materi_4.doc
-
Upload
ttaufiq0505 -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
description
Transcript of materi_4.doc
1
BAB I
PENDAHULUAN
Abortus spontan adalah komplikasi terbanyak pada kehamilan, dimana keadaan
ini terjadi pada kurang lebih 15% dari seluruh kehamilan yang ditemukan.Abortus
iminens sangat menarik karena dapat masih dipertahankan namun jika terjadi
kesalahan atau keterlambatan penanganan terjadi akibat yang fatal pada janin. Selain
itu juga abortus memberikan efek psikologis pada ibu dan keluarganya, apalagi bagi
yang sangat menginginkan anak. Oleh karena itu, abortus iminens adalah topik yang
penting yang harus dikuasai oleh dokter ataupun pekerja medis yang lain.
Abortus iminens adalah keadaan yang banyak ditemukan pada wanita hamil, yang
mana bila ditangani dengan baik mempunyai prognosis yang baik.. Namun apabila
tidak ditangani dengan baik dapat berujung dengan kematian pada janin atau bahkan
komplikasi pada ibu. Dalam tinjauan kasus ini akan dibahas bagaimana teori tentang
abortus iminens, laporan kasus, dan pembahasan kasus, apakah sudah sesuai dengan
teori, atau belum. Diharapkan dengan tinjauan kasus ini dapat dimengerti lebih baik
tentang abortus iminens.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum
viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi.1 Di Amerika Serikat pengertian
dibatasi sebagai suatu berakhirnya kehamilan sebelum berumur 20 minggu yang
didasarkan pada hari pertama haid terakhir.Menurut WHO, abortus didefinisikan
sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau
berat janin kurang dari 500 gram.1
Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim,
mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin
yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka
abortus dapat ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat
mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.2
Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Apabila abortus terjadi tanpa usaha medis ataupun mekanik untuk
mengosongkan uterus, maka dikatakan sebagai abortus spontan. Sedangkan abortus
provokatus adalah abortus oleh karena terminasi mekanis ataupun medis kehamilan
sebelum fetus viable.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable
abortion), abortus inkomplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent
abortion).1,3
Pada tinjauan kasus ini akan dibahas abortus iminens, yang didefinisikan
sebagai perdarahan intrauterin yang terjadi pada kehamilan dibawah 20 minggu,
dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks, dan tanpa ekspulsi ha
3
2.2. Insiden
Insiden abortus dipengaruhi oleh umur ibu saat konsepsi dan sejumlah faktor yang
berhubungan dengan kehamilan, termasuk diantaranya jumlah persalinan normal
yang pernah dialami, jumlah abortus spontan yang pernah dialami, pernah lahir mati,
lahir bayi dengan malformasi atau kelainan genetik. 3,4
Kejadian abortus klinis diperkirakan 15% dari semua kehamilan. Sementara
dengan pemeriksaan human chorionik gonadotropin (hCG) dapat mendeteksi abortus
subklinis maka kejadiannya meningkat sampai 30%. Insiden abortus hampir 50%
dimana sebagian besar disumbang oleh abortus yang tidak terdeteksi terutama pada
usia kehamilan 2-4 minggu setelah konsepsi. Sekitar 80% abortus spontan terjadi
pada trimester pertama, insidennya menurun seiring dengan bertambahnya umur
kehamilan. Dengan ultrasonografi dilaporkan bahwa pada trimester pertama 6-14,2 %
abortus tanpa pendarahan dan 12,5% dengan pendarahan. Kejadian abortus iminens
antara 30-40% dari seluruh kehamilan sedangkan abortus berulang adalah 1:300
kehamilan. Masalah abortus diketahui oleh sebagian besar masyarakat akan tetapi
mereka mencari pertolongan apabila abortus berulang, usia ibu menginjak 35 th, dan
pasangan sulit mendapatkan hamil. 1
2.3 Etiologi
Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan abortus. Secara garis besar, dapat
dibagi menjadi faktor fetal, maternal, dan paternal.1,4,5
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin
atau cacat. Kelainan berat dapat biasanya menyebabkan kematian
mudigah pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan
dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut :
a. Kelainan kromosom
b. Lingkungan kurang sempurna
c. Pengaruh dari luar (teratogen)
4
2. Kelainan pada genitalia ibu
Misalnya pada ibu yang menderita :
a. Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain)
b. Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata
c. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menerima nidasi dari
ovum yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau
estrogen, endrometritis, mioma submukosa.
d. Uterus terlalu cepat teregang (pada kehamilan ganda, mola)
e. Distorsio uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis
3. Gangguan sirkulasi plasenta
Kita jumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi,
toksemia gravidarum, anomali plasenta, dan endartritis oleh karena lues.
