Makalah Paru

39
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertamakali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran- ukiran pada dinding candi Borobudur. 1 Tuberculosis menurut Laporan dari WHO pada tahun 1992 menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting di dunia. Pada Tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC karena pada sebagian besar negara didunia, penyakit TBC tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidah berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of Tuberculosis, Guidelines of National Programme 1997). 4 Di negara-negara berkembang kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang 75% penderita TBc adalah kelompok usia produktif (15- 50 tahun). 6 Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga pendudiuk dunia, dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB Lung Tuberculosis | 1

Transcript of Makalah Paru

Page 1: Makalah Paru

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium

tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertamakali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit

tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad

hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lesi

tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia,

yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur.1

Tuberculosis menurut Laporan dari WHO pada tahun 1992 menjadi salah satu

masalah kesehatan yang penting di dunia. Pada Tahun 1993, WHO mencanangkan

kedaruratan global penyakit TBC karena pada sebagian besar negara didunia, penyakit TBC

tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidah berhasil disembuhkan,

terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi

sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of

Tuberculosis, Guidelines of National Programme 1997).4 Di negara-negara berkembang

kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah.

Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang 75% penderita TBc adalah

kelompok usia produktif (15- 50 tahun).6

Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga pendudiuk dunia, dan

menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara, kurang lebih

sekitar 33% yang terjadi di dunia. Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan

penderita TBC akan meningkat. Hal ini dapat terlihat salah satu contohnya dengan adanya

angka kejadian TB di afrika yang meningkat yaitu dari 250 menjadi 400 kasus per 100.000

penduduk.2 Kematian wanita karena TBC lebih banyak dari pada kematian karena

kehamilan, persalinan dan nifas (WHO). Laporan oleh WHO pada tahun 2004, kematian

akibat TB sekitar 8000 setiap harinya, dan kurang lebih sekitar 2-3 juta setiap tahunnya.

angka terbanyak berada pada benua Afrika dengan angka kematian sebesar 85 kasus per

100.000 orang.3

Negara berkembang seperti Indonesia sendiri, penyakit TBC ini merupakan masalah

utama kesehatan masyarakat, pada tahun 1995, hasil survei kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomer tiga (3)

Lung Tuberculosis | 1

Page 2: Makalah Paru

setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok

usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. Pada tahun 1999, WHO

memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian karena TBC

sekitar 140.000 secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130

penderita baru TBC paru BTA positif.2

Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit

tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang

dapat dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering

tidak mempunyai korelasi yang baik.1 Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis

paru merupakan penyakit paru yang besar (great imitator), yang mempunyai diagnosis

banding hampir pada semua penyakit dada dan banyak penyakit lain yang mempunyai

gejala umum berupa kelelahan dan panas.6

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara mengenali dan mendiagnosa Tuberculosis Paru?

Bagaimana pengobatan dan penatalaksanaan Tuberculosis Paru?

1.3 Tujuan

Mengetahui cara mengenali dan mendiagnosa Tuberculosis Paru?

Mengetahui cara pengobatan dan penatalaksanaan Tuberculosis Paru?

Lung Tuberculosis | 2

Page 3: Makalah Paru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, khas ditandai dengan terjadinya pembentukan granuloma dan nekrosis. Infeksi

ini paling sering mengenai paru, akan tetapi dapat juga meluas mengenai organ-organ

tertentu. Cara penularan TB paru dapat terjadi secara langsung melalui percikan dahak yang

mengandung kuman TB, terisap oleh orang sehat melalui jalan napas dan kemudian

berkembang biak di paru. Dapat juga terjadi secara tidak langsung bila dahak yang

dibatukkan penderita ke lantai atau tanah kemudian mengering dan menyatu dengan debu,

lalu beterbangan di udara; bila terisap orang sehat akan dapat menjadi sakit. Berdasarkan

cara-cara penularan ini, TB paru juga dimasukkan dalam golongan airbone disease.1

