makalah toksikologi

35
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan produk kimia yang cepat selama satu abad ini telah berhasil meningkatkan mutu kehidupan. Namun di sisi lain keadaan tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat terutama mereka yang secara langsung berhubungan dengan bahan kimia. Bahan kimia yang berbahaya tersebut disebut juga toksin/racun. Sebagian besar toksin berasal dari bahan kimia hasil aktivitas manusia misalnya aktivitas Industri, pertanian, perternakan, kedokteran maupun rumah tangga. Dalam kehidupan sehari-hari pun keberadaan bahan kimia tidak dapat dihindarkan, karena dalam setiap kegiatan kita pasti danya kandungan unsur kimia. Selain bermanfaat bagi kehidupan, bahan kimia juga memiliki efek samping yang dapat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Peran manusia selain sebagai pengguna/konsumen dari bahan kimia, manusia juga dapat 1

description

toksikologi

Transcript of makalah toksikologi

Page 1: makalah toksikologi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan produk kimia yang cepat selama satu abad ini telah berhasil

meningkatkan mutu kehidupan. Namun di sisi lain keadaan tersebut menimbulkan

kerugian bagi masyarakat terutama mereka yang secara langsung berhubungan dengan

bahan kimia.

Bahan kimia yang berbahaya tersebut disebut juga toksin/racun. Sebagian besar

toksin berasal dari bahan kimia hasil aktivitas manusia misalnya aktivitas Industri,

pertanian, perternakan, kedokteran maupun rumah tangga. Dalam kehidupan sehari-hari

pun keberadaan bahan kimia tidak dapat dihindarkan, karena dalam setiap kegiatan kita

pasti danya kandungan unsur kimia.

Selain bermanfaat bagi kehidupan, bahan kimia juga memiliki efek samping

yang dapat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Peran manusia selain sebagai

pengguna/konsumen dari bahan kimia, manusia juga dapat menjadi korban dari efek

bahan kimia tersebut. Paparan dari toksik terhadap manusia baik secara spontan dalam

dosis besar maupun secara berkala dalam dosis rendah dapat menyebabkan bermacam-

macam gangguan. Beberapa toksin memiliki klasifikasi tertentu, misalnya klasifikasi

menurut organ sasaarannya antara lain toksin yang menyerang hati, ginjal, paru-paru,

mata, kulit, sistem reproduksi, maupun sistem saraf

1

Page 2: makalah toksikologi

Untuk itu, kita perlu mengetahui toksikologi pada organ tubuh manusia,

bagaimana mekanisme kerjanya, gejala klinis dan dampak yang dapat ditimbulkan,

pada korban keracunan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian toksikologi dan racun?

b. Bagaimana klasifikasi toksik berdasarkan kerusakan organ tubuh?

c. Bagaimana mekanisme dan gejala klinis keacunan pada organ tubuh?

1 .3 Tujuan

a. Mengetahui perngertian toksikologi dan racun.

b. Mengetahui klasifikasi toksik berdasarkan kerusakan organ tubuh

c. Mengetahui mekanisme dan gejala klinis keacunan pada organ tubuh

2

Page 3: makalah toksikologi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian toksikologi

Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang

hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap

makhluk hidup dan system biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian

kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya

(exposed) makhluk tadi.

Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat

kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara

kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di

timbulkannya.

Para ahli toksikologi (Toxicologist), dengan tujuan dan metoda tertentu tugasnya adalah

mencari/mempelajari bagaimana bekerjanya (Harmful action) bahan bahan kimia

(beracun) pada jaringan atau tubuh.

Sementara Racun sendiri mempunyai dua pengertian, yaitu :

1. Menurut Taylor, Racun adalah Setiap bahan/zat yang dalam jumlah tertentu

bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimia yang

menyebabkan penyakit dan kematian.

2. Menurut pengertian yang dianut sekarang, Racun adalah Suatu zat yang

bekerja pada tubuh secara kimia dan fisiologis yang dalam dosis toksik

selalu menyebabkan gangguan fungsi dan mengakibatkan penyakit dan

kematian.

