(Uji Korelasi Spearman Rank dan Uji Korelasi Kendall Tau)_wahid
MANFAAT PROGRAM PEMBINAAN MENJADI PRIBADI … fileAsrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta yang...
Transcript of MANFAAT PROGRAM PEMBINAAN MENJADI PRIBADI … fileAsrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta yang...
i
MANFAAT PROGRAM PEMBINAAN MENJADI PRIBADI AGUNG
(BELAJAR PADA HIDUP ELISABETH GRUYTERS)
BAGI PENGHUNI ASRAMA SMA STELLA DUCE I SUPADI 5
YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
OLEH
YUSTINA NGATINI
O41114029
PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Seluruh harapanku berdasarkan ayat pertama Credo
“Aku percaya akan Allah yang Mahakuasa”
(EG. 23)
-
Jika „ya‟, hendaklah kamu katakan „ya‟,
jika „tidak‟ hendaklah kamu katakan „tidak‟
apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.
(Mat 5:37)
Hasil karya ini kupersembahkan kepada:
Kongregasi Suster-suster Santo Carolus Borromeus tercinta.
Bapak, ibu, kakak-kakak dan adik tercinta.
Seluruh Penghuni Asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5.
Almamater.
v
ABSTRAK
Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(Belajar Pada Hidup Elisabeth Gruyters)
Bagi Penghuni Asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta
Yustina Ngatini
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2009
Penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 sekarang ini dari kalangan
ekonomi menengah ke atas. Padahal asal mula didirikannya asrama tersebut oleh
suster CB adalah untuk menampung para siswi yang tidak mampu. Tingkat ekonomi
menengah ke atas membuat mereka cenderung bersikap hedonis dan materialistis.
Agar mereka tidak hanyut dengan gaya hidup yang demikian maka asrama
memberikan pembinaan kepada penghuninya yaitu:“Menjadi Pribadi Agung (belajar
pada hidup Elisabeth Gruyters)” pendiri Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo
Carolus Borromeus. Program pembinaan yang diberikan adalah empat kecerdasan
secara integral yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan mental,
dan kecerdasan fisik.Tujuan penelitian ini ingin mengetahui manfaat program
pembinaan tersebut bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5.
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni asrama SMA Stella Duce 1
Supadi 5 Yogyakarta mulai angkatan tahun I, II dan III yang berjumlah 50 siswi. Alat
pengumpul data dalam penelitian ini adalah kuesioner Manfaat Program Pembinaan
Menjadi Pribadi Agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni
Asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta yang disusun oleh peneliti. Uji
reliabilitas alat dengan menggunakan rumus Spearman and Brown yang
menghasilkan reliabilitas sebesar 0,94.
Hasil pengolahan data diperoleh mean dalam tiap-tiap aspek adalah kecerdasan
spiritual 30, kecerdasan emosional 24, kecerdasan mental 17, dan kecerdasan fisik 30.
Untuk mengetahui manfaat program pembinaan tersebut peneliti menggunakan
patokan norma kelompok (mean) baik secara keseluruhan maupun tiap-tiap aspek.
Dan manfaat program pembinaan tersebut bagi penghuni asrama dapat
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: Tinggi dan rendah. Hasilnya: aspek
kecerdasan spiritual 31 siswi (62%) dalam kategori tinggi dan 19 siswi (38%) dalam
kategori rendah, kecerdasan emosional 29 siswi (58%) dalam kategori tinggi dan 21
siswi (42%) dalam kategori rendah, kecerdasan mental 32 siswi (64%) dalam kategori
tinggi dan 18 siswi (36%) dalam kategori rendah, kecerdasan fisik 27 siswi (54%)
dalam kategori tinggi dan 23 siswi(46%) dalam kategori rendah. Secara keseluruhan
dapat disimpulkan bahwa Program Pembinaan “Menjadi Pribadi Agung (belajar pada
Hidup Elisabeth Gruyters)” bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
memiliki manfaat yang tinggi.
vi
ABSTRACT
The Advantages of Guidance Program “Being Great Person
(learning on Elisabeth Gruyters Life)
for the Inhabitans of Stella Duce 1 Senior High School
Dormitory Supadi Street no 5 Yogyakarta
Yustina Ngatini
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2009
The students live in dormitory in Stella Duce 1 Senior High School, Supadi street
no 5 Yogyakarta now are coming from middle economic class to high class. The early
reason why sisters CB build the dormitarian was to help poor students. High
economic level makes the student become a hedonic and materialistic person. Sister
in Dormitory give them a guidance program “Being Great Person (learning on
Elisabeth Gruyters Life)” to those life styles. The purpose of this researth is to know
the advantages of guidance program which was given by sisters for the inhabitans of
Stella Duce 1 Senior High School dormitory Supadi street no 5 Yogyakarta. Guidance
programs consisted of 4 types of intelligence, spiritual intelligence, emotional
intelligence, mentally intelligence and physically intelligence.
The subject of this research was inhabitans of Stella Duce 1 Senior High School
dormitory, Supadi street no 5 Yogyakarta, from first second and third grade. The
subject consisted of female students. The instrument used The advantages of
guidance program “Being Great Person (learning on Elisabeth Gruyters Life)” for the
in habitans of Stella Duce 1 Senior High School dormitory Supadi street no 5
Yogyakarta Quationare. The Quationare constructed by researcher. Reliability test
(Spearman and Brown) showed 0,94.
From data processing get mean for each aspect, they were 30 for spiritual
intelligence, 24 for emotional intelligence, 17 for mentally intelligence and 30 for
physically intelligence. Researcher used mean to know in habitans advantages and
those advantages could be grouping become 2 categories, they were: high and low
level. To know inhabitans advantages, researcher used mean. From all data could be
take a resume that guidance program “Being Great Person (learning on Elisabeth
Gruyters Life)” for the in habitans of Stella Duce 1 Senior High School dormitory,
Supadi street no 5 Yogyakarta have good advantages.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis hunjukkan kehadirat Allah Tritunggal, Bapa, Putera dan
Roh Kudus atas segala berkat, karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa membimbing
dan menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini
diberi judul “Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung (belajar pada
Hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta”.
Penulis menyadari, bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari
keterlibatan berbagai pihak baik semenjak proses persiapan, penulisan hingga
penyelesaian. Untuk itu dari lubuk hati yang terdalam penulis mengucapkan limpah
terima kasih kepada:
1. Sr.Sesilia Widiastari CB berserta staf Dewan Pimpinan Provinsi Indonesia
yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada penulis dalam
menjalani tugas perutusan studi serta berbagai pengarahan yang menunjang
tugas perutusan selama ini.
2. Sr.Krispiani CB selaku suster pendamping para suster yunior dan suster studi
dengan pengarahan, kesabaran dan pengertiannya dalam membimbing penulis
selama menyelesaikan studi.
viii
3. Sr. Secunda CB dan para suster komunitas Ganjuran yang telah membantu
penulis dalam proses mempersiapkan diri untuk studi.
4. Sr.Lusi Mulyani CB dan para suster komunitas Maria Regina Samirono yang
telah mendukung penulis dengan saling mengingatkan, menemani dalam
mengerjakan tugas-tugas.
5. Sr. Henricia CB, Sr.Petra CB, dan para suster komunitas Pakuningratan yang
dengan setia mendukung melalui doa-doa dan senantiasa memberi spirit
sehingga skripsi ini terselesaikan.
6. Bapak, ibu, kakak-kakak dan adik tercinta yang senantiasa memberi semangat
dan dukungan doa-doa dalam menjalani tugas perutusan studi.
7. Para Siswi SMA Stella Duce 1 asrama Supadi 5 atas kesediaannya mengisi
kuesioner penelitian skripsi ini.
8. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti,M.Si Kepala Program Studi Bimbingan dan
Konseling.
9. Ibu Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum yang dengan penuh kesetiaan dan
ketelitian telah membimbing penulisan skripsi ini.
10. Bapak Drs. Wens Tanlain, M.Pd yang dengan kerelaan membimbing
pengolahan data penelitian.
11. Bapak Drs. Y.B. Adimassana, M.A. dosen Pembimbing Akademik selama
penulis menjalani studi di Program studi Bimbingan dan Konseling.
ix
12. Teman-temanku (Sepri, Pikal, Priska, Asa, Sr.Evarista ADM, Sigit, Irna,
Franciska Dwi Yuniarti, Ardi, Anting) dan seluruh mahasiswa BK angkatan
04 yang telah mendukung penulis selama studi.
x
xi
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………......................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………………… iv
ABSTRAK ………………………………………………………………………… v
ABSTRACT ……………………………………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………………….. ix
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………….. x
DAFTAR ISI ………………………………………………………........................ xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………........................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………… xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang ………………………………………………………… 1
B Rumusan Masalah ……………………………………………………… 7
C Tujuan Penelitian ………………………………………......................... 7
D Manfaat Penelitian ……………………………………………............... 7
E Batasan Istilah dan Variabel …………………………………………… 8
1. Batasan Istilah ……………………………………….......................... 8
2. Variabel ……………………………………………………………… 9
BAB II KAJIAN TEORITIS 10
A. Asrama Stella Duce 1 Supadi 5 ………………………………………… 10
B. Program Pembinaan Bimbingan Kelompok di Asrama “Stella Duce” ... 12
1. Bimbingan kelompok .......................................................................... 12
2. Perencanaan program bimbingan kelompok ........................................ 13
C. Pribadi Agung ………………………………………………………….. 14
xiii
1. Pribadi Agung menurut Teori Stephen R.Covey ……………………. 14
2. Contoh Pribadi Agung menurut Stephen R.Covey ………………….. 17
D. Empat Kecerdasan yang Diwujudnyatakan Elisabeth Gruyters ……….. 20
1. Kecerdasan spiritual …………………………………………………. 23
2. Kecerdasan emosional ………………………………………………. 25
3. Kecerdasan mental ………………………………………………....... 26
4. Kecerdasan fisik …………………………………………………….. 29
E. Pelayanan Suster-Suster CB di Indonesia ……………………………… 31
F. Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung di Asrama Stella Duce 1
Supadi 5 ………………………………………………………………..
33
1. Pembinaan kecerdasan spiritual : hormat terhadap Yesus Sang
Tersalib ………………………………………………………………
34
2. Pembinaan kecerdasan emosional : belarasa ………………………. 38
3. Pembinaan kecerdasan mental : ketekunan ……………….......... 41
4. Pembinaan kecerdasan fisik : disiplin ……………………...... 43
BAB III METODE PENELITIAN 48
A. Jenis Penelitian ………………………………………………………… 48
B. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………………. 48
C. Subjek dan Objek Penelitian ……………………………………............ 49
1. Subjek Penelitian ……………………………………………………. 49
2. Objek Penelitian ……………………………………………………... 49
D. Populasi …………………………………………………………............ 50
E. Instrumen Penelitian ……………………………………………............ 50
F. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………….. 51
1. Tahap Persiapan ……………………………………………………... 51
2. Tahap Pelaksanaan ………………………………………………….. 51
G. Validitas dan Reliabilitas ……………………………………………… 52
1. Validitas …………………………………………………………….. 52
xiv
2. Reliabilitas …………………………………………………………... 53
3. Skoring ……………………………………………………………… 54
4. Kategori tingkat manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni
asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta …………………..
55
H. Teknik Analisi Data ……………………………………………………. 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 59
A. Hasil Penelitian ………………………………………………………… 59
B. Pembahasan Hasil Penelitian …………………………………………... 63
1. Berdasarkan data hasil penelitian ......................................................... 63
2. Berdasarkan proses kegiatan bimbingan .............................................. 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 72
A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 72
B. Saran …………………………………………………………………… 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kisi-kisi kuesioner Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama …………
51
Tabel 2 Koefisien Validitas dan Reliabilitas ……………………………………… 54
Tabel 3 Klasifikasi Koefisien Korelasi Alat Ukur .................................................... 54
Tabel 4 Skor Penilaian Kuesioner ....................................................................... 54
Tabel 5 Rincian responden dari 50 orang penghuni asrama ...................................... 59
Tabel 6 Tinggi-Rendahnya Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama pada
masing-masing aspek ...................................................................................
60
Tabel 7 Tanggapan Manfaat Program Menjadi Pribadi Agung (belajar pada Hidup
Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta secara keseluruhan ....................................................................
61
Tabel 8 Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung (belajar pada hidup
Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama yang tinggi dan rendah pada
semua aspek .................................................................................................
66
Tabel 9 Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung (belajar pada hidup
Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama yang tinggi dan rendah pada
aspek tertentu ...............................................................................................
67
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
Lampiran 2 Tabulasi Skor Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi
Agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni
Asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
Lampiran 3 Tabel Pengelompokan Skor Ganjil – Genap.
Lampiran 4 Tabel Penghitungan Skor Ganjil – Genap.
Lampiran 5 Penghitungan Koefisien Korelasi Ganjil – Genap.
Lampiran 6 Penghitungan Koefisien Reliabilitas – Validitas.
Lampiran 7 Hasil Penghitungan Mean Keseluruhan dan Mean Per Aspek.
Lampiran 8 Tabel Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta pada Aspek
kecerdasan Spiritual.
Lampiran 9 Tabel Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta pada Aspek
kecerdasan Emosional.
Lampiran 10 Tabel Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta pada Aspek
kecerdasan Mental.
Lampiran 11 Tabel Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta pada Aspek
xvii
kecerdasan Fisik.
Lampiran 12 Tabel Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta Angkatan Tahun I
Lampiran 13 Tabel Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta Angkatan Tahun II
Lampiran 14 Tabel Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta Angkatan Tahun III.
Lampiran 15 Surat Ijin Penelitian.
Lampiran 16 Surat Keterangan Penelitian.
Lampiran 17 Program Kegiatan Pembinaan Menjadi Pribadi Agung
Lampiran 18 Foto-foto Kegiatan Pembinaan
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah mengapa peneliti
tertarik dengan topik yang akan diteliti, permasalahan yang ditanyakan dan diajukan
oleh peneliti, tujuan penelitian ini dilakukan, manfaat dari hasil penelitian yang akan
diperoleh serta batasan istilah dan variabel.
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia modern dengan segala kemajuan Ilmu dan teknologinya
membuat orang berusaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Untuk
mencapai taraf kehidupan yang lebih baik orang berusaha menempuh pendidikan
yang tinggi dan memilih sekolah-sekolah yang bermutu. Untuk mewujudkan
keinginannya itu, orang tidak segan-segan untuk pergi jauh dari daerahnya ke daerah
lain, dengan biaya yang tinggi. Bahkan orang tua berani mengirimkan putri-putrinya
ke luar kota untuk menempuh Sekolah Menengah Atas (SMA). Siswa-siswi SMA
yang meninggalkan daerahnya ke daerah lain khususnya ke kota Yogyakarta ini, tentu
membutuhkan tempat tinggal selama mereka menempuh pendidikannya. Salah satu
tempat tinggal yang mereka pilih adalah asrama.
Asrama dipilih sebagai salah satu tempat tinggal selama menempuh pendidikan di
SMA karena alasan keamanan dan rasa nyaman. Rasa aman dan nyaman menjadi
penting agar siswi yang bersangkutan dapat belajar dengan baik.
2
Pada tahun 1973, banyak siswi yang berasal dari luar kota Yogyakarta juga luar
Provinsi yang bersekolah di SMA Stella Duce 1. Hal tersebut mendorong Sr.
Bernadia. CB (almarhumah) untuk mendirikan asrama bagi mereka. Setelah beberapa
bulan mencari lokasi maka diperolehlah rumah di Jl.Supadi 5 (Provinsi Indonesia,
1987:214). Pemilihan lokasi rumah tersebut dengan pertimbangan supaya para siswi
tidak mengeluarkan biaya untuk transportasi sebab SMA Stella Duce berada dekat
dengan lokasi rumah tersebut. Asrama tersebut kemudian diberi nama “Asrama SMA
Stella Duce 1”. Seiring dengan perkembangan SMA Stella Duce 1 yang mayoritas
siswinya dari kalangan ekonomi menegah ke atas maka berpengaruh pula dengan
penghuni asrama jaman sekarang.
Para penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta jaman sekarang
rata-rata dari kalangan ekonomi menegah ke atas. Dengan tingkat ekonomi menengah
ke atas maka mereka cenderung bersikap hedonis dan materialistis. Selama mereka
tinggal di asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta, para suster Cintakasih
Santo Carolus Borromeus (CB) berusaha membina mereka untuk memiliki visi hidup
yang jelas: tidak berorientasi pada kenikmatan semata melainkan memiliki perspektif
demi membantu orang lain sebagaimana telah dilakukan oleh Elisabeth Gruyters
(Pendiri Kongregasi CB) (Dewan, 2004:28). Elisabeth berasal dari keluarga kalangan
ekonomi menengah ke atas namun ia memiliki hati untuk orang lain yang tidak
mampu. Itu sebabnya ada program pembinaan yang wajib diikuti oleh semua
penghuni asrama supaya mereka memiliki hati seperti Elisabeth. Pembinaan yang
3
diprogramkan dimaksudkan supaya penghuni asrama dapat menjadi pribadi
agung/menjadi pribadi utuh: tidak hanya cerdas secara mental saja melainkan juga
cerdas secara spiritual, dapat memiliki kepekaan sosial (kecerdasan emosional) dan
cerdas secara fisik. Oleh karena itu program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) diberikan kepada penghuni asrama SMA
Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta. Melalui program pembinaan ini diharapkan agar
para siswi sebagai komunitas asrama ikut ambil bagian dalam kerasulan awam
(Riberu,1983:315)
Program pembinaan yang diberikan oleh asrama termasuk ke dalam kategori
bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan yang
diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan (Winkel,
2004:563). Oleh karena penghuni asrama terdiri dari 3 tahun angkatan maka
pembinaan diberikan dalam bentuk kelompok-kelompok sesuai dengan tahun
angkatan masing-masing dengan didampingi oleh team pembimbing.
Semenjak tahun 1973 penghuni asrama Stella Duce 1 diberi pembinaan yang
tujuannya supaya mereka dapat berkembang menjadi pribadi utuh maksudnya cerdas
secara intelektual maupun emosional. Terbukti ada beberapa alumni yang jika
diundang ke asrama untuk memberikan kesaksian tentang manfaat pembinaan di
asrama dapat mensharingkan nilai-nilai positif yang telah diperoleh dan sekarang ini
tetap dihidupinya. Berikut adalah sharing pengalaman alumni asrama yang
4
membagikan manfaat program pembinaan yang diberikan oleh asrama bagi
penghuninya.
Seorang alumni yang berprofesi sebagai Jaksa, berdomisili di Surabaya
membagikan manfaat program pembinaan yang dialaminya ia merasa bersyukur
memiliki kebiasaan hidup doa yang baik. Akibatnya nuraninya senantiasa terasah
untuk memperjuangkan keadilan saat menghadapi persoalan dalam persidangan
kendati resikonya sangat besar. Melalui kebiasaan doa ia tergerak untuk memiliki visi
membela yang benar, berempati dengan orang yang menghadapi masalah. Alumni
yang lain berprofesi sebagai Kepala Sekolah di Jakarta mengungkapkan bahwa
pembinaan ditelah diterimanya selama tinggal di asrama telah menumbuhkan dan
membentuk jiwa kepemimpinannya. Sebagai seorang kepala sekolah ia menerapkan
menjadi seorang pemimpin yang berpikir ke depan demi kemajuan anak-anak
didiknya. Kemudian seorang alumni calon dokter gigi ia mengungkapkan bahwa
pembinaan yang dijalani di asrama sangat membantunya untuk berdisiplin.
Kedisiplinan dan ketekunan sangat dia rasakan sewaktu menjalani Koas untuk tidak
datang terlambat walau satu menit. Dan ia dapat menjalani masa Koas dengan baik
berkat pembinaan yang dialaminya selama tinggal di asrama.
Dalam konteks sekarang ini pembinaan yang diberikan di asrama adalah menjadi
pribadi agung/menjadi pribadi utuh sesuai dengan semangat pendiri Suster-suster
cintakasih Santo Carolus Borromeus: Elisabeth Gruyters. Menurut Stephen R. Covey
(Covey, 2006:9,33) yang dimaksud dengan pribadi yang agung adalah pribadi yang
5
mampu menemukan suara panggilan dalam jiwanya dan mengilhami orang lain
untuk menemukan kemerdekaan jiwa mereka serta mampu mengembangkan empat
kecerdasan secara integral. Pribadi agung dalam konteks bimbingan konseling berarti
individu yang bersangkutan menjadi pribadi utuh.
Keempat kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan spiritual, kecerdasan
emosional, kecerdasan mental, dan kecerdasan fisik (Covey, 2006:34). Elisabeth
adalah pribadi yang agung/utuh, ia telah mengembangkan empat kecerdasan tersebut
secara integral sepanjang hidupnya.
