MAKALAH PERFORMANCE TES_FIX.doc
-
Upload
wahyu-dwi-mulyono -
Category
Documents
-
view
321 -
download
22
Transcript of MAKALAH PERFORMANCE TES_FIX.doc
MAKALAH
EVALUASI BELAJAR PTK
PENGUKURAN HASIL BELAJAR TEORI DAN PRAKTEK
(PERFORMANCE TEST)
Mata Kuliah : Teori dan Strategi Pembelajaran PTK
Kode : PTK202
Dosen : Prof. Dr. Herminarto Sofyan
Oleh :
Ertyn Tyas Prabandari 12702251008
Sulasmi 12702251039
PROGRAM PASCA SARJANA
PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
A. Pendahuluan
Secara bahasa, evaluasi adalah terjemahan dari kata evaluation (B. Inggris).
Kata Evaluation berasal dari value yang berarti nilai. Kata evaluation, dengan demikian,
diterjemahkan juga dengan penilaian. Sehingga antara “penilaian” dan “evaluasi” dapat
dipandang sebagai semakna. Dalam bahasa Arab penilaian diartikan al-taqdir.
Secara istilah, evaluasi diartikan sebagai suatu tindakan atau proses untuk
menentukan nilai dari suatu obyek. Istilah (term) ini pada awalnya dikaitkan dengan
prestasi belajar siswa, akan tetapi seiring dengan perkembangan waktu, term ini telah
memasuki setiap aspek kehidupan manusia. Tokoh yang mempopulerkan term ini
pertama kali adalah Ralph Tyler, dengan memaknai evaluasi sebagai proses
pengumpulan data guna menentukan sejauh mana, dalam hal apa dan bagian mana dari
tujuan pendidikan sudah dicapai.
Evaluasi terhadap pencapai belajar siswa adalah kegiatan wajib bagi setiap guru
atau pengajar. Dikatakan wajib karena pengajar dapat menginformasikan kepada lembaga
atau siswa itu sendiri. Informasi tersebut berisi tentang bagaimana dan sampai dimana
penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-
keterampilan mengenai mata ajaran yang diberikan.
Evaluasi kegiatan belajar mengajar yang menjadi tanggung jawab guru di
sekolah merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pendidikan. Dalam Undang-
Undang N0. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab XII pasal 43
dinyatakan: “Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian”.
Melalui kegiatan penilaian di kelas, dapat diperoleh informasi mengenai efektivitas
pembelajaran, tingkat pencapaian/keberhasilan belajar siswa, dan daya serap materi
pengajaran yang telah diberikan.
Dalam setiap pelaksanaan penilaian kegiatan belajar siswa, guru harus
memperhatikan secara seksama alat ukur maupun kondisi obyektif yang akan diukur,
sehingga hasil pengukuran/penilaian benar-benar dapat memberikan gambaran obyektif
dan akurat tentang performa siswa yang diukurnya.
Guru sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan di sekolah memegang peranan
penting untuk keberhasilan belajar anak didiknya. Oleh karena itu sebaiknya guru
memiliki kemampuan dan kecakapan menjalankan tugas dan tanggung jawab berkaitan
1
dengan profesinya, salah satu perannya sebagai ‘evaluator’, baik terhadap proses (saat
dan selama kegiatan pembelajaran berlangsung) maupun hasil belajar siswa.
B. Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
a. Pengertian pengukuran menurut para ahli
a. Alwasilah et al.(1996), measurement (pengukuran) merupakan proses yang
mendeskripsikan performa siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif
(sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa siswa
tersebut dinyatakan dengan angka-angka.
b. Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement)
sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu
sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
c. Cangelosi, James S. (1995), pengukuran adalah proses pengumpulan data secara
empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan
tujuan yang telah ditentukan.
d. Sridadi (2007), pengukuran adalah suatu prose yang dilakukan secara sistematis
untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan
menggunakan alat ukur yang baku.
e. Kerlinger (1993), pengukuran adalah proses pemberian bilangan atau angka
pada objek-objek atau sesuatu kejadian menurut aturan tertentu, pengukuran
terdiri dari aturan-aturan tertentu untuk memberikan angka atau bilangan kepada
objek dengan cara tertentu pula sehingga angka itu dapat mempresentasikan
dalam bentuk kuantitatif sifat-sifat dari objek tersebut.
Jadi, inti dari pengukuran adalah memberi bentuk kuantitatif pada objek atau
kejadian dengan memperhatikan aturan-aturan tertentu sehingga bentuk kuantitatif
tersebut betul-betul menunjukkan keadaaan yang sebenarnya dari objek yang diukur.
Dalam hal ini, objek yang diukur adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan
sebagai satu kesatuan yang utuh yang menunjukkan kualitas perilaku hasil belajar
dari peserta didik.
b. Pengertian penilaian menurut para ahli
a. Mardapi, Djemari (2003), penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau
mendeskripsikan hasil pengukuran.
