pbl 28 - Copy
-
Upload
ryan-gustomo -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of pbl 28 - Copy
Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Timbal
Ryan Gustomo
102011209
Kelompok : E - 6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Logam ditemukan ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, biji tambang,
tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik atau organik yang umumnya kadar dalam
tanah,air dan udara relatif rendah. Berbagai jenis aktivitas manusia dapat meningkatkan kadar
ini. Masyarakat di kota besar dan berdiam dipinggir jalan dengan transportasi kendaraan
bermotor yag padat serta di lingkungan industri adalah merupakan kelompok yang rentan
terhadap pencemaran logam. Sampai saat ini, logam berat tidak menujukkan adanya fungsi
fisiologis dalam tubuh manusia. Logam berat berpotensi menimbulkan resiko berat bagi
kesehatan manusia.
Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah yang tersedia dalam bentuk
biji logam. Peningkatan aktivitas manusia, seperti pertambangan, peleburan dan
penggunaan dalam bahan bakar minyak telah menyebabkan timbal menyebar di
lingkungan. Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang
bisa merusak kesehatan manusia. Sebagai salah satu negara berkembang indonesia
memiliki potensi yang besar untuk terkena keracunan timbal. Khususnya bagi pekerja
pabrik yang kurang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja nya dari aspek
K3. Oleh karena itu perlunya di berikan edukasi pada perusahaan pabrik dan para
pekerja dengan resisiko tinggi kontak, agar keracunan yang di sebabkan oleh timbal
dapat di kurangi, sehingga kesejahteraan baik pekerjaa dan perusahhan dapat tercapai.
Isi
1. Diagnosis klinis
Timah hitam (timbal) adalah logam berat yang berwarna kelabu yang meleleh pada
suhu 327°C. Timah hitam menguap pada suhu diatas 500°C dan bereaksi dengan udara
membentuk senyawa oksida timah hitam. Persenyawaan organometalik timbale yang paling
penting adalah tetra-etil timah hitam (TEL), tetra-metil timah hitam (TML) dan timah hitam
stearat. Keracunan timah hitam dalam perusahaan terjadi dalam dua bentuk yang mudah
sekali dibedakan : 1
Oleh karena timah hitam dan persenyawaan anorganis seperti putih timah hitam
(loodwit, leadwhite)
Oleh karena pengolahan persenyawaan organis timah hitam , khususnya tetra-etil-
timah hitam (TEM)
Dua bentuk keracunan timbal ini memiliki perbedaan sifat dan gejalanya. Keracunan
oleh timah hitam dan persenyawaan anorganisnya bersifat kronis dengan gejala-gejala kolik
usus, kelumpuhan saraf lengan-tangan dengan gejala wrist drop, basofil stippling, dan
anemia. Keracunan TEL biasanya bersifat akut dengan gejala insomnia, kerancuan pikiran,
delirium, dan mania1.
Keracunan oleh timah hitam dan persenyawaan anorganisnya, umumnya terjadi di
pabrik aki, percetakan yang menggunakan timah hitam, pabrik keramik, mengecat dengan
bahan cat persenyawaan timah hitam, pada pekerjaan vulkanisasi karet, pada pekerjaan
mengglazur gelas, menyolder, serta pembuatan kawat listrik, mainan anak-anak dari aliage
golam.1
a. Anamnesis
Untuk memperoleh anamnesis pekerjaan yang terarah maka pertanyaan harus difokuskan
pada hal – hal yang penting secara sistematik, dengan langkah – langkah sebagai berikut.
1. Memastikan kemunculan gejala dalam hubungannya dengan pekerjaan;2
a. Apakah gejala yang timbul membaik pada saat istirahat atau liburan ?
b. Apakah terdapat pekerja lain yang menderita gejala yang sama di lingkungan
kerja ?
c. Apakah terjadi pajanan debu, uap atau partikel – partikel zat kimia yang
beracun di lingkungan kerja ?
