Makalah perekonomian indonesia

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Sejak awal pemerintahan Orde Baru hingga di era Reformasi sekarang ini, perkembangan ekonomi Indonesia tampaknya selalu dipengaruhi oleh gejolak harga bahan bakar minyak (BBM) dunia. Selama periode pertama, fluktuasi harga minyak dunia berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, pada periode kedua ini, gejolah kenaikan harga minyak tersebut cenderung berpengaruh pada tingkat inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah dicapai selama dua puluh lima tahun pembangunan Indonesia sejak tahun 1969, antara lain telah dipacu oleh melimpahnya penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi akibat naiknya harga ekspor minyak dunia. Hal itu dimungkinkan karena pangsa ekspor minya bumi saat itu merupakan sebagian besar dari total ekspor Indonesia. Pada tahun 1970 pangsa ekspor minyak bumi masih 40,3%, terus meningkat mencapai tertinggi pada tahun 1982, sebesar 82,4 %. Menjelang reformasi, tahun 1997, pangsa ekspor minyak bumi tinggal sekitar 22% dari total ekspor Indonesia. (Dumairy, 1997, hal. 183)

description

apbn

Transcript of Makalah perekonomian indonesia

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang masalahSejak awal pemerintahan Orde Baru hingga di era Reformasi sekarang ini, perkembangan ekonomi Indonesia tampaknya selalu dipengaruhi oleh gejolak harga bahan bakar minyak (BBM) dunia. Selama periode pertama, fluktuasi harga minyak dunia berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, pada periode kedua ini, gejolah kenaikan harga minyak tersebut cenderung berpengaruh pada tingkat inflasi.Pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah dicapai selama dua puluh lima tahun pembangunan Indonesia sejak tahun 1969, antara lain telah dipacu oleh melimpahnya penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi akibat naiknya harga ekspor minyak dunia. Hal itu dimungkinkan karena pangsa ekspor minya bumi saat itu merupakan sebagian besar dari total ekspor Indonesia. Pada tahun 1970 pangsa ekspor minyak bumi masih 40,3%, terus meningkat mencapai tertinggi pada tahun 1982, sebesar 82,4 %. Menjelang reformasi, tahun 1997, pangsa ekspor minyak bumi tinggal sekitar 22% dari total ekspor Indonesia. (Dumairy, 1997, hal. 183)Namun, setelah itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai menurun seiring dengan menurunnya penerimaan ekspor minyak bumi. Selain turunnya harga minyak bumi, pangsa ekspor minyak Indonesia juga mulai menurun seiring dengan semakin berkurangnya produksi minyak bumi di negeri ini.Selanjutnya,di masa reformasi sekarang ini gejolak kenaikan harga dunia justru berpengaruh terhadap terhadap beban APBN yang menanggung subsidi terhadap konsumen bahan bakar minyak. Sehubungan dengan itu, timbul permasalahan bagi pemerintah antara pilihan menanggung subsidi yang semakin besar atau menguragi subsidi dengan konsekuensi meningkatnya inflasi karena naiknya harga BBM di dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh posisi Indonesia sudah tidak lagi menjadi bagian anggota OPEC, malahan sudah menjadi negara pengimpor neto terhadap bahan bakar minyak (BBM).Selama lima tahun pertama pembangunan di era Orde Baru pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai rata-rata 8,56 persen per tahun (1969-1973). Pertumbuhan tertinggi sebesar 11, 3% dicapai pada tahun 1973. Walaupun pada periode lima tahun kedua (1974-1978) terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi menjadi rata-rata 6,96 persen per tahun, namun pertumbuhan ekonomi tersebut masih