2
b. Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan penilaian adalah suatu
proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang
diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun
nontes.
c. Popham (1985), penilaian merupakan suatu kegiatan untuk menentukan tingkat
atau derajat sesuatu objek atau kejadian yang didasarkan atas hasil pengukuran
objek tersebut. Dalam dunia pendidikan, penilaian merupakan usaha formal
untuk menetapkan tingkat atau derajat peserta didik berdasarkan ubahan
pendidik-an yang diinginkan.
d. Hill (1997), penilaian adalah kegiatan mengolah informasi yang diperoleh
melalui pengukuran untuk menganalisis dan mempertimbangkan unjuk kerja
peserta didik pada tugas-tugas yang relevan. Kegiatan ini juga digunakan untuk
menilai materi, program, atau kebijakan-kebijakan dengan maksud untuk
menetapkan nilai kelayakan peserta didik.
Jadi, penilaian pada dasarnya merupakan suatu kegiatan formal untuk
menentukan tingkat atau status, penafsiran dan deksripsi hasil pengukuran hasil
belajar peserta didik dibandingkan dengan aturan tertentu.
c. Pengertian evaluasi menurut para ahli
1) Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi
berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian.
Akar katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk
pada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
2) Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003): Evaluation The systematic
process of collecting, analyzing, and interpreting information to determine the
extent to which pupils are achieving instructional objectives. (Artinya: Evaluasi
adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk
menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan instruksional).
Evaluasi dilakukan terhadap informasi hasil pengukuran dan penilaian. Hasil
pengukuran berbentuk skor (angka) yang kemudian skor ini dinilai dan ditafsirkan
berdasarkan aturan untuk ditentukan tingkat kemampuan seseorang. Dari hasil
proses penilaian ini kemudian dilakukan evaluasi untuk menentukan tingkat
keberhasilan seseorang atau suatu program. Dalam dunia pendidikan, menilai sering
3
diartikan sama dengan melakukan evaluasi. Kegiatan menilai dan mengevaluasi
umumnya dilakukan oleh guru yang bersangkutan. Perbedaan antara kedua kata
tersebut terletak pada pemanfaatan informasi.
C. Fungsi Evaluasi
Fungsi evaluasi di dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dan tujuan evaluasi itu
sendiri. Tujuan evaluasi pendidikan ialah untuk mendapat data pembuktian yang akan
menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam
pencapaian tujuan-tujuan kurikuler. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh guru-guru
dan para pengawas pendidikan untuk mengukur atau menilai sampai di mana keefektifan
pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode
mengajar yang digunakan. Dengan demikian, dapat dikatakan betapa penting peranan
dan fungsi evaluasi itu dalam proses belajar-mengajar.
Menurut Ngalim Purwanto (1991), fungsi evaluasi dalam pendidikan dan
pengajaran dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi, yaitu:
1. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah
mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu. Hasil
evaluasi yang diperoleh itu selanjutnya dapat digunakan unuk memperbaiki cara
belajar siswa (fungsi formatif) dan atau untuk mengsi rapor atau Surat Tanda Tamat
Belajar, yang berarti pula untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus-tidaknya
seorang siswa dan suatu lembaga pendidikan tertentu (fungsi sumatif).
2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran. Pengajaran sebagai
suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lain.
Komponen komponen dimaksud antara lain adalah tujuan, materi atau bahan
pengajaran, metode dan kegiatan belajar-mengajar, alat dan sumber pelajaran, dan
prosedur serta alat evaluasi.
3. Untuk keperluan Bimbingan dan Konseling (BK). Hasil-hasil evaluasi yang telah
dilaksanakan oleh guru terhadap siswanya dapat dijadikan sumber informasi atau
data bagi pelayanan BK oleh para konselor sekolah atau guru pembimbing lainnya
seperti antara lain:
a. Untuk membuat diagnosis mengenai kelemahan-kelemahan dan kekurangan
atau kemampuan siswa.
4
b. Untuk mengetahui dalam hal-hal apa seseorang atau sekelompok siswa
mememerlukan pelayana remedial.
c. Sebagai dasar dalam menangafli kasus-kasus tertentu di antara siswa.
d. Sehagai acuan dalam melayani kebutuhan-kebutuhan siswa dalam rangka
bimbingan karier.
4. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang
bersangkutan. Seperti telah dikemukakan di muka, hampir setiap saat guru
melaksanaka kegiatan evaluasi dalam rangka menilai keberhasilan bealajar siswa
dan menilai program pengajaran, yang berarti pula menilai isi atau materi pelajaran
yang terdapat di dalam kurikulum. Seorang guru yang dinamis tidak akan begitu saja
mengikuti apa yang tertera di dalam kurikulum, ia akan selalu berusaha untuk
menentukan dan memilih materi materi mana yang sesuai dengan kondisi siswa dan
situasi lingkungan serta perkembangan masyarakat pada masa itu. Materi kurikulum
yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat
akan ditinggalkannya dan diganti dengan materi yang diangap sesuai. Benar apa
yang dikatakan oleh para pakar kurikulum bahwa pada hakikatnya kurikulum
sekolah ditentukan oleh guru.
Meskipun pada umumnya di Indonesia kurikulum sekolah disusun seacra nasional
dan berlaku untuk semua sekolah yang sejenis dan setingkat, guru-guru dapat ikut serta
menyusun kurikulum, atau duduk dalam panitia penyusun kurikulum, atau setidak-
tidaknya memberikan saran dan pendapatnya. Sebaliknya, panitia penyusun kurikulum
biasanya mencari rnasukan-masukan dari para pelaksana kurikulum di lapangan,
termasuk para pengawas-penilik, kepala sekolah, dan guru-guru. Demikianlah betapa
penting peranan dan fungsi evaluasi bagi pengembangan dan perbaikan k irikulum.
