MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

50
MAKALAH SISTEM PENCERNAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ”ULKUS PEPTIKUM” Disusun Oleh: Kelompok III PUTRA PURNOMO : 1026010234 ELI FAHMIATI : 1026010216 MARLINA : 1026010230 DEDI DORES : 1026010233 Dosen Pembimbing : Ns. Hanifah, S.Kep SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU 2012 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................. i KATA PENGANTAR............................................. ii DAFTAR ISI.................................................iii

Transcript of MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

Page 1: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

MAKALAH SISTEM PENCERNAANASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

”ULKUS PEPTIKUM”

Disusun Oleh:Kelompok III

PUTRA PURNOMO : 1026010234 ELI FAHMIATI : 1026010216

MARLINA : 1026010230DEDI DORES : 1026010233

Dosen Pembimbing : Ns. Hanifah, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANTRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU2012

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang.................................................................................................................... 1

1.2    Tujuan.................................................................................................................................. 1

1.3    Manfaat................................................................................................................................ 2

Page 2: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

                   2.1 Konsep Dasar Teori.................................................................................... 3

                       2.1.1 Anatomi Fisologi................................................................................ 3

2.1.2 Pengertian....................................................................................................... 4

                       2.1.3 Etiologi................................................................................................ 5

                       2.1.4 Patofisiologi......................................................................................... 7

2.1.5 Klasifikasi........................................................................................... 9

                       2.1.6 WOC.................................................................................................... 10

                       2.1.7 Manifestasi Klinis................................................................................ 12

                       2.1.8 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 12

                       2.1.9 Penatalaksanaan................................................................................... 13

                       2.1.10 Komplikasi......................................................................................... 15

                2.2 Konsep Dasar Askep................................................................................. 16

                        2.2.1 Pengkajian.......................................................................................... 16

                        2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul.................................. 19

                        2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan........................................................... 21

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................................. 30

3.2 Saran........................................................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Asuhan

Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Peptikum”” ini dengan baik. Tujuan pembuatan

makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan dan juga sebagai

panduan belajar.

Makalah ini belum sepenuhnya sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan.

Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya

Page 3: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi

pembaca dan memberikan informasi yang baru dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan

makalah ini terutama dosen Pengajar, dan teman-teman yang telah mendukung.

Bengkulu, Oktober 2012

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Bedasarkan penelitian bahwa 5%-15% dari populasi di Amerika Serikat mengalami

ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui, kejadian ini telah menurun

sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. Ulkus duodenum terjadi 5 sampai 10 klai lebih

sering dari pada ulkus lambung.

Penyakit ini terjadi dengan rekuensi paling besar pada individu antara usia 40 – 60

tahun dan tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah dionservasi pada

Page 4: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkena tiga kali lebih banyak dari pada wanita, tetapi

terdapat beberapa bukti bahwa incident pada wanita meningkat setelah menopause.

Di Indonesia juga terjadi hal demikian hampir sama dengan bahkan lebih banyak dari

pada Negara luar seperti amerika karena Negara Indonesia merupakan Negara berkembang.

Dari data di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang ulkus

dan mengapa ulkus kerap terjadi di setiap individu serta bagaimana cara mengatasinya. Maka

dari itu penulis mengangkat sebuah makalah dengan judul Askep Klien Dengan Ulkus

Peptikum.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :

a. Tujuan Umum :

                                                         Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan.

                                                         Mengetahi cara pembuatan asuhan keperawatan klien dengan penyakit

ulkus peptikum.

b. Tujuan Khusus :

                                                         Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ulkus peptikum tersebut

                                                         Untuk mengetahui bagaimana proses tindakannya dan bagaimana

penatalaksanaan serta pengobatannya

1.2  Manfaat

1.      Penulis semakin terlatih dalam membuat makalah dan asuhan keperawatan.

2.      Menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya tentang penyakit Ulkus peptikum.

3.      Dapat menambah referensi bagi pembaca tentang tentang konsep penyakit dan askep pada

ulkus peptikum.

Page 5: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1         Konsep Dasar Teori

2.1.1  Anatomi Fisiologi

  Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan

dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus.

Fungsi esophagus, yaitu: saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan

melewatinya. Fungsi lambung, yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin yang

penting untuk memulai pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen

yang lebih dapat diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi

Page 6: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

usus halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam bentuk

lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya melalui

proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan dan elektrolit 

(Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).