3

Page 4: makalah toksikologi

2.2 Klasifikasi Toksik berdasarkan kerusakan/organ target

Racun dapat dikelompokkan atas dasar organ yang diserangnya yaitu :

1. Hepatotoksik atau beracun bagi hepar/hati

2. Nefrotoksik atau beracun bagi nefron/ginjal

3. Neurotoksik atau beracun bagi neuron/saraf

4. Hermatotoksik atau beracun bagi darah/sistem pembentukan sel darah

5. Pneumotoksik atau beracun bagi pneumon/paru-paru.

6. Sistemik, yakni keracunan yang menyerang seluruh anggota tubuh

Efek terhadap kesehatan berdasarkan organ target, bahan kimia dapat bersifat, yaitu :

1. Neurotoksik (meracuni syaraf) : Asetaldehid, Styrene, Benzene, Kloroform, Karbon

disulfida, Etil alkohol, Toluen, Tetrakloretan,  Trikloretan, Timah hitam, Aseton,

Akrilamid, Karbon tetraklorida, Arsen, Etilen oksida, Merkuri, Xylene.

2. Hepatotoksik (meracuni liver/hati): Karbon tetraklorida, Aflatoksin, Dimetil

nitrosamin, Vinilklorida, Etil alkohol, Arsen,  Trinitro toluen, Toluen diamin,

Antimon, Fosfor (kuning), Nitrobenzen, Trikloretilen, Tetrakloretilen, PCB,

Trikloretan, Selenium.

3. Nefrotoksik (meracuni ginjal): Arsen, Karbon tetra klorida, Anilin, Etilen glikol,

Organo klorin, Fosfor (kunbgvvvn cvvving), Kadmium, Toluen, Merkuri, Metanol,

Paraquat, Timah Hitam, Kloroform, Fenol.

4. Hematotoksik (meracuni darah): Anilin, Nitrogen trifluorida ,  Toluidin, Para nitro

anilin, Dihidro toluen, Nitro klorobenzen, Nitrobenzen, Propilnitrat, Timah hitam,

Trinitro toluene.

4

Page 5: makalah toksikologi

5. Karsinogenik (menimbulkan kanker): asbestos, benzene, krom, nikel, vinyl klorida,

berefek teratogen ( mengakibatkan kelainan  janin ) dan mutagen (menimbulkan

mutasi/perubahan genetik)

2.3 Neurotoksik

Neurotoksisitas adalah suatu agen kimia, biologi, atau fisik yang dapat menimbulkan

efek merugikan bagi sistem saraf. Toksisikan dapat langsung bekerja di sistem saraf,

namun sistem saraf juga sagat rentan terhadap sutu perubahan terutama yang terjadi di

sistem sirkulasi darah.

Ada beberapa toksikan yang spesifik bagi neuron(neurotoksikan) atau ada beberapa

bagian neuron yang dapat mengakibatkan cedera atau kematian neuron(neursis) dan

hilangnya neuron tidak dapat digantikan lagi. Efek neurotoksiskan dapat digolongkan

berdasarkan tempat kerjanya, yakni badan sel dan bagian lain neuron, terutama akson,

sel glia, dan sistem pembuluh darah. Tetapi sutu toksikan dapat mempengaruhi lebih

dari satu tempat.

Fungsi dari saraf utama adalah men-transmisikan impuls lewat sel-sel saraf. Sel saraf

yang tersambung dengan yang lain atau tersambung dengan sel organ seperti otot

melalui suatu sinap/junction. Dengan demikian ada dua mekanisme racun saraf, yakni

(1) gangguan pada transmitter, dan (2) gangguan pada aktivitas keluar masuknya ion

Na dan K sepanjang akson saraf, sehingga impuls elektrik terganggu.

Puncaknya, Neuron-neuron yang rusak akan mengakibatkan putusnya komuikas sistem

saraf dan seluruh bagian tubuh. Banyaknya fungsi yang hilang akibat kerusakan sistem

saraf bergantung pada jumlah neuron yang rusak dan tingkat kerusakannya. Kerusakan

yang permanen dapat mengakibatka hilangnya sensasi atau kelumpuhan, juga dapat

menimbulkan efek disorientasi.

5

Page 6: makalah toksikologi

2.3.1 Mekanisme Neurotoksik

Semua keracunan mempunyai dasar suatu reaksi antara zat beracun dan struktur

molekul tertentu dari badan. Kerusakan primer pada taraf molekuler disebut lesi

primer reseptornya (struktur molekul yang dikenai zat itu) dirubah oleh zat beracun

itu. Efek terjadi pada taraf sub selluler atau selluler. Bila dosis yang di serap relatif

kecil. Kerusakannya dapat terbatas pada beberapa sel saja. Masih cukup banyak sel

yang masih sehat untuk dapat tetap menjalankan fungsi normal organ . jika relatif

banyak sel yang menderita, organ tersebut sudah tidak dapat lagi memenuhi

fungsinya yang normal. Pada waktu itu biasanya keracunan(kerja toksik)