D. Jenis Evaluasi
1. Jenis evaluasi berdasarkan tujuan, dibedakan atas tujuh jenis evaluasi:
a. Pre-test dan Post-test
Kegiatan pre-test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai
penyajian baru. Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa
mengenai bahan yang akan disajikan
5
Sedangkan post-test adalah kebalikan dari pre-test, yakni kegiatan evaluasi yang
dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi.Tujuannya adalah untuk
mengetahui taraf pengetahuan siswa atas materi yang telah diajarkan.
b. Evaluasi Diagnostic
Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran. Evaluasi
ini bertujuan untuk mengidentifikasi atau menelaah kelemahan-kelemahan siswa
beserta faktor-faktor penyebabnya.
c. Evaluasi selektif
Evaluasi selektif adalah evaluasi yang digunakan untuk memilih siswa yang
paling tepat atau sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.
d. Evaluasi penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa
dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.
e. Evaluasi formatif
Evaluasi jenis ini dapat dipandang sebagai “ulangan” yang dilakukan pada setiap
akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Evaluasi ini bertujuan untuk
memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar.
f. Evaluasi sumatif
Ragam penilaian sumatif dapat dianggap sebagai “ulangan umum” yang
dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada
akhir periode pelaksanaan program pengajaran, atau disebut juga dengan evaluasi
yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan belajar siswa.Evaluasi ini
lazim dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran.Hasilnya
dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja akademik siswa dan bahan
penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
g. Ujian Nasional (UN)
Ujian Nasional (UN) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif, yaitu
sebagai alat penentu kenaikan status siswa.
2. Jenis evaluasi berdasarkan sasaran :
a. Evaluasi konteks
6
Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik mengenai
rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang
muncul dalam perencanaan
b. Evaluasi input
Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya maupun
strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
c. Evaluasi proses
Evaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik
mengenai kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung
dan faktor hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya.
d. Evaluasi hasil atau produk
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai
dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan
atau dihentikan.
e. Evaluasi outcom atau lulusan
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut,
yankni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.
3. Jenis evalusi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran:
a. Evaluasi program pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program
pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspe-aspek program pembelajaran yang
lain.
b. Evaluasi proses pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara peoses pembelajaran dengan garis-
garis besar program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran.
c. Evaluasi hasil pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan
pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek
kognitif, afektif, psikomotorik.
4. Jenis evaluasi berdasarkan objek evaluasi:
a. Evaluasi input
7
Evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, sikap, keyakinan.
b. Evaluasi transformasi
Evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses pembelajaran anatara
lain materi, media, metode dan lain-lain.
c. Evaluasi output
Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran.
5. Jenis evaluasi berdasarkan subjek evaluasi:
a. Evaluasi internal
Evaluasi yang dilakukan oleh orang dalam sekolah sebagai evaluator, misalnya
guru.
b. Evaluasi eksternal
Evaluasi yang dilakukan oleh orang luar sekolah sebagai evaluator, misalnya
orangtua, masyarakat.
E. Syarat Evaluasi
Langkah pertama yang perlu ditempuh guru dalam menilai prestasi belajar siswa
adalah menyusun alat evaluasi (test instrument) yang sesuai dengan kebutuhan, dalam
artian tidak menyimpang dari indicator dan jenis prestasi yang diharapkan.
Persyaratan pokok penyusunan alat evaluasi yang baik dalam perspektif psikologi
belajar (The Psychology of learning) meliputi dua macam, yakni: 1). Reliabilitas; 2).
Validitas (Cross, 1974; Barlow, 1985; Butler, 1990).
1. Reliabilitas
Secara sederhana, reliabilitas (reliability) berarti hal tahan uji atau dapat
dipercaya.Sebuah alat evaluasi dipandang reliable atau tahan uji apabila memiliki
konsistensi atau keajegan hasil.
2. Validitas
Validitas berarti keabsahan atau kebenaran. Sebuah alat evaluasi dipandang valid
atau abash apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi
dalam proses pendidikan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:194-198) terurai sebagai
berikut :
1. Kesahihan
8
Kesahihan menggantikan kata validitas (validity) yang dapat diartikan sebagai
ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya di evaluasi. Untuk
memperoleh hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan insturmen yang
memiliki/memenuhi syarat-syarat kesahihan suatu instrumental evaluasi. Kesahihan
instrument evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan hasil pengalaman.
2. Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan, yakni tingkat
kepercayaan bahwa suatu instrument evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat.
Gronlund dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:196) mengemukakan bahwa,
“keterandalan menunjukkan kepada konsistensi (keajegan) pengukuran yakni
bagaimana keajegan skor tes atau hasil evaluasi lain yang berasal dari pengukuran
yang satu ke pengukuran yang lain”. Dengan kata lain, keterandalan dapat kita
artikan sebagai tingakat kepercayaan keajegan hasil evaluasi yang diperoleh dari
suatu instrument evaluasi.
