MAKALAH PATOFISIOLOGI
-
Upload
asep-ekas-somantri -
Category
Documents
-
view
346 -
download
0
description
Transcript of MAKALAH PATOFISIOLOGI
MAKALAH PATOFISIOLOGI
“Sepsis”
Disusun Oleh :
Silvia Andreas 260110100082
Asep Ekas Somantri 260110110005
Riska Nurul Haque 260110100006
Yuli Nurbaeti 260110110009
Yeni Nuraeni 160110110010
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
SEPSIS
I. Definisi dan Terminologi
Sepsis adalah sindrom klinis yang disebabkan respon inflamasi terhadap
infeksi. Sepsis merupakan salah satu penyebab kematianan terbesar di USA
sehingga penatalaksanaan yang baik sesuai dengan pedoman SSC diperlukan
untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Sepsis didefinisikan sebagai
respon tubuh terhadap infeksi. Istilahah lainnya, sepsis adalah sindrom klinis
yang berasal dari respon inflamasi terhadap infeksi. Dalam klinis, sepsis di
diagnosis bila adanya infeksi nyata atau curiga infeksi dengan respon sistemik
yang disebut Systemic Infl ammatory Response Syndrome (SIRS). Sesuai dengan
North American Consensus Conference tahun 1991, SIRS didefinisikan dengan
adanya paling sedikit 2 dari gejala dibawah ini :
1. Suhu >38OC atau < 36OC
2. HR > 90x/m
3. RR > 20x/m (PaCO2 < 30 torr)
4. Lekosit >12.000 atau < 3000/mm3
Sepsis merupakan penyakit yang umum di perawatan intensif dimana hampir
1/3 pasien yang masuk ICU adalah sepsis. Sepsis merupakan satu di antara
sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat. Angka kejadian sepsis
meningkat secara bermakna dalam dekade lalu. Telah dilaporkan angka kejadian
sepsis meningkat dari 82,7 menjadi 240,4 pasien per 100.000 populasi antara
tahun 1979 – 2000 di Amerika Serikat dimana kejadian Severe sepsis berkisar
antara 51 dan 95 pasien per 100.000 populasi.Dalam waktu yang bersamaan
angka kematian sepsis turun dari 27,8% menjadi 17,9%. Jenis kelamin, penyakit
kronis, keadaan imunosupresi, infeksi HIV dan keganasan merupakan faktor
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis. Beberapa kondisi tertentu
seperti gangguan organ secara progresif, infeksi nosokomial dan umur yang
lanjut juga berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian. Angka kematian
syok sepsis berkurang dari 61,6% menjadi 53,1%. Turunnya angka kematiaan
yang diamati selama dekade ini dapat disebabkan karena adanya kemajuan dalam
perawatan dan menghindari komplikasi iatrogenik. Seperti contoh
pengembangan protokol protocol earry goal resuscitation tidak bertujuan untuk
mencapai target supranormal untuk curah jantung dan pengangkutan oksigen.
Sejak 2002 The Surviving Sepsis Campaign telah diperkenalkan dengan tujuan
awal meningkatkan kesadaran dokter tentang mortalitas Severe sepsis dan
memperbaiki hasil pengobatan. Hal ini dilanjutkan untuk menghasilkan
perubahan dalam standar pelayanan yang akhirnya dapat menurunkan angka
kematianan secara bermakna. Severe sepsis berhubungan dengan adanya sepsis
dan satu atau lebih gangguan organ. Syok sepsis didiagnosis dengan adanya
Severe sepsis dan adanya gagal sirkulasi akut walaupun telah dilakukan resusitasi
cairan (Pudjiastuti, 2008).
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks. Hal tersebut
dapat ditandai dengan menurunnya kadar limfosit dalam sirkulasi sistemik
sebagai respon terhadap faktor-faktor proinflamasi. Overproduksi sitokin
inflamasi akan menyebabkan aktivasi respon sistemik terutama pada paru-paru,
hati, ginjal, usus, dan organ lainnya sehingga dapat terjadi apoptosis, nekrosis
jaringan, Multi Organ Dysfunction (MOD), syok septik, serta kematian.
