Pengaruh sistem modernisasi perpajakan terhadap kinerja kantor pelayanan perpajakan
Makalah Perpajakan
-
Upload
nuri-susanti -
Category
Documents
-
view
25 -
download
2
description
Transcript of Makalah Perpajakan
![Page 1: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/1.jpg)
MAKALAH
PERPAJAKAN
KELOMPOK I
Nama anggota :
Mae Rosnawati 8215123419
Nuri Susanti 8215123455
Rizky Afitriani 8215123467
MANAJEMEN REGULER A
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
![Page 2: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/2.jpg)
A. Pengantar Pajak (lanjutan)
a) Permasalahan dalam Pemungutan Pajak
a. Sistem pemungutan pajak di Indonesia
Dalam menghitung berapa besarnya pajak yang harus dibayar wajib
pajak, di Indonesia menganut Self Assesment System terutama untuk pajak
langsung seperti pajak penghasilan. Self Assesment System adalah suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Di dalam Self
Assesment Systemterdapat ciri-ciri sebagai berikut:
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada Wajib Pajak
Sendiri.
2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
b. Hambatan-hambatan yang terdapat dalam pemungutan pajak
1. Perlawanan pasif
Perlawanan pasif yaitu merupakan hambatan yang mempersulit
pemungutan pajak dan memiliki hubungan erat dengan struktur
ekonomi. Misalnya saja masyarakat enggan (pasif) membayar pajak,
yang disebabkan antara lain:
- Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
- Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
- Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan
baik.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari
pajak.
- Penghindaran pajak (Tax avoidance), usaha untuk meringankan
beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
- Penyelundupan pajak (Tax evasion), usaha untuk meringankan
beban pajak dengan cara melanggar undang-undang
(menggelapkan pajak).
-
![Page 3: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/3.jpg)
b) Pajak Dilihat dari Entitas Perusahaan
a. Pajak Penghasilan Badan
Menurut Mardiasmo (2003, h105), Pajak penghasilan adalah pajak
yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam suatu tahun pajak. Sedangkan Badan adalah sekumpulan
orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditair, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapu, firma, kongsi, koperasi, massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha
tetap dan bentuk badan lainnya.
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa badan adalah
sekumpulan orang atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Sedangkan pajak
penghasilan badan adalah pajak yang dikenakan terhadap sekumpulan orang
atau modal atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari kegiatan
usaha dalam suatu tahun pajak. Oleh karena itu, bagi perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha harus dikenakan pajak dari panghasilan yang
diperolehnya.
b. Subjek Pajak Penghasilan
Menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas dalam bukunya Perpajakan
Indonesia yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Orang pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak
3. Badan
4. Bentuk usaha tetap
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa badan
merupakan salah satu subjek pajak yang harus dikenakan pajak berkenaan
dengan pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan
usahanya dalam tahun pajak
![Page 4: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/4.jpg)
B. PPh, Subjek Pajak dan Objek Pajak Umum
a. Pengertian Subjek dari PPh dan pengaturan dalam Undang-Undang
Subjek pajak diartikan sebagai orang atau badan atau pihak yang dituju oleh
undang-undang untuk dikenai pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap
subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,
Pasal 2
1) Subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut :
a) 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak
b) badan; dan
c) bentuk usaha tetap.
1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan subjek pajak badan.
2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak
luar negeri.
3) Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah; dan
![Page 5: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/5.jpg)
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara; dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
4) Subjek pajak luar negeri adalah :
a) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia; dan
b) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
![Page 6: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/6.jpg)
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
Pasal 3
a) Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud
pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
![Page 7: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/7.jpg)
b) Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Timbulnya Kewajiban Pajak Subjektif Dalam Negeri
1. Kewajiban pajak subjektif orang pribadi dalam negeri yang bertempat tinggal
diIndonesia terutama orang asli dimulai pada saat ia dilahirkan di Indonesia.
Untuk orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia,
kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak hari pertama ia berada di
Indonesia. Kewajiban subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal
dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
2. Kewajiban pajak subjektif badan, dimulai saat badan tersebut didirikan atau
berkedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak
berkedudukan di Indonesia.
3. Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi, dimulai saat timbulnya
warisan yang belum terbagi dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai
terbagi. Sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajakan (Almarhum) beralih
kepada para ahli waris.