3. Kepraktisan
Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada pada
instrument evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi/
memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpanya.
Sementara menurut Arikunto dan Jabar (2010:8-9) evaluasi memiliki ciri-ciri dan
persyaratan sebagai berikut :
1. Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi
penelitian pada umumnya.
2. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti harus berpikir secara sistematis yaitu
memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari
beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam
menunjang kinerja dari objek yang dievaluasi.
3. Agar dapat mengetahui secar rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu adanya
identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan
program.
4. Menggunakan standar, Kiteria, atau tolak ukur sebagai perbandingan dalam
menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil
kesimpulan.
9
5. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi
sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan.
6. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara rinci
untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada
identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai
pada indikator dari program evaluasi.
7. Standar, kriteria, atau tolak ukur diterapkan pada indicator, yaitu bagian yang paling
kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan.
8. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat
sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.
F. Ragam Alat Evaluasi
Secara garis besar, ragam alat evaluasi terdiri atas dua macam bentuk, yaitu: 1). Bentuk
objektif; dan 2). Bentuk subjektif. Bentuk objektif biasanya diwujudkan dalam bentuk-
bentuk alternatif jawaban, pengisian titik-titik, dan pencocokan satu pernyataan dengan
pernyataan lainnya.
1. Bentuk objektif
Bentuk ini lazim juga disebut tes objektif, yakni tes yang jawabannya dapat diberi
score nilai secara lugas (seadanya) menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya.
2. Bentuk subjektif
Alat evaluasi yang berbentuk tes subjektif adalah alat pengukur prestasi belajar yang
jawabannya tidak ternilai dengan score atau angka pasti, seperti yang digunakan
untuk evaluasi objektif. Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya jawaban yang
diberikan oleh para siswa. Instrument evaluasi mengambil bentuk Essay
examination, yakni soal ujian mengharuskan siswa menjawab setiap pertanyaan
dengan cara menguraikan atau dalam bentuk karangan bebas.
G. Tes
Salah satu jenis instrumen yang banyak digunakan guru dalam evaluasi KBM di
sekolah adalah tes. Menurut Cronbach (1970), Tes ialah Prosedur yang sistematis untuk
mendeskripsikan dan mengobservasi atau mengukur tingkah laku seseorang dengan
bantuan skala numerik atau sistem kategori. Tes ini tidak mengukur secara langsung,
10
hanya pada sifat/karakteristik yang ada pada jawaban testee terhadap item tes. Secara
umum tes terbagi atas:
1. Maximum Performance tes, mengukur seluruh kemampuan siswa dan seberapa baik dapat
melakukannya. Dalam hal ini pertanyaan (tugas) yang diberikan harus jelas struktur dan
tujuannya, serta arah jawaban yang dikehendakinya. Di sini ada jawaban betul dan salah,
misalnya: tes kemampuan/bakat, dan tes hasil belajar.
2. Typical Performance tes, mengukur kecenderungan reaksi atau perilaku individu dalam
situasi tertentu. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar – salah, misalnya: tes kepribadian,
sikap, minat. (Joesmani, 1988)
H. Tes Hasil Belajar Buatan Guru
Berdasarkan penyusunannya, tes dapat dibedakan atas: (1) tes standard (memiliki
validitas dan reliabilitas tinggi), dan (2) tes buatan guru. Tes hasi belajar. Ditinjau dari
pelaksanaannya tes buatan guru dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis:
1. Lisan (oral test), dilaksanakan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada siswa,
dan jawabannya secara lisan dalam komunikasi langsung.
2. Tertulis (written test), dilaksanakan dengan jalan mengajukan lembaran
pertanyaan/soal tes kepada siswa, dan jawabannya dilakukan secara tertulis.
3. Perbuatan/keterampilan (skill test atau performance test).
I. Prinsip Dasar Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar berisi butir pertanyaan atau tugas untuk mengukur apakah
pengetahuan atau keterampilan yang telah dipelajari/dimiliki siswa dapat ditampilkan dan
dikuasai siswa secara baik. Adapun prinsip-prinsipnya sebagai berikut:
1. Mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan
instruksional.
2. Mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan dari materi yang
dicakup oleh tujuan instruksional.
3. Harus berisi item-item/tugas dengan tipe yang paling cocok untuk mengukur hasil
belajar yang diinginkan.
4. Dirancang agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya. (Gronlund, 1977).
J. Konsep Dasar Tes Performa (Perbuatan)
11
Menurut Dewa Ketut Sukardi (1987), tes performa ialah tes yang menuntut testee
untuk menggerakkan atau menggunakan objek-objek, atau menyusun bagian-baigan yang
dikerjakan dengan tepat, dan menurut Smith & Adams (1972), ‘Performance tes’, adalah
suatu tes yang berhubungan dengan berbagai bentuk aktifitas fisik, seperti, memasang
pola dengan balok-balok kayu.
Dapat ditarik pengertian bahwa, tes performa merupakan bentuk tes yang menuntut
jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan/perbuatan, unjuk kerja atau keterampilan
melakukan tugas-tugas tertentu. Siswa bertindak atau mempraktekkan dan
mendemonstrasikan sesuai dengan apa yang diperintahkan atau ditanyakan. Misal, coba
praktekkan cara menggosok gigi yang benar sesuai aturan, cara lompat/loncat (tinggi,
indah, jauh) yang benar, cara berenang sesuai dengan gaya dan teknik tertentu.
