Makalah Pbl 28 Cvs
-
Upload
yunistin-ambeua-essy -
Category
Documents
-
view
43 -
download
4
Transcript of Makalah Pbl 28 Cvs
Computer Vision Syndrome
Priscila Ratna Suprapto*
NIM : 102010262
9 Oktober 2013Mahasiswa Fakultas kedokteran UKRIDA
Pendahuluan
Computer vision syndrome atau yang lebih sering dikenal dengan CVS merupakan
suatu gejala yang terjadi karena terlalu memfokuskan mata pada layar komputer. Dewasa ini
pemakaian komputer semakin meningkat dikarenakan bertambah majunya dunia elektronik
yang memudahkan seseorang melakukan pekerjaanya. Sehingga hampir seluruh pekerjaan
membutuhkan komputer untuk memenuhi tuntutan kerjanya. Hal inilah yang memicu
terjadinya CVS dikalangan pekerja baik kantor,perusahaan maupun pekerja swasta.
Pada masalah kali ini yaitu seorang wanita 28th dengan keluhan kedua mata berair
yang menghabiskan waktu kerjanya setiap hari di depan komputer merupakan salah satu
gejala dari CVS. Dengan adanya makalah ini, pembaca diharapkan mengerti mengenai
penanganan masalah CVS serta faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya CVS.
*Alamat Korespodensi
Priscila Ratna Suprapto
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510.
No. Telp (021-8476756) email: [email protected]
Anamnesis
Hal paling utama yang harus dilakukan oleh seorang dokter adalah anamnesis. Yaitu
menyanyakan keadaan pasien sebelum datang ke rumah sakit (RS). Apa saja keluhan yang
dirasakannya dan dapat menempatkan rasa empati dengan benar, serta mendapatkan
kepercayaan pasien sehingga pasien dapat menceritakan semua yang dirasakannya tanpa
menutup-nutupi apa yang dia alami.
Apabila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diajak berbicara mengenai penyakitnya,
maka anamnesis ini dapat dilakukan oleh orang terdekat atau orang yang mengantarkan
pasien ke tempat praktek atau unit gawat darurat (UGD) yang disebut dengan allo anamnesis.
Sangat penting untuk mendapatkan anamnesis yang akurat, karena dari anamnesis, dokter
dapat mengetahui gejala-gejala yang dialami pasien sehingga dapat mengenali lebih lagi
penyakit apa yang dialami oleh pasien.
Jika kita mencurigai adanya gejala dan keluhan CVS hendaklah kita lakukan anamnesis
dengan baik. Diantaranya kita dapat melakukan anamnesis sebagai berikut.1 Didahului
dengan pencatatan identitas penderita secara lengkap. Wanita 28th yang sebagai pegawai
keuangan atau audit yang menghabiskan waktu selama 8jam di depan layar komputer setiap
harinya selama 5th terakhir. Keluhan utama penderita berupa kedua mata berair, mata pegal
dan penglihatan buram. Saat terjadi keluhan wanita 28th ini menggunakan tetes mata tetapi
gejala yang dirasakan tidak membaik. Wanita ini juga mengaku telah menderita miopia
sebelumnya. Demikian dengan ibu dari wanita tersebut.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tajam penglihatan1 :
Lakukan uji penglihatan dalam ruangan yang cukup tenang, tetapi anda dapat
mengendalikan jumlah cahaya.
Gantungkan kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden dengan jarak 6 meter
Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan
Mata kiri responden ditutup dengan penutup mata atau telapak tangan tanpa menekan
bolamata
Responden disarankan membaca huruf dari kiri ke kanan setiap baris kartu Snellen atau
memperagakan posisi huruf E pada kartu E dimulai baris teratas atau huruf yang paling
besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20)
Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil 20/20 (tulis
020/020)
Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E
kurang dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya.
Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E
LEBIH dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut.
Pemeriksaan uji penglihatan dengan hitung jari :
Bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu Snellen atau
kartu E maka mulai hitung jari pada jarak 3 meter (tulis 03/060).
Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 02/060), bila belum
terlihat maju 1 meter (tulis 01/060). Bila belum juga terlihat maka lakukan goyangan
tangan pada jarak 1 meter (tulis 01/300)
Goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan apakah
responden dapat melihat sinar senter (jika ya tulis 01/888)
Bila tidak dapat melihat sinar senter disebut buta total (tulis 00/000)
Selanjutnya, uji fungsi visual, termasuk ketajaman penglihatan jarak dekat dan jarak jauh,
persepsi warna dan penglihatan perifer.
Inspeksi mata1
Setelah melakukan uji penglihatan, lakukan teknik pengkajian inspeksi kelopak mata,
bulu mata, bola mata, dan apartus lakrimal. Inspeksi juga konjungitva, sklera, kornea,
ruang anterior, iris dan pupil.
Inspeksi kelopak mata, bulu mata, dan apartus lakrimal
Kelopak mata harus konsisten dengan corak klien, dengan tanpa oedema atau lesi.
Lipatan palpebra harus simetris dengan tidak ada kelambatan kelopak
Bulu mata harus terdistribusi rata di sepanjang kelopak
Bola mata harus cerah dan jernih
Apartus lakrimal harus tidak mengalami inflamasi, pembengkakan atau air
mata yang berlebihan
Inspeksi konjungtiva1
Periksa konjungtiva palpebra hanya jika anda mencurigai adanya benda asing atau jika
klien mengeluh nyeri kelopak mata. Untuk memeriksa bagian dari konjungtiva ini, minta
klien untuk melihat ke bawah sementara anda menarik dengan perlahan bulu mata tengah
ke depan dan ke atas dengan ibu jari dan jari telunjuk anda.
Sambil memegang bulu mata, tekan tepi tarsal dengan lidi kapas untuk membalikkan
kelopak mata keluar. Teknik ini membutuhkan keterampilan untuk mencegah klien merasa
tidak nyaman. Tahan bulu mata ke arah alis dan periksa konjungtiva, yang seharusnya
berwarna merah muda dan bebas dari pembengkakan.
Untuk mengembalikan kelopak mata ke posisi normalnya, lepaskan bulu mata dan minta
klien untuk melihat ke atas. Jika hal ini tidak membalikan kelopak mata, pegang bulu mata
dan tarik dengan perlhan ke arah depan.
Untuk menginspeksi konjungtiva bulbar, buka kelopak mata dengan perlahang dengan ibu
jari atau jari telunjuk anda. Minta klien untuk melihat ke atas, ke bawah, ke kiri, dan ke
kanan, sementara anda memeriksa keseluruhan kelopak mata bagian bawah.
Inspeksi kornea, ruang anterior, dan iris
Untuk menginspeksi kornea dan ruang anterior, arahkan cahaya senter ke dalam mata
klien dari beberapa sudut sisi. Normalnya, kornea dan ruang anterior bersih dan
transparan. Hitung kedalaman ruang anterior dari samping dengan menggambarkan jarak
antara kornea dengan iris. Iris harus teriluminasi dengan cahay dari samping. Permukaan
kornea normalnya tampak bercahaya dan terang tanpa adanya jaringan parut atau
ketidakteraturan. Pada klien lansia, arkus senilis (cincin abu-abu putih di sekeliling tepi
kornea) merupakan hal yang normal.
Uji sensitivitas korneal, yang menunjukkan keutuhan fungsi saraf kranial V (saraf
trigemeinus) dengan sedikit mengusapkan kapas di permukaan kornea. Kelopak di kedua
mata harus menutup ketika anda menyentuh kornea. Gunakan kapas yang berbeda untuk
setiap mata untuk menghindari kontaminasi silang.
Inspeksi bentuk iris, yang harus tampak datar jika dipandang dari samping, dan juga
warnanya.
