makalah toksikologi BTM

31
MAKALAH KELOMPOK 3 TOKSIKOLOGI TOKSIKOLOGI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN Disusun Oleh : 1. Rialita Lifiani (1001080) 2. Richa Afrianty Pratiwi (1001081) 3. Rico Juliardi (1001082) 4. Rinaldi Arhas (1001083) 5. Rita Astuti (1001084) 6. Rizka Alfitri (1001085) 7. Rizki Rindiana (1001086) 8. Sariyatna (1001088) 9. Sarjono (1001089) 10. Septaria (1001090) SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

Transcript of makalah toksikologi BTM

Page 1: makalah toksikologi BTM

MAKALAH KELOMPOK 3

TOKSIKOLOGI

TOKSIKOLOGI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

Disusun Oleh :

1. Rialita Lifiani (1001080)

2. Richa Afrianty Pratiwi (1001081)

3. Rico Juliardi (1001082)

4. Rinaldi Arhas (1001083)

5. Rita Astuti (1001084)

6. Rizka Alfitri (1001085)

7. Rizki Rindiana (1001086)

8. Sariyatna (1001088)

9. Sarjono (1001089)

10. Septaria (1001090)

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

PROGRAM STUDI S1

2012

Page 2: makalah toksikologi BTM

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya,

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Toksikologi Bahan Tambahan

Makanan”, tak lupa pula salawat beriring salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW

yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan pengetahuan dan

teknologi seperti yang kita rasakan ini.

Makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi kewajiban pada mata

kuliah Toksikologi. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini kedepannya sangat kami

harapkan. Akan tetapi kami berharab makalah yang kami buat ini juga dapat memberikan

tambahan informasi dan pengetahuan bagi pembacanya.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Pekanbaru, 18 November 2012

Penulis

Page 3: makalah toksikologi BTM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi menuntut semua negara untuk memiliki motivasi baru yang menciptakan

terobosan-terobosan mutakhir baik dalam bentuk inovasi maupun discovery. Kemajuan-

kemajuan ini memang ada kalanya baik bagi manusia dan ada kalanya bersifat merusak. Baik

disini berarti dapat memberikan manfaat untuk kehidupan manusia dan lingkungannya.

Dikatakan merusak (destroy) apabila dapat berdampak negatif bagi kehidupan manusia beserta

lingkungannya.

Salah satu kemajuan yang memiliki dua dampak positif dan negatif adalah kemajuan di

bidang teknologi pangan instant (siap saji) baik dalam bentuk kalengan maupun dalam bentuk

botolan/juga sachetan. Dalam pangan ini biasanya digunakan berbagai bahan tambahan pangan

dengan tujuan untuk memperpanjang daya tahan, usia guna atau penampilan dari produk itu

sendiri.

Lingkup bahan tambahan (Food Additives), bahan ikutan (Food Adjuncts) dan bahan

cemaran (Food Contaminants) yang ada dalam bahan pangan, sangat luas. Dengan

perkembangan teknologi pengolahan bahan makanan yang sangat pesat, maka bahan-bahan

tambahan yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan semakin banyak jumlahnya. Demikian juga

bahan ikutan yang secara alamiah telah ada dalam bahan tanpa dengan sengaja ditambahkan

makin lama makin banyak yang dapat diidentifikasikan dan dikenal secara kimiawi. Namun

demikian, sifat bahan ikutan masih harus berlaku yaitu kegunaannya sebagi zat gizi tidak ada

atau masih diragukan. Juga bahan cemaran yang masuk ke dalam bahan makanan umumnya

tidak disengaja dan tidak dikehendaki semakin banyak jenisnya. Dengan bertambah rumitnya

teknik pengolahan dan penggunaan peralatan yang semakin beragam, tingkat dan jenis

pencemaran bahan makanan juga semakin banyak.

Perhatian masyarakat dan industri terhadap bahan tambahan pangan berkaitan dengan

kemungkinan bahwa komponen bermutu rendah dimasukkan dengan curang ke dalam makanan

yang dipasarkan dan dengan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh senyawa beracun

dalam makanan. Baru-baru ini kita menyadari bahwa banyak senyawa makanan alam mungkin

Page 4: makalah toksikologi BTM

beracun. Karena itu, masalah bahan makanan pangan, harus ditinjau hanya sebagai satu segi saja,

yaitu dari keamanan makanan, dalam masalah yang lebih umum mengenai senyawa toksik dalam

makanan.

