Malaria Serebral
-
Upload
nadya-febriama-nakhruddin -
Category
Documents
-
view
81 -
download
0
description
Transcript of Malaria Serebral
MALARIA CEREBRAL
I. PENDAHULUAN
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria
berat yang menurut WHO di definisikan sebagai infeksi Plasmodium
falciparum dengan satu atau lebih komplikasi. Salah satu komplikasinya adalah
malaria serebral.(1)
Malaria serebral merupakan salah satu komplikasi malaria terberat,
berlangsung progresif, serta dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditangani
secara tepat dan cepat. Pada kebanyakan kasus, komplikasi ini disebabkan oleh
Plasmodium falciparum dan sangat jarang oleh Plasmodium vivax atau
Plasmodium malariae.(9)Meskipun malaria merupakan penyakit infeksi parasit
yang paling sering terjadi di dunia, namun keterlibatan serebral jarang terjadi.
Pada malaria, Plasmodium falciparum dapat sampai ke sistem saraf pusat
dengan cara menginfeksi sel darah merah kemudian menyebabkan oklusi pada
kapiler serebral. Gejala neurologis muncul beberapa minggu setelah infeksi.(3)
Penyakit ini ditandai dengan koma yang tidak bisa dibangunkan (GCS dibawah
7). Pada kasus yang lebih ringan dapat terjadi gangguan kesadaran seperti apati,
somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku.(1) Pada tahap stadium akut,
malaria serebral dapat menyebabkan kejang dan jarang gejala abnormalitas
neurologi fokal.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan Plasmodium falciparum di
sel darah merah pada apusan darah tepi. Pada CSF mungkin memperlihatkan
peningkatan tekanan, xantochromia, pleositisis mononuklear dan peningkatan
kadar protein.(3)
1
II. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2002, terdapat 515 juta kasus malaria di dunia; 25% di Asia
Tenggara dan 70% di Afrika, terbanyak di sub-Sahara Afrika. Pada sebagian besar
negara berkembang, malaria biasanya terjadi pada imigran atau orang yang baru
bepergian ke daerah endemik. Di Sub-sahara Afrika, kasus ini paling sering di
temukan pada anak-anak. Malaria ditemukan sekitar 40% pada anak dan 10%
diantaranya menderita malaria serebral. Jumlah kasus yang ditemukan sekitar 1,12
kasus/1000 anak per tahun dengan angka kematian 18,6%. Malaria yang
disebabkan Plasmodium falciparum dapat menimbulkan komplikasi seperti
anemia berat, asidosis atau hipoglikemi dan komplikasi yang lebih berat.(4)
Malaria berat yang terjadi pada area endemik malaria tergantung umur dan
tingkat penularan. Pada daerah dengan tingkat penularan tinggi, infeksi dan
manifestasi klinis jarang ditemukan pada anak hingga umur 6 bulan. Gejala yang
ditimbulkan ringan karena masih adanya imunitas pasif dari antibodi ibu. Pada
daerah ini, masalah utama akibat penyakit ini pada anak pada 2 tahun pertama
kehidupan. Pada usia diatas 4 tahun, gejala klinis jarang ditemukan dan bersifat
ringan. Pada area tingkat penularan sedikit, puncak insiden malaria berat terjadi
pada usia yang lebih tua. Anemia berat terjadi pada anak dibawah 2 tahun dan
puncak terjadinya malaria cerebral terjadi setelahnya. penyebab perbedaan
yang berkaitan dengan usia tidak jelas. Infeksi berulang selama beberapa tahun
memberikan perlindungan terhadap penyakit. Kekebalan parsial berkembang
tetapi menurun dengan tidak adanya paparan terus-menerus.(4)
2
III. ETIOLOGI
Penyebab malaria cerebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler
di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah.(9)
Penyebab infeksi malaria ialah Plasmodium yang pada manusia
menginfeksi eritrosit dan mengalami perkembangan aseksual di hati dan eritrosit.
Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk anopheles betina. Plasmodium
yang sering dijumpai adalah Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium malariae, Plasmodium ovale.(1)
Siklus hidup parasit malaria
Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama,
yaitu terdiri dari siklus seksual yang berlangsung pada nyamuk Anopheles dan
siklus aseksual yang berlangsung pada manusia.
1. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk
Siklus seksual terjadi dalam tubuh nyamuk Anopheles betina dan dimulai
ketika nyamuk menghisap darah yang mengandung makrogametosit dan
mikrogametosit. Mikrogametosit mengalami proses pematangan yang disebut
eksflagelasi dimana dalam waktu sepuluh sampai dua belas menit satu
mikrogametosit berubah menjadi 2-8 bentukan memanjang yang menyerupai
cambuk atau flagella. Makrogametosit berubah menjadi makrogamet setelah
melepaskan sebutir kromatin. Beberapa saat kemudian terjadilah proses
pembuahan di dalam usus nyamuk, yaitu salah satu dari 8 mikrogamet menyatu
dengan makrogamet, dan terbentuklah zigot. Untuk terjadinya fertilisasi atau
pembuahan di dalam tubuh nyamuk, diperlukan persyaratan bahwa konsentrasi
gametosit dalam darah minimal 12 gametosit/mm³, dan makrogametosit yang
terhisap oleh nyamuk harus lebih banyak daripada mikrogametosit. Setelah
fertilisasi dalam beberapa jam bentuk zigot berubah menjadi stadium berbentuk
lonjong yang disebut ookinet. Ookinet dapat bergerak menembus dinding
lambung nyamuk dan masuk di antara sel-sel epitel dinding lambung, di bawah
selaput dinding luar lambung dan membentuk ookista. Ookista berbentuk bulat
3
seperti kantong dan di dalamnya berisi banyak sel yang terus menerus
mengadakan pembelahan inti diikuti oleh sitoplasmanya hingga berjumlah ribuan.
Setelah 2-3 minggu sel-sel yang berjumlah ribuan tersebut berubah menjadi
sporozoit. Apabila sudah matang, ookista yang berisi puluhan ribu sporozoit
tersebut pecah dan keluarlah sporozoit-sporozoit ke dalam cairan rongga tubuh
nyamuk, dan terkumpul dalam kelenjar ludah nyamuk, dan siap untuk ditularkan
kembali ke tubuh manusia pada saat nyamuk menggigit.
Jangka waktu terjadinya siklus seksual di dalam tubuh nyamuk ini dikenal
dengan masa inkubasi eksternal. Lama berlangsungnya periode ini bervariasi,
tergantung pada suhu, yaitu 8-10 hari pada suhu 28ºC, 16 hari pada suhu 20ºC.
Siklus ini tidak dapat berlangsung sempurna bila suhu lingkungan kurang dari
15ºC.