menampakkan diri, umumnya sebagai proses penyakit yang integral pada individu

itu. Proses keracunan itu berpindah secara berurutan dari taraf molekuler ke taraf

yang lebih tinggi integrasi biologis dengan urutan sel-jaringan-organ-individu

Mekanisme pada sistem syaraf dan fungsi syaraf otot

Banyak zat yang mengakibatkan keracunan memiliki titik tangkap primer pada

sistem syaraf atau pada peralihan sistem syaraf ke organ tertentu atau jaringan,

seperti otot serang lintang dan otot polos saluran lambung usus. Secara keseluruhan

dapat dibedakan dua tipe pokok mekanisme kerja toksik. Pertama, suatu efek

toksik pada neurotransmisi, yaitu pelimpahan pacu dari syaraf ke syaraf atau dari

syaraf ke organ. Kedua, efek toksik pada syaraf sendiri. Contoh bagus suatu efek

pada neurotranamisi adalah hambatan enzim colinesterase oleh, diantaranya

insektisida fosfor organik.

Jika asetilkolinesterase dihambat, asetilkolin tertimbun di dalam ruangan

antara peralihan syaraf dan peralihan dari syaraf ke organ, yang disebut sinaps.

Secara keseluruhan hal ini mempunyai akibat sebagai berikut :

Di dalam bagian tertentu otak penerusan pacu terganggu

6

Page 7: makalah toksikologi

Di dalam sistem syaraf otonom lebih-lebih didalam bagian parasimpatis,

terjadi penerusan pacu yang diperkuat, sehinggafungsi otonom

memperlihatkanreaksi yang berlebihan (diantaranya kontraksi yang kuat

otot polos)

penerusan pacu ke otot serat lintang diperkuat, sehingga menyebabkan

berkurangnya fungsi otot, karena berbeda dengan otot polos, ootot ini

mengadakan reaksi terhadap adanya asetilkolin yang berlebihan dengan

cara menurunkan kepekaan terhadap pacu.

Efek pada neurotransmisi terutama bersifat akut. Hal ini di sebabkan oleh

pendedahan yang berlangsung pendek dengan kadar yang relatif tinggi pada zat

kimia yang bersangkutan.

Keracunan yang berhubungan dengan gangguan selektif transpor ion sewaktu

pengantaran pacu melalui syaraf, juga bersifat akut. Zat seperti tetroduksin, yang

terdapat di dalam ikan peluru yang sangat beracun, mengakibatkan blokade

transpor ion natrum, sehingga pengantaran pacu berhenti sama sekali.

Relatif banyak zat mempunyai pengaruh degeneratif langsung pada sel syaraf.

Keracunan ini kebanyakan mempunyai efek yang kronis. Contohnya ialah

aksonopati distal yang perifer dengan demielinisasi sekunder, seperti yang dapat

diakibatkan oleh karbon disulfida. Aksonopati distal berarti bahwa urat syaraf

terkena mulai dari ujung ujungnya. Demielinisasi berarti degenerasi selubung

mielin yang mengelilingi tipe urat syaraf tertentu

2.3.1 Gejala klinis Neurotoksik

Gejala integral yang terpenting adalah simptom psikis, sakit kepala, kejang-kejang

di dalam saluran lambung-usus didikuti oleh muntah dan diare, banyak ludah,

7

Page 8: makalah toksikologi

banyak berkeringat, kejang bronki, denyutan jantung lambat, penyempitan pupil,

dan gejala kelumpuhan otot pernafasan. Keracunan ini tidak jarang berakhir fatal.

2.4 Hepatotoksik

Hepatotoksik adalah racun yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Hati

adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Organ

hati terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan.

Secara struktural organ hati tersusun oleh hepatosit (sel parenkim hati). Hepatosit

bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel tersebut

terletak di antara sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu. Sel Kuffer melapisi

sinusoid hati dan merupakan bagian penting dari sitem retikuloendotelial tubuh. Darah

dipasok melalui vena porta dan arteri hepatika, dan disalurkan melalui vena sentral dan

kemudian vena hepatika ke dalam vena kava. Saluran empedu mulai berperan sebagai

kanalikuli yang kecil sekali yang dibentuk oleh sel parenkim yang berdekatan.

Kanalikuli bersatu menjadi duktula, saluran empedu interlobular, dan saluran hati yang

lebih besar. Saluran hati utama menghubungkan duktus kistik dari kandung empedu

dan membentuk saluran empedu biasa, yang mengalir ke dalam duodenum (Lu, 1995).