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak

digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam

makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan,

pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah

dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan

pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.

Bahan tambahan pangan dibagi ke dalam dua golongan utama, bahan tambahan pangan

yang ditambahkan tidak sengaja dan bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja.

Undang-undang Amerika Serikat yang mengatur bahan tambahan dalam tahun 1958. Tujuan

penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi

dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta

mempermudah preparasi bahan pangan.

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa (atau campuran

berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses

pengolahan, pengawasan dan atau penyimpanan, dan bukan merupakan bahan (ingredient)

utama. BTM dan produk-produk degradasinya, biasanya tetap di dalam makanan, tetapi ada

beberapa yang sengaja dipisahkan selama proses pengolahan. Sementara itu, pada Undang-

undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan khususnya pada Bab II (Keamanan Pangan) bahan

yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

Warna, bau, dan konsistensi/tekstur suatu bahan pangan dapat berubah atau berkurang

akibat pengolahan dan penyimpanan. Hal ini dapat diperbaiki dengan penambahan BTM seperti

pewarna, senyawa pembentuk warna, penegas rasa, pengental, penstabil dan lain-lain.

Pembentukan bau yang menyimpang (off flavor) pada produk-produk berlemak dapat dicegah

dengan penambahan antioksidan. Tekstur makanan dapat diperbaiki dengan penambahan

mineral, pengemulsi, pengental.

Page 5: makalah toksikologi BTM

BAB II

ISI

2.1 Toksikologi Bahan Tambahan Makanan

Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin

ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik, Medicine dan

lain-lain. Sebagai contoh : menurut Ahli Kimia: TOKSIKOLOGI adalah ilmu yang

bersangkutan paut dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari agent-

agent Kimia terhadap binatang dan manusia. Sedangkan dari para ahli FARMAKOLOGI:

TOKSIKOLOGI merupakan cabang FARMAKOLOGI yang berhubungan dengan efek

samping zat kimia didalam sistem biologik. Dari contoh definisi-definisi diatas, nyata

terlihat ada beberapa unsur didalam TOKSIKOLOGI yang saling berinteraksi untuk

menghasilkan unsur sentral yakni AMAN.

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/Per/X/1999 secara umum adalah bahan yang

biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen

khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sebgaja

ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,

penyimpanan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan.

Toksikologi bahan tambahan makanan adalah ilmu yang mempelajari efek yang

tidak diinginkan dalam sistem biologis dari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari

suatu kegiatan penambahan bahan tambahan makanan dan menimbulkan efek bagi

kesehatan tubuh konsumen.

Secara umum toksikologi bahan tambahan makanan terdiri dari beberapa jenis,

tergantung pada penggunaan bahan tambahan makanan tersebut.

1. Toksikologi bahan pengawet

2. Toksikologi bahan pewarna

3. Toksikologi bahan pemanis

4. Toksikologi bahan penyedap rasa

Page 6: makalah toksikologi BTM

Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua

atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu

respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik

pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi

yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.

2.1.1 Interaksi Bahan Kimia

Bila zat toksik ini masuk ke dalam tubuh, dan menimbulkan efek, maka hal ini

yang dikatakan sebagai keracunan atau dengan kata lain adalah keadaan tidak normal

akibat efek racun karena kecelakaan, bunuh diri, tindak kriminal. Efek keracunan yang

terjadi dapat bersifat akut, sub-akut, khronis, delayed. Hal ini ditentukan oleh waktu,

lokasi organ (lokal/sistemik). Kemampuan racun untuk menimbulkan kerusakan apabila

masuk kedalam tubuh dan lokasi organ yang rentan disebut toksisitas

Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme seperti

perubahan dalam absorbsi , pengikatan protein, dan bio transformasi atau ekskresi dari

satu atau dua zat toksik yang berinteraksi. Efek dari dua bahan kimia yang diberikan

secara bersamaan akan menghasilakan suatu respon yang akan mungkin hanya sekedar

aditif dari respon invidual masing-masing atau mungkin lebih besar atau lebih kecil dari

yang diharapkan. Beberapa terminologi telah digunakan untuk menjelaskan interaksi

farmakologi dan toksikologi tersebut

2.1.2 Efek Toksik

Penggunaan bahan kimia oleh manusia terutama sebagai bahan baku didalam

industri makanan semakin hari semakin meningkat. Pemaparan bahan-bahan kimia

terhadap manusia bisa bersifat kronik atau akut. Pemaparan akut biasanya terjadi karena

suatu kecelakaan atau disengaja (pada kasus bunuh diri atau dibunuh), dan pemaparan

kronik biasanya dialami para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia

Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran,

maupun mekanisme kerjanya. Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cidera pada

tempat yang kena bahan tersebut (efek lokal), bisa juga efek sistematik setelah bahan

kimia diserap dan tersebar ke bagian organ lainnya. Efek toksik ini dapat bersifat

Page 7: makalah toksikologi BTM

reversibel artinya dapat hilang dengan sendirinya atau irreversibel yaitu akan menetap

atau bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan. Efek irreversibel (efek

Nirpulih) di antaranya karsinoma, mutasi, kerusakan syaraf, dan sirosis hati. Efek

toksikan reversibel (berpulih) bila tubuh terpajan dengan kadar yang rendah atau untuk

waktu yang singkat, sedangkan efek terpulih terjadi bila pajanan dengan kadar yang lebih

tinggi dan waktu yang lama (Rukaesih Achmad, 2004:170)

2.2 Toksikologi Bahan Pengawet

2.2.1 Natrium atau Asam Benzoat

Asam benzoat (C6H5COOH) dan natrium benzoat (C6H5COONa) memiliki

struktur kimia seperti pada Gambar 1. Bentuk asam (BM 122.1) dan garam natriumnya

(BM 144.1) telah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam

makanan. Asam benzoat juga disebut sebagai asam fenilformat atau asam

benzenkarboksilat (Chipley 2005). Kelarutan asam benzoat dalam air sangat rendah

(0.18, 0.27, dan 2.2 g larut dalam 100 ml air pada 4 oC , 18 oC , dan 75 oC ) (Chipley

2005). Asam benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi pada 25oC adalah 6.335

x 10-5 dan pKa 4.19), sangat larut dalam etanol dan sangat sedikit larut dalam benzene

dan aceton (WHO 2000).

Natrium benzoat berupa bubuk kristalin yang stabil, tidak berbau, berwarna putih

dengan rasa menyengat (astringent) yang manis. Natrium benzoat sangat larut dalam air

(62.8, 66.0, dan 74.2 gram larut dalam 100 ml air pada 0oC, 20oC, dan 100 oC),

higroskopik pada RH di atas 50 %, memiliki pH sekitar 7.5 pada konsentrasi 10 g/liter

air, larut dalam etanol, metanol, dan etilen glikol (WHO 2000; Chipley 2005). Karena

kelarutan natrium benzoate dalam air jauh lebih besar daripada asam benzoat, maka

natrium benzoat lebih banyak digunakan.

a. Mekanisme Natrium atau Asam Benzoat sebagai Pengawet

Asam benzoat aktif bersifat sebagai antimikroba pada pH rendah yaitu dalam keadaan

tidak terdisosiasi (Fardiaz et al. 1988). Semakin tinggi pH, persentase asam tidak

terdisosiasi makin kecil sehingga daya kerja benzoate akan semakin rendah

(Davidson dan Juneja 1990). Mekanismenya dimulai dengan penyerapan asam

Page 8: makalah toksikologi BTM

benzoat ke dalam sel. Jika perubahan pH intraselular 5 atau lebih rendah, fermentasi

anaerobik glukosa melalui fosfofruktokinase ini mengalami penurunan sebesar 95%.

b. Farmakokinetika Natrium atau Asam Benzoat

Benzoat diabsorbsi dari usus halus dan diaktivasi melalui ikatan dengan CoA

untuk menghasilkan benzoyl coenzyme A. Selanjutnya benzoyl coenzyme A

berkonjugasi dengan glisin dalam hati untuk membentuk asam hipurat yang kemudian

dikeluarkan melalui urin (White et al. 1964 diacu dalam Chipley 2005). Tahap

pertama dikatalisis oleh enzim synthetase; tahap kedua dikalatalisis oleh enzim

acyltransferase. Mekanisme ini mampu mengeluarkan sekitar 66-95 % asam benzoat.

