Manajemen Kasus Obstetri
-
Upload
irfan-adi-kusuma -
Category
Documents
-
view
242 -
download
0
Transcript of Manajemen Kasus Obstetri
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
1/17
Manajemen Kasus Obstetri
Premature Rupture of Membranes (PROM)
Disusun Oleh:
Nama : Syariifuddin Irfan Adi Kusuma
NIM : 08711068
Pembimbing : dr. H. Kukuh Hariyanto, Sp.OG
dr. Sigit Darmadi, Sp.OG
dr. Farida Chasidijah, Sp.OG
PENDIDIKAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD DR. SOEROTO NGAWI
SEPTEMBER 2013
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
2/17
BAB I
LAPORAN KASUSI. Identitas Pasien
Nama (Inisial) : S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gondang 03/02, Rejomulyo, Ngawi.
Status : MenikahNomor Register : 138278
Tanggal Pemeriksaan : 27 September 2013 (Pukul 09.15 WIB)
II. AnamnesisKeluhan Utama
Keluar cairan jernih dari vagina
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk rumah sakit rujukan bidan dengan diagnosis G2P0A1
33/34 minggu KPP.
Pasien mengeluhkan keluar air melalui vagina sejak pukul 02.00 (27-09-
2013). Keluhan tersebut tiba-tiba muncul ketika pasien sedang
beristirahat. Air yang keluar dari vagina berwarna jernih. Air tersebut
terus-menerus merembes keluar dari vagina. Pasien menyangkal keluhan
kenceng-kenceng pada perut. Keluhan keluar lendir darah yang keluar
dari vagina disangkal. Gerakan janin dirasakan sering, tidak berkurang
atau melemah. Keluhan demam disangkal.
Riwayat Menstruasi:
Menarche: kurang lebih usia 14 tahun Siklus menstruasi: 29 hari Lama menstruasi: 3-4 hari HPHT: 05-02-2013 HPL: 12-11-2013
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
3/17
Riwayat Perkawinan: Menikah satu kali selama kurang lebih 3 tahun
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
I. Usia kehamilan 2 bulan/ Abortus/ Kuretage tahun 2011II. Kehamilan ini
Riwayat Antenatal Care (ANC):
ANC di bidan 6 kali, tidak didapatkan kelainan. Belum pernah ANC di Sp.OG dan belum pernah melakukan
pemeriksaan USG
Riwayat Penggunaan Kontrasepsi:
Belum pernah menggunakan alat kontrasepsiRiwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal Riwayat penyakit gula disangkal Riwayat alergi dan asma disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal
III. Pemeriksaan FisikKeadaan Umum: Baik
Kesadaran: Compos Mentis, GCS: E4 V5 M6
Tanda Vital:
Tekanan Darah: 120/70 mmHg Nadi : 80 kali per menit regular, kuat Respirasi : 20 kali per menit regular Suhu : 36,8 celcius
Berat Badan: 63 kg
Tinggi Badan: 158 cm
Kepala: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak nampak
sianotik.
Leher: tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tekanan vena
jugular normal, kelenjar tiroid tidak nampak membesar.
Thorax:
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
4/17
Cor: S1-S2 regular, tidak terdengar bunyi jantung S3, S4,maupun murmur
Pulmo: Sonor pada seluruh lapang paru, vesikular pada seluruhlapang paru, tidak terdengar ronki maupun wheezing.
Ekstremitas: tidak terdapat edema, CRT 2 detik
STATUS OBSTETRIK
Inspeksi:
Perut membuncit membujur dengan striae gravidarum Tidak nampak bundle ring Tidak nampak luka bekas operasi Caesar
Palpasi:
Tinggi Fundus Uteri: 26 cm Pemeriksaan Leopold
I.Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)II.Teraba bagian keras panjang (kesan punggung) bagian kanan
dan bagian kecil di sebelah kiri
III.Teraba bagian bulat keras (kesan kepala)IV.Bagian terbawah janin belum masuk panggul.
