pbl 28 - Copy

25
Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Timbal Ryan Gustomo 102011209 Kelompok : E - 6 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Logam ditemukan ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, biji tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik atau organik yang umumnya kadar dalam tanah,air dan udara relatif rendah. Berbagai jenis aktivitas manusia dapat meningkatkan kadar ini. Masyarakat di kota besar dan berdiam dipinggir jalan dengan transportasi kendaraan bermotor yag padat serta di lingkungan industri adalah merupakan kelompok yang rentan terhadap pencemaran logam. Sampai saat ini, logam berat tidak menujukkan adanya fungsi fisiologis dalam tubuh manusia. Logam berat berpotensi menimbulkan resiko berat bagi kesehatan manusia. Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah yang tersedia dalam bentuk biji logam. Peningkatan aktivitas manusia, seperti pertambangan, peleburan dan penggunaan dalam bahan bakar minyak telah menyebabkan timbal menyebar di lingkungan. Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang bisa merusak kesehatan manusia. Sebagai salah satu negara

description

pbl 28 - Copy

Transcript of pbl 28 - Copy

Page 1: pbl 28 - Copy

Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Timbal

Ryan Gustomo

102011209

Kelompok : E - 6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Logam ditemukan ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, biji tambang,

tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik atau organik yang umumnya kadar dalam

tanah,air dan udara relatif rendah. Berbagai jenis aktivitas manusia dapat meningkatkan kadar

ini. Masyarakat di kota besar dan berdiam dipinggir jalan dengan transportasi kendaraan

bermotor yag padat serta di lingkungan industri adalah merupakan kelompok yang rentan

terhadap pencemaran logam. Sampai saat ini, logam berat tidak menujukkan adanya fungsi

fisiologis dalam tubuh manusia. Logam berat berpotensi menimbulkan resiko berat bagi

kesehatan manusia.

Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah yang tersedia dalam bentuk

biji logam. Peningkatan aktivitas manusia, seperti pertambangan, peleburan dan

penggunaan dalam bahan bakar minyak telah menyebabkan timbal menyebar di

lingkungan. Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang

bisa merusak kesehatan manusia. Sebagai salah satu negara berkembang indonesia

memiliki potensi yang besar untuk terkena keracunan timbal. Khususnya bagi pekerja

pabrik yang kurang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja nya dari aspek

K3. Oleh karena itu perlunya di berikan edukasi pada perusahaan pabrik dan para

pekerja dengan resisiko tinggi kontak, agar keracunan yang di sebabkan oleh timbal

dapat di kurangi, sehingga kesejahteraan baik pekerjaa dan perusahhan dapat tercapai.

Isi

1. Diagnosis klinis

Timah hitam (timbal) adalah logam berat yang berwarna kelabu yang meleleh pada

suhu 327°C. Timah hitam menguap pada suhu diatas 500°C dan bereaksi dengan udara

Page 2: pbl 28 - Copy

membentuk senyawa oksida timah hitam. Persenyawaan organometalik timbale yang paling

penting adalah tetra-etil timah hitam (TEL), tetra-metil timah hitam (TML) dan timah hitam

stearat. Keracunan timah hitam dalam perusahaan terjadi dalam dua bentuk yang mudah

sekali dibedakan : 1

Oleh karena timah hitam dan persenyawaan anorganis seperti putih timah hitam

(loodwit, leadwhite)

Oleh karena pengolahan persenyawaan organis timah hitam , khususnya tetra-etil-

timah hitam (TEM)

Dua bentuk keracunan timbal ini memiliki perbedaan sifat dan gejalanya. Keracunan

oleh timah hitam dan persenyawaan anorganisnya bersifat kronis dengan gejala-gejala kolik

usus, kelumpuhan saraf lengan-tangan dengan gejala wrist drop, basofil stippling, dan

anemia. Keracunan TEL biasanya bersifat akut dengan gejala insomnia, kerancuan pikiran,

delirium, dan mania1.