Sisa benzoat yang tidak dikeluarkan sebagai asam hipurat dapat didetoksifikasi

melalui konjugasi dengan asam glukuronat dan dapat dikeluarkan melalui urine.

c. Toksikokinetika Natrium atau Asam Benzoat

Toksisitas benzoat dalam larutan adalah hasil dari molekul benzoat yang tidak

terdisosiasi (Chipley 2005). Faktor pembatas dalam biosintesis asam hipurat adalah

ketersediaan glisin. Penggunaan glisin dalam detoksifikasi benzoat menyebabkan

penurunan kadar glisin dalam tubuh. Oleh karena itu, konsumsi asam benzoate atau

garamnya mempengaruhi fungsi tubuh atau proses metabolik yang melibatkan glisin,

sebagai contoh penurunan kreatinin, glutamin, urea, dan asam urat (WHO 2000).

Glisin merupakan salah satu asam amino relatif esensial yang terlibat dalam

Page 9: makalah toksikologi BTM

biosintesis hemoglobin. Glisin diduga dapat memperbaiki absorbsi besi dalam tubuh

sehingga ketersediaan hayati besi dapat ditingkatkan.

Penurunan kadar glisin dalam tubuh menyebabkan Defisiensi besi adalah

kondisi dimana tidak adanya cadangan besi di dalam tubuh, yang pada akhirnya

merupakan manifestasi klinis anemia yang merupakan derajat berat dari defisiensi

besi.

Hal ini mungkin dikarenakan glisin merupakan asam amino yang terlibat

dalam biosintesis hemoglobin. Hemoglobin membentuk sekitar 95% dari protein

intrasel pada eritrosit, sehingga penurunan kadar glisin dapat menurunkan proses

produksi eritrosit. Glisin juga turut membentuk antioksidan glutation yang dapat

mempertahankan besi diet dalam bentuk fero, sehingga absorbsi besi dapat

ditingkatkan dan ketersediaan hayati besi dalam tubuh dapat ditingkatkan pula.

2.2.2 Nitrat dan Nitrit

Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses

oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk

pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang

mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, nitrat mengikat tiga atom oksigen

sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. Di alam, nitrat sudah diubah menjadi bentuk

nitrit atau bentuk lainnya.

Struktur kimia dari nitrat

Berat molekul: 62.05

Struktur kimia dari nitrit

O == N -- O-

Berat molekul: 46.006

Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil, Bentuk

garam dari nitrat dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa. Bersifat

higroskopis.

Page 10: makalah toksikologi BTM

a. Mekanisme Nitrat dan Nitrit sebagai Bahan Pengawet

Nitrit dapat menghambat mikroorganisme dengan cara meniadakan katalisator

respirasi yang meniadakan heme. Peranan nitrat kadang tidak menentu. Suatu hasil

penelitian menyatakan bahwa NaNO3 pada konsentrasi 2,3-4,4 % dapat menghambat

pertumbuhan Clostridium botulinum, namun pada konsentrasi 0,06-0,39 % tidak

mengahambat pertumbuhan C. botulinum.

b. Farmakokinetik Nitrat dan Nitrit

Nitrat dan nitrit yang diberikan secara oral akan diabsorbsi oleh traktus

digestivus bagian atas dan dipindahkan ke dalam darah. Di dalam darah, nitrit

mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin yang kemudian teroksidasi menjadi

nitrat. Normalnya methemoglobin akan langsung diubah menjadi hemoglobin

kembali melalui proses enzimatik. Nitrat tidak diakumulasikan didalam tubuh. Nitrat

kemudian didistribusikan ke cairan-cairan tubuh seperti urin, air liur, asam lambung,

dan cairan usus. Sekitar 60% dari nitrat oral diekskresikan melalui urin. Sisanya

belum diketahui, tetapi metabolisme bakteri endogen mengeliminasi sisanya.