2.1.2 Pengertian

Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan

kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586 menjadi

orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada tahun 1688

Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737, Morgagni juga

menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi (Angel, 2006).

Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana kontinuitas

mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak

meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali dianggap juga sebagai

ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian

saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum,

jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus

akut dan ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan

mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).

Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi yang

penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor yang

berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena banyaknya

persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus lambung dan ulkus

duodenum, maka pada proses keperawatan ini akan dibahass bersamaan agar memudahkan

dalam asuhan keperawatan.

Ulkus peptikum adalah eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding

mukosa lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai

ulkus lambung, duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner.

2002. hal.1064).

Page 7: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan kadang-

kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan

dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang

terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan duodenum bagian atas ( first

portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak yeyunum yaitu penderita yang

mengalami gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002. hal.204).

Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas

sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut

sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stress).

Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang

terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah

gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A. Price, 2006).

2.1.3 Etiologi

Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori

yang menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut :

1.      Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.

Tukak peptik kronia tidak mungkin terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh

berdasarkan penyelidikan yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa

disertai dengan alkorida.

2.      Golongan darah

Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak duodeni

jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum diketahui dengan

benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan golongan darah O

kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar dibandingkan golngan

lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan dengan golongan darah A, baik

berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma. Sedangkan pada golongan darah O sering

ditemukan kelainan pada korpus lambung.

3.      Susunan saraf pusat

Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959. Berdasarkan

pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung dan duodenum dapat

dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma primer atau sekunder dan

hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik. Misalnya

Page 8: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi

besar dan lain-lainnya yang menyebabkan untuk hidup tidak wajar.

4. inflamasi bakterial

Dari dasar tukak telah dibakkan untuk menyelidiki mikroorganisme yang diduga sebagai

penyebabnya, tetapi tidak ditemukan satu macam bakteripun. Selanjutnya pada hasil

pemeriksaan didapat bahwa inflamasi non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada

inflamasi bakterial. Tukak yang spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik

mikrooganisme.

5. Inflamasi non bakterial

Teori yang menyatakan bahwa inflamasi non bakterial sebagai penyebab didasarkannya

inflamasi dan kurvatura minor, antrum dan bulbus duodenia yang mana dapat disebutkan

juga antaral gasthritis, sering ditemukan dengan tukak. Dan sebagai penyebab dari gasthritis

Sendiri belum jelas. Tukak yang kronis ialah sebagai kelanjutan dari tukak yang akut.

Berdasarkan pemeriksaan histologis ditemukan perubahan yang nyata dari erosi akut ke tukak

yang akut.

6.      Infark

Teori infark yang berdasarkan timbulnya kerusakan semacam kawah, sering ditemukan pada

otopsi. Adannya defek pada dinding serta timbulnya infark, karena asam getah lambung dan

dapat pula ditunjukkan adanya jaringan trombose.

7.      Faktor hormonal.

Banyak teori yang menerangkan adanya pengaruh-pengaruh hormonal yang dapat

menimbulkan tukak peptik.

8.      Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).

9.     

Page 9: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx
Page 10: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

.Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.

Dari sekian banyak obat-obatan, yang paling sering menyebabkan adalah golongan

salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga

dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin

akan merangsang sekresi lambung. Berdasarkan penyelidikan, ternyata golongan salisilat

hanya akan menyebabkan erosi lokal.

10.  Herediter.

Berdasarkan penelitian di dalam keluarga ternyata bahwa tukak peptik ini ada pengaruhnya

dengan herediter. Terbukti bahwa dengan orang tua/ famili yang menderita tukak, jika

dibandingkan dengan mereka yang orang tuanya sehat. Oleh sebab itu, family anamnesa perlu

ditegakkan

11. Berhubungan dengan penyakit lain.

a. Hernia diafrakmatika.

Pada hernia diafrakmatika, mukosa pada lingkaran hernia mungkin merupakan tempat

timbulnya erosi atau tukak.

b. Sirosis hati.

Tukak peptik ditemukan juga pada penderita penyakit hepar terutama pada sirosis lebih banyak

jika dibandingkan dengan orang normal. Tukak duodeni pada kaum wanita dengan sirosis

biliaris ternyata bertambah, jika neutralisasi dari isi duodenum berkurang.

c. Penyakit paru-paru.

Frekuensi dari tukak yang kronis dengan TBC paru-paru sering ditemukan. Bertambah

banyaknya tukak peptik dapat dihubungkan dengan bertambah beratnya emfisema dan

corpulmonale.