Tes performa sebagai suatu metode tidak hanya digunakan dalam mata pelajaran
pendidikan jasmani/olahraga, tetapi dapat digunakan dalam menilai hasil belajar pelajaran
tertentu (Ilmu Sosial, IPA, Bahasa, Matematika, ekonomi, dsj). Sebaliknya tidak semua
hasil pelajaran mata pelajaran pendidikan jasmani dapat dievaluasi dengan menggunakan
tes perbuatan (misal, pengetahuan, sikap). Pelaksanaan tes dapat dilakukan baik secara
kelompok (seorang guru menghadapi sekelompok testee) maupun individual (seorang
guru menghadapi seorang testee).
K. Sistem Penilaian dalam Tes Performa
‘Performance test’ lebih mengacu kepada pendekatan penilaian ‘Criterion
Referenced Tes’ atau acuan patokan, yaitu pengukuran keberhasilan belajar yang
didasarkan atas penafsiran dari tingkah laku (performance) siswa berdasarkan
kriteria/standar penguasaan mutlak (relatif tetap dan berlaku untuk semua testee). Derajat
penguasaan siswa didasarkan pada tingkat tertentu yang harus dicapai, ada rentangan
suatu garis dari titik ‘tidak menguasai sama sekali’ sampai pada suatu penguasaan
terakhir (mutlak). Hasil belajar siswa terletak pada suatu titik penguasaan seperti ditandai
oleh perbuatan (performance) yang diperlihatkan testee. Pengertian tingkat pencapaian
sebagai kriteria ini tidak mutlak 100%, tetapi dapat bervariasi sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan guru sebelumnya. Yang penting ialah tingkah laku (performance) khusus yang
tersirat dalam penguasaan tersebut dapat dipergunakan untuk menerangkan tugas khusus
yang dilakukan siswa sebelum ia mencapai tahap kecakapan yang dimaksud. Sehingga
12
nyata dan jelas mana kecakapan yang sudah dikuasai dan mana yang belum dikuasai
siswa.
L. Aspek-aspek Penilaian dalam Tes Performa
Tes performa umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat
keterampilan (psikomotor). Aspek yang dinilai pada tes performa dapat menekankan pada
proses, hasil, dan atau kombinasi dari keduanya.
Penilaian pada proses (bagaimana cara yang ditempuh siswa dalam
memperoleh/melakukan ‘sesuatu’ secara baik, benar, dan efektif). Contoh mengajarkan
keterampilan motorik (berenang), siswa tidak secara langsung dimasukkan ke dalam
kolam renang, namun diajarkan dahulu bagaimana posisi kaki dan tangan yang benar,
cara mengambil napas, kerjasama kaki – tangan – pernapasan, dsb. Penilaiannya
dilakukan pada gerakan yang menghasilkan tingkah laku menurut rangkaian yang tepat.
Penilaian pada hasil, misal pada pelajaran menggambar/melukis, keterampilan, kerajinan
tangan, menjahit, dll. Guru bisa saja tidak menilai prosesya, tetapi menilai pada hasil
akhir/karya siswa.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa tes performa memfokuskan kepada tujuan
belajar ‘keterampilan’ (skill) tertentu, yaitu keterampilan dalam proses/prosedur,
produk/hasil maupun kombinasi keduanya. Tes performa diperlukan untuk menilai
keterampilan aktual siswa. Misalnya dalam mata pelajaran: Ilmu Alam menekankan
secara khusus pada keterampilan ‘laboratories’, Matematika pada keterampilan
memecahkan masalah praktis, Bahasa Inggeris (Bahasa Asing) menekankan keterampilan
‘berkomunikasi’, Ilmu Sosial pada keterampilan mengkonstruksi peta dan grafik serta
pengoperasiannya secara efektif dalam kelas, Musik dan Seni (memainkan alat musik),
dan pendidikan fisik/jasmani (berenang, menari, melempar bola). Ekonomi, bisinis,
industri, pertanian, dsb.
M. Konstruksi Tes Performansi
Dalam kenyataan, tes performa sering diabaikan dalam pengukuran KBM di
sekolah, alasannya, mungkin karena tes performa lebih sulit digunakan daripada tes
13
pengetahuan (kognitif), karena memerlukan lebih bayak waktu dalam mempersiapkan dan
melaksanakannya, penyekorannya lebih subyektif dan memberatkan, serta guru harus
membuat kriteria, yang memberikan gambaran secara khusus ‘Apa yang dapat dilakukan
dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap individu siswa’.