Keempat kecerdasan itu, telah dihidupi oleh Elisabeth sebagai pendiri Kongregasi
Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus (CB) dan diteladani oleh semua
suster CB. Asrama Stella Duce 1 yang dikelola suster-suster CB berusaha
menanamkan keempat kecerdasan tersebut kepada para penghuninya melalui
program-program pembinaan. Stella Duce berasal dari bahasa Latin “Bintang
Pembimbing”. Istilah ini digunakan dengan maksud agar penghuni asrama
mendapatkan pembinaan menjadi pribadi agung sehingga dapat menampilkan
kualitas hidup yang baik dalam bermasyarakat (Asrama, 2007:01).
Program pembinaan yang diberikan oleh asrama Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta meliputi:
a. Pembinaan kecerdasan spiritual: pembinaan ini membantu para siswi untuk
mengasah nurani supaya didayai oleh semangat Yesus Sang Tersalib. Untuk
itu asrama memberikan bentuk kegiatan seperti: Perayaan Ekaristi/Kebaktian
6
harian dan Mingguan, mengikuti Perayaan Ekaristi di asrama setiap satu bulan
sekali, doa dan renungan harian bersama, doa rosario setiap hari Rabu dan
pada bulan Mei-Oktober didoakan setiap hari, mengikuti Pendalaman Iman,
Sakramen Tobat, Perayaan Natal dan Paska, Perayaan Hari Jadi Kongregasi
CB, dan Pesta Santo Carolus, menyediakan buku-buku bacaan tentang ajaran
agama Buddha, Kristen dan Katolik.
b. Pembinaan kecerdasan emosional: pembinaan ini membantu dan melatih para
siswi untuk memiliki semangat bela rasa. Bentuk kegiatan yang diberikan
adalah analisa sosial, bakti sosial, Home stay/live in.
c. Pembinaan kecerdasan mental: Tujuannya supaya para siswi memiliki
ketekunan dan mempunyai visi-misi hidup yang berorientasi demi menolong
orang lain. Untuk itu asrama mewajibkan para siswi untuk: belajar di sekolah,
di asrama, mengikuti les dan bimbingan belajar, latihan dasar kepemimpinan.
d. Pembinaan kecerdasan fisik: dengan belajar dari organ-organ tubuh yang
memiliki disiplin tinggi dalam menjalankan fungsinya masing-masing. Maka
asrama membantu para siswi agar hidup tertib, teratur dan disiplin dengan
dilatih untuk dapat mengatur waktu dan mengikuti kegiatan outbond.
Peneliti ingin mengetahui manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
tersebut bagi penghuni asrama Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta. Program
pembinaan diadakan supaya mereka dapat meneladan hidup Elisabeth Gruyters
yang selama hidupnya telah menjadi “Bintang Pembimbing” bagi banyak orang.
7
Peneliti juga menjadi salah satu staf pembimbing di asrama tersebut yang
bertanggungjawab menerapkan pendampingan agar penghuni asrama Stella Duce
1 Supadi 5 dapat menjadi “Bintang Pembimbing”.
Selain sebagai salah satu staf di asrama tersebut peneliti memiliki
keprihatinan terhadap gaya hidup anak asrama yang cenderung hedonis dan
materialistis. Peneliti menyaksikan secara langsung bagaimana penghuni asrama
begitu mudah mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu yang kurang
dibutuhkan.
B. Perumusan Masalah
Bagaimanakah Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung (belajar
pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama SMA Stella Duce 1 Supadi
5 Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Mendeskripsikan Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung (belajar
pada Hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama SMA Stella Duce 1
Supadi 5 Yogyakarta.
8
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
a. Yayasan Syantikara sebagai lembaga penanggung-jawab asrama: dapat
mengetahui manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung bagi
penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5.
b. Bagi pembimbing asrama: mendapatkan informasi pelayanan bimbingan
untuk penghuni asrama berkaitan dengan program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) dengan mengembangkan empat
kecerdasan dalam hidupnya.
c. Bagi para siswi: dapat menyerap betapa pentingnya untuk terus berproses
mengembangkan kebebasan dan kemampuan untuk memilih, prinsip-prinsip
dan empat kecerdasan secara integral.
d. Bagi peneliti: mengetahui sejauhmana respons penghuni asrama dalam
menyerap nilai-nilai pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup
Elisabeth Gruyters) yang sepanjang hidupnya telah berproses menjadi pribadi
agung dengan menggunakan seluruh anugerah penting dari sang pencipta
dengan menemukan suara dalam jiwanya dan mengembangkan empat
kecerdasan secara integral dalam hidupnya.
e. Bagi orang tua: membantu putrinya dalam berproses menjadi pribadi yang
agung/utuh. Baik sewaktu putrinya menjadi penghuni asrama maupun ketika
sudah keluar dari asrama.
9
E. Batasan Istilah dan Variabel
Agar penelitian ini mudah dipahami, maka perlu dijelaskan definisi operasional
beberapa istilah.
1. Batasan Istilah
a. Asrama adalah tempat tinggal yang dikhususkan untuk kelompok tertentu seperti
suku, jenis kelamin, agama, dan tingkat pendidikan tertentu. Asrama biasanya
dikelola oleh Yayasan tertentu dan memiliki tujuan tertentu pula (Asrama,
2007:01). Dalam penelitian ini asrama yang dimaksud adalah Asrama SMA
Stella Duce 1 Jl. Supadi 5 Yogyakarta yang berada di bawah naungan Yayasan
Syantikara dan dikelola oleh Suster-suster Cintakasih St.Carolus Borromeus.
b. Pribadi Agung adalah pribadi yang mampu menemukan suara panggilan dalam
jiwanya dan mengilhami orang lain untuk menemukan kemerdekaan jiwa
mereka serta mampu mengembangkan kecerdasan spiritual, emosional, mental
dan fisik secara integral dalam hidupnya. Dalam konteks ini dengan cara belajar
pada hidup Elisabeth Gruyters.
2. Variabel
Variabel dalam penelitian ini yaitu manfaat program pembinaan menjadi
pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
10
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5,
Program Pembinaan di Asrama dalam Konteks Bimbingan Kelompok “Stella Duce”,
Pribadi Agung menurut teori Stephen R.Covey, Empat Kecerdasan yang
diwujudnyatakan oleh Elisabeth Gruyters, Karya Pelayanan CB di Indonesia,
Program pembinaan menjadi Pribadi Agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
di Asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
A. Asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Asrama Stella Duce 1 Supadi 5 dikelola oleh para suster CB. Asrama ini didirikan
seiring berkembangnya karya pendidikan yang ditangani oleh para suster CB di SMA
Stella Duce 1. Meningkatnya jumlah siswi yang berasal dari berbagai daerah
mendorong para suster CB untuk mendirikan asrama. Selain jumlah siswi yang terus
meningkat juga karena banyaknya siswi yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Karya asrama pertama kali muncul di Ganjuran pada tahun 1939 dengan menerima
siswa-siswi SMP dan SPG (Provinsi Indonesia, 1987:162).
Asrama Stella Duce 1 muncul berkat adanya komunitas Stella Duce setelah
Perang Dunia ke II yaitu pada tahun 1949. Asrama dimulai dengan menampung 11
siswi dengan latar belakang dari keluarga tidak mampu. Asrama ini terletak di Jalan
11
Kolombo 19 tepatnya di biara Stella Duce. Asrama ini terus berkembang dan jumlah
siswi terus bertambah, sekitar tahun 1959 jumlah siswi asrama menjadi 146 orang,
didampingi oleh 4 orang suster dan 2 orang ibu awam ((Provinsi Indonesia,
1987:207-208).
SMA Stella Duce yang terus berkembang dengan pesat dan jumlah siswi yang
semakin bertambah tak memungkinkan lagi menampung para siswi di asrama Stella
Duce Jalan Kolombo. Pada tanggal 1 Januari tahun 1973, Sr.Bernadia CB
(almahurmah) membuka asrama lagi di Jalan Sabirin 3. Asrama ini diperuntukkan
bagi para siswi yang tidak mampu secara ekonomi sehingga para siswi tidak perlu
lagi mengeluarkan biaya untuk transportasi. Asrama ini memiliki kapasitas/daya
tampung 33 siswi. Akan tetapi karena jumlah siswi yang membutuhkan asrama terus
bertambah maka masih pada tahun yang sama asrama kemudian dipindahkan ke Jalan
Supadi 5 hingga sekarang. Asrama Jalan Supadi 5 ini memiliki daya tampung 52
siswi (Provinsi Indonesia, 1987:214). Asrama ini dinamai asrama SMA Stella Duce 1
Supadi 5 Yogyakarta.
Para penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta jaman sekarang
rata-rata dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Dengan tingkat ekonomi
menengah ke atas maka mereka cenderung bersikap hedonis dan materialistis. Selama
mereka tinggal di asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta, para suster CB
berusaha membina mereka untuk memiliki visi hidup yang jelas: tidak berorientasi
pada kenikmatan semata melainkan memiliki perspektif demi membantu orang lain
12
sebagaimana telah dilakukan oleh Elisabeth Gruyters (Pendiri Kongregasi CB)
(Dewan, 2004:28). Elisabeth berasal dari keluarga kalangan ekonomi menengah ke
atas namun ia memiliki hati untuk orang lain yang tidak mampu. Itu sebabnya ada
program pembinaan dalam bentuk bimbingan kelompok yang wajib diikuti oleh
semua penghuni asrama supaya mereka memiliki hati seperti Elisabeth: cerdas secara
mental dan cerdas secara spiritual, memiliki kepekaan sosial (kecerdasan emosional)
dan disiplin tinggi (cerdas secara fisik). Oleh karena itu program pembinaan menjadi
pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) diberikan kepada seluruh
penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta. Agar para siswi sebagai
komunitas asrama sedini mungkin turut ambil bagian dalam kerasulan awam
(Riberu,1983:315).
B. Program Pembinaan Bimbingan Kelompok di Asrama “Stella Duce”
1. Bimbingan kelompok
Yang dimaksud dengan bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan
yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan
(Winkel, 2004:563). Tujuan bimbingan kelompok yaitu supaya orang yang
dilayani menjadi mampu mengatur kehidupan sendiri, memiliki
pandangannya sendiri dan tidak sekadar membebek pendapat orang lain,
mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri efek serta
konsekuensi dari tindakan-tindakannya (Winkel, 2004: 564).
13
Dalam bimbingan kelompok yang terutama dituju bukanlah
perkembangan kelompok sebagai kelompok, melainkan perkembangan
optimal dari masing-masing individu yang tergabung dalam suatu kelompok
(Winkel, 2004: 565). Tujuan agar masing-masing individu dapat berkembang
secara optimal untuk menjadi pribadi agung dengan meneladani kehidupan
Elisabeth Gruyters dan agar mereka semakin menjadi “Stella Duce” (Bintang
Pembimbing). Di asrama pembinaan yang diberikan mengacu pada konsep
bimbingan kelompok sebagaimana diuraikan di atas.
Agar tujuan pembinaan tercapai, maka kegiatan diberikan dalam bentuk
group guidance model. Pengelompokkan sesuai dengan tahun angkatan
masing-masing, yaitu tahun I, tahun II dan tahun III. Pembimbing asrama
memegang peranan utama, mengambil banyak inisiatif, mengatur inti kegiatan
yang akan dilakukan, dan berperan sebagai fasilitator. Pembimbing asrama
menyajikan banyak informasi dan melibatkan seluruh anggota kelompok
dalam mengolah informasi supaya penghuni asrama mampu mencerna dan
mengambil makna dari kegiatan bimbingan bagi dirinya sendiri dengan cara
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam kelompok
kecil.
14
2. Perencanaan program bimbingan kelompok
Menurut Winkel (2004: 581) kegiatan bimbingan yang diberikan
pembimbing perlu bersumber pada pengetahuan dan pemahaman
pembimbing, hasil refleksi pembimbing dan persoalan yang dihadapi oleh
yang dibimbing. Dalam konteks kegiatan pembinaan di asrama, maka
program disusun berdasarkan:
a. Bersumber dari pengetahuan dan pemahaman pembimbing asrama di
berbagai bidang ilmu: teologi (dengan memperkenalkan tokoh-tokoh
iman Katolik yaitu Elisabeth Gruyters, Santo Carolus Borromeus dan
Yesus Kristus sebagai pusatnya), psikologi (dengan memperkenalkan
4 kecerdasan yang dicetuskan oleh Stephen R.Covey) dan sosiologi
(dengan memperkenalkan teori analisa sosial).
b. Program disusun berdasarkan hasil refleksi pembina asrama tentang
adanya pergeseran latar belakang penghuni asrama yang semula dari
kalangan tidak mampu menjadi kalangan menengah ke atas yang
cenderung hedonis dan materialistis. Oleh karena itu memunculkan
gagasan untuk memberikan pembinaan “Menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters).
c. Isi program pembinaan yang disusun oleh team pembina berdasarkan
aneka masalah yang dihadapi oleh para siswi sebagai komunitas kaum
muda sekarang yaitu: hedonis dan materialistis hendak “dilawan”
15
dengan menanamkan semangat disiplin tinggi untuk berani hidup
bercukup/ugahari dan berbelarasa.
Berdasarkan gagasan di atas maka peneliti akan menyajikan teori-
teori yang berkaitan dengan landasan psikologis dan teologis tentang
menjadi pribadi yang agung.
C. Pribadi Agung
1. Pribadi agung menurut teori Stephen R.Covey
Seseorang dapat berkembang untuk bersinar cemerlang atau tidak, tergantung
pada orang yang bersangkutan. Mengapa Stephen R.Covey menyebutkan bahwa
manusia dikaruniai anugerah yang begitu luar biasa oleh Pencipta. Anugerah itu
meliputi; 1) kebebasan dan kemampuan untuk memilih, 2) prinsip-prinsip/hukum
alam, 3) empat kecerdasan/kemampuan. Berkaitan dengan tiga anugerah peting di
atas berikut adalah uraian masing-masing anugerah itu mampu membawa
seseorang menemukan titik gemilang atau menjadi pribadi yang agung.
Stephen R.Covey berpendapat: “SETIAP ORANG MEMILIH SATU dari dua
cabang jalan dalam hidupnya. Satu cabang adalah jalan yang lapang, dan banyak
dilalui orang, yaitu jalan ke arah mediokritas, suatu keadaan serba tanggung,
setengah-setengah, atau malah memble. Jalan satunya lagi menuju ke arah
keagungan, kebesaran, atau kehebatan dan pemenuhan makna” (Covey,2006:43).
16
Jalan ke arah keagungan membebaskan dan mewujudkan potensi manusiawi.
Jalan keagungan adalah suatu proses pertumbuhan bertahap dari dalam ke luar.
Orang yang memilih jalan keagungan disebut juga orang yang memilih jalan atas.
Mereka adalah pribadi yang berani bangkit tegak di atas berbagai pengaruh
budaya yang negatif, dan memilih untuk menjadi kekuatan kreatif bagi
kehidupan. Jalan keagungan dapat dinyatakan dengan SUARA (Panggilan Jiwa).
Orang yang berada di jalan ini menemukan suara mereka, dan mengilhami orang
lain untuk menemukan suara mereka (Covey, 2006:43).
Orang yang memilih jalan keagungan adalah pribadi yang berani bangkit
tegak di atas berbagai pengaruh budaya negatif dan dapat memilih untuk menjadi
kekuatan kreatif bagi kehidupan sebab orang yang demikian adalah orang yang
mampu mendengarkan dan menemukan panggilan jiwanya. Sikap dan tindakan
yang dilakukan berdasarkan panggilan dari dalam hatinya bukan hanya sekedar
mengikuti tren apapun.
Untuk menjadi seorang pribadi agung maka beberapa hal meski ditempuh.
Pertama; menemukan suara dalam jiwa; dengan mengembangkan anugerah yang
dimiliki sejak lahir yaitu kebebasan dan kemampuan untuk memilih, hukum-
hukum alam atau prinsip-prinsip yang universal dan tidak pernah berubah, empat
kecerdasan yaitu spiritual, emosional, mental, fisik. Kedua; menyatakan suara
dalam jiwa dengan memelihara perwujudan tertinggi dari kecerdasan manusia ini:
visi, disiplin, gairah hidup dan nurani (Covey,2006:47). Orang yang demikian
17
adalah orang yang mampu memilih jalan yang menuju ke titik gemilang. Orang
yang memilih titik gemilang yakni jalan menuju suatu keagungan adalah orang
yang berani memilih sesuatu yang tidak banyak dipilih oleh orang. Berkaitan
dengan keagungan ada tiga jenis keagungan: keagungan pribadi, keagungan
kepemimpinan, dan keagungan organisasi.
Keagungan pribadi ditemukan bila orang menemukan tiga anugerah yang
sudah diterima sejak lahir yaitu pilihan, prinsip, dan empat kecerdasan manusia.
Mengapa sebab ketika orang sudah mampu mengembangkan keempat kecerdasan
itu secara integral maka orang yang bersangkutan mampu menumbuhkan karakter
yang luar biasa, penuh visi, disiplin, dan gairah yang dipandu oleh hati nurani,
pendek kata karakter yang berani sekaligus ramah. Karakter yang demikian
memiliki kontribusi yang signifikan, yang bukan sekedar melayani umat manusia
tetapi memiliki fokus pada “yang satu.” Inilah yang dinamakan keagungan
primer. Sedangkan keagungan sekunder meliputi bakat, reputasi, prestise,
kekayaan, dan pengakuan atau penghargaan.
Keagungan kepemimpinan dicapai oleh orang-orang yang tanpa memandang
posisi atau jabatan mereka, memilih untuk mengilhami orang lain agar
menemukan suara mereka.
Keagungan organisasi dicapai saat organisasi menjalani tantangan terakhir
untuk menerjemahkan peran-peran dan pekerjaan kepemimpinan mereka
(termasuk visi, misi dan nilai-nilai) ke dalam prinsip atau pendorong pelaksanaan
18
dalam sebuah organisasi, yaitu kejelasan, komitmen, penerjemahan, bantuan yang
memampukan, sinergi, dan akuntabilitas. Pendorong ini juga merupakan prinsip-
prinsip yang universal, abadi, sudah pasti terbukti bagi organisasi. Kesatuan tiga
keagungan yang ada akan menjadikan seseorang mengalami titik gemilang. Di
mana orang berada pada suatu posisi yang tepat yaitu karena energi yang
dilepaskan saat seseorang menemukan suara jiwanya baik sebagai individu, tim
dan organisasi.
Orang yang mampu menemukan suara jiwanya adalah orang yang juga
mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia utuh. Maksudnya adalah bahwa
seseorang telah dikaruniai kemampuan dan bakat-bakat. Kemampuan yang
dimaksud adalah empat kecerdasan yaitu kecerdasan spiritual, emosional, mental
dan fisik (Covey,2006: 416-418, 466-467)
2. Contoh pribadi agung menurut Stephen R. Covey
Sebagaimana diungkapkan oleh Covey dalam pandangannya mengenai
pribadi agung adalah pribadi yang mampu menemukan suara panggilan jiwanya
dan mampu mengilhami orang lain untuk juga menemukan suaranya sendiri.
Selain itu juga Covey mengungkapkan, “Pribadi agung adalah pribadi yang berani
memilih jalan yang sedikit dipilih oleh orang” (Covey, 2006:9,44). Maka tidak
begitu banyak tokoh yang ditampilkannya. Berikut ada dua pribadi sebagai contoh
bahwa mereka dapat dikatakan sebagai pribadi agung.
19
1. Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, melewatkan hampir dua
puluh tujuh tahun masa hidupnya di dalam penjara karena pembangkangannya
melawan rezim apartheid. Masa hidupnya yang cukup lama di dalam penjara
tidak membuatnya menjadi pribadi lemah sebab Nelson Mandela lebih
membiarkan hidupnya dipimpin oleh angan-angan yang dimilikinya dari pada
ingatannya akan peristiwa yang menimpa hidupnya.
Mandela mampu melihat dengan angan-angannya akan suatu dunia yang
jauh lebih luas daripada batas-batas pengalaman dan ingatannya terhadap
masa hidupnya di penjara, ketidakadilan, perang dan perpecahan suku. Nelson
Mandela mampu mendengarkan suara panggilan dalam jiwanya yang
bergaung sebuah keyakinan terhadap nilai dari setiap warga negara Afrika
Selatan (Covey,2006:101-102).
2. Bunda Teresa dalam hidupnya membaktikan dirinya sepenuh hati, dengan
bebas dan tanpa syarat untuk melayani kaum miskin. Terhadap Ordonya, dia
mewariskan keteguhan yang berpegang pada kaul kemiskinan, kemurnian hati
dan ketaatan. Bunda Teresa melaksanakan ketiga kaul membiaranya dengan
amat berdisiplin. Tak mengherankan jika ordo yang didirikannya tetap kuat
dan berkembang bahkan ketika bunda Teresa sudah meninggal dunia
(Covey,2006:102).
