Laporan PEP Penangkapan

download Laporan  PEP Penangkapan

of 21

description

Laporan

Transcript of Laporan PEP Penangkapan

I. PENDAHULUAN

a. Latar belakangBerdasarkan laporan FAO Year Book 2009, produksi perikanan tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ketiga dunia dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan rata-rata produksi sebessar 1,54%. Begitu pula dengan produksi perikanan budidaya yang mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009 (Firman, 2010).Menurut survey yang dilakukan oleh Pustek Kelautan UGM pada tahun 2006, potensi sumberdaya ikan perairan laut selatan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 6.994,80 ton/tahun yang terdiri dari ikan pelagis 6.120 ton/tahun dan ikan demersal 874,80 ton/tahun dengan JBT (Jumlah yang Boleh Ditangkap) sebesar 5.595,84 ton/tahun dengan total produksi perikanan laut DIY sampai tahun 2006 sebesar 1.730,70 ton. Secara umum perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi oleh usaha perikanan skala kecil. Hanya 15% usaha perikanan di Indonesia merupakan usaha perikanan skala besar dan sisanya (85%) adalah usaha perikanan skala kecil. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar, khususnya di Kabupaten Gunung kidul. Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 2011 mencapai rata-rata 705,925 ton untuk 4 kuartal dan meningkat menjadi rata-rata sebesar 856,375 ton untuk 4 kuartal pada tahun 2012. Pantai di Gunung Kidul yang memberikan kontribusi hasil perikanan pada tahun 2012 antara lain Pantai Nampu, Pantai Siung, Pantai Ngandong, Pantai Gesing, Pantai Drini, Pantai Ngrenehan, Pantai Baron dan Pantai Sadeng.Terdapat berbagai kesenjangan yang masih mewarnai pembangunan perikanan di Indonesia baik secara nasional maupun secara lokal administratif pengelolaan. Berbagai prasarana yang dibangun oleh pemerintah, seperti pembangunan pelabuhan perikanan dan tempat-tempat pendaratan ikan yang tersebar di berbagai wilayah belum memberikan hasil yang memuaskan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai model pengaturan dan kebijakan yang diambil belum dapat menyentuh secara baik terhadap permasalahan mendasar yang ada (Ali yahya, 2001). Masyarakat pesisir yang terdiri dari nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang hasil laut, serta masyarakat lainnya dimana kehidupan sosial ekonominya tergantung pada sumberdaya laut merupakan segmen anak bangsa yang umumnya masih tergolong miskin. Kesejahteraan masyarakat pesisir memerlukan program terobosan baru yang dapat meningkatkan akses mereka terhadap modal, manajemen dan teknologi serta dapat mentransformasikan struktur dan kultur masyarakat pesisir dan nelayan secara berkelanjutan. Kemiskinan seolah-olah telah melekat akrab dalam kehidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, tingkat pendapatannya hanya sekitar Rp 300.000/bulan/kepala keluarga (Kusumastanto ,2003). Citra kemiskinan nelayan sesungguhnya suatu ironi, mengingat Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas. Di dalam wilayah laut juga terdapat berbagai sumberdaya yang memiliki potensi ekonomi tinggi yang semestinya dapat dimanfaatkan untuk menjamin kesejateraan nelayan dan keluarganya. Sumberdaya alam yang terdapat di pantai dan laut adalah modal dasar yang memberikan kehidupan bangsa disegala bidang (Nanlohy, 1986). Sebagian besar (98%) masyarakat pesisir pantai merupakan nelayan berpenghasilan rendah, sehingga perlu dirintis upaya penganekaragaman jenis mata pencaharian, agar tidak menggantungkan tumpuan hidup satu-satunya pada laut, mengingat kehidupan melaut ada masa pacekliknya. Untuk itu perlu dikembangkan usaha lain, termasuk usaha agraris yang mendayagunakan pekarangan dengan tanaman ekonomis, serta usaha pertanian yang lebih intensif (Wagito dkk., 1982). Untuk itu dilakukan analisis terhadap kehidupan sosial ekonomi nelayan di wilayah pesisir guna mengetahui profil nelayan serta masalah yang diahadapinya.

b. TujuanTujuan dari praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan skala kecil di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, yaitu :1. Mengetahui profil nelayan di Pantai Drini.2. Mengetahui permasalahan serta tantangan yang dihadapi para nelayan di Pantai Drini3. Menganalisis biaya dan pendapatan usaha perikanan tangkap di Pantai Drini.4. Menambah wawasan mahasiswa tentang kondisi nyata perikanan di sekitar.

c. ManfaatManfaat dari praktikum Pengantar Ekonomi Perikanan adalah :1. Dapat mengetahui profil nelayan di Pantai Drini.2. Dapat mengetahui permasalahan serta tantangan yang dihadapi para nelayan di Pantai Drini.3. Dapat menganalisis biaya dan pendapatan usaha perikanan tangkap di Pantai Drini.4. Dapat menambah wawasan mahasiswa tentang kondisi nyata perikanan di sekitar.