4. Penyakit ibu
Misalnya pada pnemonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, anemia
berat, keracunan, peritonitis, toksoplasmosis, sifilis, tuberkulosis, diabetes
mellitus, dan penyakit sistemik yang berat.
5. Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah
fetus, sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya
fetus.
6. Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi
Umpamanya : sangat terkejut, obat-obatan uteretonika, ketakutan,
laparatomi, dan lain-lain. Atau dapat juga karena trauma langsung
terhadap fetus : selaput janin rusak langsung karena instrumen, benda dan
obat-obatan.
7. Penyakit bapak : penyakit kronis seperti : TBC, anemi, malnutrisi, nefritis,
sifilis, keracunan (alkohol, nikotin, Pb dan lain-lain) sinar Rontgen,
avitaminosis.
5
2.4 Patofisiologi
Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam
desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah
yang mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau
seluruhnya dari tempat implantasinya. Pada keguguran yang terjadi sebelum
kehamilan kurang dari 8 minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga
terjadi abortus kompletus oleh karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam
ke dalam lapisan desidua. Pada keguguran yang lebih tua pelepasannya biasanya
tidak sempurna oleh karena villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua
jauh lebih tebal sehingga ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan
terjadi abortus inkompletus. Sisa abortus yang tertahan didalam rahim mengganggu
kontraksinya hal mana menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (blighted ovum) mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di
dalam uterus dan merangsang rahim untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi
semakin lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim
keluar. Apabila kantong kehamilan yang keluar itu dibuka dan didapatkan cairan
yang didalamnya terdapat fetus yang telah mengalami maserasi. Pada kehamilan
anembrionik didalam cairan tidak terdapat fetus atau kalaupun ada fetusnya tidak
berkembang sempurna. Dengan mikroskop villi terlihat kepenuhan cairan sehingga
menggembung dan ujungnya bercabang yang berakhir dengan gelembung-gelembung
kecil. Dengan masuknya cairan jaringan kedalamnya, villi yang demikian mengalami
degenerasi mola. Pada peristiwa yang tejadi perlahan darah yang keluar membeku
mengelilingi konseptus dan menjadikan darah beku sebagai kapsulnya dengan
ketebalan bervariasi dan didalam kapsul itu tersebar vili koriales yang telah
mengalami degenerasi. Isi kapsul yang terbuat dari bekuan darah itu adalah kantong
yang berisi cairan. Oleh tekanan bekuan darah yang mengelilinginya biasanya
6
kantong tersebut menglami distorsi. Benda yang demikian terbentuk ini dinamakan
mola kruenta. Apabila pigmen darah telah diresorbsi dan pada yang tersisa telah
terjadi organisasi maka benda tersebut akan menyerupai daging berwarna merah
kehitaman dan disebut mola karnosa. Apabila perdarahan yang tejadi masuk ke
ruangan antara lapisan amnion dengan lapisan korion maka hematom-hematom yang
terjadi berbentuk noduler dan benda itu disebut mola tuberosa.
Pada keguguran yang terjadi setelah fetus agak besar dapat tebentuk fetus
yang mengalami maserasi, fetus kompresus atau fetus papiraseus. Pada fetus yang
mengalami proses maserasi, tengkorak kepala menjadi gepeng karena suturanya tidak
utuh lagi, perutnya kembung karena berisi cairan dan bercampur darah, fetus
berwarna kemerahan, kulit terkelupas selagi masih didalam rahim atau mudah sekali
terkelupas oleh sentuhan ringan di luar rahim dan terpisah dari koriumnya. Organ-
organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis dan menjadi rapuh serta kehilangan
kemampuannya untuk menyerap zat warna. Apabila cairan amnion diresorbsi maka
fetus akan kering dan terhimpit sehingga pipih di dalam rahim dan terbentuk fetus
kompresus. Kadang-kadang fetus demikian keringnya dan menjadi tipis karena
terkompres sehingga menyerupai kertas dan disebut fetus papiraseus. Fetus
papiraseus relatif lebih sering terdapat pada kehamilan ganda yang satu fetusnya mati
jauh dini sementara fetus yang satunya lagi tumbuh dan berkembang sampai lahir
aterm.
2.5 Klasifikasi
Sampai saat ini terdapat berbagai klisifikasi abortus, berikut ini akan disampaikan dua
jenis klasifikasi abortus berdasarkan atas terjadinya/legalitas dan klinis.
a. Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa
provokasi dan intervensi.