Inspeksi pupil
Periksa kesamaan ukuran, bentuk, reaksi terhadap cahaya, dan akomodasi pada pupil
masing-masing mata. Untuk menguji reaksi pupil terhadap cahay, gelapkan ruangan dan
dengan klien menatap lurus ke arah titik yang sudah ditentukan, sorotkan senter dari
samping mata kiri ke tengah pupilnya. Kedua pupil harus berespons; pupil yang menerima
cahaya langsung berkonstriksi secara langsung, sementara pupil yang lain berkonstriksi
secara bersamaan dan secara penuh.
Sekarang uji pupil mata kanan. Pupil harus bereaksi segera, seimbang, dan cepat (dalam 1
sampai 2 detik). Jika hasilnya tidak meyakinkan, tunggu 15 sampai 30 detik dan coba lagi.
Pupil harus bundar dan sama sebelum dan sesudah kelihatan cahaya.
Untuk menguji akomodasi, minta klien menatap objek di seberang ruangan. Normalnya
pupil akan dilatasi. Kemudian minta klien untuk menatap jari telunjuk anda atau pada
pensil yang berjarak 60 cm. Pupil harus berkonstriksi dan mengumpul seimbang pada
objek. Ingat bahwa pada klien lansia, akomodasi dapat berkurang.
Palpasi Mata
Palpasi dengan perlahan adanya pembengkakan dan nyeri tekan pada kelopak mata.
Kemudian, palpasi bola mata dengan menempatkan kedua ujung jari telunjuk di kelopak
mata di atas sklera sementara klien melihat ke bawah. Bola mata harus teras sama keras.
Kemudian, palpasi kantong lakrinal dengan menekankan jari telunjuk pada lingkar orbital
bawah pada sisi yang paling dekat dengan hidung klien. Sambil menekan, observasi
adanya regurgitasi abnormal materi purulen atau air mata yang berlebihan pada punctum,
yang dapat mengindikasikan adanya sumbatan dalam duktus nasolakrimal.
Berdasarkan skenario didapatkan:
Visus OD = 6/21, OS = 6/21 tanpa koreksi
2. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan Oftalmoskopi1
Untuk melakukan pemeriksaan dengan oftalmoskop, tempatkan klien di ruang yang
digelapkan atau setengah gelap, anda dan klien tidak boleh memakai kacamata
kecuali jika anda sangan miop atau astigmatis. Lensa kontak boleh dipakai oleh
anda atau klien.
Duduk atau berdiri di depan klien dengan kepala anda berada sekitar 45 cm di
depan dan sekitar 15 derajat ke arah kanan garis penglihatan mata kanan klien.
Pegang oftalmoskop dengan tangan kanan anda dengan apertura penglihat sedekat
mungkin dengan mata kanan anda. Letakkan ibu jari kiri anda di mata kanan klien
untuk mencegah memukul klien dengan oftalmoskop pada saat anda bergerak
mendekat. Jaga agar telunjuk kanan anda tetap berada di selektor lensa untuk
menyesuaikan lensa seperlunya seperti yang ditunjukkan di sini.
Instruksikan klien untuk melihat lurus pada titik sejajar mata yang sudah ditentukan
di dinding. Instruksikan juga pada klien, bahwa meskipun berkedip selama
pemeriksaan diperbolehkan, mata harus tetap diam. Kemudian, mendekat dari
sudut oblik sekitar 38 cm dan dengan diopter pada angka 0, berfokuslah pada
lingkaran kecil cahaya pada pupil. Cari cahaya oranye kemerahan dari refleks
merah, yang harus tajam dan jelas melewati pupil. Refleks merah menunjukkan
bahwa lensa bebas dari opasitas dan kabut.
Bergerak mendekat pada klien, ubah lensa dengan jari telunjuk untuk menjaga agar
struktur retinal tetap dalam fokus.
Ubah diopter positif untuk melihat viterous humor, mengobservasi adanya opasitas.