Osborn tes negatif HIS negatif
Auskultasi:
Denyut jantung janin 12-12-11 (154 kali per menit) Punctum maksimum pada abdomen bagian bawah kanan
Pemeriksaan dalam (Vaginal Toucher):
Pembukaan serviks 1 cm Effacement kurang dari 25 % Posisi porsio medial Ketuban tidak teraba Bagian terbawah janin masih tinggi, presentasi dan denominator
sulit dievaluasi
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
5/17
Pemeriksaan kertas lakmus positif (membiru)Ukuran Panggul Dalam
Promontorium sacrum tidak teraba Spina ischiadica: tidak menonjol Lengkung sacrum: cukup Kesan panggul tidak sempit
Pemeriksaan spekulum steril idak dilakukan
IV. Pemeriksaan PenunjangLaboratorium:
Leukosit: 8,7 Hemoglobin: 12,3 Trombosit: 220
V. Rencana Pemeriksaan Penunjang1) Pemeriksaan USG guna evaluasi usia gestasi, posisi janin, letak
plasenta, taksiran berat janin dan Amnion Fluid Indeks (AFI)
2) Non Stress Test (NST) guna evaluasi kondisi janinVI. Diagnosis
G2P0A1 33 minggu 6 hari tunggal hidup intrauterine + Letak Kepala +
Ketuban Pecah Prematur + Riwayat Obstetri Jelek + Taksiran berat janin
2015 gram
VII. Penatalaksanaan Bed rest Dexamethasone 2 x 16 mg intravena selang 24 jam Cefotaxim 3 x 1 gram intravena Monitoring suhu rektal setiap 3 jam Monitoring keluhan, tanda vital, HIS, DJJ
VIII.PrognosisDubia et bonam
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
6/17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAI. Definisi
Selaput amnion atau selaput ketuban merupakan jaringan avaskular
yang menyelubungi cairan amnion. Selaput ini bersifat lentur namun kuat.
Bagian dalam dari selaput yang berhubungan langsung dengan cairan
amnion merupakan jaringan sel kuboid yang berasal dari ektoderm.
Lapisan ini memiliki mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan
metabolik. Lapisan selaput amnion bagian dalam juga berfungsi untukmenghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1. Bagian luar dari
selaput amnion merupakan jaringan mesenkim yang berasal dari
mesoderm. Lapisan ini berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput
menjadi lentur dan kuat. Selain itu, lapisan ini juga menghasilkan sitokin
IL-6 (interleukin-6), IL-8, dan MCP-1 (monosit chemoattractant protein-
1). Zat ini berfungsi untuk melawan bakteri. Lapisan ini juga berperan
dalam mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh darah lokal dengan
menghasilkan zat vasoaktif seperti endotelin-1 dan PHRP (parathyroid
hormone related protein).
Gambar 1. Lapisan Selaput Amnion (disadur dariwww.nature.com)
http://www.nature.com/http://www.nature.com/http://www.nature.com/http://www.nature.com/ -
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
7/17
Ketuban pecah prematur atau premature rupture of membranes
(PROM) merupakan rupturnya selaput amnion yang terjadi sebelum
adanya tanda-tanda persalinan. Apabila selaput ketuban ruptur sebelum
usia kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah prematur preterm
ataupreterm premature rupture of membranes (PPROM). Istilah ketuban
pecah prematur memanjang mengacu pada ketuban pecah prematur yang
bertahan 24 jam atau lebih sampai onset persalinan.
II. EpidemiologiKejadian ketuban pecah prematur berkisar antara 3% sampai 18%
dari seluruh kehamilan. Variasi yang luas ini disebabkan oleh adanya
perbedaan definisi (dengan atau tanpa fase laten) dan variasi insiden yang
berbeda pada populasi yang berbeda. Sekitar 5-10% dari kehamilan aterm
mengalami ketuban pecah prematur. Hampir 30-40% persalinan preterm
disebabkan oleh ketuban pecah prematur. Sedangkan prevalensi ketuban
pecah prematur preterm adalah sekitar 2% dari seluruh kehamilan, dan
25% dari seluruh kasus ketuban pecah prematur. Hal ini juga berkaitan
dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu ataupun janin.
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus
ketuban pecah prematur, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-
7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas,
dimana 80% kasus ketuban pecah prematur preterm akan bersalin dalam
waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun
bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15%
pada ketuban pecah prematur memanjang, 15-25% pada ketuban pecah
prematur preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah prematur < 24
minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4%
pada ketuban pecah prematur memanjang.
III. Faktor PredisposisiMembran amnion yang normal sangat kuat pada awal kehamilan.
Adanya peregangan membran akibat pertumbuhan fetus, munculnya
kontraksi uterus dan gerakan janin, memegang peranan dalam
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
8/17
melemahnya membran amnion. Ketuban pecah prematur pada kehamilan
aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm
melemahnya membran merupakan proses yang patologis. Ketuban pecah
prematur sebelum kehamilan aterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah prematur adalah:
1) InfeksiAdanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah
cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila
terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis,
endometritis, dan infeksi neonatus akan meningkat 10 kali.
2) Defisiensi Vitamin CVitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan
mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C
dalam darah ibu.
3) Faktor Selaput KetubanPecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang
berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam
kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu
sendiri. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.