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses
inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap
rangsangan produk mikroorganisme. Sepsis merupakan puncak dari interaksi
yang kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi,
dan respon koagulasi (Hotchkiss et al, 1999). Sepsis pada luka didefinasikan
sebagai suatu kondisi di mana dijumpai bakteri 10⁵ atau lebih pergram jaringan.
Bakteri tersebut menginvasi ke jaringan sekitar secara progresif yang kemudian
berkembang menjadi reaksi sistemik (Moenadjat, 2001).
Baik respon imun maupun karakteristik infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan tingkat
morbiditas pada sepsis. Sepsis dengan kegagalan fungsi organ primer terjadi
ketika respon tubuh terhadap infeksi tidak cukup kuat. Permasalahan sepsis yang
paling besar terletak pada karakteristik dari mikroorganisme, seperti beratnya
infeksi yang diakibatkannya serta adanya superantigen maupun agen toksik
lainnya yang resisten terhadap antibodi maupun fagositosis (Russell, 2006).
II. Epidemiologi
Penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
menyebutkan bahwa berdasarkan umur, proporsi bayi dengan sepsis yang
berumur 0-7 hari adalah 77,2% sedangkan yang berumur > 7 hari adalah 22,8%.
Berdasarkan jenis kelamin, proporsi bayi laki-laki dengan sepsis adalah 61,4%
sedangkan bayi perempuan adalah 38,6%. Menurut Jumah, dkk tahun 2007 di
Iraq terdapat 22 bayi yang berumur < 7 hari (62,9%) meninggal akibat sepsis,
dan terdapat 31 bayi yang berumur 7-28 hari (36,5%) meninggal akibat sepsis.
Di Amerika Utara sepsis terjadi pada 3 kasus dari 1000 populasi yang
diartikan 750.000 penderita per tahun. Angka mortalitas sepsis mencapai 30%
dan bertambah pada usia tua 40% dan penderita sepsis syok mencapai 50%.
Meskipun selalu terjadi perkembangan antibiotic dan terapi perawatan intensif,
sepsis menimbulkan angka kematian yang tinggi di hampir semua ICU. Sindrom
sepsis mulai dari Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) sampai
sepsis yang berat (disfungsi organ yang akut) dan syok sepsis (sepsis yang berat
ditambah dengan hipotensi yang tak membaik dengan resusitasi cairan).
III. Etiologi
Sepsis bisa disebabkan oleh bakteri Gram negatif atau Gram positif dan
fungi atau mikroorgnisme lainnya. Eschericia coli adalah patogen paling umum
yang diisolasi dari sepsis, patogen Gram negatif lainnya termasuk
Klebsiella sp., Serratia sp., Enterobacter sp. dan Proteus sp. Pseudomonas
aeruginosa adalah penyebab fatal paling umum dari sepsis. Patogen Gram positif
yang umum ditemukan termasuk Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus pneumoniae, dan Enterococcus faecalis (Dipiro et al.,
2011).
IV. Prognosis
Prognosis sepsis tergantung pada usia, riwayat kesehatan sebelumnya, status
kesehatan secara keseluruhan, seberapa cepat diagnosis dibuat, dan jenis
organisme yang menyebabkan sepsis. Sepsis sering mengancam kehidupan,
terutama pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah atau jangka panjang
(kronis) penyakit.
Prognosis dari pasien-pasien dengan sepsis dihubungkan ke keparahan atau
stadium dari sepsis serta ke keadaan kesehatan yang mendasarinya dari pasien.
Contohnya, pasien-pasien dengan sepsis dan tidak ada tanda-tanda yang terus
menerus dari gagal organ pada saat diagnosis mempunyai kira-kira 15%-30%
angka kematian. Pasien-pasien dengan sepsis yang parah atau septic shock
mempunyai angka kematian dari kira-kira 40%-60%. Bayi-bayi yang baru lahir
dan pasien-pasien anak-anak dengan sepsis mempunyai kira-kira 9%-36% angka
kematian. Penyelidik-penyelidik telah mengembangkan scoring system (MEDS
score) berdasarkan pada gejala-gejala pasien untuk menaksir prognosis.