II. TINJAUAN PUSTAKA

a. Kondisi umum lokasi Praktikum Pangkalan Pendaratan Ikan Drini berlokasi di Drini, Banjarejo, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul. Secara geografis terletak di 080839,6 LS dan 1103438,3 BT. Pantai Drini adalah salah satu objek wisata alam yang terletak di sebelah timur Pantai Sepanjang. Pantai yang mempunyai karakterisitik sebagai penghasil tangkapan laut paling tinggi diantara pantai yang lain serta perkampungan nelayan tradisional, objek wisata ini juga mempunyai tempat bagi wisatawan untuk menikmati panorama alam di atas hamparan pasir putih ataupun naik di atas Pulau Drini yang letaknya di depan pantai dan berbagai aktifitas wisata lainnya.Pada dasarnya Objek Wisata Kampung Nelayan Pantai Drini awalnya merupakan tanah milik Kesultanaan Jogja ( Panitikismo ). Pada tahun 1980 wilayah ini pertama kali dihuni oleh satu kepala keluarga yang bernama Mandung. Keluarga Mandung inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya Kampung Nelayan Pantai Drini. Pada tahun 1982 Dinas Perikanan Pemerintah Indonesia mengadakan Diklat nelayan di Pantai Baron. Mandung termasuk salah seorang yang mengikuti Diklat tersebut. Kemudian selang waktu satu Objek Wisata Kampung Nelayan Pantai Drini berada di wilayah pengembangan bagian selatan Kabupaten Gunungkidul, yang terletak di Kelurahan Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, sekitar 1 km kearah timur dari Pantai Sepanjang, memiliki luas areal 2 Ha dari garis pantai, dengan batas wilayah :- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Tepus.- Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Samudra Hindia.- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Pantai Sepanjang.- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Pantai Krakal (Saputro, 2008).Pantai Drini dimanfaatkan sebagai pantai perikanan tangkap. Walaupun kondisi fisik Pantai Drini berlereng curam, namun bagian barat pantainya tidak memiliki karang yang menempel pada pantai, sehingga memudahkan nelayan untuk menangkap ikan menggunakan perahu. Oleh karena Pantai Drini dapat menghasilkan komoditas perikanan, di Pantai Drini terdapat pasar lelang ikan juga rumah makan. Bagian timur pantai yang terdapat karang yang menempel di pinggir pantai, sehingga pada bagian tersebut tidak dijadikan tempat menambatkan perahu tetapi menjadi kawasan yang terlindung dari ombak yang didukung dengan kondisi kimia air laut yang cukup kondusif sehingga banyak ditumbuhi oleh rumput laut (Anggoro, 2011).

b. Kegiatan penangkapanPerikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencangkup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di luat atau perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen atau subsistem yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya : (1) sarana produksi, (2) usaha penangkapan, (3) prasarana (pelabuhan), (4) unit pengolahan, (5) unit pemasaran dan (6) unit pembinaan (Monintja dan Roza, 2001).Penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan atau organisme lainnya dari perairan. keberhasilan usaha ini ditentukan oleh komponen-komponen pengetahuan tentang behavior, alat tangkap (fishing gear), kapal perikanan (fishing boat), cara pengoperasian alat (fishing technique), serta sumber ikan dari di suatu perairan (fishing ground) dan alat bantu penangkapan ikan ( instrumentation) (Sudirman, 2004).Kegiatan pengangkapan tidak terlepas dengan adanya musim penangkapan. Menurut Monintja (2001), pola musim di sautu perarian di pengaruhi oleh pola arus dan perubahan arah pola angin. Arus permukaan di Indonesia akan selalu berubah tiap setangah tahun akibat adanya arah angin di setiap musimnya. Berdasarkan arah utama angin yang bertiup (secara periodik) di atas wilayah Indonesia, maka dikenal dengan istilah musim barat dan musim timur. Berhubungan dengan musim penangkapan ikan di Indonesia dikenal dengan adanya empat musim yang sangat mempengaruhi kegiatan penangkapan, yaitu musim barat, musim timur, musim peralihan awal tahun dan musim perakihan akhir tahun. Kedua musim peralihan tersebut sering disebut sebagai musim pancaroba. Kegiatan penangkapan ikan di lauatan harus mmperhatikan kelestarian dari lingkungan laut tersebut. Dimana faktor-faktor yang memepengaruhi enangkapan ikan dan perpengaruh pada lingkungan adalah kontruksi alat tangkap, keterampilan nelayan dan bahan yang digunakan (Mudztahid, 2004).

