Manual I PEP

6
Lendy Wibowo@SP-PEP Div Pengembangan NMC Email: [email protected] 1 MANUAL I PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN MUATAN DAN AGENDA STRATEGIS PEP I. Pengembangan Ekonomi Perdesaan Melalui Kegiatan Sarana Prasarana Dalam konteks hubungan dengan asset desa, maka hasil kegiatan dapat dibedakan menurut sifatnya apakah kegiatan itu bersifat cost recovery dan non cost recovery. Cost recovery artinya kegiatan yang telah berhasil memberikan pengembalian dari semua biaya yang telah dikeluarkan. Cost recovery dalam pengertian ini meliputi total biaya (BLM dan swadaya). Ke depan perhitungan total biaya sebaiknya juga memasukkan komponen penyusutan atau depresiasi (untuk kegiatan prasarana). Hasil kegiatan program pada umumnya non cost recovery, sekalipun begitu tidak bisa dipungkiri, hasil kegiatan prasarana sarana memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat perdesaan. Ada beberapa hasil kegiatan yang berpotensi menjadi kegiatan yang bersifat cost recovery, misalnya pasar desa, air bersih, listrik desa dan sebagainya. Akan tetapi kegiatan ini baru menghasilkan pendapatan kecil saja. Pendapatan dari retribusi misalnya, hal ini baru mengcover subsidi biaya pemeliharaan dan kebersihan, jadi masih jauh dari volume yang diharapkan. Kebijakan untuk kegiatan cost recovery ke depan perlu diambil dengan hati- hati, agar justru tidak menjadi beban masyarakat desa sebagai pemanfaat. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan usaha ekonomi masyarakat, mungkin dapat dikembangkan ke depan misalnya prasarana dan sarana yang berkaitan dengan usaha pertanian dan peternakan. Pendekatan hasil kegiatan di atas hadir melengkapi pendekatan sebelumnya yang melihat keberhasilan prasarana sarana dari tinjauan meningkatnya pendapatan masyarakat karena masuknya variabel input biaya-biaya proyek (belanja material, tenaga kerja dsb). Yang kedua tinjauan yang berasal dari dampak hasil kegiatan terhadap nilai tambah ekonomi yang dirasakan masyarakat sebagai pemanfaat. Kedua pendekatan ini pada sebagian orang dianggap kurang mampu mendorong kesejahteraan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. II. Pengembangan Ekonomi Perdesaan Melalui Kegiatan Dana Bergulir Hasil kegiatan program berupa dana bergulir/revolving fund perlu dipertegas mengenai status kepemilikan asset. Perspektif yang menempatkan asset desa berasal dari hibah Pemerintah, sebenarnya menempatkan status

description

Pengembangan Ekonomi Perdesaan Muatan dan Agenda Strategis PEP

Transcript of Manual I PEP

Page 1: Manual I PEP

Lendy Wibowo@SP-PEP Div Pengembangan NMC Email: [email protected]

1

MANUAL I PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN MUATAN DAN AGENDA STRATEGIS PEP

I. Pengembangan Ekonomi Perdesaan Melalui Kegiatan Sarana Prasarana Dalam konteks hubungan dengan asset desa, maka hasil kegiatan dapat dibedakan menurut sifatnya apakah kegiatan itu bersifat cost recovery dan non cost recovery. Cost recovery artinya kegiatan yang telah berhasil memberikan pengembalian dari semua biaya yang telah dikeluarkan. Cost recovery dalam pengertian ini meliputi total biaya (BLM dan swadaya). Ke depan perhitungan total biaya sebaiknya juga memasukkan komponen penyusutan atau depresiasi (untuk kegiatan prasarana). Hasil kegiatan program pada umumnya non cost recovery, sekalipun begitu tidak bisa dipungkiri, hasil kegiatan prasarana sarana memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat perdesaan. Ada beberapa hasil kegiatan yang berpotensi menjadi kegiatan yang bersifat cost recovery, misalnya pasar desa, air bersih, listrik desa dan sebagainya. Akan tetapi kegiatan ini baru menghasilkan pendapatan kecil saja. Pendapatan dari retribusi misalnya, hal ini baru mengcover subsidi biaya pemeliharaan dan kebersihan, jadi masih jauh dari volume yang diharapkan. Kebijakan untuk kegiatan cost recovery ke depan perlu diambil dengan hati-hati, agar justru tidak menjadi beban masyarakat desa sebagai pemanfaat. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan usaha ekonomi masyarakat, mungkin dapat dikembangkan ke depan misalnya prasarana dan sarana yang berkaitan dengan usaha pertanian dan peternakan. Pendekatan hasil kegiatan di atas hadir melengkapi pendekatan sebelumnya yang melihat keberhasilan prasarana sarana dari tinjauan meningkatnya pendapatan masyarakat karena masuknya variabel input biaya-biaya proyek (belanja material, tenaga kerja dsb). Yang kedua tinjauan yang berasal dari dampak hasil kegiatan terhadap nilai tambah ekonomi yang dirasakan masyarakat sebagai pemanfaat. Kedua pendekatan ini pada sebagian orang dianggap kurang mampu mendorong kesejahteraan dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

