Manajemen SC Kasus Sdadaerar

download Manajemen SC Kasus Sdadaerar

of 10

description

sddddddddddddddd

Transcript of Manajemen SC Kasus Sdadaerar

LAPORAN KASUS ANESTESIGeneral AnesthesiaDisusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Oleh :

Nama/NIM : Aditya Nugraha / 09711042KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2014Manajemen Kasus General Anestesi I. IDENTITAS

Nama Pasien: Ny W

Umur :32 Tahun

Alamat

: MargomulyoPekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

No RM

: 163910II. ANAMNESIS

Diambil dari rekam medis pasien pada tanggal 27 Juni 20141. Keluhan Utama:

Pasien merasakan kencang-kencang di perut2. Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke rumah sakit tampak kesakitan ingin melahirkan, G2P1A0usia kehamilan 38 minggu + 4 hari + post date + letak sungsang + BSC. Pasien merasa lemah karena sudah kencang-kencang sejak tadi malam.3. Anamnesis Sistem Cerebrospinal

: Nyeri kepala ( - ), demam ( - )

Kardiovaskular: Berdebar-debar ( - ), nyeri dada ( -)

Respirasi

: Sesak nafas ketika tidur ( - ), batuk ( - ), pilek ( - )

Digesti

: Mual ( - ), muntah ( - ), BAB normal (-), nyeri abdomen (-) Urogenital

: BAK normal Integumentum

: Edem ( - ), kemerahan pada kulit ( - ), gatal ( - )

Muskuloskeletal: Nyeri pinggang ( - )

4. Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat HT ( - ), DM ( - ), Asma ( - )

4. Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat DM ( - ), HT ( - )

Tidak ada riwayat alergi

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis:

Keadaan umum: Tampak Kesakitan

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

:

TD : 120/80 mmHg

Suhu

: 36,8 C

Nadi: 88 kali/menit

Respirasi : 18 kali/menit

Kepala

: Bentuk kepala normal, bulat

Leher

: Simetris, nyeri tekan ( - ) Thorak

: Dada simetris Jantung

: S1, S2 tunggal regular Pulmo

: Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/- Abdomen

: Nyeri tekan periumbilikal ( + ), bising usus ( + ), flat, supel Ekstrimitas: Edem tungkai -/-IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan Elektrolit

Natrium (Na)

: 144,1 mEq / L

Kalium (K)

: 3,98 mEq / L

Klorida

: 115,2 mEq / L Pemeriksaan Hematologi

Waktu Perdarahan (BT): - Waktu Pembekuan (CT): - Pemeriksaan Gula Darah

Gula Darah Acak

: - Pemeriksaan Darah Lengkap

WBC

: 7.1. 104 g/L

Lymph%: 35.1 103 g/L

Mid%

: 54.9 103g/L

Gran%

: 54.9 103g/L

HGB

: 10.0 g/dl

RBC

: 4,58. 106 g/dl

HCT

: 39,4 %

MCV

: 86,2 fl

MCH

: 29,0 pg

MCHC

: 337 g/L

RDW-CV: 15,6 %

RDW-SD: 45, 1 fL

PLT

: 257. 105 g/L

MPV

: 8,4 fL

PDW

: 15,7

PCT

: 0,215 %

Pemeriksaan Faal Hati

SGOT 37 C

: - U/L

SGPT 37 C

: - U/L

Pemeriksaan Faal Ginjal

Creatinin

: - mg/dl

Ureum

: - mg/dl

Serologi

HBS Ag

: -

EKG

NormalV. DIAGNOSIS :

G2P1A0usia kehamilan 38 minggu + 4 hari + post date + letak sungsang + BSCVI. LAPORAN ANESTESI

Pasien Perempuan usia 32 tahun dengan G2P1A0usia kehamilan 38 minggu + 4 hari + post date + letak sungsang + BSCASA I BB: 60 kgTD: 120/80 mmHgN: 88 x/menit RR: 18x/menit TB:145cm AnamnesisAsma (-), alergi (-), HT(-), DM(-), gigi palsu (-), puasa (+)

Konsul ke dokter Spesialis Anestesi ( General Anestesi Teknik

: semi closed inhalasi dengan ET No. 7.0 Tindakan Operasi : Sectio Caesar Premedikasi: Infus RL Induksi

: Ketamin (100 mg) Pelumpuh otot: Roculax Maintenance: O2 : N2O = 2 L : 2L; Isoflurane 20cc

Monitoring: Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi,

cairan, perdarahan.