2. Abortus buatan/ direncanakan adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi ,
yang dibedakan atas :
7
a. Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang dilakukan atas
indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu
dan atau janin.
b. Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa
indikasi medis.
b. Menurut klinis :
1. Abortus Iminens
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan
tanpa adanya dilatasi sevik.
2. Abortus insipiens.
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat,
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi
lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi
dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul
dengan kerokan.
3. Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium
uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali,
sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak berhenti sebelum sisa hasil
konsepsi dikeluarkan.
4. Abortus komplit
8
Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah dikerjakan. Pada penderita
ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus sudah
banyak mengecil.
5. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut
6. Abortus infeksiosus
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda
infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis.
7. Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi
janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
2.6 ABORTUS IMINENS
2.6.1. Definisi
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya
dilatasi sevik. 2
2.6.2 Etiologi
a. Abnormalitas embrionik
Didapatkan sekitar 80% pada trimester pertama dari abortus. Abnormalitas
kromosom paling sering sebagai penyebab. Autosom trisomi didapatkan lebih
dari setengah dari kariotipe abnormal, dan monosom adalah anomali tersering.
Lebih dari 90% dari kelainan selular dan morfologi akan menjadi abortus.
9
Kelainan kromosomal ditemukan lebih dari 75% dari abortus pada fetus pada
trimester pertama. Jumlah kelainan kromosom meningkat dengan
meningkatnya umur ibu. Wanita lebih muda dari umur 30 th rate terjadinya
abortus sekitar 12%, kemudian meningkat 50% pada wanita diatas 45 th.
b. Faktor maternal
Didapatkan sebagian besar pada trimester kedua. Penyebabnya dapat berupa
faktor yang bersifat kronis pada ibu, diantaranya berupa:
Diabetes militus pada ibu(insulin-dependent diabetes militus): lebih
dari 30% kehamilan pada pasien dengan DM yang tidak terkontrol
berakibat terjadinya abortus spontan.
Hipertensi yang berat
Penyakit ginjal
Sindroma antifosfolipid
Lupus Eritromatus Sistemik
Penyakit tioroid
Penyakit Wilson
Faktor yang bersifat akut pada ibu, diantaranya:
Infeksi ( Cytomegalovirus, rubella, toksoplasmosis, listeria,
ureaplasma, Mycoplasma, dan sifilis)
Trauma
Abnormalitas sistem reproduksi
Fibroid
Inkopetensi servik
Perkembangan plasenta yan abnormal
faktor eksogen:
Kafein : minum kopi empat kali sehari meningkatkan terjadinya resiko
terjadinya abortus secara ringan.
alkohol
tembakau
10
kokain
radiasi
2.6.3 Diagnosis
Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan
melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus
membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif,
yang biasanya terjadi pada trimester pertama dari kehamilan. Sering terjadi
pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai
berhari-hari atau berminggu-minggu. Dari semua itu setengah dari kehamilan ini akan
mengalami abortus, walaupun resiko lebih rendah jika denyut jantung janin dapat
direkam. Meskipun tanpa terjadinya abortus fetus ini akan mengalami resiko tinggi
untuk terjadinya persalinan preterm, bayi lahir rendah, kematian perinatal. Pentingnya
resiko terjadinya malformasi tampak tidak meningkat.1
Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid
yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh
penembusan fili korealis ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Pendarahan
implantasi biasanya sedikit, warnanya merah segar, dan cepat berhenti, tidak disertai
mules-mules. 2
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosa suatu abortus
iminens adalah sebagai berikut:
a. Anamnesa
Dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk diantaranya:
Riwayat menstruasi : penyimpangan dari periode menstruasi normal
mungkin mencerminkan adanya pendarahan yang berasal dari
implantasi dari kehamilan yang normal maupun yang abnormal, yang
dapat mengacaukan perkiraan : hari pertama haid terakhir, periode
menstruasi sebelumnya, interval menstruasi, keteraturan menstruasi.
Tanggal terjadinya konsepsi(jika diketahui)
11
Obat-obatan yang digunakan sejak hari pertama haid terakhir seperti:
alkohol, tembakau dan obat-obatan yang lain.
Masalah kesehatan baik sekarang maupun yang terdahulu seperti :
diabetes militus, infeksi pendarahan, penyakit tiroid dan autoimun.
Riwayat operasi terutama operasi yang melibatkan uterus dan adneksa.