Tes performa dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dalam beberapa alternatif,
tahapan/tingkatan realitas mulai dari yang terendah sampat tingkatan tinggi (simulasi)
dalam kehidupan nyata. Tentunya hal ini bergantung pada tujuan pengajaran, maupun
pertimbangan praktis (waktu, biaya, sarana, ketersediaan perlengkapan, dsb). Contoh,
aplikasi keterampilan arithmatik (berhitung) untuk masalah praktis (uang-barang) dengan
berbelanja di toko. Hal ini dapat dilakukan mula-mula dengan mengajukan masalah,
mensimulasikan, kemudian pada situasi nyata. Tes performa dapat mengambil bentuk-
bentuk sebagai berikut:
Test tertulis (Paper and pencil Performance), ini merupakan tahapan intermediasi
suatu performa menuju tingkatan kenyataan yang lebih tinggi (menggunakan peralatan
yang sesungguhnya). Bentuk ini menekankan kepada aplikasi pengetahuan dan
keterampilan dalam latar simulasi. Contoh dalam mata pelajaran ‘Konstruksi Tes’ :
buatlah seperangkat kisi-kisi tes dari suatu unit pengajaran atau buatlah daftar cek untuk
mengevaluasi suatu tes prestasi, dll.
Tes Identifikasi, mencakup kedalaman variasi dari situasi tes yang
mereprsentasikan derajat kenyataan lapangan yang beragam. Umumnya ini dilakukan
dalam lapangan ‘pendidikan/lembaga industri’. Misalnya idetifikasi mengenai bagian
performa tugas (misal: menemukan ‘konsleting’ pada suatu jaringan listrik) ia akan
mengidentifikasi: alat-alat, perlengkapan dan prosedur yang diperlukan untuk menangani
tugas tersebut. Contoh lain mengidentifikasi berbagai kemungkinan faktor penyebab
ketidakberfungsian suatu mesin (miisal: mobil, motor, dsb). Dalam Biologi,
mengidentifikasi perlengkapan dan prosedur yang diperlukan untuk
membimbing/melakukan suatu eksperimen, koreksi pengucapan, koreksi prosedur
pemecahan masalah, identifikasi berbagai aturan kepemimpinan yang akan dipraktekkan
dalam kelas, dsb. Secara umum tes identifikasi digunakan sebagai suatu alat/strategi
pengajaran untuk mempersiapkan performa aktual para siswa dalam situasi simulasi
maupun yang sebenarnya.
Simulasi, lebih menekankan kepada prosedur, yaitu bagimana siswa dapat
menampilkan tingkah laku (suatu tugas) yang sama dalam situasi nyata sebagaimana
14
ditampilkan dalam simulasi. Misalnya: mendemonstrasikan ‘berenang’ dengan gaya dan
teknik tertentu, shadow boxing, mensimulasikan wawancara antara instruktur
(perusahaan) dengan pelamar kerja suatu pekerjaan. Ini digunakan dalam pengajaran
untuk mengevaluasi tujuan. Dalam beberapa situasi, simulasi performa siswa digunakan
sebagai penilaian akhir dari suatu keterampilan tertentu (misal: performa laboratorium
kimia, latihan menyetir).
Sampel kerja (work sample), ini merupakan tingkatan ‘realisasi’ tertinggi. Di sini
mengharuskan siswa untuk menampilkan tugas secara aktual yang merepresentasikan
performa keseluruhan yang hendak diukur. Meliputi elemen yang krusial dan penampilan
yag terkontrol dengan standard tertentu. Setiap performa siswa pada suatu standard
kemudian digunakan sebagai bukti dari abilitas individual (mengenai suatu tugas) dalam
suatu kondisi khusus/tertentu. Contoh dalam bidang bisnis/ekonomi, siswa diharuskan
untuk menuliskan catatan dengan cara singkat dari suatu diktat, atau tulisan bisnis, atau
siswa mengoperasikan suatu ‘kunci’ pemrosesan data bisnis tertentu. Dalam bidang
industri, misalya, siswa diharuskan untuk melengkapi suatu proyek dari pekerjaan tukang
logam (metalwoorking) atau pekerjaan tukang kayu (woodworking) yang melibatkan
semua tahapan-tahapan sebagaimana dalam situasi pekerjaan sebenarnya (menentukan,
memilih/mengurutkan material, dan mengkonstruksi).
N. Prosedur Pengembangan (Konstruksi) Tes Performa
Pada dasarnya sama dengan konstruksi tes prestasi lainnya, hanya memang cukup
rumit, memerlukan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan
pengadministrasiannya.
1. Spesifikasikan hasil perporma (keterampilan) yang hendak diukur.
Untuk menentukan objek performa umumnya menggunakan kata kerja tindakan
seperti: identifikasi (mengenal), konstruksi, dan demonstrasi.
Contoh:
Kata Kerja Tindakan Ilustrasi Tujuan Instruksioal
1. Identifikasi
Memilih objek yang benar, bagian
suatu objek, prosedur, properti
(mengenal, menemukan, memilih,
Memilih alat, mengenal bagian-bagian
mesin tik, memilih perlengkapan
laboratories yang benar, memilih
prosedur statistik yang paling relevan,
15
menggambarkan). mengidentifikasi perlengkapan
eksperimen yang diperlukan, mengenal
suatu bagian (spesimen) melalui
mikroskup.
2. Konstruksi:.
Membuat suatu produk dengan
seperangkat spesifikasi (menyusun,
merakit, membangun, membuat,
mempersiapkan).
Membuat diagram untuk suatu jaringan
listrik, mendesain pola untuk baju,
menyusun grafik lingkaran, menyusun
peta cuaca mempersiapkan desain
eksperimen.