Apabila nitrat dan nitrit yang masuk bersamaan dengan makanan, maka

banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan

diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba

usus mengubah nitrat menjadi nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena

itu, pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap

keracunan. Nitrit dapat mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, hal ini

mungkin diakibatkan karena adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO) atau

NO-yang mengandung molekul yang berperan dalam membuat relaksasi otot-otot

polos. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk N-

nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung nitrat atau

nitrit dimasak dengan panas yang tinggi.

c. Toksikokinetik Nitrat dan Nitrit

Toksisitas pada penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet dapat

pula terjadi secara akut, terutama jika kadarnya berlebihan. Apabila nitrit dan nitrat

Page 11: makalah toksikologi BTM

masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat

absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian

bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa

yang lebih berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti

klinis yang penting terhadap keracunan. Kondisi tertentu di dalam saluran pencernaan

dapat menyebabkan terjadinya peningkatan konversi nitrat menjadi nitrit, terutama

jika kondisi pH cairan lambung cukup tinggi (>5), yang merupakan kondisi yang

mendukung pertumbuhan bakteri pereduksi nitrat. Kondisi ini umum dijumpai pada

bayi karena secara normal sistem pencernaannya mempunyai pH yang lebih tinggi

daripada orang dewasa.

Di dalam saluran pencernaan, senyawa nitrit dapat bereaksi dengan amina

yang terkandung dalam pangan membentuk senyawa nitrosamin. Selain dapat

membentuk nitrosamin yang bersifat karsinogenik, nitrit merupakan senyawa yang

berpotensi sebagai senyawa pengoksidasi. Di dalam darah, nitrit dapat bereaksi

dengan hemoglobin dengan cara mengoksidasi zat besi bentuk divalen menjadi

trivalen kemudian menghasilkan methemoglobin. Methemoglobin tidak dapat

mengikat oksigen, oleh karena itu terjadi penurunan kapasitas darah yang membawa

oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh serta menimbulkan kondisi yang disebut

methemoglobinemia.

Pada darah individu normal terkandung methemoglobin dalam kadar yang

rendah, yaitu 0,5-2%. Jika kadar methemoglobin meningkat hingga 10% maka akan

menimbulkan sianosis yang ditandai dengan munculnya warna kebiruan pada kulit

dan bibir; kadar di atas 25% dapat menyebabkan rasa lemah dan detak jantung cepat;

sedangkan kadar di atas 60% dapat menyebabkan ketidaksadaran, koma, bahkan

kematian. Nitrit dapat mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga

dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah, hal ini mungkin diakibatkan karena

adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO) atau NO-yang mengandung

molekul yang berperan dalam membuat relaksasi otot-otot polos.

Page 12: makalah toksikologi BTM

2.2.3 Formaldehid

Formaldehid  adalah larutan tak berwarna, mudah larutdalam air, mudah

menguap, dan mempunyai bau yang tajam. Formalin merupakan larutan komersial

dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Formalin termasuk golongan aldehida suku

pertama dengan rumus kimia ; H-CH=O.

a. Mekanisme Formalin sebagai Pengawet

Formalin yang umum dikenal sebagai zat pengawet sediaan biologi atau

mayat, banyak disalahgunakan untuk pengawet bahan makanan sehari-hari, seperti mi

basah, tahu, bakso, ikan asin, ayam potong, ikan laut dan beberapa makanan lainnya.

Beberapa jenis peralatan rumah tangga yang terbuat dari plastic atau melamin, seperti

mangkuk, pring dangelas juga menggunakan formalin. Peralatan itu hanya aman

digunakandalam kondisi dingin.

Sifat antimicrobial formalin merupakan hasil dari kemampuannya

menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi dengan amino bebas dalam

protein menjadi campuran lain. Kemampuan daeru formaldehid meningkat seiring

dengan peningkatan suhu (Lund, 1994). Mekanisme formalin sebagai pengawet

adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian

antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan

tidak larut (Standen, 1996 dalam Herdianti, 2003). Formaldehid mungkin

berkombinasi dengan asam amino bebas dari protein pada sel protoplasma, merusak

nucleus, dan mengkoagulasi protein (Fazier dan Weshoff, 1988).

b. Toksistas Formaldehid

Secara toksikologi, mekanisme aksi toksik formalin bersifat ekstra sel karena terjadi

secara tidak langsung yang artinya zat beracun ini pada awalnya beraksi di lingkungan luar sel

sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan fungsional pada sel itu sendiri. Pada kadar

toksikan yang berlebihan dapat mengakibatkan perubahan sturktural pada sel yang

Page 13: makalah toksikologi BTM

sifatnya tidak terbalikkan. Selain tertelan, formalin dapat masuk lewat mulut karena

mengkonsumsi makanan yang diberi pengawet formalin.