III. METODE

a. Waktu dan Tempat PraktikumPraktikum lapangan Pengantar Ekonomi Perikanan dilaksanakan pada tanggal 29-31 Mei 2015 di Pantai Drini yang terletak di Desa Banjarjo, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.b. Metode DasarMetode kajian dalah metode survai dan observasi lapangan. Penelitianbsurvai adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Proses pengumpulan data dilakukan melalui interaksi secara langsung dengan responden. Penelitian survai dapat digunakan untuk eksplorasi, deskriptif, maupun penjelasan dan prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang.c. Metode penentuan sampel/respondenPopulasi yangmenjadi pusat kajian praktikum ini adalah nelayan. Pemilihan samppel menggunakan metode snowball sampling. Metode snowball sampling merupakan metode pilihan responden dengan pemilihan sejumlah kecil dari poopulasi dengan karakteristik tertentu, yang selanjutnya dijadikan responden, yang diminta untuk memberikan rekomendasi untuk reasponden berikutnya. Teknik ini menggunakan satu orang utama sebagai informan kunci yang terus bergulir menuju informan berikutnya sehingga kualitas data yang diharapkan dapat terpenuhi. Dalam hal ini praktikan dapat mendatangi tetua atau ketua kelompok atau petugas pemerintah yang menjadi tokoh kunci di desa pada masing-masing kegiatan, yang dapat dianggap sebagai informan pertama (responden pertama) untuk mengawali teknik snowball. Informan pertama diharapkan memeberi rekomendasi calon informan selanjutnya, sampai jumlah responden yang ditentukan diketahui.d. Teknik Pengumpulan Data1. KuesionerMetode ini biasa digunakan untuk menyelidiki pendapat orang dan sikap. Metode angket adalah suatu metode penelitian yang berupa daftar daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari responden. Kuesioner pada praktikum ini digunakan untuk memperoleh informasi dari sejumlah pelaku usaha perikanan yaitu bidang penangkapan.2. Metode DokumentasiMetode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara melihat dan memperhatikan serta mengolah dokumen-dokumen yakni melalui arsip-arsip surat serta catatan-catatatn dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan atas kebebnarannya. Metode dokumentasi pada praktikum ini sebagai sumber untuk mendapatkan informasi atau data administrasi dari kegiatan usaha perikanan yang dilakukan oleh responden.3. Metode WawancaraMetode wawancara adalah dialog yang dilaksanakan oleh pewawancara (praktikan) untuk memperoleh informasi dari responden yang fungsinya untuk meneliti atau menilai keberadaan seseorang, misalnya untuk memperoleh data tentang latar belakang pendidikan orang tua, serta sikapnya terhadap sesuatu.4. Metode ObservasiMetode informasi adalah pencatatan dan pengamatan fenomena-fenomena yang diselidiki secara sistematik. Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan jalan mengamati, meneliti, dan mengukur kejadian atau peristiwa yang sedang berlangsung.e. Tabulasi dan Analisis DataTabulasi data dilakukakan dengan menggunakan program MS. Excel. Data yang telah didapatkan akan ditabulasikan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi sosial ekonomi dari para pelaku usaha perikanan (responden) yang telah diwawancarai sebelumnya. Berdasarkan hasil tabulasi data selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Keadaan umumPraktikum Pengantar Ekonomi Perikanan dilakasanakan di Pantai Drini, Desa Banjarejo, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Pantai berpasir putih dengan ombak yang besar dan dasar perairan yang berkarang merupakan ciri khas pantai ini. Disekitar pantai terdapat jajaran tebing karang, dan didepan pantai terdapat sebuah pulau karang yang dinamakan pulau Drini. Pantai Drini merupakan kampung nelayan sekaligus sebagai objek wisata. Daerah ini terbagi menjadi dua, dimana sebelah timur pantai yang memeiliki kemiringan bibir pantai yang landai dan ombak kecil dikembangkan sebagai ojbjek wisata sedangkan dibagian barat dengan ombak yang besar dijadikan sebagai pelabuhan kapal nelayan. Banyak pengunjung yang datang ke pantai ini sekedar untuk berekreasi. Disepanjang pantai bagian barat, berjajar puluhan perahu kecil milik nelayan. Pada saat praktikum dilaksanakan, banyak nelayan yang tidak melaut dikarenakan ombak yang terlalu besar sehingga banyak kapal yang bersandar di tepi pantai. Dikarenakan ombak yang besar, maka tidak ada nelayan yang melaut dan nelayan yang berda di sekitar pelabuhan hanya sedikit sehingga dalam mencari responden tidak begitu mudah. Di pantai ini juga terdapat banyak warung makan, kios penjual es balok dan bahan bakar, bengkel serta TPI.

b. Sarana dan prasaranaKeberadaan pelabuhan perikanan merupakan salah satu upaya dalam rangka mempercepat kemajuan kawasan pesisir dengan pengoptimalan sumberdaya pantai melalui peningkatan sarana dan prasarana di bidang perikanan. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat dan bahan untuk mencapai maksud dan tujuan dari suatu proses produksi. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya produksi. Fasilitas transportasi yang memadai membuat Pantai Drini lebih mudah dikunjungi, dengan jalan yang beraspal dan dapat dilewati kendaraan umum. Sarana yang terdapat di Pantai Drini untuk menunjang aktivitas penangkapan antara lain perahu nelayan, mesin perahu dan alat tangkap serta mobil penarik perahu setelah melakukan penangkapan. Selain itu terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI), cold storage, kios penyedia bahan bakar dan bengkel, serta terdapat gedung sekretariat kelompok nelayan Mina Martani yang mengkoordinasikan anggotanya, dan juga berfungsi untuk menerima bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah.

c. Profil responden (Umur, pendidikan, pengalaman, jenis pekerjaan nelayan)Data mengenai profil responden didapatkan dari hasil wawancara dengan nelayan di Pantai Drini, yang kemudian dikelompokkan dan diolah menjadi tabel dan diagram. Penglompokan tersebut berdasarkan umur, pendidikan, pengalaman dan jenis pekerjaan nelayan. Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai profil responden yang berprofesi sebagai nelayan di Pantai Drini

Tabel 1. Sebaran Umur Nelayan di Pantai Drini Range UmurJumlahPersentase

20 - 2626,06

27 - 32515,15

33 - 38824,24

39 - 44721,21

45 - 50618,18

51 - 5639,09

57 - 6200,00

63 - 6800,00

69 - 7413,03

75 - 8013,03

Jumlah33100,00

Gambar 1. Grafik sebaran umur nelayan di Pantai Drini

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan terhadap profil nelayan di Pantai Drini maka diperoleh kumpulan data yang dapat di buat grafik seperti diatas. Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat diketahui bahwa nelayan yang ada di Pantai Drini ada yang berumur 20 tahun hingga 80 tahun. Nelayan yang terbanyak yaitu berumur antara 33-38 tahun sebesar 25% dari 33 responden yaitu 8 orang sedangkan responden yang berumur antara 69-74 tahun hanya 1 orang, begitu pula responden yang berumur 75-80 tahun. Rentang usia antara 27-50 tahun merupakan usia produktif dimana banyak orang masih aktif bekerja. Sedangkan nelayan yang sudah berusia tua sudah sangat sedikit, hal tersebut bisa dikarenakan energi untuk melaut sudah tidak sekuat saat muda, sehingga memilih unutk beristirahat. Dari sebaran umur tersebut dapat diketahui bahwa responden yang aktif bekerja dalam usia produktif. Dalam rentang usia tersebut seorang kepala keluarga harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, sehingga banyak orang yang aktif bekerja.