Nelson Mandela dan Bunda Teresa adalah dua orang pribadi agung menurut
pandangan teori Covey. Mereka disebut sebagai contoh pribadi agung karena
20
mereka mampu menemukan suara panggilan dalam jiwanya dan bahkan apa yang
mereka lakukan memberi inspirasi kepada orang lain untuk melanjutkan apa yang
telah mereka rintis. Selain Nelson Mandela dan Bunda Teresa yang disebutkan
oleh Covey ada seorang tokoh yang juga layak dikatakan sebagai pribadi agung
yaitu Elisabeth Gruyters (Pendiri Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo
Carolus Borromeus).
Elisabeth layak disebut sebagai pribadi agung karena ia juga merupakan
seorang pribadi yang mampu menemukan suara panggilan jiwanya dan karya
yang telah dirintisnya pun menjadi inspirasi bagi penerusnya maupun orang-orang
yang mengalami karya pelayanannya. Selain itu Elisabeth mampu menggunakan
ketiga anugerah penting dalam dirinya yaitu dengan kebebasannya ia mampu
memilih hidup membiara kendati telah banyak biara yang kosong karena
ditinggalkan akibat perang Revolusi Perancis, memasuki kota Mastricth walau
kota tersebut telah menjadi kota yang sangat tertutup, ia memiliki prinsip-prinsip
yang kuat dalam hidupnya yaitu bahwa keselamatan jiwa manusia sangat
dipentingkan dan nama Allah semakin dimuliakan, dan sepanjang hidupnya ia
terus berproses mewujudnyatakan empat kecerdasan secara integral dalam
peristiwa hidup yang dialami sedari ia kanak-kanak hingga dewasa.
21
D. Empat Kecerdasan yang Diwujudnyatakan Elisabeth Gruyters
Tanggal 1 November 1789 Elisabeth lahir di Belgia, sebagai anak ke empat dari
tujuh bersaudara. Ia berasal dari keluarga Kristiani yang saleh. Ayah dan ibunya
bernama Nicolaas Gruyters dan Maria Borde. Ayahnya bekerja sebagai bendahara di
Puri Leut milik Puteri van Mewen de Felz. Selain itu, ia bekerja sebagai pengurus
gereja Paroki Sint Pieter di Leut. Keluarga Gruyters merupakan keluarga yang cukup
berada dan terhormat bahkan rumah mereka termasuk besar di seluruh Leut
(Soemardilah Magdaleni CB & Soeyarni Afra CB, 2004:12).
Ayah dan ibunya mendidik Elisabeth untuk memiliki hidup doa yang baik. Sedari
kanak-kanak Elisabeth selalu bersikap rendah hati karena senantiasa meluangkan
waktu untuk berdoa dan bermeditasi di hadapan patung Salib Yesus. Akibatnya,
nurani Elisabeth senantiasa didayai oleh semangat belarasa sebagaimana telah
dijalankan Yesus selama hidupnya (Seri Dokumen CB,2004:6). Jadi Elisabeth
memiliki kecerdasan spiritual. Yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan yang membantu orang mencerna dan memahami prinsip-prinsip sejati
hidupnya yang merupakan panggilan dari nuraninya (Covey, 2006:79).
Tahun 1789-1891 situasi sosial-politik di Belgia sedang bergejolak karena
terpengaruh pasca Revolusi Perancis. Masyarakat kelas bawah memberontak terhadap
kalangan atas dengan mengumandangkan: kemerdekaan/liberty; persamaan/equality
di depan hukum, kebebasan berbicara, memilih agama, dan dijaminnya kebebasan
pers; persaudaraan /partenity (Supriatna, 2007:206). Elisabeth dan orangtuanya serta
22
keluarga Puri Leut dapat merasakan teriakan penderitaan masyarakat kelas bawah
tersebut, maka mereka tergerak untuk menolong masyarakat kelas bawah tersebut.
Bentuk pertolongan yang mereka lakukan yaitu dengan cara memberi tumpangan
agar orang-orang yang tertindas tidak tertangkap oleh penguasa.
Tindakan-tindakan Elisabeth bersama orangtuanya serta keluarga Puri Leut
menunjukkan bahwa ia memiliki kecerdasan emosional. Adapun yang dimaksud
dengan kecerdasan emosional adalah kepekaan untuk melakukan suatu perbuatan
yang luhur. Tindakan-tindakan tersebut didasari oleh semangat berani menghadapi
resiko demi menolong siapa saja tanpa memandang status apapun, inklusif dan
senantiasa bersikap optimis karena yakin tindakan yang dilakukan itu benar (Covey,
2006:99).
Solidaritas yang dilakukan oleh Elisabeth tersebut sekaligus menumbuhkan visi
hidupnya yaitu ingin menolong yang miskin dan tersisih (Dewan, 2004:21). Visi ini
didayai oleh nuraninya yang ingin melakukan semangat bela rasa sebagaimana telah
dijalankan Yesus selama hidupnya. Itu sebabnya ia memiliki misi hidup: ingin
menolong orang yang menderita dan berkesesakan hidup melalui karya sosial,
pendidikan dan kesehatan (Dewan,2004:26-27). Hal-hal inilah yang membuktikan
jika Elisabeth memiliki kecerdasan mental. Yang dimaksud dengan kecerdasan
mental adalah kemampuan untuk merealisasikan visi dan misi hidupnya dengan
penuh pertimbangan demi membantu orang lain (Covey, 2006:99).
23
Pada tanggal 29 April tahun 1837 Elisabeth mendirikan biara dan diikuti oleh dua
orang perempuan lain di Maastricht Belanda. Mereka bertiga memiliki sikap disiplin
yang tinggi, ulet dan mau bekerja keras dalam menolong orang yang menderita
dengan penuh kegembiraan. Setelah 6 hingga 8 tahun karya mereka menarik banyak
perempuan lain untuk bergabung menjadi pengikutnya. Biara yang didirikan
Elisabeth awalnya disebut suster-suster cintakasih. Namun ketika peraturan dikirim
ke Roma, Sri Paus Pius IX tidak setuju sebab sudah ada suster-suster cintakasih dari
Vinsentius a Paolo dan Paus memberikan alternatif supaya Elisabeth memilih
bergabung dengan Tarekat Suster-suster Vinsentius a Paolo atau menerima Santo
Carolus Borromeus sebagai pelindung. Elisabeth memilih alternatif kedua sebab
biaranya memiliki latar belakang semangat bela-rasa yang sama dengan yang telah
dijalankan oleh Santo Carolus Borromeus. Jadi pada tanggal 14 Desember 1856 biara
tersebut resmi bernama Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus disingkat
Suster-suster CB (Gruyters, 2007:30-31,35-36). Ketekunan dan kedisiplinan
Elisabeth dalam membangun biara mencerminkan bahwa ia memiliki kecerdasan
fisik. Adapun yang dimaksud dengan kecerdasan fisik adalah kemampuan seseorang
untuk terlibat penuh dengan disiplin diri yang tinggi dalam mewujudkan visi dan misi
hidup yang telah dimilikinya (Covey, 2006:99).
Elisabeth Gruyters berasal dari desa Leut Belgia. Elisabeth lahir pada 1
November 1789 dan dibaptis pada hari itu juga. Ayah dan ibunya bernama Nicolaas
Gruyters dan Maria Borde. Elisabeth Gruyters terlahir sebagai anak ke empat dari 7
24
bersaudara. Ayah Elisabeth bekerja sebagai bendaharawan di Puri Leut dan sebagai
pengurus gereja. Keluarga Gruyters merupakan keluarga terpandang dan rumah
mereka termasuk besar di seluruh Leut (Seri Dokumen CB, 2004:10-11). Kendati
Elisabeth berasal dari keluarga terpandang, dalam seluruh hidupnya ia tidak terlena
dengan kenikmatan material melainkan dapat berproses menjadi pribadi agung
dengan mewujudnyatakan empat kecerdasan secara integral. Sehingga seluruh
hidupnya diabdikan untuk menolong banyak orang.
1. Kecerdasan spritual
Elisabeth Gruyters berasal dari keluarga yang baik dan terpandang bahkan
rumah mereka termasuk besar di seluruh Leut. Ayahnya bekerja sebagai bendahara
di Puri Leut milik Putri van Mewen de Felz. Kendati sebagai seorang bendahara
dan keluarga terpandang namun ayah Elisabeth mendidik dia menjadi seorang
pribadi sederhana. Selain sebagai bendahara Puri Leut Ayah Elisabeth juga bekerja
sebagai pengurus gereja Paroki Sint Pieter di Leut (Seri Dokumen CB, 2004:11).
Tak mengherankan jika Elisabeth dididik oleh ayahnya untuk menjadi pribadi yang
beriman. Iman Elisabeth semakin tumbuh dan matang dengan kebiasaannya berdoa
di muka Salib Yesus. Bahkan dalam doanya di muka Salib Yesus ia mengalami
pengalaman mistik sehingga memiliki kerinduan untuk dipersatukan dengan duka
Ilahi yang tertuang dalam syair doanya:
25
o... Pencinta hatiku yang manis
ikut sertakan aku dalam duka-Mu.
Semoga hatiku bernyala-nyala karena cinta.
Buatlah aku cakap dalam pengabdian-Mu.
Tetapi tidaklah bermanfaat bagiku saja.
Pun juga bagi keselamatan sesama manusia. Amin. (EG. 39)
Penghayatan iman Elisabeth Gruyters menggerakkan nuraninya untuk memiliki
sikap-sikap: mau melayani orang lain, rendah hati, penuh semangat, penuh belarasa,
bertanggung-jawab, adil dan hormat terhadap hidup orang lain (Lewis, 2004:30, 44,
54, 137). Sikap-sikap itu nampak dalam perilaku hidupnya yang berkelimpahan
dengan mencurahkan tenaganya demi menolong orang lain yang menderita. Hidup
Elisabeth senantiasa didayai oleh nurani dan hasrat semangat belarasa yang
ditimbanya dari relasi pribadi dengan Yesus Sang tersalib dalam hidup doa.
Kepekaan nuraninya semakin terasah karena ia berada di lingkungan yang
berorientasi pada tujuan mulia. Lingkungan yang di maksud adalah keluarganya
sendiri dan keluarga Puri Leut. Ayah Elisabeth bersama keluarganya tinggal di
salah satu rumah megah yang terletak di depan taman Puri. Pemilik Puri Leut
adalah Puteri van Mewen de Felz juga seorang pribadi yang saleh, sederhana dan
murah hati. Dalam lingkungan keluarganya sendiri dan keluarga Putri van Mewen
de Felz, Elisabeth tumbuh menjadi seorang pribadi yang selalu mencari kehendak
Tuhan (Soemardilah, 2004:13).
Ketika beranjak dewasa Elisabeth bekerja di keluarga Nijpels di Mastricht
Belanda dari tahun 1822 hingga tahun 1836. Keluarga tersebut memiliki kehidupan
moral yang rusak, sebab kerap kali terjadi pesta-pora dan mabuk-mabukan.
26
Elisabeth yang berasal dari lingkungan keluarga yang baik dan selalu mencari
kehendak Tuhan dalam hidupnya ikut bertanggung-jawab untuk membantu
keluarga Nijpels agar kembali ke jalan yang benar (Ratwasih, 1999:39). Semua hal
ini menunjukkan jika Elisabeth memiliki kecerdasan spiritual.
2. Kecerdasan emosional
Ketergerakkan hati Elisabeth untuk membantu mereka yang menderita akibat
ketidakadilan didorong oleh hasrat belarasa yang muncul/tumbuh di dalam hatinya
(Hartono,2000:7-8). Hasrat belarasa inilah yang menjadikan Elisabeth senantiasa
berorientasi membantu orang lain, berbagi dan bekerja sama dengan penuh
optimisme. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Elisabeth menandakan bahwa
ia memiliki perilaku pro sosial (Crain, 2007:312). Semua itu nampak pada waktu
Elisabeth bersama keluarganya dan keluarga Puri Leut menolong orang-orang yang
menderita di masa perang Revolusi Perancis karena dikejar-kejar pihak penguasa.
Keluarga Elisabeth dan keluarga Puri Leut memberikan tumpangan di ruang bawah
tanah Puri kepada orang-orang tersebut, menunjukkan lorong jalan bawah tanah
sepanjang 1 km terletak mulai dari rumah bendaharawan puri, melewati Puri,
melintasi sungai Maas menuju Maaseik supaya orang-orang tersebut dapat bebas
dari kejaran pihak penguasa.
Hasrat bela rasa Elisabeth bersama keluarganya dan keluarga Puri Leut,
menunjukkan bahwa mereka bersikap inklusif yaitu mau membuka diri untuk
menolong masyarakat dari kalangan bawah. Hal ini menumbuh-kembangkan sikap
27
empatisitas dalam diri Elisabeth yang akhirnya senantiasa bersedia menolong
orang-orang yang menderita itu kendati ia harus menghadapi tantangan (resiko)
yang tinggi (Hartono, 2000:14-19).
Hasrat belarasa Elisabeth ini juga tumbuh berkat relasinya dengan Tuhan yang
mendorongnya untuk berorientasi pada tujuan mulia: menolong orang lain dengan
semangat belarasa sebagaimana telah dijalankan Yesus selama hidupnya. Semua hal
ini menunjukkan jika Elisabeth memiliki kecerdasan Emosional.
3. Kecerdasan mental
Visi-misi hidup Elisabeth tumbuh dan berkembang karena ia belajar dari teladan
hidup yang diberikan oleh kedua orangtuanya serta keluarga Puri yang selalu
membantu orang lain yang menderita dari kalangan bawah akibat perang Revolusi
Perancis telah membuka wawasan Elisabeth akan perspektif jangka panjang
mengenai kehidupan manusia pada masa yang akan datang. Maka Elisabeth
memiliki orientasi pada tujuan mulia. Situasi pasca Perang Revolusi Perancis
mendorong Elisabeth untuk berpikir strategis guna membantu orang lain agar dapat
keluar dari kotak penderitaan hidup yang telah membelenggu mereka. Peristiwa
yang dialami oleh Elisabeth justru membentuknya menjadi pribadi yang berkualitas
baik dalam sikap maupun tindakan. Kualitas sikap dan tindakan Elisabeth bertumpu
pada visi-misi yang ia miliki.
Visi-misi hidup yang dimiliki Elisabeth yaitu supaya orang-orang yang miskin,
yang tersisih dan yang menderita diselamatkan dan dibebaskan dalam keutuhan
28
Kerajaan Allah artinya sejak semula Allah menciptakan manusia baik adanya maka
orang-orang yang miskin, tersisih dan menderita perlu dirangkul sehingga dapat
mengalami belaskasih dan kerahiman Allah. (Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi,
1999:20). Maka ia berusaha mewujudkan apa yang menjadi visi-misi hidupnya
melalui karya-karya pendidikan, sosial dan kesehatan. Visi-misi hidup Elisabeth itu
didayai oleh nurani dan hasrat semangat belarasa yang ditimbanya dari relasi
pribadinya dengan Yesus Sang Tersalib melalui hidup doanya.
Visi-misi itu mengilhami seluruh hidup Elisabeth untuk mewujudkan
mimpi/cita-citanya supaya martabat hidup manusia sebagai citra Allah kembali
dipulihkan dalam keutuhan Kerajaan Allah. Tak mengherankan kalau Elisabeth
menjadi seorang pionir berdirinya sebuah biara.
Cikal bakal berdirinya biara yang dirintisnya berawal dari kesediaannya untuk
mendidik dan mengajari anak-anak miskin dan terlantar akibat keganasan perang
Revolusi Perancis. Revolusi Perancis yang meletus di Eropa menyisakan banyak
penderitaan sebab banyak anak kehilangan orangtuanya. Keadaan itu
mengakibatkan banyak anak miskin dan terlantar yang tidak bisa menempuh
pendidikan. Elisabeth menerima dan menampung mereka agar tetap dapat
mempersiapkan masa depannya dengan baik.
Karya lainnya adalah kesediaan Elisabeth merawat para penderita di Rumah
Sakit Calvarieberg (Gruyters,2007:32,49). Merawat para penderita di Rumah Sakit
di Calvarieberg merupakan perwujudan mimpinya sewaktu ia masih bekerja di
29
keluarga Nijpels. Sebelum mendirikan biara Elisabeth sering mengunjungi para
penderita di Rumah Sakit tersebut dan berdoa bersama mereka. Elisabeth merawat
penderita di Rumah Sakit Calvarieberg karena ia berpikir dengan merawat para
penderita ia telah merawat tubuh mistik Kristus yang menderita di Salib.
Selain itu Elisabeth juga tergerak untuk berkarya di Panti Asuhan Katolik. Ia
menjumpai bahwa suasana diantara anak-anak panti diliputi sikap saling mencurigai
satu dengan yang lain, iri hati sehingga tidak ada kedamaian dan kesatuan karena
adanya hasutan dari pengasuh Panti Asuhan.
Elisabeth memilih menolong orang-orang miskin dan menderita melalui karya
pendidikan, sosial dan kesehatan karena memperoleh pengalaman mistik sewaktu ia
berdoa di muka Salib Yesus; ia mendapat penampakkan tubuh mistik Yesus yang
menderita. Sejak itu Elisabeth sangat rindu untuk diikut-sertakan dalam duka Ilahi.
Ia menangkap pesan: Allah sangat berduka jika manusia menderita dan tidak
selamat, padahal Yesus telah mengorbankan hidup-Nya untuk mengangkat kembali
martabat keputeraan manusia yang telah hilang karena dosa.
Untuk mewujudkan keriduannya Elisabeth telah mempertimbangkan secara
matang peraturan biara yang didirikannya pada tahun 1837 dan mempercayakan
pada Pastor Komisaris P.A Van Baer untuk memeriksa. Kemudian ia mengirimkan
peraturan itu kepada Uskup Roermond untuk membaca, menyetujui dan
menandatangani Peraturan itu. Setelah itu ia mengirimkannya ke Roma pada tahun
1851-1856. Dan pada tanggal 14 Desember tahun 1856, Sri Paus Pius IX
30
mengumumkan biara yang didirikan oleh Elisabeth diakui sebagai biara tingkat
Kepausan dengan nama Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo Carolus
Borromeus (Gruyters, 2007:35-36). Semua upaya ini menunjukkan jika Elisabeth
memiliki kecerdasan mental. Ia dapat mewujudkan Visi-misi hidupnya mendirikan
sebuah biara karena ia memiliki disiplin yang tinggi.
4. Kecerdasan fisik
Elisabeth adalah seorang pribadi yang disiplin. Kedisiplinan hidup Elisabeth
semakin nyata sewaktu ia mengalami berbagai tantangan. Berkat kedisiplinannya,
ia mampu bersikap tegas ketika menghadapi orang-orang yang mencoba
mengoncangkan biaranya seperti diungkapkannya: “Banyak orang mengunjungi
kami di biara yang baru, tetapi bukan menguatkan keberanian kami, melainkan
untuk menggoncangkannya. Tetapi ini tidak kupedulikan. Harapanku ada pada
Tuhan dan tidak seorang pun dapat menggoncangkannya” (Gruyters, 2007:33).
Dapat dipahami jika begitu banyak orang yang mencoba menggoncangkan
usaha Elisabeth sebab ia mendirikan biara dan memulai karya-karyanya pasca
perang Revolusi Perancis. Pada waktu itu sedikit sekali orang yang mau terlibat
dalam kegiatan caritatif dan telah banyak biara yang telah ditinggalkan (Provinsi
Indonesia,1987:10-11). Elisabeth tidak gentar dengan situasi saat itu ia bersedia
berkorban dengan menyerahkan seluruh harta warisannya untuk memulai karya
31
biaranya demi menolong anak-anak terlantar, miskin dan menderita dan mendidik
mereka.
Disiplin tinggi yang dimiliki oleh Elisabeth semakin teruji ketika anak-anak
terlantar, miskin dan menderita terus bertambah dan karyanya semakin luas
sedangkan Elisabeth hanya bertiga dalam memulai karyanya. Elisabeth dapat
menerima realitas tersebut dan tetap konsisten dengan pilihan hidup yang telah
diambilnya. Ia selalu memohon bantuan kepada Allah dalam doa agar mengirimkan
orang-orang yang bersedia bergabung dengannya.
Elisabeth terus menerus berdisiplin diri baik dalam hidup maupun dalam doa
dan memohon kepada Allah agar mengirimkan bantuan tenaga. Akhirnya jumlah
suster bertambah dan biaranya terus berkembang. Pada tanggal 29 April 1837
berdirilah biara yang pertama di Jalan Lenculen dengan karya menerima dan
mendidik anak-anak miskin dan terlantar, pada tahun 1839 berkarya di Panti
Asuhan Katolik dengan 1 orang suster. Jumlah suster yang terus bertambah
sehingga pada tahun 1840 berdirilah biara yang kedua di lapangan Vrijthof dengan
karya menerima dan mendidik anak-anak miskin dan terlantar, mendidik anak-anak
di Panti Asuhan Katolik, merawat orang sakit di Rumah Sakit Calvarieberg yang
berada di Maastricht diawali dengan 5 orang suster. Suster yang berkarya di Panti
Asuhan bertambah menjadi 5 orang. Dengan terus bertambahnya jumlah suster
maka suster yang berkarya di Rumah Sakit Calvarieberg menjadi 21 orang suster.