Toksikologi hati dipersulit oleh berbagai kerusakan hati dan berbagai

mekanisme yang menyebabkan kerusakan tersebut. Hati sering menjadi organ sasaran

karena beberapa hal. Sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem

gastrointestinal, setlah diserap, toksikan dibawa vena porta ke hati. Hati mempunyai

banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang memetabolisme xenobiotik dalam hati

juga tinggi (terutama sitokrom P-450). Hal tersebut membuat sebagian besar toksikan

menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air, sehingga lebih mudah

dieksresikan. Tetapi dalam beberapa kasus, toksikan diaktifkan sehingga dapat

8

Page 9: makalah toksikologi

menginduksi lesi. Lesi hati bersifat sentrilobuler banyak dihubungkan dengan kadar

sitokrom P-450 yang lebih tinggi (Zimmerman, 1982). Selain itu kadar glutation yang

relatif rendah, dibandingkan dengan kadar glutation di bagian lain dari hati, dapat juga

berperan mengaktifkan toksikan (Smith et al. 1979).

Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel

dalam sel hati, seperti perlemakan hati (steatosis), nekrosis, kolestasis, dan sirosis (Lu,

1995). Steatosis adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. Mekanisme

terjadinya penimbunan lemak pada hati secara umum yaitu rusaknya pelepasan

trigliserid hati ke plasma. Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Biasanya nekrosis

merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dibuktikan atau dilaporkan

menyebakan nekrosis pada hati (Zimmerman, 1982).

Kolestasis merupakan jenis kerusakan hati yang biasanya bersifat akut.

Beberapa steroid anabolik dan kontraseptif di samping taurokolat, klorpromazin, dan

eritromisin laktobionat terlah terbukti menyebabkan kolestasis dan hiperbilirubinemia

karena tersumbatnya kanalikuli empedu. Sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen

yang tersebar di sebagian besar hati. Serosis diduga berasal dari nekrosis sel-sel tunggal

karena kurangnya mekanisme perbaikan yang menyebabkan meningkatnya aktivitas

fibroblastik dan pembentuan jaringan parut (Lu, 1995).

2.4.1 Mekanisme Hepatotoksik

Hati ternyata rentan terhadap pengaruh cukup banyak zat kimia. Kerentanan itu

sebagian dapat diterangkan berdasarkan posisinya dalam sirkulasi cairan badan.

Seperti diketahui, hati dapat mudah berhubungan melalui vena portae dengan zat

yang diserap dari lambung-usus dan ginjal, karena fungsi ekskresinya berhubungan

erat sekali dengan darah dan zat yang terkandung di dalamnya.

9

Page 10: makalah toksikologi

Ada zat yang dapat menginduksi kerusakan hati yang sangat akut, seperti karbon

tetraklorida, kloroform, dimetil nitrosamin, dan beberapa senyawa

klorhidrokarbon, diantaranya yang terkenal ialah TTDC (tetraklor-dibenzo-dioksin)

.kerusakan berjalan seiring dengan nekrose hati (kematian sel) dan perlemakan hati

(penimbunan trigliserida di dalam sel hati) .

Pada beberapa zat telah di selidiki secara mendalam mekanisme kerjanya.

Salah satu zat yang telah diteliti paling baik ialah membentuk radikal karbon

tetraklorida. Hipotesis yang sekarang berlaku ialah bahwa di dalam hati terbentuk

radikal (molekul dengan elektron yang tidak berpasangan, sehingga reaktif), yang

kemudian mengakibatkan peroksidasi lipidadalam membran di dalam sel. Disini

methokondria terserang dan melepaskan ribosom dari retikulum endoplasmatik

sebagian bersifat tidak langsung dan merupakan akibat gangguan di dalam proses

fosforilasi peernafasan oksidatif di dalam membran mitokondria. Pemasokan

energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan struktur retikulum

endoplasmatik macet, sintesis protein menurun sekali, sel kehilangan daya untuk

mengeluarkan trigliserida dan terjadi apa yang di sebut degenerasi berlemak sel

hati. Bila bagian yang sangat luas dari hati telah rusak, maka karena hati telah

kehilangan fungsinya, terjadilah keracunan yang gawat sekali dan sering berakhir

fatal.

2.4.2 Gejala klinis Hepatotoksik

Gejala klinis keracunan pada hati yaitu :

kejang-kejang pada perut,

malaise yang menyeluruh,

insufisiensi-ginjal dan terganggunya fungsi otak.

10

Page 11: makalah toksikologi

2.5 Nefrotoksik

Nefrotoksik adalah racun yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ ginjal.

