Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

36
BAB I PENDAHULUAN Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit di deskripsi karena bentuknya yang sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar, yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunya muara ( ostium ) ke dalam rongga hidung. Adapun sinusitis sendiri didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal, yang mana pada umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis. (1) Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dengan lebih dari 30 juta orang terdiagnosis setiap tahunnya. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey ( NACM ) kurang lebih terdapat 14 % dari orang dewasa yang dilaporkan mendapat serangan rhinosinusitis setiap tahunnya dan merupakan urutan ke-5 diagnosis penyakit yang menggunakan terapi antibiotik. Sedangkan pada anak-anak biasanya mendapat 6-8 kali serangan infeksi saluran nafas atas setiap tahunnya dan kurang lebih 0,5-2% infeksi saluran nafas pada orang dewasa dan 6-13% infeksi saluran nafas atas pada anak- anak yang disebabkan virus berkomplikasi menjadi infeksi akut sinusitis bakteri. 1

description

sinusitis adalah

Transcript of Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

Page 1: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

BAB I

PENDAHULUAN

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit di

deskripsi karena bentuknya yang sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat

pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar, yaitu sinus maksila, sinus

frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan

hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam

tulang. Semua sinus mempunya muara ( ostium ) ke dalam rongga hidung.

Adapun sinusitis sendiri didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus

paranasal, yang mana pada umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga

sering disebut rhinosinusitis. (1)

Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dengan lebih

dari 30 juta orang terdiagnosis setiap tahunnya. Menurut National Ambulatory

Medical Care Survey ( NACM ) kurang lebih terdapat 14 % dari orang dewasa

yang dilaporkan mendapat serangan rhinosinusitis setiap tahunnya dan merupakan

urutan ke-5 diagnosis penyakit yang menggunakan terapi antibiotik.

Sedangkan pada anak-anak biasanya mendapat 6-8 kali serangan infeksi

saluran nafas atas setiap tahunnya dan kurang lebih 0,5-2% infeksi saluran nafas

pada orang dewasa dan 6-13% infeksi saluran nafas atas pada anak-anak yang

disebabkan virus berkomplikasi menjadi infeksi akut sinusitis bakteri.

Wanita lebih sering terkena sinusitis dibandingkan pria oleh karena sering

berkontak dengan anak-anak, dimana wanita 20,3% dibandingkan pria 11,5%(2)

1

Page 2: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

BAB II

ANATOMI SINUS MAKSILARIS

Sinus maksilaris merupakan sinus paranasl yang terbesar. Saat lahirsinus maksila

bervolume 6-8 mL yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal yaitu 15mL saat dewasa.

Sinus ini berbentuk piramid. Dinding anterios sinus ialah permukaan fasial Os.Maksila yang

disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding

medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dan dinding superiornya adalah dasar orbita

serta dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

berada di sebelah superios dinding medial sinus dan bermuars ke hiatus semilunaris melalui

infundibulum etmoid.

Gambar II.1 Anatomi Kavum Nasi A: Lateral nasal wall. 1, Frontal sinus; 2, middle nasal

concha; 3, middle nasal meatus; 4, agger nasi; 5, atrium of middle nasal concha; 6, limen; 7,

vestibule; 8, inferior nasal meatus; 9, incisive canal; 10, palatine process of maxilla; 11, soft

palate; 12, pharyngeal recess; 13, eustachian tube orifice; 14, toris tubarius; 15, adenoid; 16,

sphenoid sinus; 17, sphenoid sinus opening; 18, sphenoethmoidal recess; 19, inferior nasal

concha; 20, superior nasal meatus; 21, superior nasal concha; 22, palatine bone. B: Nasal

septum. 1, Perpendicular plate; 2, cribriform plate; 3, crista galli; 4, frontal bone; 5, nasal

bone; 6, septal cartilage; 7, medial crus; 8, anterior nasal spine; 9, incisive canal; 10, palatine

process; 11, perpendicular plate; 12, postnasal spine; 13, horizontal plate; 14, lateral

pterygoid plate; 15, medial pterygoid plate; 16, sphenoid sinus; 17, crest; 18, body.