Tabel 2. Tingkat pendidikan nelayan di Pantai DriniPendidikanJumlah%

TS39,09

SD1957,58

SLTP618,18

SLTA515,15

PT00,00

Jumlah33100,00

Gambar 2. Grafik tingkat pendidikan nelayan di Pantai DriniTabel dan grafik diatas menunjukan tingkat pendidikan dari 33 responden yang berprofesi sebagai nelayan di Pantai Drini. Pendidikan terakhir nelayan di Pantai Drini mayoritas SD yaitu sekitar 58% dari 33 responden yaitu 19 orang. Nelayan di Pantai Drini tidak ada yang melanjuktkan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Bahkan beberapa nelayan ada yang tidak menempuh pendidikan formal. Pendidikan tertinggi yang ditempuh nelayan di Pantai Drini adalah tingkat SLTA sebanyak 5 orang dari 33 responden atau sekitar 15%. Rendahnya pendidikan nelayan di pesisir Pantai Drini menyebabkan kelompok nelayan di Pantai Drini kurang berkembang. Kreativitas dan inovasi dari para nelayan masih kurang, sehingga sarana dan prasarana yang berhubungan dengan penengkapan masih sederhana dan kurang berkembang. Untuk memajukan suatu kelompok nelayan di Pantai Drini perlu bantuan dari pemerintah ataupun orang yang mempunyai kreativitas tinggi sehingga bisa membawa nelayan ke arah perubahan yang lebih baik.

Tabel 3. Sebaran Pengalaman Nelayan di Pantai DriniRangeJumlahPersentase

- 72345,10

8 - 15917,65

16 - 231019,61

24 - 3159,80

32 - 3947,84

Jumlah51100,00

Gambar 3. Grafik sebaran pengalaman nelayan di Pantai Drini

Tabel dan grafik diatas menunjukan pengalaman responden menjadi seorang nelayan. Responden yang berpengalaman menjadi nelayan kurang dari 7 tahun termasuk banyak yaitu 45% atau sebayak 23 orang dari 33 responden. Responden yang memiliki pengalaman lebih lama yaitu 4 orang atau sekitar 8% saja, mereka menjadi nelayan sudah selama 32-39 tahun. sedangkan responden lain memiliki pengalaman sebagai nelayan antara 8-31 tahun. banyaknya responden yang berpengalaman menjadi nelayan kurang dari 7 tahun menunjukkan bahwa nelayan di panati drini masih banyak yang baru sedangkan nelayan yang sudah berpengalaman sejak lama jumlahnya lebih sedikit. Nelayan di Pantai Drini banyak yang merupakan pendatang, sehingga bisa saja para pendatang tersebut yang baru memeulai menjadi nelayan atau kemungkinan lain adalah masih banyak nelayan dalam usia produktif yang masih muda, sehingga pengalaman akan menjadi nelayan lebih sedikit.

Tabel 4. Jenis Pekerjaan Nelayan Pantai Drini

PekerjaanPokokPokokSampinganSampingan

Buruh00,0000,00

Guru00,0000,00

Nelayan2884,85515,15

Pedagang13,0339,09

Pensiunan00,0000,00

Perangkat Desa00,0000,00

Petambak00,0000,00

Petani412,121030,30

PNS00,0000,00

Polisi00,0000,00

SAR00,0000,00

TNI00,0000,00

Wiraswasta00,0000,00

Jumlah3318

Gambar 4. Grafik jenis pekerjaan nelayan di Pantai Drini

Dari grafik dan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang berada di Pantai Drini mempunyai mata pencaharian pokok sebagai nelayan, petani dan pedangang. Begitu juga dengan pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh responden. Dari 33 responden yang diwawancarai, 28 orang menjadikan nelayan sebagai pekerjaan pokok dan 5 orang menjadi nelayan hanya sebagai pekerjaan sampingan. Sedangkan responden yang pekerjaan pokoknya menjadi pedagang 1 orang dan 3 orang hanya sebagai pekerjaan sampingan saja. Reponden yang pekerjaan pokoknya sebagai petani sebanyak 4 orang dan yang hanya berprofesi sebagai petani sebagai pekerjaan sampingan hanya 12 orang. Mata pencaharian terbesar masyarakat Pantai Drini adalah sebagai nelayan karena Pantai Drini disebut sebagai kampung nelayan dimana mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Selain itu lingkungan pesisir mendudkung masyarakatt untuk menjadi nelayan. Beberapa orang juga ada yang bekerja sebagai petani, hal tersebut dikarenakan rumah mereka yang tidak berada di kawasan kampung nelayan memiliki lahan yang bisa diolah untuk mnambah pendapatan. Sebagian besar (98%) masyarakat pesisir pantai merupakan nelayan berpenghasilan rendah, sehingga perlu dirintis upaya penganekaragaman jenis mata pencaharian, agar tidak menggantungkan tumpuan hidup satu-satunya pada laut, mengingat kehidupan melaut ada masa pacekliknya. Untuk itu perlu dikembangkan usaha lain, termasuk usaha agraris yang mendayagunakan pekarangan dengan tanaman ekonomis, serta usaha pertanian yang lebih intensif (Wagito dkk., 1982). Pada saat musim sedang tidak bagus untuk melaut (ombak besar dan angin kencang) dan sedang tidak musim ikan , beberapa nelayan memilih tidak melaut dan melakukan pekerjaan lain seperti bertani untuk menambah pendapatan mereka.