Pertambahan jumlah suster dan berkembangnya karya pelayanan mendorong
32
Elisabeth mendirikan biara yang ketiga pada tahun 1844. Di biara yang ketiga ini
jenis karya bertambah dengan membuka kelompok baru di Sittard. Kedisiplinan
Elisabeth yang konsisten dan terlibat penuh dengan apa yang telah menjadi pilihan
hidup mencerminkan bahwa ia memiliki kecerdasan fisik.
Sepanjang hidupnya Elisabeth terus berproses menjadi pribadi yang mampu
menemukan suara jiwa dan menjadi pribadi agung. Ia telah mewujudnyatakan
kecerdasan spiritual, emosional, mental, fisik secara integral. Elisabeth wafat pada
tanggal 26 Juni 1864 di Maastricht. Walau Elisabeth telah tiada namun
semangatnya tetap hidup dan diteruskan oleh para pengikutnya pada jaman
sekarang yaitu para suster CB.
E. Pelayanan Suster-suster CB di Indonesia
Elisabeth mendirikan Kongregasi CB pasca Perang Revolusi Perancis begitu
pula Kongregasi CB hadir di Indonesia saat Perang Dunia II sedang bergolak.
Tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1918. Diawali oleh kehadiran sepuluh orang
suster sebagai misionaris pertama dengan Sr. Alphonsa Groot CB sebagai
pemimpinnya. Kedatangan kesepuluh suster misionaris pertama ialah untuk
memberikan pelayanan karya kesehatan di Rumah Sakit Carolus Batavia untuk
menolong orang-orang yang menderita akibat perang yang terjadi di Indonesia
(Provinsi Indonesia, 1987:10-11).
33
Kehadiran para suster CB yang semula melayani karya kesehatan, dalam
perjalanan waktu terus berkembang menanggapi kebutuhan masyarakat sehingga
muncul karya pendidikan dan sosial yang tersebar diberbagai Provinsi; salah
satunya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Karya pendidikan mulai dirintis oleh Kongregasi CB pada tahun 1935 dari
tingkat SMP, SKP (Sekolah Keperawatan) dan SPG di Ganjuran. Kemudian pada
bulan Agustus 1948 memulai karya pendidikan SMA Stella Duce di Jalan Sabirin
dengan Sr.Catharinia CB (almarhumah) sebagai kepala sekolah kala itu. Karya
pendidikan yang telah dirintis oleh Kongregasi CB terus berkembang dan banyak
orang menempuh pendidikan yang didirikan oleh para suster CB. Kehadiran karya
pendidikan di Yogyakarya mendorong munculnya karya lain yakni asrama.
Karya asrama Stella Duce muncul satu tahun setelah SMA Stella Duce berdiri
tepatnya pada tahun 1949 di Jalan Kolombo. Asrama tersebut semula menampung
11 siswi. Para siswi ditampung di ruangan semacam barak. Asrama Stella Duce ini
untuk menampung siswi-siswi yang tidak mampu dan untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka akibat Perang Dunia II. Kemudian pada tahun 1973 Sr.Bernadia CB
(almarhumah) membuka asrama di Jalan Supadi 5 Kotabaru. Asrama ini
diperuntukkan bagi para siswi yang tidak mampu maka dipilih lokasi yang
berdekatan dengan sekolah agar mereka tidak perlu mengeluarkan biaya
transportasi. Sekarang ini asrama Stella Duce di Jalan Kolombo 19 tidak ada lagi
sebab telah dipindahkan ke Jalan Kamboja Samirono pada tanggal 28 Juni 1987.
34
Jaman yang terus berubah mempengaruhi para siswi yang masuk ke asrama.
Saat ini para siswi yang tinggal di asrama Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta
berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas cenderung hedonis dan
materialistis. Kecerderungan tersebut hendak “dilawan” dengan memperkenalkan
kehidupan Elisabeth yang walaupun dari keluarga kalangan menengah ke atas
namun sepanjang hidupnya senantiasa peduli kepada orang-orang yang menderita
(berbelarasa). Oleh karena itu pembinaan “Menjadi pribadi agung (belajar pada
hidup Elisabeth Gruyters)” diberikan di asrama Supadi 5 Yogyakarta agar para
penghuni asrama dapat memiliki semangat disiplin yang tinggi untuk bersedia
hidup ugahari/secukupnya dan solider dengan orang-orang kecil.
F. Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung di Asrama Stella Duce 1
Supadi 5 Yogyakarta
Asrama dalam kongregasi CB masuk bidang karya sosial. Namun karya
asrama ini tidak hanya karya sosial saja sebab di dalamnya juga terdapat karya
pendidikan informal. Unsur pendidikan asrama terwujud dalam bentuk pembinaan.
Program pembinaan yang diberikan belajar pada semangat pendiri suster-suster CB
yaitu Elisabeth Gruyters.
Program pembinaan di asrama disusun supaya mereka dapat mengembangkan
anugerah yang mereka miliki yaitu kebebasan dan kemampuan untuk memilih,
prinsip-prinsip alam dan empat kecerdasan secara integral agar kelak dapat menjadi
35
“Bintang Pembimbing” bagi banyak orang. Elisabeth bisa menjadi “bintang
pembimbing” bagi banyak orang sebab ia membiarkan hidupnya senantiasa
dibimbing oleh Sang Bintang utama yakni Tuhan Allah sendiri.
Menjadi pribadi agung seperti yang telah diteladankan oleh Elisabeth terus
dikembangkan oleh para penerusnya yaitu suster-suster CB dan oleh para suster CB
coba dibagikan kepada mereka yang didampingi maupun mitra kerja. Mereka yang
didampingi dalam penelitian ini adalah para siswi SMA Stella Duce 1 yang tinggal
di asrama Supadi 5 Yogyakarta. Usaha untuk terus mengembangkan diri menjadi
pribadi agung tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan pembinaan yang
diberikan. Kegiatan pembinaan itu meliputi: aspek kecerdasan spiritual, aspek
sosial (kecerdasan emosional), kecerdasan intelektual (kecerdasan mental) dan
kecerdasan fisik.
1. Pembinaan kecerdasan spiritual: hormat terhadap Yesus Sang
Tersalib
Elisabeth Gruyters senantiasa bersikap rendah hati melalui kesediaannya
meluangkan waktu untuk menjalin relasi dengan Tuhan melalui doa dan meditasi
dihadapan Yesus Sang Tersalib sehingga nuraninya semakin terasah untuk
meneladan semangat belarasa yang telah dijalankan oleh Yesus sepanjang hidup-
Nya hingga wafat di salib. Elisabeth sangat menghormati Yesus Sang Tersalib
sebab melalui pengalaman mistiknya ia menangkap bahwa melalui ketaatan Yesus
pada kehendak Bapa maka martabat keputeraan manusia yang telah hilang karena
36
dosa dipulihkan kembali. Elisabeth juga menangkap bahwa Allah sangat berduka
jika manusia tidak selamat dan menderita (Humblet, 1987: 28-29). Jadi pentingnya
hidup doa untuk mengasah nurani seseorang yang menjadi tanda bahwa seseorang
dapat memiliki kecerdasan spiritual juga diberikan di asrama SMA Stella Duce 1
Supadi 5 Yogyakarta. Bentuk pembinaan untuk mengembangkan kecerdasan
spiritual itu meliputi:
a. Doa: untuk mengasah kepekaan nurani dan memperdalam relasi dengan
Tuhan maka penghuni asrama dibantu dengan pembinaan rohani.
Pembinaan rohani menjadi penting agar para penghuni asrama memiliki
relasi yang dekat dengan Tuhan sehingga apa yang dilakukan sebagai
wujud cintakasih terhadap sesama (Beding,1989:139-140). Kegiatan
pembinaan yang termasuk doa yaitu: doa harian pagi dan malam, Perayaan
Ekaristi harian dan Mingguan, devosi kepada Bunda Maria.
Kegiatan doa harian dilakukan setiap hari pagi dan malam. Dalam
kegiatan ini bahan doa harian dan completorium (Doa malam kumpulan
Mazmur). Kegiatan ini mempunyai tujuan: mengasah nurani untuk
senantiasa mensyukuri dan berterimakasih atas rahmat kehidupan yang
diterimanya, merefleksikan pengalaman hidup yang disatukan dalam relasi
dengan Tuhan dan sesama.
Perayaan Ekaristi/Kebaktian: kegiatan ini diwajibkan bagi penghuni
asrama pada hari Kamis, Sabtu dan Minggu serta Perayaan Ekaristi
37
asrama. Tujuan dari kegiatan ini untuk mengenangkan cinta kasih Allah
dan Karya Penyelamatan Yesus Kristus. Dengan mengenangkan kasih
Allah itu penghuni asrama diajak untuk membagikan kasih Allah dalam
perjumpaan dengan sesama. Selain itu agar penghuni asrama juga terlibat
dengan umat separoki dan mencintai Paroki di mana mereka berada.
Perayaan hari-hari besar gereja (Adven-Natal dan Prapaska-Paska):
kegiatan ini bertujuan untuk membantu penghuni asrama merefleksikan
pengalaman hidup dalam sejarah keselamatan dan Penebusan Tuhan serta
melatih diri dengan merefleksikan hidup rohani, beraskese/matiraga,
pantang dan puasa sebagai wujud solidaritas dan belarasa dengan sesama
yang menderita.
Doa Rosario: kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Rabu malam,
khusus bulan Mei dan Oktober setiap malam. Tujuan kegiatan ini untuk
menanamkan devosi kepada Bunda Maria. Belajar dari Bunda Maria
sebagai figur dari teladan iman yang bersedia mengikuti Yesus dengan
setia sampai salib.
Hari Jadi Kongregasi CB, tujuannya untuk mengenalkan spritualitas
CB yakni Cinta tanpa syarat penuh belarasa dari Yesus Sang Tersalib.
Carolus Days, tujuannya mengenalkan nilai-nilai yang diperjuangan oleh
Santo Carolus yaitu sebagai pembaharu gereja, semangat belarasanya
dalam melayani para penderita pes dan bahkan ia sendiri harus meninggal
38
karena terjangkit penyakit pes serta kesederhanaan dan kerendahan hati
Santo Carolus (Liedmeier, 1989: 78-80).
b. Pendalaman Kitab Suci: kegiatan ini dilakukan pada malam hari.
Tujuannya mengasah nurani dengan mendengarkan sabda Tuhan sehingga
setiap sikap dan tindakan yang dilakukan bercermin dari ajaran dan
perintah Yesus yang disabdakan melalui Injil.
c. Pembaharuan Hidup: menyadari bahwa manusia mudah jatuh dalam
kesalahan dan dosa maka perlu adanya pembaharuan hidup. Bentuk
kegiatan pembinaan ini yaitu Sakramen Tobat menjelang Natal dan Paska.
Tujuannya agar penghuni asrama memiliki kepekaan nurani dalam
mensikapi setiap tindakan yang telah dilakukan. Menyadarkan penghuni
asrama bahwa sebagai manusia yang lemah, rapuh dan mudah jatuh dalam
kesalahan dan dosa. Menyadari kelemahan dan kerapuhan tersebut maka
membutuhkan pertolongan dari Allah. Dalam kerendahan hati mengalami
kerahiman Tuhan. Dengan semangat hidup yang baru bersedia juga
memaafkan kesalahan orang lain.
Selain sakramen tobat bentuk kegiatan yang membantu penghuni
asrama ke arah pembaharuan hidup adalah perayaan Tahun Baru.
Tujuannya untuk merefleksikan pengalaman hidup selama setahun, saling
meminta dan memberi maaf serta menyosong tahun yang akan datang
39
dengan penuh harapan. Belajar dari tahun sebelumnya maka ditahun yang
akan datang mencoba memperbaharui hidup agar lebih baik.
d. Rekoleksi: menyadarkan penghuni asrama akan keberadaan dirinya
sebagai citra Allah (misalnya dalam tema “Who Am I”). Dengan demikian
mereka dapat menghargai bakat-bakat/potensi-potensi/talenta yang telah
dikaruniakan Tuhan dalam dirinya dan bersedia memperkembangkannya
demi pelayanan kepada sesama kelak di kemudian hari (misalnya dalam
tema “Belarasa dalam perspektif Elisabeth Gruyters”).
Melalui bentuk-bentuk kegiatan pembinaan di atas diharapkan penghuni asrama
memiliki kesadaran akan pentingnya menjalin relasi dengan Tuhan lewat doa dan
rajin membaca Kitab Suci. Harapannya mereka memiliki kebiasaan untuk
mengikuti Perayaan Ekaristi di luar jadwal yang diwajibkan dan tidak datang
terlambat. Menurut pengakuan seorang alumni asrama yang berprofesi sebagai
Jaksa, tinggal di Surabaya ia merasa bersyukur memiliki kebiasaan hidup doa yang
baik. Akibatnya nuraninya senantiasa terasah untuk memperjuangkan keadilan saat
menghadapi persoalan dalam persidangan kendati resikonya sangat besar.
2. Pembinaan kecerdasan emosional : belarasa
Pembinaan kecerdasan emosional bercermin pada hidup Elisabeth yang hatinya
tergerak oleh semangat belarasa terhadap penderitaan orang lain sehingga hidupnya
senantiasa berorientasi pada tujuan mulia. Kendati Elisabeht berasal dari kalangan
keluarga kelas menengah ke atas namun ia memiliki hasrat untuk menolong orang
40
lain. Penghuni asrama jaman sekarang juga berasal dari kalangan sosial-ekonomi
menengah ke atas, maka pengelola asrama memiliki tanggung jawab untuk
membantu mereka agar dapat mengembangkan kepekaan hatinya dengan memiliki
semangat belarasa seperti yang telah dihidupi Elisabeth. Untuk menumbuhkan
semangat tersebut maka ada berbagai bentuk pembinaan yang berkaitan dengan
kegiatan sosial yaitu:
a. Analisa Sosial: kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk week end. Dalam
kegiatan ini penghuni asrama dibekali dengan ajaran Sosial Gereja
mengenai manusia itu pada hakikatnya makhluk sosial. Ajaran itu perlu
diwujudkan menjadi kenyataan. Hakekat dari Ajaran Sosial Gereja adalah
ajaran itu kebenaran, sasarannya keadilan, dan daya dorongnya cintakasih.
Patut disayangkan sekarang ini hasrat mencari kenikmatan menghayutkan
banyak orang sehingga beranggapan hidup itu tidak lebih dari keinginan
mengejar kesenangan serta pemuasan nafsu-nafsu manusiawi belaka. Ada
tiga tahapan untuk mempraktekkan ajaran Sosial Gereja: Pertama, orang
mengamati situasi konkret; kedua, ia menilai situasi itu berdasarkan
kebenaran dan keadilan; ketiga, ia memutuskan apa yang dalam keadaan
itu dapat dan harus dilakukan untuk mengamalkan ajaran sosial Gereja
tadi. Itulah tiga tahap yang lazimnya diungkapkan dengan istilah:
mengamati, menilai, bertindak (Hardawiryana, 1999:202).
41
Setelah itu penghuni asrama diberi kesempatan untuk mengamati
situasi masyarakat kecil, menganalisa, menilai dan bertindak atas realitas
yang mereka jumpai (KWI, 1996:45). Kemudian penghuni asrama terlibat
secara langsung dengan cara berjualan koran bersama dengan anak
jalanan, berjualan di pasar Krangan, pasar Demangan, Kaki Lima dan
Stasiun Lempuyangan. Tujuan kegiatan ini yaitu agar dengan mengalami
secara langsung perjuangan hidup masyarakat kecil dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya penghuni asrama memiliki semangat belarasa dan
empatisitas terhadap orang-orang kecil dan menderita (Lewis,2004:137-
138). Dengan demikian memiliki hasrat dalam hati dan tergerak untuk
membantu mereka yang menderita.
b. Bakti Sosial: dalam weekend ajaran sosial Gereja penghuni asrama
diminta untuk mengamati, menilai dan terlibat maka dalam kegiatan bakti
sosial ini penghuni asrama berusaha mewujudkan ajaran itu dalam
tindakan nyata sebagai wujud membangun cinta persaudaraan dan
solidaritas (Alwisol,2006:156). Kegiatan ini dikoordinir oleh pengurus
asrama. Bentuk kegiatannya yaitu penghuni asrama mengunjungi Panti
Asuhan, Panti Cacat, korban bencana alam. Dalam kunjungan itu
penghuni asrama mengajak anak-anak Panti berkegiatan bersama serta
memberikan kenang-kenangan sesuai kebutuhan anak Panti. Untuk
melaksanakan kegiatan ini penghuni asrama mengumpulkan dana dengan
42
cara kolekte, mengurangi uang saku yang dimilikinya, membuat kue lalu
menjualnya. Tujuan dari kegiatan ini membantu menumbuhkan dan
mengembangkan kemauan berbagi, kepedulian dalam diri penghuni
asrama sehingga memiliki keberanian berorientasi pada orang lain
(Lewis,2004:39). Home Stay/Live in: kegiatan ini dilaksanakan bersama
dengan program kegiatan sekolah. Dalam kegiatan ini penghuni asrama
tinggal dan mengalami serta menjalin hubungan hidup bersama dengan
penduduk di daerah Sumber (Muntilan), Somohitan (Lereng Merapi), Turi
(Sleman) selama tiga hari (Lewis,2004:347-351). Melalui kegiatan ini
diharapkan agar penghuni asrama semakin sensitif dan tiada takut
menghadapi tantangan hidup, memiliki empatisitas terhadap orang-orang
kecil.
Mengadakan bazaar tanaman hias, pupuk organik olahan sendiri,
makanan, minuman, karya tangan para suster sepuh. Kegiatan ini
dilakukan penghuni asrama bersama dengan para suster CB untuk
menggalang dana peduli pendidikan anak jalanan dan anak tukang becak.
Kegiatan ini menjadi tanda adanya suatu tingkah laku kelompok/group
behavior (Chaplin, 2005:215). Tujuan kegiatan ini agar pendidikan dapat
dinikmati oleh semua kalangan.
Melalui kegiatan pembinaan yang telah dijalani oleh penghuni asrama,
nampak bahwa mereka mulai memiliki perilaku yang tidak hanya
43
mengikuti gaya hidup semata. Hal itu ditunjukkan oleh penghuni asrama
sewaktu berpergian yang jaraknya tidak terlalu jauh mau berjalan kaki
atau naik sepeda. Mereka juga tidak malu berjualan untuk menggalang
dana bagi anak-anak Panti Asuhan, peduli pendidikan anak jalanan dan
anak tukang becak. Menyisihkan sebagian uang sakunya untuk membantu
orang lain yang berkekurangan sebagai wujud solidaritas kepada sesama
(Kieser,1992:25-26).
3. Pembinaan kecerdasan mental : ketekunan
Elisabeth dalam hidupnya memiliki Visi: “Yang miskin, yang tersisih dan yang
menderita diselamatkan dan dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan Allah” (Kapitel
Umum, 1999:20). Dengan visinya itu maka Elisabeth mampu menjadi “Bintang
Pembimbing” bagi banyak orang. Untuk itu asrama juga memberikan pembinaan
yang dapat membantu penghuni asrama agar memiliki perspektif jangka panjang
sehingga menumbuhkan visi-misi hidup yang bermanfaat bagi orang lain. Hal itu
diharapkan terwujud melalui perilaku mau membantu orang lain yang menderita
dalam semangat belarasa sehingga orang yang menderita dapat meraih masa depan
yang lebih baik.
Untuk menumbuhkan visi-misi hidup pada perspektif jangka panjang maka
penghuni asrama harus memiliki ketekunan dalam melakukan visi-misinya. Dapat
berpikir strategis dan penuh pertimbangan dalam mensikapi peristiwa dan situasi
masyarakat di mana pun mereka berada. Penghuni asrama akan dapat berpikir
44
strategis dan penuh pertimbangan jika mereka memiliki wawasan yang luas. Hal itu
hanya mungkin jika mereka memiliki intelektualitas yang baik dan mampu
memimpin dengan baik. Maka penghuni asrama memiliki perilaku tekun belajar
dan mengerjakan tugas-tugas sekolah baik secara individual maupun dalam
kelompok dan mencari les tambahan (Winkel, 2004:559). Namun diharapkan pula
mereka juga mampu menjadi seorang pemimpin yang handal seperti yang telah
diwujudkan oleh seorang alumni yang berprofesi sebagai Kepala Sekolah di
Jakarta. Oleh sebab itu asrama membagi dalam dua kategori kegiatan pembinaan
yaitu:
a. Intelektual: agar kemampuan intelektual penghuni asrama dapat
berkembang dengan baik sehingga memiliki hidup yang berkualitas dan
dapat berpikir jangka panjang maka seluruh penghuni asrama menempuh
pendidikan formal yang sama yaitu di SMA Stella Duce 1. Sebab SMA
Stella Duce 1 juga sekolah yang dikelola oleh para suster CB. Untuk
mengasah kemampuan intelektualnya mereka juga menempuh pendidikan
informal.