12.  Faktor daya tahan jaringan.

Penurunan daya tahan jaringan mempermudah timbulnya ulkus. Daya tahan jaringan

dipengaruhi oleh banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi.

2.1.4 Patofisiologi

Penyebab Umum

Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi dan

lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan

netralisasi asam lambung oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar

oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus

campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel

Page 11: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar

mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus

yang sangat alkali (Guyton, 1996).

Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi

oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung

sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung

sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-

ion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada

beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati

(Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol umpan balik memastikan bahwa netralisasi

cairan lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :

1.      Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini menghambat

sekresi dan peristaltic lambung baik secara persarafan maupun secara hormonal sehingga

menurunkan kecepatan pengosongan lambung.

2.      Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus, kemudian

melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan pancreas-

yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi - sehingga tersedia natrium

bikarbonat untuk menetralisir asam.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat disebabkan oleh salah-satu

dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung, atau (2)

berkurangnya kemampuan sawar mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung dari sifat

pencernaan dari kompleks asam –pepsin.

Penyebab khusus

1.      Infeksi bakteri H. pylori

Dalamlima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikum menderita

infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri

H.pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila

kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri dapat melakukan

penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan kemampuanya sendiri untuk menembus sawar

maupun dengan melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya,

cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi kedalam

jaringan epithelium dan dapat mencernakan epitel, bahkan juga jaringan-jaringan di

sekitarnya. Keadaan ini dapat menuju pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).

Page 12: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

2.      Peningkatan sekresi asam

Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum, jumlah

sekresi asam lambung lebih banyak dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal.

Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,

percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam

lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi

cairan yang berlebihan (Guyton, 1996).

Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat

mengalaami depresi atau kecemasan dan merokok.

3.      Konsumsi obat-obatan.

Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti Indometasin, Ibupropen,

Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat

sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik- termasuk pada epitel lambung

dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3 sehingga memperlemah

perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local

melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi

trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).

4.      Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas,

gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini

berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih

parah.

5.      Refluks usus-lambung dengan materi garam empedu dan enzzim pancreas yang berlimpah

dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.

Factor-faktor diatas menyebabkan kerusakan epitel mulai dari erosi yang berlanjut pada ulkus

akut, kemudian ulkus kronis, dan terbentuknya jaringan parut; maka akan terjadi penetrasi

dari seluruh dinding lambung.

2.1.5        Klasifikasi

No Ulkus duodenal Ulkus Lambung1 Insidens

Usia 30-60 tahunPria: wanita → 3:1Terjadi lebih sering dari pada ulkus lambung

Insiden Biasanya 50 tahun lebihPria:wanita → 2:1

2 Tanda dan gejala Tanda dan gejala

Page 13: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

Hipersekresi asam lambungDapat mengalami penambahan berat badanNyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.Makan makanan menghilangkan nyeriMuntah tidak umumHemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus lambung tetapi bila ada milena lebih umum daripada hematemesis.Lebih mungkin terjadi perforasi daripada ulkus lambung

Normal sampai hiposekresi asam lambungPenurunan berat badan dapat terjadiNyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah makan; jarang terbangun pada malam hari;dapat hilang dengan muntah.Makan makanan tidak membantu dan kadang meningkatkan nyeri.Muntah umum terjadiHemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus duodenal, hematemesis lebih umum terjadi daripada milena.

3 Kemungkinan Malignansi Jarang

Kemungkinan malignansi Kadang-kadang

4 Faktor Risiko Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress.

Faktor Risiko Gastritis, alkohol, merokok, NSAID, stres

1.1.5        WOC

Page 14: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx
Page 15: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

1.1.6        Manifestasi Klinik

Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia. Dispesia adalah suatu

sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit saluran cerna seperti, mual, muntah,

kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa

kenyang. Dispesia secara klinis dibagi atas : 1) Dispesia akibat gangguan motilitas, 2).

Dispesia akibat tukak: 3). Dispesia akibat refluks 4). Dispesia tidak spesifik.

Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak

nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien

merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah

pasien makan dan minu obat antasida ( Hunger pain Food Relief = HPFR). Rasa sakit tukak

gaster yang timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah

makan, rasa sakit gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah

perut. Rasa sakit bermula pada satu titik ( pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke

punggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami

komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pancreas.

Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster karena

dipepsis nontukak juga gak bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat

digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat obat

OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya

diketahui melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perporasi. Muntah kadang timbul

pada tukak peptic disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric

outlet). Tukak prepilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui

terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.

1.1.7        Pemeriksaan Penunjang

Page 16: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

1.      Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya nyeri, nyeri epigastrik,dan nyeri tekan

abdomen

2.      Bising usus mungkin tidak ada

3.      Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dpat menunjukkan adanya ulkus,

namun endoskopi adalah pemeriksaan diagnostic pilihan

4.      Endoskopi atas digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan inflamasi, ulkus dan lesi.

Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dn biopsy didapatkan. Endoskopi

telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar

X karenaukuran atau lokasinya.

5.      Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negative terhadap darah

samar.

6.      Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis

aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-

ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida dan tidak adanya nyeri yang timbul

juga mengidentifikasikan adanya ulkus.

7.      Adanya H. Pylori dapat ditemukan dengan biopsy dan histiologi melalui kultur, meskipun hal

ini merupakan tes laboratorium khusus. Serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H.

pylori.

1.1.8        Penatalaksanaan

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk

perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.

  Penurunan stress dan istirahat.

  Penghentian merokok

  Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh

userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.

  Obat-obatan

  Intervensi bedah

Penatalaksanaan FarmakologisAntagonis Reseptor H2/ARH2.Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek histaminàsel

parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.Inhibisi bersifat reversible.

Dosis terapeutik :Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis maintenance 400 mgRanitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance  150 mgNizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg

Page 17: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

Famotidine : 1 x 40 mg malam hariRoksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg malam hari.

contoh-contoh obat anti ulkusa. Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam

hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik dengan meningkatkan pH.

1. ACITRIL (Interbat) Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi: Magnesium hidroksida 200 mg, Almunium

hidroksida 200 mg, Simetikon 20 mg, Gel 200 mg

Indikasi: Tukak Peptik, hiperasiditas saluran cerna, kembung, dispepsia, gastritis.

Perhatian: Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah fosfat. Efek samping:

Gangguan saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi obat: Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe,

antagonis H2, kuinidin, warfarin. Kemasan: Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.

2.      ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar)

Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg, Magnesium hidroksida 152 mg, Simetikon

25 mg. Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung, pirosis dan “heartburn” pada

kehamilan.

Dosis: Tukak peptik : 2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan. Hiperaditas

lambung : 1-2 tablet, ½ jam setelah makan atau sesuai kebutuhan. Pirosis dan “heartburn”

pada kehamilan : 1-2 tablet sebelum sarapan pagi dan ½ jam setelah makan atau sesuai

kebutuhan.Efek samping: sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan obstruksi

usus.

Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet.

3.      ANTASIDA DOEN (Medipharma)

Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi mengandung : Gel Aluminium

Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium Hidroksida) 200 mg, Magnesium

Hidroksida 200 mg.

Indikasi :

Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung,

gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan gejala-gejala.

Page 18: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

2.1.10    Komplikasi

Komplikasi ulkus peptikum adalah ulkus yang “membandel”(intraktibilitas), perdarahan,

perforasi, dan obstruksi pylorus. Setiap komplikasi ini merupakan indikasi pembedahan

(Price, 1996).

1.      Intraktibilitas.

Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang berarti bahwa

terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat. Pasien dapat tergangu

tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan di rumahsakit,

atau hanya tidak mampu mengikuti program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering

untuk anjuran pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan

baik untuk ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah

bersifat ganas, paling tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan

dengan jinak akan tanpa mengalami degenerasi ganas.

2.      Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, sedikitnya

ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996). Walaupun ulkus

pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering adalah di dinding

posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria

pankretiduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan

perdarhan ulkus tergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan

dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif dengan darah

samara tau mungkin hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan

hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta

pembedahan darurat.

3.      Perporasi.

Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini bertanggung

jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum (Price, 1995). Ulkus biasanya terjadi

pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya diliputi oleh

peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi perporasi datang dengan keluhan

nyerimendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul

peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan

nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas.

Auskultasi abdomen menjadi senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan.

Page 19: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

Perporasi akut biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika

melalui adanya udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit

translusen anatara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga peritoneal

melalui ulkus yang mengalami perporasi (Azis, 2008).

