makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia pendidikan pada dasarnya memiliki dasar pemikiran dan paradigma tersendiri dalam pengembangannya. Pendidikan sebagai upaya yang dilakukan oleh manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan oleh setiap generasi kepada generasi muda berikutnya. Pendidikan juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan bagi perkembangan dan pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa bergantung pada bagaimana bangsa tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dalam hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakat terutama kepada peserta didik. Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa persoalan yang berkaitan dengan pendidikan adalah persoalan kompleks. Persoalan yang tidak hanya berhenti di satu fase (waktu) kehidupan saat ini saja, tapi akan selalu terkait dengan fase (waktu) kehidupan di masa mendatang. Persoalan yang timbul dalam pendidikan selalu membutuhkan pemikiran-pemikiran teoritis sebagai dasar pijakan dalam pengambilan keputusan kependidikan serta pemahaman gejala faktual dan aktual yang 1

description

Makalah ini Berisi teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

Transcript of makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

Page 1: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia pendidikan pada dasarnya memiliki dasar pemikiran dan paradigma

tersendiri dalam pengembangannya. Pendidikan sebagai upaya yang dilakukan

oleh manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan

oleh setiap generasi kepada generasi muda berikutnya. Pendidikan juga

mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan bagi perkembangan

dan pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa bergantung pada

bagaimana bangsa tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber

daya manusia dalam hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang

diberikan kepada anggota masyarakat terutama kepada peserta didik.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa persoalan

yang berkaitan dengan pendidikan adalah persoalan kompleks. Persoalan yang

tidak hanya berhenti di satu fase (waktu) kehidupan saat ini saja, tapi akan selalu

terkait dengan fase (waktu) kehidupan di masa mendatang. Persoalan yang timbul

dalam pendidikan selalu membutuhkan pemikiran-pemikiran teoritis sebagai dasar

pijakan dalam pengambilan keputusan kependidikan serta pemahaman gejala

faktual dan aktual yang melibatkan pembicaraan yang merupakan unsur langsung

dalam dunia pendidikan (Sukardjo 2010).

Dengan kemajuan zaman dan tantangan yang diberikan dewasa ini, tenaga

pendidik idealnya harus tetap terus belajar dan kreatif dalam rangka

mengembangkan, mengikuti, mengimbangi, dan menyesuaikan khasanah

keilmuannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan termasuk perkembangan

ilmu kependidikan. Dengan demikian, pemahaman beragam unsur dan kendala

dalam dunia pendidikan dapat diantisipasi.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengantisipasi permasalahan

yang timbul dalam dunia pendidikan adalah dengan berpijak pada teori-teori

pendidikan. Pijakan ini diharapkan memberikan kejelasan yang terkait dengan

hakekat pendidikan. Dengan demikian, penguasaan atas dasar-dasar pendidikan

diharapkan menjadi cakrawala yang memberikan bekal pada pelaku pendidikan

1

Page 2: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

dalam rangka mengatisipasi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam

pendidikan pada umumnya dan proses pembelajaran pada khususnya.

Dari uraian di atas, para pendidik dan para perancang pendidikan serta

pengembang program-program pembelajaran perlu menyadari akan pentingnya

pemahaman terhadap hakekat belajar dan pembelajaran. Teori yang dapat

dijadikan landasan dalam pembelajaran antara lain adalah teori humanistik dan

revolusi sosio-kultural. Teori yang muncul pada era tahun 1940-an karena adanya

ketidakpuasan dengan pendekatan teori belajar behavioristik dan psikoanalis.

Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini dapat dikatakan masih muda,

bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus menelurkan konsep yang relevan

dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya

kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang bersifat positif tentang manusia

(Rachmahana 2010).

Namun pada kenyataannya, asumsi-asumsi yang melandasi program-

program pendidikan seringkali tidak sejalan dengan hakekat belajar, hakekat

orang yang belajar dan hakekat orang yang mengajar (Rosdiana 2010). Dunia

pendidikan, lebih khusus lagi dunia belajar, didekati degan paradigma yang tidak

mampu menggambarkan hakekat belajar dan pembelajaran secara komprehensif.