d. Musim penangkapan

Gambar 5. Grafik musim tangkap ikan di Pantai Drini

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa musim penangkapan ikan adalah pada bulan September hingga Januari dengan presentase trip tiap harinya perbulan sebanyak 9%, sedangkan bulan Februari hingga Agustus menunjukan jumlah trip tiap hari perbulannya lebih rendah, yaitu berkisar 7-8%. Namun perbedaan yang ditunjukan oleh grafik diatas tidak terlalu signifikan, hannya selisih beberapa % saja. Berdasarkan dari wawancara yang telah dilakukan, responden mengatakan bahwa mereka setiap bulannya melaut kecuali hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, berdasarkan tradisi yang diwariskan turun temurun kedua hari tersebut merupakan hari pantangan untuk melaut. Selain itu nelayan tidak melaut jika cuaca sedang buruk, ombak besar dan angin kencang. Selain hari-hari tersebut nelayan akan tetap melaut walaupun sedang tidak musim ikan, hanya saja hasil tangkapan yang dipperoleh sedikit atau bahkan tidak mendapatkan hasil tangkapan sama sekali. Jenis ikan yang tertangkap pada saat musim ikan bervariasi, mulai dari tongkol, tengiri, layur, bawal dan lainnya, sedangkan pada saat tidak musim ikan nelayan biasanya mencari lobster ataupun udang.

e. Kegiatan penangkapanKegiatan penanangkapan di Pantai Drini meliputi kegiatan nelayan saat melaut maupun saat tidak melaut. Pada kondisi alam yang memungkinkan untuk melaut, maka nelayan Pantai Drini akan melakukan perjalanan (trip) untuk mencari ikan dan menangkapanya. Nelayan melaut di daerah dekat dengan Pantai Drini, Baron dan biasanya hingga daerah Pantai Parangtritis, berangkat pagi hari dan kembali pada siang harinya. Perbekalan yang dibutuhkkan saat melakuakn trip jauh dan dekat berbeda, dimana jika trip jauh maka memerlukan biaya yang lebih banyak dan membutuhkan tambahan es untuk mendinginkan ikan agar tidak mudah rusak. Nelayan juga membawa perbekalan seperti makanan, makanan ringan dan bagi yang merokok akan membawa rokok. Alat tangkap yang digunakan nelayan saat melaut sangat beragam, tergantung jarak dan musim ikan apa. Pada saat sedang musim tongkol maka nelayan hanya akan membawa jaring untuk menangkap ikan tongkol. Saat sedang tidak musim ikan maka nelayan akan membawa jaring lobster untuk menangkap lobster dan sebagainya. Selain jaring, nelayan juga akan membawa pelampung, pemberat dan tali tambang yang telah dirangkai menjadi satu dengan jaring. Setelah nelayan mendapatkan hasil tangkapan, maka nelayan akan kembali berlabuh di pelabuhan pendaratan ikan Pantai Drini. Kapal yang akan bersandar setelah melaut ditarik oleh mobil penarik untuk memudahkan menaikkan kapal karena kemiringan pantai yang cukup curam dan ombak yang relatif besar. Ikan hasil tangkapan yang diperoleh bervariasi antara lain, tongkol, tengiri, bawal dan kadang lobster. Hasil tangkapan yang telah diperoleh akan di bawa ke TPI yang kemudian nelayan akan mendapatkan uang sebagai upah akan hasil tangkapan yang diperolehnya. Pada saat nelayan tidak melaut, banyak nelayan yang memperbaiki alat tangkap yang masih bisa diperbaiki atau merakit jaring yang baru, memperbaiki kapal jika terjadi kebocoran dan masih banyak lagi. Namun ada beberapa nelayan yang memilih melakukan pekerjaan sampingan seperti bertani untuk mendapatkan tambahan penghasilan saat tidak melaut.