2. Patogenesa

Bakteri Mikobakterium tuberkulosa adalah bakteri intra-seluler, sama seperti bakteri

lain seperti : Mikobakterium Leprae, Salmonella enterica, Chlamydia trachomata, Chlamydia

pneumonia, Mikobakterium avium/intracellulare, Rickettsia, Legionella pneumophilla, Listeria

monocytogenes.3 Bakteri ini hidup didalam sel host, hampir sepanjang hidupnya, umumnya

bakteri-bakteri ini punya toksisitas rendah. Karena letaknya intra-seluler, maka patogen-

patogen ini terhindar dari imunitas humoral. Namun, bagaimanapun juga, selama hidup

intra-seluler tersebut, protein mokrobial diproses dan peptida-peptida hasil proses tersebut

dipresentasikan (oleh Antigen Presenting Cell, diperankan oleh Makrofag), dalam kontek

MHC molekul, untuk selanjutnya akan mengaktivasi T-cell Limfosit untuk memulai

membentuk imunitas seluler spesifik. Jadi, acquired resistance terhadap dan patogenesis

dari infeksi bakteri intra-seluler ini sangat tergantung pada T-Limfosit. Akhir-akhir ini, ada

kemungkinan bukan saja jenis CD4, tapi juga CD8 punya andil dalam Acquired resisitance

ini.2

Hampir semua bakteri intra-seluler masuk kedalam tubuh lewat mukosa, dan entry

masuknya bakteri diawali oleh adhesi ke sel epitel mukosa. Patogen-patogen yang “air

borne” seperti Tb dan Legionella masuk lewat Paru, yang “food borne” seperti Salmonella

Lung Tuberculosis | 3

Page 4: Makalah Paru

dan Listeria lewat mukosa usus, sedangkan Rickettsia masuk langsung kedalam darah

lewat gigitan insektisida. Setelah adhesi, bakteri akan lewati lapisan epitel baik secara aktif

menginduksi trancytosis (endo dan ekso-cytosis) lewat epitel sel ataupun secara pasif

masuk ke fagositosis.2

Patogenesis terjadinya penyakit TB Paru

Lung Tuberculosis | 4Control the Primary Infection in most situation5% : Progressive5-10% : initially controlled—fail later time---endogenous reactivation

DROPLET NUCLEI (M.TB)

Alveolar Space(dependent lower half of the

lung)

Primary focus of infection (localized process)

Alveolar Mo belum

siap Multiply M.TB or Destroyed

M.TB

Alveolar Mo terinfeksi

Natural Killer Cells dan T Cells

IL-12 Destroyed M.TB

(Retard local

infection)

control

uncontrol

M.TB Menyebar ke KGB Lokal lwt pembuluh limfe

M.TB Menyebar ke Organ jauh lwt pembuluh darah (ke Extra Pulmonary Site, seperti Bones,

Meningens, Kidney, Apical segment)

Naiv CD4+TCELL

Anti-TB CD4+TCELL

IL-2 : CYTOTOXIC T LYMPHOCYTE functionSECRETION IFN

Class II MHC

Page 5: Makalah Paru

Infeksi primer terjadi pada orang yang belum pernah kontak/ekspose dengan kuman

Tb. Droplet nuklei yang masuk kedalam Paru bisa terhindar dari pertahanan mukosilier

bronkus karena kecilnya, dan mampu mencapai alveoli. Di Alveoli, kuman segera akan

berhadapan dengan sel-sel pertahanan tubuh, yaitu Alveolar Macrophage (Alveolar Mo).2

Pada awal masuknya kuman M TB, fagositosis oleh Alveolar Mo yang tidak

berpengalaman, mungkin mampu menghancurkan kuman, sehingga infeksi bisa dihentikan

beberapa saat atau seterusnya. Tetapi umumnya kuman tidak mati, bahkan mampu hidup

dan bermultiplikasi dalam Mo, sehingga menghancurkan Mo. Fokus infeksi awal ini disebut

sebagai Fokus primer (Ghon’s focus). Kuman Tb kemudian menyebar lewat pembuluh limfe

(sehingga terjadi Limfangitis), ke kelenjar getah bening regional (di hilus) sehingga terjadi