Timbulnya Kewajiban Pajak Subjektif Luar Negeri
Kewajiban pajak subjektif Orang Pribadi (SPOPLN) atau Badan (Luar Negeri)
dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut mempunyai hubungan ekonomis
denganIndonesia, yaitu menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Kewajiban Pajak Subjektif Dalam Bagian Tahun Pajak
Orang pribadi menjadi subjek pajak tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak
penuh. Misalnya orang pribadi yang mulai menjadi subjek pajak pada pertengahan
tahun pajak atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada
pertengahan tahun pajak. Jangka waktu yang kurang dari satu tahun pajak tersebut
dinamakan bagian tahun pajak yang menggantikan satu tahun pajak.
![Page 8: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/8.jpg)
b. Pengertian Objek Pajak dan Perhitungan Objek dalam Garis Besar di
Dalam UU PPh (Norma, Final, Normal)
UU PPh Pasal 4
1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
Dalam pengertian hadiah, termasuk hadiah dari undian, pekerjaan,
dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari
pertandingan olah raga dll sebagainya. Yang dimaksud dengan
penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungandengan
kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan
dengan penemuan benda-benda purbakala.
Mengenai perlakuan PPh terhadap hadiah dan penghargaan, agar
tidak terdapat keraguan dalam pelaksanaannya, telah dikeluarkan
surat edaran/keputusan Direktur Jenderal Pajak dan terakhir Surat
Keputusan Direktur Jnderal Pajak No. KEP.395/PJ.2001, Tgl 13 Juni
2001, tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan
Penghargaan, yang mengatur hal-hal sebagai berikut :
(2) Pengertian :
a) Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diberikan melaui undian;
b) Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau
penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan
atau adu ketangkasan.
c) Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan
lainnya, adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk
![Page 9: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/9.jpg)
apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah.
d) Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan
dengan prestasi dalam kegiatan tertentu.
(3) Tarif dan dasar pengenaan :
a) Hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% dari jumlah
penghasilan bruto, dan bersifat final. Yang dimaksud final
disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak
pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak
penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah
selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam
penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
b) Hadiah atau penghargaan perlombaan, dan hadiah
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya
dikenakan PPh dengan ketentuan sbb :
- Dalam hal penerima penghasilan adalah orang
pribadi wajib pajak dalam negeri, dikenakan PPh
Psl 21 sebesar tarif Psl 17 UU PPh.
- Dalam hal penerima penghasilan adalah wajib pajak
luar negeri, selain BUT, dkenakan PPh Psl 26
sebesar 20% dari jumlah bruto, atau sesuai dengan
tarip P3B.
- Dalam hal penerima penghasilan adalah wajib pajak
badan, termasuk BUT, dikenakan PPh berdasarkan
Psl 23 ayat (1) huruf a.4 UU PPh, yaitu sebesar 15%
dari jumlah penghasilan bruto.
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
- keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
- keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota;
![Page 10: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/10.jpg)
- keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
- keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan
atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya;
Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya, pada saat
menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakan objek pajak. sebagai
contoh PBB yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang
karena suatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian
tersebut merupakan penghasilan.
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto, dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium
terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual diatas nilai nominalnya,
sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli dibawah nilai
nominal. Premium tsb merupakan penghasilan bagi yang
menerbitkan obligasi, dan diskonto merupakan penghasilan bagi
yang membeli obligasi.
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
Deviden merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham
dan pemegang Polis asuransi, atau pembagian SHU koperasi yang
diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian deviden
adalah :
![Page 11: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/11.jpg)
1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung,
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah
penyetoran.
3) pemberian saham bonus, yang dilakukan tanpa penyetoran,
termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham.
4) pencatatan tambahn modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
5) jumlah yang melebihi setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-
saham oleh perseroan yang bersangkutan.
6) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetor, jika dalam tahun-tahun yang lalu diperoleh keuntungan,
kecuali jika pembayaran kembali itu, adalah akibat dari
pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah.
7) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.
8) bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi.
9) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis.
10) pembagian sisa hasil usaha koperasi.
11) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang
saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam
praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran deviden
secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang
telah menyetor penuh modalnya, dan memberikan pinjaman
kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi
kewajaran, Apabila hal ini, maka selisih antara bunga yang
dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku wajar dipasaran,
dianggap sebagai deviden. Bagian bunga yang dianggap sebagai
deviden tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh
perseroan yang bersangkutan.
h. royalti;
Royalty adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan
cara atau perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala, maupun
tidak, sebagai imbalan atas :
![Page 12: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/12.jpg)
1) penggunaan atau menggunakan hak cipta dibidang kesusasteraan,
kesenian, atau karya ilmiah, paten, desain, atau model, rencana,
formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2) penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan
industrial, komersial, atau ilmiah ;
3) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial, atau komersial
4) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak mengunakan hak-hak tersebut pada angka
1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan
tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada angka 3, berupa :
- penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya,yangdisalurkan kepada
masyarakat melalui satelit, kabel, serta optik, atau
teknologi yang serupa;
- penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar
atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi
atau radio, yang disiarkan/ dipancarkan melalui satelit,
kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
- penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau
seluruh spektrum radio komunikasi;
5) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion
picture films), film atau pita Video, atau siaran televisi, atau pita
suara untuk siaran radio; dan
6) pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial
atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut diatas.
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau
diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
penggunaan harta gerak, atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil,
![Page 13: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/13.jpg)
sewa kantor, sewa rumah, atau sewa gudang, dan penghasilan sewa
disini adalah sewa bruto.
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya uang ”alimentasi”
atau tunjangan yang dibayarkan seumur hidup kepada mantan isteri
berdasarkan keputusan hukum oleh suami selama mantan isteri masih
hidup.
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; Pembebasan
utang oleh pihak yang berpiutang, dianggap sebagai penghasilan bagi
pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang
dapat dibeban kan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan
Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil
misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejatera (Kukesra), Kredit Usaha
Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan
sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah
tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing
diakui berdasarkan sistim pembukuan yang dianut dan dilakukan
secara taat azas, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku di Indonesia.
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
Selisih lebih karena penilain aktiva sebagaimana dimaksud Pasal 19
UU- PPh, merupakan penghasilan. Penilaian kembali aktiva tetap
terakhir diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
79/KMK.03/2008, Tgl 23 Mei 2008.
n. premi asuransi;
Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi.
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas;
Iuran yang dibayar oleh anggota perkumpulan yang dihitung
berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari anggota
![Page 14: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/14.jpg)
tersebut, misalkan iuran yang besarnya menurut jumlah (volume)
ekspor. Atau satuan produksi, atau omzet penjualan barang, dan inlah
yang menjadi objek pajak pada perkumpulan.
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
Tambahan kekayaan neto pada hakikatnya merupakan akumulasi dari
penghasilan, baik yang telah dikenakan pajak maupun yang belum
dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya penambahan kekayaan
neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan
pajak, tetapi penghasilan itu belum dikenakan pajak, maka tambahan
kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan yang jadi objek pajak.
2) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya,
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta
penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3) Yang Tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah :
a. bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
c. warisan;
d. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
![Page 15: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/15.jpg)
f. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
g. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha
Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor
dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham
tersebut;
h. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh
pemberi kerja maupun pegawai;
i. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
j. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;
k. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
pemberian ijin usaha;
l. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut :
- merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan; dan
![Page 16: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/16.jpg)
- sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
UU PPh Pasal 15
Isi dari PPh Pasal 15 adalah “Pemotongan Pajak penghasilan yang
dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang
menggunakan norma penghitungan khusus.”
Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau
penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan
pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing,
perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah. Wajib
Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15, sedangkan
Wajib Pajak perseorangan tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15.
Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak meneriman penghasilan yang
merupakan objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan
(pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas
penghasilan yang diterima Wajib Pajak akan dipotong PPh Pasal 15 oleh si
pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan
yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan adalah
orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor
sendiri PPh Pasal 15 tersebut.
c. Wajib Pajak
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, subyek pajak yang menerima
atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak.
Menurut Waluyo pada buku Perpajakan Indonesia, wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP.
Pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 2. Perbedaan yang penting
antara wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri terletak dalam
pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain berikut ini:
![Page 17: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/17.jpg)
1. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan
yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto
dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak
berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan
3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang
terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri
tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan
pajak yang bersifat final.
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban
perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan
Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
d. Cara Menghitung Pajak
Cara menghitung pajak ini terdapat pada UU No. 36 tahun 2008 tentang
PPh, pasal 16. Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah mengalikan Tarif Pajak
dengan Penghasilan Kena Pajak.
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak
Dalam menghitung pajak penghasilan yang terutang, dibedakan antara
wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri. Bagi wajib pajak dalam
negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan bearnya penghasilan
kena pajak, yaitu :
1. Penghitungan PPh dengan dasar pembukuan
- Wajib pajak badan
Penghasilan kena pajak = penghasilan sebagai objek pajak - biaya
- Wajib pajak orang pribadi
![Page 18: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/18.jpg)
Penghasilan kena pajak = penghasilan sebagai objek pajak – biaya -
PTKP
2. Penghitungan PPh dengan dasar pencatatan
Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan
neto bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan norma perhitungan. Norma tersebut dilakukan dalam
hal-hal :
- Tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu
pembukuan yang lengkap; atau
- Pembukuan atau catatan peredaran bruto wajib pajak ternyata
diselenggarakan secara tidak benar.