Pasien Ny. W, 32 tahun, dengan diagnosis G2P1A0usia kehamilan 38 minggu + 4 hari + post date + letak sungsang + BSC diantar ke ruang operasi untuk menjalani operasi Sectio Caesarea pada tanggal 27 Juni 2014 dengan menggunakan General Anestesi, ASA I. Operasi dilaksanakan pukul 10.00- 11.00 dan lama operasi 60 menit. Anastesi yang digunakan adalah ketamin dan roculax, dengan maintenance O2, N2O, dan Isoflurane. Pasien masuk ruang operasi pukul 09.30. Kemudian dilakukan pemasangan alat-alat monitoring seperti tensimeter dan pulse oxymetri yang berguna untuk memantau keadaan pasien selama anestesi. Pada pasien ini sudah terpasang I.V line. Keadaan umum pasien sebelum operasi adalah:

- TD

: 120/80 mmHg

- Nadi

: 88 x/menit

- Suhu

: afebris

- SpO2

: 98%

Sebelum pemberian induksi anestesi, pasien diberikan O2 8 Lpm selama 2 menit sebelum dimulainya pemasukan obat-obat anestesi dan tindakan anastesi. Kemudian pukul 09.45 dimasukkan induksi anestesi berupa ketamin 100mg diikuti dengan injeksi Roculax 20mg sebagai muscle relaxant. Setelah pemberian induksi anestesi, dilakukan pengecekan refleks bulu mata dan rangsang nyeri untuk memastikan pasien sudah tertidur. Setelah pasien dipastikan tertidur, operasi dimulai pukul 09.50 dan dilakukan pemantauan keadaan pasien meliputi vital sign, cairan dan perdarahan tiap 5 menit.

Setelah pemberian induksi anestesi, pasien diberikan oksigen menggunakan masker sebanyak 8 lpm dan dibantu dengan bagging selama 2 menit. Setelah itu dilakukan intubasi dengan ET No. 7.0 kemudian itu dilakukan pengecekan pada kedua lapang paru untuk memastikan ET telah masuk dengan pasti ke dalam paru dan posisinya simetris. ET kemudian dihubungkan dengan mesin ventilator dan diatur volume tidal menjadi 500cc. Ditambahkan dengan gas isoflurane 1% dan gas N2O. Obat-obatan lain yang diberikan antara lain injeksi asam traneksamat 500 mg I.V serta injeksi Fentanyl 200 mg secara drip.

Pukul 10.50 pemberian isoflurane dihentikan dan pada pasien diberikan bantuan nafas secara manual sampai pasien dapat bernafas secara spontan. Pukul 11.00 operasi selesai, dilakukan suction pada orofaring dan tindakan ekstubasi.

Selama operasi berlangsung tidak terjadi hipotensi ataupun kenaikan tekanan darah yang berarti:

Cairan RL yang masuk selama operasi 1000 cc

Perdarahan selama operasi : +/- 250 cc

Operasi berlangsung 60 menit

Urin outpute : 100cc

Perawatan Post operasi :

Beri O2 masker 6 Lpm

Observasi KU dan Vital Sign tiap 15 menit sampai dengan sadar penuh

Sadar penuh, bila mual (-), muntah (-), bising usus (+) coba untuk minum sedikit

sedikit

Alderet score 8 pindah ruangan RR.Pembahasan AnastesiSebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan persiapan pre operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi. Kunjungan terhadap pasien sebelum pasien dibedah harus dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya kelainan diluar kelainan yang akan dioperasi, menentukan jenis operasi yang akan di gunakan, melihat kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya riwayat hipertensi, asma, alergi, atau decompensasi cordis. Selain itu, dengan mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, dokter anestesi bisa menentukan cara anestesi dan pilihan obat yang tepat pada pasien. Kunjungan pre operasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian salah identitas dan salah operasi.