Kemudian, lihat retina, menggunakan lensa negatif yang kuat. Cari pembuluh
darah retina dan ikuti pembuluh darah tersebut ke arah hidung klien, rotasi selektor
lensa untuk menjaga agar pembuluh darah tetap dalam fokus. Karena fokus
tergantung pada anda dan status refraktif klien maka diopter lensa berbeda-beda
untuk sebagian besar klien. Periksa dengan cermat seluruh struktur retina, termasuk
pembuluh darah retina, diskus optikus, latar belakang retina, makula dan fovea.
Periksa pembuluh darah dan struktur retina untuk warna, perbandingan ukuran
arteri dan vena, refleks cahaya arteriol, dan persilangan arteriovenosa. Mangkuk
fisiologis normalnya berwarna kuning-putih dan dapat terlihat.
Periksa makula pada bagian akhir karena sangat sensitis terhadap cahaya.
2. Pemeriksaan Kelengkungan Kornea1
Keratometer (manual atau computerized) adalah alat terkalibrasi yang mengukur
radius kelengkungan kornea dalam dua meridian yang terpisah 90 derajat. Digunakan
untuk lensa kontak atau operasi kornea dengan laser. Jika kornea tidak bulat
sempurna, maka kedua radius tersebut akan berbeda yang disebut Astigmatisme (juga
bisa dilihat dengan alat yang disebut Placido)
3. Foto Fundus dan Fluorescen Fundus Angiopgrafi (FFA).1
Kembalinya bahan flurescen akan terlambat pada tes ini.Merekam rincian fundus
okuli bagi kepentingan studi dan perbandingan dikemudian hari. Jika terjadi
kebocoran pembuluh darah
Pemeriksaan khusus lainnya :
1. Elektroretinogram (ERG) kekeringan bola mata
2. Tes Schirmer ablasio retina, gangguan badan kaca, bengkak bola mata.
3. Ultrasonografi (USG)
4. Oftalmodinamometri Menghasilkan perkiraan tekanan relatif dalam arteri
sentralis retina. Hal ini berguna untuk evaluasi neurologik pada pasien yang
mengeluh “kebutaan” (amaurosis fugak) pada satu mata.
5. CT Scan dan MRI Pemeriksaan khusus dimana kelainan mata juga disebabkan
kelainan ditempat lain.
Penegakan diagnosis PAK
Penegakan diagnosis PAK dilakukan berdasar kan 7 langkah yang akan membawa kita
menentukan apakah penyakit yang diderita merupakan penyakit akibat kerja atau penyakit
yang diperberat oleh pekerjaan.
1. DIAGNOSIS KLINIS
Computer Vision Syndrom
CVS merupakan keluhan-keluhan atau gejala pada mata,kepala,dan tulang punggung
yang disebabkan oleh efek penyinaran pada aktivitas komputer,televisi,playstation, dan
videogame. Selain gejala-gejala tersebut, gejala lain yang sering muncul adalah penglihatan
buram,sering merasa ngantuk,adanya sensitivitas karena silau, mata menjadi sangat
berair,rasa tidak nyaman dengan komputer,sakit punggung, sakit leher,kekakuan pada otot-
otot bahu atas dan lengan atas, serta kehilangan keseimbangan. Hal ini dikarenakan
pemakaian komputer empat sampai enam jam setiap harinya. Bahkan bila keadaan ekstrim
akan disertai rasa lesu pada keadaan umum, mual, dan kelelahan. Seiring dengan
perkembangan teknologi dan masuk dalam era komputerisasi, tak dapat dipungkiri bahwa
semua itu juga menimbulkan dampak yang buruk. Contohnya saja CVS, yang merupakan
istilah baru bagi masyarakat, gejala ini sudah lama ada tapi banyak masyarakat yang tidak
menyadari kalau itu merupakan gejala CVS.
Computer Vision Syndrome merupakan suatu masalah kesehatan kerja terbesar saat ini.