Limfadenitis. Fokus primer, Limfangitis dan Limfadenitis tersebut disebut sebagai Kompleks

Primer. Alveolar Mo yang terinfeksi akan mengkoordinasikan pertahanan non spesifik

dengan mensekresi IL-12, yang mampu mengaktifkan Natural Killer Cell dan /δ T Cell

untuk bersama-sama mengontrol dan menghentikan infeksi lokal tersebut. Pada saat yang

bersamaan, maka Alveolar Mo juga mulai membangkitkan pertahanan yang spesifik

dengan mempresentasikan antigen kuman M TB kepada CD4+ T Cell, yang akan menjadi

ANTI-TB CD4+ T Cell. Jadi, Respon imun Non Spesifik : dijalankan oleh Alveolar Mo,

Natural Killer Cell, dan δ T Cell.2

Respon imun Spesifik : (Specific Anti TB Cell Mediated Immunity = T Helper Cell

Immunity) dikoordinasikan oleh Anti-TB CD4+ T Cell, lewat 2 jalan yaitu : pertama

mensekresi IL-2 yang berguna untuk meningkatkan fungsi cytotoxic T Lymphocyte, yang

selanjutnya akan mampu menghancurkan sel-sel lain yang terinfeksi kuman TB secara

langsung, dan kedua dengan mensekresi IFN , yang mampu menggalakkan Mo yang

belum terinfeksi untuk mematikan kuman TB secara efisien.2

Respon imun Spesifik ini pada kebanyakan kasus, mampu mengontrol Infeksi Primer. Hanya

sekitar 5% kasus menjadi progresif, dan sekitar 5-10% yang semula terkontrol menjadi

tidak terkontrol/aktif kembali dikemudian hari (= endogenous reactivation).3

Onset respon imun spesifik terjadi beberapa minggu setelah infeksi, bersamaan

dengan terjadinya casseous necrosis ditempat primer sites, dan terJadinya Delayed type

Hypersensitivity. Respons Cytotoxic T-Lymphocyte adalah bersifat bacteriostatic hanya

terhadap M Tb, dan tidak menghasilkan imunitas. Priming Alveolar Mo yang terjadi setelah

Lung Tuberculosis | 5

Page 6: Makalah Paru

4-6 minggu adalah pertahanan pokok utama untuk mengontrol dan mengeradikasi infeksi

primer.2

Progressive Pulmonary TB ditandai khas oleh adanya: 1. Liquefaction of the solid caseous

core; 2. Extracellular proliferation M Tb yang banyak; 3.Extensive localized tissue necrosis

akibat reaksi Cytotoxic T Cell dengan antigen M Tb yang banyak; 4.Pembentukan Cavity

akibat Tubercle wall rupture; 5. Bronkopneumonia karena aspirasi bahan-2 kaseosa.2

Bagaiman Reaktivasi endogen bisa terjadi? Sebenarnya masih belum jelas. Para

ahli memperkirakan akibat turunnya Imunitas cell mediated lokal secara graduil atau

akut. Pada individu yang Immuno-competent, maka reaktivasi lokal akan dihambat oleh

respon cell mediated yang baik, sehingga mampu membatasi penyebaran sistemik.

Sebaliknya, pada individu yang Imuno-compromised (misal pada pasien infeksi HIV),

respon Cell mediated tidak mampu membatasi atau bahkan mungkin tidak ada respon,

sehingga reaktivasi endogen akan meluas sistemik secara ekstensif, bahkan miliari.3

Penderita-2 yang memiliki kondisi yang berhubungan dengan abnormalitas pada Cell

Mediated Immunity-nya, mempunyai resiko untuk terjadinya Progressive Primary

Infection atau Reaktivasi endogen. Pada penderita HIV +, limfosit darah perifer

mensekresi hanya sedikit IFN saat respon terhadap antigen M Tb. Meskipun demikian,