Ada sejumlah besar komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi dengan
sepsis. Komplikasi-komplikasi berhubungan dengan tipe dari infeksi awal
(contonya, pada infeksi paru dengan sepsis, komplikasi yang potensial mungkin
adalah keperluan untuk dukungan pernafasan) dan keparahan dari sepsis
(contohnya, septic shock yang berhubungan dengan infeksi anggota tubuh yang
dapat memerlukan amputasi anggota tubuh). Sebagai konsekuensi, setiap pasien
kemungkinan mempunyai potensi untuk komplikasi yang berhubungan dengan
sumber sepsis. Pada umumnya, komplikasi-komplikasi disebabkan oleh
disfungsi, kerusakan disebabkan oleh penurunan aliran darah ke organ-organ
vital seperti otak, jantung, dan ginjal mungkin memerlukan waktu untuk
memperbaiki., atau kehilangan organ.
Tingkat kematian keseluruhan dari sepsis adalah sekitar 40%. Penting untuk
diingat bahwa prognosis juga tergantung pada keterlambatan dalam diagnosis
dan pengobatan. Semakin cepat pasien dengan sepsis didiagnosa dan dirawat,
lebih baik pronosisnya dan lebih sedikit komplikasi-komplikasinya dan akan
semakin baik hasilnya.
V. Patofisiologi
Fokus patofisiologi pada sepsis Gram negatif adalah komponen
lipopolisakarida (endotoksin) dari dinding sel Gram negatif. Lipid A adalah
bagian dari molekul endotoksin yang sangat imunoreaktif dan berperan untuk
kebanyakan efek toksik. Endotoksin pertama dihubungkan dengan protein
plasma yang disebut protein pengikat-lipopolisakarida. Kompleks ini lalu menuju
ke reseptor spesifik (CD14) di permukaan makrofag, lalu mengaktifkannya dan
menyebabkan pelepasan mediator inflamasi (Dipiro et al., 2011).
Sepsis melibatkan interaksi yang kompleks dari proinflamatori (seperti,
tumor necrosis factor α [TNF α], interleukin [IL]1, IL-6) dan mediator anti
inflamasi (seperti antagonis IL-1, IL-4, dan IL-10). IL-8, faktor pengaktivasi
platelet, dan sejumlah prostaglandin, leukotriene, dan tromboksan juga penting
peranannya. Setelah mulainya sepsis sering terjadi ketidakseimbangan sitokin
inflamasi, yang menyebabkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS),
diikuti oleh compensatory antiinflammatory response syndrome (CARS) (Dipiro
et al., 2011).
Mekanisme cedera primer pada sepsis adalah melalui sel endotelial. Dengan
inflamasi, sel endotelial memberi jalan untuk sel-sel di sirkulasi (seperti
granulosit) dan kandungan plasma untuk memasuki jaringan yang meradang,
yang bisa menyebabkan kerusakan organ. Sebagai tambahan, sel endotelial bisa
menyebabkan vasodilatasi melalui produksi nitric oxide. Endotoksin
mengaktifkan komplemen, yang lalu memperkuat respon inflamasi melalui
stimulasi kemotaksis leukosit, fagositosis, dan pelepasan enzim lisosom,
peningkatan daya rekat platelet dan agregasi, dan produksi radikal superoxide
dari toksin. Prokoagulan dan antifibrinolitik juga merupakan mekanisme
inflamasi pada sepsis. Jumlah protein C--senyawa fibrinolitik dan anti inflamasi--
yang teraktivasi menurun saat sepsis (Dipiro et al., 2011).
Syok adalah komplikasi paling hebat yang dihubungkan dengan sepsis gram
negatif. Komplikasi penting lainnya adalah disseminated intravascular
coagulation (DIC) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Efek
hemodinamik dari sepsis pada keadaan hiperdinamik dicirikan dengan tingginya
curah jantung dan kelainan rendahnya tahanan vaskular sistemik. Sepsis
menyebabkan syok yang menyebar yang dicirikan dengan peningkatan aliran
darah yang tidak sesuai ke jaringan tertentu, dengan kebutuhan oksigen
independen (Japardi, 2002).