Riwayat obstetri yang terdahulu, seperti: jumlah kelahiran aterm dan
preterm, jumlah terjadinya abortus baik yang spontan maupun yang
diinduksi, jumlah anak yang hidup dan jumlah komplikasi yang
berhubungan dengan persalinan tranfusi darah, perforasi uterus)
Riwayat ginekologi, termasuk tes pap smear abnormal dan kontrasepsi
Pasien dengan abortus spontan biasanya dengan pendarahan pervaginam dan
atau dengan nyeri perut. Pendarahan pervaginam mungkin dapat berupa
pendarahan dalam bentuk flek-flek sampai pendarahan yang bermakna.
Menghitung jumlah pendarahan adalah sangat penting ( jumlah pembalut atau
tampon) untuk melihat pendarahan apakah meningkat atau memburuk.
Pendarahan dari abortus iminens ringan tetapi menetap sampai berhari hari
ataupun sampai berminggu-minggu. Adanya bekuan darah atau jaringan
mungkin suatu tanda yang penting untuk mengetahui perkembangan dari
abortus spontan. Nyeri yang berhubungan atau kram seharusnya dicatat
termasuk lokasi, beratnya dan durasi dari nyeri. Gejala lain seperti demam
ataupun menggigil adalah lebih khas terhadap abortus septik
b. Pemeriksaan fisik
Membuat keputusan yang segera dari pasien dengan hemodinamik yang tidak
stabil atau pendarahan pervaginam yang berat termasuk tanda vital dan
pemeriksaan panggul. Jika terdapat ortostatik hipotensi merupakan suatu
tanda awal untuk dilakukannya resusitasi cairan ataupun tranfusi darah.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan:
12
Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri tumpul,
bengkak, tanda peritoneal merupakan suatu kemungkinan terjadinya
pendarahan intraperitoneal.
Identifikasi sumber pendarahan dengan spekulum dan pemeriksaan
digital dari servik. Pastikan apakah pendarahan berasal dari dinding
vagina, permukaan servik atau dari bagian dalam servik.
Pastikan intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau bagian-
bagian daging.
Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan adanya
kehamilan ektopik.
Pastikan adanya pembukaan servik, jika ada pembukaan
mencerminkan suatu abortus insipien atau abortus inkomplit. Jika
tertutup merupakan suatu abortus iminens.
Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri tekan
adneksa ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa, palpasi
harus dilakukan dengan hati-hati dan mantap untuk menghidari
terjadinya ruptur pada kehamilan ektopik ataupun kista ovarium.
Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau cervik, perlu dibuat
preparat basah dan kultur servik untuk organisme gonorhea dan
klamidia.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi :
Beta-human chorionik gonadotropin
Pertama dideteksi pada kebanyakan wanita sekitar 24 hari setelah hari
pertama haid terakhir. Jika pada tes kuantitatif didapat kadar hormon
lebih dari 1500 mlU/mL IRP (international reference preparation),
suatu kehamilan yang normal dan terletak intrauterin akan dapat
dideteksi dengan menggunakan transvaginal sonography (TVS) dan
pada kadar 6500 mlU/mL dapat dilihat dengan sonogram
13
transabdominal. Kegagalan untuk mendeteksi kantong gestasi dari
suatu kehamilan intra uterin ketika kadar QhCG mengindikasikan
suatu kehamilan ektopik.
Kadar QhCG secara umumharus telah ditentukan pada kasus
dimana terjadi pendarahan pada trimester pertama karena serial QhCG
dapat membantu dalam follow up.
Kadar QhCG meningkat kurang lebih 66% setiap 48 jam pada suatu
kehamilan intrauterin. Serial pemeriksaan QhCG yang didapatkan
menurun sebelum umur kehamilan 10 minggu mengindikasikan
terdapatnya suatu kehamilan abnormal. Kadar QhCG yang tinggi
mengindikasikan adanya suatu kehamilan yang multipel, penyakit
tropoblas, atau meskipun sangat jarang itu merupakan suatu tumor
ovarium.
Hemoglobin dan hematokrit
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya suatu anemia
terutama yang disebabkan oleh adanya suatu pendarahan.
Golongan darah dan skrining antibodi
Wanita dengan Rh negatif dan telah mengalami abortus (apakah
karena abortus spontan maupun abortus karena terapiutik sekitar 2-4%
akan menjadi peka terhadap Rh. Status dari faktor Rh harus diperiksa
pada setiap pasien hamil dengan pendarahan pervaginam. Jika
didapatkan wanita dengan Rh negatif, dianjurkan untuk pemberian
Rho (D) immuno globin (RhoGAM).
Kadar serum Progesteron
Kadar progesteron meningkat setelah ovulasi dan berlanjut untuk
meningkat sepanjang kehamilan.