2

Page 3: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

D

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar

sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar ( P1 dan P2 ),

molar ( M1 dan M2 ) kadang-kadang juga gigi taring dan gigi molar M3, bahkan akar-akar

gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas

menyebabkan sinusitis; 2) sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) ostium

sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari

3

Gambar II.2 Sinus Paranasal

1, Nasal septum; 2, Sinus

Frontalis; 3, Kavum Nasi; 4, Sinus

Etmoidalis; 5, Konka Nasalis

Media; 6,Meatus Medius; 7, Sinus

Maksilaris; 8, Konka Nasalis

Inferior; 9, Palatum Durum

Gambar II.3 Drainase Sinus

Maksilaris, Sinus Frontalis, Sinus

Etmodalis Anterior menuju Meatus

Medius

Page 4: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum

adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada

daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis(1)

4

Page 5: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

BAB III

TINDAKAN OPERATIF PADA SINUSITIS MAKSILARIS

Tindakan operasi pada sinusitis maksilaris di bagi menjadi 2, yaitu

1. Tindakan operatif pada sinusitis maksilaris akut

Adapun yang dimaksud dengan sinusitis maksilaris akut adalah inflamasi sinus

maksilaris yang terjadi dengan batas waktu sampai 4 minggu.(1)

Tindakan yang dilakukan adalah drainase sinus dimana indikasi dilakukan tindakan

operatif :

1. Jika terapi medikamentosa yang adekuat diberikan gagal dalam

mengontrol infeksi, yang menyebabkan melambat/memperpanjang

hilangnya gejala.

2. Bila pasien mengalami komplikasi dari sinusitis, yang dapat berupa

Mukokel pada frontoetmoid dan sphenoetmoid, komplikasi orbital,

komplikasi intrakranial.

3. Mengambil materi untuk kultur bakteri dengan tujuan pemilihan

antibiotik yang selektif. Hal ini biasa di perlukan pada pasien yang

mengalami defisiensi imun atau berada pada perawatan intensif dimana

sinusitis dapat menyebabkan sepsis.(2)

2. Tindakan operatif pada sinusitis maksilaris kronik

Adapun yang dimaksud dengan sinusitis maksilaris kronik adalah inflamasi sinus

maksilaris yang terjadi dengan batas waktu lebih dari 12 minggu.(1) Indikasi tindakan

operatif pada sinusitis maksilaris kronik adalah pada pasien yang tidak merespon

dengan terapi medikamentosa selama 3-6 minggu dengan antibiotik, steroid nasl dan

irigasi saline nasal. Kontraindikasi : tidak ada kontraindikasi absolut.

Terdapat 4 pilihan utama tindakan operatif : (3)

1. FESS : Endoskopi uncinektomi dengan/tanpa antrostomi maksila.

2. FESS : Balloon Sinuplasti

3. Inferior antrostomi ( nasoantral window )

4. Prosedur Caldwell-Luc

5

Page 6: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

BAB IV

DRAINASE OPERATIF SINUS MAKSILARIS

IV.1 Indikasi

Indikasi dilakukannya tindakan ini adalah :

1. Jika terapi medikamentosa yang adekuat diberikan gagal dalam mengontrol infeksi,

yang menyebabkan melambat/memperpanjang hilangnya gejala.

2. Bila pasien mengalami komplikasi dari sinusitis, yang dapat berupa mukokel pada

frontoetmoid dan sphenoetmoid, komplikasi orbital, komplikasi intrakranial.

3. Mengambil materi untuk kultur bakteri dengan tujuan pemilihan antibiotik yang

selektif. Hal ini biasa di perlukan pada pasien yang mengalami defisiensi imun atau

berada pada perawatan intensif dimana sinusitis dapat menyebabkan sepsis.(2)

Pemeriksaan pencitraan pre-operatif perlu dilakukan untuk mendokumentasikan

keadaan sinusitis maksilaris akut dan untuk mengarahkan perencaan tindakan operatif

IV.2 Anestesia

Pada drainse sinus pada orang dewasa biasanya diberikan anestesi lokal, tetapi pada

anak-anak biasanya anestesi umum diperlukan

IV.3 Prosedur

Beberapa teknik ada untuk melakukan drainase sinus maksilaris. Meatus inferior dan

fosa kanina adalah sisi yang optimal untuk melakukan drainase oleh mudah di akses dan

tulang yang relatif tipis dan memiliki vaskularisasi yang baik.

Persiapan Pasien

Pasien yang dalam keadaan sadar berada dalam posisi duduk untuk memungkinkan aliran

drainase sinus ke dalam bassin. Jaga jalan nafas dan lakukan suction orofaring selama

prosedur pada pasien yang tidak sadar. Pada pasien di ICU, kateterisasi pada sinus

memungkinkan untuk dilakukan bersamaan dengan drainase sinus untuk memastikan

drainase yang adekuat.