Menurut American Optometric Association , hampir 90 persen orang yang menggunakan
komputer selama lebih dari tiga jam sehari mengalami masalah pada matanya. 2
Dirumah atau dikantor, komputer merupakan bagian integral dalam kehidupan sehari-
hari. Pada umumnya digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas pribadi dan berkaitan dengan
pekerjaan. Seringkali kita menghabiskan banyak waktu di depan komputer untuk bermain
games dan lain-lain. 2
Saat menggunakan komputer rata-rata orang akan berkedip sekitar empat sampai enam
kali per menit, secara signifikan kurang dari tingkat normal 22 kali berkedip per menit
membuat mata mengeluarkan air mata secara alami. Apabila proses berkedip ini kurang
dapat menyebabkan kondisi “mata kering” (Dry eyes) yang disebabkan oleh penguapan
kelembaban alami mata yang dapat mengakibatkan mata gatal, terasa panas, penglihatan
kabur, kelopak mata berat dan kelelahan serta penglihatan ganda.2
Saat mata kering, kebanyakan orang mengerutkan keningnya atau dahi mereka agar
dapat melihat dengan jelas, sehingga dapat mengakibatkan sakit kepala. Apabila mata kering
disertai sakit kepala maka secara tidak sadar posisi tubuh saat duduk menjadi tidak baik atau
tidak nyaman di depan komputer sehingga dapat mengakibatkan adanya nyeri punggung,
kekakuan leher dan bahu sakit.2
Mata kering adalah hasil dari penurunan kualitas atau kuantitas air mata alami. Produksi air
mata yang tidak cukup dapat menyebabkan iritasi, nyeri dan jaringan parut kornea. Air mata
sangat berperan penting untuk kesehatan mata dimana ia berfungsi untuk melembabkan,
melumasi, memelihara dan membersihkan mata. Kelembaban mencegah kornea dari
pengeringan, sedangkan pelumasan membuat berkedip halus dan nyaman. Air mata juga
memberikan nutrisi untuk mata dengan menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbon
dioksida. Air mata melindungi mata dari partikel asing dan mencegah terjadinya infeksi.
Tanpa air mata yang memadai, kornea dapat menyebabkan nyeri, penglihatan kabur, dan
bahkan kebutaan.1,3
PAJANAN YANG DIALAMI
Pajanan yang dialami dapat berupa pajanan pada saat sakit atau timbul keluhan atau pajanan
selama beberapa waktu sebelumnya.
Penyebab penyakit akibat kerja dapat berua faktor-faktor sebagi berikut:
a. Faktor fisis, seperti:
- Kebisingan
- Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif
- Suhu
- Tekanan udara
- Penerangan lampu yang buruk
b. Faktor kimia
- Debu
- Uap
- Gas
- Larutan kimia
- Awan atau kabut
c. Faktor biologis
- Bakteri, virus, parasit, dll.
d. Faktor fisiologis/ergonomis
- Kesalahan konstruksi mesin
- Sikap badan yang tidak benar ketika melakukan pekerjaan
- Ukuran tempat duduk atau meja yang tidak sesuai
e. Faktor mental-psikologis
Pada skenario diidentifikasi bahwa terdapat faktor fisiologis dan ergonomis yang
menyebabkan keluhan pada pasien, mulai dari posisi duduk, jam kerja (yang
seringkali tanpa istirahat).
Hubungan Pajanan dengan Penyakit
Computer vision syndrome yang dialami pasien disebabkan karena terlalu lama bekerja di
depan komputer. Gejala-gejala yang dilaporkan adalah mata lelah, mata tegang dan mata
kering.4 Sindrom penglihatan komputer didefinisikan oleh American Optometris Association
sebagai kombinasi dari masalah mata dan penglihatan yang dikaitkan dengan penggunaan
komputer.5
Gejala-gejala CVS antara lain:
1. Mata tegang (Astenophia)
Istilah yang dipakai untuk mata tegang oleh spesialis mata adalah asthenopia.
Asthenopia didefinisikan sebagai keluhan subjektif yang penglihatan berupa
penglihatan yang tidak nyaman, sakit dan kepekaan yang berlebihan.
