Masa depan industri perfilman indonesia

14
Alfi Septiani Risky AB Irwan Rudiawan Mira Marinda TB Sunan Giri

Transcript of Masa depan industri perfilman indonesia

Page 1: Masa depan industri perfilman indonesia

Alfi SeptianiRisky ABIrwan RudiawanMira MarindaTB Sunan Giri

Page 2: Masa depan industri perfilman indonesia

INDUSTRI PERFILMAN INDONESIA SAAT INI

Pemerintah Indonesia sepakat membuka 100 % kesempatan investasi bagi asing, tak lagi dibatasi kepemilikan sahamnya hanya 51 %

Penambahan dan pemerataan layar bioskop di seluruh daerah Indonesia Perbandingan pajak film Indonesia dan film Hollywood yang tayang di

Indonesia (ironi) Pencabutan Industri Film dari Daftar Negatif Asing (DNI) - beberapa

respon resmi para sineas akan kebijakan DNI Penonton tergantung pada film-film hollywood (film impor) VCD atau Video Tape yang dibajak atau pembeli membeli produk film

bajakan Pembatasan porsi 60 :40 film lokal versus film impor Indonesia tidak ada industri film seperti di Amerika karena hampir semua

film di Indonesia sesungguhnya adalah film independen (Hanung Bramatyo)

Subtopik lainnya; dari sisi produksi, dari sisi pemasaran/distribusi, dari sisi konten/isi, dari regulasi dan kebijakan pemerintah, budaya.

Page 3: Masa depan industri perfilman indonesia

1. MEMBUKA PELUANG BAGI INVESTASI ASING

Belum lama ini, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf mengatakan, pemerintah Indonesia sepakat membuka 100 % kesempatan investasi bagi asing di bidang usaha jasa perfilman. Dengan demikian, jaringan bisnis usaha perfilman dari luar negeri bebas masuk ke Indonesia, tak lagi dibatasi kepemilikan sahamnya hanya 51 %.•Syarat pemberlakuan kebijakan ini :1.Pemerintah mempertimbangkan dampak baik dan buruk (Tanpa Intervensi)2.Adanya kepastian pihak asing membangun bioskop yang merata di berbagai daerah. Diketahui selama ini memang banyak daerah di pelosok Indonesia yang belum memiliki bioskop.Karena "Tujuan dibukanya keran kerja sama asing agar bioskop muncul di desa-desa. Jika ini diawasi dan dilakukan, salah satu tujuan kebijakan sudah terpenuhi," Membuat bioskop gampang, mempertahankannya susah. Bagaimana membuat bioskop tidak rugi, tetap memutar film sesuai porsi, itu yang sulit,"

Page 4: Masa depan industri perfilman indonesia

• Ancaman bagi industri film :Kebijakan keran kerja sama asing akan membuat Indonesia diserbu dengan

film-film karya sineas asing. Tapi Kemala berharap sineas lokal tidak berkecil hati dan harus menganggap hal tersebut sebagai tantangan.

• Ancaman tersebut bisa diminimalisir karena:Harga bioskop di Indonesia termasuk yang termurah di dunia. Menurut Humuch

yang mengumpulkan kisaran harga bioskop dari seluruh dunia, Indonesia ada di peringkat enam terbawah, persis setelah Malaysia.

Tipe harga bioskop: Jaringan bioskop XXI sendiri memang terus "bersolek." Selalu ada penambahan fasilitas, baik dari segi suara, visual, maupun kenyamanan penonton. Saat ini, XXI punya "kelas" reguler, premiere, dan IMAX. Cakupan harga tiketnya antara Rp30 ribu sampai Rp150 ribu untuk sekali menonton.

Di Australia, pada 2013 harga tiket bioskop mencapai US$31,94 atau Rp446 ribu. Ada selisih yang cukup jauh dibanding Jepang, yang berada di peringkat ke-dua tertinggi, dengan harga US$19,91 atau Rp278 ribu. Di Swiss, harganya US$19,61 atau Rp273 ribu.