Progresi dan reaktivasi bisa juga terjadi pada individu normal. Penyebabnya mungkin karena

faktor virulensi kuman yang tinggi ( telah dibuktikan pada penelitian-2 hewan), atau lebih

penting lagi adalah karena beda genetik dari sistem imun penderita. IL-12 sangat penting

dan diperlukan untuk development Cell Mediated Immunity, dan defek pada reseptor IL-12

dihubungkan dengan disseminated M Tb infection yang terjadi setelah vaksinasi BCG. TNF-

α bertanggug jawab terhadap pembentukan Granuloma dan juga produksi Reactive Nitrogen

Intermediate yang diperlukan untuk membunuh kuman intraseluler. High rates of active Tb

terjadi setelah pemberian Anti-TNF-α antibody.

IFN-α diperlukan untuk produksi TNF-α oleh Mo, dan genetic absence dari IFN receptor

dihubungkan dengan Disseminated non Tb mycobacterial infection pada manusia.2

3. Klasifikasi

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan suatu

definisi kasus yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe penderita.

Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus yaitu 5:

1. Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru;

2. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung : BTA positif atau BTA Negatif;

Lung Tuberculosis | 6

Page 7: Makalah Paru

3. Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati;

4. Tingkat keparahan penyakit ringan atau berat.

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan, untuk menetapkan

paduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak , TBC Paru dibagi dalam 4:

1) Tuberkulosis Paru BTA Positif

Sekurang-kurang 2 dari 3 Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menujukkan

gambar tuberkulosis aktif

Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada

menunjukkan gambar tuberkulosis aktif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan biakan M.

Tuberculosis positif

TBC paru BTA Negatif, Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakit nya , yaitu bentuk berat dan ringan.

Bentuk berat bila gambar foto rontgen dada memperlihatkan gambar kerusakan paru

yang luas ( misalnya proses “ far advanced “ atau millier ) dan/atau keadaan umum

penderita buruk.

Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura selaput

otak, selaput jantung ( pericardium ), kelenjar lymfe, tulang persendian, kulit ,usus, ginjal,

saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain TBC ekstra paru dibagi

berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit yaitu 4:

a. TBC Ekstra Paru Ringan

Misalnya TBc kelenjar Limphe, Pleuritis eksudativa unilateral tulang ( kecuali tulang

belakang ), sendi , dan kelenjar adrenal.

b. TBC Ekstra Paru Berat

Misal : meningtis , millier, perikarditis, peritionitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang

belakang , TBC Usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

Catatan:

Yang dimaksud dengan TBC paru adalah TBC dari parenchyma paru, sebab itu TBC pada pleura atau

TBC, pada kelenjar hilus tanpa ada kelainan radiologis paru , dianggap sebagai penderita TBC ekstra

paru

Lung Tuberculosis | 7

Page 8: Makalah Paru

Bila seorang penderita TBC paru juga mempunyai TBC ekstra paru maka untuk kepentingan

pencatatan , penderita tersebut harus dicatat sebagai penderita TBC paru.

Bila seorang penderita ekstra paru pada beberapa organ maka dicatat sebagai TBC ekstra paru pada

organ yang penyakitnya paling berat.

Berdasar tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ada

beberapa tipe penderita yaitu,

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).2

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran

radiologi dicurigai lesi aktif atau perburukan dan ada gejala klinis maka kita memikirkan

kemungkinan lesi non TB atau TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis paru

yang berkompeten dalam menangani kasus TB.4

c. Pindahan (Transfer in)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu daerah dan kemudian

pindah berobat ke daerah lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat

rujukan /pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /pindah (Form TB 09 )4

d. Lalai ( Pengobatan setelah defaulted / drop-out )

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang I bulan dan berhanti 2 bulan

atau lebih , kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan

hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

e. Lain- lain:4

1. Gagal

Ada penderita BTA Positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada

akhir bulan ke 5 ( satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih).

Adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada

akhir bulan ke 2 pengobatan.

2. Bekas TB

Hasil BTA negatif dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif

atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap.

Gambaran radiologi meragukan dan telah mendapatkan pengobatan OAT 2 bulan

serta foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiolgi.