4.      Obstruksi

Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau jaringan parut

terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih sering pada pasien

ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter

pylorus. Anoreksia mual dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering

timbul kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat

timbul nyeri dan muntah (Mineta,1983)

2.2                   Konsep Dasar Askep

2.2.1             Pengkajian

1.                       Identitas Klien

Lakukan pengkajian meliputi: nama, jenis kelamin,suku bangsa, tanggal lahir,agama dan

tanggal pengkajian.

2.                       Keluhan utama/alasan masuk RS:

Klien datang ke RS dengan keluhan merasakan nyeri pada pada bagian perut, ulu hati dan

mual serta muntah.

3.                       Riwayat kesehatan sekarang:

Faktor pencetus:

Pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat / beberapa jam setelah makan atau

waktu lapar atau saat sedang tidur tengah malam

Sifat keluhan (periodik/ tiba-tiba)

4.                       Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi, riwayat

masuk RS)

5.                       Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga: Ibu klien menderita tuka’ lambung.

6.                       Data Dasar Pengkajian pasien

Page 20: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

1.   Aktivitas/istirahat

Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.

Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.

uan untuk tidur.

Tanda : periode hiperaktivitas, latiihan keras terus menerus.

2.   Integritas Ego

Gejala : ketidak berdayaan, putus asa

Marah ditekan

Tanda : Depresi, ansietas.

3.   Eliminasi

Gejala : diare Konstipasi

Nyeri abdomen tak jelas dan disteres, kembung

Penggunaan laksatif/diuretic.

4.   Makanan/Cairan

Gejala : lapar terus menerus/menyangkal lapar

Takut penigkatan berat badan.

Tanda : penurunan berat badan / anoreksia

Penamplan urus, kulit kering, kuning atau pucat dengan turgor buruk.

5.   Higiene

Tanda : peningkatan pertumbuhan rambut pad tubuh (lanugo).

6.   Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi.

Kelemahan, keseimbangan buruk.

Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.

Mental : tak mampu berespon, lambat dan dangkal.

Oftalmik : hemoragis retina.

Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi

7.   Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen, seperti terbakar

8.   Keamanan

Tanda : penurunan suhu tubuh akibat berulangnya prose infeksi.

9.   Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Kecendrungan keluarga untuk anemia

Page 21: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

Riwayat penyakit maag, depresi.

7.                       Pemeriksaan Fisik

a.                        Keadaan umum :

Penampilan umum :Klien tampak rapi

Klien tampak sehat/ sakit/ sakit berat : sakit

Kesadaran : sadar

GCS : E4V5M6

BB : 50 Kg

TB : 165 cm

b.                       Tanda- tanda vital :

TD : 120/80 mmHg

ND : 80x/menit

RR : 20 x/menit

S : 37 oC

c.                        Kulit

Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat,) : Pucat

Kelembapan : kering

Turgor kulit : baik

Ada/tidaknya oedema : tidak ada oedema

d.                       Mata

Fungsi penglihatan : baik

Palpebra : terbuka / tertutup

Ukuran pupil : .Normal

Konjungtiva :

Sklera :

Lensa / iris :

Oedema palpebra : Tidak ada oedema

Mulut dan tenggorok

Membran mukosa : Kering

kebersihan mulut : Baik

Keadaan gigi : Baik.

Page 22: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

Tanda radang (bibir, gusi, lidah) : tidak ada

Trismus :

Kesulitan menelan : Tidak ada

Abdomen

Inspeksi : bentuk abdomen simestris atau tidak,

Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan

: batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya penimbunan cairan

diperut(kembung).

: bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien

Pada pemeriksaan abdomen, Nyeri epigastrik.Ini gejala paling menonjol selama periode

eksaserbasi. Pada ulkus duodenal, nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan dan sering disertai

dengan mual dan muntah. Pada ulkus gastrik, nyeri terjadi dengan segera setelah makan.

Nyeri dapat digambarkan sebagai nangging, tumpul, sakit, atau rasa terbakar. Ini sering

hilang dengan makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi. Selama remisi

pasien asimtomatik

2.2.2        Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1.      Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan lunak pasca operasi

2.      Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis

dan melena massif

3.      Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah gastrektomi

4.      Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca operasi

5.      Resikotinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan

yang tidak adekuat

6.      Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah berlebihan, respon

perubahan pasca bedah gastreoktomi

7.      Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interprestasi terhadap informasi, dan rencana

pembedahan.