Praktik-praktik pendidikan dan pembelajaran seringkali diwarnai oleh landasan

teoritik dan konseptual yang tidak akurat.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai

berikut :

1. Bagaimana teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural dapat

mendukung pembelajaran?

2. Bagaimana bentuk implementasi teori humanistik dan teori revolusi sosio-

kultural dalam pembelajaran?

2

Page 3: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural dalam

mendukung pembelajaran.

2. Mengetahui bentuk implementasi teori humanistik dan teori revolusi sosio-

kultural dalam pembelajaran.

3

Page 4: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Teori Humanistik

Psikologi humanistik atau disebut juga psikologi kemanusiaan

adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah

laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi

diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif,

sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya

merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan

psikoanalis.

Psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi

pendidikan yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik

(humanistic education) keseluruhan melalui pembelajaran nyata.

Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam

berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik.

Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar

untuk memanusiakan manusia (Uno 2006). Oleh karena itu, proses belajar

dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungan

dan dirinya sendiri (Sukardjo 2010). Dengan kata lain, si pembelajar

dalam proses belajarnya harus berusaha agar mampu mencapai aktualisasi

dengan sebaik-baiknya.

2.1.1 Tokoh – Tokoh Teori Humanistik

1) Arthur W. Combs

Makna adalah konsep dasar yang sering digunakan dalam teori

humanistik. Seberapa besar kebermaknaan dari suatu materi bagi siswa

(peserta didik) menjadi peran sentral dalam teori ini. Jadi, guru tidak dapat

memaksakan suatu materi yang tidak relevan dengan kehidupan mereka.

Untuk itu ada kalanya tenaga pendidik memahami perilaku siswa dengan

menyelami dunia persepsi mereka (Sukardjo 2010).

4

Page 5: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan

berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun

dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal makna yang terkandung

dalam materi tersebut tidak menyatu dengan makna yang diharapkan siswa

(Sukardjo 2010). Combs mengilustrasikan lukisan persepsi diri dan

persepsi dunia seseorang dengan menggunakan dua lingkaran (besar dan

kecil) yang bertitik pusat sama (Gambar 2.1).

.

Gambar 2.1 Ilustrasi Combs 1. Lingkaran A menggambarkan persepsi diri seseorang sedangkan lingkaran B yang lebih besar menggambarkan persepsi dunia yang lebih luas.

Makin jauh kebermaknaan persepsi dari peristiwa-peristiwa

(lingkaran B) dengan persepsi diri (lingkaran A), makin berkurang

pengaruhnya terhadap perilaku siswa. Sehingga, hal-hal yang mempunyai

sedikit hubungan keterkaitan diri, akan makin mudah terlupakan oleh

siswa. Sebaliknya, apabila makin dekat kebermaknaan persepsi diri

(lingkaran A) dengan peristiwa-peristiwa dalam persepsi dunia (lingkaran

B), makin besar pengaruhnya terhadap perilaku siswa. Sehingga, hal-hal

tersebut akan mudah diingat oleh siswa (Gambar 2.2).

.

B

5

A

B

A

A

B

Page 6: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

Gambar 2.2 Ilustrasi Combs 2. Lingkaran A menggambarkan persepsi diri seseorang sedangkan lingkaran B yang lebih besar menggambarkan persepsi dunia yang lebih luas.

2) Abraham Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua

hal, yaitu suatu usaha yang positif untuk berkembang dan kekuatan untuk

melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa

individu berperilaku dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis.

Pada dasarnya setiap individu memiliki perasaan takut. Takut untuk berusaha dan

berkembang, takut untuk mengambil peluang, takut untuk mencoba hal-hal baru,

dan sebagainya. Namun di sisi lain, setiap individu juga memiliki dorongan yang

kuat untuk menjadi lebih maju dan berkembang menuju keutuhan, keunikan diri,

ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri, dan juga

menerima diri sendiri.