Suatu penelitian yang telah dilakukan tentang keadaan serum
progesteron selama awal kehamilan untuk digunakan ciri terjadinya
suatu kehamilan yang abnormal. Dimana didapatkan hasil bahwa jika
14
didapatkan kadar kurang dari 5 ng/mL sering dihubungkan dengan
suatu kehamilan yang sehat, sedangkan jika kadar lebih dari 25 ng/mL
sering dihubungkan dengan kehamilan yang sehat. Secara klinik kadar
serum progesteron sekitar 5-15 ng/mL.
Di klinik kadar QhCG dan penemuan melalui TVS Akan tetapi
dari semuanya peranan evaluasi serum progesteron sangat terbatas dan
tidak efektif untuk biaya.
d. Pemeriksaan radiologi
Ultrasound adalah cara yang dipilih secara luas dan merupakan pemeriksaan
yang menjadi pilihan pertama. Keuntungannya adalah: aman, penggunaan di
tempat tidur, harga yang murah dan tidak invasif. Kelemahannya adalah
ketergantungan tehadap operator.
Gambaran dari TVS dapat menentukan adanya emboli atau fetus,
adanya gerakan janin, keutuhan koriodecidua, lokasi (intrauterin atau
ekstrauterin) dan umur kehamilan.
Pasien dengan riwayat pendarahan pervaginam pada trimester pertama
mungkin akan memberikan gambaran daerah berupa pendarahan
rektokorionik pada TVS dimana akan didapatkan daerah yang hipoekhoik
dibalik lapisan korionik. Jika pendarahan sedikit di daerah decidua basalis
akan memiliki kesempatan untuk bertahan dibandingkan jika pendarahan
terdapat dibelakang decidua basalis atau lebih dari 25% dari ukuran
kantungan.
2.6.5. Penatalaksanaan
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi untuk
abortus iminens terdiri atas :
a. Rawat jalan
b. Istirahat tirah baring
15
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang mekanik.
c. Untuk pemberian hormon progesteron pada abortus iminens belum ada
penyesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka
yang menyetujui menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya
kekurangan hormon progesteron. Apabila dipikirkan sebagian besar abortus
didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan
oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron tidak banyak
manfaatnya.
d. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
e. Jika diperlukan untuk medika mentosa dapat diberikan:
Penenang : luminal, diazepam
Diazepam 3 kali 2 mg per oral selama 5 hari atau luminal 3 kali 30 mg
Tokolitik : papaverin, isoxsuprine
Isoxsuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari
Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet
f. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebabnya
g. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas dilakukan
rawat inap.
2.6.5 Komplikasi
Perdarahan berat atau persisten saat atau sesudah abortus dapat mengancam nyawa.
Semakin tua usia kehamilan, semakin besar kemungkinan perdarahan yang banyak.
Sepsis sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri oleh pasien. Infeksi, sinekia
intrauterin, dan infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus. Perforasi dinding
uterus dapat terjadi saat dilatasi dan kuretase, dan dapat disertai cedera usus dan buli-
buli, perdarahan, infeksi, dan pembentukan fistula.2
Kehamilan ganda dengan kematian satu janin dan retensi janin yang lain tidak
hanya mungkin, tetapi telah didokumentasikan secara baik pada 20% kehamilan dini
16
yang dimonitor secara baik dengan USG. Biasanya fetus diserap, namun kematian
satu janin pada kehamilan ganda dapat menyebabkan perdarahan vaginal dan kram
perut.2
Bahkan pada kehamilan dini, abortus dapat menyebabkan efek bermakna pada
pasien dan keluarganya. Fakta bahwa sebagian besar abortus adalah tidak diharapkan
memperberat kesedihan pasien dan keluarga. Tiap orang memberi respon yang
berbeda pada tragedi ini.2
2.6.6 Prognosis
Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami 1 kali abortus maka
kemungkinan untuk mengalami abortus pada kehamilan berikutnya adalah
sebesar 20 %, sedangkan jika mengalami 3 kai maka kemungkinannya adalah
rata-rata 50%
Rate kelahiran hidup setelah aktivitas denyut jantung bayi didokumentasikan
pada minggu ke 5-6 dari kehamilan pada wanita dengan 2 atau abortus spontan
yang tidak dapat didefinisikan adalah sekitar 77% .
Bukti tentang hubungan antara terjadinya abortus iminens dengan terjadinya
kelainan pada saat lahir adalah terbatas dan tidak konsisten. Satu penelitian
epidemiologi menemukan bahwa peningkatan terjadinya kelainan pada saat
lahir (polidaktili, undesensus testis, dan hipospadi) pada folow up pada pasien
dengan abortus iminens ditemukan tidak terdapat perbedaan yang berarti.