6

Page 7: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

Pungsi Meatus Inferior

Gunakan anestesi topikal ( seperti kokain, tetrakain, lidokain 4% ) dan anestesi

lokal/vasokonstrikstor ( seperti lidokain 1% dengan epinefrin 1:100.000 ) untuk

menginfiltrasi mukosa meatus inferior.

Letakan trokar bengkok di mukosa dan tulang 1 cm di atas lantai/dasar hidung, 1/3 bagian

trokar mengarah mendekati koana posterior dengan sudut menghadap keatas memungkinan

penetrasi optimal ke dalam sinus. Trokar bengkok lebih di pilih dibandingkan trokar lurus

untuk meminimalkan risiko cedera orbita dikarenakan pegarahan yang salah. Dorong trokar

sampai menusuk mukosa sinus, kemudian lepaskan introduser.

Aspirasi sampel steril dengan menggunakan syringe 10 mL untuk pewarnaan Gram, kultur

dan sensitivitas.

Irigasi sinus dengan 50-100mL cairan NaCl Isotonik memungkinkan aliran dari sekret yang

purulen melalui ostium yang telah ada ( ostium alami ). Irigasi hanya dilakukan setelah trokar

telah pasti berada di dalam antrum dengan cara menaspirasi dan di dapatkan udara atau cairan

yang purulen.

Prosedur selesai dilakukan bila sekresi yang melalui ostium alami jernih. Lepaskan trokar dan

istirahatkan pasien selama 15 menit untuk menghindarai episode vasovagal.

Pungsi Fossa Kanina

Gunakan anestesi topikal ( seperti kokain, tetrakain, lidokain 4% ) dan anestesi

lokal/vasokonstrikstor ( seperti lidokain 1% dengan epinefrin 1:100.000 ) untuk

menginfiltrasi groove superior gingivolabial pada fosa kanina.

Letakan trokar lurus di mukosa dan tulang, superior dari akar kaninus, inferior dari foramen

intra orbita, medial dari zygomatik buttress dan lateral dari apertura piriformis, memungkikan

penetrasi optimal ke dalam sinus. Dorong trokar sampai mukosa sinus tertusuk dan lepaskan

introduser.

Aspirasi sampel steril dengan menggunakan syringe 10 mL untuk pewarnaan Gram, kultur

dan sensitivitas.

Irigasi sinus dengan 50-100mL cairan NaCl Isotonik memungkinkan aliran dari sekret yang

purulen melalui ostium yang telah ada ( ostium alami ). Irigasi hanya dilakukan setelah trokar

7

Page 8: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

telah pasti berada di dalam antrum dengan cara menaspirasi dan di dapatkan udara atau cairan

yang purulen.

Prosedur selesai dilakukan bila sekresi yang melalui ostium alami jernih. Lepaskan trokar dan

istirahatkan pasien selama 15 menit untuk menghindarai episode vasovagal.

Teknik Endoskopi

Teknik endoskopi berguna bila terjadi infeksi multipel sinus atau dekompresi orbita pada

pasien dengan komplikasi.

Menggunakan teleskop 0° atau 30° dilakukan inspeksi kavum nasi bilateral. Diperhatikan

kondisi dari mukosa,konka, septum dan jalan nafas, juga apakah ada sekret yang purulen.

Pada sisi sinus maksilaris yang terinfeksi, konka media dan prosesus ucinatus di anestesi

infiltrasi dengan lidokain 1-2% dengan epinefrin 1:100.000. Kemudian hidung ditutup

dengan 0,25 inch kasa selama 5 menit untuk dekongesti optimal.

Menggunakan freer elevator atau backbitting instrumen, procesus ucinatus pindahkan, ostium

sinus maksilaris dapat terekspos. Dengan suction bengkok masuk ke dalam sinus maksilaris

dan sekresi di kirim untuk kultur. Ostium dibuka dengan lebar untuk memungkinkan drainase

sinus.