tergolong tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama sepuluh tahun tersebut telah didukung oleh bonanza (rezeki nomplok) minyak bumi yang diterima Indonesia. Kenaikan devisa ekspor minyak saat itu dipicu oleh melonjaknya harga minyak dunia akibat konflik antara Arab dan Izrael, di mana negara-negara Arab anggota OPEC menghentikan ekspor ke negara-negara pendukung Izrael. Krisis energi minyak dunia tersebut terjadi pada tahun 1973. Indonesia yang saat itu masih sebagai anggota negara OPEC telah menikmati rezeki petro dollar tersebut. Peretumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut berlangsung hingga akhir tahun 1970-an. (Dumairy, 1997, ibid).Selanjutnya, krisis minyak dunia sejak awal tahun 1970-an tersebut telah menyebabkan krisis ekonomi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Negara-negara di Eropa dan Jepang. Akibatnya, harga minyak dunia menurun drastis sejak awal tahun 1980-an. Hal itu berpengaruh pada kinerja perekonomian Indonesia. Di samping dampak krisi ekonomi dunia mulai masuk ke Indonesia, keadaannya diperparah oleh anjloknya harga minyak sehingga penerimaan ekspor berkurang drastis. Akhirnya, hal itu berpengaruh terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.Memasuki era Reformasi, yang ditandai oleh krisis moneter dan ekonomi pada tahun 1998, gejolak harga minyak dunia yang cenderung terus meningkat telah membuat pemerintah Indonesia kesulitan dalam memenuhi anggaran pembangunan. Hal ini disebabkan oleh dasar patokan APBN adalah harga minyak dunia, sementara posisi Indonesia sudah menjadi negara pengimpor bersih terhadap minyak bumi (BBM). Untuk melindungi kepentingan konsumen yang sebagian besar masih tergolong rendah, maka pemerintah terpaksa memberikan subsidi harga BBM di dalam negeri. Namun hal ini tampak semakin memperberat usaha pemenuhan keuangan pada APBN Indonesia setiap tahunnya. Untuk mengurangi beban pada APBN tersebut, pilihan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan mengurangi subsidi BBM. Namun dampaknya cenderung menyebabkan kenaikan harga-harga umum.kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi juga harus dilakukan pada saat (timing) yang tepat. Kita memiliki pengalaman yang kurang baik pada saat menaikkan harga BBM bersubsidi. Contohnya pada 2013, di saat pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada Juni, yaitu ketika tekanan inflasi sedang tinggi. Akibatnya, kebijakan kenaikan harga BBM ini mendorong kenaikan inflasi secara masif. Pada 2013, inflasi kita tergolong tinggi, yaitu 8,38 persen.Pertanyaannya, apakah bila harga BBM bersubsidi dinaikkan saat ini merupakan waktu yang tepat? Untuk menjawabnya, mari kita lihat perkembangan berikut. Pertama, saat ini inflasi kita masih relatif rendah, sampai dengan Juli 2014 baru mencapai 2,94 persen. Bila harga BBM bersubsidi dinaikkan pada kisaran yang tepat, dampaknya terhadap inflasi tahunan masih dalam jangkauan.Namun, kita juga punya pengalaman buruk dengan kenaikan harga BBM ini. Pada 2005, situasi inflasi sebelum kenaikan harga BBM juga relatif aman, yaitu 6,24 persen. Begitu harga BBM naik hingga 80 persen pada 1 Oktober 2005, inflasi Oktober langsung menjadi 8,70 persen dan inflasi tahunan 17,11 persen.

Kedua, terdapat faktor eksternal yang perlu dipertimbangkan bila pemerintah menaikkan harga BBM. Saya melihat tantangan eksternal saat ini hampir sama dengan situasi pada 2008. Krisis ekonomi di Amerika Serikat dan berimbas ke krisis global saat itu menyebabkan harga minyak mentah sangat tinggi. Tidak hanya harga minyak, harga komoditas pangan juga sangat tinggi.