f. Hubungan rerata hasil tangkap, rerata harga, dan total pendapatan per tahunHasil tangkapan ikan yang diperoleh oleh nelayan jumlahnya tidak menentu. Hasil tangkapan ikan terbanyak adalah 205 kg dan yang paling sedikit adalah 8,5 kg dengan rerata hasil tangkapan sebesar 65 kg. Tinggi rendahnya hasil tangkapan sangat dipengaruhi oleh musim, diamana saat sedang musim ikan maka para nelayan akan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, sedangkan saat tidak musim ikan nelayan akan mendapatkan hasil yang sedikit atau bahkan tidak mendapatkan hasil apapun. Nelayan di Pantai Drini merupakan nelayan tradisional, sehingga belum bisa memprediksikan dimana dan kapan waktu yang tepat untuk menangkap ikan. Mereka masih bekerja ala kadarnya, yang terpenting mereka bisa melaut, mendapatkan hasil tangkapan dan mendapatkan uang.Hasil tangkapan ikan yang didapatkan akan dijual ke TPI atau ke pengepul langsung. Rearat harga yang ditentukan berbeda-beda, dimana harga terendah adalah Rp 6500,00dan yang tertinggi bisa mencapai Rp 275000,00. Perbedaan harga yang sangat jauh tersebut bisa diikarenakan perbedaan jenis ikan yang didapatkan. Jika ikan memiliki kualitas baik dan bernilai ekonomis tinggi maka ikan tersebut akan dihargai dengan harga yang tinggi. Namun jual ikan yang didapatkan berkualitas kurang baik dan bernilai ekonomis rendah maka harganyapun akan rendah. Ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain tengiri dengan harga per kilonya sekitar Rp 60.000,00 dan bawal dengan kisaran harga Rp 80.000,00 serta lobster dengan kisaran harga Rp 500.000,00 per ekor tergantung dari ukuran lobster tersebut. Sedangkan harga ikan tongkol per kilonya sekitar Rp 20.000,00 dan pada saat musim ikan harganya bisa turun menjadi Rp 15.000,00. Selain nilai ekonomis dari ikan tersebut, musim pengangkapan juga mempengaruhi, jika sedang tidak musim ikan maka harga bisa melambung tinggi namun saat musim ikan harganya biasa saja. Total pendapatan pertahun nelayan di Pantai Drini tertinggi mencapai Rp 2.083.160.000,00 dan pendapatan terendah sekitar Rp 29.250.000,00 dan rata-ratanya sebesar Rp 468.047.994,00. Pendapatan tersebut termasuk tinggi jika dihitung tiap bualnnya. Namun itu bukan merupakan pendapatan bersih bagi nelayan. Tinggi rendahnya pendapatan nelayan tergantung dari nelayan tersebut menjabat sebagai apa, antara pemilik kapal, ABK dan nahkoda (tekong) memeiliki bagian-bagiannya sendiri, dimana sistem tersebut merupakan sistem bagi hasil sehingga pembagian pendapatan tersebut berdasarkan kesepakatan antara pemilik kapal dan ABK nya. Selain itu nelayan perlu mengeluarkan biaya untuk perawatan kapal yang biayanya tidak sedikit. Sehingga pendapatan yang diperoleh akan menjadi lebih sedikit.Hubungan antara ketiga komponen tersebut seharusnya berbanding lurus, dimana jika hasil tangkapan banyak, harga tinggi maka pendapatn naik. Namun kenyataanya tidak seperti itu, banyak nelayan di pesisir Drini yang penghasilannya rendah. Hal tersebut bisa dikarenakan sistem bagi hasil yang menyebabkan nelayan yang menjadi buruh upahnya lebih sedikit dari pemilik kapal. Jenis hasil tangkapan juga akan mempengaruhi pendapatan, pendapatan yang rendah bisa dikarenakan hasil tangkapan bernilai ekonomis tinggi tapi nelayan hanya menangkap sedikit ataupun nelayan memperoleh hasil tangkaan banyak namun harganya rendah. Kedua faktor tersebut akan mepengaruhi pendapatan nelayan. Selain itu faktor yang bisa mempengaruhi kesejahteraan nelayan yaitu kurang tepatnya nelayan dalam mengelola maupun memanajemen pendapatannya. Kesejahteraan masyarakat pesisir memerlukan program terobosan baru yang dapat meningkatkan akses mereka terhadap modal, manajemen dan teknologi serta dapat mentransformasikan struktur dan kultur masyarakat pesisir dan nelayan secara berkelanjutan. Kemiskinan seolah-olah telah melekat akrab dalam kehidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, tingkat pendapatannya hanya sekitar Rp 300.000/bulan/kepala keluarga (Kusumastanto ,2003).