Norma penghitungan terdiri atas dua, yaitu :
- Norma penghitungan penghasilan neto
- Norma penghitungan peredaran bruto
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, wajib pajak orang pribadi
diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto sebagaimana diatur dalam pasal
14 ayat (2) UU PPh.
“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang
dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan.”
Bagi wajib pajak luar negeri, penghasilan kena pajak sebagai dasar
penghitungan pajak penghasilan adalah sebesar penghasilan bruto,
sehingga pajak penghasilan yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan penghasilan bruto.
![Page 19: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/19.jpg)
e. Dampak terhadap akuntansi
Dalam pembahasan ini kami akan menjelaskan bagaimana pengaruh pajak
penghasilan terhadap pengambilan keputusan , terlebih untuk pajak penghasilan
yang harus dibayar oleh suatu perusahaan. Besarnya pajak penghasilan tergantung
dengan laba yang dihasilkan oleh suatu instansi atau perusahaan , semakin besar
laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan maka semakin besar pajak yang akan
dikeluarkan oleh suatu perusahaan tersebut .
Laba suatu perusahaan dipengaruhi oleh seberapa banyak biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya akan mengurangi kas suatu perusahaan maka
bisa dikatakan jika semakin besarnya biaya yang dikelurakan perusahaan maka
kas keluar perusahaan tersebut semakin banyak dan dampak terhadap pajak
penghasilan yang akan dibayar perusahaan adalah semakin sedikit.
Dan sebaliknya semakin sedikit biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
maka kas keluar semakin kecil dan dampak bagi perusahaan adalah semakin
meningkatnya pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan tersebut untuk pajak
penghasilan.
C. Contoh kasus pelanggaran pajak
1. Kasus Bank BCA
Serupa dengan kasus Gayus Tambunan dengan sejumlah perusahaan terkait
pengurusan permohonan keberatan pajak, kasus yang sama juga terulang di tubuh
Bank BCA dengan Hadi Poernomo-nya, namun bedanya apabila kasus Gayus
sudah tuntas, kasus penggelapan pajak yang menyeret PT. Bank BCA Tbk dalam
daftar hitam penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja belum
mencapai kata final sejak dibukanya penyelidikan pada tahun 2003 silam.
Peran Hadi Poernomo dalam kasus pajak BCA diduga menyalahgunakan
wewenangnya sebagai Dirjen Pajak dengan dengan membuat Surat Keputusan
(SK) yang melanggar prosedur terkait permohonan keberatan wajib pajak yang
disampaikan oleh pihak Bank BCA. Hadi Poernomo selaku dirjen pajak diduga
memanipulasi telaah direktorat PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. BCA
mengajukan surat keberatan wajib pajak dengan nilai yang cukup fantastis yakni
sebesar Rp 5,7 triliun terkait kredit bermasalah-nya atau non performance loan
(NLP) kepada direktorat PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003.
![Page 20: Makalah Perpajakan](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082411/55cf921c550346f57b93b379/html5/thumbnails/20.jpg)
Setelah ditelaah oleh Direktorat PPH, permohonan keberatan wajib pajak yang
diajukan BCA ditolak, namun oleh Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak
mengintruksikan Direktur PPH yang semula menolak menjadi menerima seluruh
permohonan keberatan wajib pajak yang dilayangkan pihak BCA sehari sebelum
masa jatuh tempo pemberian keputusan final.
Oleh putusan Hadi Poernomo tersebut, diyakini BCA telah merugikan negara
dengan tidak membayar pajak sebesar Rp 375 miliar.
Selain itu, keputusan Hadi Poernomo mengabulkan permohonan keberatan
pajak yang diajukan BCA juga semakin terasa janggal apabila mengingat hal
serupa juga dilayangkan Bank Danamon perihal keberatan pajak atas nilai transaksi
sebesar Rp 17 triliun tetapi ditolak oleh pengadilan pajak. Anehnya, hal ini serupa
namun hasilnya berbeda.
Dalam kasus ini KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka dengan
dikenakan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1
miliar berdasarkan pelanggaran terhadap pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU no 31
tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dimana pasal
tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang menyalahgunakan
kewenangan.