Prognosis menjadi kurang baik bila pendarahan berlangsung lama, mules-mules
yang disertai dengan pendataran serta pembukaaan servik
17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Ny. F
Usia : 23 Tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. surya haji laut
18
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama suami : Tn. T
Usia : 29 Tahun
Agama : Islam
Suku : Batak
Alamat : Jl. suya haji laut
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : (25/05/2015)
Pukul : 20.40 wib
No. RM : 23.12.55
II. Anamnesa
Keluhan Utama : keluar lendir darah
III. Perjalanan penyakit
Pasien mengeluh keluar lendir darah dari kemaluan sejak ± 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, mulas-mulas mau melahirkam (-). keluar air ketuban (+). pasien sudah
ke dokter spesialis sebelumnya dan sudah dinyatakan panggul sempit, dan air ketuban
sudah berkurang
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penyakit Jantung disangkal
- Riwayat penyakit Paru disangkal
- Riwayat penyakit Genitalia disangkal
- Riwayat Pembedahan disangkal
Riwayat Pribadi :
Riwayat merokok disangkal
19
Riwayat konsumsi alkohol disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Os mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengeluh ataupun
mempunyai riwayat penyakit yang sama. Tidak ada riwayat penyakit diabetes
mellitus, hipertensi ataupun asma.
Riwayat Perkawinan
Menikah 1 tahun yang lalu. Merupakan pernikahan pertama bagi pasangan
suami dan istri.
Riwayat Haid
o menarke :14 Tahun
o siklus haid : 28 hari
o lama haid : 6 hari
o dismenorea : -
o HPHT : 17 – 08 – 2014
o TPP : 24 – 05 - 2015
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makan atau obat-obatan
Riwayat Psikologis
Cemas dan depresi disangkal.
Riwayat Obstetri Dahulu
Anak pertama : hamil ini
Riwayat abortus : disangkal
20
Kesimpulan : G1P0A0
Riwayat Kb
Belum pernah menggunakan KB.
Riwayat ANC:
Pasien mengatakan baru melakukan 2 kali ANC di dokter spesaialis selama
kehamilan.
IV. Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37 oC
anemis : (-)
ikterik : (-)
dispnoe : (-)
sianosis : (-)
oedem : (-)
SL Abdomen : membesar, asimetris
TFU : 3 jari bpx
bagian teregang : kiri
bagian terbawah : kepala
21
EBW : 3593 gram
gerak janin : (+)
his : (-)
djj : 172x/i
Status Generalisata
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik.
Leher : Perbesaran KGB (-), perbesaran thyroid (-).
Thorax :
o Cor : Iktus cordis tidak terlihat, Bunyi jantung I/II murni reguler,
murmur (-), gallop (-).
o Pulmo : Bentuk dan gerak simetris normal, pada perkusi sonor,
vesikuler kiri = kanan, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Abdomen : Simetris, timpani, nyeri tekan (-), massa (-), nyeri lepas (-),
distensi abdomen (-), hepar & lien tidak teraba.
Ekstremitas :
o Ekstremitas atas : Akral hangat , edema (-), sianosis (-)
o Ekstremitas bawah : Akral hangat , edema (-), sianosis (-)
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar :
leoport I : tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xyphoideus
leoport II : bagian teregang sebelah kiri
leoport III : bagian terbawah kepala
22
leoport IV : kepala belum masuk ke pintu atas panggul
Pemeriksaan dalam :
VT :
effacement : tubular 2cm
pembukaan cervix: 1 cm
konsistensi servix: ketat
arah cervix : sacral
promontorium : teraba
linea inominata : teraba 2/3 anterior
spina ischiadika : teraba
arcus pubis: tumpul
os sakrum cekung
os cocygeus : mobile
lendir(+), darah(+), air ketuban(+)
V. Diagnosis
fetal takikardia + CPD+ PG+KDR (39-40) minggu+PK+AH+inpartu
VI. Penatalaksanaan
Lapor supervisor dr. Taufik Mahdi Sp.OG pukul 21.00 wib. terapi: IVFD RL 20
gtt/i+ sintosinon 10-10-5-5. O2 2-3l/i , inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam. SC cito.
