Makalah Peranan Auditor Dalam Pemberantasan Korupsi

download Makalah Peranan Auditor Dalam Pemberantasan Korupsi

of 10

description

Makalah Peranan Auditor Dalam Pemberantasan Korupsi

Transcript of Makalah Peranan Auditor Dalam Pemberantasan Korupsi

PERANAN AUDITOR DALAM PEMBERATASAN

KORUPSI ATAU FRAUDTUGAS AUDITING IIOleh :

Azwari Fajrin

NIM. 1001035250

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2014

PEMBAHASAN

Pengertian Korupsi

Menurut Shleifer dan Vishny (1993) korupsi adalah penjualan barang-barang milik pemerintah oleh pegawai negeri untuk keuntungan pribadi. Sebagai contoh, pegawai negeri sering menarik pungutan liar dari perijinan, lisensi, bea cukai, atau pelarangan masuk bagi pesaing. Para pegawai negeri itu memungut bayaran untuk tugas pokoknya atau untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah untuk kepentingan pribadinya. Untuk kasus seperti ini, korupsi menyebabkan biaya ekonomi tinggi, dan oleh karena itu korupsi tidak baik bagi pertumbuhan.

Menurut Adji (1996) berdasarkan pemahaman dan dimensi baru mengenai kejahatan yang memiliki konteks pembangunan, pengertian korupsi tidak lagi hanya diasosiasikan dengan penggelapan keuangan Negara saja. Tindakan bribery (penyuapan) dan kickbacks (penerimaan komisi secara tidak sah) juga dinilai sebagai sebuah kejahatan. Penilaian yang sama juga diberikan pada tindakan tercela dari oknum pemerintah seperti bureaucratic corruption atau tindak pidana korupsi, yang dikategorikan sebagai bentuk dari offences beyond the reach of the law (kejahatan-kejahatan yang tidak terjangkau oleh hukum). Banyak contoh diberikan untuk kejahatan-kejahatan semacam itu, misalnya tax evasion (pelanggaran pajak), credit fraud (penipuan di bidang kredit), embezzlement and misapropriation of public funds (penggelapan dan penyalahgunaan dana masyarakat), dan berbagai tipologi kejahatan lainnya yang disebut sebagai invisible crime (kejahatan yang tak terlihat). Istilah invisble crime banyak ditujukan untuk menunjuk pada kejahatan yang sulit dibuktikan maupun tingkat profesionalitas yang tinggi dari pelakunya.Dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan menyimpang dari aturan maupun hukum yang berlaku dengan maksud dan tujuan untuk keuntungan pribadi dan memberikan kerugian pada negara.2. Tindak Pidana Korupsi

Sesuai dengan UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 (Pasal 2) yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

Secara singkat tindak pidana korupsi mencakup :

Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian Negara (Pasal 2)

Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian Negara (Pasal 3)

Kelompok delik penyuapan (Pasal 5, 6, dan 11)

Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, 9, dan 10)

Delik pemerasan dalam jabatan (Pasal 12)

Delik yang berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7)

Delik gratifikasi (Pasal 12B dan 12C)

Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia menjadi tugas dan tanggung jawab KPK, pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Komisi pemberantasan korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sesuai dengan pasal 11 UU No. 30/2002, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang :

Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak huku atau penyelenggara Negara.

Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)

Dalam menjalankan upaya penyelidikan tersebut KPK dibantu Akuntan Forensik yang menjalankan fungsi Audit Investigatif untuk menemukan adanya kerugian Negara, selanjutnya dilakukan penyidikan jika terbukti adanya kerugian Negara.

3. Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik pada mulanya digunakan di Amerika Serikat untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan, penerapan akuntansi forensik untuk menyelesaikan atau memecahkan persoalan hukum. Di Amerika profesi ini disebut auditor forensic atau pemeriksa kecurangan bersertifikasi (Certified Fraud Examiners/CFE) yang tergabung dalam Association of Certified Fraud Examiners (ACFE).

Akuntansi forensik adalah bentuk penerapan disiplin akuntansi yang memberikan perpaduan akuntansi, audit, dan hukum guna memecahkan persoalan-persoalan di sektor pemerintaha maupun swasta.

Tuanakotta (2010) menjelaskan, istilah akutansi forensik lebih tepat digunakan apabila telah bersinggungan dengan hukum. Mengingat akuntansi forensik selalu bersinggunga dengan hukum, dalam pengumpulan bukti audit seorang akuntan forensik harus memahami masalah hukum pembuktian. Bukti yang dikumpulkan harus dapat diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melanggar hukum, karena dapat berakibat ditolaknya alat bukti tersebut. Beban pembuktian dalam kasus kecurangan (fraud) haruslah melampaui keraguan yang layak atau beyond reasonable doubt.

