia Dasty Savitri 230210080052 Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Junianto, MP.
SEMINAR SARJANA
KAJIAN TINGKAT KERENTANAN LINGKUNGAN FISIK PESISIR MENGGUNAKAN METODE AHP
(ANALITICAL HIRARCHY PROCESS)DI KABUPATEN BANTUL, YOGYAKARTA
Mellanie Amelia Dasty Savitri
230210080052
Di bawah bimbingan:
Dr. Ir. Junianto, MP.
Ankiq Taofiqurohman S., MT.
Dosen Penelaah :
Syawaludin Alisyahbana Harahap, S.Pi., MSc.
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012
LATAR BELAKANG
Multifungsi
kawasanPerubahan Morfologi
Kerentanan
AlamManusia
Pesisir Bantul
Ancaman
Identifikasi masalah penelitian ini adalah faktor fisik manakah yang memiliki tingkat kepentingan (bobot) paling besar pada kerentanan pesisir Kabupaten Bantul, Yogyakarta dengan metode AHP (Analitical Hirarchy Process). Wilayah mana yang mengalami kerentanan fisik di pesisir Kabupaten Bantul.
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Untuk mengetahui tingkat kepentingan (bobot) dari kerentanan fisik pesisir di Kabupaten Bantul, Yogyakarta dengan menggunakan metode AHP (Analitical Hirarchy Process).
2. Untuk mengetahui klasifikasi kerentanan fisik pesisir di Kabupaten Bantul.
3. Untuk mengetahui Wilayah yang mengalami tingkat kerentanan fisik pesisir paling tinggi di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
TUJUAN PENELITIAN
1. Manfaat penelitian ini adalah mengetahui perubahan morfologi (bentuk) pantai yang terjadi di pesisir Kabupaten Bantul dan untuk informasi yang dipakai sebagai acuan dalam pengembangan tata ruang wilayah pesisir Kabupaten Bantul.
2. Manfaat lainnya adalah sebagai bahan masukan untuk menyusun rencana pencegahan kerentanan pesisir dalam upaya mengurangi kerusakan fisik pesisir di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
MANFAAT PENELITIAN
PENDEKATAN MASALAH
Wilayah Pesisir Bantul
Faktor AlamPerubahan morfologi
pantai
Abrasi dan akresi pantaiPasang surut Tinggi gelombangKemiringan pantaiMorfologi pantai
Kerusakan pantai
( kerentanan)
Analitical Hirarchy Process (AHP) dan SIG
KesimpulanInformasi
PengeloaanWilayah Pesisir
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012 di Kabupaten Bantul dengan terletak pada titik geografis 07°44'04" ‑ 08°00'27" Lintang Selatan dan 110°12'34" - 110°31'08" Bujur Timur.
ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
ALAT BAHAN
GPS Peta RBI skala 1: 50.000
Seperangkat Komputer, ER Mapper 7, Arc Gis 9.2
Peta Topografi Bantul, Peta Geologi Bantul
Kamera Digital Data Skunder : Pasang surut, Tinggi gelombang, data Citra Landsat TM 2001 dan 2011
Jenis Data Sumber Data
Abrasi dan akresi pantai Citra Landsat TM 2001 dan 2011
Kemiringan Pantai BAPPEDA Bantul
Pasang surut Dinas Hidro-Oseanografi Jakarta
Tinggi Gelombang BMKG Kabupaten Bantul
Jenis dan Sumber Data
METODE PENELITIAN
Metode Observasi Pengamatan langsung dan pengambilan terhadap data dari
instansi terkait.1. Data langsung
kondisi fisik pantai (dokumentasi) dan data hasil wawancara dengan responden ahli
2. Data dari instansi terkait
TAHAP PENELITIAN
Kajian Pustaka Pengumpulan dataData Primer :•Kondisi Fisik pantai (dokumentasi)•Kuisioner AHP
Data skunder :•Abrasi dan akresi pantai•Pasang surut•Tinggi Gelombang•Kemiringan Pantai•Morfologi pantai
Analisis Kerentanan Pantai( AHP dan GIS)
Penyusunan Tingkat Kerentanan Pantai
Penanganan
ANALISIS DATA PENELITIAN
1. Tahap Pengumpulan Data
2. AHP (Analitical Hirarchy Process)
a. Identifikasi Sistem
b. Penyusunan Struktur Hirarki
Fokus
Kriteria
Alternatif
Tingkat Kerentanan Pantai
Abrasi akresi
Pasang surut
Tinggi Gelombang
Kemiringan Pantai
Rentan tinggi
Rentan sedang
Rentan rendah
Morfologi Pantai
Rentan sangat tinggi
Suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki.