Ginjal merupakan organ tubuh yang paling sering terpapar zat kimia dan metabolitnya

terutama obat yang dipakai secara meluas dimasyarakat. Kemudahan keterpaparan

ginjal terhadap zat-zat tersebut diakibatkanoleh sifat-sfat khusus ginjal, yaitu :

a. Ginjal menerima 25 %, curah jantung sedangkan beratnya hanya kira-kira 0,4%

dari berat badan.

b. Untuk menampung curah jantung yang begitu besar, ginjal mempunyai

permukaan endotel kapiler yang relatif luas dianatara organ tubuh yang lain.

c. Permukaan endotel kapiler yang sangat luas ini menyebabkan bahan yang bersifat

imunologik sering terpapar didaerah kapiler glomerulus dan tubulus.

d. Fungsi transportasi melalui sel-sel tubulus dapat menyebabkan terkonsentrasinya

zat-zat toksin di tubulus sendiri.

e. Mekanisme counter current sehingga medulla dan papil ginjal menjadi  hipertonik

dapat menyebabkan konsentrasi zat toksik sangat meningkat di kedua daerah

tersebut.

Sifat-sifat khas yang disebut di atas inilah yang memudahkan terjadinya gangguan

struktur dan fungsi ginjal, bila didalam darah terdapat zat yang bersifat nefrotoksik

Besarnya aliran darah yang menuju ke ginjal ini menyebabkan keterpaparan ginjal

terhadap bahan/zat-zat yang beredar dalam sirkulasi cukup tinggi. Akibatnya bahan-

bahan yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam

bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal. Keadaan inilah yang disebut sebagai

nefropati toksik dan dapat mengenai glomerulus, tubulus, jaringan vaskuler, maupun

jaringan interstitial ginjal.

11

Page 12: makalah toksikologi

2.5.1 Mekanisme Nefrotoksik

 Dikenal 5 macam mekanisme terjadinya nefropati toksik, yaitu :

a. Dampak langsung terhadap sel parenkim ginjal.

Kerusakan langsung ini terutama disebabkan oleh penggunaan zat yang

mengandung logam berat. Logam berat yang difiltrasi oleh glomerulus

dapat diresorpsi kembali oleh sel tubulus sehingga sel tubuluslah yang

paling sering mengalami kerusakan. Kerusakan ini mengenai hampir

seluruh struktur subseluler seperti membran plasma, mitokondria, lisosom,

retikulum endoplasma dan inti sel.

b. Reaksi imunologis

Proses imunologis lebih sering terjadi pada pemakaian obat-obatan seperti

penisilin, metisilin, dsb. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi

hipersensitifitas terhadap zat tersebut di atas, sedangkan proses yang timbul

merupakan proses imunologik baik secara humoral seperti terbentuknya

deposit imun kompleks, reaksi antara antibodi dengan antigen membrana

basalis glomerulus, maupun secara seluler.

c. Obstruksi saluran kemih.

Umumnya obstruksi yang terjadi sebagai akibat kristalisasi zat tertentu yang

kemudian mengendap di lumen tubulus  yang selanjutnya disertai pula

dengan pengendapan sel tubulus yang rusak. Pengendapan kristal dan sel

tubulus yang rusak ini sering disertai proses inflamasi yang akhirnya

menyebabkan obstruksi lumen tubulus.

d. Penghambatan produksi prostaglandin

Terdapat obat-obat yang dapat menghambat sintesis prostaglandin E2 yaitu

aspirin dan anti inflamasi non steroid. Obat-obat ini menghambat sintesis

12

Page 13: makalah toksikologi

prostaglandin E2 dengan cara mengikat siklo-oksigenase, suatu enzim yang

dipakai untuk memproduksi Prostaglandin E2. Penggunaan obat ini dalam

jangka waktu tertentu akan menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal

dan laju filtrasi glomerulus sehingga dapat berpotensi menimbulkan

keadaan gagal ginjal.

e. Memperburuk penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya.

Misalnya pielonefritis yang diperberat akibat pemakaian obat-obat tertentu

yang meningkatkan ekskresi asam urat atau obat-obat yang menyebabkan

hipokalemia.

2.5.2 Gejala Klinis Nefrotoksik

Gejala nefropati toksik tergantung dari jenis-jenis bahan kimia atau obat yang

terpapar pada ginjal. kelainan ginjal yang ditimbulkan mulai dari proteinuria,

hematuria, sindrom nefritik akut, sindrom nefrotik, nefritis interstitial akut,

nefritis tubulo-interstitial, sampai gagal ginjal baik akut maupun kronik.