2. Pertanyaan kronologis tentang pekerjaan terdahulu sampai yang sekarang, mengenai:2
a. Deskripsi lingkungan tempat kerja
b. Informasi tentang bahan mentah yang dipakai, proses kerja, produk yang
dihasilkan serta tata cara penanganan limbah industri.
c. Lama bekerja di masing – masing tempat kerja
d. Deskripsi tugas dan dan jadwal waktu kerja/shift
e. Jumlah hari absen dan alasannya
f. Penggunaan alat perlindungan diri
g. Prosedur pemeriksaan fisik sebelum masuk kerja
h. Adanya pekerjaan lain disamping pekerjaan utama (misalnya kerja malam
hari)
3. Pertanyaan spesifik yang ada hubungannya dengan pajanan penyakit akibat kerja2
a. Pernah bekerja di tempat kerja yang bising / terlalu panas atau menggunakan
produk asbes / sinar radioaktif / alat yang menimbulkan vibrasi ?
b. Faktor stres di tempat kerja (jemu, konflik dengan atasan/bawahan / teman
kerja, dan lain – lain)
c. Pernah bertugas di bidang militer
d. Hobi (olahraga, berkebun, melukis, pekerjaan rumah tangga / pertukangan /
las)
e. Pekerjaan istri/suami
4. Riwayat reproduksi (riwayat abortus, jumlah anak, lahir mati, riwayat kehamilan
terdahulu, kesukaran pada saat melahirkan bayi, perubahan libido atau siklus
menstruasi)2
5. Riwayat kesehatan lingkungan2
6. Informasi mengenai industri lain di sekeliling tempat kerja (tingkat polusi lingkungan,
pajanan limbah industri / percikan zat beracun dari tempat lain)
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilaksanakan seperti pada penyakit umum lainnya, yaitu
pemeriksaan fisik secara umum tanda-tanda vital (TTV) berupa tekanan darah, suhu, denyut
nadi, dan frekuensi napas keadaan umum pasien, lihat bagaimana kesadarannya dan
menitikberatkan pada pemeriksaan sistem organ yang diperkirakan terpengaruh akibat
pajanan zat – zat kimia yang diduga menjadi etiologi penyakit akibat kerja, misalnya garis
timah hitam pada intoksikasi timah hitam, pembesaran hati akibat pajanan toluena, dan
pembesaran limpa karena intoksikasi bensin, kulit dapat terlihat pucat akibat anemia bisa
ditemukan pada penderita intoksikasi timbal. Pada pemeriksaan neurologis, intoksikasi timbal
sering kali ditunjukkan dengan lemahnya otot rangka.2
Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda – tanda vital dalam batas normal, konjungtiva tidak anemis, dan
pemeriksaan fisik lain tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit akibat kerja dapat dibagi menjadi
pemeriksaan laboratorium umum dan khusus.
Pemeriksaan laboratorium umum adalah : 2
- Pemeriksaan rutin darah dan urine, foto rontgen toraks, elektrokardiogram
(EKG)
- Pemeriksaan laboratorium nonspesifik akibat pemajanan, misalnya;
Pemeriksaan darah lengkap (MCH, MCHC, hitung retikulosit, dan lain
– lain) untuk indikasi pajanan terhadapzat hemotoksik.
Pemeriksaan fungsi hati (Bilirubin, SGOT, SGPT, dan lain – lain)
untuk indikasi pajanan terhadap zat hepatotoksik.
Pemeriksaaan fungsi paru (Volume tidal, dan lain – lain) untuk
indikasi terjadinya iritasi saluran pernapasan.
Delta aminolevulinic acid untuk indikasi pajanan terhadap intoksikasi
timah hitam.
Tes sputum untuk indikasi pajanan terhadap debu gergaji kayu.
Tes kekuatan untu indikasi pajanan terhadap aktivitas angkat beban.
Pemeriksaan laboratorium khusus meliputi : 2
- Pemeriksaan laboratorium spesifik akibat pajanan, misalnya:
a. Pemeriksaan kadar timah hitam darah untuk indikasi pajanan timah hitam
b. Analisis kadar asam hipurat dalam urine untuk indikasi pajanan toluena
c. Analisis kadar trikloroetilen dalam urine dan udara pernapasan untuk indikasi
pajanan trikloroetilen.
- Tes untuk suatu kelainan genetika dapat dilakukan dengan tes sensitivitas.