Keracunan oleh timah hitam dan persenyawaan anorganisnya, umumnya terjadi di

pabrik aki, percetakan yang menggunakan timah hitam, pabrik keramik, mengecat dengan

bahan cat persenyawaan timah hitam, pada pekerjaan vulkanisasi karet, pada pekerjaan

mengglazur gelas, menyolder, serta pembuatan kawat listrik, mainan anak-anak dari aliage

golam.1

a. Anamnesis

Untuk memperoleh anamnesis pekerjaan yang terarah maka pertanyaan harus difokuskan

pada hal – hal yang penting secara sistematik, dengan langkah – langkah sebagai berikut.

1. Memastikan kemunculan gejala dalam hubungannya dengan pekerjaan;2

a. Apakah gejala yang timbul membaik pada saat istirahat atau liburan ?

b. Apakah terdapat pekerja lain yang menderita gejala yang sama di lingkungan

kerja ?

c. Apakah terjadi pajanan debu, uap atau partikel – partikel zat kimia yang

beracun di lingkungan kerja ?

2. Pertanyaan kronologis tentang pekerjaan terdahulu sampai yang sekarang, mengenai:2

a. Deskripsi lingkungan tempat kerja

b. Informasi tentang bahan mentah yang dipakai, proses kerja, produk yang

dihasilkan serta tata cara penanganan limbah industri.

Page 3: pbl 28 - Copy

c. Lama bekerja di masing – masing tempat kerja

d. Deskripsi tugas dan dan jadwal waktu kerja/shift

e. Jumlah hari absen dan alasannya

f. Penggunaan alat perlindungan diri

g. Prosedur pemeriksaan fisik sebelum masuk kerja

h. Adanya pekerjaan lain disamping pekerjaan utama (misalnya kerja malam

hari)

3. Pertanyaan spesifik yang ada hubungannya dengan pajanan penyakit akibat kerja2

a. Pernah bekerja di tempat kerja yang bising / terlalu panas atau menggunakan

produk asbes / sinar radioaktif / alat yang menimbulkan vibrasi ?

b. Faktor stres di tempat kerja (jemu, konflik dengan atasan/bawahan / teman

kerja, dan lain – lain)

c. Pernah bertugas di bidang militer

d. Hobi (olahraga, berkebun, melukis, pekerjaan rumah tangga / pertukangan /

las)

e. Pekerjaan istri/suami

4. Riwayat reproduksi (riwayat abortus, jumlah anak, lahir mati, riwayat kehamilan

terdahulu, kesukaran pada saat melahirkan bayi, perubahan libido atau siklus

menstruasi)2

5. Riwayat kesehatan lingkungan2

6. Informasi mengenai industri lain di sekeliling tempat kerja (tingkat polusi lingkungan,

pajanan limbah industri / percikan zat beracun dari tempat lain)

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilaksanakan seperti pada penyakit umum lainnya, yaitu

pemeriksaan fisik secara umum tanda-tanda vital (TTV) berupa tekanan darah, suhu, denyut

nadi, dan frekuensi napas keadaan umum pasien, lihat bagaimana kesadarannya dan

menitikberatkan pada pemeriksaan sistem organ yang diperkirakan terpengaruh akibat

pajanan zat – zat kimia yang diduga menjadi etiologi penyakit akibat kerja, misalnya garis

timah hitam pada intoksikasi timah hitam, pembesaran hati akibat pajanan toluena, dan

pembesaran limpa karena intoksikasi bensin, kulit dapat terlihat pucat akibat anemia bisa

ditemukan pada penderita intoksikasi timbal. Pada pemeriksaan neurologis, intoksikasi timbal

sering kali ditunjukkan dengan lemahnya otot rangka.2

Page 4: pbl 28 - Copy

Hasil Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan tanda – tanda vital dalam batas normal, konjungtiva tidak anemis, dan

pemeriksaan fisik lain tidak ada kelainan.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk penyakit akibat kerja dapat dibagi menjadi

pemeriksaan laboratorium umum dan khusus.