Manusia sebagai individu memiliki berbagai macam kebutuhan-kebutuhan

yang berkecenderungan meningkat dalam kehidupannya. Sebagai contoh, ketika

manusia telah berhasil memperoleh kebutuhan pertama seperti kebutuhan

fisiologis, barulah mereka ingin memperoleh kebutuhan yang berada di atas

kebutuhan pertama dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia ini menurut

Maslow memiliki implikasi penting yang harus diperhatikan oleh guru pada saat

mengajar. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin akan

berkembang apabila kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.

Dalam artikel “Some Educational Implications of the Humanistic

Psychologist”, Maslow berpendapat bahwa yang terpenting dalam melihat

manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi

perkembangan positif manusia. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut

sebagai potensi manusia. Para pendidik yang beraliran humanistik biasanya

memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif di sini erat kaitannya dengan pengembangan emosi

positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya keterampilan membangun

6

Page 7: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

dan menjaga hubungan dengan orang lain, mengajarkan kepercayaan, memahami

perasaan orang lain, kejujuran dan sebagainya. Intinya adalah mengajarkan

peningkatan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.

Selain menitikberatkan pada hubungan interpersonal, para pendidik yang

beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu

peserta didik didik dalam membuat, berimajinasi, berintuisi, merasakan, berfantasi

dan mempunyai pengalaman. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam

spektrum yang luas mengenai perilaku manusia.

Melihat hal-hal yang dikembangkan oleh para pendidik humanistik, tampak

bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi (emotional quotation)

dalam dunia pendidikan. Karena berpikir dan merasakan berjalan saling

beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah satu

potensi terbesar manusia.

3) Carl Rogers

Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif (kebermaknaan) dan

experiential (pengalaman). Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke

dalam pengetahuan terpakai. Experiential learning menunjuk pada pemenuhan

kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup

keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan

adanya efek membekas pada siswa. Menurut Rogers, yang terpenting dalam

proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan

dan pembelajaran, yaitu :

a) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.

Artinya siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.

b) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.

c) Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide

baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

d) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang

proses.

Salah satu model pendidikan terbuka yang dikembangkan oleh Rogers

mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif. Model ini menekankan

7

Page 8: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung, yaitu empati,

penghargaan, dan umpan balik positif (Hadis 2006). Ciri-ciri guru fasilitatif

adalah :

a) Merespon perasaan siswa.

b) Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah

dirancang.

c) Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.

d) Menghargai siswa.

e) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.

f) Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa

g) Tersenyum pada siswa

Dari penelitian itu, diketahui bahwa guru yang fasilitatif mampu

mengurangi angka membolos, meningkatkan angka konsep diri,

meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik, mengurangi tingkat

masalah yang berkaitan dengan kedisiplinan, serta menjadikan siswa lebih

spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

2.1.2 Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik

Dari bukunya Freedom to Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-

prinsip dasar humanistik yang penting di antaranya :

a) Memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuan

belajarnya.

b) Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami.

c) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran yang dirasakan

memiliki relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.

d) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.

e) Adanya potensi negatif yang rendah membuat siswa dapat lebih mudah

memperoleh pengalaman belajar bermakna bagi dirinya sendiri.

f) Belajar akan lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.

8

Page 9: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

g) Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberikan hasil yang

mendalam.

h) Kepercayaan pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk

mawas diri.

i) Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.

2.1.3 Aplikasi belajar humanistik

Aplikasi teori humanistik lebih mununjuk kepada roh atau spirit selama

proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru

dalam pembelajaran humanistik sebagai fasilitator bagi para siswa dengan

memberikan motivasi terkait dengan kesadaran mengenai makna belajar dalam

kehidupan siswa. Guru memberikan fasilitas pengalaman belajar siswa dan

mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran (Dakir 1993).