g. Analisis biayaKomponen biaya yang dikeluarkan oleh nelayan ada tiga yaitu, biaya investasi (kepemilikan alat tangkap) , biaya operasional dan biaya perawatan. Biaya investasi (kepemilikan alat tangkap) meliputi biaya yang digunakan untuk pembelian seperti kapal, mesin dan alat tangkap berupa jaring, pancing dan lainnya. Biaya operasional merupakan biaya yang dibutuhkan selama operasional atau biaya yang dibutuhkan nelayan untuk sekali melaut, biaya tersebut meliputi biaya bahan bakar, pelumas, rokok, makan, pendingin, retribusi dan lain sebagainya. Biaya perawatan merupakan biaya yang digunakan dalam perawatan kapal ketika kapal, mesin, perlengkapan kapal atau alat tangkap mengalami kerusakan. Biaya investasi yang dikeluarkan oleh nelayan sebagai modal awal berkisar dari Rp 7.250.000,00 hingga yang tertinggi Rp 95.500.000,00 dan rata-rata sebesar Rp 31.020.600,00, namun ada beberapa nelayan yang biaya investinya Rp 0,00. Hal tersebut disebabkan karena nelayan tersebut hanya bekerja pada pemilik kapal sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya investasi. Perbedaan biaya investasi yang terlampau tinggi juga disebabkan karena ada beberapa nelayan yang hanya menginvestasikan biayanya untuk membeli alat tangkap saja, sedangkan perahu yang digunakan hasil meminjam/menyewa dari pemilik kapal, sehingga biaya investasinya lebih rendah.Biaya operasional yang dikeluarkan nelayan setiap kali melaut berkisar antara Rp 290.000,00 hingga biaya tertinggi sebesar Rp 3.123.750,00 dan rata-rata sebesar Rp 795.232,00. Biaya tersebut digunakan untuk membeli bahan bakar dan pelumas, es, rokok, makanan, membayar retribusi lelang dan jasa penarikan kapal. Perbedaan biaya operasional nelayan setiap kali melaut disebabkan karena kebutuhan dari nelayan yang berbeda-beda dan jauh-dekatnya trip yang dilakukan setiap kali melaut. Bagi nelayan yang tidak merokok, maka tidak mengeluarkan biaya untuk merokok. Ada beberapa nelayan yang membawa bekal makanan atau camilan sendiri tanpa mengeluarkan biaya. Jika trip jauh maka bahan bakar yang dibutuhkan juga banyak sehingga mempengaruhi biaya yang dikeluarkan. Selain bahan bakar, jika melakukan trip jauh maka nelayan harus membawa persediaan es untuk menjaga kualitas ikan agar tidak mudah rusak, tentu saja hal tersebut menambah biaya operasional. Saat nelayan selesai melaut, kapal yang akan dilabuhkan ditarik menggunakan sebuah tali yang dtarik oleh mobil, hal tersebut membutuhkan biaya, diamana biaya yang dikeluarkan tergantung dari hasil tangkapan yang diperoleh. Sampai dipelelangan, nelayan harus membayar retribusi sebesar 5% dimana 3% untuk pemerintah dan 2% sisanya sebagai kas kelompok. Biaya operasional sangat dipengaruhi oleh lama dan jauhnya melaut, jika trip semakin lama dan jauh maka biaya operasional akan bertambah. Dari data yang telah diolah, ada beberapa nelayan yang tidak mengeluarkan biaya operasional yang dikarenakan nelayan tersebut merupakan ABK yang biaya operasionalnya ditanggung oleh pemilik kapal.Biaya perawatan yang digunakan untuk perawatan kapal, mesin kapal maupun alat tangkap berkisar dari Rp 20.000,00 hingga biaya tertinggi sebesar Rp 1.150.000,00 dan rata-ratanya sebesar Rp 430.300,00. Biaya tersebut tidak menetu setiap bulannya. Nelayan hanya akan mengeluarkan biaya perawatan bila ada kerusakan pada kapal, mesin, bambu maupun alat tangkap. Biaya yang sering dikeluarkan oleh nelayan di Pantai Drini adalah biaya untuk mengganti busi mesin yang biayanya tidak terlalu tinggi, namun jika mesin mengalami kerusakan parah biaya yang dikeluarkan semakin banyak. Untuk baiaya perawatan kapal dikeluarkan jika kapal mengalami kebocoran dan harus ditembel, biaya ini juga termasuk tinggi tergantung seberapa besar kerusakan kapal. Untuk pergantian bambu, nalayan akan mengganti bambu jika bambu yang ada di kapal mengalami kerusakan. Sedangkan jika alat tangkap ada yang rusak, nelayan akan memperbaiki jika masih memungkinkan atau akan mengganti yang baru. Beberapa nelayan tidak mengeluarkan biaya perwatan karena yang menggung biaya ini adalah pemilik kapal.

h. Hambatan usaha dan solusinyaHambatan yang dialami nekayan di Pantai Drini antara lain kurangnya modal usaha, pengeluaran biaya bahan bakar yang tinggi, sarana prasaran yang masih sederhana, pengetahuan tentang teknologi dan informasi yang masih rendah serta musim tangkapan ikan yang kadang tidak menentu. Kurangnya modal usaha merupakan hambatan bagi sebagian besar nelayan di Pantai Drini, nelayan yang tidak mempunyai kapal sendiri sangat bergantung besar pada pemilik kapal. dimana pendapatan yang diperoleh merupakan pendapatan dari sistem bagi hasil. Pemilik kapal akan mendapatkan pendapatan lebih tinggi sedangkan nelayan yang menjadi ABK akan memperoleh pendapatan yang lebih rendah. Hal tersebut merupakan hambatan tercapainya kesejahteraan nelayan kecil. Solusinya adalah pemerintah memberikan bantuan berupa kapal dengan mesin dan alat tangkapnya per 3 orang nelayan, sehingga nelayan memiliki kapal sendiri sehingga sistem bagi hasilnya merata dan pendapatan nelayan tidak terlalu rendah.Pengeluaran biaya operasional yang tinggi disebabkan karena harga bahan bakar yang naik, dimana bahan bakar merupakan komponen paling pokok untuk melaut dan sebagian besar dari biaya operasional adalah biaya bahan bakar. Harga bahan yang naik menyebabkan pengeluaran juga menjadi meningkat sedangkan hasil yang diperoleh belum menentu, tentu saja ini menjadi sebuah hambatan bagi usaha penangkapan. Solusinya adalah pemerintah memberikan subsidi khusus bahan bakar bagi nelayan, sehingga memudahkan nelayan dan kesejahteraan nelayan bisa tercapai.Sarana dan prasarana yang menunjang produksi penangkapan di Drini juga masih sederhana. Hanya bermodalkan perahu kecil nelayan melaut dengan membawa bekal seadanya unuk mencari ikan. TPI, bengkel dan gedung sekretariat juga masih sederhana. Sebaiknya sarana seperti itu lebih dikembangkan sehingga bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk membeli ikan hasil tangkapan. Lahan yang digunakan untuk pendaratan perahu juga masih tergolong sempit, sebaiknya bisa lebih luas lagi perahu yang bersandar tidak terlalu berdesakan.Pengetahuan akan teknologi dan informasi para nelayan juga masih rendah, dikarenakan nelayan di drini tingkat pendidikannya relatif rendah. Dengan menguasai teknologi yang ada nelayan bisa mencari tempat penangkapan ikan yang tepat dan waktu yang tepat. Selain itu dapat mengetahui prakiraan cuaca dengan lebih akurat serta penngunaan alat-alat lain yang dapat membantu proses penangkapan. Sebaiknya pemerintah atau lembaga yang terkait bisa memberikan penyuluhan cara pemakaian alat-alat tersebut, dan jika penyuluhan sudah dirasa berhasil maka diberiakn bantuan alat-alat tersebut. Walaupun nelayan tradisional, jika memiliki alat-alat yang mampu membantu meningkatkan hasil tangkapan maka akan lebih baik.Hambatan terakhir yang kurang bisa di prediksi adalah musim. Sekarang musim ikan tidak menentu akibat iklim yang tidak menentu pula. Pada saat sedng tidak musim ikan para nelayan tetap banyak yang melaut namun mendapatakan hasil tangkapan yang sedikit atau bahnkan tidak mendapatkan hasil tangkapan sama sekali. Hal tersebut tentung mengurangi pendapatan mereka. Solusinya adalah dengan cara meberikan penyuluhan keterampilan yang lain sehingga saat nelayan tidak melaut mereka bisa melakukan hal yang lain untuk mendapatkan uang. sebagian besar nelayan di Drini mengandalkan pekerjaan sebagai nelayan karena mereka hanya bisa melakukan pekerjaan tersebut. Namun juka diberi pelatihan, maka kemungkinan mereka bisa melakukan hal lain yang bisa menambah pendapatan saat musim paceklik.