3. Demonstrasi:
Performansi seperangkat pengerjaan
atau prosedur (mengerjaan,
mengoperasikan, memperbaiki,
menampilkan, set up)
Menyetir mobil, mengukur volume suatu
cairan, mengoperasikan OHP,
memperbaiki TV, yang rusak, men-set up
perlengkapan laboratorium,
mendemonstrasikan prosedur untuk
mentuning suatu mobil.
Untuk merepresentasikan performa secara keseluruhan, pilihlah aktivitas yang
merefleksikan materi yang sudah diajarkan dan obserable. Kegiatan ini meliputi
identifikasi suatu kegiatan (analisis tugas) suatu aktivitas tertentu, kemudian buat
standard performa untuk setiap jenis tugas tersebut (akurasi/ketepatan/kesesuaian,
kecepatan, dan prosedur yang digunakan/urutan dari tahapan pengerjaan).
2. Pilihlah suatu tingkatan ‘realitas’ (kenyataan) yang sesuai/cocok. Untuk situasi tes
tertentu ini bergantung kepada faktor-faktor: tujuan pengajaran, urutan pengajaran,
waktu, biaya, dan perlengkapan yang tersedia.
3. Mempersiapkan petunjuk pengerjaan secara jelas, khusus mengenai situasi tes,
meliputi: tujuan dari tes, material dan perlengkapan, prosedur ujian (kondisi
perlengkapan/alat, performa yang diinginkan, batas waktu, metode penyekoran).
4. Mempersiapkan bentuk/format observasi untuk digunakan dalam mengevaluasi
performa (misalnya: Skala hasil, checklist, rating scale). Pemilihan bentuknya
bergantung kepada tujuan dari performa yang akan dinilai. Skala hasil, merupakan
suatu rangkaian sample hasil dengan derajat kualitas yang berbeda. Digunakan untuk
menilai kualitas keseluruhan hasil suatu performa dengan berbagai dimensi
16
(misalnya menilai: tulisan tangan, kerajinan tangan, lukisan, karya seni, berbagai
bentuk/jenis proyek kejuruan, dsb). Prosedurnya meliputi memilih sampel hasil
(misalnya, siswa) representasikan 5 – 7 tingkatan kualitas, susun dalam urutan yang
berarti, kemudian tentukan (skala) angka nilai (misalnya 1 – 7).
Checklist, merupakan suatu daftar dari berbagai aspek dari suatu performa yang
hendak diukur, dengan membubuhkan catatan penilaian secara sederhana (ya atau
tidak). Rating scale hampir sama dengan cheklist, namun mempunyai rentangan
angka (5 4 3 2 1) dengan deskripsinya. Ini dapat digunakan baik untuk mengevaluasi
proses maupun hasil.
O. Evaluasi Hasil Belajar SMK
Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di SMK pada dasarnya merupakan
upaya untuk membekali peserta didik agar setelah lulus dapat menangani pekerjaan-
pekerjaan sesuai dengan kriteria yang diharapkan oleh dunia industri dan dunia usaha.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan kejuruan, termasuk SMK, dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu keberhasilan peserta didik di sekolah dan keberhasilan lulusan di dunia
kerja (Sukamto, 1988). Untuk dapat berhasil di dunia kerja sudah tentu harus didukung
dengan keberhasilan akademik di sekolah. Keberhasilan akademik inilah yang sering
disebut dengan istilah hasil belajar yang akan menumbuhkan perilaku tertentu bagi
peserta didik.
Berkaitan dengan perilaku di atas, Wardiman Djojonegoro (1998:30)
mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan komponen perilaku utama yang harus
dimiliki oleh peserta didik dan atau lulusan SMK yang masing-masing adalah: (a)
memiliki keterampilan dasar yang kuat dan luas yang memungkinkan pengembangan dan
penyesuaian diri sesuai dengan perkembangan IPTEK; (b) mampu mengumpulkan,
menganalisis, dan menggunakan data dan informasi; (c) mampu mengkomunikasikan ide
dan informasi; (d) mampu merencanakan mengorganisasikan kegiatan; (e) mampu
bekerja sama dalam kelompok kerja; (f) mampu memecahkan masalah; (g) berfikir logis,
dan mampu menggunakan teknik-teknik matematika; (h) menguasai bahasa komunikasi
global (bahasa Inggris).
Evaluasi yang tepat akan memberikan dampak positif bagi program pengembangan
siswa dan pengambilan kebijakan-kebijakan. Hasil evaluasi pada dasarnya merupakan
17
informasi yang berharga bagi individu untuk mengambil keputusan berkaitan dengan
pendidikan dan latihan (Grubb dan Ryan, 1999).
Proses pembelajaran di SMK memiliki perbedaan yang khas dibandingkan dengan
pembelajaran di Sekolah Menengah Umum (SMU). Salah satu ciri khasnya adalah
adanya proses pembelajaran keterampilan di laboratorium atau bengkel dan adanya
kegiatan Praktik Kerja Lapangan/Industri (PKL). Dengan demikian, hasil belajar peserta
didik merupakan gabungan hasil belajar teori di kelas dengan praktik di bengkel.
Berdasarkan buku Pedoman Evaluasi Hasil Belajar SMK ditetapkan bahwa evaluasi hasil
belajar adalah kegiatan pengukuran dan penilaian penguasaan peserta didik terhadap
tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar.
