Makalah Perpajakan

35
MAKALAH PERPAJAKAN KELOMPOK I Nama anggota : Mae Rosnawati 8215123419 Nuri Susanti 8215123455 Rizky Afitriani 8215123467 MANAJEMEN REGULER A

description

Subjek pajak, wajib pajak dan objek pajak

Transcript of Makalah Perpajakan

Page 1: Makalah Perpajakan

MAKALAH

PERPAJAKAN

KELOMPOK I

Nama anggota :

Mae Rosnawati 8215123419

Nuri Susanti 8215123455

Rizky Afitriani 8215123467

MANAJEMEN REGULER A

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2015

Page 2: Makalah Perpajakan

A. Pengantar Pajak (lanjutan)

a) Permasalahan dalam Pemungutan Pajak

a. Sistem pemungutan pajak di Indonesia

Dalam menghitung berapa besarnya pajak yang harus dibayar wajib

pajak, di Indonesia menganut Self Assesment System terutama untuk pajak

langsung seperti pajak penghasilan. Self Assesment System adalah suatu

sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak

untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Di dalam Self

Assesment Systemterdapat ciri-ciri sebagai berikut:

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada Wajib Pajak

Sendiri.

2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

b. Hambatan-hambatan yang terdapat dalam pemungutan pajak

1. Perlawanan pasif

Perlawanan pasif yaitu merupakan hambatan yang mempersulit

pemungutan pajak dan memiliki hubungan erat dengan struktur

ekonomi. Misalnya saja masyarakat enggan (pasif) membayar pajak,

yang disebabkan antara lain:

- Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

- Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

- Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan

baik.

2. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari

pajak.

- Penghindaran pajak (Tax avoidance), usaha untuk meringankan

beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

- Penyelundupan pajak (Tax evasion), usaha untuk meringankan

beban pajak dengan cara melanggar undang-undang

(menggelapkan pajak).

-

Page 3: Makalah Perpajakan

b) Pajak Dilihat dari Entitas Perusahaan

a. Pajak Penghasilan Badan

Menurut Mardiasmo (2003, h105), Pajak penghasilan adalah pajak

yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh dalam suatu tahun pajak. Sedangkan Badan adalah sekumpulan

orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha

maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

komanditair, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah

dengan nama dan dalam bentuk apapu, firma, kongsi, koperasi, massa,

organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha

tetap dan bentuk badan lainnya.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa badan adalah

sekumpulan orang atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang

melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Sedangkan pajak

penghasilan badan adalah pajak yang dikenakan terhadap sekumpulan orang

atau modal atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari kegiatan

usaha dalam suatu tahun pajak. Oleh karena itu, bagi perusahaan yang

melakukan kegiatan usaha harus dikenakan pajak dari panghasilan yang

diperolehnya.

b. Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Waluyo dan Wirawan B. Ilyas dalam bukunya Perpajakan

Indonesia yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Orang pribadi

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak

3. Badan

4. Bentuk usaha tetap

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa badan

merupakan salah satu subjek pajak yang harus dikenakan pajak berkenaan

dengan pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan

usahanya dalam tahun pajak

Page 4: Makalah Perpajakan

B. PPh, Subjek Pajak dan Objek Pajak Umum

a. Pengertian Subjek dari PPh dan pengaturan dalam Undang-Undang

Subjek pajak diartikan sebagai orang atau badan atau pihak yang dituju oleh

undang-undang untuk dikenai pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap

subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya

dalam tahun pajak.

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,

Pasal 2

1) Subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut :

a) 1. orang pribadi;

2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

yang berhak

b) badan; dan

c) bentuk usaha tetap.

1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya

dipersamakan dengan subjek pajak badan.

2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak

luar negeri.

3) Subjek pajak dalam negeri adalah:

a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang

dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat

untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali

unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan

perundangundangan;

2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat

atau Pemerintah Daerah; dan

Page 5: Makalah Perpajakan

4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional

negara; dan

c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak.

4) Subjek pajak luar negeri adalah :

a) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh

tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha

tetap di Indonesia; dan

b) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh

tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat

menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha

tetap di Indonesia.