Page 23: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Kriteria

Hasil

Intervensi Rasional

1 1). Nyeri b.d

iritasi mukosa

lambung,

perporasi

mukosa,

kerusakan

jaringan lunak

pasca operasi

Dalam

waktu 1 x

24 jam dan

3 x 24 jam

pascabedah

gastrekotom

i, nyeri

berkurang/h

-secara subjektib

melaporkan

nyeri berkurang

atau dapat

diadaptasi.

-Skala nyeri 0-1

(0-4).

Dapat

-Jelaskan dan bantu

pasien dengan

memberikan pereda

nyeri non farmakologi

dan noninvasive

-lakukan manajemen

nyeri.

1). Istirahatkan pasien

-pendekatan dengan

menggunakan tehnik

relaksasi dan terapi

nonfarmakologi telah

menunjukkan keefektifan

dalam mengurangi nyeri.

1). istirahat secara fisiologis

akan menurunkan kebutuhan

Page 24: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

ilang atau

teradaptasi.

mengidentifikasi

aktifitas yang

meningkatkan

atau

menurunkan

nyeri.

-pasien tidak

gelisah

pada saat nyeri muncul

2). Ajrkan tehnik

relaksasi nafas pada

saat nyeri

3). Ajarkan tehnik

distraksi pada saat nyeri

4). Manajemen

Lingkungan:

Lingkungan tenang,

batasi pengunjung, dan

istirahatkan pasien.

5). lakukanManajemen

sentuhan

Kolaborasi dengan tim

medis untuk pemberian:

1). Pemakaina

penghambat H2

( seperti Simetidin

/Ranitidin).

2). Antasida

oksigen yang diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan

metabolism basal.

2). Meningkatkan asupan

oksigen sehingga akan

menurunkan nyeri sekunder

dari iskemia intestinal

3). Distraksi (pengalihan

Panggilan ) dapat

menurunkan stimulus

internal.

Lingkungan tenang akan

menurunkanstimulus nyeri

eksternal dan pembatasan

pengunjung akan membantu

meningkatkan oksigen

ruanganyang akan berkurang

apabila banyak pengunjung

yang berada di ruangan.

Istirahat akan menurunkan

kebutuhan oksigen jaringan

perifer.

5). Manajemen sentuhan pada

saat nyeri berupa sentuhan

dukungan psikologis dapat

membantu menurunkan nyeri.

Simetidin penghambat

histamine H2 menurunkan

produksi asam lambun,

meningkatkanpH Lambung

dan menurunkan iritasi pada

mukosa lambung, penting

Page 25: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

untuk penyembuhan dan

pencegahan lesi.

2). Antasida untuk

mempertahankan pH

lambung pada tingkat 4,5

2 Risiko tinggi

syok

hipovolemik

b.d penurunan

volume darah

sekunder akibat

hematemesis

dan melena

masif

Dalam

wkatu 3 x

24 jam tidak

terjadi syok

hivopolemi

k

-pasien

menunjukkan

perbaikan sistem

kardiovaskuler

-hematemesis

dan melena

terkontrol

-konjungtivitis

tidak anemis

-pasien tidak

mengeluh

pusing,

memebran

mukosa lembab,

turgor kulit

normal, dan

akral hangat.

-TTV dalam

batas normal,

CRT > 3 detik,

urine > 600

ml/hari

Laboratorium:

nilai

haemoglobin,

sel darahmerah,

hematokrit, dan

BUN/kreatinin

-Kaji sumber dan

respon perdarahan dari

melena dan

hematemesis.

-monitor TT

Monitor status cairan

Deteksi awal mengenai

sevberapa jauh tinkat

pemberian intervensi yang

diberikan sesuai dengan

kemampuan individu.

1). Penurunan kualitas dan

denyut jantung merupakan

parameter penting gejala awal

syok

2). Hipotensi dapat terjadi

pada hipovolemia, hal

tersebut memberikan

manifestasi terlibatnya sistem

kardiovaskuler dalam

melakukan kompensasi dalam

mempertahankan tekanaan

darah.

3). Peningkatan frekuensi

nafas merupakan manifestasi

dri kompensasi respirasi

untuk mengambil sebanyak-

banyaknya oksigen, akibat

penurunan kadar

haemoglobin sekunder dari

penurunan volume darah.

4). Hipotermi dapat terjadi

pada perdarahan massif.

Jumlah dan tipecairan

Page 26: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

dalam batas

normal.

(turgor kulit, membrane

mukosa dan keluaran

urine).