Perbedaan akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensioal lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua akuntansi tersebut tidak jauh berbeda, Akuntansi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan daripada kesalahan atau keteledoran seperti pada audit umum, prosedur utama dalam akuntansi forensik menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam dengan tetap menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya.

Perbedaan lainnya adalah akuntansi forensik lebih menekankan pada penyangkalan atau penguatan atas suatu dugaan dan menyediakan bukti untuk mendukung suatu tindakan hukum. Jadi bisa disimpulkan bahwa akuntnsi forensik bertujuan untuk membuktikan suatu dugaan. Beberapa tujuan akhir dari ssuatu proses akuntansi forensik atau audit investigatif adalah tuntutan kriminal, ganti rugi perdata, pembersihan tuduhan, dan peningkatan pengendalian internal.

Akuntansi forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis keuangan pada tahun 1997, hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bank Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia

Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia.

4. Peran Akuntan Forensik dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Dalam memainkan perannya dalam mengungkap dan memberantas tindak pidana korupsi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa akuntansi forensik merupakan perpaduan antara akuntansi, audit dan hukum, maka seorang akuntan forensik dituntut untuk memiliki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai ketiga ilmu tersebut, selain itu seorang akuntan forensik juga perlu dibekali dengan kemampuan dan pemahaman mengenai perilaku manusia dan organisasi, pengetahuan tentang aspek yang mendorong dilakukannya kecurangan (rationalization), pengeahuan mengenai alat bukti, pengetahuan mengenai kriminologi serta viktimologi, dan yang terpenting seorang akuntan forensik harus memiliki kemampuan untuk berpikir seperti pencuri (think as a theft).

Kasus korupsi di Indonesia sudah mengakar sampai begitu dalamnya sehingga menjadi budaya, hal ini seharusnya menjadi peluang bagi profesi akuntan forensik untuk menjadi lebih maju, dan memberikan manfaat bagi pemberantasan tindak pidana korupsi.

Akuntansi forensik bisa menjadi senjata atau alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi, namun ruang gerak akuntansi forensik begitu terbatasi dengan peralatan dan kebebasan dalam mengungkap suatu tindak korupsi.

Begitu cepatnya pertumbuhan korupsi tidak sebanding dengan pemberantasan yang dilakukan, oleh karena itu pemerintah harus membuka ruang gerak bagi akuntan forensik untuk masuk lebih jauh dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan terbukanya ruang gerak bagi akuntan forensik, perlahan tapi pasti dapat menurunkan tingkat korupsi yang terjadi di Indonesia, bahkan tidak mustahil untuk memberantas sampai ke akar dan mengubah budaya korupsi yang sudah terpatri tersebut.

Meningkatnya kasus fraud secara global akhir-akhir ini mendorong asosiasi The Institute of Internal Auditors (IIA) untuk mengeluarkan panduan dalam menghadapi risiko fraud. Kedua panduan itu adalah:1. Internal Auditing and Fraud2. Fraud Prevention and Detection in an Automated World

Kedua panduan di atas menjadi bagian yang sangat direkomendasikan (strongly recommended) dalam The International Professional Practices Framework (IPPF), kumpulan standar dan panduan untuk profesi internal audit yang dikembangkan oleh The IIA.

Panduan Internal Auditing dan Fraud bertujuan untuk meningkatkan kesadaran (awareness) auditor mengenai fraud dan menjadi panduan bagi internal audit dalam menghadapi risiko fraud. Berikut ini adalah poin-poin penting yang terdapat dalam Panduan Internal Auditing dan Fraud:

Karakteristik fraudTerdapat tiga karakteristik umum dalam tindakan fraud, yaitu:1. Tekanan atau insentif: adanya tekanan kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh pelaku fraud2. Kesempatan: adanya peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan fraud3. Rasionalisasi: adanya justifikasi oleh pelaku atas tindakan fraud yang dilakukannya