5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang

pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada

di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

a. tempat kedudukan manajemen;

b. cabang perusahaan;

c. kantor perwakilan;

d. gedung kantor;

e. pabrik;

f. bengkel;

g. gudang;

h. ruang untuk promosi dan penjualan;

i. pertambangan dan penggalian sumber alam;

j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

Page 6: Makalah Perpajakan

k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,

sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka

waktu 12 (dua belas) bulan;

n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak

bebas;

o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi

atau menanggung risiko di Indonesia; dan

p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,

disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk

menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh

Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.

Pasal 3

a) Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:

a. kantor perwakilan negara asing;

b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain

dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan

warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh

penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara

bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:

1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada

pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud

pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak

menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia.

Page 7: Makalah Perpajakan

b) Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Timbulnya Kewajiban Pajak Subjektif Dalam Negeri

1. Kewajiban pajak subjektif orang pribadi dalam negeri yang bertempat tinggal

diIndonesia terutama orang asli dimulai pada saat ia dilahirkan di Indonesia.

Untuk orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di

Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia,

kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak hari pertama ia berada di

Indonesia. Kewajiban subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal

dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

2. Kewajiban pajak subjektif badan, dimulai saat badan tersebut didirikan atau

berkedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak

berkedudukan di Indonesia.

3.  Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi, dimulai saat timbulnya

warisan yang belum terbagi dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai

terbagi. Sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajakan (Almarhum) beralih

kepada para ahli waris.

Timbulnya Kewajiban Pajak Subjektif Luar Negeri

Kewajiban pajak subjektif Orang Pribadi (SPOPLN) atau Badan (Luar Negeri)

dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut mempunyai hubungan ekonomis

denganIndonesia, yaitu menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Kewajiban Pajak Subjektif Dalam Bagian Tahun Pajak

Orang pribadi menjadi subjek pajak tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak

penuh. Misalnya orang pribadi yang mulai menjadi subjek pajak pada pertengahan

tahun pajak atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada

pertengahan tahun pajak. Jangka waktu yang kurang dari satu tahun pajak tersebut

dinamakan bagian tahun pajak yang menggantikan satu tahun pajak.

Page 8: Makalah Perpajakan

b. Pengertian Objek Pajak dan Perhitungan Objek dalam Garis Besar di

Dalam UU PPh (Norma, Final, Normal)

UU PPh Pasal 4

1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai

untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

Dalam pengertian hadiah, termasuk hadiah dari undian, pekerjaan,

dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari

pertandingan olah raga dll sebagainya. Yang dimaksud dengan

penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungandengan

kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan

dengan penemuan benda-benda purbakala.

Mengenai perlakuan PPh terhadap hadiah dan penghargaan, agar

tidak terdapat keraguan dalam pelaksanaannya, telah dikeluarkan

surat edaran/keputusan Direktur Jenderal Pajak dan terakhir Surat

Keputusan Direktur Jnderal Pajak No. KEP.395/PJ.2001, Tgl 13 Juni

2001, tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan

Penghargaan, yang mengatur hal-hal sebagai berikut :

(2) Pengertian :

a) Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam

bentuk apapun yang diberikan melaui undian;

b) Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau

penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan

atau adu ketangkasan.

c) Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan

lainnya, adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk

Page 9: Makalah Perpajakan

apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan,

jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah.

d) Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan

dengan prestasi dalam kegiatan tertentu.

(3) Tarif dan dasar pengenaan :

a) Hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% dari jumlah

penghasilan bruto, dan bersifat final. Yang dimaksud final

disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak

pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak

penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah

selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam

penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.

b) Hadiah atau penghargaan perlombaan, dan hadiah

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya

dikenakan PPh dengan ketentuan sbb :

- Dalam hal penerima penghasilan adalah orang

pribadi wajib pajak dalam negeri, dikenakan PPh

Psl 21 sebesar tarif Psl 17 UU PPh.

- Dalam hal penerima penghasilan adalah wajib pajak

luar negeri, selain BUT, dkenakan PPh Psl 26

sebesar 20% dari jumlah bruto, atau sesuai dengan

tarip P3B.