3. Kasus Kronis

Lung Tuberculosis | 8

Page 9: Makalah Paru

Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai

pengobatan ulang kategori 2

4. Gambaran Klinis

Diagnosis TB dapat ditegakkanberdasarkan gejala klnis, pemeriksaan fisis/jasmani,

pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.5

Penemuan penderita TBC dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka

penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.

Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh

petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

penderita cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding ( penemuan

penderita secara pasif dengan promosi yang aktif ). Selain itu semua kontak penderita TBC

Paru BTA positif, dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas

kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat

tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian.4

Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari

berturut-turut yaitu sewaktu, pagi, sewaktu ( SPS ).4

5. Manifestasi Klinis

Riwayat penyakit : 6

Gejala sudah timbul berapa lama

Sudah berobat atau belum.

Adakah kontak dengan penderita tuberkulosis paru di lingkungan keluarga,

pekerjaan atau kawan dekat.

Sudah pemah mendapat pengobatan obat-obat antituberkulosis

(OAT) atau belum, berapa lama dan berapa macam obat.

Adakah penyakit gula, sebab diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi

terjadinya penyakit tuberkulosis paru.

Penyakit tuberkulosis paru dapat timbul beberapa tahun kemudian setelah terjadi

efusi pleura.

Ada 2 golongan gejala pada penderita TB yaitu

1) Gejala sistemik (umum), berupa :

a) Demam

Lung Tuberculosis | 9

Page 10: Makalah Paru

Salah satu keluhan pertama penderita TB paru adalah demam seperti gejala

influenza. Biasanya demam dirasakan pada malam hari disertai dengan keringat malam,

kadang-kadang suhu badan dapat mencapai 40° 41° C. Serangan seperti influenza ini

bersifat hilang timbul, dimana ada masa pulih diikuti dengan se rangan berikutnya setelah 3

bulan, 6 bulan, 9 bulan (dikatakan sebagai multiplikasi 3 bulan).

b) Gejala yang tidak spesifik

TB paru adalah peradangan yang bersifat kronik, dapat ditemukan rasa tidak enak

badan (malaise), nafsu makan berkurang yang menyebabkan penurunan berat badan, sakit

kepala

dan badan pegal-pegal. Pada wanita kadang-kadang dapat dijumpai gangguan siklus haid.

2) Gejala respiratorik (paru), berupa :

a) Batuk

Pada awal teljadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan paru; batuk

baru akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari terangsangnya

bronkus, bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan, batuk berubah menjadi

produktif karena diperlukan untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan.

Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen.

b) Batuk darah

Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah; berat atau ringan nya batuk darah

tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah ini tidak selalu

terjadi pada setiap TB paru, kadang-kadang merupakan suatu tanda perluasan proses TB

paru. Batuk darah tidak selalu ada sangkut pautnya dengan terdapatnya kavitas pada paru.

c) Sesak napas

Sesak napas akan terjadi akibat luasnya kerusakan jaringan paru, didapatkan pada

penyakit paru yang sudah lanjut. Sedangkan pada penyakit yang baru tidak akan dijumpai

gejala ini.

d) Nyeri dada

Biasanya terjadi bila sistem saraf terkena, dapat bersifat lokal atau pleuritik, hal ini

tidak selalu didapatkan.

6. Pemeriksaan fisis dan Penunjang4

Pemeriksaan fisis/jasmani

Pemeriksaan jasmani pada paru hanya memberi keterangan tentang kelainan

struktural pada tempat tersebut. Pemeriksaan ini sama sekali tidak memberi keterangan

tentang etiologinya. Namun demikan, ada beberapa pegangan untuk menduga

Lung Tuberculosis | 10

Page 11: Makalah Paru

kemungkinan etiologi penyakit. Misalnya ada kelainan pemeriksaan jasmani di bagian atas

paru, maka kita akan menduga suatu tuberkulosis paru, sebab penyakit ini sering bersarang

di puncak paru.