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student centered) yang memaknai

proses pengalaman belajarnya sendiri. Dengan peran tersebut, diharapkan siswa

memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif, dan

meminimalkan potensi negatif yang ada dalam dirinya.

Tujuan pembelajaran dari humanistik lebih menitikberatkan pada proses

belajar daripada hasil belajar yang pada umumnya melalui serangkaian proses

antara lain :

a) Merumuskan tujuan belajar yang jelas.

b) Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat

jelas, jujur dan positif.

c) Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar

atas inisiatif sendiri.

d) Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, dan memaknai proses belajar

secara mandiri.

e) Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat, memilih

pilhannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko

dari perilaku yang ditunjukkan.

9

Page 10: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Teori Humanistik

Teori humanistik sering dikritik karena sifatnya yang terlalu

deskriptif (meskipun semua teori belajar sebenarnya bersifat deskriptif).

Kelemahan lain adalah sukarnya menerjemahkan teori ini ke langkah-

langkah yang lebih praktis dan konkrit (Suciati & Prasetya 2001). Namun,

karena sifatnya yang deskriptif itulah maka teori ini seolah memberi arah

proses belajar. Semua tujuan belajar bersifat ideal dan teori humanistik

inilah yang menjelaskan bagaimana tujuan ideal itu seharusnya.

Teori humanistik akan sangat membantu dalam proses pemahaman

belajar serta melakukan proses belajar dalam dimensi yang lebih luas, jika

kita mampu menempatkannya dalam konteks yang tepat. Kalaupun teori

ini sulit untuk diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkrit

dan praktis, namun ide-ide yang diberikan dalam teori ini setidaknya telah

membuka mata kita agar lebih memahami hakekat jiwa manusia.

2.2. Teori Revolusi Sosio-kultural

2.2.1 Tokoh-tokoh Teori Sosio-kultural

Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-

kultural:

1) Piaget

Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa

individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi

dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang

yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang

bersangkutan (siswa), sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor

sekunder. Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan

belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses

genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam

bentuk perkembangan system syaraf. Makin bertambah umur seseorang,

makin komplekslah susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula

kemampuannya. Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap

10

Page 11: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

perkembangan tertentu dan umur seseorang. Ketika individu berkembang

menuju kedewasaan, ia akan mengalami adaptasi biologis dengan

lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan

kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Perolehan kecakapan intelektual

akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang

mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat

suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan.

Untuk memperoleh keseimbangan atau ekuilibrasi, seseorang harus

melakukan adaptasi dua bentuk dan terjadinya secara simultan, yaitu

asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi siswa mengintregasikan

pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada pada

dirinya. Sedangkan melalui akomodasi siswa memodifikasi struktur

kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan yang baru. Adaptasi

akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur

kognitifnya. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari

pengalaman, dan kedewasaan akan terjadi melalui tahap-tahap

perkembangan tertentu (Budiningsih 2005).

Teori konflik-sosiokognitif ini mampu berkembang luas dan

mendominasi bidang psikologi dan pendidikan. Namun, bila dicermati ada

beberapa aspek dari teori Piaget yang dipandang dapat menimbulkan

implikasi kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari

perspektif revolusi sosio-kultural saat ini. Dilihat dari locus of cognitive

development atau asal-usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori

psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam individu. Dalam

proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan

sosial. Siswa mengkonstruksikan pengetahuannya lewat tindakan yang

dilakukannya terhadap lingkungan sosial. Pemahaman atau pengetahuan

merupakan penciptaan makna pengetahuan baru yang bertolak dari

interaksinya dengan lingkungan sosial. Kemampuan menciptakan makna

atau pengetahuan baru itu sendiri lebih ditentukan oleh kematangan

biologis. Menurut Piaget, dalam fenomena belajar lingkungan sosial hanya

berfungsi sekunder, sedangkan faktor utama yang menentukan terjadinya

11

Page 12: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

belajar, tetap pada individu yang bersangkutan. Teori belajar semacam ini

lebih mencerminkan ideologi individualisme dan gaya belajar sokratik

yang lazim dikaitkan dengan budaya Barat yang mengunggulkan self-

generated knowledge atau individualistic pursuit of truth yang dipelopori

oleh Sokrates.