Les/bimbingan belajar: kegiatan ini dilakukan oleh penghuni asrama di
luar kegiatan belajar di sekolah. Tujuannya penghuni asrama
memperdalam materi-materi yang telah diperoleh di sekolah. Dengan
mendalami materi yang diperoleh maka penghuni asrama semakin terasah
kemampuan intelektualnya. Melalui kegiatan ini penghuni asrama juga
45
belajar mengantisipasi masa depan, menaruh percaya pada orang lain,
sehingga mampu menetapkan harapan.
Belajar di asrama: kegiatan ini wajib bagi seluruh penghuni asrama
baik belajar secara individual maupun kelompok. Kegiatan belajar ini
terbagi dalam dua sesion, pertama mulai pukul 17.00-18.30, kedua pukul
19.30-21.00. Selain waktu belajar yang diwajibkan penghuni asrama
diijinkan untuk menambah waktu belajarnya jika diperlukan. Kegiatan
belajar dengan durasi waktu tertentu ini juga untuk membentuk ketekunan
penghuni asrama.
b. Kepemimpinan: untuk dapat menjadi pemimpin yang handal dan memiliki
visi-misi hidup yang berorientasi pada tujuan mulia maka asrama
membekalinya dengan Latihan Dasar Kepemimpinan. Kegiatan ini
dilaksanakan dalam bentuk week end. Tujuan kegiatan ini yaitu untuk
mempersiapkan kader-kader pemimpin masa depan yang berkualitas, yang
memiliki visi memperjuangkan dan menghargai martabat kehidupan.
Dalam kegiatan ini diperkenalkan visi-misi Kongregasi CB yang didirikan
oleh Elisabeth dan tentang pembinaan yang ditekankan oleh Elisabeth.
Diantaranya pembinaan menjadi pribadi yang visioner, pembinaan kasih
belarasa, pembinaan rekonsiliatif, pembinaan memperjuangkan nilai-nilai
Kerajaan Allah, pembinaan partisipatif dan transformatif (Kapitel Umum,
2006:87).
46
4. Pembinaan kecerdasan fisik : disiplin
Elisabeth sepanjang hidupnya memiliki disiplin diri yang tinggi sehingga ia
mampu mewujudkan apa yang menjadi visi-misi hidupnya. Kedisiplinannya itu
membuahkan hasil lahirnya sebuah biara yang dapat mewujudkan mimpi/cita-
cita/misinya untuk menolong orang-orang yang menderita. Penghuni asrama juga
dibina dan dilatih untuk hidup tertib agar mampu memiliki disiplin diri yang tinggi.
Ada tiga kategori pembinaan yang diberikan yaitu:
a. Disiplin: seperti Elisabeth yang memiliki disiplin diri tinggi maka
penghuni asrama juga diharapkan memiliki disiplin diri yang tinggi, untuk
itu mereka perlu dibina dan dilatih. Bentuk kegiatan pembinaan untuk
memiliki disiplin diri yaitu: tatatertib asrama, time managemen.
Tatatertib asrama: seluruh penghuni asrama wajib mentaati
peraturan/jadwal asrama. Tujuannya untuk melatih ketertiban,
kedisiplinan dan tanggung jawab penghuni asrama melalui keterlibatannya
secara penuh dalam kehidupan bersama sebagai warga asrama.
Peraturan/jadwal asrama meliputi: waktu bangun pagi, waktu istirahat
(jam tenang) baik sore/malam, waktu kegiatan di luar asrama, latihan
koor, waktu belajar, waktu makan, dan lain-lain.
Time managemen: kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk week end.
Tujuannya membantu penghuni asrama untuk bisa mengatur dan
memanfaatkan waktunya dengan baik. Dalam kegiatan ini penghuni
47
asrama dibuka wawasannya dengan materi mengenai empat kuadran
waktu, menentukan prioritas dan lain-lain. Setelah itu penghuni asrama
diminta untuk melakukan sejumlah kegiatan yang waktunya sudah
ditentukan. Dengan waktu yang telah ditentukan penghuni asrama
diharapkan mampu memanfaatkan waktu yang ada secara efektif dan
efisien.
b. Kerjasama: penghuni asrama berasal dari berbagai daerah dan latar
belakang hidup yang berbeda-beda sehingga memiliki gaya hidup yang
berbeda pula, untuk itu perlu dibangun suatu kerjasama yang baik agar
perbedaan yang ada tidak menimbulkan permasalahan dan konflik. Untuk
itu asrama memfasilitasi mereka dengan pembinaan yang menunjang
terjadinya kerjasama seperti Out bond, perayaan hari Kemerdekaan
Republik Indonesia, Valentine‟s Day, malam keakraban, piknik dan kerja
bakti asrama.
Out bond: kegiatan ini dilaksanakan dengan cara week end. Tujuan
kegiatan ini adalah mengajak penghuni asrama untuk terlibat penuh dalam
bekerjasama sebagai satu team melalui dinamika kelompok yang
sederhana. Bersedia bekerja keras dan setia sampai akhir dalam
menyelesaikan setiap tugas yang diberikan kepada kelompoknya serta
melatih kemampuan untuk bersedia berkorban demi mencapai tujuan
48
bersama. Berinteraksi dengan alam dan merefleksikannya sehingga
semakin mencintai Sang Pencipta dan lingkungan (Schultz,1991:66).
Perayaan hari Kemerdekaan: tujuannya meneladan semangat dan
keberanian para pejuang yang telah rela berkorban demi kemerdekaan
bangsa, meningkatkan semangat persaudaraan, paguyuban dan persatuan
antar penghuni asrama yang berasal dari berbagai latar belakang.
Valentine‟s Day: tujuannya sebagai wahana mengekspresikan bakat
dan kreatifitas yang dimiliki oleh para penghuni asrama. Semua bakat,
kreatifikas yang dimiliki oleh tiap-tiap penghuni asrama dipadukan dalam
suatu bentuk atraksi yang terpadu sehingga terjadi kerjasama antar
mereka.
Malam keakraban dan piknik asrama tujuannya untuk mempererat
persaudaraan, kebersamaan, kekompakan sehingga saling membantu satu
dengan yang lain.
Kerja bakti asrama: kegiatan ini dilaksanakan satu kali dalam sebulan.
Dalam kegiatan ini dibentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok
mendapat tugas yang berbeda. Melalui kerja bakti asrama penghuni
asrama belajar menyelesaikan tugas kelompoknya masing-masing. Tugas
tiap kelompok akan dapat terselesaikan dengan baik dan cepat jika terjalin
kerjasama yang baik antar pribadi.
49
c. Kesehatan: orang bisa hidup berdisiplin yang tinggi jika secara fisik juga
sehat. Supaya penghuni asrama juga sehat secara jasmani dan rohani maka
asrama memberikan pembinaan mengenai hal-hal yang dapat membantu
agar tumbuh secara sehat melalui pembinaan pola hidup sehat. Kegiatan
ini melibatkan perawat Rumah Sakit Panti Rapih. Diberikan dalam bentuk
workshop dan dialog interaktif. Tujuan kegiatan ini untuk membuka
wawasan penghuni asrama sehingga memiliki pola hidup yang sehat
berkaitan dengan kedisiplinan pola makan dan pola tidur.
Dengan pembinaan kecerdasan fisik yang telah diberikan maka diharapkan
penghuni asrama yang masih tinggal di asrama memiliki perilaku hidup yang
disiplin dengan indikasi mampu menghargai setiap waktu yang ada. Dapat
memanfaatkan waktunya untuk kegiatan yang bermanfaat seperti yang telah
dilakukan oleh para alumni asrama. Alumni asrama memberikan kesaksian bahwa
kebiasaan waktu yang serba teratur dan terbatas yang diberikan oleh asrama justru
sangat membantu hidupnya sekarang apalagi dengan profesinya sebagai seorang
calon dokter gigi yang saat ini sedang koas.
Demikianlah isi dari program pembinaan “Menjadi pribadi agung (belajar pada
hidup Elisabeth Gruyters)” yang telah diberikan kepada para penghuni asrama SMA
Stella Duce Supadi 5 Yogyakarta periode tahun 2007-2009. Oleh karena peneliti
(sebagai salah satu team pembina) hendak mengetahui manfaat dari program
tersebut bagi para penghuninya.
50
BAB III
METODE PENELITIAN
Bahasan metodologi ini mencakup Jenis Penelitian, Tempat dan Waktu
Penelitian, Subjek dan Objek Penelitian, Populasi, Instrumen Pene1itian, Teknis
Pengumpulan Data, Validitas dan Reliabilitas Instrumen, dan Teknik Analisis Data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Menurut
Sevilla penelitian deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang
keadaan-keadaan nyata pada saat penelitian dilakukan (Sevilla,1993:71).
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui manfaat program pembinaan
menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)” bagi penghuni
asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta. Informasi dikumpulkan dari
responden dengan menggunakan kuesioner.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta pada
tanggal 15 agustus pukul 20.00 WIB, dengan membagikan 50 kuesioner manfaat
program pembinaan “Menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth
Gruyters)” bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
Kuesioner tersebut peneliti bagikan secara langsung kepada seluruh penghuni
51
asrama. Kuesioner yang memenuhi persyaratan adalah menjawab semua item
yaitu 30 item. Semua kuesioner yang peneliti bagikan diisi dan dikembalikan oleh
penghuni asrama pada hari yang sama yaitu Sabtu 15 Agustus 2009 pukul 20.30
WIB.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang-orang yang terlibat dalam penelitian dalam
hal ini mereka bertindak sebagai pemberi informasi yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan. Subjek penelitian ini adalah para penghuni asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
Subjek dalam penelitian ini berasal dari tiga keyakinan yang berbeda yaitu
2 orang siswi beragama Buddha, 2 orang siswi beragama Kristen Protestan, 2
orang siswi sebagai Katekumen (Persiapan baptis Katolik) dan 44 orang siswi
beragama Katolik.
Selain itu subjek penelitian juga terbagi dalam tiga tingkatan yakni tahun
pertama, tahun kedua dan tahun ketiga. Tahun pertama adalah para siswi yang
saat ini duduk di kelas X, tahun kedua adalah yang saat ini duduk di kelas XI
dan tahun ketiga adalah yang saat ini duduk di kelas XII.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan dalam
penelitian. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah manfaat
52
program pembinaan “Menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth
Gruyters)” bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
D. Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,
1998:115). Populasi penelitian ini adalah para penghuni asrama SMA Stella Duce
1 Supadi 5 Yogyakarta. Penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta secara keseluruhan berjumlah 50 orang.
Dasar pertimbangan yang digunakan dalam penentuan populasi yakni:
penghuni asrama SMA Stella Duce 1 seluruhnya mendapat dan wajib mengikuti
program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth
Gruyters) yang diberikan oleh pihak asrama.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah kuesioner yang mengungkap manfaat program
pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi
penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta. Kuesioner yang
digunakan adalah kuesioner tertutup, yaitu kuesioner yang disusun dengan
menyediakan pilihan jawaban sehingga responden tinggal memilih dari alternatif
yang ada (Arikunto, 1998:140-141).
Kuesioner ini disusun berdasarkan masalah penelitian, variabel penelitian,
dan isi kajian teoritis. Kuesioner yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah
53
kuesioner yang terdiri dari empat bagian, yaitu bagian yang pertama berisi
identitas, bagian yang kedua berisi tujuan, bagian yang ketiga petunjuk dan
bagian ke empat berisi 30 pernyataan tentang manfaat program pembinaan
menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni
asrama. Kisi-kisi kuesioner terdapat pada tabel III.1 berikut:
Tabel III.1
Kisi-kisi kuesioner manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
No Aspek Indikator Nomor Item
1 Kecerdasan Spiritual
“Yesus Sang
Tersalib”
Doa 1,2,3
Pendalaman Kitab
Suci
4,5
Pembaharuan hidup 6,7
Rekoleksi 8,9
2 Kecerdasan
Emosional “Bela
Rasa”
Analisa sosial 10,11,12,13
Bakti sosial 14,15,16
3 Kecerdasan Mental
“Bertekun”
Intelektual 17,18
Kepemimpinan 19,20, 21
4 Kecerdasan Fisik
“Disiplin
Disiplin 22,23,24
Kerjasama 25,26,27
Kesehatan 28,29,30
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Tahap persiapan
a. Membicarakan dengan pimpinan asrama untuk mengadakan penelitian
tentang manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada
54
hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1
Supadi 5 Yogyakarta.
b. Menyusun kuesioner tentang manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA
Stella Duce1 Supadi 5 Yogyakarta.
c. Mengkonsultasikan kuesioner kepada dosen pembimbing.
2. Tahap pelaksanaan
a. Membagikan kuesioner kepada penghuni asrama SMA Stella Duce1
Supadi 5 Yogyakarta untuk diisi.
b. Menarik kembali kuesioner yang telah diisi oleh penghuni asrama SMA
Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
G. Validitas dan Reliabilitas
Penelitian selalu bergantung pada pengukuran, alat ukur penelitian digunakan
untuk memperoleh data tentang variabel. Ada dua ciri penting yang harus dimiliki
oleh alat ukur yaitu validitas dan reliabilitas (Furchan, 2005: 293).
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai
validitas yang tinggi. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang hendak diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mengungkapkan
data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 1998:160).
55
Validitas menunjuk pada “sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang
sebenarnya diukur oleh alat tersebut” (Furchan, 2005: 293). Validitas suatu alat
selalu bergantung kepada situasi dan tujuan khusus penggunaan alat yang
bersangkutan (Furchan, 1982:294). Item-item kuesioner disusun berdasarkan
uraian BAB I dan BAB II mengenai manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella
Duce I Supadi 5 Yogyakarta.
Kuesioner manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada
hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce I Supadi 5
Yogyakarta disusun berdasarkan masalah penelitian, variabel penelitian, dan
kajian teoritis dengan maksud item-item kuesioner mengenai hal-hal yang harus
diukur (valid). Tingkat validitas kuesioner ditunjukan oleh koefisien validitas.
Koefisien validitas kuesioner adalah rt∞ = 0,97
2. Reliabilitas
“Reliabilitas suatu alat pengukur adalah derajat keajegan alat tersebut dalam
mengukur apa saja yang diukurnya (Furchan 2005:310).” Reliabilitas (reliability)
menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah
baik (Arikunto, 1998:170). Suatu tes yang reliabel akan menunjukkan ketepatan
dan ketelitian hasil dalam berbagai ukuran.
Taraf reliabilitas suatu tes dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut
56
koefisien reliabilitas atau rtt. Reliabilitas ditentukan oleh keadaan sampel dan
jumlah item. Semakin banyak item, semakin luas wilayah pengukuran dan
diharapkan memberikan hasil yang dipercaya. Koefisien reliabilitas dari alat
ukur/tes yang peneliti berikan adalah: rtt = 0,94
Hasil penelitian menunjukan bahwa koefisien validitas dan koefisien
reliabilitas kuesioner manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar
pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi
5 Yogyakarta terdapat pada tabel III.2 berikut:
Tabel III. 2
Koefisien validitas dan reliabilitas
kuesioner manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
bagi penghuni asramaSMA Stella Duce 1
.
Koefisien Hasil penelitian
Validitas 0,97
Reliabilitas 0,94
Koefisien validitas dan reliabilitas diinterpretasikan dengan mengacu pada
pedoman yang dikemukakan oleh Garrett (1967:176) dalam tabel III.3 berikut
ini: Tabel III.3
Klasifikasi koefisien korelasi alat ukur
Koefisien Korelasi Klasifikasi
0,70 - ±1,00 Tinggi – sangat tinggi
0,40 - ±0,70 Cukup
0,20 - ±0,40 Rendah
0,00 - ±0,20 Tidak ada – sangat rendah
57
Jadi dari hasil penelitian, validitas dan reliabilitas kuesioner manfaat
program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth
Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta
termasuk dalam klasifikasi tinggi-sangat tinggi.
3. Skoring
Pernyataan berisi tentang manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA
Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta. Skor tiap pilihan jawaban tertuang dalam
tabel berikut.
Tabel III.4
Skor Penilaian Kuesioner
Alternatif
Jawaban
Skor Penelitian
1 Sangat Rendah
2 Rendah
3 Sedang
4 Tinggi
4. Kategori tingkat manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar
pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1
Supadi 5 Yogyakarta.
Ada dua kategori tingkat manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA
58
Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta yaitu tinggi dan rendah. Penentuan
kategori ini berdasarkan pertimbangan :
a. Perkembangan diri setiap penghuni asrama berkaitan dengan hal tertentu:
ada penghuni yang maju seperti yang diharapkan dan ada penghuni yang
belum maju atau mengalami masalah.
b. Pendekatan kuantitatif yang digunakan untuk memahami keadaan variabel
menggunakan nilai-nilai statistik Mean. Mean kelompok populasi dari
penelitian ini adalah M = 101. Selain mean kelompok secara keseluruhan
peneliti juga mencari mean untuk masing-masing aspek. Dalam penelitian
ini masing-masing aspek memiliki mean sebagai berikut: aspek
kecerdasan spiritual M = 30, aspek kecerdasan emosional M = 24, aspek
kecerdasan mental M = 17, dan aspek kecerdasan fisik M = 30.
H. Teknik Analisis Data
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang manfaat
program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth
Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
Informasi diperoleh berdasarkan kuesioner yang diedarkan dan diisi oleh
penghuni asrama. Hitungan manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama menggunakan skor
dari pengolahan data kuesioner yang diberikan.
59
Menurut Lexy J. Moleong (2000), analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data. (Hasan, 2004:29-30). Jadi analisis data adalah
pengolahan data hasil penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan kesimpulan
hasil penelitian.
Kemudian data dikategorikan ke dalam kategori penilaian dengan langkah-
langkah analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjawab
rumusan masalah untuk mengetahui bagaimana manfaat program pembinaan
menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni
asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta.
1. Perhitungan koefisien reliabilitas kuesioner dengan teknik belah dua:
a. Menghitung koefisien korelasi skor-skor ganjil dan genap dengan teknik
korelasi product-moment dari Pearson, dengan rumus:
rxy = N∑XY – (∑X)(∑Y)
[N∑X2
– (∑X)2][N∑Y2
- (∑Y)2]
Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi ganjil-genap.
N : Jumlah subyek.
X : Skor-skor item belahan ganjil.
Y : Skor-skor belahan genap.
60
b. Menghitung koefisien reliabilitas (rtt) dengan rumus Spearman and Brown:
rtt = 2rxy (Guilford, 1965:457)
1 + rxy
Keterangan:
rtt : Koefisien reliabilitas
rxy : Koefisien korelasi skor ganjil-genap
2.Perhitungan koefisien validitas kuesioner dengan rumus:
rt∞ = rtt (Guilford, 1965:443)
Keterangan:
rt∞ : Koefisien validitas
rtt : Koefisien reliabilitas
3.Mean
Mean merupakan nilai kelompok yang dipandang konstan dan karena itu
digunakan untuk menetapkan batas tinggi atau rendah suatu skor. Skor yang <
Mean dikategorikan rendah. Skor yang ≥ Mean dikategorikan tinggi.
Perhitungan mean skor total menggunakan rumus:
M = ∑X
N
Keterangan :
M : Mean
∑X : Jumlah skor
N : Jumlah subyek
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil
Penelitian mengenai Manfaat Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung (belajar
pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi Penghuni Asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian Data ini untuk
menjawab permasalahan dan tujuan dari penelitian yang peneliti ajukan. Analisis
dilakukan terhadap 50 siswi penghuni yang menjawab dan mengisi daftar pernyataan
secara lengkap.
A. Hasil Penelitian
Tabel IV.1
Rincian responden dari 50 orang penghuni asrama
Tahun Jumlah Responden
I 13 Responden dari 13 siswi
II 28 Responden dari 28 siswi
III 9 Responden dari 9 siswi
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jumlah responden yang
memberikan tanggapannya ada 50 siswi penghuni asrama dengan rincian:
a. Tahun I : 13 responden dari 13 siswi.
b. Tahun II : 28 responden dari 28 siswi.
c. Tahun III : 9 responden dari 9 siswi.
Tanggapan yang diberikan oleh 50 siswi penghuni asrama dijadikan data
62
untuk menganalisis manfaat program pembinaan “Menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)” bagi penghuni asrama SMA Stella
Duce1 Supadi 5 Yogyakarta. Berikut adalah tabel hasil tanggapan yang diberikan
oleh 50 siswi penghuni asrama.
Tabel IV.2
Tinggi-rendahnya manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella
Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta pada masing-masing aspek
Aspek Rendah Tinggi Total
Kecerdasan Spiritual 19 (38 %) 31 (62 %) 50 (100%)
Kecerdasan Emosional 21 (42 %) 29 (58 %) 50 (100%)
Kecerdasan Mental 18 (36 %) 32 (64 %) 50 (100%)
Kecerdasan Fisik 23 (46 %) 27 (54 %) 50 (100%)
80 (40%) 120 (60%) 200 (100%)
Berdasarkan tabel di atas disimpulkan:
1. Pada umumnya tanggapan mengenai manfaat program pembinaan
menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi
penghuni asrama pada keseluruhan aspek dalam kategori tinggi lebih
banyak daripada kategori rendah.