Asthenophia dapat disebabkan oleh masalah seperti otot mata kejang ketika
memfokus, ada perbedaan penglihatan di kedua mata, astigmat, hipermetrop (rabun
jauh), miopia (rabun dekat), cahaya berlebihan, kesulitan koordinasi mata dan lain-
lain.3 Astenopia didapatkan pada kelainan refraksi yang tidak dikoreksi dengan betul,
presbiopia, anisometropia yang berat, insufisiensi konvergen, paresis otot penggerak
mata, dan penerangan waktu baca yang tidak baik.1
2. Penglihatan kabur
Tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antar 2 tititk yang
berbeda pada jarak tertentu. Kemampuan mata untuk mengubah daya fokusnya
disebut daya akomosasi, yang berubah tergantung usia. Suatu bayangan juka tdak
tepat terfokus diretina akan terlihat kabur.
Keluhan mata kabur disebebkan karena adanya kelainan refraksi seperti miopia,
hipermetropi dan astigmat. Mata kabur jga dapat disebabkan karena koreksi dengan
kacamata yang tidak tepat. Faktor lingkung yang dapat meyebabkan penglihatan
kabur adalah layar monitor yang kotor, sudut penglihatan monitor yang kurang baik,
adanya refleksi cahaya yang menyilaukan atau monitor yang dipakai ternyata
berkualitas buruk atau rusak.
3. Mata kering dan Iritasi
Kecepatan berkedip setiap orang berbeda-neda tergantung pada aktivitasnya.
Berkedip lebih cepat bila sedang aktif dan lebih lambat bila sedang mengantuk dan
sedang berkonsentrasi. Penelitian telah menunjukan bahwa kecepatan berkedip para
pengguna komputer turun secara bermakna pada saat bekerja didepan komputer
dibandingkan dengan sebelum atau sesudah bekerja.4
4. Kepekaan terhadap cahaya
Perlu diperhatikan bahwa layar monitor mempunyai cahaya sendiri bukan cahaya
yang dipantulkan, sehingga dapat diartikan bahwa kita melihat ke sumber cahaya
secara langsung.
Cahaya yang dipantulkan dari sumber cahaya lain juga dapat mempengaruhi
kepekaanmata terhadap cahaya yang menyebabkan ketidaknyamanan, seperti silau
karena lampu, atau cahaya matahari yang dipantulkan olehmonitor maupun meja
kerja.
5. Sakit kepala
Gejala sakit kepala dapat dipicu oleh berbagai bentuk stress, termasuk kecemasan
dan depresi, dan dipicu oleh berbagai kondisi mata yang termasuk astigmat dan
hipermetrop, juga oleh kondisi tempat kerja yang tidak layak, termasuk adanya silau,
cahaya yang kurang, dan penyusunan letak komputer yang tidak layak.
6. Sakit leher dan punggung
Jika penglihatan pekerja terhalang atau kabur pada saat bekerja maka pekerja
tersebut akan merubah posisi tubuh untuk mengurangi beban pada penglihatannya.
Contoh: jika seorang pekerja memakai kacamata yang dirancang untuk melihat
dengan jarak penglihatan 40 cm, sedangkan jarak mata (tubuh) dengan komputer
adalah 60 cm, maka sebagai kompensasi tubuh akan dicondongkan ke depan agar
dapat melihat monitor dengan jelas. Situasi ini jelas akan menimbulkan masalah fisik
dan dapat diatasi dengan penggunaan kacamata yang tepat.
Besar Pajanan yang Dialami
Kurangnya istirahat dan Jarak penglihatan saat bekerja di depan komputer
(ergonomi), menyebabkan mata pasien seringkali berair.
Posisi duduk pasien saat bekerja kurang baik (ergonomi), sehingga leher dan pundak
terasa nyeri saat bekerja.
Pencahayaan ruangan serta suhu ruangan (faktor fisik) dapat memperparah keadaan
mata pasien.
Pada skenario didapatkan bahwa pasien bekerja 8 jam sehari menggunakan komputer
dan seringkali tanpa istirahat.