Hasil USG TAS
JT,AH, PK
FM (+) , FHR (+), EBW: 3593 gram
BPD : 95 mm
AC :317 mm
FL: 69 mm
23
Air ketuban : oligohidramnion .
plasenta: corpus anterior
kesan: IUP( 39-40) minggu+JT JH+PK
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
haemoglobin : 13.6 g/dl
Hitung eritrosit :4,7 10^6
Hitung Leukosit :11.100
Hematokrit : 42.0 %
Hitung tromosit : 211.000
Index Eritrosit
MCV : 88,6 fL
MCH : 28,6 pg
MCHC : 32,3%
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil :1%
Basofil :0%
N.batang :0%
N.segmen :73%
Limfosit :20%
Monosit :6%
laporan operasi SC tanggal 25/05/2015 pukul 21.15 wib
o Ibu di baringkan di meja operasi dengan posisi litotomi, infus dan kateter
terpasang dengan baik.
24
o Dibawah spinal anastesi dilakukan tindakan antiseptic, betadine dan alkohol
70% pada dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril.
o Dilakukan insisi pfanneinstell mulai dari kutis , subkutis, fascia, otot,
dilakukan secara tumpul , peritoneum digunting.
o tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan
o uterus digunting sampai menembus subendometrium, kemudian endometrium
ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan
o tali pusat di klem di dua tempat lalu digunting diantaranya
o kavum uteri dibersihkan dari sisa-sisa selaput ketuban dengan kasa steril
terbuka sampai tidak ada sisa selaput atau plasenta yang tertinggal, kesan :
bersih
o dilakukan penjahitan mulai dari uterus, peritoneum, otot, fascia, subkutis,,
kutis
o luka operasi ditutup supratulelalu ditutupdengan kasa steril
o ku ibu post SC: stabil
o instruksi: awasi vital sign, kontraksi dan tanda-tanda perdarahan
R/: IVFD RL + oxytocin 10-10-5-5 30 gtt/i
Inj. metergin/8 jam
inj. ceftriaxon 1gr/8 jam
inj ketorolac 1 amp/8 jam
inj ranitin 1 amp/12 jam
Follow up pasien 21 April 2015 :
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
25
TD : 90/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,2 oC
anemis : (-)
ikterik : (-)
dispnoe : (-)
sianosis : (-)
oedem : (-)
SL Abdomen : Soepel
TFU :tidak teraba
P/V : (-) , lochia (+) rubra
BAB : (+)
BAK : (+)
Terapi
-IVFD RL 20 gtt/i
- uterogestan 2x1
- nifedipen 4x1.
- Kalnex tab 3x1
Diagnosis
Abortus imminen
26
Follow up pasien 22 April 2015 :
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
anemis : (-)
ikterik : (-)
dispnoe : (-)
sianosis : (-)
oedem : (-)
SL Abdomen : Soepel
TFU :tidak teraba
P/V : (-), lochia (+) rubra
BAB : (+)
BAK : (+)
Terapi
-IVFD RL 20 gtt/i
- uterogestan 2x1
- nifedipen 4x1.
- Kalnex tab 3x1
27
Diagnosis
Abortus imminen
R/PBJ tanggal 22 April 2015
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan
melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus
membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif,
yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan
atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai berhari-hari atau
berminggu-minggu. Untuk dapat menegakkan diagnosa abortus iminens dilakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesa diharapkan diperoleh
data tentang keluhan dan faktor resiko abortus iminens, dari pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang diharapkan didapatkan tanda spesifik untuk abortus iminens.
Pada pasien ini diagnosis abortus iminens ditegakkan karena dari anamnesa
didapatkan keluhan perdarahan dari kemaluan, nyeri perut, muncul tiba-tiba dan
sebelumnya tidak ada riwayat trauma. tidak ada keluar jaringan seperti daging, telat
haid dengan hasil tes kencing (+). Dari data yang diperoleh keluhan yang dialami
pasien menjurus kearah abortus iminens.
28
Dari anamnesa tidak ditemukan adanya faktor resiko kronis seperti diabetes
militus pada ibu, hipertensi yang berat, konsumsi zat seperti : kafein, alkohol,
tembakau, kokain dan riwayat penggunaan radiasi.
Faktor resiko yang mungkin diduga sebagai penyebab abortus pada kasus ini
adalah suatu abnormalitas kromosom dan adanya beberapa penyakit pada ibu seperti
penyakit ginjal, ataupun terjadinya infeksi virus maupun bakteri pada ibu.
Untuk mengetahui terdapatnya kelainan kromosom dapat dilakukan
pemeriksaan kromosom, namun biaya yang dikeluarkan akan sangat tinggi, selain itu
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan pada praktek klinik sehari-hari. Untuk
mengetahui terdapatnya penyakit ginjal dapat dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal
terutama dari pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan serum kreatinin dan
Blood Urea Nitrogen. Untuk mengetahui adanya infeksi yang bersifat akut pada ibu
dapat dilakukan swab pada vagina ibu dan dapat dilakukan tes serologis untuk
mengetahui apakah terdapat infeksi virus maupun bakteri yang diduga terhadap
terjadinya abortus iminens. Pada kasus ini pemeriksaan fungsi ginjal dan swab
maupun tes serologi tidak dilakukan.