Page 5: Masa depan industri perfilman indonesia

Harga tiket termurah dipegang Korea Selatan, hanya US$1 atau Rp14 ribu. Setelah itu ada Iran dengan US$2 (Rp28 ribu), India dengan US$3,27 (Rp45 ribu), juga Afrika Selatan dan Malaysia dengan harga US$3,33 atau setara dengan sekitar Rp46 ribu. Tiket bioskop di Indonesia rata-rata dibulatkan pada harga US$4, jika dirupiahkan menjadi Rp5 ribu. Meski pada kenyataannya, ada tiket yang lebih murah dan mahal, tergantung bioskop dan hari.Dengan harga itu, bioskop masih menjadi alternatif hiburan termurah bagi masyarakat. "Setelah kerja, hiburan paling terjangkau ya bioskop," katanya. Ia juga mengatakan, meski kehidupan ekonomi menurun, secara keseluruhan orang tetap butuh hiburan.•Peluang bagi Industri film: pekerja film lokal untuk mendistribusikan hasil karyanya ke pasar yang lebih luas. "Kita juga jadi punya kesempatan untuk mendistribusikan film-film kita ke luar negeri lewat jaringan investor tersebut. "Nasionalis boleh. Tapi kita juga harus sadar, market kita siapa tahu bukan dalam negeri saja,"

Page 6: Masa depan industri perfilman indonesia

2. PENAMBAHAN DAN PEMERATAAN BIOSKOP DI INDONESIA • Peluang bagi indutri film : Salah satu yang diharapkan dari masuknya investor asing ke dalam industri

perfilman nasional adalah memperbanyak layar-layar bioskop sehingga bisa tersebar hingga ke seluruh pelosok nusantara.

Kondisi yang ada saat ini, setiap film lokal yang hendak tayang di bioskop hanya mendapat jatah 60 sampai 70 layar saja, film lokal istimewa mungkin bisa 100 layar. Sementara, film asing, katakanlah yang hanya film horor biasa dengan sutradara yang tak terkenal, bukan sekelas Star Wars,bisa mendapat 300 layar sekaligus.

• Problemnya sekarang film Indonesia tidak sampai ke khalayak besar. Film hanya dinikmati oleh masyarakat kota besar (Jakarta) bukan nusantara.

• Solusi berkaca pada Tiongkok :industri perfilman di Tiongkok, di mana pemerintahnya memberlakukan kuota

film impor dengan hanya boleh 30 judul film saja setiap tahunnya. Akan tetapi, Tiongkok membiarkan investor asing membuat film di sana, Itu industrinya langsung naik 400 persen.

Page 7: Masa depan industri perfilman indonesia

Sedangkan acuan harga pendirian satu layar bioskop : Untuk membangun sebuah layar, PT Nusantara Sejahtera Raya, pemilik Cinema XXI, mengucurkan dana USD600,000-USD650,000 (sekitar Rp8,5 miliar). Sementara, PT Graha Layar Prima mengucurkan dana sekitar Rp30 miliar untuk membangun sebuah bioskop Blitzmegaplex di pusat perbelanjaan.

Page 8: Masa depan industri perfilman indonesia

3. MEREBAKNYA VCD DAN VIDEO TAPE BAJAKAN – FILM ONLINE • Sebagai catatan penting, beberapa faktor yang berkontribusi menurunkan

produksi film antara lain krisis ekonomi-sosial-politik tahun 1997-1998, dan hancurnya prasarana pemutaran film, yakni bioskop di tingkat kabupaten ke bawah, kecuali di satu dua ibukota kabupaten. Bahkan di Provinsi Papua dan Maluku, sekarang tidak lagi memiliki bisokop (Kristanto, 2007: xxii). Jika dua provinsi ini matinya bioskop disinyalir sebagai akibat masalah keamanan (kerusuhan), hilangnya bioskop di kota-kota kabupaten/kecamatan lain terjadi karena berbagai faktor, antara lain lamanya pasokan distribusi film impor akibat masa tayangnya terlalu lama di kota-kota besar; maraknya televisi swasta, popularitas VCD bajakan, dan murahnya VCD player yang menjangkau hingga ke desa-desa (Kristanto, 2007: xxii).

Dan Perkembangan Internet, penonton bisa melihat film bahkan mengunduhnya di Internet.

Page 9: Masa depan industri perfilman indonesia

4. FILM LOKAL DAN IMPOR

Sesuai aturan pada Pasal 32 UU No 33 Tahun 2009 tentang Film yang menyatakan pelaku

usaha pertunjukan film wajib mempertunjukkan film Indonesia sekurang‐kurangnya 60%

dari seluruh jam pertunjukan film yang dimilikinya selama 6 bulan berturut‐turut.

Dengan catatan semua pelaku dan pemangku kebijakan bisa merealisasikannya tanpa

intervensi asing.