Program manajemen fraud yang efektif1. Kebijakan kode etik perusahaan: berfungsi sebagai tone at the top dari jajaran manajemen2. Fraud awareness: memahami apa itu fraud, penyebab dan karakteristiknya3. Fraud risk assessment: mengevaluasi risiko dan potensi terjadinya fraud4. Review secara berkelanjutan: aktivitas internal audit mempertimbangkan adanya risiko fraud dan menjalankan prosedur audit yang tepat berdasarkan risiko fraud tersebut5. Pencegahan dan pendeteksian: adanya upaya-upaya yang dijalankan untuk mengurangi risiko terjadinya fraud dan dapat dengan segera mendeteksi apabila fraud telah terjadi6. Investigasi: adanya prosedur dan sumber daya yang memadai untuk melakukan investigasi dan melaporkan kecurigaan adanya fraud

Tanggung jawab utama atas pencegahan fraud terletak pada jajaran manajemen. Adapun kegiatan internal audit dapat membantu manajemen dalam melakukan pengendalian internal (internal controls) yang memadai untuk mencegah terjadinya tindakan fraud.

Berikut adalah beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh internal audit terkait dengan risiko fraud.

1. Melakukan audit atas manajemen pengendalian fraudMencakup kebijakan dan prosedur yang memadai, tone at the top, lingkungan pengendalian (the control environment), risk assessment, evaluasi kecukupan kontrol untuk mencegah dan mendeteksi fraud, incident management, investigasi, dan pengembalian kerugian (recovery).

2. Melakukan audit atas proses dengan risiko fraud yang tinggiDiterapkan pada aktivitas internal dan eksternal perusahaan, seperti misalnya audit siklus penggajian (payroll) dengan risiko adanya data palsu karyawan (phantom employees), audit tagihan vendor dengan risiko adanya tagihan yang berlebihan (overcharges), audit data vendor dengan data karyawan untuk mencari vendor palsu (fictitious vendors), dan melakukan review database untuk mendeteksi transaksi ganda (duplicate transactions).

3. Mempertimbangkan aspek fraud dalam aktivitas auditDengan melakukan brainstorming mengenai risiko fraud, evaluasi kontrol terhadap fraud, melakukan prosedur audit sejalan dengan risiko fraud, dan mengevaluasi terjadinya kesalahan/errors yang dapat menjadi indikasi terjadinya fraud.

4. Membantu manajemen dalam melakukan evaluasi risiko fraud dan menentukan apakah kontrol atas fraud telah memadaiDilakukan terhadap area proses bisnis, peluang bisnis baru, dan aplikasi IT.

Jika didefenisikan secara bebas bahwa fraud adalah aktifitas yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan suatu keuntungan dari pihak lain dengan penyajian yang salah/palsu. Kecurangan mencakup tipu daya, caracara licik dan tidak jujur yang digunakan untuk menipu orang lain.

Fraud (kecurangan) dapat dikategorikan dalam tiga kelompok sebagai berikut :

Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.

Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation)Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam Kecurangan Kas dan Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya, serta pengeluaranpengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).

Korupsi (Corruption)Menurut ACFE, sebuah lembaga perkumpulan auditor yang menangani pelaku kecurangan di Amerika Serikat, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion). Pengertian korupsi ini tentu saja lebih sempit dibanding pengertian tindak pidana korupsi yang terkandung dalam Undangundang 31 tahun 1999 jo Undangundang 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Auditor Internal dalam kaitannya dengan penanganan Fraud dapat berperan sebagai berikut :

Fraud Prevention Auditor internal dapat berperan sebagai Fraud Prevention yang merupakan pendekatan yang paling efektif dari sisi biaya. Pendekatan ini dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan culture kejujuran dan integritas, meningkatkan pengendalian intern dalam setiap organisasi, melakukan pengujian atas risiko fraud (fraud risk assessment) dan mengembangkan respon yang konkret untuk meminimalkan risiko fraud dan mengeliminasi kesempatan terjadinya fraud. Lingkungan pengendalian yang baik juga sangat mendukung pencegahan fraud yang dilakukan oleh personil organisasi. Oleh karenanya lingkungan pengendalian terus diupayakan agar terus terjaga agar jangan sempat memunculkan perilaku curang dalam organisasi.

Fraud Detection Peran ini dapat dilakukan ketika kejadian fraud tidak bisa dicegah melalui sistem pengendalian intern yang ada. Tujuan dari fraud detection adalah ketika terjadi fraud, ada sistem yang bisa mendeteksi secara segera red flags yang ditimbulkan oleh pelaku fraud. Pendekatan ini bisa dilakukan antara lain dengan cara mendorong pengaduan masyarakat, pemantauan harta kekayaan para penyelenggara negara secara proaktif, memaksimalkan mekanisme anti pencucian uang dan sebagainya.