2. Siklus Aseksual dalam tubuh manusia
Pada saat menghisap darah, nyamuk mengeluarkan sporozoit yang
kemudian akan memasuki aliran darah. Setelah hampir 1 jam, sporozoit
menghilang dari sirkulasi dan memasuki sel parenkim hepar. Di dalam hepar ini
terjadi fase exoeritrositik schizogony. Di dalam hepatosit, sporozoit berkembang
menjadi trofozoit. Dalam waktu 1-2 minggu, trofozoit membelah diri beberapa
kali yang diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Proses ini menghasilkan beribu-
ribu merozoit. Selanjutnya hepatosit pecah, merozoit akan keluar memasuki
sirkulasi darah. Pada siklus exoeritrositik di atas, hanya terjadi satu generasi
skizogoni, kecuali pada infeksi Plasmodium vivax danPlasmodium ovale,
sebagian sporozoit dalam hepatosit tetap berada dalam stadium istirahat
(dormant), yang disebut hipnozoit. Betuk hipnozoit ini yang bertanggungjawab
terhadap terjadinya relaps karena bentuk ini dapat bertahan selama beberapa
bulan sebelum membelah diri menjadi skizon hati,yang kemudian merozoitnya
masuk aliran darah. Diantara merozoit yang masuk aliran darah sebagian
memasuki eritrosit untuk memulai siklus eritrositik (erythrocytic schizogony). Di
dalam eritrosit, merozoit berkembang menjadi trofozoit muda. Stadium ini
memanfaatkan sebagian dari sitoplasma eritrosit (hemoglobin) untuk
4
metabolisme, sehingga pada trofozoit yang sudah tua terlihat adanya pigmen
dalam eritrosit. Trofozoit kemudian membelah, dimulai dari inti dan diikuti oleh
sitoplasmanya, dan berkembang dalam eritrosit, lalu berubah menjadi skizon,
suatu stadium yang berinti banyak sebagai hasil perkembangan dan pembelahan
inti trofozoit. Selanjutnya eritrosit yang mengandung skizon matang pecah, dan
keluarlah merozoit-merozoit bersel tunggal ke dalam aliran darah, lalu memasuki
eritrosit baru dan mengulangi siklus eritrositik. Sebagian merozoit ada yang
berkembang menjadi gametosit jantan (mikrogametosit) dan gametosit betina
(makrogametosit). Gametosit ini merupakan bentuk infektif bagi vektor (nyamuk).
Pada infeksi P. vivax, bentuk ini timbul 2 – 3 hari setelah terjadinya parasitemia,
sedangkan pada P. falciparum setelah 8 hari dan pada P. malariae setelah
beberapa bulan kemudian. Apabila darah manusia terhisap oleh nyamuk, maka
semua bentuk yang ada dalam eritrosit ikut masuk ke lambung nyamuk, namun
hanya stadium gametosit saja yang mampu melangsungkan kehidupannya,
sedangkan stadium yang lain yaitu skizon dan trofozoit akan mati. Jangka waktu
mulai masuknya sporozoit (gigitan nyamuk) sampai nampaknya parasit dalam
darah perifer disebut masa inkubasi internal.
Meskipun siklus hidup dari keempat spesies tersebut pada dasarnya sama,
tetapi terdapat beberapa perbedaan morfologis yang penting dalam diagnosis
klinis.(5)
5
IV. PATOFISIOLOGI
Patogenesis malaria serebral sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya malaria serebral antara
lain edema otak, peninggian tekanan intrakranial, hipoksia serebri obstruksi
mikrovaskuler, dan sequestration. Sel-sel darah merah yang mengandung parasit,
alirannya menjadi lambat dalam mikrosirkulasi otak karena deformabilitas
eritrosit dan adanya perlengketan eritrosit pada endotel kapiler. Kedua keadaan ini
dapat menyebabkan hipoksia serebri. Selain itu pada pemeriksaan postmortem,
didapatkan kapiler-kapiler penuh dengan sel-sel darah merah yang mengandung
parasit malaria, petekie, dan makrofag berisi pigmen malaria.(6)
Pada malaria falciparum, semua sel darah merah di berbagai tingkat
terinfeksi, ditambah dengan adanya pembentukan sticky knobs (tonjolan) pada
permukaan sel yang disebabnya oleh Pf Erythrocyte Membrane Protein 1
(PEMP1). Sel darah merah yang terinfeksi ini akan terikat pada sel endotel pada
venula post capilary atau disebut sitoaderens. Sel darah merah dan sel endotel ini
akan membentuk rosettes dengan sel yang tidak terinfeksi. Selain itu juga eritrosit
terinfeksi ini dapat menyebabkan agregasi dengan trombosit (clumping). Proses
Knobs-cytoadherence-rosetting dan clumping ini menghasilkan sekuestrasi parasit
pada jaringan yang lebih dalam, jauh dari pembersihan limpa dan membantu
parasit untuk berkembang biak dengan aman. Selain itu akan menghambat
mikrosirkulasi yang menyebabkan hipoksia, asidosis laktat dan kerusakan organ.(8)
V. MANIFESTASI KLINIS
Malaria secara klinis ditandai dengan serangan demam paroksismal dan
periodik, disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan
komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acutetubular
necrosis, dan malaria cerebral.
Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang
berbeda bentuk demamnya, yaitu :
6
1) Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria tertiana disebabkan
serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.
2) Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal juga sebagai Malaria Quartana
karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3) Plasmodium ovale, secara klinis dikenal juga sebagai Malaria Ovale dengan
pola demam tidak khas setiap 2-1 hari sekali.
4) Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau
Malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3
hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis
plasmodium lainnya.
Malaria cerebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium
falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang
yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak
secepatnya ditangani.
Gambaran klinis pada malaria cerebral ditandai dengan:
1) Fase Prodormal: Penderita mengeluh sakit pinggang, mialgia, demam yang
hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, dan sakit kepala
2) Fase akut: gejala yang timbul menjadi bertambah berat dengan timbulnya
komplikasi seperti sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk
berdarah, gangguan kesadaran, pingsan, kejang, hemiplegi dan dapat berakhir
dengan kematian. Pada fase akut ini dalam pemeriksaan fisik akan ditemukan
cornea mata divergen, anemia, ikterik, purpura, akan tetapi tidak ditemukan
adanya tanda rangsang meningeal.(9)
Gejala klinis yang terjadi pada malaria cerebral bebeda antara anak-anak dan
dewasa.(4)
7
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
a. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan sediaan apus darah tebal dan darah tipis dapat ditemukan parasit
Plasmodium. Pemeriksaan ini dapat menghitung jumlah parasit dan identifikasi
jenis parasit. Bila hasil negatif diulang 6-12 jam.(1)
b. SQBC (semi quantitative buffy coat)
Prinsip tes fluoresensi: yaitu adanya protein Plasmodium yang dapat mengikat
acridine orange yang akan mengidentifikasi eritrosit yang terinfeksi Plasmodium.
c. Rapid Manual Test
Tes ini mendeteksi antigen Plasmodium falciparum dengan menggunakan
dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit. Sensitifitasnya 73,3% dan
spesifitasnya 82,5%.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk
mendeteksi DNA spesifik parasit Plasmodium dalam darah. Metode ini sangat
efektif untuk mendeteksi parasit walaupun tingkat parasitemianya rendah.(1)
8
VII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Malaria Berat secara garis besar terdiri atas tiga komponen :
1. Pengobatan suportif (perawatan umum dan pengobatan simtomatis)
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa.
Karena pada malaria terjadi gangguan hidrasi, maka sangat penting
mengatasi keadaan hipovolemi ini. Selain cairan perlu diperhatikan
oksigenisasi dengan memperlihatkan tekanan O2, lancarkan saluran nafas
dan kalau perlu dengan ventilasi bantu.
Bila suhu 40oC (hipertermia ): a) kompres dingin intensif, b) pemberian
antipiretik untuk mencegah hipertermia, parasetamol 15mg/kgBB/kali
diberikan setiap 4 jam.
Bila anemia diberikan transfusi darah, yaitu bila Hb<5g/dl atau hematokrit
<15%. Pada keadaan asidosis perbaikan anemi merupakan tindakan yang
utama sebelum pemberian koreksi bikarbonat.
Kejang diberi diazepam 10-20mg intravena diberikan secara perlahan,
phenobarbital 100mg um/kali (dewasa) di berikan 2 kali sehari
2. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria
Artemisin
Golongan artemisin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria
berat mengingat keberhasilan selama ini dan mulai didapatkannya kasus-kasus
malaria oleh Plasmodium falciparum yang resisten terhadap maupun kuinin.
Golongan artemisin yang di pakai untuk pengobatan malaria berat antara lain:
Artemeter di berikan dengan dosis 3,2 mg/kgbb/hari im pada hari
pertama, kemudian dilanjutkan dengan 1,6mg/kgbb/hari (biasanya diberikan
dengan dosis 160mg dianjurkan dengan dosis 80mg) sampai 4 hari (penderita
dapat minum obat),kemudian dilanjutkan dengan obat kombinasi peroral.