Faktor Individu
Faktor individu meliputi kesehatan fisik dari pasien itu sendiri seperti riwayat atopi/alergi,
riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan berolahraga, status kesehatan mental, higiene
perorangan. Pada skenario didapatkan riwayat alergi (-), miopia pada ibu pasien dan pasien
sendiri (+), pasien juga tidak rutin periksa mata.
Faktor Lain
Faktor lain diluar pekerjaan meliputi hobi, kebiasaan merokok, pajanan di rumah dan
pekerjaan sambilan. Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak pernah terpajan
selain di tempat kerja.
Diagnosis Okupasi
Working Diagnosis
Keluhan yang dialami oleh pasien, yakni kedua mata sering berair merupakan penyakit akibat
kerja. Hal ini dikarenakan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan pasien bekerja di depan
komputer dari pagi hingga sore hari. Pasien ini menderita Computer Vision Syndrome yang
terjadi akibat kerja. Terus menerus berada di depan layar komputer lebih dari 3 jam dalam
sehari merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan CVS ini. Posisi duduk dan
pencahayan menjadi faktor lain yang mempengaruhi terjadinya CVS. Pasien juga menderita
mipopia yang tidak dikontrol.
Penatalaksanaan
Secara okupasi penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah:
1. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk menginformasikan pasien/pekerja mengenai
masalah/penyakit akibat kerja yang dialaminya dan bagimana upaya-upaya
pencegahannya. Selain itu, diharapkan lewat tindakan ini akan timbul kesadaran oleh
pasien untuk turut berpartisipasi menjaga/meningkatkan kesehatannya secara pribadi
ketika bekerja. Seperti mengontrol mata secara rutin agar dapat menggunakan
kacamata yang tepat, melakukan relaksasi otot-otot mata pada saat bekerja, dll.
2. Tindakan relaksasi otot mata ketika bekerja
Tindakan yang dilakukan adalah apabila telah bekerja dengan menggunakan
komputer selama 20 menit, maka dilakukan istirahat selama 20 detik dengan melihat
sejauh 20 kaki (6 meter) dan berkedip sebanyak 20 kali.
3. Pindah bagian
Apabila keluhan pekerja sangat berat maka pekerja harus dipindahkan atau tidak
diperbolehkan lagi bekerja pada bagian itu.
4. Shift
Penggunaan sistem shift bertujuan untuk perbaikan waktu kerja. Dapat dibagi menjadi
berbagai macam pola, pola yang paling umum digunakan adalah dengan membagi
waktu kerja menjadi 2 kelompok yaitu kelompok pagi (dari jam 8 pagi sampai jam 12
siang) kemudian kelompok siang (dari jam 12 sampai jam 4 sore). Akan tetapi sistem
ini memiliki keterbatasan yaitu kesulitan digunakan apabila perusahaan tersebut
hanya memiliki sedikit karyawan/pekerja. Hal ini akan “memaksa/mengharuskan”
pekerja untuk bekerja selama 8 jam sehari.
5. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan keadaan pasien. Apabila pekerja sakit maka
harus diberikan pengobatan/penanganan agar dapat kembali seperti keadaan semula
(sehat) atau minimal tidak mengalami gangguan yang lebih parah.
6. Penggantian alat/komputer
- Apabila ternyata komputer yang digunakan layarnya rusak maka harus
diperbaiki.
- Jika kotor maka harus dibersihkan.
- Menggunakan antisilau pada layar komputer.
- Menggunakan komputer dengan layar yang tidak terlalu kecil agar pekerja
dapat melihat dengan nyaman.
- Menggunakan ukuran huruf (font) yang tidak terlalu kecil sehingga lebih
nyaman untuk dilihat.
7. Pengaturan ruangan
Pengaturan ruangan bertujuan agar menghindari silau pada layar monitor. Pengaturan
disini adalah pengaturan letak komputer terhadap sumber cahaya.
8. Alat kerja yang ergonomis
Memperbaiki posisi pekerja ketika sedang bekerja dilakukan dengan mengatur atau
menyediakan peralatan kerja (seperti meja, kursi, mesin, dll) yang sesuai dengan
kebutuhan fisiologis pekerja.