Pemeriksaan laboratorium umum adalah : 2

- Pemeriksaan rutin darah dan urine, foto rontgen toraks, elektrokardiogram

(EKG)

- Pemeriksaan laboratorium nonspesifik akibat pemajanan, misalnya;

Pemeriksaan darah lengkap (MCH, MCHC, hitung retikulosit, dan lain

– lain) untuk indikasi pajanan terhadapzat hemotoksik.

Pemeriksaan fungsi hati (Bilirubin, SGOT, SGPT, dan lain – lain)

untuk indikasi pajanan terhadap zat hepatotoksik.

Pemeriksaaan fungsi paru (Volume tidal, dan lain – lain) untuk

indikasi terjadinya iritasi saluran pernapasan.

Delta aminolevulinic acid untuk indikasi pajanan terhadap intoksikasi

timah hitam.

Tes sputum untuk indikasi pajanan terhadap debu gergaji kayu.

Tes kekuatan untu indikasi pajanan terhadap aktivitas angkat beban.

Pemeriksaan laboratorium khusus meliputi : 2

- Pemeriksaan laboratorium spesifik akibat pajanan, misalnya:

a. Pemeriksaan kadar timah hitam darah untuk indikasi pajanan timah hitam

b. Analisis kadar asam hipurat dalam urine untuk indikasi pajanan toluena

c. Analisis kadar trikloroetilen dalam urine dan udara pernapasan untuk indikasi

pajanan trikloroetilen.

- Tes untuk suatu kelainan genetika dapat dilakukan dengan tes sensitivitas.

Pajanan zat toksik akibat pekerjaan dapat menstimulasi sensitivitas individu

dengan kelainan genetika tertentu, sehingga penyakit tertentu dapat timbul

dengan mudah hanya dengan pajanan yang minimal saja, misalnya:1

Page 5: pbl 28 - Copy

a. Penyakit paru obstruktif menahun (COPD) mudah terjangkit pada individu

dengan defisiensi serum alpha antitripsin herediter bila terpajan oleh zat

toksik iritan paru atau bahkan zat toksik yang bukan iritan paru.

b. Hipersensitivitas terhadap zat hemolitik pada defisiensi glukosa-6-fosfatase

(G-6-PD)

c. Hipersensitivitas terhadap pajanan nitrat pada defisiensi diaforase

d. Tes skrining imunologis untuk pajanan komponen organik

Perubahan kromosom

a. Pajanan bahaya kerja fisik atau kimia tertentu dapat menimbulkan kelainan

genetik, yang dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan genetik.

Nilai Pb

Nilai Pb dalam darah seorang pekerja pabrik yang sering terpapar oleh timbal

biasanya cukup tinggi dibanding yang tidak sering terpapar. Hal ini menjelaskan bahwa pada

ada dampak kesehatan yang terjadi secara nyata dari pajanan timbal pada tubuh manusia.

Paparan timbal ini dapat terjadi secara akut ataupun kronik dimana pada kasus akut biasa

seseorang mengalami keracunan dengan termakan atau terminum yang berbahan timbal. Pada

kasus kronis biasa berjalan sangat lambat dan biasanya ditandai dengan munculnya gejala

kelelahan, lesu dan iritabilasi. Kadar normal Pb pada orang dewasa adalah antara 5 - 15

μg/dL darah lengkap. Kadar nilai timbal (Pb) dapat memberikan efek pada manusia, yaitu :3

Terdapat nilai kategori yang terdapat pada orang dewasa :

Kadar Pb (µg/dL) Anak Dewasa

0 s/d 10 Penurunan kecerdasan

Gangg. Pertumbuhan

tulang

---

10 s/d 30 Gangg. Metab Vit D Gangg Sistolik Tek. Darah

Gangg Protoporphyrin eritrosit

30 s/d 50 Gangg. Sintesa Hb Gangg. SSP

Gangg. Ginjal

Infertilitas pada pria

Page 6: pbl 28 - Copy

50 s/d 100 Anemia

Gangg. Ginjal

Gangg. Otak & SSP

Anemia

Gangg. Sintesa Hb

100 Kematian Kematian

Tabel 1. Kadar nilai pb3

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan di laboratorium didapatkan kadar hemoglobin 12mg/dL dan kadar Pb

dalam darah 40µg/dL.