Tergantung dari luasnya dan kelainan struktural jaringan paru yang diakibatkan oleh

penyakitnya, maka tanda-tanda kelainan pemeriksaan jasmani dapat berupa infiltrat (redup,

bronkial, ronki basah dan sebagainya), fibrosis (penarikan trakea, paru dan sebagainya),

adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan saluran bronkus (hipersonor/timpani,

amforik). Tanda dan gejala tuberkulosis paru didapatkan pada 90% penderita dengan BTA

positif. Penderita dengan BTA negatif hanya 50% menunjukkan gejala. Kadang-kadang

demam yang tidak diketahui sebabnya, merupakan satu-satunya tanda atau gejala

tuberkulosis paru. WHO menyebutkan empat gejala kardinal, yaitu batuk-batuk lebih dari 3

minggu, batuk darah, nyeri dada dan panas.1

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan pada paru ialah foto toraks

PA dan lateral, sedangkan foto top lordotik, oblik, tomogram dan floroskopi dikerjakan atas

indikasi. 3

Crofton mengemukakan beberapa karakteristik radiologik pada TB paru 5

Bayangan lesi terutama pada lapangan atas paru

Bayangan berawan atau berbercak

Terdapat kavitas tunggal atau banyak

Terdapat kalsifikasi

Lesi bilateral terutama bila terdapt pada lapangan alas paru

Bayangan abnormal menetap pada foto toraks ulang setelah beberapa minggu.

Letak lesi pada orang dewasa biasanya pada segmen apikal dan posterior lobus atas,

segmen posterior lobus bawah, meskipun dapat juga mengenai semua segmen, seperti

lobus inferior atau di daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi

masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak seperti

awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila diliputi oleh jaringan ikat maka seperti bulatan

tegas, hal ini disebut tuberkuloma.6

Rasmin menyatakan bahwa gambaran radiologik TB paru tidak memperlihatkan

hanya satu bentuk sarang saja, akan tetapi dapat terlihat berbagai bentuk sarang secara

bersamaan sekaligus yang merupakan bentuk khas TB paru. Adapun bentuk sarang yang

dijumpai pada kelainan radiologik adalah : sarang dini/sarang minimal, kavitas non sklerotik,

kavitas sklerotik, keadaan penyebaran penyakit yang sudah lanjut. Kelainan radiologik foto

Lung Tuberculosis | 11

Page 12: Makalah Paru

toraks hendaklah dinilai secara teliti, karena TB paru dapat memberikan semua bentuk

abnormal pada pemeriksaan radiologik dan dikenal dengan istilah” great imitator”

Pemeriksaan khusus yang kadang juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk

melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan ini

umumnya dilakukan bila pasien menjalani pembedahan paru.4

Pemeriksaan BTA

Penemuan basil tahan asam (BTA) dalam sputum, mempunyai arti yang sangat

penting dalam menegakkan diagnosis TB paru, namun kadang-kadang tidak mudah untuk

menemukan BTA tersebut. Pemeriksaan ini sangat spesifik, namun tidak sensitif. Hanya

30–70% saja dari penderita tuberkulosis paru yang dapat didiagnosis secara bakteriologik.

Hal ini disebabkan oleh karena untuk mendapatkan hasil yang positif, dibutuhkan

sekurangkurangnya 5000 batang/ml dahak. BTA baru dapat ditemukan dalam sputum, bila

bronkus sudah terlibat, sehingga sekret yang dikeluarkan melalui bronkus akan

mengandung BTA. Pemeriksaan mikroskopik langsung dengan BTA (-), bukan berarti tidak

ditemukan Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab, dalam hal penting sekali peranan

hasil biakan kuman. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan basil bakteriologik negatif

adalah: 4

Belum terlibatnya bronkus dalam proses penyakit, terutama pada awal sakit,

Terlalu sedikitnya kuman di dalam sputum akibat dari cara pengambilan bahan yang

tidak adekuat,

Cara pemeriksaan bahan yang tidak adekuat,

Pengaruh pengobatan dengan OAT, terutama rifampisin.