Pajanan zat toksik akibat pekerjaan dapat menstimulasi sensitivitas individu
dengan kelainan genetika tertentu, sehingga penyakit tertentu dapat timbul
dengan mudah hanya dengan pajanan yang minimal saja, misalnya:1
a. Penyakit paru obstruktif menahun (COPD) mudah terjangkit pada individu
dengan defisiensi serum alpha antitripsin herediter bila terpajan oleh zat
toksik iritan paru atau bahkan zat toksik yang bukan iritan paru.
b. Hipersensitivitas terhadap zat hemolitik pada defisiensi glukosa-6-fosfatase
(G-6-PD)
c. Hipersensitivitas terhadap pajanan nitrat pada defisiensi diaforase
d. Tes skrining imunologis untuk pajanan komponen organik
Perubahan kromosom
a. Pajanan bahaya kerja fisik atau kimia tertentu dapat menimbulkan kelainan
genetik, yang dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan genetik.
Nilai Pb
Nilai Pb dalam darah seorang pekerja pabrik yang sering terpapar oleh timbal
biasanya cukup tinggi dibanding yang tidak sering terpapar. Hal ini menjelaskan bahwa pada
ada dampak kesehatan yang terjadi secara nyata dari pajanan timbal pada tubuh manusia.
Paparan timbal ini dapat terjadi secara akut ataupun kronik dimana pada kasus akut biasa
seseorang mengalami keracunan dengan termakan atau terminum yang berbahan timbal. Pada
kasus kronis biasa berjalan sangat lambat dan biasanya ditandai dengan munculnya gejala
kelelahan, lesu dan iritabilasi. Kadar normal Pb pada orang dewasa adalah antara 5 - 15
μg/dL darah lengkap. Kadar nilai timbal (Pb) dapat memberikan efek pada manusia, yaitu :3
Terdapat nilai kategori yang terdapat pada orang dewasa :
Kadar Pb (µg/dL) Anak Dewasa
0 s/d 10 Penurunan kecerdasan
Gangg. Pertumbuhan
tulang
---
10 s/d 30 Gangg. Metab Vit D Gangg Sistolik Tek. Darah
Gangg Protoporphyrin eritrosit
30 s/d 50 Gangg. Sintesa Hb Gangg. SSP
Gangg. Ginjal
Infertilitas pada pria
50 s/d 100 Anemia
Gangg. Ginjal
Gangg. Otak & SSP
Anemia
Gangg. Sintesa Hb
100 Kematian Kematian
Tabel 1. Kadar nilai pb3
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan di laboratorium didapatkan kadar hemoglobin 12mg/dL dan kadar Pb
dalam darah 40µg/dL.
2. Pajanan yang dialami
Evaluasi Lingkungan Kerja1
Evaluasi lingkungan kerja harus dilakukan dilihat dari berbagai kondisi seperti
kondisi fisik, kondisi kimia, kondisi biologi dan kondisi ergonomi.
Kondisi fisik
- Memasang temperatur suhu untuk menjaga suhu ruangan
- Pengelompokan alat-alat berdasarkan fungsinya
- Adanya jalan-jalan atau gang yang bisa digunakan sebagai jalan darurat bila terjadi
kecelakaan
- Tempat kerja harus bersih dengan penerangan yang cukup
- Penetapan pengukuran kadar bahan-bahan kimia berbahaya dan kondisi fisik di
lingkungan kerja secara berkala
- Pengkondisian suhu lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi pekerja
Kondisi kimia
- Memasang sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat
- Menyediakan tempat penyimpanan yang aman untuk bahan kimia berbahaya
- Mengontorl kadar debu di tempat kerja
- Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia terutama untuk membersihkan
bahan-bahan korosif
- Bubuk yang tumpah harus diambil dengan alat penghisap vakum
Kondisi biologi
- Sanitasi lingkungan kerja yang memadai (tempat cuci tangan, ruangan makan)
- Ruang pertolongan pertama yang terletak di lingkungan kerja
- Terdapat fasilitas kesehatan
Ergonomi
- Memposisikan pekerja sesuai dengan keahliannya
- Peralatan disesuaikan dengan ukuran pekerja
- Menyediakan ruang oksigenasi
- Tersedianya waktu istirahat yang cukup
- Penempatan mesin-mesin dan alat-alat industri yang tepat
Pada pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah
terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja. Adapun alat-alat pelindung
diri yang digunakan, yaitu :2
- Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan
- Mata : Kacamata dari berbagai gelas
- Muka : Perisai muka
- Tangan dan jari : Sarung tangan
- Kaki : Sepatu
- Alat pernafasan : Respirator / masker khusus berlapis Tourmaline.
- Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga
- Tubuh : Pakaian kerja dari berbagai bahan
Pajanan
Manusia senantiasa terpajan (exposed) logam berat dalam lingkungan hidupnya.
Dalam abad industri ini, penambangan secara besar-besaran telah menimbulkan penyakit-
kerja (occupational work) berupa keracunan berbagai logam toksik. Konstituen logam dalam
pestisida dan obat merupakan tambahan sumber pajanan logam yang berbahaya bagi
manusia. Pembakaran batu bara yang mengandung logam berat, tambahan Pb tetraetil pada
bensin, dan peningkatan penggunaan logam dalam industri menjadi sumber pencemaran
lingkungan dan penyebab utama keracunan logam berat. 4
Logam berat tidak mengalami metabolisme, tetap berada dalam tubuh dan
menyebabkan efek toksik dengan cara bergabung dengan suatu atau beberapa gugus ligan
yang essensial bagi fungsi fisiologis normal. Ligan ialah suatu molekul yang mengikat
molekul lain yang umumnya lebih besar. Ligan memberi atau menerima elektron untuk
membentuk ikatan kovalen, biasanya dengan logam. Antagonis logam berat, suatu kelator
(chelating agent) khusus dirancang untuk berkompetisi dengan ligan terhadap logam berat,
sehingga meningkatkan ekskresi logam dan mencegah atau menghilangkan efek toksiknya.
Keracunan timbal merupakan salah satu penyakit akibat kerja dan lingkungan yang
paling tua di seluruh dunia. Meskipun bahayanya telah diketahui, timbale tetap banyak
digunakan dalam perdagangan, termasuk dalam produksi aki, aloi logam, solder, kaca, plastic
dan keramik. Kira-kira 10% dari hasil tambang timbale digunakan untuk produksi Pb tetraetil,
yang ditambahkan pada bensin sebanyak 1mL/L bensin sebagai antiknock. Manusia terpajan
Pb terutama melalui makanan. Makanan dan minuman yang bersifat asam, seperti tomat, air
buah, minuman kola, air apel dan asinan dapat melarutkan Pb yang terdapat pada lapisan
mangkuk dan panci. Makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi dengan timbale,
akan memeberikan efek buruk bagi kesehatan manusia. Jumlah Pb yang dikonsumsi seorang
dewasa di Amerika Serikat rata-rata 0,1-2 mg. Namun demikian, sebagian besar toksisitas
nyata Pb diakibatkan oleh pajanan lingkungan dan industri.4
Kasus sporadis keracunan Pb bersumber dari Pb dalam mainan; debu di tempat latihan
menembak, pipa ledeng, pigmen cat para artis, abu dan asap dari pembakaran kayu yang
dicat, limbah tukang perhiasan/emas, industri rumah, baterai dan percetakan. Terdapat
banyak bukti yang menunjukkan bahwa timbale memiliki efek subklinis samar terhadap
fungsi neuro-kognitif dan tekanan darah pada kadar timbal darah yang dahulu dianggap
normal atau aman.
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Patofisiologi
Keracunan timbal adalah akumulasi timbal yang berlebihan di dalam darah. Timbal
yang diserap kira-kira 40% dari asap Pb oksida yang dihirup, diabsorbsi ke saluran
pernapasan. Di dalam aliran darah, sebagaian besar Pb diserap dalam bentuk ikatan dengan
eritrosit. Plasma darah berfungsi dalam mendistribusikan Pb dalam darah ke bagian syaraf,
ginjal, hati, kulit dan otot skeletal/rangka. Sebagian besar dengan keracunan timbal bersifat
asimtomatik. Gejala akut keracunan timbal umumnya tidak nyata sampai kadar timbalnya
mencapai 50 µg/dl atau lebih. Jumlah timbal berlebihan diserap dan akan ditimbun di dalam
tulang, jaringan lunak dan darah. Penyerapan oleh jaringan lunak menjadi masalah besar
karena dapat menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat (SSP) dan gagal ginjal reversibel.
Timbal dapat mengganggu enzim oksidase dan akibatnya menghambat sistem metabolisme
sel, salah satu di antaranya adalah menghambat sintesis Hb dalam sumsum tulang. Pb
menghambat enzim sulfidril untuk mengikat delta-amnolevulinik acid (ALA) menjadi
porprobilinogen, serta protoforfirin IX menjadi Hb. Hal ini menyebabkan anemia dan adanya
basofilik stipling dari eritrosit yang merupakan ciri khas dari keracunan Pb.5
Toksisitas Pb
Timbal bersifat kumulatif. Dengan waktu paruh timbal dalam sel darah merah adalah 35 hari,
dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan dalam tulang selama 30 hari.
Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah :
a. Sistem haemopoietik
Dimana Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga
menyebabkan anemia.
b. Sistem saraf
Dimana Pb dapat menyebabkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi,
kerusakan otak besar, dan delirium.
c. Sistem urinaria
Dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, lengkung henle, serta
menyebabkan aminosiduria.
d. Sistem pencernaan
Dimana Pb dapat menyebabkan kolik dan konstipasi.
e. Sistem kardiovaskular
Dimana Pb dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
f. Sistem reproduksi
Dimana Pb dapat menyebabkan keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio,
kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria.
g. Sistem endokrin
Dimana Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal.
h. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.
Paparan Pb dosis tinggi mengakibatkan kadar Pb darah mencapai 80 µg/dL pada
orang dewasa dan 70 µg/dL pada anak-anak sehingga terjadi ensefalopati, kerusakan arteriol
dan kapiler , edeme otak, meningkatkanya tekanan zalir serebrospinal, degenerasi neuron,
serta perkembangbiakan sel glia yang disertai dengan munculnya ataksia, koma, kejang-
kejang, dan hiperaktivitas.
Kandungan Pb dalam darah berkorelasi dengan tingkat kecerdasan manusia. Semakin
tinggi kadar Pb dalam darah, semakin rendah poin IQ. Apabila dalam darah ditemukan kadar
Pb sebanyak tiga kali batas normal (intake normal sekitar 0,3 mg/hari), maka akan terjadi
penurunan kecerdasan intelektual.
Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan,
kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral. Logam Pb tidak dibutuhkan
oleh tubuh manusia sehingga bila makanan atau minuman tercemar Pb dikonsumsi, maka
tubuh akan mengeluarkannya. Sebagian kecil Pb diekskresikan melalui urin atau feses karena
sebagian terikat oleh protein dan sebagian lainnya lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku,
jaringan lemak, dan rambut 4
Manifestasi klinis
Sebagian besar yang menderita keracunan timbal bersifat asimtomatik dan keadaan
keracunan tersebut dapat terdeteksi selama dilakukan skrining rutin. Gejala yang tampak
dengan naiknya kadar timbal adalah :6
1. Anoreksia
2. Konstipasi atau diare
3. Iritabilitas
4. Mual dan muntah
5. Nyeri abdomen atau kolik
6. Malaise
7. Sistem sensoris hanya sedikit mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering
ditemukan pada anak-anak.
8. Gejala keracunan ini pada sistem jantung dan peredaran darah berupa anemia,
hipertensi dan nefritis, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ).5
Klasifikasi
Keracunan akut
Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja yang
pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit
setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya.
Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau
inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa
terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan
yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah
berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang
merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja
penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi.
Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan
vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga
menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot
drop). 6
Keracunan subakut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis
kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih
menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan
ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi
penampilan yag gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem
pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram.
Periode fatal : 1-3 hari. 6
Keracunan kronis
Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan
akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam
bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit
industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat
huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya
dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m 3 , atau 0,007
mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang
minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan
menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis
dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik,
mempengaruhi fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif
yang dapat muncul kemudian.6
4. Intensitas pajanan
Epidemiologi
Timbal terdapat dalam lingkungan karena terdapat di alam dan digunakan dalam
industri. Kasus sporadis keracunan Pb bersumber dari Pb dalam mainan, debu ditempat
latihan menembak, pipa ledeng, pigmen cat, abu dan asap dari pembakaran kayu yang dicat,
limbah industri rumah, baterai / aki, dan percetakan. Keracunan pada anak cukup sering
karena termakannya serpihan cat yang berasal dari bangunan tua atau karena kebiasaan
menggerogoti lis dan kerangka jendela yang dicat. Cat mengandung Pb karbonat dan Pb
oksida sebanyak 5 – 40%. Asosiasi standar Amerika dalam tahun 1995 menentukan bahwa
cat mainan, perabot rumah tangga, dan interior tempat tinggal tidak boleh mengandung lebih
dari 1 %. 4
Pemajanan Pb di tempat kerja di Amerika telah berkurang selama 50 tahun terakhir
karena adanya peraturan dan program tepat guna di bidang pengawasan medis. Pajanan Pb
paling tinggi ialah di tempat peleburan Pb, karena asap dan debu yang mengandung Pb
oksida. Pekerja di pabrik aki menghadapi resiko serupa. Dari suatu penelitian yang dilakukan
di Indonesia kadar Pb darah karyawan pabrik aki kurang dari 0,699 ppm belum melewati
batas toksik (0,72 pppm), tetapi perlu pemantauan kadar Pb darah karyawan untuk
mendeteksi gejala dini keracunan Pb.4
5. Faktor individu
Keterangan dari faktor individu ini bisa kita lihat dengan jelas dari status kesehatan
fisik seperti riwayat alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat penyakit dahulu,
higiene diri baik di lingkungan kerja atau lingkungan rumah dan alat pelindung diri sewaktu
bekerja.