2) Vygotsky

Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri

asal usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang

digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi

mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal dari

kehidupan sosial atau kelompoknya.

Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sosial budaya. Peserta didik

memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi

sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluarganya secara aktif.

Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif sesuai dengan teori

sosiogenesis yaitu kesadaran berinteraksi dengan lingkungan dimensi

sosial yang bersifat primer dan dimensi individual bersifat derivatif atau

turunan dan sekunder. Oleh karena itu, teori belajar Vygotsky disebut

dengan pendekatan co-konstruktivisme artinya perkembangan kognitif

seseorang di samping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga

ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.

Menurut Vygotsky, perkembangan kognisi peserta didik dapat

terjadi melalui kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga dengan

yang lainnya. Perkembangan peserta didik terjadi dalam budaya dan terus

berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain.

Dari perspektif ini para penganut aliran sosio-kultural berpendapat bahwa

sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa mempertimbangkan

orang-orang penting di lingkungannya.

Banyak ahli psikologi perkembangan yang sepaham dengan konsep

yang diajukan Vygotsky. Teorinya yang menjelaskan tentang potret

12

Page 13: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari

kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Ia menekankan bahwa proses-proses

perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan

pembelajaran dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya.

Selain itu, Vygotsky juga menekankan bagaimana peserta didik dibantu

berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di

dalam bidang-bidang tersebut.

2.2.2 Prinsip-Prinsip Teori Revolusi Sosio-kultural

Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang

perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosio-kultural dalam teori

belajar dan pembelajaran yaitu hukum genetik tentang perkembangan

(genetic law of development), zona perkembangan proksimal (zona of

proximal development), dan mediasi.

1) Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)

Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan

berkembang melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental

dan intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan

intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif

terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif

seseorang. Sedangkan fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau

keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan

internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.

2) Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)

Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal

development) ke dalam dua tingkat. Pertama, tingkat perkembangan aktual

yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas

atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental). Kedua,

tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk

menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah

bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya

yang lebih kompeten (intermental). Jarak antara keduanya, yaitu tingkat

13

Page 14: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona

perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan

sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang

yang masih berada dalam proses pematangan (Tudge 1994).

3) Mediasi

Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang

khas manusiawi dimediasikan dengan alat-alat psikologis berupa bahasa,

tanda dan lambang, atau semiotika.

Dalam kegiatan pembelajaran, anak dibimbing oleh orang dewasa

atau teman sebaya yang lebih kompeten untuk memahami alat-alat

semiotik ini. Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-

alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih

lanjut pada diri anak. Mekanisme hubungan antara pendekatan sosio-

kultural dan fungsi-fungsi mental didasari oleh tema mediasi semiotik,

artinya tanda-tanda atau lambing-lambang beserta makna yang terkandung

di dalamnya berfungsi sebagai penghubung antara rasionalitas sosio-

kultural (intermental) dengan individu sebagai tempat berlangsungnya

proses mental.

Ada dua jenis mediasi, yaitu: pertama, mediasi metakognitif adalah

penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self-

regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self checking, dan

self evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi

antar pribadi. Selama menjalani kegiatan bersama, orang dewasa atau

teman sebaya yang lebih kompeten biasa menggunakan alat-alat semiotik

tertentu untuk membantu mengatur tingkah laku anak. Selanjutnya anak

akan menginternalisasikan alat-alat semiotik ini untuk dijadikan sarana

regulasi diri.