2. Pajanan yang dialami

Evaluasi Lingkungan Kerja1

Evaluasi lingkungan kerja harus dilakukan dilihat dari berbagai kondisi seperti

kondisi fisik, kondisi kimia, kondisi biologi dan kondisi ergonomi.

Kondisi fisik

- Memasang temperatur suhu untuk menjaga suhu ruangan

- Pengelompokan alat-alat berdasarkan fungsinya

- Adanya jalan-jalan atau gang yang bisa digunakan sebagai jalan darurat bila terjadi

kecelakaan

- Tempat kerja harus bersih dengan penerangan yang cukup

- Penetapan pengukuran kadar bahan-bahan kimia berbahaya dan kondisi fisik di

lingkungan kerja secara berkala

- Pengkondisian suhu lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi pekerja

Kondisi kimia

- Memasang sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat

- Menyediakan tempat penyimpanan yang aman untuk bahan kimia berbahaya

- Mengontorl kadar debu di tempat kerja

- Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia terutama untuk membersihkan

bahan-bahan korosif

- Bubuk yang tumpah harus diambil dengan alat penghisap vakum

Page 7: pbl 28 - Copy

Kondisi biologi

- Sanitasi lingkungan kerja yang memadai (tempat cuci tangan, ruangan makan)

- Ruang pertolongan pertama yang terletak di lingkungan kerja

- Terdapat fasilitas kesehatan

Ergonomi

- Memposisikan pekerja sesuai dengan keahliannya

- Peralatan disesuaikan dengan ukuran pekerja

- Menyediakan ruang oksigenasi

- Tersedianya waktu istirahat yang cukup

- Penempatan mesin-mesin dan alat-alat industri yang tepat

Pada pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah

terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja. Adapun alat-alat pelindung

diri yang digunakan, yaitu :2

- Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan

- Mata : Kacamata dari berbagai gelas

- Muka : Perisai muka

- Tangan dan jari : Sarung tangan

- Kaki : Sepatu

- Alat pernafasan : Respirator / masker khusus berlapis Tourmaline.

- Telinga : Sumbat telinga, tutup telinga

- Tubuh : Pakaian kerja dari berbagai bahan

Pajanan

Manusia senantiasa terpajan (exposed) logam berat dalam lingkungan hidupnya.

Dalam abad industri ini, penambangan secara besar-besaran telah menimbulkan penyakit-

kerja (occupational work) berupa keracunan berbagai logam toksik. Konstituen logam dalam

pestisida dan obat merupakan tambahan sumber pajanan logam yang berbahaya bagi

manusia. Pembakaran batu bara yang mengandung logam berat, tambahan Pb tetraetil pada

bensin, dan peningkatan penggunaan logam dalam industri menjadi sumber pencemaran

lingkungan dan penyebab utama keracunan logam berat. 4

Page 8: pbl 28 - Copy

Logam berat tidak mengalami metabolisme, tetap berada dalam tubuh dan

menyebabkan efek toksik dengan cara bergabung dengan suatu atau beberapa gugus ligan

yang essensial bagi fungsi fisiologis normal. Ligan ialah suatu molekul yang mengikat

molekul lain yang umumnya lebih besar. Ligan memberi atau menerima elektron untuk

membentuk ikatan kovalen, biasanya dengan logam. Antagonis logam berat, suatu kelator

(chelating agent) khusus dirancang untuk berkompetisi dengan ligan terhadap logam berat,

sehingga meningkatkan ekskresi logam dan mencegah atau menghilangkan efek toksiknya.