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Banyak faktor di luar lingkungan pekerjaan yang mempengaruhi kesehatan, jika
pasien adalah perokok aktif maka kebiasaan tersebut akan memperburuk kesehatannya dan
akan mudah sekali terserang oleh pajanan yang berbahaya.
Pasien juga perlu ditanya apakah memiliki pekerjaan sampingan atau hobi diluar
pekerjaan sehari-harinya. Hal ini penting untuk mencari hubungan sebab akibat dengan
keluhan yang dialaminya.
7. Diagnosis okupasi
Diagnosis okupasi merupakan tahap terakhir dimana penyakit yang dialami oleh pasien
disebabkan oleh pekerjaan nya atau tidak disebabkan oleh pekerjaan nya.
Pada kasus didapatkan seorang pasien laki-laki yang mengeluh pusing , ngantuk dan
lemas dalam 6 bulan terakhir. Pasien bekerja sebagai buruh pada sebuah pabrik baterai dan
sydah bekerja selama 5 tahun.
Dari hasil anamnesis, pasien hanya memiliki satu penyebab terjadi keluhan okupasi
yaitu pajanan kimiawi , hal ini didasari dari tidak ditemukannya penyebab-penyebab pajanan
fisik, biologi, ergonomic, maupun psiko-sosial. Pajanan kimiawi ini juga diperkuat dengan
riwayat tidak memakai alat pelinfung diri saat sedang bekerja, yang memungkinkan
meningkatnya resiko pasien terpajan timbal dari produksi baterai. Dari hasil pemeriksan
laboratorium didapati bahwa kadar hb 12mg/dL dan didapatkan kadar timbal 40
mikrogram/dL . Temuan ini menandakan bahawa ada peningkatan kadar timbal didalam
darah pasien yang memungkinkan munculnya keluhan-keluhan yang dialami.
Pengaruh dari faktor individu maupun faktor diluar pekerjaan juga tidak ditemukan,
hal ini menguatkan pengambilan diagnosis bahwa keluhan yang dialami oleh pasien
meruapakan intoksikasi timbal yang disebabkan oleh pekerjaannya.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan medikamentosa seperti:7
1. Pengobatan awal fase akut intoksikasi Pb ialah secara suportif, dan selanjutnya
harus dicegah pajanan lebih jauh. Serangan kejang diobati dengan diazepam,
keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan, edema otak diatasi
dengan manitol dan deksametason. Kadar Pb darah harus ditentukan sebelum
pengobatan dengan kelator.
2. Kelator harus diberikan pada pasien dengan gejala atau pada pasien dengan kadar
Pb darah melebihi 0,5 – 0,6 ppb. Tiga kelator yang biasa digunakan dalam
pengobatan intoksikasi Pb, kalsium disodium edetat (CaNa2EDTA),
dimerkapol dan D-penisilamin.
3. CaNa2EDTA diberikan dengan dosis 50 -75 mg/kgBB per hari dibagi dalam dua
kali pemberian secara IM yang dalam atau sebagai infus selama 5 hari berturut-
turut. Interval pemberian CaNa2EDTA dengan dimerkapol ialah 4 jam. Terapi
dengan CaNa2EDTA tidak boleh melebihi jumlah dosis 500 mg/kgBB.