- Dalam hal penerima penghasilan adalah wajib pajak

badan, termasuk BUT, dikenakan PPh berdasarkan

Psl 23 ayat (1) huruf a.4 UU PPh, yaitu sebesar 15%

dari jumlah penghasilan bruto.

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

- keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau

penyertaan modal;

- keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan

lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,

atau anggota;

Page 10: Makalah Perpajakan

- keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;

- keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah

dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan

atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil

termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang

bersangkutan;

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan

sebagai biaya;

Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya, pada saat

menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakan objek pajak. sebagai

contoh PBB yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang

karena suatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian

tersebut merupakan penghasilan.

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto, dan

imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium

terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual diatas nilai nominalnya,

sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli dibawah nilai

nominal. Premium tsb merupakan penghasilan bagi yang

menerbitkan obligasi, dan diskonto merupakan penghasilan bagi

yang membeli obligasi.

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi;

Deviden merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham

dan pemegang Polis asuransi, atau pembagian SHU koperasi yang

diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian deviden

adalah :

Page 11: Makalah Perpajakan

1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung,

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah

penyetoran.

3) pemberian saham bonus, yang dilakukan tanpa penyetoran,

termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham.

4) pencatatan tambahn modal yang dilakukan tanpa penyetoran.

5) jumlah yang melebihi setoran sahamnya yang diterima atau

diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-

saham oleh perseroan yang bersangkutan.

6) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang

disetor, jika dalam tahun-tahun yang lalu diperoleh keuntungan,

kecuali jika pembayaran kembali itu, adalah akibat dari

pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah.

7) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang

diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.

8) bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi.

9) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis.

10) pembagian sisa hasil usaha koperasi.

11) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang

saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam

praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran deviden

secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang

telah menyetor penuh modalnya, dan memberikan pinjaman

kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi

kewajaran, Apabila hal ini, maka selisih antara bunga yang

dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku wajar dipasaran,

dianggap sebagai deviden. Bagian bunga yang dianggap sebagai

deviden tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh

perseroan yang bersangkutan.

h. royalti;

Royalty adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan

cara atau perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala, maupun

tidak, sebagai imbalan atas :

Page 12: Makalah Perpajakan

1) penggunaan atau menggunakan hak cipta dibidang kesusasteraan,

kesenian, atau karya ilmiah, paten, desain, atau model, rencana,

formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak

kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;

2) penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan

industrial, komersial, atau ilmiah ;

3) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,

industrial, atau komersial

4) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan

penggunaan atau hak mengunakan hak-hak tersebut pada angka

1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan

tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau

informasi tersebut pada angka 3, berupa :

- penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau

rekaman suara atau keduanya,yangdisalurkan kepada

masyarakat melalui satelit, kabel, serta optik, atau

teknologi yang serupa;

- penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar

atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi

atau radio, yang disiarkan/ dipancarkan melalui satelit,

kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;

- penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau

seluruh spektrum radio komunikasi;

5) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion

picture films), film atau pita Video, atau siaran televisi, atau pita

suara untuk siaran radio; dan

6) pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan

penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial

atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut diatas.

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau

diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan

penggunaan harta gerak, atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil,

Page 13: Makalah Perpajakan

sewa kantor, sewa rumah, atau sewa gudang, dan penghasilan sewa

disini adalah sewa bruto.

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya uang ”alimentasi”

atau tunjangan yang dibayarkan seumur hidup kepada mantan isteri

berdasarkan keputusan hukum oleh suami selama mantan isteri masih

hidup.

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; Pembebasan

utang oleh pihak yang berpiutang, dianggap sebagai penghasilan bagi

pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang

dapat dibeban kan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan

Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil

misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejatera (Kukesra), Kredit Usaha

Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan

sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah

tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.

l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing

diakui berdasarkan sistim pembukuan yang dianut dan dilakukan

secara taat azas, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang

berlaku di Indonesia.

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

Selisih lebih karena penilain aktiva sebagaimana dimaksud Pasal 19

UU- PPh, merupakan penghasilan. Penilaian kembali aktiva tetap

terakhir diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No.