Gambar III.1 Drainase Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

8

Page 9: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

IV.4 Kontraindikasi

Tidak ada kontraindikasi absolut untuk tindakan operatif drainase sinus, evaluasi hati-

hati diperlukan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami perdarahan ( seperti trombosit

yang rendah ) atau dengan variasi anatomi dimana meningkatkan risiko cedera stuktur

disekitarnya ( seperti hipoplastik sinus maksilaris )

IV.5 Komplikasi Tindakan

Komplikasi dari prosedur drainase non-endoskopi dapat minor atau berbahaya. Komplikasi

yang paling sering terjadi adalah kesalahan memasukan trokar ke dalam sinus karena posisi

yang tidak tepat, penetrasi mukosa sinus yang tidak komplit, atau adanya hipoplastik antrum.

Epistaksis dapat terjadi karena laserasi dari mukosa nasal atau koagulopati yang telah ada

sebelumnya. Komplikasi berbahaya termasuk cedera orbita, embolisme udara, dan kematian

sekunder karena injeksi udara ke dalam sinus.(2)

9

Page 10: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

BAB V

FUNCTIONAL ENDOSCOPIC SINUS SURGERY ( FESS )

V.1. Introduksi (4,5)

Pioner dari FESS adalah Messerklinger dan Wigand pada akhir 1970 ,dimana saat ini

telah dikembangkan lebih jauh oleh para ahli bedah hidung dan sinus yang disertai dengan

semakin majunya perkembangan pencitraan sehingga pengertian akan anatomi dan

patofisiologi dari sinusitis kronik memungkinkan para ahli bedah untuk melakukan tindakan

operasi yang lebih kompleks dengan lebih aman.(4)

FESS adalah sebuah prosedur dengan menggunak endoskopi nasal ( menggunakan

tekonologi lensa Hopkin ) melewati kavum nasi untuk menghindari sayatan pada kulit.

Endoskopi ini memiliki diameter 4mm ( untuk orang dewasa ) dan 2,7 mm ( untuk anak-anak

) dan memiliki sudut yang bervariasi dari 0°, 30°, 45°, 70°, 90° dan 120°. Memberikan

iluminasi yang baik di dalam kavum nasi dan sinus.(5)

Senior et al melaporkan gejala membaik pada 66 dari 72 ( 91,6% ) pada pasien yang

mendapat ESS ( Endoscopic Sinus Surgery ) dengan follow-up selama 7.8 tahun. Juga

meningkatkan kualitas hidup sebanyak 85% dengan follow-up selama 31,7 bulan

Functional endoscopic sinus surgery (FESS) diberi nama demikian dengan tujuan untuk

membesarkan tujuan obejektif primer yaitu mengembalikan fungsi sinus paransal dengan

mengembalikan aerasi ke keadaan awal/normal dan pola bersihan mukosilia yang

seharusnya.

V.2 Indikasi

Indikasi terbanyak adalah pada penyakit inflamasi dan infeksi sinus. Indikasi tersering

untuk ESS adalah

1. Sinusitis Kronik yang refrakter terhadap terapi medikamentosa

2. Sinusitis berulang

3. Poliposis Nasal

4. Polip Antokoanal

10

Page 11: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

5. Mukokel Sinus

6. Eksisi Tumor

7. Penutupan LCS yang merembes

8. Dekompresi Orbita ( seperti Graves oftalmopati )

9. Dekompresi Nervus Optikus

10. Dakriosistorinostomi

11. Reparasi Atresia Koana

12. Pengangkatan Benda Asing

13. Kontrol Epistaksis(4)

Biasanya, ESS dilakukan pada pasien yang memiliki catatan rinosinusitis

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik lengkap, termasuk CT-scan bila diperlukan dan

gagal terhadap terapi medikamentosa. (4)

V.3 Kontraindikasi

Beberapa keadaan tidak memungkinkan dilakukannya tindakan endoskopi, yaitu pada

komplikasi intraorbita dari sinusitis akut seperti abses orbita atau osteomielitis frontal dengan

Potss puffy tumor. Pemeriksaan CT/ MRI preoperatif membantu mengarahkan dokter bedah

V.4 Prosedur

Preoperatif CT Scan(6)

Pencitraan CT harus slice setipis mungkin ( 3mm atau kurang ) dan potongan koronal dan

aksial yang dipakai. Evaluasi dilakukan pada 7 daerah,

1. Basis Kranium : analisa panjangnya, ketebalan, adakah erosi atau tidak, asimetri,

tinggi dan slope.