Sekolah Menengah Kejuruan secara terpadu menggunakan penilaian berbasis kelas
yang merupakan penilaian yang dilaksanakan di dalam proses kegiatan pembelajaran,
bertujuan untuk (1) memantau kegiatan dan kemajuan hasil belajar peserta didik sebagai
bahan masukan untuk perbaikan pembelajaran lebih lanjut, dan (2) menetapkan tingkat
keberhasilan peserta didik dalam menguasai kompetensi yang dipelajari. Sedang
penilaian berkala adalah pengukuran dan penilaian ketuntasan pencapaian hasil belajar
peserta didik setelah menyele saikan satu satuan kompetensi. Tujuannya untuk
menetapkan keberhasilan peserta didik dalam menguasai satuan kompetensi, level
kualifikasi tertentu yang berkaitan dengan proses pemberian sertifikat kompetensi, dan
pe-nyelesaian akhir pendidikan.
Bentuk yang dapat digunakan dalam penilaian berbasis kelas ini antara lain adalah:
tes tertulis, tes penampilan (performance), penugasan atau proyek, dan portofolio. Tes
tertulis dapat berbentuk tes pilihan ganda atau tes bentuk uraian (esai). Tes penampilan
adalah penilaian yang menuntut peserta didik melakukan tugas dalam bentuk perbuatan
yang dapat diamati oleh guru. Penugasan atau proyek merupakan tugas yang harus
dikerjakan yang memerlukan waktu yang relatif lama dalam pengerjaannya. Penugasan
ini dimaksudkan untuk menggali kemampuan peserta didik dalam mengintegrasikan
seluruh pengetahuan yang telah diperoleh dalam bentuk laporan atau karya tulis.
Portofolio dapat diartikan sebagai bentuk benda fisik dan suatu proses sosial pedagogis.
Sebagai bentuk fisik, portofolio merupakan bundel, yaitu kumpulan atau dokumentasi
hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan dalam suatu bundel. Sebagai suatu proses
18
pedagogis, portofolio merupakan kumpulan pengalaman belajar yang terdapat dalam
pikiran peserta didik berupa pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap peserta didik.
P. Contoh Penilaian Performance (Unjuk Kerja)
Nama siswa : Baron Aruna
NIS : 00706
Tanggal : 8 Juni 2006
NoKompetensi dasar dan Kriteria Unjuk Kerja
Indikator KeberhasilanPenilaian
YATIDAK
7 8 91 Menginstalasi
komponen PC1a Peralatan instalasi
(tools kit) dipersiapkanMenggunakan tools kit dengan tepat dan benar
1a Perangkat yang ingin diinstalasi diuji sesuai dengan manual tiap-tiap komponen
Menguji komponen antara lain, cacat fisik, kelengkapannya
1b Perangkat PC dirakit menggunakan prosedur, cara/metode dan peralatan yang sudah ditentukan
Merakit PC sesuai prosedur perakitan. Casing, motherboard, processor, ram dan peripheral lain terakit dengan benar
Catatan: Kolom penilaian diberi tanda cek pada angka yang sesuai dengan unjuk kerja yang
terlihat dengan menggunakan kriteria berikut.7 = cukup8 = baik9 = amat baik
Skor maksimum 27
Nilai maksimum = 27/3 = 9
19
Contoh Penilaian sikap
Nilai Sikap dapat diperoleh dari gabungan hasil penilaian diri (B) dan hasil penilaian guru
(E). Berikut contoh penilaian sikap.
Nama peserta : Baron Aruna
NIS : 00706
Tanggal : 8 Juni 2006
No. Aspek Noninstruksional Sikap (Attitude)
Skor PerolehanBelieve (B)
(Penilaian Diri)Evaluation (E)
(Penilaian Guru)1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Kerja sama √ √2. Kedisiplinan √ √3. Kejujuran √ √
4. Mengakses dan mengorganisasi informasi √ √
5. Tanggung jawab √ √6. Memecahkan masalah √ √7. Kemandirian √ √8 Ketekunan √ √
Jumlah Skor Perolehan 40 32Skor Maksimum 40 40
Catatan:Beri tanda cek pada kolom Skor Perolehan sesuai dengan keterangan penilaian berikut1 = kurang sekali2 = kurang3 = cukup4 = baik5 = baik sekali
Nilai tertinggi = 9 Sikap siswa dinyatakan baik dan positif apabila memperoleh nilai ≥7
Skor perolehan Konversi nilai = ----------------------- x 9
Skor tertinggi
20
Skor Baron dari penilai B = 40, dari penilai E = 32. Total Skor= 72 Skor maksimum dari penilai B dan E ( 40 x 2) = 80
72 Nilai sikap Baron = ----------- x 9 = 8,10 > 7 ( sikap Baron baik dan positif)
80
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2010. Evaluasi Pembelajaran Prinsip,Teknik,Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 1989. Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi dan Jabar, Safruddin Abdul.2010. Evaluasi Progaram Pendidikan Pedoman Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Grondlund. 1993. How to Make Achievement Test and Assessment 5th Ed. New York: Macmillan Co.
Iskandar. 2009. Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Jakarta: Gaung Persada Press
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Model Penilaian Kelas. Badan penelitian dan pengembangan pendidikan nasional Pusat kurikulum
21