4) Faktor Usia dan ParitasParitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
ketuban pecah prematur, karena makin tinggi paritas ibu akan makin
mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks
akibat persalinan sebelumnya.
IV. PatogenesisPecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
9/17
yang berulang. Dalam sebuah penelitian didapatkan bahwa daya regang
selaput ketuban yang diperiksa setelah persalinan normal lebih rendah
jika dibandingkan dengan selaput dari seksio sesarea tanpa tanda inpartu.
Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan
degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.
1) InfeksiInfeksi dapat menyebabkan ketuban pecah prematur melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi
inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostalglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan
tumor nekrosis faktor yang diproduksi oleh monosit akan
meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion.
2) HormonProgesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah
dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon
relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini
mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan
MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat
sebelum sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm.
Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput
ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
10/17
3) Kematian Sel TerprogramPada ketuban pecah prematur aterm ditemukan sel-sel yang
mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion
terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis
telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang
menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi
matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis
merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.
4) Peregangan Selaput KetubanOverdistensi uterus seperti pada polihidramnion dan kehamilan
multipel dapat meningkatkan risiko ketuban pecah prematur.
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di
selaput ketuban seperti prostalglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu
peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran.
Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan
proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
11/17
Gambar 2. Diagram Skematik Patogenesis PROM
V. DiagnosisPasien dengan ketuban pecah prematur umumnya datang dengan
keluhan keluarnya cairan dalam jumlah cukup banyak secara mendadak
dari vagina. Mungkin juga pasien merasakan cairan yang merembes
terus-menerus atau kesan basah pada vagina atau perineum. Pemeriksaan
yang terbaik untuk membantu menegakkan diagnosis adalah melaluiobservasi langsung keluarnya cairan amnion dari lubang vagina dengan
pemeriksaan inspekulo.
Pemeriksaan spekulum juga penting untuk mengevaluasi adanya
dilatasi dan penipisan serviks. Ketika telah diduga terjadi ketuban pecah
prematur maka sebaiknya pemeriksaan serviks digital (vaginal touche)
dihindari karena pemeriksaan tersebut telah terbukti meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Pemeriksaan serviks digital juga terbukti
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
12/17
menyebabkan penurunan rata-rata sembilan hari periode
laten. Memperpendek periode laten dapat menyebabkan peningkatan
morbiditas infeksi dan sekuel persalinan prematur.
Cairan yang menggenang pada forniks posterior, atau cairan yang
keluar dari ostium serviks saat pasien batuk atau ketika fundus uteri
ditekan merupakan tanda adanya ketuban yang sudah pecah. Metode
diagnostik menggunakan kertas nitrazine (lakmus) dan tes ferning
memiliki sensitivitas mendekati 90 persen. Vagina normal memiliki pH
antara 4,5 - 6,0 sedangkan cairan ketuban bersifat lebih alkalis dengan pH
7,1 sampai 7,3. Kertas Nitrazine akan berwarna biru ketika pH di atas 6,0,
namun, adanya zat kontaminasi (misalnya, darah, air mani, atau antiseptik
basa) juga dapat menyebabkan kertas nitrazine membiru, sehingga
memberikan hasil positif palsu. Vaginosis bakteri dapat menghasilkan
hasil yang serupa. Selain pemeriksaan nitrazine dapat pula dilakukan tes
ferning. Metode diagnostik ini dilakukan dengan menganalisa cairan pada
forniks posterior yang telah dikering pada slide, kemudian diperiksa
bawah mikroskop. Gambaran mikroskopis cairan ketuban adalah seperti
daun pakis (fernpattern).
Gambar 3. Gambaran Mikroskopis Cairan Ketuban
Pada kasus-kasus yang tidak biasa dimana dari riwayat penyakit
pasien menunjukkan gejala ketuban pecah prematur, tetapi temuan
pemeriksaan fisik gagal untuk mengkonfirmasi diagnosis, ultrasonografi
(USG) dapat membantu. Bahkan ketika USG tidak diperlukan untuk
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
13/17
mengkonfirmasi diagnosis, USG sangat bermanfaat untuk membantu
menentukan posisi janin, letak plasenta, perkiraan berat janin dan ada
atau tidaknya anomali pada janin.