Shock sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (dengu ehemorrhagic fever, herpes viruses),
protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan
adalah pseudomonas, disusul oleh staphilococcus dan pneumococcus. Shock
sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan
gram positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).
VI. Tanda dan Gejala
Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang dicurigai
(biasanya bakteri) dan mempunyai paling sedikit dua dari persoalan-persoalan
berikut:
- denyut jantung yang meningkat (tachycardia),
- temperatur yang tinggi (demam) atau temperatur yang rendah (hypothermia),
- pernapasan yang cepat (>20 napas per menit atau tingkat PaCO2 yang
berkurang),
- atau jumlah sel darah putih yang tinggi, rendah, atau terdiri dari >10% sel-sel
band.
Pada kebanyakan kasus-kasus, agak mudah untuk memastikan denyut jantung
(menghitung nadi per menit), demam atau hypothermia dengan thermometer, dan
untuk menghitung napas-napas per menit bahkan di rumah. Akan tetapi, lebih
sulit untuk membuktikan sumber infeksi, jika orangnya mempunyai gejala-gejala
infeksi seperti batuk yang produktif, atau disuria, atau demam-demam, atau luka
dengan nanah, adalah agak mudah untuk mencurigai bahwa seseorang dengan
infeksi mungkin mempunyai sepsis. Bagaimanapun, penentuan dari jumlah sel
darah putih dan PaCO2 biasanya dilakukan oleh laboratorium. Pada kebanyakan
kasus-kasus, diagnosis yang definitif dari sepsis dibuat oleh dokter dalam
hubungan dengan tes-tes laboratorium.
Beberapa tanda dan gejala sepsis lainnya yaitu seperti garis-garis merah atau
alur-alur merah pada kulit. Bagaimanapun, alur-alur ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan peradangan lokal pada pembuluh-pembuluh darah lokal
atau pembuluh-pembuluh limfa (limphangitis). Alur-alur atau garis-garis merah
adalah mengkhawatirkan karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran
infeksi yang dapat berakibat pada sepsis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Keracunan Darah (Sepsis). Tersedia di
http://www.totalkesehatananda.com/sepsis5.html [21 Maret 2014]
Anonim. 2008. Tanda-Tanda atau Gejala-Gejala Sepsis (Keracunan Darah). Tersedia
di : http://www.totalkesehatananda.com/sepsis3.html [diakses tanggal 25
Maret 2014].
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Balentine, Jerry R. 2014. Sepsis (Blood Infection). Available online at
http://www.emedicinehealth.com/sepsis_blood_infection/page9_em.html [21
Maret 2014]
Dipiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells and L.M. Posey. 2011.
Pharmacotherapy : A Pathophsyologic Approach. 8th Edition. New York :
McGraw-Hill Companies.
Guntur HA. 2008. SIRS, SEPSIS dan SYOK SEPTIK (Imunologi, Diagnosis dan
Penatalaksanaan). Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Herald H Napitupulu.2010.Sepsis. Tersedia di http://www.google.com/url?sa=
t&rct=j&q=definisi
%20sepsis.pdf&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCQQFjAA&
url=http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/majacc/article/download/
163/16 [diakses tanggal 19 Maret 2014].
Hotchkiss RS, Swanson PE, Freeman BD, Tinsley KW, Cobb JP and Matuschak
GM., et al. 1999. Apoptotic cell death in patients with sepsis, shock dan
multiple organ dysfunction. Crit Care Med 27:1230-1251
Japardi, Isakandar. 2002. Manifestasi NeurologikShock Sepsis. Tersedia online di
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf
[Diakses pada tanggal 22 Maret 2014].
Moenadjat. 2001. Infeksi Antibiotika pada Luka Bakar. Luka Bakar: Pengetahuan
Klinis Praktis Edisi 2. FK-UI : 42
Pudjiastuti.2008. Imunoglobulin Intravena pada Anak dan Bayi dengan Sepsis.
Kumpulan Makalah. National Symposium: the 2nd Indonesian Sepsis Forum.
Surakarta.
Root, Jacobs. Septicemia And Septic Shock, In Principles O Finternal Medicine. 12th
edition. New York: McGraw Hill, 1991:502-507