2. Dinding Medial Orbita : bukti penipisa, erosi atau protrusi isi orbita.

3. Arteri Etmoidalis Anterior : diidentifikasi kedudukannya terhadap basis kranium.

4. Tinggi Vertikal dari Etmoidalis Posterior : dapat di ukur dari inspeksi jarak atap sinus

maksilaris posteriormedial menuju basis kranium. Pasien dengan jarak vertikal yang

lebih pendek berisiko tinggi mengalami cedera intrakranial.

5. Sinus Maksilaris : apakah ada infraorbita sel udara etmoid ( Haller sel ), sisi medial

dilihat derajat protursi ke dalam kavum nasi dan resirkulasi / ostia aksesoris

11

Page 12: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

6. Sinus Sfenoid : lokasi septum intersinus dan ukuran relatif kedua sisi.

7. Resesus frontaslis dan anatomi sinus.

Anestesia

Walaupun dahulu FESS menggunakan anestesi lokal, sekarang anestesi umum lebih sering

dipakai oleh karena prosedur yang lebih teliti dan lebih detil yang memerlukan waktu lebih

panjang. Walaupun demikian vasokonstriktor dan anestesi topikal tetap dibutuhkan untuk

meminimalkan pendarahaan.

Digunakan spray oxymetazoline 1 jam sebelum prosedur, juga digunakan kokain bubuk

topikal ( 125-150 mg ) pada aplikator nasal. Dapat dilakukan blok anestesi sfenopalatina

secara transoral atau transnasal untuk memperkuat anestesi dan vasokonstriksi juga

mengurangi perdarahan bila sinus etmoid posterior / sfenoid terkena.

Gambar V.1 Blok Transnasal Sfenopalatina

( dilihat dengan endoskopi pada kavum nasi kanan )Jarum tonsil bersudut melewati aspek

lateral dari porsi horizontal basal lamella. Ini dapat digunakan bila jalur transoral dimana

terdapat patensi meatus medius BL, basal lamella; LW, lateral nasal wall; MT, middle

turbinate.

12

Page 13: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

Kemudian dilakukan injeksi pada dinding lateral kavumnasi di dekat prosesus ucinatus,

menggunakan syringe 3mL, jarum 27G.(5) dengan lidokain 1% ditambah epinefrin

( 1:100.000) (6). Kemudian inlet superios dan permukaan anterior dari konka media di injeksi

submukosa. Kemudian 4mL dari 4% kokain di masukan kedalam pledge ditempatkan

bilateral pada nares.

Gambar V.2 Gambaran melalui endoksopi konka media kiri, dimana lingkaran kecil

berwarna hitam merupakan tempat dilakukannya injeksi intranasal.(7)

Endoskopi Uncinektomi

FESS dimulai dengan uncinektomi. Bila prosesus ucinatus dapat terlihat tanpa memanipulasi

konka media, uncinektomi dapat dilakukan secara langsung. Konka media di geser ke medial

dengan lembut, secara hati-hati menggunakan bagian melengkung dari elevator Freer untuk

menghindari cedera mukosa dan mencegah medialisasi dengan kasar dan fraktur konka.

Kemudian uncinektomi dilakukan dengan insisi dengan ujung tajam dari elevator Freer atau

sickle knife. Insisi harus dilakukan pada bagian paling anterior dari prosesus ucinatus, dimana

lembut ketika di palpasi dibandingkan dengan tulang lakrima yang keras, dimana duktus

nasolakrimalis berada. Kemudia forsep Blakesley untuk memegang ujung bebas prosesus

ucinatus dan melepaskannya. Ucinektomi komplit penting untuk visualisasi berkelanjutan,

13

Page 14: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

dimana ucinektomi tidak komplit ada alasan yang paling sering menyebabkan kegagalan pada

operasi pertama. (4)

Antrostomi Maksilla/ Etmoidektomi

Ketika ostium alami dari sinus maksilaris berhasil di identifikasi, ostium seeker ditempatkan

pada ostium dan secara hati-hati di dorong ke arah posterior untuk membesarkan ostium. (3)

pastikan tidak ada dehisens dari lamina papirasea dan konfirmasi lokasi lamina. Ostium alami

ini terletak di ujung inferior dari konka media, sekita sepertiga bagian belakang. (4) Ukuran

yang cukup untuk aliran masih kontroversial, kurang lebih 1 mm. Menggunakan forsep

penggunting, ostium dilebarkan. Di inspeksi dengan menggunakan skopi 30° atau 70° untuk

memastikan tidak ada penyakit lainnya di dalam sinus dan ostium alami termasuk di dalam

atrostomi. Bila terdapat polip atau mikrolit, dapat dibuang dengan menggunakan forsep

giraffe atau suction bengkok.(3)