Lakukan kolaborasi

pemberian paket sel

darah

merah(PRC=Pocked

Red Cells).

Evaluasi adanya respon

seklinik dari pemberian

transfusi.

Lakukan gastric

cooling.

penganti darah ditentukan

dari keadaan status cairan.

Penurunan volume darah

mengakibatkan menurunnya

produksi urine, monitor yang

ketat pada produksi urine<

600ml/ hari merupakan tanda-

tanda terjadinya syok

hipovolemik.

Pemberian PRC disesuaikan

dengan banyaknya darah

yang keluar dan hasil

pemeriksaan hemoglobin.

Apabila dalam kondsi kritis,

sementara persediaan darah

masih belum didapatkan dari

segera, maka pemberian

cairan pengganti darah dapat

diberikan untuk menurunkan

risiko syok.

Secara fisiologis tubuh pasien

akan bereaksi terhadap darah

yang masuk melalui transfuse

sehingga memiliki

kecenderungan menjadi

reaksi alergi transfuse.

Perawat melakukan monitor

untuk mencegah respon klinik

pada pasien.

Intervensi pemberian cairan

ke lambung bertujuan untuk

melakukan vasokontriksi

pembuluh darah lambung dan

Page 27: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

Evaluasi kondisi pasien

setiap pergantian shift.

Kolaborasi pemberian

terapi endoskopik.

Lakukan dokumentasi

intervensi yang

telahdilakukan dan

dilaporkan apabila

didapatkan perubahan

kondisi mendadak.

Kolaborasi : dilakukan

tindakan pembedahan

gastrektomi.

diharapkan dapat

menurunkan pendarahan.

Perubahan kardiovaskuler

akibat hematemesis dan

melena massif masih bisa

bervariasi sesuai dengan

tingkat toleransi individu.

Penemuan perubahan sebagai

deteksi awal untuk mencegah

meningkatnya risiko syok.

Intervensi terapi endoskopik

dilakukan dengan melakukan

hemostasis koagulasi atau

thrombosis terapi. Beberapa

intervensi elektrokoagulasi,

heater probe atau laser YAG

dilakukan untuk mengontrol

perdarahan dari ulkus

peptikum( Shoemaker, 1995).

Setiap perubahan yang terjadi

pada pasien harus diketahui

oleh tim medis untuk

mendapat asuhan medis.

Dokumentasi yang baik dapat

menunjang asuhan yang

berkelanjutan.

Perporasi ulkus peptikum

yang tidak membaik dengan

terapi farmakologi dan

endoskopi akan mendapatkan

terapi bedah untuk

menghilangkan sumber

perdarahan pada lambung dan

Page 28: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

duodenum.

3 Resiko Injuri

b.d

pascaprosedur

gastreoktomi

Dalam

waktu 2 x

24 jam

pasca

intervensi

gastrektomi

pasien tidak

mengalamii

njuri.

-TTV dalam

batas normal.

-Tidak terjadi

infeksi pada

daerah insisi.

-Lakukan perawatan di

ruang infensif.

-monitor adanya

komplikasi

pascaoperasi

gastrektomi.

-Kaji factor-faktor yang

meningkatkan risiko

injuri.

- kaji status neurologis

dan laporkan apabial

terdapat perubahan

status neurologi.

-menurunkan risiko injuri dan

memudahkan intervensi

pasien selama 48 jam di

ruang intensif.

-Komplikasi yang terjadi

pada operasi ini

adalahperdarahan, kebocoran

pada daerah anastosmis,

infeksi luka operasi,

gangguan respirasi, dan

masalah yang berkaitan

dengan balance cairan dan

elektrolit

-keterampilan keperawatan

kritis diperlukan agar

pengkajian vital dapat

dilakukan secara sistematis.

-Pengkajian status neurologis

dilakukan pada setiap.

pergantian sift jaga. Setiap

adanya perubahan status

neurologis merupakan salah-

satu tanda terjadinya

komplikasi bedah. Penurunan

resposivitas, perubahan pupil,

gangguan atau kelemahan

yang bersifat satu sisi

(unilateral), ketidakmampuan

mengontrol nyeri, atau

perubahan neurologi lainnya

perlu dilaporkan pada tim

medis untuk mendapatkan

Page 29: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

-Perubahan status

hemodinamik yang

optimal.

1). Lakukan hidrasi

awal pasca bedah.

2). Pantau pengeluaran

urine rutin.

3). Evaluasikan secara

hati-hati dan

dokumentasikan intake

atau output cairan.