2.6 Hematoksik

Hemotoksin ialah toksin yang memusnahkan sel darah merah (yakni, ia menyebabkan

hemolisis), mengganggu koagulasi darah dan dengan itu mengganggu pembekuan

darah, dan/atau menyebabkan degeneri organ dan kerosakan tisu secara am. Istilah

hemotoksin sedikit sebanyak merupakan nama yang tidak padan kerana toksin yang

merosakkan darah ("hemo") juga merosakkan tisu-tisu lain.

Jenis racun hemotoksin yang berada di dalam darah akan mencegah oksigen

membentuk hemoglobin. Akibatnya sel-sel darah akan rusak dan penggumpalan darah

akan terjadi. Gas Karbonmonoksida yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor atau

13

Page 14: makalah toksikologi

asap rokok adalah salah satu contoh hemotoksin yang sering kita jumpai sehari-hari.

Menghirup gas tersebut dapat menyebabkan kematian karena darah kekurangan oksigen

untuk memberi makan kepada jaringan tubuh dan otak. Hemotoksin juga terdapat pada

bisa ular. Akibatnya sel-sel darah akan rusak dan penggumpalan darah akan terjadi.

Reaksi racun sangat cepat seiring dengan pembengkakan di daerah sekitar luka gigitan,

beberapa menit saja korban akan merasakan sakit yang dan terasa panas yang luar

biasa. Hal ini tidak seperti jenis racun neurotoksin yang tidak terasa sakit sama sekali.

Contoh jenis ular yang memiliki racun hemotoksin adalah jenis crotalidae dan

viperidae.

2.6.1 Mekanisme hemotoksik

Mekanisme keracunan karbon monoksida

Gas ini dikelompokkan sebagai bahan kimia asfiksia (asphyxiate). Ia

mengakibatkan racun dengan cara meracuni homoglobin (Hb) darah. Hb berfungsi

mengikat darah dalam membentuk HbO. Setelah CO mengikat haemoglobin darah

terbentuk ikatan: HbCO maka otomatis oksigen akan terusir. Dengan mekanisme

ini, tubuh mengalami kekurangan oksigen dan gejala asfiksia atau kekurangan

oksigen akan terjadi. Sebab afinitas atau sifat pengikatan atau daya lengket karbon

monoksida ke haemoglobin darah dibandingkan dengan oksigen jauh lebih besar

sebanyak 200 – 3-000 kali lipat. Dalam jumlah sedikit pun gas karbon monoksida

jika terhirup dalam waktu tertentu dapat menyebabkan gejala racun terhadap tubuh.

Karbon monoksida menyebabkan hipoksia jaringan dengan cara bersaing dengan

oksigen untuk melakukan ikatan pada hemeprotein pembawa oksigen (hemoglobin,

mioglobin, sitokrom C oksidase, sitokrom P-450). Afinitas karbon monoksida

terhadap hemeprotein bervariasi, mulai dari 30 sampai 500 kali lebih kuat

14

Page 15: makalah toksikologi

dibandingkan afinitas oksigen, tergantung pada hemeproteinnya. Disamping itu,

lebih kuatnya afinitas hemoglobin terhadap karbon monoksida menyebabkan

dengan adanya karboksihemoglobin mengganggu afinitas oksigen terhadap

hemoglobin dengan menggeser kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri sehingga

mengurangi pelepasan oksigen ke jaringan. Hipoksia jaringan yang dihasilkan

lebih hebat dibandingkan dengan yang akan dihasilkan oleh anemia dengan derajat

yang sama. Diyakini bahwa karbon monoksida memiliki efek toksik langsung pada

tingkat seluler dengan cara mengganggu respirasi mitokondria, disebabakan karena

karbon monoksida terikat pada kompleks sitokrom oksidase. Berbeda dengan

hemoglobin, afinitas sitokrom oksidase lebih kuat terhadap oksigen. Akan tetapi

selama anoksia seluler, karbon monoksida dapat terikat. Pada saat oksigen dari

udara kembali ada maka pemindahan karbon monoksida menjadi lambat.

Persentase saturasi karbon monoksida didefinisikan sebagai persentase hemoglobin

digabung dengan karbon monoksida dalam bentuk karboksihemoglobin. Oleh

karena afinitas hemoglobin yang lebih kuat terhadap karbon monoksida, meskipun

hanya dengan konsentrasi rendah di udara dapat menghasilkan saturasi darah yang

sangat tinggi dengan gas ini.

Hipoksia

Hipoksia adalah istilah umum yang diberikan untuk kekurangan oksigen jaringan.