- Ukuran meja untuk pekerjaan mengetik yang lebih rendah 5 – 10 cm dari pada
meja tulis untuk pekerja menulis.
- Arah penglihatan untuk pekerjaan duduk adalah 33º-44 º ke bawah, sedangkan
untuk pekerjaan berdiri 23 º-37 º ke bawah.
- Kemampuan seseorang bekerja seharian adalah 8-10 jam. Apabila lebih dari
itu maka kualitas, keselamatan dan kesehatan kerja sangat menurun.
- Untuk posisi duduk, dari segi otot lebih baik sedikit membungkuk, sedangkan
dari segi tulang, lebih baik tegak. Oleh karena itu, dianjurkan agar
menggunakan posisi duduk yang tegak dan diselingi istirahat dalam posisi
sedikit membungkuk.
Pencegahan
Gambar 2. Posisi ergonomis saat bekerja
Istirahat yang cukup selama penggunaan komputer yang terlalu lama untuk mengurangi
ketegangan mata atau melakukan stretching saat istirahat.
1. Primer
Pencegahan primer meliputi penyuluhan, olahraga, perubahan perilaku
2. Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu melalui:
a. Manajerial
Manajemen perusahaan mempunyai kebijakan yang tegas dan jelas dalam upaya
mencegah terjadinya gangguan kepada kesehatan dan daya kerja; atas dasar
kebijakan tersebut disusun program yang rinci tentang identifikasi, evaluasi dan
pengendalian faktor-faktor yang menjadi penyebab gangguan tersebut lengkap
dengan rencana kerja, sumber daya manusia, pembiayaan, dan sebaginya; dan
program tersebut dilaksanakan dengan dilakukan penilaian mengenai hasil kerja
yang dicapai untuk kemudian dipergunakan untuk perencanaan program
selanjutnya.6
b. Teknis (subtitusi, eliminasi/pengurangan, ventilasi) dan penggunaan alat
pelindung diri. Pemeriksaan lingkungan kerja dilakukan untuk menilai apakah ada
hal-hal yang berpotensi sebagai pajanan.
3. Tertier
Pencegahan tertier meliputi Medical Check Up (awal, berkala, dan khusus).
Pemeriksaan kesehatan harus dilakukan pada saat awal yaitu ketika seseorang akan
memulai/melamar pekerjaan di sebuah perusahaan. Hal ini memiliki banyak manfaat,
diantaranya:
- Mengetahui bagian/bidang apa yang tepat untuk seorang pekerja tersebut
dalam perusahaannya.
- Sebagai data dasar jika dikemudian hari terjadi penyakit dapat digunakan
sebagai penilaian apakah penyakit tersebut merupakan penyakit akibat kerja
atau bukan.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan Nn.A mengalami Computer Vision Syndrome. Hal ini dikarenakan
bekerja terlalu lama di depan komputer. Dalam hal ini diperlukan penyuluhan mengenai
ergonomi agar posisi saat bekerja nyaman serta tata letak ruangan yang nyaman bagi para
pekerja. Di samping itu, pemeriksaan berkala sangat diperlukan untuk pasien yang menderita
miopia dengan Computer Vision Syndrome.
Daftar Pustaka
1. Sidarta Ilyas, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed.4. Jakarta: FKUI, 2012.h. 24-
1;61;107
2. Jurnal..
http://search.proquest.com/docview/213676690/fulltext/140F7AC7FE973AA73FF/5?
accountid=50673
3. James B, Chris C. Lecture notes: Oftalmologi. Ed.9. Jakarta: Erlangga, 2005.h.55-1.
4. Jeyaratnam. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2009.h.263.
5. Rosenfield M, Gurevich R, Wickware E, Lay M. Computer vision syndrome:
accomodative and vergence facility. Journal of Behavioral Optometry.21(5),119
(2010).
6. Suma’mur. Higiene prusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: Sagung Seto;
2009.h.333