Menurut L. Saaty (1993), hirarki disusun oleh fokus,kriteria, dan alternatif.
AHP (Analitical Hirarchy Process)
c. Perbandingan Berpasangan
Pembuatan Matriks perbandingan, kemudian matriks ini yang akan diserahkan kepada responden yang dinilai berdasarkan skala berikut (L. Saaty, 1993):
Tingkat Kepentingan Definisi
1 Kedua elemen sama penting
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lain
5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain
7 Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen lainnya
9 Satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen yang lainnya
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Matriks dari Perbandingan Berpasangan yang akan diserahkan kepada responden adalah sebagai berikut :
Elemen Elemen Faktor B
Faktor A Abrasi akresi
Pasang surut
Tinggi gelombang
Kemiringan pantai
Abrasi akresi
Pasang surut
Tinggi Gelombang
Kemiringan pantai
d. Menyusun Rekapitulasi Jawaban Responden (Marimin, 2004)
Keterangan: = rata-rata geometrik n = jumlah responden Xi = penilaian oleh responden ke – i
Penyelesaian Matriks (Marimin, 2004) :• Kuadratkan matriks tersebut.• Hitung jumlah nilai dari setiap baris kemudian lakukan
normalisasi.• Hentikan proses ini, bila perbedaan antara jumlah dari dua
perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu (misalkan dengan syarat eigen tidak berubah sampai 4 angka di belakang koma)
Pengolahan Data Spasial
Perhitungan Nilai, Skor, dan Bobot
Proses pembobotan telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan AHP.
Kemudian proses selanjutnya adalah pemberian skor kepada parameter fisik
yang diperoleh dari data skunder. Perhitungan ini dilakukan dengan
menggunakan ArcGIS.
Perhitungan nilai kerentanan fisik dapat dilihat pada persamaan kerentanan
(Duriyapong dan K.Nakhapayong 2011) yaitu
CVI = (W1.X1)+(W2.X2)+(W3.X3)+(W4.X4)+(W5.X5)
Keterangan :CVI : tingkat kerentanan pesisir W1 : bobot abrasi dan akresi pantai
W2 : bobot tinggi gelombang
W3 : bobot kemiringan pantai
W4 : bobot morfologi pantai
W5 : bobot pasang surut
X1 : skor abrasi dan akresi pantai
X2 : skor tinggi gelombang
X3 : skor kemiringan pantai
X4 : skor morfologi pantai
X5 : skor pasang surut
Parameter Fisik dari Kerentanan Pantai
Sumber : modofikasi Gornitz dan DKP (2008) dalam Paharudin (2011)
Skor E
1Sangat rendah
2rendah
3sedang
4tinggi
5Sangat tinggi
Abrasi (m/thn) 0 0-1 1-5 5 >10
Pasang surut (m) <0,50 0,51 – 1,0 1,1 – 2,0 2,10 – 4,0 >4,0
Tinggi gelombang (m)
<0,50 0,51 – 1,0 1,1 – 1,5 1,51 – 2,0 >2,0
Kemiringan Pantai (%)
0-2 2-5 5-10 10-15 >15
Morfologi pantai Batuan beku Batu karang Beting karang lumpur pasir
4. Penentuan Tingkat kerentanan
Tingkat kerentanan dibagi menjadi 4 kelas, yaitu tingkat kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah, dirumuskan dengan :
CVI max – CVI min
Ki =
k
Keterangan :
Ki : kelas interval
CVI max : nilai CVI tertinggi
CVI min : nilai CVI terendah
k : jumlah kelas yang diinginkan
1. AHP (Analitical Hirarchy Process)
a. Kuisioner Responden Ahli
HASIL DAN PEMBAHASAN
Abrasi dan akresi 0,42
Tinggi Gelombang 0,20
Kemiringan pantai 0,13
Morfologi pantai 0,13
Pasang surut 0,12
2. Parameter Kerentanan
a. Abrasi dan akresi pantai
Wilayah yang memiliki abrasi paling luas adalah Kecamatan Kretek (bagian barat). Wilayah yang memiliki akresi paling luas adalah Kecamatan Sanden (bagian timur).