Sektor keuangan kita turut terkoreksi dan rentan gejolak. Nilai tukar rupiah sempat tembus di kisaran Rp 12 ribu per dolar AS. Akibatnya, kenaikan harga BBM saat itu mengerek laju inflasi pada level yang tinggi, inflasi 2008 sebesar 11,06 persen. Padahal, inflasi sebelum kenaikan harga BBM pada Mei 2008 baru sebesar 5,35 persen.Situasi yang hampir sama juga terjadi pada saat ini. Saat ini, situasi pasar finansial kita juga cukup rentan terhadap gejolak eksternal. Nilai tukar rupiah saat ini berada di kisaran Rp 17.700-an.Kita juga menghadapi kemungkinan dampak kebijakan tapering dan pengakhiran kebijakan quantitative easing di AS. AS diperkirakan menaikan tingkat suku bunga acuannya dan ini berpotensi menimbulkan krisis likuiditas bagi Indonesia, sama persis dengan 2008.Padahal, saat ini saja bank-bank sudah kesulitan likuiditas terlihat dari tingginya loan to deposit ratio (LDR) yang di atas 90 persen. Konsekuensinya, kurs rupiah terancam semakin melemah dan inflasi karena faktor eksternal (imported inflation) akan meningkat.Dengan pertimbangan di atas, tampaknya pilihan yang sangat sulit bagi pemerintah (baik pemerintahan SBY maupun Jokowi) untuk menaikkan harga BBM di sisa akhir 2014. Kenaikan harga BBM mungkin bisa dilakukan, tapi besarannya tidak bisa tinggi.Oleh karenanya, dalam jangka dekat ini pemerintah harus mengefektifkan langkah-langkah pengurangan subsidi BBM di luar kenaikan harga BBM bersubsidi1.2. Rumusan masalah1. Apakah kenaikan BBM itu ? 2. Apakah nilai tukar itu ?3. Apakah APBN itu ?4. Apakah pengaruh kenaikan bbm terhadap APBN dan Perekonomian Indonesia ?1.3 Tujuan makalahDari masalah diatas, secara garis besar tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai dampak dari kenaikan harga BBM. Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar dapat mengetahui secara jelas mengenai :1. Mengetahui seluk beluk kenaikan BBM.2. Mengetahui apa penyebab kenaikan BBM.3. Mengetahui apa dampak dari kenaikan BBM.4. Memenuhi Tugas dari mata kuliah Perekonomian Indonesia.BAB II2.1. Kenaikan BBMBahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam semua aktifitas ekonomi. Dampak langsung perubahan harga minyak ini adalah perubahan-perubahan biaya operasional yang mengakibatkan tingkat keuntungan kegiatan investasi langsung terkoreksi. Secara sederhana tujuan investasi adalah untuk maksimisasi kemakmuran melalui maksimisasi keuntungan, dan investor selalu berusaha mananamkan dana pada investasi portofolio yang efisien dan relatif aman. Kenaikan harga BBM bukan saja memperbesar beban masyarakat kecil pada umumnya tetapi juga bagi dunia usaha pada khususnya. Hal ini dikarenakan terjadi kenaikan pada pos-pos biaya produksi sehingga meningkatkan biaya secara keseluruhan dan mengakibatkan kenaikan harga pokok produksi yang akhirnya akan menaikkan harga jual produk. Multiple efek dari kenaikan BBM ini antara lain meningkatkan biaya overhead pabrik karena naiknya biaya bahan baku, ongkos angkut ditambah pula tuntutan dari karyawan untuk menaikkan upah yang pada akhirnya keuntungan perusahaan menjadi semakin kecil. Di lain pihak dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tersebut akan memperberat beban hidup masyarakat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil produksi banyak perusahaan sehingga secara keseluruhan akan menurunkan penjualan yang pada akhirnya juga akan menurunkan laba perusahaan. 2.2.APBN Untuk mencapai tujuan nasional dalam rangka pelaksanaan pembangunan, pemerintah harus melaksanakan kegiatan-kegiatan. Kegiatan pemerintah yang beragam dan kompleks itu harus dilakukan berdasarkan suatu rencana kerja yang lengkap disertai dengan rencana keuangan. Yang dimaksud dengan rencana keuangan adalah rencana kerja yang telah diperhitungkan dengan uang.Suparmoko (2002: 26) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan anggaran ialah suatu alat perencanaan tentang penerimaan dan pengeluaran di masa yang akan datang, umumnya disusun dalam jangka waktu satu tahun. Sedangkan menurut Departemen Keuangan (2004: 2), Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 17 Tahun 2003, APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR. APBN merupakan instrumen untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.Murni (2006) mengatakan pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi suatu negara mempunyai peran sebagai berikut:a.Mengatur kegiatan ekonomi melalui perundang-undangan dan peradilan.b.Mengendalikan kestabilan ekonomi dalam arti mengendalikan ketersediaan barang kebutuhan masyarakat.