Evaluasi pre operasi meliputi history taking, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi klasifikasi status fisik pasien berdasarkan skala ASA. Status fisik ASA secara umum juga berhubungan dengan tingkat mortalitas perioperatif. Karena underlying disease hanyalah satu dari banyak faktor yang berkontribusi terhadap komplikasi periopertif, maka tidak mengherankan apabila hubungan ini tidak sempurna. Meskipun begitu, klasifikasi status fisik ASA tetap berguna dalam perencanaan manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.

Adapun klasifikasi American Society of Anesthesiologists (ASA) adalah : ASA I :Pasien normal dan sehat fisik dan mental ASA II:Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan

fungsional

ASA III: Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan

keterbatasan fungsi

ASA IV:Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan

menyebabkan ketidakmampuan fungsi

ASA V: Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa

Operasi

ASA VI:`Pasien mati otak yang organ tubuhnyadapat diambil.

Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf

E (misalnya ASA IE atau ASA IIE).

Pasien Ny. W dengan usia 32 tahun dengan G2P1A0usia kehamilan 38 minggu + 4 hari + post date + letak sungsang + BSC menjalani Sectio Caesarea. Dari hasil anamnesis, pada pasien tidak terdapat alergi, asma, hipertensi dan diabetes mellitus sehingga pasien termasuk dalam klasifikasi ASA I, yaitu pasien normal, sehat fisik dan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium semua dalam batas normal. Berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter spesialis anastesi, pada pasien ini akan dilakukan tindakan anastesi umum (general anestesi) dengan metode semi-closed intubation menggunakan pipa endotrakeal nomor 7.0 Pipa endotrakeal (ET) digunakan agar dapat mempertahankan bebasnya jalan napas. Sebelum dilakukan operasi, pasien diminta untuk puasa 6 jam sebelumnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi lambung saat dilakukan operasi. Karena pasien adalah pasien elektif maka pasien harus puasa selama 6 jam.Pemberian anastesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga penderita tertidur. Induksi yang diberikan pada pasien ini adalah ketamin 100 mg. Ketamin mempunyai sifat analgesik yang kuat, akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan kesadaran lingkungan yang salah (anestesia disosiasi). Ketamin meningkatkan aliran darah ke ke otak, konsumsi oksigen ke otak dan tekanan intrakranial, karena itu berbahaya memberikan ketamin pada pasien dengan peningkatan TIK. Tekanan darah akan naik baik sistolik maupun diastolik. Kenaikan rata-rata antar 20-25% dari tekanan darah semula mencapai maksimum beberapa menit setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15 menit kemudian. Denyut jantung juga akan meningkat. Efek ini disebabkan adanya aktivitas saraf simpatis yang meningkat dan depresi baroreseptor. Efek ini dapat dicegah dengan pemberian premedikasi opiat. Aritmia jarang terjadi. Ketamin menyebabkan dilatasi bronkus dan bersifat antagonis terhadap efek konstriksi bronkus oleh histamin. Baik untuk penderita-penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anestesi umum yang masih ringan.

Setelah medapatkan dosis anestesi secara intravena, 10-60 detik kemudian pasien menjadi tidak sadar. Refleks bulumata, korneal dan laringeal agak terdepresi. Tonus otot meningkat, sering terjadi gerakan involunter dan kadang-kadang bersuara, meskipun pasien mengalami amnesia. Dosis ketamin inravena adalah 1-4mg/kg BB dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB. Jika dilihat dari berat badan pasien (60 kg) maka dosis ketamin yang diperlukan pada pasien ini adalah 59-236mg, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian ketamin pada pasien ini sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan. Selain ketamin, pada pasien ini juga diberikan obat muscle relaxant. Dimana muscle relaxantdigunakan untuk menghambat transmisi neuromuskularsehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal kurarin. Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali. Pada pasien ini digunakan obat muscle relaxantberupa Roculax 20 mg. Roculax adalah obat golongan muscle relaxant yang terkomposisi dari recuronium bromide yang merupakan nondepolarisasi aminosteroid. Dosis yang digunakan adalah 0,6-1,2 mg/kgBB. Jika dilihat dari berat badan pasien (60 kg) maka dosis roculax yang diperlukan pada pasien ini adalah 35-70 mg, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian roculax pada pasien ini kurang dari dosisyang seharusnya diberikan.