Efek tak diinginkan dari formaldehid baik in vivo maupun in vitro berkaitan

dengan reaktifitasnya yang kuat terhadap senyawa amina. Interaksi formaldehid dengan

protein dan asam amino, khususnya RNA menghasilkan fiksasi jaringan dan denaturasi,

dan denaturasi dengan DNA merupakan reaksi yang irreversible.

Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi jadi asam format yang meningkatkan

keasaman darah, tarikan napas menjadi pendek dan sering, hipotermia, hingga koma. Jika

akumulasi formalin kandungan dalam tubuh tinggi, maka bereaksi dengan hampir semua zat di

dalam sel dan terikatnya DNA protein sehingga menyebabkan terganggunya ekspresi genetik

yang normal. Ini akibat sifat oksidator formalin terhadap sel hidup. Dampak yang dapat

terjadi tergantung pada berapa banyak kadar formalin yang terakumulasi dalam tubuh.

Semakin besar kadar yang terakumulasi, tentu semakin parah akibatnya. Mulai dari

terhambatnya fungsi sel hingga menyebabkan kematian sel yang berakibat lanjut berupa

kerusakan padaorgan tubuh. Di sisi lain dapat pula memicunya pertumbuhan sel-sel

yangtak wajar berupa sel-sel kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing

pemberian formalin dalam dosis tertentu jangka panjang secara bermakna mengakibatkan

kanker saluran cerna seperti adeno carcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus

dan adeno carcinoma aduodenum.

2.3 Toksikologi Bahan Pewarna

a. Farmakokinetik Zat Pewarna

Senyawa-senyawa zat pewarna dibawa kedalam darah melalui berbagai bentuk

anatara lain :

1. Sebagai molekul yang tersebar bebas dan melarut didalam plasma

2. Sebagai molekul yang tersebar reversibel dengan protein dan konstituen

dalam serum

3. Sebagai molekul bebas atau terikat tanpa mengandung eritrosit dan unsur-

unsur lain dalam pembentukan darah.

Page 14: makalah toksikologi BTM

Absorsi zat pewarna dalam tubuh diawali disaluran pencernaan dan sebagian

dapat mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus dari saluran pencernaan

dibawah langsung kehati melalui vena vortal atau melalui vena kava superior. Dihati

senyawa dimetabolisme atau dikonjugasi kemudian ditransportasikan keginjal untuk

diekresikan bersama urin.( hardiansyah,2000)

Skema Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi Zat Pewarna

Dimana zat pewarna dimetabolismekan atau dikonjugasi dihati, ada juga yang ke

empedu melalui jalur enterohepatik. Zat pewarna AZO yang larut dalam air dikeluarakan

secara kuantitaf melalui emedu, sedangkan zat warna yang larut dalam serum diabsorbsi

tanpa dimetabolisme di usus melainkan didalam hati. senyawa-senyawa yang merupakan

metabolit polar lebih cepat dieliminasi melalui urine. (kisman,1994)

b. Toksikologi Bahan Pewarna

Dampak penggunaan zat warna dapat dilihat seperti diagram dibawah ini:

Page 15: makalah toksikologi BTM

Hal-hal yang mungkin memberikan dampak negatif terseburt terjadi bila

1. Bahan pewarna sintetik dikomsumsi dalam jumlah kecil namun berulang

2. Bahan pewarna sintetik dikomsumsi dalm jangka waktu lama

3. Kelompok masayarakat luas dengan daya tahan berbeda-beda tergantung umur jenis

kelamin, dan sebagainya.

4. Penyimpanan hbahan peawarna sintetik oleh pedagang kimia yang tidak memenuhi

persyaratan.

c. Tartrazine

Ishidate et al. (1984) menggambarkan munculnya penyimpangan

kromosom dalam fibroblast dari tartrazin yang diberikan pada PigGuinea China.

Dalam suatu studi juga menggunakan fibroblast dari mamalia Muntiacus

muntijac, yang dikultivasi dengan 5, 10, dan 20 mg dari tartrazine selama 3 hari

diperoleh adanya penyimpangan kromosom fibroblasti (Patterson and Butler,

1982). Inhibisi respirasi mitokondria 16% dari sel-sel hati dan ginjal dari

tartrazine yang diberikan pada tikus tikus juga telah didemonstrasikan dalam

suatu studi oleh Reyes et al. (1996).