II. Pengembangan Ekonomi Perdesaan Melalui Kegiatan Dana Bergulir

Hasil kegiatan program berupa dana bergulir/revolving fund perlu dipertegas mengenai status kepemilikan asset. Perspektif yang menempatkan asset desa berasal dari hibah Pemerintah, sebenarnya menempatkan status

Page 2: Manual I PEP

Lendy Wibowo@SP-PEP Div Pengembangan NMC Email: [email protected]

2

kepemilikan asset dana bergulir sebagai asset desa. Desa kemudian menjadikan asset ini sebagai modal penyertaan pada kegiatan dana bergulir antar desa yang dikelola oleh UPK. Ketika desa-desa bersepakat membentuk BKAD yang menaungi lembaga UPK, maka modal penyertaan desa di dalam kegiatan dana bergulir antar desa sejalan dengan perspektif asset dana bergulir sebagai asset hibah Pemerintah kepada desa yang ditempatkan sebagai modal penyertaan desa kepada kegiatan antar desa (BKAD-UPK). Treatment pengembangan status kepemilikan asset desa pada kegiatan dana bergulir antar desa ke depan perlu memperhatikan besaran sharing desa pada modal yang dikelola UPK serta performance desa dalam mendukung sehatnya pengelolaan dana bergulir. Sharing desa diukur dari besarnya kontribusi modal penyertaan awal desa, yang sebenarnya menjadi cerminan obligasi masyarakat desa bersangkutan pada saat memutuskan usulan yang diajukan pada MAD prioritas usulan. Performance desa diukur dari komitmen dan upaya yang dilakukan desa sehingga desa bersangkutan senantiasa mengembalikan pinjaman kepada UPK tepat waktu (sesuai prosedur). Perhatian yang diberikan oleh BKAD-UPK dilakukan melalui musyawarah antar desa untuk memutuskan bentuk-bentuk fasilitas khusus yang menarik bagi desa. Gagasan pengembangan ini dapat memotivasi desa-desa agar memiliki performance yang baik pula. Lahirnya BKAD sebenarnya telah menuntaskan problem kelembagaan UPK. UU 32 dan PP 72 telah memberikan pendasaran legal terhadap kelembagaan UPK dalam naungan BKAD. Terlebih ketika banyak daerah menjadikan kedua regulasi tsb sebagai konsideran atas terbitnya Perda Kerjasama Desa dan PERBUP BKAD-UPK. Akan tetapi penguatan aspek legal UPK dalam konteks kelembagaan masih perlu diperkuat dengan perlindungan status kepemilikan aset serta pendasaran legal terhadap kegiatan dana bergulir. Kita membutuhkan pengakuan (kebijakan) terhadap hak kepemilikan komunal (tidak hanya kepemilikan privat dan publik). Penting menjadikan kerjasama desa sebagaimana UU 32 dan PP 72 digunakan sebagai pendasaran legal kegiatan dana bergulir dalam kontek kerjasama desa di daerah.