4. Dimerkapol dengan dosis 4 mg/kgBB diberikan secara IM setiap 4 jam selama 48
jam, kemudian setiap 6 jam selama 48 jam berikutnya dan akhirnya setiap 6 – 12
jam selama 17 hari terakhir. Penisilamin efektif diberikan secara oral dan dapat
ditambahkan dalam rejimen pengobatan dengan dosis empat kali 250 mg sehari
selama 5 hari. Pada terapi jangka panjang tidak boleh melebihi 40 mg/kgBB per
hari.
Non medika mentosa: 7
1. Menjauhkan dari tempat pajanan. contoh : seperti di pindah kan bagian lain
atau di istirahatkan sampai kadar Pb darahnya turun.
2. Pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah
terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja contoh :
menggunakan masker berlapis tourmaline
3. Berikan edukasi pada pasien
9. Pencegahan
Santasi lingkungan kerja, terutama kebersihan kantin, dan perilaku makan yang sehat harus
diperhatikan. Untuk proses yang berpotensi menghasilkan debu atau fume timbal, perlu
disediakan alat pelindung pernapasan yang memadai. Menurut standar OSHA, program
pengawasan medis pada pekerja perlu dilaksanakan bila kadar timbal di lingkungan tempat
kerja 30 µg/m3 untuk lebih dari 30 hari/tahun. Program ini disertai juga pelaksanaan tindakan
berikut :1
1. Pemantauan biologis (kadar timbal dalam darah) pada masing – masing pekerja :
a. Dilakukan setiap 6 bulan bila kadar timbal <40 µg/dL.
b. Dilakukan setiap 2 bulan bila kadar timbal >40 µg/dL, sampai kadarnya
mencapai <40 µg/dL dalam 2 kali pemantauan secara berturut – turut.
c. Bila kadar timbal >40 µg/dL dan sudah tidak diperkenankan bekerja di tempat
pajanan maka pemantauan harus dilaksanakan setiap bulan.
2. Pemeriksaan medis
a. Dilakukan setiap tahun bila kadar timbal dalam darah >40 µg/dL.
b. Dilakukan setelah peninjauan lapangan bila kadar timbal dalam darah
mencapai >30 µg/m3.
c. Dilakukan sesegera mungkin bila seorang pekerja timbul tanda intoksikasi
timbal yang mencurigakan.
3. Tidak diperkenankan bekerja di tempat pajanan
a. Pekerja dengan kadar timbal >60 µg/dL, kecuali kadarnya yang terakhir masih
<40 µg/dL.
b. Pekerja dengan kadar timbal >50 µg/dL pada pemeriksaan terakhir selama tiga
kali berturut – turut atau lebih dari 6 bulan, kecuali kadarnya yang terakhir
masih <40 µg/dL. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja di tempat pajanan
bila kadar timbalnya mencapai <40 µg/dL dalam pemeriksaan selama dua kali
berturut – turut.
c. Pekerja yang memiliki kecenderungan gejala intoksikasi timbal yang
bertambah berat. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja di tempat pajanan
tidak semata – mata bergantung pada kadar timbal di darah, tetapi juga
bergantung pada pertimbangan hasil pemeriksaan medis yang menyeluruh,
Penutup
Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah yang tersedia dalam bentuk
biji logam. Peningkatan aktivitas manusia, seperti pertambangan, peleburan dan
penggunaan dalam bahan bakar minyak telah menyebabkan timbal menyebar di
lingkungan. Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang
bisa merusak kesehatan manusia. Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui
konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Timbal adalah logam
yang yang dapat merusak sistem syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang
untuk waktu yang lama. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dapat berupa pemberian
kalsium disodium edetat (CaNa2EDTA), dan pencegahan berupa menjauhkan dari pajanan
serta menggunakan alat pelindung diri.
Daftar Pustaka
1. Sumamur. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Edisi ke 2. Sagung
Seto,2014.h.332-5, 4561-4.
2. Harrianto Ridwan. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC,2009.h.16-19,50-62,72-5.
3. Budi F E. Juli 2012, “Strategi Penanggulangan Masalah Kesehatan Pada Industri
Accu”. Ejournal.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1033/1103. 18 Oktober
2014.
4. Agustina, H. Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3.Bogor : Departemen FMIPA
Biologi IPB; 2006
5. Mitchell, Kumar, Abbas. BS Dasar Patologis Penyakit. 7th ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006.h 255
6. Jejayaratman J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2010.h.3-
10,126-32, 140-4
7. Wiria M S. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Badan penerbit FKUI. Jakarta:
2011.h 844.