Page 10: Masa depan industri perfilman indonesia

5. PENONTON BERGANTUNG PADA SELERA FILM IMPOR (FILM

HOLLYWOOD)Film-film asing memang memiliki beragam keunggulan dibanding film lokal. Pertama, dari segi teknologi audiovisual yang seolah-olah membuat penonton berada di tempat kejadian. Kedua, sistem industri yang sudah mapan membuat film impor dari Hollywood mampu menguasai jalur distribusi dan eksibisi (bioskop) di seluruh dunia. Ketiga, merchandise film yang dijual di Indonesia terlihat sangat keren. Dengan jumlah penduduk yang 230 juta orang lebih, tentunya Indonesia menjadi pasar potensial untuk penjualan merchandise, apalagi jika orang tersebut sudah sangat menggemari tokoh film.Karena itu, kabar pembatasan film impor mendapat tentangan keras, tak hanya dari pengusaha bioskop, tapi juga dari penonton Indonesia. Banyak penonton yang merasa takut tidak dapat menonton film dengan desain grafis yang memukau atau film yang dalam, jika kuota film impor dibatasi.Namun, pembatasan kuota film impor sebenarnya bisa menjadi salah satu bentuk jika pemerintah berpihak pada film lokal. Saat ini, sudah mulai bermunculan film-film Indonesia dengan kualitas yang baik, namun kalah pamor dari film-film Hollywood.

Page 11: Masa depan industri perfilman indonesia

6. INDONESIA HANYA ADA FILM INDEPENDEN

Sutradara Hanung Bramantyo menegaskan film di Indonesia bukan industri seperti halnya dunia perfilman di Amerika Serikat."Film di Amerika sudah ada sistem karena semua jalur mulai pembuatan film hingga distribusi harus melalui agen," katanyaDosen Komunikasi Unair IGAK Satrya Wibawa, ia mengatakan pembuat film di Indonesia bisa langsung meminta artis tanpa melalui agen untuk membintangi filmnya."Atau, mereka bisa langsung meminta kepada manajemen jaringan bioskop untuk menayangkan filmnya, juga tanpa perantara agen. Sutradara film besar juga tidak ada bedanya dengan pembuat film pendek," kata dia."Makanya pembuat film harus pintar meyakinkan orang," Oleh karena itu, omong kosong kalau film independen tidak membutuhkan pasar. Pembuat film independen pun sebenarnya mencari pasar yang bisa menerima ide mereka.

Page 12: Masa depan industri perfilman indonesia

Film independen sebenarnya merupakan cara untuk melawan sistem jaringan bioskop yang menilai film Indonesia itu tidak laku. Juga, sistem pemerintahan Orde Baru yang mengekang kreativitas sutradara muda.Akhirnya, jaringan bioskop Indonesia baru sadar bahwa film Indonesia belum mati dan punya penggemar, kemudian mulailah film Indonesia hidup kembali."Dari genre horor yang dimulai oleh film Jelangkung. Kemudian genre film remaja yang dimulai oleh Ada Apa Dengan Cinta? Lalu muncul genre film religi yang dimulai dari Ayat-ayat Cinta. Sekarang, genre film action yang dimulai dari The Raid mulai dilirik oleh penonton Indonesia," katanya.Sementara itu, mantan wartawan sekaligus pegiat dan pembuat film, Bowo Leksono, mengatakan film independen itu tidak ingin terikat aturan. "Film independen bersifat mengkritik fenomena yang ada di masyarakat. Sekarang anak SMA saja sudah bisa bikin film dokumenter mengenai korupsi. Itulah jiwa dari film independen,"

Page 13: Masa depan industri perfilman indonesia

7. INDUSTRI FILM INDONESIA HADAPI MEA

Dibutuhkan peran pemerintah dan kebijakan pendamping. Dan kita harus lihat prospek ke depan. Jangan sibuk sendiri dengan membatasi impor film Amerika, misalnya. Kita seharusnya bilang, "film Hollywood masuk, tapi film Indonesia juga harus masuk sana." Daripada sibuk berteriak jatah film Hollywood harus diturunkan, itu lebih susah. Soalnya filmnya bagus. Sekarang bagaimana kita bisa penetrate untuk keuntungan kita, termasuk ASEAN. Kita bisa bersatu menghadapi dunia besar di luar sana. Kalau mau, ASEAN bisa menghadapi sama-sama, misalnya sekian film Amerika masuk, tapi sekian film Thailand, film Filipina, dan film Indonesia juga harus masuk ke sana. Itu memperkuat bargaining power.Di Indonesia, jika dibandingkan dengan tingkat penetrasi media massa lainnya, film memiliki tingkat penetrasi yang paling rendah, yaitu 1,8% dari 13.090.000 orang yang mengakses media di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makasar (Media Scene, 2004-2005). Seperti diketahui, perfilman Indonesia pernah berjaya di tahun-tahun 1970-an hingga 1980-an, namun kejayaan ini surut sejak tahun 1990-an hingga awal 2000-an. (Kristanto , 2007 : xxi)

Page 14: Masa depan industri perfilman indonesia

TERIMA KASIH