Bila diagnosis TB paru semata-mata berdasarkan pada ditemukannya BTA dalam sputum,

maka sangat banyak TB paru yang terlewat tanpa pengobatan. Sedangkan justru pada TB

paru yang baru dengan sputum BTA (-) dan belum menular pada orang lain, paling mudah

diobati dan disembuhkan sempurna.1

Pemeriksaan uji tuberkulin (Mantoux)

Pemeriksaan uji tuberkulin merupakan prosedur diagnostik paling penting pada TB

paru anak, kadang-kadang merupakan satu-satunya bukti adanya infeksi Mycobacterium

tuberculosis. Sedangkan pada orang dewasa, terutama di daerah dengan prevalensi TB

paru masih tinggi seperti Indonesia sensitivitasnya rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian

Handoko dkk terhadap penderita TB paru dewasa yang menyimpulkan bahwa reaksi

uji tuberkulin tidak mempunyai arti diagnostik, hanya sebagai alat bantu diagnostik saja,

sehingga uji tuberkulin ini jarang dipakai untuk diagnosis kecuali pada keadaan tertentu, di

Lung Tuberculosis | 12

Page 13: Makalah Paru

mana sukar untuk menegakkan diagnosis. Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin

berkurang (negatif palsu) yakni:5

Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan TB

Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)

Penyakit eksantematousdengan panas yang akut (Morbili, Cacar)

Reaksi hipersensitif menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)

Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obatan immunosupresi lainnya

Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

Pemeriksaan laboratorium penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dapat menunjang untuk mendiagnosis TB paru dan

kadang-kadang juga dapat untuk mengikuti perjalanan penyakit yaitu 3

Laju Endap Darah (LED)

Jumlah Leukosit

Hitung jenis Leukosit.

Dalam keadaan aktif/eksaserbasi, leukosit agak meninggi dengan geseran ke kiri dan

limfosit di bawah nilai normal, laju endap darah meningkat. Dalam keadaan

regresi/menyembuh, leukosit kembali normal dengan limfosit nilainya lebih tinggi dari nilai

normal, laju endap darah akan menurun kembali.

7. Terapi4

Tujuan dari pengobatan TB adalah Menyembuhkan penderita, Mencegah kematian,

Mencegah kekambuhan, dan Menurunkan tingkat penularan.6

a) Isoniasid ( H )

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman

dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap kuman dalam

keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang,Dosis harian yang

dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan

dengan dosis 10 mg/kg BB.

b) Rifampisin ( R )

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister ) yang tidak

dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk mengobatan harian

maupun intermiten 3 kal seminggu.

c) Pirasinamid ( Z )

Lung Tuberculosis | 13

Page 14: Makalah Paru

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana

asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten

3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

d) Streptomisin ( S )

Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita berumur

sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih

diberikan 0,50 gr/hari.

e) Etambulol ( E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg/BB.

7.1 Prinsip Pengobatan4

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister)

dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal,

sebaiknya pada saat perut kosong. Aapabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat

(jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman

kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan penderita menelan obot , pengobatan

perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh

seorang pengawas Menelan Obat (PMO ) Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu

tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif

Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi

langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama rifampisin .

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya penderita menular

menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA

positif menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.

Pengawasan Ketet dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya

kekebalan obat.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam

jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Lung Tuberculosis | 14

Page 15: Makalah Paru

7.2 Panduan Pengobatan OAT

WHO dan IUATLD ( Internatioal Union Against Tuberculosis and lung Disease ) me-

rekomendasikan paduan OAT Standar, yaitu :

Kategori 1 : 2HRZE / 4 H3R3 , 2HRZE / 4 HR , 2HrZE / 6 HE

Kategori 2 : 2HRZES / HRZE /5H3R3E3 , 2HRZES / HRZE / 5HRE

Kategori 3 : 2HRZ / 4H3R3 , 2 HRZ / 4 HR , HRZ / 6 HE

Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT 4

Kategori -1 ( 2HRZE / 4H3R3 )

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E)

Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZE ). Kemudian diteruskan

dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid (H) danRifampisin (R) diberikan tiga kali

dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru TBC Paru BTA Positif

Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan

Penderita TBC Ekstra Paru berat.