V.5 Prosedur Post-Operatif

Nasal packing dikeluarkan, pasien diberikan nasal spray saline ( seperti

OCEAN Nasal spray ) dan antibiotik dan di instruksikan untuk kembali kedokter 1

minggu kemudian. (4)

V.6 Komplikasi Tindakan

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi :

1. Perdarahan

2. Terbentuk sinekia

3. Cedera orbita

4. Diplopia

5. Hematom Orbita

6. Kebutaan

7. LCS yang merembes

8. Trauma langsung otak

9. Trauma duktus nasolakrimalis/ epifora (4)

14

Page 15: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

BAB VI

BALLOON SINUPLASTY

VI.1 Introduksi(7)

Balloon Sinus Dilatation ( BSD ) mewakili teknik preservasi jaringan pertama dan

menghindari teknik destruktif untuk FESS. Seperti angioplasti yang digunakan untuk

membuka arteri koronaria dan menghindari operasi bypass, BSD di menawarkan pasien

sinusitis kronis kemungkinan preservasi komplit dan restorasi anatomi sinus.

Teknik ini pertama kali diajukan pada tahun 2006 oleh Bolger dan Vaughan sebagai prosedur

yang aman, efektif dan terpercaya.

VI.2 Indikasi

Indikasinya sama dengan FESS dengan tujuan memberikan akses permanen dan

ventilasi pada sinus yang obstruksi yang kemudian memberikan fungsi normal dari sinus.

Adapun BSD sendiri hanya dapat dilakukan pada sebagian pasien yang dapat dilakukan

FESS. BSD hanya terbatas untuk sinus frontal, sfenoid dan maksilaris. Pada pasien dengan

penyakit pada sinus etmoid, BSD sebagai terapi adjuvan setelah atau sebelum etmoidektomi.

VI.3 Kontraindikasi

Tidak dapat dilakukan pada pasien dengan poliposis sinus, penyakit jamur ekstensif,

penyakit jaringan lanjut, atau suspek neoplasma.

VI.4 Prosedur

Persiapan

Prosedur dilakukan di ruang operasi dimana pasien mendapat anestesi umum. Secara

umum anestesi yang diberikan sama dengan FESS.

Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

1. Kateter seri yang berfungsi sebagai alat dilatasi

15

Page 16: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

Gambar VI.1 Acclarent Guide Catheters

2. Guidewire. Bisa radioopaque atau cahaya transmisi untuk fluroskopi atau pengarah

transiluminasi masuk ke dalam sinus.

Gambar VI.2 Acclarent Lighted Guidewire

3. Satu seri kateter balon non-komplian yang digunakan untuk dilatasi dari ostium.

16

Page 17: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

Gambar VI.3 Acclarent Dilational

Balloons

Gambar VI.4 Acclarent Detail

4. Alat Balloon inflasi

Gambar VI.5 Balloon Inflation Device

17

Page 18: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

5. Endoskopi satu tangan yang dapat di tekuk dan aparatus kateter

Gambar VI.6 Endoskopi 1 tangan.

6. Kateter Irigasi. Untuk membersihkan materi-materi keluar dari sinus

Gambar VI.7 Kateter Irigasi

Terdapat 2 alat BSD yang dipakai di Amerika Serikat, yaitu Accalarent yang dapat digunakan

untuk terapi sinus frontalis, sfenoid dan maksilaris, dan Entellus yang di gunakan untuk

obstruksi sinus maksilaris.

Posisi

Posisi pada BSD sama dengan FESS.

Teknik

Manajemen Fluroskopi

Fluroskopi diperlukan bila memakai non-iluminasi guidewire. Beberapa hal perlu

diperhatikan seperti posisi pasien, posisi dokter bedah untuk menghindari C-arm dari alat

guna mengurangi paparan radiasi.

18

Page 19: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

Dekongesti

Dekongestan topikal diperlukan untuk visualisasi yang baik, dapat digunakan onymetzolin,

phenylephrine atau epinefrin terdilusi.

Sinus Maksilaris Balloon Dilatasi

Tatalaksana pada sinus maksilaris dapat antegrade atau retrograde wiredguided kateter,

tergantung dari kemampuan dan kemauan dokter bedah.