Artesunate diberikan dengan dosis 2,4mg/bb/hari iv pada waktu masuk
(time = 0),kemudian pada jam ke 12 dan jam ke 24, selanjutnya tiap hari
9
sekali sampai penderita dapat minum obat dilanjutkan dengan obat oral
kombinasi.
Kuinin HCL 25% 500mg(dihitung BB rata-rata 50kg) di larutkan
dalam 500cc dekstrose 5% atau dextrose dalam larutan salin diberikan slama 8
jam, atau pemberian infus pada cairan tersebut diberikan selama 4 jam
kemudian diulang dengan cairan yang sama terus menerus sampai penderita
dapat minum obat dan dilanjutkan dengan pemberian Kuinin peroral dengan
dosis 3 kali sehari 10mg/kgBB/ (3x600mg)dengan total pemberian kuinin
keseluruhannya selama 7 hari. Dosis loading ini tidak di anjurkan pada
penderita yang telah mendapatkan pengobatan kuinin atau meflokuin dalam 24
Jam sebelumnya, penderita usia lanjut atau penderita dengan Q-Tc
interval/aritmia pada EKG.
Klorokuin
Klorokuin kini jarang digunakan untuk malaria berat karena banyak yang
telah resisten. Klorokuin diberikan bila masih sensitif atau pada kasus demam
dengan kencing hitam atau pada penderita yang hipersensitif terhadap kina.
Klorokuin dapat diberikan dengan:
o Dosis loading 10 mg/kgbb dilarutkan dalam 500 ml NaCl 0,9% diberikan
dalam 8 jam kemudian dilanjut dengan dosis 5 mg/kgbb per infus selama 8
jam dan sebanyak 3 kali (dosis total 25 mg/kgbb selama 32 jam).
o Bila secara intravena tidak memungkinkan, dapat diberikan secara
intramuskuler atau subkutan dengan cara: 3,5 mg/kgbb klorokuin basa
dengan interval setiap 6 jam, atau 2,5 mg/kgbb klorokuin basa dengan
interval setiap 4 jam
Transfusi Pengganti
Tindakan ini menurunkan dengan cepat tingkat parasitemia. Tindakan ini
berguna untuk mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan toksin
10
hasil parasit dan metabolismenya (sitokin dan radikal bebas) serta
memperbaiki anemia. Indikasi transfusi tukar:
o Parasitemia >30% tanpa komplikasi berat
o Parasitemia >10% disertai komplikasi berat (malaria serebral, gagal ginjal
akut, edema paru/ARDS, ikterik (bilirubin >25 mg/dl) dan anemia berat.
o Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan selama 12-24 jam pemberian
kemoterapi anti malaria yang optimal, atau didapatkan skizon matang
dalam sediaan darah perifer.
3. Pengobatan komplikasi
Gagal ginjal akut.
Hemodialisis atau hemofiltrasi dilakukan sesuai dengan indikasi
umumnya. Dialisis dini akan memperbaiki prognosis.
Hipoglikemia (gula darah <50mg/dl)
Pada penderita dilakukan pemeriksaan darah tiap 4-6 jam. Bila terjadi
hipoglikemi, berikan suntik 50 ml dextrosa 40%i.v, dilanjutkan dengan infus
dextrosa 10% dan gula darah tetap dipantau tiap 4-6 jam. Monitor gula darah
juga dilakukan pada penderita dengan pengobattankuinin/kuinidin.
Posisikan pasien pada posisi setengah duduk 45o, berikan oksigen, berikan
diuretik, hentikan pemberian cairan intravena, lakukan intubasi, berikan
tekanan akhir ekspirasi positif atau tekanan udara positif kontinu hipoksemia
mengancam jiwa.
Koma
Jaga jalan nafas, singkirkan penyebab lain dari koma (hipoglikemi,
meningitis bakteri), hindari pemakaian kortikosteroid, heparin dan adrenalin.