2.4 Toksikologi Bahan Pemanis

Sakarin adalah zat pemanis buatan dari garam natrium dari asam

sakarin berbentuk bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini

mempunyai tingkat kemanisan 550 kali gula biasa. Oleh karena itu sangat populer

dipakaisebagai bahan pengganti gula.

Page 16: makalah toksikologi BTM

a. Farmakokinetik Sakarin

Natrium sakarin yang terserap dalam tubuh manusia tidak akan mengalami

metabolisme, sehingga akan dieksresikan melalui urin tanpa perubahan kimiawi.

Selain itu sakarin juga dapat menimbulkan rasa pahit, ini disebabkan oleh adanya

ketidakmurnian bahan. Meskipun demikian rasa pahit ini dapat dikurangi dengan

sintesa sakarin dari asam antromilat atau benzhothiophene.

b. Toksikokinetik Sakarin

Page 17: makalah toksikologi BTM

2.4.1 Toksikologi Bahan Penambah Rasa

Monosodium Glutamat

Glutamat secara alamiah terdapat pada kebanyakan makanan dalam bentuk

berikatan dengan kandungan protein makanan tersebut, seperti jamur, gandum, tomat,

kacang tanah, kacang polong, daging dan sebagian besar produk susu (Freeman, 2006).

Asam amino glutamat dan glutamine diubah menjadi glutamat di dalam tubuh. Asam

Page 18: makalah toksikologi BTM

amino yang tadinya berikatan dengan protein makanan, perlahan-lahan dipecahkan dan

diabsorbsi. Proses ini menyebabkan glutamat dihasilkan secara bertahap, hanya glutamat

dalam bentuk bebas yang dapat membangkitkan rasa lezat (Gold, 1995).

a. Farmakokinetik MSG

MSG berbentuk tepung kristal putih yang bila dilarutkan ke dalam air atau saliva

akan cepat berdissosiasi menjadi garam bebas dan glutamat (bentuk anion dari asam

glutamat). Ion glutamat akan membuka gerbang Ca2+ pada kuncup perasa (taste bud)

sehingga menimbulkan depolarisasi reseptor yang berlanjut dengan potensial aksi yang

sampai ke otak dan diproyeksikan sebagai sensasi lezat (Gold, 1995; Sheerwood, 2004).

Rumus kimia dari MSG adalah C5H8NNaO4.

Asam amino glutamat dan glutamine diubah menjadi glutamat di dalam tubuh.

Asam amino yang tadinya berikatan dengan protein makanan, perlahan-lahan dipecahkan

dan diabsorbsi. Proses ini menyebabkan glutamat dihasilkan secara bertahap, hanya

glutamat dalam bentuk bebas yang dapat membangkitkan rasa lezat (Gold, 1995).

Pada MSG, glutamat tidak berikatan dengan protein, tetapi sudah dalam bentuk

bebas. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa mengkonsumsi glutamat bebas akan

meningkatkan kadar glutamat di dalam plasma darah secara signifikan. Dan kelebihan

jumlah glutamat di dalam plasma, memudahkan glutamat merembes masuk melalui blood

brain barrier (Gold, 1995).

b. Toksikokinetik MSG

Glutamat merupakan neurotransmitter yang penting untuk proses komunikasi

antar sel-sel otak. Normalnya, bila terjadi kelebihan glutamat, glutamat akan dipompakan

kembali ke dalam sel-sel glia yang mengelilingi neuron. Sebab, bila neuron tepapar dengan

glutamat dalam jumlah besar, maka sel tersebut akan mati.

Glutamat membuka Ca2+ channel neuron sehingga Ca2+ dapat masuk ke dalam

sel. Sejumlah reaksi kimia terjadi di dalam sel yang sering kali memicu pelepasan bahan-

bahan kimia, menstimulasi neuron yang berhubungan dan seterusnya. Salah satu hasil dari

reaksi kimia di neuron adalah asam arachidonat. Asam arachidonat kemudian bereaksi

dengan 2 enzym yang berbeda, melepaskan radikal bebas seperti hydroxyl radical. Hydroxyl

Page 19: makalah toksikologi BTM

radical inilah yang dapat membunuh sel-sel otak. Bila kadar glutamat menjadi berlebih,

Ca2+ channel akan tetap terbuka sehingga reaksi kimia yang terjadi juga akan semakin

meningkat mengawali pengrusakan sel tersebut dan sel-sel yang berdekatan yang memiliki

reseptor glutamat (Gold, 1995).