Dengan Entellus

Entellus di letakan dengan memasukan ke dalam sinus maksila melalui lubang yang dibuat

pada dinding anterior sinus maksila pada fossa kanina. Pertama-tama sebelum dilakukan

insersi pada mukosa gingiva dengan trokar yang tajam, lakukan injeksi anestesi lokal dan

vasokonstriktor ke dalam mulut dan mukosa hidung. Tekan trokar sampai berkontak dengan

tulang bagian lateral dan superior dari akar kaninus dan inferior dari cabang maksilaris N.V

setibanya keluar dari foramen infraorbita. Dengan menggunakan Entellus akan mengarahkan

dokter bedah membuat trokar lebih ke lateral memberikan gambaran panoramik yang lebih

baik dari dinding medial maksila, dimana anatomi bagian inferior termasuk infraostial ridge.

Setelah trokar menembus, sudut dari trokar paralel dengan dinding anterior maksila dengan

mendepresi pengangan alat tersebut mendekati gigi maksila sambil memutar alat secara

halus. Ini diperlukan untuk melihat ostium maskila dimana terletak di atas dan anterior di

dinding medial maksila. Setelah akses menuju sinus didapatkan, visualisasi yang adekuat

dilakukan dengan teleskop kecil fiberoptik fleksibel , kanulasi ostium maksilaris interna

dengan ujung yang menekuk dari guidwire balloon.

Gambar VI.8 Pandangan Endoskopi melalui

sinus maksila di atas infraostial ridge

Gambar VI.9 Gambaran Endoskopi Direk

19

Page 20: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

Masuk ke dalam sinus maksila dengan alat Entellus, kemudian dilakukan dilatasi ostium

maksila dengan alat Entellus.

Gambar VI.10 Dilatasi Ostium Maksila

Irigasi sinus untuk membersihkan darah/ hasil sekresi mungkin diperlukan untuk visualisasi

yang baik.

Dengan Acclarent

Langkah pertama adalah menempakan kateter pengarah dengan bantu endoskopi mendekati

ostium alami maksila dimana ditemukan di belakang prosesus ucinatus dan anterior dari bula

etmoid. Kateter pengarah yang dbutuhkan 90 atau 110° untuk memastikan anatomi dari

anterior bulla atau posterior prosesus ucinatus. Secara halus dan terus menerus dan tarik

perlahan kawat pengarah yang bengkok dengan hasil akhir kawat di dalam sinus. Fluroskopi

mungkin dibutuhkan untuk memfasilitasi kawat menuju sinus. Konfirmasi lokasi kawat

dengan fluroskopi PA atau transiluminasi sinus maksilari anterior dengan kawat pengarah

bercahaya. Dorong balon melalui kawat yang menjadi arah dan tarik kateter, kemudian

kembangkan. Setelah dikembangkan segera kempiskan dan lakukan visualisasi dengan

teleskop 70°

VI.5 Komplikasi

Hanya di dapatkan 0,0035% yang mendapat komplikasi.

20

Page 21: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

BAB VII

INFERIOR ANTROSTOMI

VII.1 Prosedur(3)

Diberikan topikal oxymetazoline pada pledgets, kemudian 1% lidokain dengan

1:100.000 epinefrin di injeksinya dengan arahan endokskopi sepanjang lateral dinding kavum

nasi di bawah konka inferior, menggunakan syringe 3mL jarum 27 G. Karena duktus

nasolakrimal terletak kurang lebih 1 cm di depan ositum alami sinus maksila, injeksi dan

tindakan operasi dilakukan satu sampai dua per tiga jarak belakang sepanjang konka inferior.

Kemudia sinus maksilaris di pungsi pada daerah ini dengan menggunakan trokar begkok.

Antrostomi ini dapat di lebarkan dengan menggunakan forsep penggunting.

VII. 2 Komplikasi

Komplikasi utama dari antrostomi inferior adalah trauma pada duktus nasolakrimalis.

Resirkulasi mukus dari ostium almi maksilaris melalui inferior antrostomi memungkinkan

terjadi bilaman terjadi reduksi konka inferior.