Keracunan timbal merupakan salah satu penyakit akibat kerja dan lingkungan yang

paling tua di seluruh dunia. Meskipun bahayanya telah diketahui, timbale tetap banyak

digunakan dalam perdagangan, termasuk dalam produksi aki, aloi logam, solder, kaca, plastic

dan keramik. Kira-kira 10% dari hasil tambang timbale digunakan untuk produksi Pb tetraetil,

yang ditambahkan pada bensin sebanyak 1mL/L bensin sebagai antiknock. Manusia terpajan

Pb terutama melalui makanan. Makanan dan minuman yang bersifat asam, seperti tomat, air

buah, minuman kola, air apel dan asinan dapat melarutkan Pb yang terdapat pada lapisan

mangkuk dan panci. Makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi dengan timbale,

akan memeberikan efek buruk bagi kesehatan manusia. Jumlah Pb yang dikonsumsi seorang

dewasa di Amerika Serikat rata-rata 0,1-2 mg. Namun demikian, sebagian besar toksisitas

nyata Pb diakibatkan oleh pajanan lingkungan dan industri.4

Kasus sporadis keracunan Pb bersumber dari Pb dalam mainan; debu di tempat latihan

menembak, pipa ledeng, pigmen cat para artis, abu dan asap dari pembakaran kayu yang

dicat, limbah tukang perhiasan/emas, industri rumah, baterai dan percetakan. Terdapat

banyak bukti yang menunjukkan bahwa timbale memiliki efek subklinis samar terhadap

fungsi neuro-kognitif dan tekanan darah pada kadar timbal darah yang dahulu dianggap

normal atau aman.

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Patofisiologi

Keracunan timbal adalah akumulasi timbal yang berlebihan di dalam darah. Timbal

yang diserap kira-kira 40% dari asap Pb oksida yang dihirup, diabsorbsi ke saluran

pernapasan. Di dalam aliran darah, sebagaian besar Pb diserap dalam bentuk ikatan dengan

eritrosit. Plasma darah berfungsi dalam mendistribusikan Pb dalam darah ke bagian syaraf,

ginjal, hati, kulit dan otot skeletal/rangka. Sebagian besar dengan keracunan timbal bersifat

asimtomatik. Gejala akut keracunan timbal umumnya tidak nyata sampai kadar timbalnya

Page 9: pbl 28 - Copy

mencapai 50 µg/dl atau lebih. Jumlah timbal berlebihan diserap dan akan ditimbun di dalam

tulang, jaringan lunak dan darah. Penyerapan oleh jaringan lunak menjadi masalah besar

karena dapat menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat (SSP) dan gagal ginjal reversibel.

Timbal dapat mengganggu enzim oksidase dan akibatnya menghambat sistem metabolisme

sel, salah satu di antaranya adalah menghambat sintesis Hb dalam sumsum tulang. Pb

menghambat enzim sulfidril untuk mengikat delta-amnolevulinik acid (ALA) menjadi

porprobilinogen, serta protoforfirin IX menjadi Hb. Hal ini menyebabkan anemia dan adanya

basofilik stipling dari eritrosit yang merupakan ciri khas dari keracunan Pb.5

Toksisitas Pb

Timbal bersifat kumulatif. Dengan waktu paruh timbal dalam sel darah merah adalah 35 hari,

dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan dalam tulang selama 30 hari.

Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah :

a. Sistem haemopoietik

Dimana Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga

menyebabkan anemia.

b. Sistem saraf

Dimana Pb dapat menyebabkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi,

kerusakan otak besar, dan delirium.

c. Sistem urinaria

Dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, lengkung henle, serta

menyebabkan aminosiduria.

d. Sistem pencernaan

Dimana Pb dapat menyebabkan kolik dan konstipasi.

e. Sistem kardiovaskular

Dimana Pb dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

f. Sistem reproduksi

Page 10: pbl 28 - Copy

Dimana Pb dapat menyebabkan keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio,

kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria.

g. Sistem endokrin

Dimana Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal.

h. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.

Paparan Pb dosis tinggi mengakibatkan kadar Pb darah mencapai 80 µg/dL pada

orang dewasa dan 70 µg/dL pada anak-anak sehingga terjadi ensefalopati, kerusakan arteriol

dan kapiler , edeme otak, meningkatkanya tekanan zalir serebrospinal, degenerasi neuron,

serta perkembangbiakan sel glia yang disertai dengan munculnya ataksia, koma, kejang-

kejang, dan hiperaktivitas.