Pada pasien ini melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan adanya
pendarahan melalui ostium uteri eksternum, uterus membesar sebesar usia kehamilan
9-10 minggu dan dari pemeriksaan didapatkan servik belum membuka. Dari
pemeriksaan penunjang, didapatkan tes kehamilan positif yang menandakan ibu
dalam keadaan hamil. Dengan data yang diperoleh gejala klinis yang didapat pada
pasien mengarah terhadap terjadinya aborus iminens. Pemeriksaan penunjang yang
lain yang diusulkan adalah USG.
4.2 Penatalaksanaan
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi untuk
abortus iminens yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
29
Pasien di rawat dirumah dianjurkan untuk istirahat tirah baring. Tidur berbaring
merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang mekanik. Untuk medika mentosa
diberikan: IVFD RL 20 gtt/i- uterogestan 2x1 - nifedipen 4x1. - Kalnex tab 3x1
Pemberian tokolitik nifedipine pada kasus kali ini dilakukan dengan melihat
cara kerja nifedipine adalah sebagai berikut :
nifedipine merupakan golongan suatu derivat adrenalin. Senyawa ini
merupakan antagonis α adrenoseptor terhadapzat-zat stimulan βadrenoseptor.
Isoxsuprine menyebabkan dilatasi sirkulasi perifer dan dilatasi terhadap sirkulasi
serebral. Efek dilatasi yang terjadi lebih besar terjadi pada arteri yang memberikan
suplai terhadap otot dibandingkan dengan dilatasi pada arteri otak dan kulit.
Penurunan tekanan darah yang tejadi tidak disertai dengan kompensasi
sepenuhnya oleh penurunan tahanan pembuluh darah otak. Ini menyebabkan
terjadinya relaksasi uterus. Dengan penurunan kontraksi uterus diharapkan kehamilan
dapat dipertahankan dan tidak terlepas dari tempat insersinya.
Pemberian allylesterenol pada kasus ini dilakukan dengan melihat cara kerja
allylesterenol adalah sebagai berikut:
Allylesterenol mempunyai potensi untuk meningkatkan hormon-hormon
plasenta (human korionik gonadotropin, human plasenta laktogen, estrogen dan
progesteron) dan ini menjadikan lapisan tropoblastik dari plasenta memperlihatkan
tanda-tanda aktivitas histilogik. Dengan pemberian obat ini dapat menghilangkan atau
mencegah ancaman abortus pada awal kehamilan.
Dari terapi yang diberikan diharapkan keluhan dapat berkurang dan kehamilan
dapat dipertahankan. Untuk selanjutnya dilihat kemungkinan yang terjadi yaitu
apakah terapi dapat berhasil yang ditandai dengan dapat dipertahankannya hasil
konsepsi hingga viabel, dan kemungkinan yang lain berupa gagalnya terapi yang
30
dilakukan. Jika terapi yang dilakukan tidak berhasil maka terapi dilakukan sesuai
kasus yang terjadi.
Pada kasus ini, keesokan harinya pada pasien dilakukan USG untuk
menentukan kehamilannya intra uteri atau ekstra uteri, kantong gestasional berisi
janin , ukuran janin, umur kehamilan, pergerakan jantung janin ada atau tidak yang
berarti bahwa janin tersebut masih hidup atau sudah mati.
Dari hasil USG didapatkan hasil : kantung gestasi (+) jml 1, fetus (+) 1,
aktivitas denyut jantung bayi (+) Kesan : IUFD. Dari hasil USG ini disimpulkan
bahwa janin yang berada dalam rahim tersebut masih hidup. Di diagnosa dengan
G1P000 9-10 minggu JT+JH.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Norman FG, Leveno JK, Gilshap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Abortion in Williams Obstetrics, 21th ed. Mc Graw Hill; 2001, p.688-1132.
2. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam:
Wiknjpasienastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan ed 3.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002, p. 302-322.
3. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: DeCherney AH, Nathan L, editors. Current
Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. New York, NY: McGraw
Hill; 2003.
4 Morton A, Stenchever MD, William, Droegemueller MD, Herbst Arthur L MD,
Daniel R Mishell.MD, Arthur L. H. Spontaneous and Recurrent Abortion,
Etiology, Diagnosis, Treatment in Comprehensive Gynecology 4th eds. Mosby:
2002, p.157-164
5. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam: Lutan D, editor.
Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998.