79/KMK.03/2008, Tgl 23 Mei 2008.

n. premi asuransi;

Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi.

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas;

Iuran yang dibayar oleh anggota perkumpulan yang dihitung

berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari anggota

Page 14: Makalah Perpajakan

tersebut, misalkan iuran yang besarnya menurut jumlah (volume)

ekspor. Atau satuan produksi, atau omzet penjualan barang, dan inlah

yang menjadi objek pajak pada perkumpulan.

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

Tambahan kekayaan neto pada hakikatnya merupakan akumulasi dari

penghasilan, baik yang telah dikenakan pajak maupun yang belum

dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya penambahan kekayaan

neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan

pajak, tetapi penghasilan itu belum dikenakan pajak, maka tambahan

kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan yang jadi objek pajak.

2) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya,

penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,

penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta

penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

3) Yang Tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah :

a. bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil

zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;

b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan

pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan

antara pihak-pihak yang bersangkutan;

c. warisan;

d. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham

atau sebagai pengganti penyertaan modal;

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau

kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;

Page 15: Makalah Perpajakan

f. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi

jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

g. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan

terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha

Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal

pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia dengan syarat :

- dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

- bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan

Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan

saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah

25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor

dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham

tersebut;

h. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh

pemberi kerja maupun pegawai;

i. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun

sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu

yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

j. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;

k. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana

selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau

pemberian ijin usaha;

l. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura

berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan

menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan

pasangan usaha tersebut :

- merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Keuangan; dan

Page 16: Makalah Perpajakan

- sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

UU PPh Pasal 15

Isi dari PPh Pasal 15 adalah “Pemotongan Pajak penghasilan yang

dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang

menggunakan norma penghitungan khusus.”

Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan pelayaran atau

penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan

pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing,

perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah. Wajib

Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15, sedangkan

Wajib Pajak perseorangan tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 15.

Demikian sebaliknya, apabila Wajib Pajak meneriman penghasilan yang

merupakan objek pemotongan PPh Pasal 15 dan pemberi penghasilan

(pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 15, maka atas

penghasilan yang diterima Wajib Pajak akan dipotong PPh Pasal 15 oleh si

pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan

yang merupakan objek PPh Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan adalah

orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor

sendiri PPh Pasal 15 tersebut.

c. Wajib Pajak

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, subyek pajak yang menerima

atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak.

Menurut Waluyo pada buku Perpajakan Indonesia, wajib pajak adalah

orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),

Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan

Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh

NPWP.

Pada UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 2. Perbedaan yang penting

antara wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri terletak dalam

pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain berikut ini:

Page 17: Makalah Perpajakan

1. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang

diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan

yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;

2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto

dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak

berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan

3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang

terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri

tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan

pajak yang bersifat final.

Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban

perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib

Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan

Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara

perpajakan.

d. Cara Menghitung Pajak

Cara menghitung pajak ini terdapat pada UU No. 36 tahun 2008 tentang

PPh, pasal 16. Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah mengalikan Tarif Pajak

dengan Penghasilan Kena Pajak.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak

Dalam menghitung pajak penghasilan yang terutang, dibedakan antara

wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri. Bagi wajib pajak dalam

negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan bearnya penghasilan

kena pajak, yaitu :

1. Penghitungan PPh dengan dasar pembukuan

- Wajib pajak badan

Penghasilan kena pajak = penghasilan sebagai objek pajak - biaya

- Wajib pajak orang pribadi

Page 18: Makalah Perpajakan

Penghasilan kena pajak = penghasilan sebagai objek pajak – biaya -

PTKP

2. Penghitungan PPh dengan dasar pencatatan

Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan

neto bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau

pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur Jenderal

Pajak menerbitkan norma perhitungan. Norma tersebut dilakukan dalam

hal-hal :

- Tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu

pembukuan yang lengkap; atau

- Pembukuan atau catatan peredaran bruto wajib pajak ternyata

diselenggarakan secara tidak benar.