Kandungan Pb dalam darah berkorelasi dengan tingkat kecerdasan manusia. Semakin

tinggi kadar Pb dalam darah, semakin rendah poin IQ. Apabila dalam darah ditemukan kadar

Pb sebanyak tiga kali batas normal (intake normal sekitar 0,3 mg/hari), maka akan terjadi

penurunan kecerdasan intelektual.

Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan,

kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral. Logam Pb tidak dibutuhkan

oleh tubuh manusia sehingga bila makanan atau minuman tercemar Pb dikonsumsi, maka

tubuh akan mengeluarkannya. Sebagian kecil Pb diekskresikan melalui urin atau feses karena

sebagian terikat oleh protein dan sebagian lainnya lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku,

jaringan lemak, dan rambut 4

Manifestasi klinis

Sebagian besar yang menderita keracunan timbal bersifat asimtomatik dan keadaan

keracunan tersebut dapat terdeteksi selama dilakukan skrining rutin. Gejala yang tampak

dengan naiknya kadar timbal adalah :6

1. Anoreksia

2. Konstipasi atau diare

3. Iritabilitas

4. Mual dan muntah

5. Nyeri abdomen atau kolik

6. Malaise

Page 11: pbl 28 - Copy

7. Sistem sensoris hanya sedikit mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering

ditemukan pada anak-anak.

8. Gejala keracunan ini pada sistem jantung dan peredaran darah berupa anemia,

hipertensi dan nefritis, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ).5

Klasifikasi

Keracunan akut

Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja yang

pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit

setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya.

Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau

inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa

terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan

yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah

berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang

merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja

penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi.

Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan

vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga

menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot

drop). 6

Keracunan subakut

Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis

kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih

menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan

ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi

penampilan yag gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem

pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram.

Periode fatal : 1-3 hari. 6

Keracunan kronis

Page 12: pbl 28 - Copy

Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan

akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam

bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit

industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat

huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya

dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m 3 , atau 0,007

mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang

minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan

menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis

dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik,

mempengaruhi fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif

yang dapat muncul kemudian.6

4. Intensitas pajanan

Epidemiologi

Timbal terdapat dalam lingkungan karena terdapat di alam dan digunakan dalam

industri. Kasus sporadis keracunan Pb bersumber dari Pb dalam mainan, debu ditempat

latihan menembak, pipa ledeng, pigmen cat, abu dan asap dari pembakaran kayu yang dicat,

limbah industri rumah, baterai / aki, dan percetakan. Keracunan pada anak cukup sering

karena termakannya serpihan cat yang berasal dari bangunan tua atau karena kebiasaan

menggerogoti lis dan kerangka jendela yang dicat. Cat mengandung Pb karbonat dan Pb

oksida sebanyak 5 – 40%. Asosiasi standar Amerika dalam tahun 1995 menentukan bahwa

cat mainan, perabot rumah tangga, dan interior tempat tinggal tidak boleh mengandung lebih

dari 1 %. 4

Pemajanan Pb di tempat kerja di Amerika telah berkurang selama 50 tahun terakhir

karena adanya peraturan dan program tepat guna di bidang pengawasan medis. Pajanan Pb

paling tinggi ialah di tempat peleburan Pb, karena asap dan debu yang mengandung Pb

oksida. Pekerja di pabrik aki menghadapi resiko serupa. Dari suatu penelitian yang dilakukan

di Indonesia kadar Pb darah karyawan pabrik aki kurang dari 0,699 ppm belum melewati

batas toksik (0,72 pppm), tetapi perlu pemantauan kadar Pb darah karyawan untuk

mendeteksi gejala dini keracunan Pb.4

5. Faktor individu

Page 13: pbl 28 - Copy

Keterangan dari faktor individu ini bisa kita lihat dengan jelas dari status kesehatan

fisik seperti riwayat alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat penyakit dahulu,

higiene diri baik di lingkungan kerja atau lingkungan rumah dan alat pelindung diri sewaktu

bekerja.