III. Pengembangan Ekonomi Perdesaan Melalui Kerjasama Desa dan

Pengembangan Kawasan Ekonomi Perdesaan Isu strategis penguatan desa yang dimediasikan dalam skala dan cakupan antar desa diantaranya menyangkut isu pengembangan aset desa, komitmen pengalokasian anggaran untuk desa, serta kebijakan tentang pengembangan pasar yang mendorong tumbuhnya sektor dan kawasan ekonomi perdesaan. Penguatan kelompok UEP yang berbasis komoditas unggulan desa akan

Page 3: Manual I PEP

Lendy Wibowo@SP-PEP Div Pengembangan NMC Email: [email protected]

3

berpengaruh terhadap berkembangnya kelompok usaha bersama di perdesaan. Desa memberi penawaran terhadap produk yang berkualitas dan pasar di desa akan berkembang. BKAD adalah organisasi kerja yang diharapkan mampu mendorong kerjasama desa dan pengembangan kawasan ekonomi perdesaan. Ada beberapa alasan tentang hal ini, yakni bahwa BKAD mempunyai lingkup wilayah antar desa, berperan sebagai lembaga dalam mengelola perencanaan pembangunan partisipatif, mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan kerja sama antar desa, menumbuhkan usaha-usaha pengelolaan aset produktif, serta mengembangkan kemampuan pengelolaan program-program pengembangan masyarakat.

IV. Pengembangan Ekonomi Perdesaan Melalui Pengembangan Pasar Desa

Pemerintah (dan Daerah) mempunyai kewajiban untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan pasar berpihak kepada tumbuhnya sektor dan kawasan produksi serta usaha-usaha masyarakat. Sementara pada bagian lain, perlindungan serta pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa disertai dengan kebijakan yang tepat untuk hadirnya topangan pasar yang ramah terhadap usaha ekonomi, produksi, serta industri lokal perdesaan. Meningkatnya pendapatan (karena berkurangnya beban pengeluaran) disertai iklim usaha yang sehat bagi masyarakat dan desa akan mendorong secara meyakinkan portofolio investasi desa yang makin beragam sehinggga kondisi ini dapat mendongkrak secara signifikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat desa. Dimuka telah disampaikan pentingnya mendorong lapangan kerja perdesaan yang berkualitas. Lapangan kerja perdesaan yang berkualitas dapat dikembangkan melalui tumbuhnya sektor dan kawasan ekonomi perdesaan, dimana usaha-usaha ekonomi lokal (produksi/industri, perdagangan, jasa) berkembang melalui jaminan adanya kualitas, kontinuitas dan kuantitas. Semuanya itu dapat dilakukan melalui suatu treatment yang memadukan aspek sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki desa-desa serta berkembangnya pasar yang sinergis serta mampu menampung produk-produk yang telah dihasilkan. Permendagri No 22 tahun 2007 menjelaskan bahwa yang dimaksud pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi, sarana interaksi sosial budaya masyarakat, dan pengembangan ekonomi masyarakat. Dari pengertian ini pemerintah berperan terhadap pengembangan pasar yang mengakomodir tiga fungsi pasar di atas. Pasar yang hanya menjalankan fungsi mempertemukan penjual dan pembeli saja

Page 4: Manual I PEP

Lendy Wibowo@SP-PEP Div Pengembangan NMC Email: [email protected]

4

sebenarnya tidak termasuk kategori ini. Pasar seharusnya menjadi tempat interaksi sosial budaya masyarakat, karena interaksi tersebut penting untuk meningkatkan komunikasi yang intensif antar unsur di dalam masyarakat, maka pasar seharusnya dimasukkan sebagai unsur strategi pengembangan budaya dan peradaban masyarakat. Permendagri No 22 tahun 2007 juga menjelaskan mengenai jenis-jenis pasar. Pasar Desa adalah pasar tradisional yang berkedudukan di desa dan dikelola serta dikembangkan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat desa. Pasar antar Desa adalah pasar desa yang dibentuk dan dikelola oleh dua desa atau lebih. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat setempat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, atau nama lain sejenisnya, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil menengah, dengan skala usaha kecil dan model kecil, dengan proses jual beli melalui tawar menawar. Pasar Modern adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, swasta atau koperasi yang berbentuk Mall, Hypermarket, Supermarket, Department Store, Shopping Centre, Mini Market, yang pengelolaannya dilaksanakan secara modern, mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada pada satu tangan, bermodal kuat dan dilengkapi label harga yang pasti. Perlu terobosan fasilitasi untuk mengembangkan pasar desa, pasar antar desa dan pasar tradisional yang sesuai dengan pengertian fungsi pasar di atas serta membatasi ekspansi pasar modern (mall, supermarket dsb). Dengan begitu pasar dalam pengertian ini (desa, antar desa dan tradisional) tidak hanya sekedar mempertemukan penjual dan pembeli, akan tetapi juga sebagai tempat membangun interaksi sosial budaya masyarakat setempat serta sebagai pendorong tumbuhnya produk-produk lokal desa antar desa, karena setiap produk masyarakat telah terkoneksi dengan pasar-pasar lokal tradisional.