2. Urutan tanggapan dalam kategori tinggi pertama aspek kecerdasan
mental, kedua aspek kecerdasan spiritual, ketiga aspek kecerdasan
emosional, dan keempat aspek kecerdasan fisik.
3. Tanggapan para penghuni asrama mengenai manfaat program
pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth
Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
63
Yogyakarta mengalami kenaikan pada aspek kecerdasan mental dan
kecerdasan spiritual.
Jika dilihat dari masing-masing aspek jumlah penghuni asrama yang
memberikan tanggapan tinggi akan manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) lebih banyak dari pada jumlah
penghuni asrama yang memberikan tanggapan rendah. Tabel masing-masing
aspek dapat dilihat pada lampiran.
Setelah mengetahui tanggapan penghuni asrama akan manfaat program
pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) pada
masing-masing aspek, berikut adalah tabel tanggapan penghuni asrama menurut
lamanya responden tinggal asrama.
Tabel IV.3
Manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
bagi Penghuni asrama secara keseluruhan
Aspek Tahun I Tahun II Tahun III
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Kecerdasan
Spiritual
3
(23,08%)
10
(76,92%)
11
(39,29%)
17
(60,71%)
5
(55,56%)
4
(44,44%)
Kecerdasan
Emosional
7
(53,85%)
6
(46,15%)
10
(35,71%)
18
(64,29%)
4
(44,44%)
5
(55,56%)
Kecerdasan
Mental
4
(30,77%)
9
(69,23%)
11(39,29%) 17
(60,71%)
3
(33,33%)
6
(66,67%)
Kecerdasan
Fisik
5
(38,46%)
8
(61,54%)
12
(42,86%)
16
(57,14%)
6
(66,67%)
3
(33,33%)
13 28 9
64
Berdasarkan tabel di atas disimpulkan:
1. Pada umumnya tanggapan penghuni asrama akan manfaat program
pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
dalam setiap angkatan dalam kategori tinggi lebih banyak daripada
kategori rendah.
2. Urutan tanggapan akan manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama
dalam kategori tinggi adalah pertama penghuni asrama angkatan tahun II,
kedua angkatan tahun I, dan ketiga angkatan tahun III.
3. Urutan tanggapan akan manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama
dalam kategori tinggi angkatan tahun I adalah pertama aspek kecerdasan
spiritual, kedua aspek kecerdasan mental, dan ketiga aspek kecerdasan
fisik.
4. Urutan tanggapan akan manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama
dalam kategori tinggi angkatan tahun II adalah pertama aspek kecerdasan
emosional, kedua aspek kecerdasan spiritual dan aspek kecerdasan mental,
dan ketiga aspek kecerdasan fisik.
5. Urutan tanggapan akan manfaat program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama
65
dalam kategori tinggi angkatan tahun III adalah pertama aspek kecerdasan
mental, dan kedua aspek kecerdasan emosional.
6. Tanggapan akan manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama dalam
aspek kecerdasan emosional dari tahun I mengalami kenaikan yang sangat
signifikan pada tahun II dan pada tahun III. Sedangkan pada tiga aspek
yang lain dari tahun I tetap stabil artinya tahun II juga tetap tinggi. Akan
tetapi pada aspek kecerdasan spiritual dan kecerdasan fisik pada tahun III
justru mengalami penurunan.
Berdasarkan tabel di atas tanggapan masing-masing angkatan akan manfaat
program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth
Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta
dalam kategori tinggi kecuali pada angkatan tahun III. Rincian tabel tanggapan
tiap tahun angkatan dapat dilihat pada lampiran.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian mengacu pada dua data yaitu berdasarkan data
hasil penelitian dan proses kegiatan bimbingan. Data hasil penelitian yang
dimaksud adalah data statistik yang peneliti terima berdasarkan kuesioner yang
peneliti bagikan dan diisi oleh responden. Sedangkan data berdasarkan proses
kegiatan bimbingan yaitu bahwa peneliti mengikuti dan membimbing secara
66
langsung setiap kegiatan pembinaan yang diberikan oleh asrama. Pembahasan ini
mengacu pada dua data karena peneliti memiliki pertimbangan jika hanya
berdasarkan data statistik saja maka pengolahan data akan sangat miskin sehingga
data berdasarkan proses kegiatan bimbingan akan semakin memperkaya dalam
pembahasan ini.
1. Berdasarkan data hasil penelitian
Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang telah diuraikan di atas yaitu
untuk mengetahui bagaimana manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce
1 Supadi 5 Yogyakarta, maka di bawah ini akan diuraikan pembahasannya. Dari
data hasil penelitian manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar
pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi
5 Yogyakarta dihitung dengan menggunakan patokan mean pada masing-masing
aspek dan mean dari total keseluruhan dapat diartikan sebagai berikut: pada
masing-masing aspek jumlah penghuni yang memiliki tanggapan tinggi akan
manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth
Gruyters) lebih besar dari pada jumlah penghuni yang memberikan tanggapan
rendah.
Dari empat aspek yang diteliti tanggapan tinggi yang diberikan oleh penghuni
asrama paling banyak adalah aspek kecerdasan mental yaitu ada 32 penghuni
(64%), kemudian aspek kecerdasan spiritual yaitu ada 31 penghuni (62%),
67
selanjutnya aspek kecerdasan emosional yaitu ada 29 penghuni (58%) yang
memiliki tanggapan tinggi dan yang terakhir adalah aspek kecerdasan fisik yaitu
ada 27 penghuni (54%). Apabila dibuat peringkat maka aspek kecerdasan mental
merupakan kegiatan pembinaan yang tingkat kemajuan penghuni asrama paling
tinggi, lalu diikuti aspek kecerdasan spiritual, selanjutnya aspek kecerdasan
emosional dan terakhir aspek kecerdasan fisik.
Jika dilihat dari masing-masing aspek maka dapat dikatakan bahwa jumlah
penghuni yang sudah maju dalam mengikuti kegiatan pembinaan lebih banyak
daripada penghuni yang belum maju. Berdasarkan data hasil penelitian pada
masing-masing aspek manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1
Supadi 5 Yogyakarta adalah tinggi.
Sedangkan apabila dilihat berdasarkan tiap-tiap tahun angkatan, angkatan
tahun II adalah angkatan yang jumlah respondennya memiliki tanggapan tinggi
lebih banyak daripada yang memiliki tanggapan rendah. Selain itu angkatan tahun
II juga angkatan yang memiliki tanggapan akan manfaat program pembinaan
menjadi pribadi agung tinggi pada semua aspek. Sedangkan pada angkatan tahun
I yang memiliki tanggapan tinggi lebih banyak daripada yang memiliki tanggapan
rendah ada pada tiga aspek yaitu pada aspek kecerdasan spiritual, aspek
kecerdasan fisik dan aspek kecerdasan mental. Angkatan tahun III yang memiliki
tanggapan tinggi lebih banyak daripada yang memiliki tanggapan rendah yaitu
68
pada aspek kecerdasan mental dan aspek kecerdasan emosional.
Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh angkatan tahun I dan tahun
II yang memiliki tanggapan tinggi justru lebih banyak daripada tahun III padahal
secara logika seharusnya semakin lama seseorang mengalami pembinaan justru
semakin mnegalami kemajuan. Tetapi berdasarkan hasil penelitian justru pada
tahun III mengalami penurunan pada aspek kecerdasan spiritual dan kecerdasan
fisik.
Penurunan yang terjadi pada angkatan tahun III dapat dipahami karena pada
tahun I dan tahun II sistem yang ada di asrama sebagai kontrol namun pada tahun
III mulai terjadi pergeseran bahwa yang menjadi kontrol bagi penghuni asrama
bukan lagi faktor dari luar melainkan faktor dari dalam diri penghuni asrama.
Indikasi bahwa kontrol itu mulai dari dalam diri yakni angkatan tahun III dalam
menggunakan jadwal belajar di asrama tidak tepat waktu karena mereka
mengikuti kegiatan bimbingan belajar di Ganesha Operation dan SSC Intersolusi
sebagai persiapan untuk menghadapi ujian akhir nasional.
Selain berdasarkan masing-masing aspek kecerdasan dan berdasarkan tiap
angkatan lamanya responden tinggal di asrama diketahui bahwa jumlah penghuni
yang memiliki tanggapan tinggi lebih banyak daripada yang memiliki tanggapan
rendah perlu diperhatikan pula bahwa ada penghuni yang cenderung memiliki
tanggapan tinggi dan cenderung memiliki tanggapan rendah pada semua aspek.
69
Tabel IV.4
Manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
bagi penghuni asrama yang tinggi dan yang rendah
pada semua aspek
Aspek Rendah Tinggi
Kecerdasan spiritual 4,27,29,30,
36,37,46,48
6,10,11,12,13,15
,16,17,20,23,28,
32,33,35,38,39,
40,42,43,50
Kecerdasan emosional
Kecerdasan mental
Kecerdasan fisik
Tabel di atas menunjukkan penghuni yang cenderung memiliki tanggapan
tinggi pada semua aspek adalah penghuni nomor 6, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 20,
23, 28, 32, 33, 35, 38, 39, 40, 42, 43 dan 50. Ada 20 (40%) orang penghuni
asrama yang sudah maju dalam semua aspek pembinaan. Dengan tanggapan
tinggi yang mereka miliki maka ke-20 penghuni tersebut tidak mengalami
masalah atau kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembinaan pada semua aspek.
Penghuni asrama yang cenderung memiliki tanggapan rendah pada semua
aspek adalah penghuni nomor 4,27,29,30,36,37,46, dan 48. Ada 8 (16%) orang
penghuni asrama yang cenderung memiliki tanggapan rendah adalah penghuni
yang dapat dikatakan bermasalah dalam mengikuti setiap kegiatan yang diberikan
oleh asrama maka perlu mendapatkan bimbingan supaya mereka dapat keluar dari
masalahnya atau mengalami kemajuan. Tabel penghuni asrama yang sudah maju
dan mengalami masalah pada semua aspek pembinaan dapat dilihat pada
lampiran.
70
Selain penghuni asrama yang masuk dalam kategori sudah maju dan
mengalami masalah pada semua aspek kegiatan pembinaan penghuni asrama
yang lain pada aspek kecerdasan tertentu sudah maju namun pada aspek
kecerdasan yang lain masih mengalami masalah. Tabel penghuni asrama yang
sudah mengalami kemajuan pada aspek tertentu dan masih mengalami masalah
pada aspek yang lain dapat dilihat pada tabel IV.5.
Tabel IV.5
Tinggi dan rendah manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
bagi penghuni asrama pada aspek tertentu
Persepsi Kecerdasan
Spiritual
Kecerdasan
Emosional
Kecerdasan
Mental
Kecerdasan
Fisik
Tinggi 1,2,5,6,7,9,10,11,
12,13,15,16,17,
18,19,20,21,23,
24,27,28, ,32,33,
35,38,39,40,41,
42,43,50
2,6,10,11,12,13,
14,15,16,17,19,
20,22,23,24,26,
28,3233,34,35,
38,39,4042,43,
44,47,50
1,3,6,7,8,10,11,
12,13,15,16,17,
18,20,23,25,26,
28,31,32,33,35,
38,39,40,41,42,
43,44,45,47,50
1,6,7,9,10,11,
12,13,15,16,
17,20,21,23,
24,25,26,28,
32,33,34,
35,38,39,
40,42,43,50
Rendah 3,4,8,14,22,25,
26,27,29,30,31,
34,36,37,44,45,
46,47, 48
1,3,4,5,7,8,9,18,
21,25,27,29,30,
31,36,37,41,45,
46,48,49
2,4,5,9,14,19,
21,22,24,27,29,
30,34,36,37,
46,48,49
2,3,4,5,8,14,1
8,19,22,27,29,
30,31,36,37,4
1,44,45,46,47,
48,49
Tabel di atas menunjukkan bahwa ada penghuni yang sudah maju pada satu
aspek tetapi pada tiga aspek lain belum maju yakni ada 8 orang penghuni,
kemudian penghuni asrama yang mengalami kemajuan pada dua aspek namun
belum maju pada dua aspek lainnya ada 10 orang penghuni, dan penghuni yang
sudah maju pada tiga aspek dalam pembinaan dan masih mengalami masalah
71
pada satu aspek yang lain ada 4 orang penghuni. Dari tabel di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada aspek tertentu penghuni asrama dapat mengikuti kegiatan
pembinaan dengan baik sehingga dapat dikatakan sudah maju namun ternyata
pada aspek yang lain mereka menemui masalah. Dengan hasil tersebut nampak
bahwa pada aspek tertentu penghuni asrama sudah maju namun pada aspek lain
perlu mendapat bimbingan agar dapat mengikuti kegiatan pembinaan dengan baik
dan mengalami kemajuan.
Berdasarkan tanggapan yang diberikan oleh penghuni asrama yang
bervariasi semakin jelas bahwa perkembangan setiap penghuni asrama tidaklah
sama. Artinya ada penghuni asrama yang tidak mengalami masalah sehingga
mereka dapat dikatakan maju namun disisi lain ada penghuni asrama yang
bermasalah sehingga mereka dapat dikatakan belum maju. Adanya dua kelompok
penghuni yang menangkap manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) dalam kategori tinggi atau sudah maju
dan ada pula kelompok yang masih menangkap manfaat program pembinaan
menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) rendah atau
mengalami masalah karena patokan yang digunakan untuk mengukur manfaat
program pembinaan menjadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi
penghuni asrama adalah nilai kelompok. Dalam suatu kelompok tentu saja ada
yang sudah maju namun ada pula yang belum maju atau mengalami masalah
untuk itu perlunya bimbingan kelompok.
72
Berdasarkan data statistik ditemukan bahwa penghuni asrama yang
memperoleh manfaat tinggi dari program pembinaan menjadi pribadi agung yang
diberikan oleh asrama lebih banyak daripada yang menangkap manfaat rendah
maka menjadi indikasi bahwa program pembinaan yang diberikan oleh asrama
tetap sejalan dengan maksud dan tujuan dari bimbingan kelompok seperti yang
diuraikan pada BAB II yaitu bahwa bimbingan kelompok merupakan pelayanan
bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang
bersamaa. Sedangkan tujuan dari pelayanan bimbingan kelompok yaitu supaya
orang dalam konteks asrama adalah penghuni asrama menjadi mampu mengatur
kehidupan sendiri, memiliki pandangannya sendiri dan tidak sekedar membebek
pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri
efek dari tindakannya. Maksud dan tujuan itu dapat dikatakan mengenai sasaran
dan hal itu terbukti ada perubahan pola pikir dan perilaku penghuni asrama yang
dalam hal doa, ekaristi tidak lagi tergantung karena adanya kewajiban mereka
tetap berdoa dan mengikuti perayaan ekaristi, kerelaan berbagi dengan orang lain
yang tidak mampu baik secara materi maupun intelektual, dan juga yang telah
tetap dihidupi oleh para alumni.
2. Berdasarkan proses kegiatan bimbingan
Berdasarkan data statistik hasil penelitian ditemukan bahwa tanggapan
penghuni asrama terhadap 4 aspek kecerdasan: spiritual (hormat kepada Yesus
73
Sang Tersalib), emosional (belarasa), mental (ketekunan) dan fisik (disiplin) yang
diberikan di asrama adalah tinggi (data hasil penelitian lihat pada hal. 61). Maka
untuk mengikis kecenderungan hedonisme dan materialistis perlu menerapkan 4
kecerdasan tersebut secara integral. Latihan disiplin tinggi disertai ketekunan
secara terus menerus untuk hidup secukupnya sehingga dapat “melawan”
kecenderungan materialistis. Hormat kepada Yesus Sang Tersalib dan menghayati
semangat hidupNya sehingga dapat menumbuhkan semangat berbelarasa untuk
dapat “melawan” kecenderungan hedonis.
Dari hasil data statistik diperoleh bahwa angkatan tahun II merupakan
angkatan yang pada semua aspek kecerdasan memiliki tanggapan yang tinggi
(lihat hal. 61). Berarti keempat kecerdasan dapat diserap secara integral oleh
mereka. Oleh karena tahun II masih memiliki waktu 1 tahun lagi untuk tinggal di
asrama, maka team pembina perlu memberikan dukungan agar mereka tetap
tekun dan disiplin mengikuti program pembinaan supaya 4 kecerdasan tersebut
dapat menjadi pola hidupnya. Dengan demikian setelah mereka tidak lagi tinggal
di asrama dapat menjadi Stella Duce “Bintang Pembimbing” bagi orang lain di
sekitarnya.
Pada angkatan tahun I pembinaan perlu ditingkatkan pada aspek kecerdasan
emosional (belarasa) sebab pada aspek kecerdasan ini yang memberikan
tanggapan rendah lebih banyak dari pada yang memberikan tanggapan tinggi.
Berdasarkan hasil angket, mereka masih lemah untuk bersolider dengan orang-
74
orang kecil, maka program pembinaan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
sosial perlu ditingkatkan.
Tahun III yang masih perlu mendapat pembinaan adalah pada aspek
kecerdasan spiritual dan fisik. Berdasarkan hasil angket, pembinaan harus
diprioritaskan untuk: a) menumbuhkan nilai spiritualitas dengan mendorong
tentang pentingnya memiliki kebiasaan doa pribadi. b) meningkatkan kecerdasan
fisik dengan cara memperhatikan keseimbangan untuk mengatur waktu antara
belajar dan istirahat.
Program-program pembinaan yang perlu untuk ditanamkan terus khususnya
untuk angkatan tahun I dan III dimaksudkan supaya penghuni asrama dapat
menjadi “Bintang Pembimbing” bagi orang-orang di sekitar mereka seperti yang
telah dihidupi oleh para alumni.
75
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini, maka dapat
disampaikan beberapa Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan dan saran yang
disampaikan berdasarkan pada bukti-bukti empiris melalui analisis data hasil
penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Adapun kesimpulan, saran, dan
keterbatasan tersebut sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Hasil penelitian ini berdasarkan data dari kuesioner yaitu 50 responden
sebagai populasi dari penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta
dan berdasarkan proses kegiatan bimbingan, maka dapat disimpulkan bahwa
manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth
Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta ada
dua kategori yaitu tinggi dan rendah.
Kategori tinggi dan rendah berdasarkan patokan norma yang peneliti gunakan
yakni mengacu pada hasil mean baik mean masing-masing aspek maupun mean
keseluruhan. Perbedaan tinggi-rendahnya manfaat program pembinaan menjadi
pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) yang dialami dan
ditangkap oleh penghuni asrama dapat dipahami karena penghuni asrama SMA
Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta ada yang sudah maju dan ada pula yang
76
belum maju.
Berdasarkan dua kategori tersebut maka program pembinaan menjadi pribadi
agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) dapat dikatakan mengenai sasaran
artinya kegiatan pembinaan yang diberikan dapat diterima oleh penghuni asrama
dan bermanfaat bagi mereka. Dari dua kategori yang ditemukan menjadi tanda
pada aspek-aspek mana dan dalam kegiatan yang seperti apa masih ada penghuni
yang memiliki tanggapan rendah akan manfaat dari program pembinaan menjadi
pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters). Selain itu dengan adanya
dua kategori tinggi dan rendah, peneliti justru mendapatkan informasi tambahan
mengenai penghuni asrama yang bersangkutan berkaitan dengan bagaimana
mereka mampu menggunakan kebebasan dan kemampuan untuk memilih,
prinsip-prinsip dalam hidupnya dan mengembangkan empat kecerdasan dalam
dirinya secara integral sebagai anugerah yang sangat penting dari sang pencipta.
Sebab kendati program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup
Elisabeth Gruyters) wajib diikuti oleh seluruh penghuni asrama tanpa kecuali
namun mereka tetap memiliki kebebasan dalam menangkap, menanggapi dan
mewujudkannya dalam tindakan nyata sehingga dapat menangkap dan mengalami
manfaatnya.
Sedangkan jika ditinjau dari aspek-aspek yang diteliti dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup
77
Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta dalam aspek kecerdasan spiritual, diharapkan penghuni asrama
dalam setiap kata, sikap, tindakan dan perilakunya dibimbing oleh nuraninya.
Diketahui, sebagian besar (62%) penghuni asrama menyatakan tanggapannya
akan manfaat program pembinaan tinggi. Dari analisa hasil tersebut dapat
diketahui bahwa program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada
hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta adalah tinggi. Untuk penghuni asrama yang menyatakan
tanggapannya akan manfaat program pembinaan rendah ada 19 orang
penghuni (38%) untuk itu perlu adanya bimbingan bagi mereka.
2. Manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup
Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta dalam aspek kecerdasan emosional, sebagian besar penghuni
asrama 29 orang (58%) memberikan tanggapan tinggi. Melalui tanggapan
akan manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup
Elisabeth Gruyters) yang mereka tangkap dan alami, diharapkan sebagai
orang yang berasal dari keluarga kelas ekonomi menegah ke atas mereka
memiliki semangat belarasa terhadap orang lain yang menderita sehingga
memiliki rasa empati dan kemurahanhati terhadap orang lain. Penghuni
asrama yang memberikan tanggapan rendah akan manfaat program
pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) ada
78
21 orang (42%) maka mereka perlu mendapatkan bimbingan.
3. Manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup
Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta dalam aspek kecerdasan mental, 32 penghuni asrama (64%)
memberikan tanggapan tinggi. Melalui tanggapan yang mereka miliki
diharapkan penghuni asrama mampu mencapai cita-cita mereka dan dari
mereka muncul seorang pemimpin yang memiliki visi dan misi yang
berorientasi menolong orang lain. Sedangkan penghuni asrama yang
mengalami masalah dan perlu mendapatkan bimbingan ada 18 orang
penghuni (36%) sebab mereka menangkap manfaat program pembinaan
menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) rendah.
4. Manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup
Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5
Yogyakarta dalam aspek kecerdasan fisik ada 27 orang penghuni (54%)
memberikan tanggapan tinggi. Melalui tanggapan yang mereka berikan
diharapkan bahwa para penghuni asrama memiliki kedisiplinan yang tinggi.
Dengan kedisiplinan yang tinggi diharapkan penghuni asrama mampu
mengerjakan tugas-tugasnya sebagai pelajar tepat pada waktunya dan mampu
terlibat penuh dalam suatu kegiatan yang mereka ikuti serta mampu
membangun kerjasama dengan orang lain. Penghuni asrama yang mengalami
masalah dan perlu diberi bimbingan ada 23 orang penghuni (46%) sebab
79
mereka menangkap manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi mereka adalah rendah.
Dengan demikian dari antara penghuni asrama yang pernah mendapatkan
dan mengalami pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup
Elisabeth Gruyters) juga muncul pribadi yang mampu menemukan titik
gemilang dalam hidupnya dan mampu mendengarkan suara panggilan dalam
jiwanya sehingga keberadaan mereka juga dapat menjadi “Bintang
Pembimbing” yang mampu mengilhami orang lain disekitarnya. Berdasarkan
data statistik hasil penelitian dan proses kegiatan pembinaan maka semakin
menegaskan bahwa manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella
Duce 1 Supadi 5 diperoleh hasil yang tinggi sejalan dengan maksud dan
tujuan bimbingan kelompok seperti yang diungkapkan pada BAB II.
B. Saran
Menurut hasil penelitian terhadap Manfaat program pembinaan menjadi
pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama
SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta, terdapat beberapa saran untuk
meningkatkan peran dan tanggung jawab pembina asrama agar dapat membantu
penghuni asrama mampu menggunakan anugerah penting yang telah diterimanya
dari sang pencipta dan mengintegrasikan dalam hidup sehari-hari dalam berproses
80
mengembangkan kebebasan dan kemampuan untuk memilih, prinsip-prinsip yang
dimiliki dan mengembangkan keempat kecerdasan secara integral sehingga
mampu menemukan titik gemilang dalam dirinya.
1. Pembina asrama perlu memikirkan model kegiatan pembinaan kecerdasan
spiritual selain bernuansa kristiani juga perlu memberi pembinaan spiritual
yang bernuansa agama lain mengingat bahwa penghuni asrama SMA Stella
Duce 1 Supadi 5 tidak semuanya beragama Katolik.
2. Program pembinaan yang diberikan kurang memperhatikan dan menghargai
pertumbuhan penghuni asrama secara pribadi karena semua penghuni asrama
diwajibkan mengikuti kegiatan yang bernuansa iman Katolik.
3. Pembina asrama diharapkan mampu mendampingi penghuni asrama setelah
mereka mengikuti kegiatan pembinaan yaitu perlu adanya tindak lanjut dari
setiap kegiatan pembinaan yang diberikan.
4. Pembina asrama diharapkan mampu membangun sikap keterbukaan penghuni
asrama dalam memberikan evaluasi setelah selesai mengikuti kegiatan
pembinaan agar dapat menemukan bentuk pembinaan yang tepat untuk tiap-
tiap angkatan.
5. Perencanaan program pembinaan perlu tetap memperhatikan tiga hal yaitu: a)
bersumber dari pengetahuan dan pemahaman pembimbing asrama di
berbagai bidang ilmu: teologi, psikologi dan sosiologi, b) program disusun
berdasarkan hasil refleksi pembinaa asrama, c) isi program pembinaan yang
81
disusun oleh team pembina berdasarkan aneka masalah yang dihadapi oleh
kaum muda.
82
Daftar Pustaka
Alfian. 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan, Jakarta: Gramedia.
Alwisol.2006. Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi), Malang: Universitas
Muhammadiyah.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta.
Asrama. Tata Kehidupan Asrama Putri Stella Duce, Yogyakarta: Team Pembina
Asrama.
Beding Marcel. 1989. Para Anggota Awam Umat Beriman Kristus, Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi (Kartini Kartono, Penerjemah), Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Covey Stephen, R. 2005. The 8 th HABIT Melampaui Efektivitas, Menggapai
Keagungan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Crain, William. 2007. Teori Perkembangan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dewan Pimpinan Umum Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus
Borromeus. 2004. Konstitusi Berserta Direktorium (Edisi Revisi Bahasa
Indonesia), Yogyakarta: Kongregasi Suster-suster Cintakasih St.Carolus
Borromeus.
Furchan,Arief. 2005. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan (Terjemahan, Cetakan
II), Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gruyters Elisabeth. 2007. Pendiri Sebuah Kongregasi, Yogyakarta: Kongregasi
Suster-suster Cintakasih St.Carolus Borromeus.
Hardawiryana, R. (Penerjemah). 1999. Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial
Gereja(Edisi Khusus menyambut tahun Yubilium), Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI.
83
Hartono, F. (Nihil Obstat). 2000. Para Pengikut Elisabeth Gruyters Mewartakan
Kasih Belarasa Yesus Kristus, Yogyakarta: Suster-suster Cintakasih St.
Carolus Borromeus.
Humblet Pierre & Blommestijn Hein. 1987. Mistik Elisabeth Gruyters, Maastricht:
Dewan Pimpinan Umum.
Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi. 2006. Suster CB Murid Perempuan Yesus
Kristus Pengemban Rekonsiliasi dalam Dunia yang Terluka, Yogyakarta:
Dewan Pimpinan Umum.
_____________________________. 1999. Perutusan Kita Sebagai Religius dalam
Gereja dan Masyarakat pada Abad ke-21, Yogyakarta: Kongregasi CB.
Kieser, B. 1992. Solidaritas 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, Yogyakarta: Kanisius.
KWI.Sidang Agung. 1996. Pedoman Gereja Katolik Indonesia, Jakarta: Konferensi
Wali Gereja Indonesia.
Lewis Barbara. A. 2004. Character Building untuk Remaja, Batam Centre: Karisma
Publishing Group.
Liedmeier Catharinia. 1989. Kisah Carolus Putera Borromeus, Maastricht: Dewan
Pimpinan Umum CB.
Provinsi Indonesia. 1987. Komunitas dan Karya Kerasulan Suster-Suster Carolus
Borromeus Provinsi Indonesia, Yogyakarta: Kongregasi CB.
Ratwasih Lisbeth Cicih. 1999. Gerak Kharismatis Elisabeth Gruyters Refleksi
Pneumatologis Dalam Konteks Pelayanan Gereja Dewasa ini, Yogyakarta:
Suster-suster Cintakasih St.Carolus Borromeus Provinsi Indonesia.
Riberu.J. 1983. Tonggak Sejarah Pedoman Arah, Jakarta: Dokpen MAWI.
Schultz Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian
Sehat(Cetakan 14), Yogyakarta: Kanisius.
Seri Dokumen CB. 2004. Narasi Historis Elisabeth Gruyters (Terjemahan),
Yogyakarta: Kongregasi CB Provinsi Indonesia.
Sevilla, C.G. dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
84
Soemardilah Magdaleni, CB & Soeyarni Afra,CB. 2004 “Gedenk Boek” – Bij Het
Honderd-Jarig Bestaan Der Liefde-Zusters Van Den H. Carolus Borromeus.
(Situasi Zaman Masa Muda Elisabeth Gruyters).
Supriatna Nana. 2007. Sejarah untuk Kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Sosial,
Bandung: Grafindo Media Pratama.
Winkel, W.S. dan Sri Hastuti, M.M. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan (Edisi Revisi), Yogyakarta: Media Abadi.
85
86
Lampiran 1
KUESIONER
PERSEPSI PENGHUNI ASRAMA SMA STELLA DUCE 1 SUPADI 5
YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2008/2009
TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN MENJADI PRIBADI AGUNG
(BELAJAR PADA HIDUP ELISABETH GRUYTERS)
A. Identitas
Kelas : .................................
Tanggal Pengisian : .................................
B. Tujuan
Kuesioner ini bertujuan untuk mengukur seberapa tinggi manfaat Program
Pembinaan Menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi
penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta. Anda diharapkan
mengisi kuesioner ini secara jujur.
C. Petunjuk:
Di bawah ini ada 30 pernyataan tentang manfaat program pembinaan
menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters). Pilihlah
jawaban dengan memberi tanda centang (√) pada kolom yang tersedia.
Tugas Anda, bacalah setiap pernyataan dengan cermat. Jawablah semua
pernyataan jangan sampai ada yang terlewati.
Adapun arti pilihan jawaban Anda adalah:
Bila manfaat dari kegiatan tersebut bagi Anda Sangat Rendah = 1
Bila manfaat dari kegiatan tersebut bagi Anda Rendah = 2
Bila manfaat dari kegiatan tersebut bagi Anda Sedang = 3
Bila manfaat dari kegiatan tersebut bagi Anda Tinggi = 4
87
D. Item-item
No Pernyataan
Rentangan
Skor
1 2 3 4
1 Melalui kegiatan doa, kesadaran diri saya akan penyertaan Tuhan
Yesus dalam peristiwa hidup sehari-hari semakin terasah.
2 Saya semakin kagum akan pengorbanan Tuhan Yesus yang tersalib
saat mengikuti Perayaan Ekaristi.
3 Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yesus saya menjalin
relasi dengan-Nya lewat doa pribadi.
4 Renungan Kitab Suci mengasah nurani saya untuk menjalankan
ajaran Yesus tentang cintakasih.
5 Sabda Kitab Suci menjadi pedoman hidup saya untuk berbuat baik,
menjauhi yang jahat.
6 Sakramen tobat mendorong saya untuk memperbaharui diri terus-
menerus.
7 Keyakinan tentang kerahiman Allah yang mencintai saya tanpa
batas, saya alami saat menerima sakramen tobat.
8 Kegiatan rekoleksi menumbuhkan rasa syukur dalam diri atas segala
bakat/talenta/potensi yang Tuhan berikan kepada saya.
9 Kepekaan nurani saya untuk ber-bela rasa demi melayani orang lain
ditumbuhkembangkan saat mengikuti rekoleksi.
10 Live in di tengah orang-orang kecil membantu saya untuk
menghilangkan sekat-sekat perbedaan antara kaya dan miskin.
11 Tinggal bersama orang kecil selama tiga hari di daerah Turi (Sleman),
Somohitan (Lereng Merapi), Sumber (Muntilan) menggugah saya untuk
tidak mudah putus-asa dalam menghadapi persoalan hidup.
12 Pengalaman tinggal bersama orang kecil membantu saya untuk
menganalisa penyebab mereka mengalami kesenjangan sosial.
13 Bersosialisasi di tengah orang-orang kecil membangkitkan rasa
solidaritas untuk membantu mereka.
14 Menyisihkan sebagian uang yang saya miliki untuk kegiatan sosial
menumbuhkan semangat bela rasa dalam diri saya.
15 Kegiatan Bazar ”Peduli pendidikan anak-anak jalanan dan anak
tukang becak” dengan cara membuat dan menjual: kue juga pupuk
kompos, menunjukkan realisasi dari semangat bela rasa.
16 Mengunjungi anak-anak di Panti Asuhan (misalnya: Panti Asuhan
Nusa Anak Bangsa, Panti Asih, Panti Asuhan Santa Maria
Ganjuran) mendorong saya untuk bersikap murah hati.
17 Belajar kelompok membantu saya untuk mendengarkan gagasan
yang dimiliki oleh teman.
88
No Pernyataan
Rentangan
Skor
1 2 3 4
18 Untuk memiliki pengetahuan yang lebih luas saya mempelajari
buku-buku lain di luar buku pelajaran yang diwajibkan.
19 Berkonsentrasi saat belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah,
merupakan wujud tanggungjawab saya mencapai cita-cita.
20 Mengikuti kegiatan-kegiatan belajar yang sudah terjadwal
memimpin saya untuk berpikir pada perspektif jangka panjang.
21 Fokus memecahkan satu persoalan tertentu membantu saya
memimpin diri sendiri.
22 Mengikuti program-program kegiatan di asrama mengasah nilai
kedisiplinan saya.
23 Saya menjalankan kegiatan yang ada di asrama bukan hanya
sekedar rutinitas, melainkan melatih ketekunan diri.
24 Kedisiplinan di asrama mengkondisikan saya untuk mengerjakan
tugas-tugas apapun secara tepat waktu.
25 Problem Solving saat mengikuti kegiatan out bond menumbuhkan
semangat bekerjasama.
26 Kerja bakti di asrama secara berkelompok membantu saya
bertanggungjawab menjalankan tugas kelompok.
27 Kerja bakti menjelang 17 Agustus dengan masyarakat sekitar
menyadarkan saya untuk tidak bersikap eksklusif.
28 Mengikuti kegiatan workshop ”Pola makan sehat” mendorong saya
selektif memilih makanan, tidak hanya sesuai dengan selera sendiri.
29 Saya memelihara kesegaran tubuh dengan mengikuti jadwal
istirahat (tidur siang dan malam).
30 Memelihara kebersihan lingkungan (kamar) membantu saya dalam
menjaga kesehatan diri sendiri dan orang lain.
89
Lampiran 2
TABULASI SKOR
MANFAAT PROGRAM PEMBINAAN MENJADI PRIBADI AGUNG
(BELAJAR PADA HIDUP ELISABETH GRUYTERS)
BAGI PENGHUNI ASRAMA SMA STELLA DUCE 1 SUPADI 5 YOGYAKARTA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 ∑ Kriteria
1 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 2 4 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 4 104 T
2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 95 R
3 4 3 4 3 2 2 3 4 4 3 4 3 2 2 1 2 4 1 4 4 4 4 4 4 2 2 3 3 2 3 90 R
4 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 75 R
5 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 96 R
6 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 106 T
7 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 106 T
8 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 98 R
9 4 4 4 3 2 3 4 2 3 3 3 2 4 3 4 3 4 2 4 2 2 4 4 4 3 4 4 3 4 4 99 R
10 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 114 T
11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 117 T
12 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 101 T
13 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 110 T
14 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 2 3 98 R
15 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 4 109 T
16 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 116 T
17 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 1 3 109 T
18 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 2 2 3 99 R
19 3 4 4 4 3 3 2 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 97 R
20 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 107 T
21 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 95 R
22 3 4 3 3 4 2 3 2 2 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 2 2 3 2 3 4 3 4 3 3 3 92 R
23 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 3 3 2 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 106 T
24 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 110 T
25 3 3 4 4 4 4 1 2 2 3 3 4 4 2 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 4 101 T
26 2 4 3 2 3 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 105 T
27 3 3 4 2 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 1 2 3 3 3 2 4 2 79 R
28 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 2 4 4 3 3 108 T
29 3 3 4 4 4 3 3 2 2 3 4 2 3 3 4 3 4 2 3 3 3 3 2 4 3 4 4 3 2 3 93 R
30 3 3 3 3 2 2 2 3 3 4 3 2 2 2 3 3 3 2 4 3 4 3 3 4 3 2 4 3 4 3 88 R
31 3 3 4 3 3 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 4 3 2 2 95 R
32 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 115 T
33 3 4 3 2 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 2 106 T
34 3 3 3 2 4 4 3 3 2 3 4 3 4 3 4 4 3 2 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 2 4 97 R
35 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 109 T
36 3 4 2 2 2 2 2 3 2 4 3 2 4 4 3 1 2 3 2 3 2 3 2 3 4 2 3 3 4 3 82 R
37 4 4 3 3 3 2 3 2 2 3 4 4 2 4 2 3 2 4 3 3 3 4 2 4 4 3 4 2 2 1 89 R
38 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 117 T
39 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 118 T
40 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 118 T
41 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 2 4 3 3 4 3 4 4 2 4 1 1 1 3 3 4 2 1 4 93 R
42 4 3 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 111 T
43 4 4 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 110 T
44 3 3 4 2 2 3 4 3 2 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3 1 2 4 3 4 3 4 4 97 R
45 3 2 4 4 4 1 1 3 3 4 4 4 3 2 2 4 3 3 4 4 4 1 1 2 2 2 4 3 2 3 86 R
46 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 87 R
47 3 3 4 4 3 1 2 2 2 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 2 3 4 1 3 94 R
48 3 3 4 2 3 3 4 3 3 3 4 3 2 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 3 90 R
49 4 4 4 4 4 3 3 2 2 3 1 2 2 3 2 2 3 3 4 3 3 3 2 3 2 3 4 3 4 4 89 R
50 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 110 T
5036
90
Lampiran 3
TABEL
PENGELOMPOKAN SKOR GANJIL-GENAP
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 ∑X 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 ∑Y
1 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 52 3 4 4 4 3 3 3 4 2 4 4 4 3 3 4 52
2 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 48 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 47
3 4 4 2 3 4 4 2 1 4 4 4 4 2 3 2 47 3 3 2 4 3 3 2 2 1 4 4 4 2 3 3 43
4 3 2 2 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 3 37 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 38
5 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 49 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 47
6 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 3 54 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 52
7 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 56 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 50
8 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 51 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 47
9 4 4 2 4 3 3 4 4 4 4 2 4 3 4 4 53 4 3 3 2 3 2 3 3 2 2 4 4 4 3 4 46
10 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 58 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 56
11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 58 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 59
12 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 3 52 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 49
13 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 55 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 55
14 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 49 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 49
15 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 57 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 52
16 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 57 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 59
17 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 1 52 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 57
18 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 2 52 3 3 4 4 3 2 3 4 3 4 3 3 3 2 3 47
19 3 4 3 2 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 47 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 2 4 50
20 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 54 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 53
21 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 48 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 47
22 3 3 4 3 2 4 3 3 4 3 2 2 4 4 3 47 4 3 2 2 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 45
23 4 4 4 4 3 4 3 3 2 4 4 3 3 4 4 53 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 53
24 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 57 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 53
25 3 4 4 1 2 3 4 3 4 4 4 4 3 4 2 49 3 4 4 2 3 4 2 4 3 4 4 4 3 4 4 52
26 2 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 53 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 52
27 3 4 2 3 2 3 3 3 2 3 3 1 3 3 4 42 3 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 37
28 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 55 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 2 4 3 53
29 3 4 4 3 2 4 3 4 4 3 3 2 3 4 2 48 3 4 3 2 3 2 3 3 2 3 3 4 4 3 3 45
30 3 3 2 2 3 3 2 3 3 4 4 3 3 4 4 46 3 3 2 3 4 2 2 3 2 3 3 4 2 3 3 42
31 3 4 3 4 2 3 3 3 3 4 3 3 3 4 2 47 3 3 4 2 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 2 48
32 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 57 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 58
33 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 54 4 2 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 2 52
34 3 3 4 3 2 4 4 4 3 3 3 3 4 4 2 49 3 2 4 3 3 3 3 4 2 3 4 3 4 3 4 48
35 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 54 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 55
36 3 2 2 2 2 3 4 3 2 2 2 2 4 3 4 40 4 2 2 3 4 2 4 1 3 3 3 3 2 3 3 42
37 4 3 3 3 2 4 2 2 2 3 3 2 4 4 2 43 4 3 2 2 3 4 4 3 4 3 4 4 3 2 1 46
38 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 59 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 58
39 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 60 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 58
40 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 59 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 59
41 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 1 3 4 1 49 3 4 4 4 3 2 3 4 4 2 1 1 3 2 4 44
42 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 55 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 56
43 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 56 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 54
44 3 4 2 4 2 4 3 3 4 4 3 1 4 4 4 49 3 2 3 3 4 3 4 3 4 4 3 2 3 3 4 48
45 3 4 4 1 3 4 3 2 3 4 4 1 2 4 2 44 2 4 1 3 4 4 2 4 3 4 1 2 2 3 3 42
46 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 43 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 44
47 3 4 3 2 2 4 4 4 3 3 4 3 4 3 1 47 3 4 1 2 4 3 4 3 4 3 4 3 2 4 3 47
48 3 4 3 4 3 4 2 3 4 3 3 3 3 4 3 49 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 41
49 4 4 4 3 2 1 2 2 3 4 3 2 2 4 4 44 4 4 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 4 45
50 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 56 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 54
2550 2486
91
Lampiran 4
Tabel
Penghitungan skor ganjil-genap
TOTAL ∑X ∑Y X2 Y2 XY
104 52 52 2704 2704 2704
95 48 47 2304 2209 2256
90 47 43 2209 1849 2021
75 37 38 1369 1444 1406
96 49 47 2401 2209 2303
106 54 52 2916 2704 2808
106 56 50 3136 2500 2800
98 51 47 2601 2209 2397
99 53 46 2809 2116 2438
114 58 56 3364 3136 3248
117 58 59 3364 3481 3422
101 52 49 2704 2401 2548
110 55 55 3025 3025 3025
98 49 49 2401 2401 2401
109 57 52 3249 2704 2964
116 57 59 3249 3481 3363
109 52 57 2704 3249 2964
99 52 47 2704 2209 2444
97 47 50 2209 2500 2350
107 54 53 2916 2809 2862
95 48 47 2304 2209 2256
92 47 45 2209 2025 2115
106 53 53 2809 2809 2809
110 57 53 3249 2809 3021
101 49 52 2401 2704 2548
105 53 52 2809 2704 2756
79 42 37 1764 1369 1554
108 55 53 3025 2809 2915
93 48 45 2304 2025 2160
88 46 42 2116 1764 1932
95 47 48 2209 2304 2256
115 57 58 3249 3364 3306
106 54 52 2916 2704 2808
97 49 48 2401 2304 2352
109 54 55 2916 3025 2970
82 40 42 1600 1764 1680
89 43 46 1849 2116 1978
117 59 58 3481 3364 3422
118 60 58 3600 3364 3480
118 59 59 3481 3481 3481
93 49 44 2401 1936 2156
111 55 56 3025 3136 3080
110 56 54 3136 2916 3024
97 49 48 2401 2304 2352
86 44 42 1936 1764 1848
87 43 44 1849 1936 1892
94 47 47 2209 2209 2209
90 49 41 2401 1681 2009
89 44 45 1936 2025 1980
110 56 54 3136 2916 3024
5036 2550 2486 131460 125180 128097
92
Lampiran 5
1. Hasil penghitungan koefisien korelasi genap-ganjil
rxy = N∑XY – (∑X)(∑Y)
[N∑X2
– (∑X)2][N∑Y
2 - (∑Y)
2]
Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi ganjil-genap.