Secara normal, otak dilindungi oleh blood brain barrier yang mencegah

berlebihnya jumlah glutamat di otak. Namun ada beberapa tempat di otak yang tidak

dilindungi oleh blood brain barrier termasuk hipothalamus, organ circumventricular,

Efek yang terjadi terhadap testosteron darah maupun sel Leydig, kemungkinan

besar adalah efek tidak langsung dari MSG, dalam hal ini glutamat. Oleh karena glutamat

adalah neuro transmitter yang bekerja pada sel neuron, namun dapat mencederai neuron

jika terdapat dalam jumlah yang berlebihan, sehingga dikatakan glutamat dan juga

aspartat bersifat eksitotoksin. Penurunan kadar LH dan FSH dihubungkan dengan

kerusakan hipo talamus, tempat bio sintesis GnRH yang mengatur sekresi kedua hormon

tersebut. Apabila kadar LH turun, tentu stimulasi terhadap sel Leydig juga berkurang

sehingga dapat menurunkan fungsinya sebagai tempat bio sintesis testosteron.

Page 20: makalah toksikologi BTM

BAB III

KESIMPULAN

1. Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu

yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik, Medicine dan

lain-lain.

2. Toksikologi bahan tambahan makanan adalah ilmu yang mempelajari efek yang tidak

diinginkan dalam sistem biologis dari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu

kegiatan penambahan bahan tambahan makanan dan menimbulkan efek bagi

kesehatan tubuh konsumen.

3. Secara umum toksikologi bahan tambahan makanan terdiri dari beberapa jenis,

tergantung pada penggunaan bahan tambahan makanan tersebut.bahan

pengawet,bahan pewarna, bahan pemanis,Toksikologi bahan penyedap rasa.

4. Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme seperti perubahan

dalam absorbsi , pengikatan protein, dan bio transformasi atau ekskresi dari satu atau

dua zat toksik yang berinteraksi.

5. Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran,

maupun mekanisme kerjanya.

6. Toksisitas benzoat dalam larutan adalah hasil dari molekul benzoat yang tidak

terdisosiasi.

7. Toksisitas pada penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai pengawet dapat pula

terjadi secara akut, terutama jika kadarnya berlebihan. Apabila nitrit dan nitrat masuk

bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat

absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian

bawah.

8. toksikokinetika sakarin mempelajari bagaimana cara senyawa tersebut masuk

kedalam tubuh dan apa yang terjadi terhadapnya setelah memasuki tubuh.

9. Glutamat merupakan neurotransmitter yang penting untuk proses komunikasi antar sel-

sel otak. Normalnya, bila terjadi kelebihan glutamat, glutamat akan dipompakan kembali

Page 21: makalah toksikologi BTM

ke dalam sel-sel glia yang mengelilingi neuron. Sebab, bila neuron tepapar dengan

glutamat dalam jumlah besar, maka sel tersebut akan mati.

DAFTAR PUSTAKA

Hardiansyah rimbawan,2000. Analisis masalah dan pencegahan keracunan

makanan.perhimpunan ahli panagn indonesia (PATPI) dan IPB :Jakarta.

Kisman sardjono,1984.analisa zat warana dalam beberapa jenis makanan direktorat

jenderal pengawasan obat dan makanan: Jakarta.

Sudarmadji, Slamet. 1982. Bahan – Bahan Pemanis. Agritech, Yogyakarta.

Winaryo, F.G., 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Aurand, L. W., 2003. Food Composition and Analysis. Nostrand Reinhold : New

York.

Babu, S. and S. Shenolikar, 1995. Health and nutritional implications of food colours.

Ind. J. Med. Res., 102: 245-249.

Branen, A.L., Davidson P.M & Salminen S. 1990. Food Additives. New York and

Basel: Marcel dekker Inc

Benowitz, N.L. Nitrates and Nitrits in Poisoning and Drug Overdose. Fifth

edition. Olson, KR. (Eds.). McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2007