c.Menjaga keamanan dan ketahanan suatu negara baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. d.Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Agar peranan pemerintah tersebut dapat terwujud, pemerintah harus menyelenggarakan beberapa fungsi yaitu berupa fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi berkaitan dengan tugas pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya yang ada dalam suatu negara agar ketersediaan barang kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Fungsi distribusi merupakan tugas pemerintah mengadakan penataan dan penyesuaian terhadap distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat pada suatu keadaan yang adil dan merata. Fungsi stabilisasi merupakan tugas pemerintah untuk menjaga kondisi perekonomian yang stabil. Misalnya tingkat harga yang relatif stabil, ketersediaan barang kebutuhan dan kesempatan kerja yang berimbang sesuai dengan kebutuhan.Peranan pemerintah di Indonesia diwujudkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhanekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.Sejak tahun 2000 struktur APBN terdiri dari tiga bagian besar yaitu pendapatan negara, belanja negara dan pembiayaan. Hal ini karena Indonesia masih menganut prinsip anggaran defisit sehingga diperlukan pembiayaan untuk menutup defisitnya. Struktur APBN adalah sebagai berikut:

1. Struktur APBNA.Pendapatan Negara dan Hibah I.Penerimaan Dalam Negeri 1.Penerimaan Perpajakan a.Pajak Dalam Negeri i.Pajak Penghasilan 1.Migas 2.Non Migas ii.Pajak Pertambahan Nilai iii.PBB iv.BPHTB v.Cukai vi.Pajak Lainnya b.Pajak Perdagangan Internasional i.Bea Masuk ii.Pajak Ekspor 2.Penerimaan Negara Bukan Pajak a.Penerimaan SDA i.Minyak Bumi ii.GasAlamiii.Pertambangan Umum iv.Kehutanan v.Perikanan b.Bagian Pemerintah Atas Laba BUMN c.PNBP Lainnya II. Hibah B.Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1.Belanja Pegawai 2.Belanja Barang 3.Belanja Modal 4.Pembayaran Bunga Hutang a.Hutang Dalam Negeri b.Hutang Luar Negeri 5.Subsidi a.Subsidi BBM b.Subsidi non BBM 6.Belanja Hibah 7.Bantuan Sosial 8.Belanja Lain-lain II.Transfer ke Daerah 1.Dana Perimbangan a.Dana Bagi Hasil b.Dana Alokasi Umum c.Dana Alokasi Khusus 2.Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C.Keseimbangan Primer D.Surplus/Defisit Anggaran (A-B) E.Pembiayaan I.Pembiayaan Dalam Negeri 1.Perbankan Dalam Negeri 2.Non Perbankan Dalam Negeri a.Privatisasi b.Penjualan Aset Program Restrukturisasi Perbankan c.Obligasi Negara (Neto) i.Penerbitan Obligasi Pemerintah ii.Pembiayaan Cicilan Hutang Pokok/Obligasi Dalam Negeri II.Pembiayaan Luar Negeri (Neto) 1.Penarikan Pinjaman Luar Negeri a.Pinjaman Program b.Pinjaman Proyek 2.Pembayaran Cicilan Pokok Hutang Luar Negeri Sumber: RAPBN, 20102.2.Siklus Anggaran (Tim Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia BPPK, 2009: 16-23) menyatakan bahwa pengelolaan APBN secara keseluruhan dilakukan melalui lima tahap yaitu tahap perencanaan APBN, tahap penetapan UU APBN, tahap pelaksanaan UU APBN, tahap pengawasan pelaksanaan APBN dan tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.2.2.1. Tahap Perencanaan APBNKegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:a.Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga Berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Kementerian Negara/Lembaga menyusun Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL) dengan berpedoman pada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bersama Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan. Rencana Kerja ini memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang dilengkapi sasaran kinerja dengan menggunakan pagu indikatif untuk tahun anggaran berikutnya. Program dan kegiatan dalam Renja-KL disusun dengan pendekatan berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu. b.Pembahasan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga. Kementerian Perencanaan setelah menerima Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga melakukan penelaahan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan. Pada tahap ini perubahan-perubahan terhadap program Kementerian Negara/Lembaga dapat disetujui oleh Kementerian Perencanaan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. c.Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Selambat-lambatnya pertengahan Mei, pemerintah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal kepada DPR untuk dibahas bersama. Hasil pembahasan tersebut kemudian menjadi Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran bagi Presiden/kabinet yang akan dijabarkan oleh Kementerian Keuangan dalam bentuk Surat Edaran Pagu Sementara. Kementerian Negara/Lembaga setelah menerima Surat Edaran Menteri Keuangan tentang pagu sementara bagi masing-masing program pada pertengahan bulan Juni, melakukan penyesuaian Renja-KL menjadi RKAKL yang dirinci menurut unit organisasi dan kegiatan. Selanjutnya Kementerian Negara/Lembaga melakukan pembahasan RKAKL dengan komisi-komisi di DPR yang menjadi mitra kerja Kementerian Negara/Lembaga terkait. Sebelumnya komisi terkait telah mendapatkan Pagu Anggaran Sementara yang disampaikan oleh Panitia Anggaran DPR sebagai bahan dalam pembahasan RKAKL.Hasil pembahasan RKAKL disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Juni. Kementerian Perencanaan akan menelaah kesesuaian antara RKAKL hasil pembahasan dengan Rencana Kerja Pemerintah, sementara Kementerian Keuangan akan menelaah kesesuaian antara RKAKL hasil pembahasan dengan SE Menteri Keuangan tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan standar biaya yang telah ditetapkan.d.Penyusunan Anggaran Belanja RKAKL hasil pembahasan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan menjadi dasar penyusunan anggaran belanja negara. Belanja negara disusun menurut asas bruto di mana masing-masing Kementerian Negara/Lembaga selain harus mencantumkan rencana jumlah pengeluaran tapi juga perkiraan penerimaan yang mungkin didapat selama tahun anggaran yang bersangkutan. e.Penyusunan Perkiraan Pendapatan Negara Tidak seperti halnya penyusunan prakiraan belanja negara, di mana dilakukan pembahasan antara Kementerian Keuangan, Bappenas selaku Kementerian Perencanaan dan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan, maka penentuan perkiraan pendapatan negara pada dasarnya ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dibantu Bappenas dengan memperhatikan masukan- masukan dari Kementerian Negara/Lembaga lain. Misalnya dalam penentuanperkiraan penerimaan bukan pajak.f.Penyusunan Rancangan APBN Setelah disusun perkiraan belanja negara dan perkiraan pendapatan negara, selanjutnya Kementerian Keuangan menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dibahas dalam sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden. Dari hasil pembahasan pada sidang kabinet, selanjutnya disusun RUU APBN beserta dokumen pendukungnya yang terdiri dari Nota Keuangan dan Himpunan RKAKL dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga untuk disampaikan kepada DPR. 2.3. Nilai TukarNilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap masing-masing negara atau wilayah (http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_Tukar). Mankiw (2003: 123-125) menyebutkan bahwa kurs/nilai tukar (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurs, diantaranya yaitu :a. Tingkat inflasiDalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Contoh: jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap produk relatif mengalami penurunan.Rasio uang dalam daya beli (paritas daya beli) berfungsi sebagai titik nilai tukar yang mencerminkan hukum nilai. Itulah mengapa tingkat inflasi berdampak pada nilai tukar. Peningkatan inflasi di suatu negara mengarah pada penurunan mata uang nasional, dan sebaliknya. Penyusutan inflasi uang di dalam negeri akan mengurangi daya beli dan kecenderungan untuk menjatuhkan nilai tukar mata uang mereka terhadap mata uang negara-negara di mana tingkat inflasi yang lebih rendah.b. Aktifitas neraca pembayaranNeraca pembayaran secara langsung mempengaruhi nilai tukar. Dengan demikian, neraca pembayaran aktif meningkatkan mata uang nasional dengan meningkatnya permintaan dari debitur asing. Saldo pembayaran yang pasif menyebabkan kecenderungan penurunan nilai tukar mata uang nasional sebagai seorang debitur dalam negeri mencoba untuk menjual semuanya menggunakan mata uang asing untuk membayar kembali kewajiban eksternal mereka. Ukuran dampak neraca pembayaran pada nilai tukar ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi. Contoh, efek dari perubahan tarif, pembatasan impor, kuota perdagangan, subsidi ekspor berdampak pada neraca perdagangan. Ketika keseimbangan positif dalam perdagangan ada di muka terdapat peningkatan permintaan untuk mata uang negara yang meningkatkan laju, dan dalam hal keseimbangan negatif proses sebaliknya terjadi. Pergerakan modal jangka pendek dan jangka panjang bergantung pada tingkat suku bunga domestik, pembatasan atau mendorong impor dan