b. Pasang surut
Nilai dari rata-rata tinggi pasang surut di pada tahun 2011 yaitu berkisar 1,1 – 2,2 m.
c. Kemiringan pantai
Kemiringan pantai di pesisir Kabupaten Bantul termasuk pada tingkat kerentanan sangat rendah, karena nila kemiringan pantai di pesisir ini adalah 0-2%.
d. Tinggi gelombang
Tinggi gelombang di pesisir Kabupaten Bantul diatas menunjukkan tingkat kerentanan sangat tinggi, karena nilai tinggi gelombang maksimum adalah 3 m.
e. Morfologi pantai
Pantai di Kabupaten Bantul memiliki jenis pantai berpasir.
Morfologi pantai di pesisir Kabupaten Bantul menunjukkan tingkat kerentanan sangat tinggi, karena jenis morfologi pantai di pesisir Kabupaten Bantul adalah pantai berpasir.
Zonasi Tingkat Kerentanan Pesisir
Penentuan zonasi tingkat kerentanan fisik di pesisir Kabupaten Bantul dilakukan dengan metode tumpang susun kelima parameter yaitu abrasi dan akresi pantai, pasang surut, kemiringan pantai, tinggi gelombang dan morfologi pantai.
Pengklasifikasian nilai kerentanan menurut Daukakis dalam Wahyudi (2009) dibagi menjadi empat kelas yaitu: kerentanan rendah, kerentanan sedang, kerentanan tinggi, dan kerentanan sangat tinggi .
Tabel luas wilayah kerentanan pesisir menunjukkan Kecamatan Kretek merupakan wilayah paling luas yang memiliki kerentanan fisik sangat tinggi dengan luas area 91,85 Ha, dan Kecamatan Sanden merupakan wilayah paling luas yang memiliki kerentanan fisik sangat rendah dengan luas wilayah 117,24 Ha.
Rendah57%
Sedang4%
Tinggi13%
Sangat Tinggi26%
Tingkat Kerentanan Fisik Pesisir Kabupaten Bantul
1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai tingkat kerentanan fisik di pesisir Kabupaten Bantul, dapat diambil kesimpulan :
a. Tingkat kepentingan (bobot) kerentanan fisik pesisir di kabupaten Bantul yaitu abrasi dan akresi pantai memiliki tingkat kepentingan (bobot) 42%, tinggi gelombang 20%, kemiringan pantai 13%, morfologi pantai 13%, dan pasang surut 12%.
b. Klasifikasi kerentanan fisik pesisir di Kabupaten Bantul adalah tingkat kerentanan rendah dengan presentase 57%, sedang dengan presentase 4%, tingkat kerentanan tinggi dengan presentase 13%, dan tingkat kerentanan sangat tinggi dengan presentase 26%.
c. Wilayah yang mengalami tingkat kerentanan pesisir paling tinggi di Kabupaten Bantul adalah Kecamatan Kretek.
Kesimpulan dan Saran
2. Saran
a. Semua data yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan waktu citra yang digunakan, agar prediksi kerentanan lebih sesuai dan menghasilkan prediksi yang baik.
b. Pemilihan responden ahli hendaknya harus sesuai dan tepat dengan faktor-faktor (kriteria) yang digunakan agar hasil pembobotan lebih tepat dan konsinten.
c. Penelitian kerentanan dengan menggunakan AHP dan analisis spasial ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya karena sesuai dengan kondisi sebenarnya.
d. Pesisir Kabupaten Bantul hendaknya dibangun breakwater (pemecah gelombang) dan penanaman pohon pelindung pantai agar kerentanan
fisik yang terjadi dapat ditanggulangi.