Untuk maintenance digunakan O2, N2O dan isoflurane. N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai dengan O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesiknya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesia inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestesik lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 = 60% : 40%, 70% : 30%, 50% : 50%, 2 : 1. Pasien menerima O2 dan N2O dengan dosis masing-masing 2 lpm atau rasio 50% :50% sehingga memenuhi kriteria dari pemberian O2 minimal 25% dengan pemberian N2O. Pada akhir anestesi N2O dihentikan dan O2 ditingkatkan hingga 8 lpm.Pasien juga diberi injeksi Asam Traneksamat 500 mg I.V , dan injeksi Fentanyl 200 mg secara drip. Asam trankesamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas. Fentanyl sendiri merupakan analgesik kuat. yang bekerja pada reseptor opiat.Dosis yang dianjurkan adalah 500-1000 mg I.V dengan injeksi lambat.

Pada pasien ini perlu dinilai keseimbangan cairan. Keseimbangan cairan dapat dinilai dari input dan output cairan baik melalui produksi urin ataupun perdarahan dan intake cairan.Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis replacement yang umumnya digunakan. Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan Ringer laktat. Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar 100 mL free water per liter dan cenderung untuk menurunkan natrium serum 130 mEq/L, Ringer laktat umumnya memiliki efek yang paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan merupakan menjadi cairan yang paling fisiologis ketika volume besar diperlukan.Pada pasien, cairan yang masuk adalah 1000 cc dengan perdarahan 250cc dan urin output 100cc. Operasi berlangsung selama 60 menit. Diberikan cairan lewat kanula vena pada tangan kanan berupa cairan kristaloid ( RL ) sebanyak 1000 mL.

Perhitungan cairan yang diberikan pada kasus ini adalah (BB=60 kg), puasa 6 jam, jumlah perdarahan (JP) 250 cc:

Maintenance (M)= 2 cc/kgBB/jam= 2 x 60= 120 cc

Stress Operasi (SO)= 6 cc/kgBB/jam= 6 x 60= 360cc

Pengganti puasa (PP)= M x jam puasa= 120 x 6= 720cc

EBV

= 70 cc/kgBB

= 70 x 60= 4200cc

UBL

= EBV x 20%

= 4200 x 20%= 840 cc

Kebutuhan cairan

M + SO + PP + 3 (JP)= 120 + 360 + 360 + 250 = 1090 cc

Cairan yang masuk: 1000 cc

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dikatakan bahwa pemberian cairan selama proses

operasi masih kurang 100 cc,dapat diberikan pada saat pasien berada di ruang recovery.

Pada pasien dengan general anastesi, setelah masuk ke ruang recovery room sebelum harus dilihat dahulu Aldrette Scorenya, dimana jika Aldrette Score 8 pasien di pindah ke ruangan.Modifikasi Aldrete Score

Kesadaran

Sadar penuh

Bangun bila dipanggil

Tidak ada respon2

1

0

RespirasiNafas dalam, bebas, batuk

Sesak, nafas dangkal atau hambatan

Apnea2

1

0

Sirkulasi (TD dengan preanestesi)Perbedaan 20%

Perbedaan 50%

Perbedaan > 50%

2

1

0

Aktivitas4 ekstremitas

2 ekstremitas

Tidak bergerak2

1

0

Saturasi OksigenSpO2> 92% dalam suhu ruang

Butuh penambahan O2 untuk SpO2> 90%

SpO2< 92% dengan penambahan O22

1

0

Kesimpulan

Langkah-langkah anastesi dan obat-obatan yang digunakan pada kasus ini sudah sesuai dengan yang seharusnya