ekspor modal. c. Perbedaan suku bunga di berbagai negaraPerubahan tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal internasional. Pada prinsipnya, kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya modal asing Itulah sebabnya di negara dengan modal lebih tinggi tingkat suku bunga masuk, permintaan untuk meningkatkan mata uang, dan itu menjadi mahal. Pergerakan modal, terutama spekulatif uang panas meningkatkan ketidakstabilan neraca pembayaran. Suku bunga mempengaruhi operasi pasar valuta asing dan pasar uang. Ketika melakukan transaksi, bank akan mempertimbangkan perbedaan suku bunga di pasar modal nasional dan global dengan pandangan yang berasal dari laba. Mereka lebih memilih untuk mendapatkan pinjaman lebih murah di pasar uang asing, dimana tingkat lebih rendah, dan tempat mata uang asing di pasar kredit domestik, jika tingkat bunga yang lebih tinggi. Di sisi lain, kenaikan nominal suku bunga di suatu negara menurunkan permintaan untuk mata uang domestik sebagai tanda terima kredit yang mahal untuk bisnis. Dalam hal mengambil pinjaman, pengusaha meningkatkan biaya produk mereka yang, pada gilirannya, menyebabkan tingginya harga barang dalam negeri. Hal ini relatif mengurangi nilai mata uang nasional terhadap satu negarad. Tingkat pendapatan relatifFaktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah laju pertumbuhan pendapatan terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan pendapatan dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif dibandingkan dengan supply yang tersedia.e. Kontrol pemerintahKebijakan pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam berbagai hal termasuk: Usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing. Usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri. Melakukan intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata uang.f. EkspektasiFaktor terakhir yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar Dollar dalam pasar.Dampak Kenaikan BBM Pada Masyarakat Kecil Walaupun dampak kenaikan harga BBM tesebut sulit dihitung dalam gerakan kenaikan inflasi, tetapi dapat dirasakan dampak psikologisnya yang relatif kuat. Dampak ini dapat menimbulkan suatu ekspektasi inflasi dari masyarakat yang dapat mempengaruhi kenaikan harga berbagai jenis barang/jasa. Ekspektasi inflasi ini muncul karena pelaku pasar terutama pedagang eceran ikut terpengaruh dengan kenaikan harga BBM dengan cara menaikkan harga barang-barang dagangannya. Dan biasanya kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat terjadi ketika isu kenaikan harga BBM mulai terdengar. Perilaku kenaikan harga barang-barang kebutuhan masyarakat setelah terjadi kenaikan harga beberapa jenis BBM seperti premium (bensin pompa), solar, dan minyak tanah dari waktu ke waktu relatif sama. Misalnya, dengan naiknya premium sebagai bahan bakar transportasi akan menyebabkan naiknya tarif angkutan. Dengan kenaikan tarif angkutan tersebut maka akan mendorong kenaikan harga barang-barang yang banyak menggunakan jasa transportasi tersebut dalam distribusi barangnya ke pasar. Demikian pula dengan harga solar yang mengalami kenaikan juga akan menyebabkan kenaikan harga barang/jasa yang dalam proses produksinya menggunakan solar sebagai sumber energinya. Begitu seterusnya, efek menjalar (contagion effect) kenaikan harga BBM terus mendongkrak biaya produksi dan operasional seluruh jenis barang yang menggunakan BBM sebagai salah satu input produksinya yang pada akhirnya beban produksi tersebut dialihkan ke harga produk yang dihasilkannya. Kenaikan harga beberapa jenis BBM ini akan menyebabkan kenaikan harga di berbagai level harga, seperti harga barang di tingkat produsen, distributor/pedagang besar sampai pada akhirnya di tingkat pedagang eceran. Gerakan kenaikan harga dari satu level harga ke level harga berikutnya dalam suatu saluran perdagangan (distribution channel) adakalanya memerlukan waktu (time lag). Tetapi, yang jelas muara dari akibat kenaikan harga BBM ini adalah konsumen akhir yang notabene adalah berasal dari kebanyakan masyarakat ekonomi lemah yang membutuhkan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari dengan membeli barang-barang kebutuhannya sebagian besar dari pedagang eceran. Dan biasanya kenaikan harga di tingkat eceran (retail price) ini lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga di tingkat harga produsen (producer price) maupun di tingkat pedagang besar (wholesale price).Kenaikan harga beberapa jenis BBM bulan Mei 1998, terulang kembali