V. KESIMPULAN DAN SARANa. Kesimpulan Mayoritas pendidikan terakhir nelayan Pantai Drini adalah Sekolah Dasar (SD). Rentang umur nelayan Pantai Drini pada usia produktif berkisar antara 33-38 tahun. Mayoritas penduduk Desa Banjarejo memiliki pekerjaan pokok menjadi nelayan, dengan pengalaman mayoritas kurang dari 7 tahun. Beberapa masalah yang dihadapi nelayan Drini adalah musim ikan, iklim dan cuaca yang tidak menentu, kurangnya pengetahuan akan teknologi dan informasi, modal yang kurang, naiknya harga bahan bakar, serta hasil tangkapan dan harga ikan yang tidak tetap. Biaya perikanan tangkap yang ada di Pantai Drini dibedakan menjadi 3, yaitu biaya investasi (kepemilikan alat tangkap), biaya operasional dan biaya perawatan. Pendapatan nelayan Pantai Drini sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapan dan harga ikan. Kondisi perikanan tangkap di Pantai Drini termasuk dalam usaha penangkapan skala kecil, yang semua nelayannya termasuk nelayan tradisional. Banyak masalah dan hambatan yang dihadapi oleh nelayan yang menjadikan kesejahteraan nelayan belum tercapai.

b. Saran Sebaiknya pemerintah maupun lembaga yang terkait dengan perikanan tangkap bisa memberi pelatihan dan bantuan modal untuk membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan di Pantai Drini.

VI. DAFTAR PUSTAKA Ali yahya, muhamad. 2001. Perikanan Tangkap Indonesia. [cited 2015 Juni 08,19.21].Available at : http://tumoutou.net/3_sem1_012/ali_yahya.htm

Anggoro, D.T. 2011.Potensi dan Pengembangan Pantai Drini sebagai Obyek Wisata Andalan di Kabupaten Gunungkidul. Universitas sebelas Maret. Surakarta.Firman, A. 2010. Analis Dampak Investasi Sektor Peternakan TerhadapPerekonomian di Jawa Tengah. Fakultas Peternakan UNPAD. Bandung.

Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di EraOtonomi Daerah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Monintja, D. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang PerikananTangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir. Pusat KajianSumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. BogorMonintja, D. dan Roza Yusfiandayani. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalamBidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. BogorMudztahid, A. 2004. Purse Seine (Pukat Cincin). SMK Negeri 3 Tegal. Tegal. Nanlohy, A. 1986. Pola Perilaku Masyarakat Pesisir Pantai dalam Usaha Pemanfaatan Sumber Alam Lingkungan Laut di Sulawesi Utara. Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial IKIP. Manado Saputro, Eko. 2008. Potensi dan Pengembangan Objek Wisata Kampung Nelayan Pantai Drini di Kabupaten Gunungkidul. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Saputro, E. 2008. Potensi dan Pengembangan Objek Wisata Kampung Nelayan PantaiDrini di Kabupaten Gunungkidul. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret.Surakarta.

Sudirman & A Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Universitas Diponegoro. Semarang.Wagito. 1982. Studi Dinamika Pedesaan di Ex Karesidenan Besuki. Studi Kasus Desa Pantai Puger Kulon Kecamatan Puger Kabupaten Daerah Tingkat II Jember. Pusat Penelitiann Universitas Jember. Jember.

VII. LAMPIRAN

Perahu nelayan bersandar saat nelayanSekretariatan Kelompok tidak melaut karena gelombang tinggiNelayan Pantai Drini

Nelayan Memperbaiki Alat Tangkapnya Ketika Tidak Dapat Melaut

Persiapan untuk MelautNelayan Berangkat Melaut