Syok
Suspek septikemia, pemeriksaan kultur darah, antimikroba parenteral, atasi
gangguan hemodinamik.
11
VIII. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Demam Tifoid; mempunyai banyak persamaan dengan gejala-gejalanya.
Masih bisa dibedakan dengan adanya gejala stomatitis dengan lidah tifoid
yang khas, batuk-batuk, meterorismus, dan bradikardi relatif yang kadang-
kadang ditemukan pada demam tifoid. Kultur darah untuk salmonella pada
minggu pertama kadang-kadang bisa membantu diagnosis. Widal bisa positif
mulai minggu kedua, dianjurkan pemeriksaan berulang pada titer yang masih
rendah untuk membantu diagnosis. Kemungkinan adanya infeksi ganda antara
malaria dan demam tifoid kadang-kadang kita temukan juga.
2. Septikemia; perlu dicari sumber infeksi dari sistem pernapasan, saluran
kencing, dan genitalia, saluran makanan dan otak.
3. Ensefalitis dan atau meningitis; dapat disebabkan oleh bakteri spesifik
maupun oleh virus. Kelainan dalam pemeriksaan cairan lumbal akan
membantu diagnosis.
4. Dengue Hemoragik Fever/ DSS; pola panas yang berbentuk pelana disertai
syok dan tanda-tanda perdarahan yang khas akan membantu diagnosis
walaupun trombositopenia dapat juga terjadi pada malaria falcifarum namun
jarang sekali memberikan gejala perdarahan. Hematokrit akan membantu
diagnosis.
5. Abses hati amubik; hepatomegali yang sangat nyeri dan jarang sekali disertai
ikterus dan kenaikan enzim SGOT dan SGPT akan membantu diagnosis.
Fosfatase alkalis dan gamma GT kadang-kadang akan meningkat. USG akan
membantu deteksi abses hati dengan tepat.
12
IX. PROGNOSIS
Kecepatan atau Ketepatan Diagnosis dan Pengobatan : makin cepat dan tepat
dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya akan memperbaiki prognosisnya
serta memperkecil angka kematiannya.
Kegagalan fungsi organ dapat terjadi pada malaria berat terutama organ-organ
vital .semakin sedikit organ vital yang terganggu dan mengalami kegagalan dalam
fungsinya,semakin baik prognosisnya.
Kepadatan Parasit: Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin
padat/banyak jumlah parasitnya yang didapatkan bentuk skizon dalam
pemeriksaan darah tepinya.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Iskandar, Zulkarnain and Setiawan, Budi. Malaria Berat. [book auth.] Aru W
Sudoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2006, Vol. 3, p. 1737.
2. Amante, Fiona H, et al. Immune-Mediated Mechanisms of Parasite
Tissue. 2010, The Journal of Immunology.
3. Greenberg, David A, Aminoff, Michael J and Simon, Roger P. Clinical
Neurology. 5th edition. Novato, San Francisco, and Portland :
McGraw-Hill/Appleton & Lange, 2002.
4. Idro, Richard, Jenkins, Neil E and Newton, Charles RJC.Pathogenesis,
clinical features, and neurological outcome of. 2005, The Lancet Neurology,
Vol. 4, pp. 827-840.
5. StafLaboratoriumParasitologi. DIKTAT BIOLOGI MIKROBA SUB MODUL
PARASITOLOGI. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2010.
6. Mubin, A Halim and S, Pain. Malaria Tropika dengan Berbagai
Komplikasi. UjungPandang : s.n., 1992, Cermin Dunia Kedokteran, Vol. 72,
pp. 48-51.
7. Hempel et al. Erythropoietin treatment alleviates ultrastructural myelin
changes induced by murine cerebral malaria. Malaria Journal 2012, 11:216
http://www.malariajournal.com/content/11/1/216
8. FKUP, IPD. Penatalaksanaan Malaria Berat. ILMU PENYAKIT DALAM
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. [Online] 2010. [Cited:
December 12, 2011.]
http://internershs.com/home3/index.php?
option=com_content&task=view&id=49&Itemid=124&limit=1&limitstart=3.