6. Faktor lain di luar pekerjaan

Banyak faktor di luar lingkungan pekerjaan yang mempengaruhi kesehatan, jika

pasien adalah perokok aktif maka kebiasaan tersebut akan memperburuk kesehatannya dan

akan mudah sekali terserang oleh pajanan yang berbahaya.

Pasien juga perlu ditanya apakah memiliki pekerjaan sampingan atau hobi diluar

pekerjaan sehari-harinya. Hal ini penting untuk mencari hubungan sebab akibat dengan

keluhan yang dialaminya.

7. Diagnosis okupasi

Diagnosis okupasi merupakan tahap terakhir dimana penyakit yang dialami oleh pasien

disebabkan oleh pekerjaan nya atau tidak disebabkan oleh pekerjaan nya.

Pada kasus didapatkan seorang pasien laki-laki yang mengeluh pusing , ngantuk dan

lemas dalam 6 bulan terakhir. Pasien bekerja sebagai buruh pada sebuah pabrik baterai dan

sydah bekerja selama 5 tahun.

Dari hasil anamnesis, pasien hanya memiliki satu penyebab terjadi keluhan okupasi

yaitu pajanan kimiawi , hal ini didasari dari tidak ditemukannya penyebab-penyebab pajanan

fisik, biologi, ergonomic, maupun psiko-sosial. Pajanan kimiawi ini juga diperkuat dengan

riwayat tidak memakai alat pelinfung diri saat sedang bekerja, yang memungkinkan

meningkatnya resiko pasien terpajan timbal dari produksi baterai. Dari hasil pemeriksan

laboratorium didapati bahwa kadar hb 12mg/dL dan didapatkan kadar timbal 40

mikrogram/dL . Temuan ini menandakan bahawa ada peningkatan kadar timbal didalam

darah pasien yang memungkinkan munculnya keluhan-keluhan yang dialami.

Pengaruh dari faktor individu maupun faktor diluar pekerjaan juga tidak ditemukan,

hal ini menguatkan pengambilan diagnosis bahwa keluhan yang dialami oleh pasien

meruapakan intoksikasi timbal yang disebabkan oleh pekerjaannya.

Page 14: pbl 28 - Copy

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan medikamentosa seperti:7

1. Pengobatan awal fase akut intoksikasi Pb ialah secara suportif, dan selanjutnya

harus dicegah pajanan lebih jauh. Serangan kejang diobati dengan diazepam,

keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan, edema otak diatasi

dengan manitol dan deksametason. Kadar Pb darah harus ditentukan sebelum

pengobatan dengan kelator.

2. Kelator harus diberikan pada pasien dengan gejala atau pada pasien dengan kadar

Pb darah melebihi 0,5 – 0,6 ppb. Tiga kelator yang biasa digunakan dalam

pengobatan intoksikasi Pb, kalsium disodium edetat (CaNa2EDTA),

dimerkapol dan D-penisilamin.

3. CaNa2EDTA diberikan dengan dosis 50 -75 mg/kgBB per hari dibagi dalam dua

kali pemberian secara IM yang dalam atau sebagai infus selama 5 hari berturut-

turut. Interval pemberian CaNa2EDTA dengan dimerkapol ialah 4 jam. Terapi

dengan CaNa2EDTA tidak boleh melebihi jumlah dosis 500 mg/kgBB.

4. Dimerkapol dengan dosis 4 mg/kgBB diberikan secara IM setiap 4 jam selama 48

jam, kemudian setiap 6 jam selama 48 jam berikutnya dan akhirnya setiap 6 – 12

jam selama 17 hari terakhir. Penisilamin efektif diberikan secara oral dan dapat

ditambahkan dalam rejimen pengobatan dengan dosis empat kali 250 mg sehari

selama 5 hari. Pada terapi jangka panjang tidak boleh melebihi 40 mg/kgBB per

hari.

Non medika mentosa: 7

1. Menjauhkan dari tempat pajanan. contoh : seperti di pindah kan bagian lain

atau di istirahatkan sampai kadar Pb darahnya turun.

2. Pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah

terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja contoh :

menggunakan masker berlapis tourmaline

3. Berikan edukasi pada pasien

9. Pencegahan

Santasi lingkungan kerja, terutama kebersihan kantin, dan perilaku makan yang sehat harus

diperhatikan. Untuk proses yang berpotensi menghasilkan debu atau fume timbal, perlu

Page 15: pbl 28 - Copy

disediakan alat pelindung pernapasan yang memadai. Menurut standar OSHA, program

pengawasan medis pada pekerja perlu dilaksanakan bila kadar timbal di lingkungan tempat

kerja 30 µg/m3 untuk lebih dari 30 hari/tahun. Program ini disertai juga pelaksanaan tindakan

berikut :1

1. Pemantauan biologis (kadar timbal dalam darah) pada masing – masing pekerja :

a. Dilakukan setiap 6 bulan bila kadar timbal <40 µg/dL.

b. Dilakukan setiap 2 bulan bila kadar timbal >40 µg/dL, sampai kadarnya

mencapai <40 µg/dL dalam 2 kali pemantauan secara berturut – turut.

c. Bila kadar timbal >40 µg/dL dan sudah tidak diperkenankan bekerja di tempat

pajanan maka pemantauan harus dilaksanakan setiap bulan.

2. Pemeriksaan medis

a. Dilakukan setiap tahun bila kadar timbal dalam darah >40 µg/dL.

b. Dilakukan setelah peninjauan lapangan bila kadar timbal dalam darah

mencapai >30 µg/m3.

c. Dilakukan sesegera mungkin bila seorang pekerja timbul tanda intoksikasi

timbal yang mencurigakan.

3. Tidak diperkenankan bekerja di tempat pajanan

a. Pekerja dengan kadar timbal >60 µg/dL, kecuali kadarnya yang terakhir masih

<40 µg/dL.

b. Pekerja dengan kadar timbal >50 µg/dL pada pemeriksaan terakhir selama tiga

kali berturut – turut atau lebih dari 6 bulan, kecuali kadarnya yang terakhir

masih <40 µg/dL. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja di tempat pajanan

bila kadar timbalnya mencapai <40 µg/dL dalam pemeriksaan selama dua kali

berturut – turut.

c. Pekerja yang memiliki kecenderungan gejala intoksikasi timbal yang

bertambah berat. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja di tempat pajanan

tidak semata – mata bergantung pada kadar timbal di darah, tetapi juga

bergantung pada pertimbangan hasil pemeriksaan medis yang menyeluruh,

Page 16: pbl 28 - Copy

Penutup

Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah yang tersedia dalam bentuk

biji logam. Peningkatan aktivitas manusia, seperti pertambangan, peleburan dan

penggunaan dalam bahan bakar minyak telah menyebabkan timbal menyebar di

lingkungan. Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang

bisa merusak kesehatan manusia. Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui

konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Timbal adalah logam

yang yang dapat merusak sistem syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang

untuk waktu yang lama. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dapat berupa pemberian

kalsium disodium edetat (CaNa2EDTA), dan pencegahan berupa menjauhkan dari pajanan

serta menggunakan alat pelindung diri.

Daftar Pustaka

1. Sumamur. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Edisi ke 2. Sagung

Seto,2014.h.332-5, 4561-4.

2. Harrianto Ridwan. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC,2009.h.16-19,50-62,72-5.

3. Budi F E. Juli 2012, “Strategi Penanggulangan Masalah Kesehatan Pada Industri

Accu”. Ejournal.

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1033/1103. 18 Oktober

2014.

4. Agustina, H. Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3.Bogor : Departemen FMIPA

Biologi IPB; 2006

5. Mitchell, Kumar, Abbas. BS Dasar Patologis Penyakit. 7th ed. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2006.h 255

6. Jejayaratman J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2010.h.3-

10,126-32, 140-4

7. Wiria M S. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Badan penerbit FKUI. Jakarta:

2011.h 844.