VI. Penatalaksanaan
Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan PROM
(American Congress of Obstetricians and Gynecologists)
Kortikosteroid
Kortikosteroid menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal
setelah ketuban pecah prematur preterm. Sebuah meta-analisis terbaru
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
14/17
menemukan bahwa pemberian kortikosteroid pada ketuban pecah
prematur preterm, dibandingkan dengan tidak memberikan kortikosteroid,
mengurangi risiko sindrom distres pernapasan (20 vs 35,4 persen),
perdarahan intraventrikular (7,5 vs 15,9 persen), dan necrotizing
enterocolitis (0,8 vs 4,6 persen) tanpa meningkatkan risiko infeksi ibu
atau bayi baru lahir. Regimen yang paling banyak digunakan dan
direkomendasikan meliputi betametason intramuskular (Celestone) 12 mg
setiap 24 jam selama dua hari, atau deksametason intramuskular
(Decadron) 6 mg setiap 12 jam selama dua hari. Pemberian kortikosteroid
setelah usia kehamilan 34 minggu tidak dianjurkan kecuali ada bukti
imaturitas paru janin dengan amniosentesis. Pemberian melebihi dosis
regimen tersebut tidak dianjurkan karena penelitian telah menunjukkan
bahwa pemberian kortikosteroid yang berlebih dapat mengakibatkan
penurunan berat badan bayi lahir, lingkar kepala, dan panjang tubuh.
Antibiotik
Pemberian antibiotik untuk pasien dengan ketuban pecah prematur
dapat mengurangi infeksi neonatal dan memperpanjang periode
laten. Sebuah meta analisis menunjukkan bahwa pasien yang menerima
antibiotik setelah ketuban pecah prematur, dibandingkan dengan mereka
yang tidak menerima antibiotik mengalami penurunan endometritis
postpartum, korioamnionitis, sepsis neonatorum, pneumonia neonatal,
dan perdarahan intra-ventrikular. Meta analisis lain menemukan
penurunan perdarahan intra-ventrikular dan sepsis pada
neonatus. Terdapat sejumlah regimen antibiotik yang dianjurkan untuk
digunakan setelah ketuban pecah prematur. Regimen yang dianjurkan
oleh American Congress of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
adalah kombinasi 2 gram ampisilin dan 250 mg eritromisin intravena
setiap enam jam selama 48 jam, diikuti dengan 250 mg amoksisilin dan
333 mg eritromisin setiap delapan jam selama lima hari. Wanita yang
diberikan kombinasi ini lebih cenderung untuk tetap hamil selama tiga
minggu meskipun penghentian antibiotik setelah tujuh hari.
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
15/17
VII.KomplikasiKetuban pecah prematur dapat menimbulkan komplikasi yang
bervariasi sesuai dengan usia kehamilan. Kurangnya pemahaman
terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab
terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya. Beberapa komplikasi
yang berhubungan dengan ketuban pecah prematur antara lain:
1) InfeksiRisiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Infeksi pada ibu
dapat berupa ascending infection yang insidennya sekitar 30% dan
korioamnionitis. Insiden korioamnionitis bervariasi sesuai dengan
populasi. Insidensinya 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada
ketuban pecah prematur memanjang, 15-25% pada ketuban pecah
prematur preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah prematur
dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonates adalah 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada ketuban pecah
prmatur memanjang.
2) Persalinan pretermPada kehamilan aterm 90% kasus akan bersalin dalam 24 jam.
Sedangkan pada ketuban pecah prematur dengan usia kehamilan 28-
34 minggu, 50% melahirkan dalam 24 jam, 80-90% dalam waktu
seminggu. Sebelum 26 minggu, 50% akan melahirkan dalam waktu
seminggu.
3) Hipoksia dan atau asfiksia sekunder akibat penekanan tali pusat danatau solusio plasenta.
4) Peningkatan persalinan perabdominal dengan Apgar skor lima menitpertama yang rendah.
5) Oligohidramnion, menyebabkan hipoplasia paru pada neonatus.6) Peningkatan insiden retensio plasenta, dan kejadian perdarahan
postpartum primer ataupun sekunder.
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
16/17
7) Pecahnya vasa previa dapat menyebabkan kematian janin antara 33-100%
-
7/27/2019 Manajemen Kasus Obstetri
17/17
Daftar Pustaka
Allahyar., Jazayeri., Smith, C., 2013. Premature Rupture of Membranes.http://www.emedicine.medscape.com.
Armstrong, C., 2008. ACOG Guidelines on Premature Rupture of Membranes.
American Family Physician 77(2):245-246.
Cunningham G.F., et al. 2010. Williams Obstetrics. 23rd ed. USA : McGraw-Hill
Company.
Medina., Tanya. M., dan Hill. D., 2006. Preterm Premature Rupture of
Membranes: Diagnosis and Management. American Family Physician 73:
659-664.
Saifuddin, A.B., 2011. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.
Xavier. M., et al. 2008. Guideline for The Use of Antenatal Corticosteroids For
Fetal Maturation. Journal of Perinatology Medicine 36: 191-196.
http://www.emedicine.medscape.com/http://www.emedicine.medscape.com/