Kedua, mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk

memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau

subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep

spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin

kebenarannya). Konsep-konsep ilmiah yang berhasil diinternalisasikan

14

Page 15: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

anak akan berfungsi sebagai mediator dalam pemecahan masalah. Konsep-

konsep ilmiah dapat berbentuk pengetahuan deklaratif (declarative

knowledge) yang kurang memadai untuk memecahkan berbagai persoalan,

pengetahuan procedural (procedural knowledge) berupa metode atau

strategi utnuk memecahkan masalah. Menurut Vygotsky, untuk membantu

anak mengembangkan pengetahuan sungguh-sungguh bermakna dapat

dilakukan dengan cara memadukan antara konsep-konsep dan prosedur

melalui demonstrasi dan praktik.

2.2.3 Aplikasi Teori Sosio-kultural

Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori

sosio-kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan

yaitu:

1) Pendidikan informal (keluarga)

Pendidikan peserta didik dimulai dari lingkungan keluarga, dimana

peserta didik pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan,

sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, perkembangan

perilaku masing-masing peserta didik akan berbeda manakala berasal dari

keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan

peserta didik dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang

tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan

sebagainya.

2) Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan

untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku pada peserta

didik, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk

membekali peserta didik hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan

sosial masyarakatnya.

3) Pendidikan formal

Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat

dari beberapa segi antara lain:

15

Page 16: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

Kurikulum. Khususnya untuk pendidikan di Indonesia

pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri Nomor 24

Tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri Nomor 23

Tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri Nomor 22

tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa

pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, keterampilan, nilai,

dan sikap kepada peserta didik untuk mempelajari sosio-kultural

masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui beberapa

mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan

kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah

raga.

Siswa. Dalam pembelajaran KTSP peserta didik mengalami

pembelajaran secara langsung ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu,

pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap bukan sesuatu yang verbal

tetapi peserta didik mengalami pembelajaran secara langsung. Selain itu,

pembelajaran memberikan kebebasan peserta didik untuk berkembang

sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar

kompetensi yang telah ditetapkan.

Guru. Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam

pembelajaran lebih berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator,

evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain,

oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat

diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul

secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Teori Revolusi Sosio-Kultural

Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa keuntungan, di

antaranya peserta didik memperoleh kesempatan yang luas untuk

mengembangkan zona perkembangan potensinya melalui belajar dan

berkembang. Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat

perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya.

Kelebihan lainnya adalah pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan

16

Page 17: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada

kemampuan intramental. Peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk

mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan

pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau

pemecahan masalah. Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat

transferal tetapi lebih merupakan co-konstruktivisme, yaitu proses

mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara

semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Kelemahan dari teori revolusi sosio-kultural yaitu terbatas pada

perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang tampak seperti

pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar, pemecahan

masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung. Oleh

karena itu, perlu diteliti mengenai perilaku pada proses belajar.

17

Page 18: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan paparan mengenai teori belajar humanistik dan teori sosio-

kultural, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah memanusiakan manusia.

Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya

dan dirinya sendiri, sedangkan teori revolusi sosio-kultural menekankan

kepada peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang terutama berasal dari

kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu

sendiri.

2. Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung

mendorong siswa untuk berpikir induktif. Teori ini juga sangat

mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam

belajar, sedangkan implementasi teori revolusi sosio-kultural dapat

tercermin dalam tiga lingkungan sosial belajar, meliputi pendidikan

informal (keluarga), pendidikan nonformal (masyarakat), dan pendidikan

formal (sekolah).

18

Page 19: makalah PBM teori humanistik dan teori revolusi sosio-kultural

DAFTAR PUSTAKA

Dakir. 1993. Dasar-Dasar Psikologi. Jakarta: Pustaka Belajar.

Hadis A. 2006. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Budiningsih CA. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Suciati, Prasetya P. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta : PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

Sukardjo. 2010. Landasan Pendidikan: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Rachmahana SR. 2008. Psikologi humanistik dan aplikasinya dalam pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam El-Tarbawi 1: 99-114.

Tudge J. 1994. Vygotsky: The Zone of Proximal Development, and Peer Collaboration: Implications for Classroom Practice. Cambrige: University Press.

Uno HB. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

19