di bulan Juni 2001 dengan beberapa skenario kenaikan harga beberapa jenis BBM (premium, solar, minyak tanah). Menurut salah satu sumber di Badan Pusat Statistik, untuk jenis barang BBM yang harganya ditentukan pemerintah, hampir 50 persen dari pengaruh kenaikan BBM sudah dihitung dalam penghitungan inflasi pada bulan Juni 2001. Misalnya bensin naik dari Rp 1.150/liter menjadi Rp 1.450/liter. Karena kenaikan BBM terjadi di bulan Juni, nilai yang digunakan dalam penghitungan inflasi bulan Juni adalah ((1150 + 1450)/2) = 1300 sehingga perubahan yang digunakan adalah perubahan dari harga Rp 1.150/liter menjadi Rp 1.300/liter atau naik 13,04 persen. Sementara untuk bulan Juli 2001, perubahan harga yang dihitung adalah dari harga bensin Rp 1.300/liter menjadi Rp 1.450/ liter atau naik 11,54 persen. Perlakuan ini juga berlaku untuk jenis barang BBM lainnya. Dengan demikian, pada bulan Juli 2001, sumbangan inflasi dari BBM (bensin, solar, dan minyak tanah) akan mencapai 0,28 persen. Ditambah lagi sumbangan inflasi pelumas/oli yang apabila naik 15 persen akan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,05 persen. Sumbangan inflasi dari BBM akan bertambah besar jika komponen BBM lainnya yang tidak ditetapkan pemerintah bergerak sesuai selera pasar. Tekanan inflasi akan semakin besar apabila pemerintah menaikkan tarif dasar listrik rata-rata. Dampak ini hanya sebagian kecil saja yang terjangkau dari pandangan kita. Justru dampak tak langsung yang merupakan hasil multiplier effect dapat menyeret tingkat inflasi lebih tinggi lagi.Inflasi bulan Juni 2001 sebesar 1,67 persen dan laju inflasi dari Januari-Juni 2001 sudah mencapai 5,46 persen, dengan adanya kenaikan harga BBM sepertinya pemerintah harus merevisi asumsi inflasi APBN tahun 2001 yang hanya berkisar 9,3 persen menjadi inflasi dua digit. Sebab, setelah bulan Juli tahun ini, masih banyak faktor pemicu inflasi lain seperti peristiwa SI MPR dan faktor musiman seperti Lebaran dan Natal yang akan mendongkrak tingkat inflasi lebih tinggi lagi.2.4. Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Inflasi dan PerekonomianJika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi. Terjadinya inflasi ini tidak dapat dihindari karena bahan bakar, dalam hal ini premium, merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, dan merupakan jenis barang komplementer. Meskipun ada berbagai cara untuk mengganti penggunaan BBM, tapi BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari.Inflasi akan terjadi karena apabila subsidi BBM dicabut, harga BBM akan naik. Masyarakat mengurangi pembelian BBM. Uang tidak tersalurkan ke pemerintah tapi tetap banyak beredar di masyarakat. Jika harga BBM naik, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan pula. Terutama dalam biaya produksi. Inflasi yang terjadi dalam kasus ini adalah Cost Push Inflation. Karena inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya produksi. Ini jika inflasi dilihat berdasarkan penyebabnya. Sementara jika dilihat berdasarkan sumbernya, yang akan terjadi adalah Domestic Inflation, sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri. Kenaikan harga BBM akan membawa pengaruh terhadap kehidupan iklim berinvestasi. Biasanya kenaikan BBM akan mengakibatkan naiknya biaya produksi, naiknya biaya distribusi dan menaikan juga inflasi. Harga barang-barang menjadi lebih mahal, daya beli merosot, kerena penghasilan masyarakat yang tetap. Ujungnya perekonomian akan stagnan dan tingkat kesejahteraan terganggu.Di sisi lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang paling parah adalah semakin sempitnya lapangan kerja karena dunia usaha menyesuaikan produksinya sesuai dengan kenaikan harga serta penurunan permintaan barang.Hal-hal di atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, Bagaimana jika tidak? Subsidi pemerintah terhadap BBM akan semakin meningkat juga. Meskipun negara kita merupakan penghasil minyak, dalam kenyataannya untuk memproduksi BBM kita masih membutuhkan impor bahan baku minyak juga.Dengan tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus disediakan pemerintah juga semakin besar. Untuk menutupi sumber subsidi, salah satunya adalah kenaikan pendapatan ekspor. Karena kenaikan harga minyak dunia juga mendorong naiknya harga ekspor komoditas tertentu. Seperti kelapa sawit, karena minyak sawit mentah (CPO) merupakan subsidi minyak bumi. Income dari naiknya harga CPO tidak akan sebanding dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk subsidi minyak.