21

Page 22: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

BAB VIII

PROSEDUR CALDWELL-LUC

VIII.1 Introduksi

Caldwell-Luc ada sebuah antrotomi yang dilakukan melalui fossa kanina melalui

insisi pada sulkus gingivobukal. Dimana pada prosedur ini meliputi pengangkatan seluruhnya

mukosa antrum dan pembukaan jendela nasoantral melalui meatus inferior. (6)

VIII.2 Indikasi

Adapun indikasi dilakukannya prosedur ini adalah (6)

1. Sinusitis maksiralis mikotik

2. Mukokel multiseptal sinus maksilaris

3. Polip antroskoanal

4. Penutupan fistula oroantral

5. Akses untuk transantral sphenoetmoidektomi, dekompresi orbita, perbaikan fraktur

lantai orbita, eksplorasi fossa pterigomaksilari

6. Eksisi tumor yang melibatkan antrum

VIII.3 Prosedur(3)

Untuk kenyamanan pasien, prosedur ini dilakukan dengan anestesi umum. Lidokain

1% dengan 1:100.000 epinefrin di injeksikan di tempat insisi. Buat insisi 3 cm ditengah atas

antara gigi kaninus dan premolar pertama bersamaan dengan meninggalkan kurang lebih 0,5-

1 cm intak gingiva di atas dentin untuk memfasilitasi penutupan. Dengan menggunakan

elektrokauter, diseksi dilakukan melalaui jaringan lunak dan periosteum tulang. Selanjutnya

periosteal elevator digunakan untuk mengelevasi periosteum dari dinding anterior maksila.

Hati-hati dan identifikasi nervus infraorbita yang terletak vertikal dan inferior dari garis

midpupilari supaya tidak cedera. Pada fosa kanina, menggunakan malet dan osteotone, sinus

maksilaris dapat dimasuki melewati tulang yang tipis di anterior. Selanjutnya Rongeurs

digunakan untuk memperbesar pembukaan. Bila ada pus pada kavum maksila dikirim untuk

di kultur. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus. Insisi dilakukan dengan menggunakan 3-0 atau

4-0 benang yang dapat di serap.

22

Page 23: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

Gambar VIII.1 Insisi bukoginggival Gambar VIII.2 Area Antrostomi

Gambar VIII.2

Prosedur Cadwell-Luc.

A. Insisi mukosa dan

periosteum.

B.Menarik periosteum.

C. Membuka Antrum

dengan gauge.

D.Melebarkan antrum.

E.Membersihkan antrum.

F.Menutup antrum

23

Page 24: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

VIII.4 Komplikasi(3)

Komplikasi utama pada prosedur ini adalah fistula oroantral, cedera pada nervus

infraorbita yang diikuti dengan hipestesia dan kerusakan pada akar gigi.

VIII.5 Perawatan Pasca Operasi

Posisi kepala pasien di elevasikan 30 derajat dan diberikan ice pack untuk

meminimalkan edema fasial. Penggunaan nasal spray saline beberapa kali dalam sehari

membantu mencegah pembentukan krusta intranasal. Bila digunakan packing antranasal,

antibiotik spektrum luas pasca-operasi perlu diberikan. Semua packing di lepaskan 2-5 hari

setelah operasi melalui rute transnasal. Lavage nasal saline di gunakan setelah packing

dilepaskan. (6)

.

Follow up di lakukan setiap minggu pada bulan pertama, 2 minggu sekali pada bulan kedua,

setelah itu dimonitor 4 kali dalam 1 tahun.

24

Page 25: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

BAB IX

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D, Mangukusumo E. Sinusitis dan Sinus Paranasal . Dalam : Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor : Afiaty

AS,Iskandar N,Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK

UI.2008

2. Sobol SE, Tewfik TL. Article : Surgical Treatment of Acute Maxillary Sinusitis.

Available at : http://emedicine.medscape.com/article/861886-overview. Accessed

August 24th 2012

3. Patel A. Vaughan WCArticle : Surgical Treatment of Chronic Sinusitis Maxillaris.

Available at : http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview. Accessed

August 24th 2012

4. Patel A. Article : Functional Endoscopic Sinus Surgery. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/863420-overview#showall. Accessed August

24th 2012

5. Kennedy DW. Functional endoscopic sinus surgery. Technique. Arch Otolaryngol

111 (10): 643–9. PMID 4038136.1985

6. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and Neck Surgery-Otolaringology.4thed.

USA: Lippincott William and Wilkins.2006

7. Hepworth EJ. Article : Balloon Sinuplasty. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1574031-overview#showall. Accessed August

24th 2012

25

Page 26: Makalah Tindakan Operatif Pada Sinusitis Maksilaris

26