Norma penghitungan terdiri atas dua, yaitu :

- Norma penghitungan penghasilan neto

- Norma penghitungan peredaran bruto

Dalam menghitung penghasilan kena pajak, wajib pajak orang pribadi

diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan

norma penghitungan penghasilan neto sebagaimana diatur dalam pasal

14 ayat (2) UU PPh.

“Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang

dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh

menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma

Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam

jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang

bersangkutan.”

Bagi wajib pajak luar negeri, penghasilan kena pajak sebagai dasar

penghitungan pajak penghasilan adalah sebesar penghasilan bruto,

sehingga pajak penghasilan yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif pajak dengan penghasilan bruto.

Page 19: Makalah Perpajakan

e. Dampak terhadap akuntansi

Dalam pembahasan ini kami akan menjelaskan bagaimana pengaruh pajak

penghasilan terhadap pengambilan keputusan , terlebih untuk pajak penghasilan

yang harus dibayar oleh suatu perusahaan. Besarnya pajak penghasilan tergantung

dengan laba yang dihasilkan oleh suatu instansi atau perusahaan , semakin besar

laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan maka semakin besar pajak yang akan

dikeluarkan oleh suatu perusahaan tersebut .

Laba suatu perusahaan dipengaruhi oleh seberapa banyak biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya akan mengurangi kas suatu perusahaan maka

bisa dikatakan jika semakin besarnya biaya yang dikelurakan perusahaan maka

kas keluar perusahaan tersebut semakin banyak dan dampak terhadap pajak

penghasilan yang akan dibayar perusahaan adalah semakin sedikit.

Dan sebaliknya semakin sedikit biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan

maka kas keluar semakin kecil dan dampak bagi perusahaan adalah  semakin

meningkatnya pajak yang akan dibayarkan oleh  perusahaan tersebut untuk pajak

penghasilan.

C. Contoh kasus pelanggaran pajak

1. Kasus Bank BCA

Serupa dengan kasus Gayus Tambunan dengan sejumlah perusahaan terkait

pengurusan permohonan keberatan pajak, kasus yang sama juga terulang di tubuh

Bank BCA dengan Hadi Poernomo-nya, namun bedanya apabila kasus Gayus

sudah tuntas, kasus penggelapan pajak yang menyeret PT. Bank BCA Tbk dalam

daftar hitam penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja belum

mencapai kata final sejak dibukanya penyelidikan pada tahun 2003 silam.

Peran Hadi Poernomo dalam kasus pajak BCA diduga menyalahgunakan

wewenangnya sebagai Dirjen Pajak dengan dengan membuat Surat Keputusan

(SK) yang melanggar prosedur terkait permohonan keberatan wajib pajak yang

disampaikan oleh pihak Bank BCA. Hadi Poernomo selaku dirjen pajak diduga

memanipulasi telaah direktorat PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. BCA

mengajukan surat keberatan wajib pajak dengan nilai yang cukup fantastis yakni

sebesar Rp 5,7 triliun terkait kredit bermasalah-nya atau  non performance loan

(NLP) kepada direktorat PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003.

Page 20: Makalah Perpajakan

Setelah ditelaah oleh Direktorat PPH, permohonan keberatan wajib pajak yang

diajukan BCA ditolak, namun oleh Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak

mengintruksikan Direktur PPH yang semula menolak menjadi menerima seluruh

permohonan keberatan wajib pajak yang dilayangkan pihak BCA sehari sebelum

masa jatuh tempo pemberian keputusan final.

Oleh putusan Hadi Poernomo tersebut, diyakini BCA telah merugikan negara

dengan tidak membayar pajak sebesar Rp 375 miliar.

Selain itu, keputusan Hadi Poernomo mengabulkan permohonan keberatan

pajak yang diajukan BCA juga semakin terasa janggal apabila mengingat hal

serupa juga dilayangkan Bank Danamon perihal keberatan pajak atas nilai transaksi

sebesar Rp 17 triliun tetapi ditolak oleh pengadilan pajak. Anehnya, hal ini serupa

namun hasilnya berbeda.

Dalam kasus ini KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka dengan

dikenakan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1

miliar berdasarkan pelanggaran terhadap pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU no 31

tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dimana pasal

tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara maupun setiap orang yang menyalahgunakan

kewenangan.