Toxicants dapat menyebabkan hipoksia melalui beberapa mekanisme. Ada

beberapa kategori hypoxia. Hipoksia Stagnan adalah aliran menurunkan darah,

yang dapat hasil dari efisiensi pemompaan berkurang dari jantung atau

vasodilatasi, dimana dinding pembuluh darah disebabkan untuk bersantai,

menurunkan tekanan darah dan aliran. Ketika aliran darah normal, hipoksia juga

bisa terjadi jika ada pengurangan kapasitas darah untuk membawa oksigen, suatu

15

Page 16: makalah toksikologi

kondisi yang disebut hipoksia anemia. Hipoksia histotoksik terjadi ketika oksigen

yang dikirim ke jaringan normal, tetapi jaringan memiliki kemampuan yang

berkurang untuk memanfaatkan oksigen. Penyebab umum dari anemia hipoksia

kompetitif mengikat di situs heme oksigen, biasanya merupakan hasil dari paparan

karbon monoksida, CO Karbon monoksida memiliki afinitas yang lebih besar

untuk besi (II) di situs heme daripada molekul oksigen, membentuk stabil

kompleks yang disebut karboksihemoglobin dalam preferensi untuk

oksihemoglobin oksigen terikat. Penyebab utama lain dari hipoksia anemia dari

paparan kimia methemoglobinemia, di mana besi (II) dalam hemoglobin

teroksidasi menjadi besi (III). Produk methemoglobin adalah zat berwarna gelap di

mana besi tidak istimewa mengikat molekul oksigen, mengikat dengan OH-atau

Cl-ion sebagai gantinya, sehingga methemoglobin tidak membawa oksigen dan

korban keracunan bisa mati kekurangan oksigen. Ion nitrit, NO2 - (lihat Bab 11),

anilin, dan nitrobenzene (lihat Bab 15) adalah racun yang dapat menyebabkan

methemoglobinemia.

Hipoksia dapat hasil jangka panjang pengurangan pembentukan sel darah di

sumsum tulang. Beberapa toxicants mengurangi produksi kedua eritrosit dan

leukosit di sumsum, mengakibatkan kondisi yang disebut anemia aplastik. Paparan

benzena dapat menyebabkan kondisi ini. Efek biokimia utama timbal beracun

gangguan pada proses dimana heme disintesis. Meskipun tidak ketat penyakit

darah, hipoksia histotoksik menghilangkan jaringan oksigen, bahkan ketika itu

disampaikan oleh darah, dengan mencegah pemanfaatannya. Racun yang paling

umum yang menyebabkan hipoksia histotoksik adalah hidrogen sianida, yang

mengikat kuat ke besi (III) bentuk spesies sitokrom endogen yang terlibat dalam

pemanfaatan molekul oksigen, sehingga tidak dapat dikurangi kembali ke besi (II)

16

Page 17: makalah toksikologi

dalam proses transfer elektron terlibat dengan pemanfaatan O2 dalam jaringan.

Menariknya, penangkal keracunan sianida (jika diberikan dengan cepat dalam

kasus-kasus di mana korban bertahan cukup lama) adalah untuk mengelola

senyawa nitrit yang membentuk methemoglobin yang memiliki besi (III) mampu

mengikat kompetitif untuk sianida. Hidrogen sulfida, H2S, menyebabkan hipoksia

histotoksik dengan mekanisme mirip dengan hidrogen sianida.

Leukosit dan Leukemia

Leukosit jauh lebih kompleks daripada eritrosit dan melakukan fungsi yang sama

sekali berbeda. Meskipun mereka hadir dalam darah dan dibawa oleh aliran darah,

mereka melakukan kegiatan mereka sebagian besar di luar aliran darah. Kegiatan

utama mereka adalah dalam mempertahankan tubuh terhadap benda asing dan agen

seperti mikroorganisme patogen. Dalam pertahanan terhadap benda asing seperti

sel-sel bakteri, leukosit melakukan fagositosis, di mana mereka menyelimuti

obyek, sehingga akhirnya elim-ination nya. Untuk mempertahankan melawan

agen-agen asing, seperti toxicants menempel pada protein darah, leukosit

menghasilkan antibodi. Produksi yang tidak terkendali leukosit adalah bentuk

kanker yang disebut leukemia. Meskipun racun yang diduga menyebabkan

beberapa kasus leukemia, bukti untuk kasus-kasus seperti ini tidak terlalu kuat.

Namun, paparan benzena sekarang dianggap sebagai penyebab jenis kanker.

2.6.2 Gejala klinis hemotoksik

Gejala keracunan gas karbon monoksida didahului dengan  sakit kepala, mual,

muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pyrexia, pernafasan meningkat, confusion,

gangguan penglihatan, kebingungan, hipotensi, takikardi, kehilangan kesadaran

dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada orang yang menderita nyeri

dada.