9. Munthe, Celestinus Eigya. Malaria Cerebral. 2001, Cermin Dunia
Kedokteran, Vol. 131, pp. 5-6
10. Newton. Charles, Tran Tinh Hien and Nicholas White. 2000. Cerebral
Malaria. J Neurol Neurosurg Psychiatry, 69: 433-441
14
Ekologi alam malaria melibatkan parasit malaria menginfeksi berturut-turut
dua jenis host: manusia dan perempuan nyamuk Anopheles . Pada manusia ,
parasit tumbuh dan berkembang biak pertama dalam sel-sel hati dan kemudian
di sel merah darah . Dalam darah , merenung berturut parasit tumbuh di dalam
sel darah merah dan menghancurkan mereka , melepaskan putri parasit ( "
merozoit " ) yang terus siklus dengan menyerang sel darah merah lainnya .
Parasit Tahap darah adalah mereka yang menyebabkan gejala malaria . Ketika
bentuk-bentuk tertentu dari parasit tahap darah ( " gametosit " ) dijemput oleh
nyamuk Anopheles betina selama makan darah , mereka mulai lagi , siklus
yang berbeda dari pertumbuhan dan multiplikasi di nyamuk .
Setelah 10-18 hari , parasit ditemukan ( sebagai " sporozoit " ) dalam kelenjar
ludah nyamuk . Ketika nyamuk Anopheles mengambil makan darah pada
manusia lain, sporozoit yang disuntik dengan air liur nyamuk dan mulai
infeksi pada manusia lain ketika mereka parasitize sel-sel hati .
Jadi nyamuk membawa penyakit dari satu manusia ke yang lain ( bertindak
sebagai " vektor " ) . Berbeda dari host manusia, vektor nyamuk tidak
menderita dari kehadiran parasit .
Sebuah gambar yang menggambarkan Siklus Hidup Parasit Malaria
Parasit malaria siklus hidup melibatkan dua host . Selama makan darah ,
wanita yang terinfeksi malaria nyamuk Anopheles inoculates sporozoit ke
dalam host manusia 1 . Sporozoit menginfeksi sel-sel hati 2dan dewasa
menjadi schizonts 3 , yang pecah dan melepaskan merozoit 4 . ( Dari catatan ,
di P. vivax dan P. ovale tahap tidur [ hypnozoites ] bisa bertahan dalam hati
dan menyebabkan kambuh dengan menyerang minggu aliran darah , atau
bahkan bertahun-tahun kemudian. ) Setelah replikasi awal ini dalam hati
( ekso - erythrocytic skizogoni A ) , parasit mengalami multiplikasi aseksual
dalam eritrosit ( erythrocytic skizogoni B ) . Merozoit menginfeksi sel darah
merah 5 . Tahap cincin trofozoit dewasa menjadi schizonts , yang pecah
melepaskan merozoit 6 . Beberapa parasit berdiferensiasi menjadi tahap
15
erythrocytic seksual ( gametosit ) 7 . Parasit tahap darah bertanggung jawab
atas manifestasi klinis dari penyakit ini .
Gametosit , pria ( microgametocytes ) dan perempuan ( macrogametocytes ) ,
yang tertelan oleh nyamuk Anopheles selama makan darah 8 . Perkalian
parasit di nyamuk dikenal sebagai siklus sporogonic C. Sementara di perut
nyamuk , para mikrogamet menembus makrogamet menghasilkan zigot 9 .
Para zigot pada gilirannya menjadi motil dan memanjang ( ookinetes )
10which menyerang dinding midgut dari nyamuk di mana mereka
berkembang menjadi ookista 11 . Ookista tumbuh, pecah , dan melepaskan
sporozoit 12 , yang membuat jalan mereka ke kelenjar ludah nyamuk .
Inokulasi dari sporozoit 1into host manusia baru melanggengkan siklus hidup
malaria .
16