N : Jumlah subyek.
X : Skor-skor item belahan ganjil.
Y : Skor-skor belahan genap.
Diketahui :
N : 50 subyek
X : 2550
Y : 2486
X2 : 131460
Y2 : 125180
XY : 128097
rXY : . . . ?
rxy = 50 X 128097 – (2550 X 2486)
[50 X 131460 – (2550)2] [50 X 125180 – (2486)
2]
rxy = 6404850 – 6339300
[6573000 – 6502500][6259000 – 6180196]
rxy = 65550
[70500][78804]
rxy = 65550
5555682000
rxy = 65550
= 0,879 = 0,88 74536.44746
93
Lampiran 6
2. Hasil penghitungan koefisien reliabilitas
rtt= 2rxy
1 + rxy
Keterangan:
rtt : Koefisien reliabilitas
rxy : Koefisien korelasi skor ganjil-genap
Diketahui :
rxy : 0,88
rtt : . . . ?
rtt = 2 X 0, 88
1 + 0, 88
rtt = 1, 76
= 0,936
1, 88
rtt= 0,94
3. Hasil penghitungan koefisien validitas
rt∞ = rtt
Keterangan:
rt∞ : Koefisien validitas
rtt : Koefisien reliabilitas
Diketahui :
rtt : 0, 94
rt∞ : . . . ?
rt∞ = 0,94 = 0,969
rt∞ = 0,97
94
Lampiran 7
4. Hasil penghitungan mean keseluruhan aspek
M = ∑X
N
Keterangan :
M : Mean
∑X : Jumlah skor
N : Jumlah subyek
Diketahui :
∑X : 5036
N : 50
M : . . . ?
M = 5036 = 100,72
50
M = 101
5. Hasil penghitungan mean pada masing-masing aspek adalah:
Aspek kecerdasan spiritual
M = ∑X
N
M = 1504 = 30,08 = 30
50
Aspek kecerdasan emosional
M = ∑X
N
M = 1200 = 24,00 = 24
50
Aspek kecerdasan mental
M = ∑X
N
M = 852 = 17,04 = 17
50
Aspek kecerdasan fisik
M = ∑X
N
M = 1480 = 29,60 = 30
50
95
Lampiran 8
Tabel IV.6
Manfaat Program Pembinaan menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
bagi Penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta
Subyek
Aspek Kecerdasan Spiritual Total
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 4 3 4 4 4 4 3 4 3 33 T
2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 30 T
3 4 3 4 3 2 2 3 4 4 29 R
4 3 2 2 3 2 3 3 3 3 24 R
5 4 4 4 3 3 3 3 3 3 30 T
6 3 3 4 4 4 4 4 3 3 32 T
7 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 T
8 3 4 4 3 3 3 4 3 3 30 T
9 4 4 4 3 2 3 4 2 3 29 R
10 4 4 4 4 4 3 3 4 4 34 T
11 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 T
12 3 3 4 3 3 4 4 3 3 30 T
13 3 3 4 3 3 3 3 4 4 30 T
14 3 4 3 3 3 3 3 3 3 28 R
15 4 4 4 4 4 4 4 3 3 34 T
16 4 3 3 4 4 4 4 4 4 34 T
96
17 4 4 4 4 3 3 3 4 3 32 T
18 4 3 4 3 4 4 4 4 3 33 T
19 3 4 4 4 3 3 2 4 3 30 T
20 4 4 3 4 3 3 3 4 4 32 T
21 4 4 4 3 3 4 3 3 3 31 T
22 3 4 3 3 4 2 3 2 2 26 R
23 4 4 4 4 4 4 4 3 3 34 T
24 4 3 4 3 4 4 4 3 4 33 T
25 3 3 4 4 4 4 1 2 2 27 R
26 2 4 3 2 3 4 4 2 3 27 R
27 3 3 4 2 2 3 3 3 2 25 R
28 4 4 4 4 4 3 3 3 3 32 T
29 3 3 4 4 4 3 3 2 2 28 R
30 3 3 3 3 2 2 2 3 3 24 R
31 3 3 4 3 3 4 4 2 2 28 R
32 4 4 4 4 4 3 4 4 3 34 T
33 3 4 3 2 3 3 4 4 4 30 T
34 3 3 3 2 4 4 3 3 2 27 R
35 3 4 4 3 4 4 4 3 3 32 T
36 3 4 2 2 2 2 2 3 2 22 R
37 4 4 3 3 3 2 3 2 2 26 R
38 4 4 4 4 4 4 4 4 3 35 T
97
39 4 4 4 4 4 3 4 4 4 35 T
40 4 4 4 3 4 4 4 4 4 35 T
41 3 3 4 4 4 4 4 4 3 33 T
42 4 3 4 4 3 3 3 4 3 31 T
43 4 4 4 3 4 3 4 3 3 32 T
44 3 3 4 2 2 3 4 3 2 26 R
45 3 2 4 4 4 1 1 3 3 25 R
46 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27 R
47 3 3 4 4 3 1 2 2 2 24 R
48 3 3 4 2 3 3 4 3 3 28 R
49 4 4 4 4 4 3 3 2 2 30 T
50 4 4 4 4 3 3 3 3 3 31 T
1504
98
Lampiran 9
Tabel IV.7
Manfaat Program Pembinaan menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
bagi Penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta
No
Subyek
Aspek Kecerdasan
Emosional Total Skor
10 11 12 13 14 15 16
1 3 3 3 3 3 4 4 23 R
2 4 3 4 3 3 4 3 24 T
3 3 4 3 2 2 1 2 17 R
4 3 2 3 2 3 3 3 19 R
5 4 3 3 3 3 4 3 23 R
6 4 3 4 4 3 4 3 25 T
7 4 4 3 3 3 3 3 23 R
8 3 4 3 3 3 3 3 22 R
9 3 3 2 4 3 4 3 22 R
10 3 4 3 4 4 4 4 26 T
11 4 4 4 4 4 4 4 28 T
12 4 4 3 3 3 3 4 24 T
13 4 4 4 4 4 4 4 28 T
14 3 4 4 4 3 4 4 26 T
15 4 4 3 4 3 4 3 25 T
16 4 4 4 4 4 4 4 28 T
99
17 4 4 3 3 4 4 4 26 T
18 3 3 2 3 3 3 4 21 R
19 4 4 3 3 3 3 4 24 T
20 3 4 4 3 3 3 4 24 T
21 3 3 3 3 3 3 3 21 R
22 3 4 3 3 4 3 4 24 T
23 4 4 4 3 4 3 3 25 T
24 4 4 4 3 4 4 4 27 T
25 3 3 4 4 2 3 4 23 R
26 4 4 4 4 4 4 4 28 T
27 3 3 2 3 3 3 3 20 R
28 4 4 4 4 4 3 4 27 T
29 3 4 2 3 3 4 3 22 R
30 4 3 2 2 2 3 3 19 R
31 3 3 3 3 3 3 3 21 R
32 4 3 4 4 4 4 4 27 T
33 4 4 4 3 3 3 4 25 T
34 3 4 3 4 3 4 4 25 T
35 4 4 3 4 4 4 4 27 T
36 4 3 2 4 4 3 1 21 R
37 3 4 4 2 4 2 3 22 R
38 4 4 3 4 4 4 4 27 T
100
39 4 4 4 4 4 4 4 28 T
40 4 4 4 4 4 4 4 28 T
41 3 4 2 4 3 3 4 23 R
42 4 4 4 4 4 4 4 28 T
43 4 4 4 3 4 4 4 27 T
44 4 4 3 3 4 3 3 24 T
45 4 4 4 3 2 2 4 23 R
46 3 3 3 3 3 3 3 21 R
47 4 4 3 4 4 4 3 26 T
48 3 4 3 2 3 3 3 21 R
49 3 1 2 2 3 2 2 15 R
50 3 4 4 4 4 4 4 27 T
1200
101
Lampiran 10
Tabel IV.8
Manfaat Program Pembinaan menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
bagi Penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta
No
Subyek
Aspek Kecerdasan
Mental
Total
Skor
17 18 19 20 21
1 4 2 4 4 3 17 T
2 3 3 3 3 3 15 R
3 4 1 4 4 4 17 T
4 2 2 3 3 2 12 R
5 3 3 4 3 3 16 R
6 3 3 4 3 4 17 T
7 4 3 4 3 3 17 T
8 4 3 4 3 3 17 T
9 4 2 4 2 2 14 R
10 4 3 4 4 4 19 T
11 4 4 4 4 3 19 T
12 4 3 3 3 4 17 T
13 3 3 4 4 4 18 T
14 4 3 3 3 3 16 R
15 4 3 4 4 3 18 T
102
16 4 4 4 4 4 20 T
17 4 4 4 4 4 20 T
18 4 3 4 4 4 19 T
19 3 3 3 3 4 16 R
20 4 3 4 4 4 19 T
21 3 3 3 3 4 16 R
22 4 3 3 2 2 14 R
23 2 4 4 3 4 17 T
24 3 3 4 3 3 16 R
25 4 3 4 4 4 19 T
26 4 4 4 4 4 20 T
27 2 2 3 2 3 12 R
28 4 4 4 3 4 19 T
29 4 2 3 3 3 15 R
30 3 2 4 3 4 16 R
31 3 4 4 4 3 18 T
32 4 4 4 4 3 19 T
33 4 4 4 3 4 19 T
34 3 2 3 3 3 14 R
35 3 3 4 4 3 17 T
36 2 3 2 3 2 12 R
37 2 4 3 3 3 15 R
103
38 4 4 4 4 4 20 T
39 4 3 4 4 4 19 T
40 4 4 4 4 4 20 T
41 3 4 4 2 4 17 T
42 4 4 4 3 4 19 T
43 4 3 4 3 4 18 T
44 4 4 4 4 3 19 T
45 3 3 4 4 4 18 T
46 3 3 3 3 3 15 R
47 3 4 3 3 4 17 T
48 4 2 3 3 3 15 R
49 3 3 4 3 3 16 R
50 3 3 4 4 4 18 T
852
104
Lampiran 11
Tabel IV.9
Manfaat Program Pembinaan menjadi Pribadi Agung
(belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
bagi Penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta
No
Subyek
Aspek Kecerdasan Fisik
Total
Skor
22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 4 3 4 3 3 4 3 3 4 31 T
2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 26 R
3 4 4 4 2 2 3 3 2 3 27 R
4 2 3 2 2 2 2 2 3 2 20 R
5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27 R
6 4 4 4 3 3 4 3 3 4 32 T
7 3 3 3 4 3 4 3 4 3 30 T
8 4 3 3 3 3 4 3 3 3 29 R
9 4 4 4 3 4 4 3 4 4 34 T
10 4 4 4 4 4 4 4 3 4 35 T
11 4 4 4 4 4 4 3 3 4 34 T
12 3 3 3 4 4 4 3 3 3 30 T
13 4 4 4 3 4 4 4 4 3 34 T
14 4 4 3 3 3 3 3 2 3 28 R
15 3 4 3 4 4 4 3 3 4 32 T
16 4 4 4 4 4 4 4 2 4 34 T
105
17 4 3 4 4 4 4 4 1 3 31 T
18 3 3 3 4 3 3 2 2 3 26 R
19 3 3 3 3 3 3 2 3 4 27 R
20 3 3 3 4 4 4 3 4 4 32 T
21 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27 R
22 3 2 3 4 3 4 3 3 3 28 R
23 3 3 3 3 3 4 3 4 4 30 T
24 3 4 4 4 3 4 4 4 4 34 T
25 4 4 4 3 3 4 4 2 4 32 T
26 3 3 4 4 3 3 3 4 3 30 T
27 2 1 2 3 3 3 2 4 2 22 R
28 3 3 4 4 2 4 4 3 3 30 T
29 3 2 4 3 4 4 3 2 3 28 R
30 3 3 4 3 2 4 3 4 3 29 R
31 4 3 4 3 3 4 3 2 2 28 R
32 4 4 4 4 3 4 4 4 4 35 T
33 4 3 4 4 4 4 3 4 2 32 T
34 4 3 3 4 4 4 3 2 4 31 T
35 4 4 4 3 4 4 3 3 4 33 T
36 3 2 3 4 2 3 3 4 3 27 R
37 4 2 4 4 3 4 2 2 1 26 R
38 4 4 3 4 4 4 4 4 4 35 T
106
39 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36 T
40 4 4 4 4 4 4 4 3 4 35 T
41 1 1 1 3 3 4 2 1 4 20 R
42 4 3 3 4 4 4 4 3 4 33 T
43 4 3 4 3 4 4 3 4 4 33 T
44 3 1 2 4 3 4 3 4 4 28 R
45 1 1 2 2 2 4 3 2 3 20 R
46 3 2 2 3 3 3 3 2 3 24 R
47 4 3 3 4 2 3 4 1 3 27 R
48 3 3 3 3 2 4 2 3 3 26 R
49 3 2 3 2 3 4 3 4 4 28 R
50 3 4 3 4 4 4 4 4 4 34 T
1480
107
Lampiran 12
Tabel
Tanggapan Responden angkatan tahun I
Responden Aspek
Kecerdasan
spiritual
Kecerdasan
emosional
Kecerdaan
mental
Kecerdasan
fisik
R T R T R T R T
1 √ √ √ √
2 √ √ √ √
3 √ √ √ √
4 √ √ √ √
5 √ √ √ √
6 √ √ √ √
7 √ √ √ √
8 √ √ √ √
9 √ √ √ √
10 √ √ √ √
11 √ √ √ √
12 √ √ √ √
13 √ √ √ √
3 10 7 6 4 9 5 8
13 13 13 13
108
Lampiran 13
Tabel
Tanggapan Responden angkatan tahun II
Responden Aspek
Kecerdasan
spiritual
Kecerdasan
emosional
Kecerdaan
mental
Kecerdasan
fisik
R T R T R T R T
1 √ √ √ √
2 √ √ √ √
3 √ √ √ √
4 √ √ √ √
5 √ √ √ √
6 √ √ √ √
7 √ √ √ √
8 √ √ √ √
9 √ √ √ √
10 √ √ √ √
11 √ √ √ √
12 √ √ √ √
13 √ √ √ √
14 √ √ √ √
15 √ √ √ √
109
16 √ √ √ √
17 √ √ √ √
18 √ √ √ √
19 √ √ √ √
20 √ √ √ √
21 √ √ √ √
22 √ √ √ √
23 √ √ √ √
24 √ √ √ √
25 √ √ √ √
26 √ √ √ √
27 √ √ √ √
28 √ √ √ √
11 17 10 18 11 17 12 16
28 28 28 28
110
Lampiran 14
Tabel
Tanggapan Responden angkatan tahun III
Responden Aspek
Kecerdasan
spiritual
Kecerdasan
emosional
Kecerdaan
mental
Kecerdasan
fisik
R T R T R T R T
1 √ √ √ √
2 √ √ √ √
3 √ √ √ √
4 √ √ √ √
5 √ √ √ √
6 √ √ √ √
7 √ √ √ √
8 √ √ √ √
9 √ √ √ √
5 4 4 5 3 6 6 3
9 9 9 9
111
Lampiran 15
112
113
Lampiran 17
PROGRAM KEGIATAN PEMBINAAN MENJADI PRIBADI AGUNG
(Belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)
ASRAMA PUTRI STELLA DUCE
No Tujuan Umum dan khusus Sasaran Bentuk Pembinaan Nara Sumber Tempat -
Waktu
1 TU: Membentuk pribadi
utuh (seimbang intelektual,
emosi/psikologi, fisik,
spiritual) yang beriman
kristiani dan tanggap
terhadap kebutuhan sesama
dan lingkungan.
TK:
a. Menanamkan sikap
Hormat kepada Yesus
Sang Tersalib.
b. Menanamkan sikap
bertekun.
c. Menanamkan semangat
bela rasa.
Warga asrama Pendampingan harian
dalam tata kehidupan
asrama: belajar saling
melayani, doa bersama,
ekaristi, devosi,
refleksi, spiritualitas,
latihan koor, pelayanan
koor di gereja,
konseling pribadi-
kelompok per unit/ per
angkatan, pengurus,
kegiatan
lingkungan/masyarakat,
kerja bakti,
pendampingan belajar
anak kali code, Pola
Tim
pendamping
Unit Asrama
masing-masing
(Samirono,
Supadi,
Trenggono)
Sesuai jadwal
114
hidup sehat, sex
education, Valentines,
Sunday Morning,
Perayaan Natal,
Paskah, hari
Kongregasi, Tutup
Tahun, Perpisahan,
rekreasi.Pengelolaan
Sampah di tiap unit,
baksos. Home stay di
Postulat CB.
TK: membangun
kekompakan dan
kerjasama, serta
disiplin diri.
Warga asrama
1. Welcome Party,
2. Spiritualitas CB,
3. Malam Keakraban
3 Asrama,
4. Out Bound terpadu,
5. rekoleksi ”Who
Am I,”
6. Time Management,
7. Rekoleksi
Panggilan.
Tim
Pendamping,
Tim Out Bound
KAS, Romo
dan para Frater.
Unit masing-
masing, Juli
Unit masing-
masing, Juli
Syantikara,
Agustus
Wisma Salam,
Agustus
Wisma Maya,
Nopember
Omah Jawi,
115
Januari
Novisiat-
Postulat CB,
Juni
TK : Mengembangkan
kepekaan sosial dan
semangat bela rasa.
Warga asrama 1.Week end “Ansos”
2.Week end
“Management
Conflic”
3. Kunjungan ke
Pondok
Pesantren,Vihara,
Panti Asuhan, LP
Tim
Pendamping,
Romo dan
Frater
Syantikara,
Agustus
Wisma Maya,
Nopember
Ponpes Nurul
Ummahad Kota
Gede, Vihara
Mendut, Sayap
Ibu, LP
Wirogunan
TK:
1. Mengembangkan
rasa syukur dan
reflektif.
2. Membantu anak
membuat pilihan dan
keputusan sebagai
pribadi yang dewasa
3. Mengembangkan
kegembiraan dan
Warga asrama 1. Week end ”pilihan
dan panggilan
hidup”
Tim
Pendamping,
Pengurus,
alumni asrama,
Romo
Wisma Maya
Kaliurang,
Nopember
116
kebahagiaan hidup
2. Full fresh
Tim
Pendamping,
Pengurus
Disaster Oasis
Kaliurang,
April
TK
1. Mempersiapkan kader-
kader pemimpin
Warga asrama LDK, Semi Out Bound Tim
Pendamping
LDK
Wisma Maya
Kaliurang,
Oktober dan
Januari
117
118