17

Page 18: makalah toksikologi

Kematian kemungkinan disebabkan karena sukar bernafas dan edema paru.

Kematian akibat keracunan karbon monoksida disebabkan oleh kurangnya oksigen

pada tingkat seluler (seluler hypoxia).

Gejala-gelala klinis bila darah keracunan gas karbon monoksida dapat dilihat pada

tabel

Konsentrasi CO dalam Darah

Gejala-gejala

 - Kurang  dari 20%  - Tidak ada gejala 

 - 20%   - Nafas menjadi sesak

 - 30%  - Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernafasan sedikit meningkat

 - 30% – 40% -Sakit kepala berat, kebingungan, hilang  daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi gerakan  

 - 40% - 50%  - Kebingungan makin meningkat, setengah sadar 

 - 60% - 70% - Tidak sadar, kehilangan daya  mengontrol faeces dan urin

 - 70% - 89% - Koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan pernafasan

2.7 Sistematik

Sistemik, yakni keracunan yang menyerang seluruh anggota tubuh. Walaupun kerjanya

secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya memiliki akibat / afinitas

pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan

sistem atau organ tubuh lainnya.

Misalnya:

Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf

pusat.

Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.

Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.

CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan.

Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.

18

Page 19: makalah toksikologi

Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama

berpengaruh terhadap hati.

2.7.1 Mekanisme keracunan sistematik

Banyak zat kimia dapat di serap dari udara yang dihirup. Setelah penyerapan, zat

kimia tersebut dibawa darah beredar ke berbagai bagian tubuh dan menimbulkan

pengaruh, seperti anestesia umum.

Gas-gas toksik dapat diserap dari berbagai bagian saluran nafas termasuk

nasofaring. Tempat utama penyerapan adalah alveoli, dan mekanisme

penyerapannya utama adalah difusi sederhana. Selain itu, aerosol cair dan bahan

partikel padat juga dapat di serap melalui mekanisme yang berbeda.

EFEK SISTEMIK membutuhkan penyerapan dan penyeberan dari zat-zat toksis

ketempat yang jauh dari tempat masuknya dimana effek-effek toksis akan

dihasilkan.

Kebanyakan zat-zat kimia yang menghasilkan keracunan sistemik tidak

menyebabkan satu derjat keracunan yang sama dalam semua organ-organ tetapi

biasanya menghasilkan keracunan yang besar ke satu dua organ saja. Organ ini

dikenal sebagai organ-organ sasaran dari keracunan zat kimia tersebut. Organ

sasaran itu sering bukanlah tempat berkumpulnya bahan-bahan kimia tadi. Sebagai

contoh, Timah hitam dikumpulkan dalam tulang tetapi keracunannya dalam

jaringan-jaringan lemak. Serupa DDt dikumpulkan dalam jaringan lemak tetapi

tidak menghasilkan effek toksis disana.

Organ sasaran dari keracunan yang sering terlibat dalam keracunan sistemik adalah

CNS. Meskipun dengan beberapa persenyawaan-persenyawaan yang memiliki satu

effek yang menonjol ditempat lain, kerusakan ke CNS, khususnya ke otak, dapat

ditunjukkan oleh penggunaan cara-cara yang sensitive dan sesuai. Selanjutnya

19

Page 20: makalah toksikologi

system yang sering terlibat keracunan sistemik adalah system sirkulasi, system

darah dan hemo poietik,

BAB III

20

Page 21: makalah toksikologi

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia

terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara

kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di

timbulkannya.

Klasifikasi toksik menurut organ sasaarannya antara lain toksin yang menyerang hati,

ginjal, paru-paru, mata, kulit, sistem reproduksi, maupun sistem saraf.

3.2 Saran

Karena sifat dari organ tubuh ini rentan terhadap racun, untuk itu kita harus dapat

mencegah terjadinya keracunan, misalnya dengan pengurangan intensitas paparan dari

racun tersebut. Dan kita juga perlu mengetahui tindakan awal apa yang harus dilakukan

jika terdapat orang yang keracunan agar efek dari racun itu bias diminimalisir.

\\

Daftar pustaka

21

Page 22: makalah toksikologi

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar; Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Edisi ke-2.

Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, UI Press.

https://ms.wikipedia.org/wiki/Hemotoksin

E.J,Ariens,E.Mutschler,Am.Simonis.1985.Toksikologi Umum pengantar.Yogyakarta: Gajah

Mada University press

22