V. Pengembangan Ekonomi Perdesaan Melalui Sinergi Hasil Program -

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) BUMdes diharapkan menjadi soko guru perekonomian desa ke depan. Badan usaha ini diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuhnya sektor-sektor usaha kolektif masyarakat yang bertumpu pada sumberdaya yang dimiliki desa. Tumbuhnya sektor-sektor ekonomi desa ini dalam jangka menengah diharapkan dapat menjadi pemicu tumbuhnya kawasan ekonomi perdesaan (antar desa). Hasil-hasil PNPM mempunyai potensi untuk disenergikan dengan badan usaha milik desa, terutama jika mempertimbangkan kebutuhan pengembangan dan pelestarian.

Page 5: Manual I PEP

Lendy Wibowo@SP-PEP Div Pengembangan NMC Email: [email protected]

5

UU 32/2004 pasal 212 menjelaskan tentang Keuangan Desa. Sedangkan pasal 213 menjelaskan tentang kelembagaan ekonomi desa yang disebut dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dua pasal ini tampak berpasangan, pasal 212 menegaskan tentang input modal pembangunan sosial dan ekonomi desa, sedangkan pasal berikutnya menegaskan tentang institusi ekonomi desa yang dapat digunakan untuk sarana peningkatan ekonomi desa. Pasal 213 ayat 1 dijelaskan bahwa desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Badan usaha tersebut berpedoman pada peraturan perundang-undangan (ayat 2), dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang undangan (ayat 3). Kelembagaan ini sebenarnya cukup potensial dijadikan sebagai media untuk meningkatkan ekonomi desa. Sedangkan ketentuan tentang BUMDes dalam PP 72/2005 tertuang dalam empat pasal (78-81) bagian akhir (kelima). Dinyatakan bahwa BUMDes adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa, sedangkan kepengurusan badan usaha ini terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat. BUMDes harus berbadan hukum. Yang tergolong badan hukum dapat berupa lembaga bisnis, yaitu unit usaha yang kepemilikan sahamnya berasal dari Pemerintah Desa dan masyarakat, seperti usaha mikro kecil dan menengah, lembaga keuangan mikro perdesaan (usaha ekonomi desa simpan pinjam, badan kredit desa, lembaga simpan pinjam berbasis masyarakat, lembaga perkreditan desa, lumbung pitih nagari dan sebagainya). BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kebutuhan dan potensi desa, adalah: a. Kebutuhan masyarakat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok; b. Tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal

terutama kekayaan desa; c. Tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha

sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat; d. Adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi

warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi. Permodalan badan usaha ini dapat berasal dari; Pemerintah Desa, tabungan masyarakat, bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, pinjaman, dan/atau penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. Pembentukan BUMDes ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDesa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan

Page 6: Manual I PEP

Lendy Wibowo@SP-PEP Div Pengembangan NMC Email: [email protected]

6

Daerah tersebut, sekurang-kurangnya memuat tentang: bentuk badan hukum, kepengurusan, hak dan kewajiban, permodalan, bagi hasil usaha, kerjasama dengan pihak ketiga, dan mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban. Dalam PP 32/2004 disebutkan pula bahwa BUMDes dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pinjaman dilakukan setelah mendapat persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).