-Monitor kondisi selang

pasca operasi.

intervensi selanjutnya.

Pasien akan mendapat cairan

intravena sebagai

pemeliharaan haemodinamik

1). Jenis cairan yang

digunakan adalah kombinasi

dari NaCl 0,9% dan RL

dengan jumlah 100-200

ml/jam dan dilakukan pada

12-16 jam setelah

pembedahan.

Cairan ini akan membantu

memelihara sirkulasi yang

adekuat dari volume darah

sebagai proteksi pada organ

vital dan mencegah kondisi

hivopolemia pascabedah.

Pasien pascaoperasi

gastrektomi akan mengalami

transudasi cairan ke

intertisisal. Perawat akan

memantau kondisi urine

dalam kisaran 30 ml/

jamhidrasi optimal sebagai

batas dalam pemberian

rehidrasi optimal.

(Shoemarker, 1995).a

Perawat mendokumentasikan

jumlah urine dan waktu

pencatatan, serta memeriksa

kepatenan saluran urine

Drainase pasca opeasi harus

dipantau, perhatikan

Page 30: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

-Monitor kondisi selang

nasogastrik

kepatenan selang dan aadanya

thrombosis, selang terlipat

dan adanya perdarahan baru

yang ada didalam selang.

Secara umum pasien pasca

bedah gastroktomi akan

terpasang selang nasogastrik.

Perawat berusaha untuk tidak

mengangkat, mengubah

posisi, meamnipulasi atau

engirigasi selang kecuali

untuk terapi. Hal ini

dilakukan untuk menurunkan

risiko kerusakan anastosmis.

3. Resiko

ketidakefektifa

n jalan nafas

b.dkemampuan

batuk menurun,

nyeri

pascaoperasi.

Dalam

waktu 2 x

24 jam

pascabedah

gastrektomi,

kebersihan

jalan nafas

pasien tetap

optimal.

-jalan napas

bersih dan tidak

ada akumulasi

darah.

- Suara nafas

normal, tidak

ada bunyi nafas

tambahan

seperti stridor.

- tidak ada

penggunaan otot

bantu

pernafasan.

- RR dalam

batas normal 12-

20x/menit.

-Kaji dan monitor jalan

napas.

-Beri oksigen 3

liter/menit.

-bersihkan sekresi pada

jalan napas dan lakukan

suctioning apabila

kemampuan

mengevakuasi secret

tidak efektif.

-Instruksikan pasien

untuk melakukan napas

Deteksi awal u/ intervensi

slnjutnya. Salah- satu cara u/

melihat pasien bernafas/ tidal

adalah dengan meletakkan

telapak tangan diatas

mulut/hidung pasien.

Pemenuhan oksigen dapat

membantu meningkatkan

paO2 di cairan otak yang

akan mempengaruhi

pengaturan pernafasan.

-kesulitan napa sdapat terjadi

apabila sekresi mucus yang

berlebihan.

-pada pasien pascabedah

dengan toleransi yang baik,

Page 31: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

dalam dan batuk efektif.

-Lakukan fisioterapi

dada.

1)      tetapkan lokasi dari

setiap segmen paru-

paru.

2)      Jaga posisi pasien agar

jangan sampai jatuh,

gunakan pagar

pengamanan yang ada

pada setiap sisi tempat

tidur.

pernafasan difragma dapat

meningkatkan ekspansi paru.

U/ memperbesar ekspansi

dada dan pertukaran gas,

contohnya meminta pasien u/

menguap atau inspirasi

maksimal.

-memfasilitasi pembersihan

jalan napas dari secret yang

tidak dapat

dikeluarkandengan batuk

efektif.

1) Lakukan auskultasi agar

dapat menentukan area paru

dengan bunyi napas ronkhi.

2) apabila tingkat toleransi

dari pasien tidak optimal,

perawat mencegah dan

menjaga trauma sekunder dari

intervensi seperti memasang

pagar pengaman.

Page 32: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Menurut definisi, ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang

terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah

tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus

kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang

terlibat( Aziz, 2008).

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk

perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.

  Penurunan stress dan istirahat.

  Penghentian merokok

  Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh

userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.

Page 33: MAKALAH SISTEM PENCERNAAN.docx

  Obat-obatan

  Intervensi bedah

B.     Saran

Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah

masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan

maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca

mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta :Erlangga

Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan

keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.

W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta :Kedokteran

indonesia