Kategori –2 ( 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 )

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid (H),

Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari . Setelah itu diteruskan

dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam

seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita

selesai menelanobat.

Obat ini diberikan untuk :

Penderita kambuh ( relaps )

Penderita Gagal ( failure )

Penderita dengan Pengobatan setelah lalai ( after defaulted )

Kategori –3 ( 2HRZ / 4H3R3 )

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZ ) diteruskan

dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu ( 4H3R3 ).

Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe ( limfadenitis ) pleuritis

eksudativa unilateral TBC kulit , tbc tulang ( kecuali tulang belakang ) sendi dan

kelenjar aderenal.

OAT Sisipan ( HRZE ) 2

Lung Tuberculosis | 15

Page 16: Makalah Paru

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori

1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak

masih BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan.

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk

memudahkam pemberian obat dan menjamin kelangsungan ( kontinuitas ) pengobatan

sampai selesai satu (1) paket untuk satu ( 1) penderita dalam satu (1) masa pengobatan.

7.3 Efek Samping OBAT ANTI TUBERKULOSIS ( OAT )

Sebagian besar penderita TBC dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.

Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karene itu pemantauan

kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Pemantauan efek samping obat dilakukan dengan cara:

Menjelaskan kepada penderita tanda-tanda efek samping

Menanyakan adanya gejala efek sampang pada waktu penderita mengambil OAT

Efek Samping OAT

Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam

kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus segera dirujuk

ke UPK spesialistik

Efek Samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak

gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obat simptomatik atau obat

sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama

pengobatan dalam hal ini pemberian OAT dapat diteruskan.

a) Isoniasid ( INH )

Efek samping berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5 %

penderita. Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus membaik. Bila tanda-

tanda hepatitisnya berat maka penderita harus dirujuk ke UPK spesialistik.

Efek samping INH yang ringan dapat berupa :

Tanda-tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan ,dan nyeri otot atau gangguan

kesadaran. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin (Vitamin B6

dengan dosis 5–10 mg perhari atau dengan vitamin B Kompleks)

Kelainan yang menyerupai defisiensi piridoksin (Syndroma pellagra)

Kelainan kulit yang bervariasi, antara lain gatal-gatal.

Bila terjadi efek samping ini pemberian OAT dapat diteruskan sesuai dosis.

Lung Tuberculosis | 16

Page 17: Makalah Paru

b) Rifampisin

Rifampisin bila diberikan sesuai dosis yang dianjurkan , jarang menyebabkan efek

samping , terutama pada pemakaian terus menerus setiap hari. Salah satu efek samping,

terutama pada pemakaian teru menerus setiap hari. Salah satu efek samping berat dari

rifampisin adalah Hepatitis. Walaupun ini sangat jarang terjadi Alkoholisme. Penyakit hati

yang pernah ada, atau pemakaian obat-obat hepatotoksis yang lain secara bersana akan

meningkatkan risiko terjadinga hepatitis. Bila terjadi ikterik (kuning) maka pengobatan perlu

dihentikan, Bila hepatitisnya sudah hilang /sembuh pemberian rifampisin dapat diulang lagi.

(a) Efek samping Rifampisin yang berat tapi terjadi adalah :

Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas, kadang-kadang disertai

dengan kolaps atau renjatan (Syok). Penderita ini perlu dirujuk ke UPK spesialistik

karena memerlukan perawatan darurat.

Purpura, anemia haemolitik yang akut , syok dan gagal ginjal bila salah satu dari

gejala ini terjadi, Rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi

meskipun gejalanya sudah menghilang, sebaiknya segera dirujuk ke UPK spesialistik

(b) Efek samping Rifampisin yang ringan adalah :

Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Sindrom flu berupa demam, menggigil , nyeri tulang

Sindrom perut berupa nyeri perut , mual, muntah, kadang-kadang diare.

Efek Samping ringan sering terjadi pada saat pemberian berkala dan dapat sembuh sendiri

atau hanya memerlukan pengobatan simtomatik, Rifampisin dapat menyebabkan warna

merah pada urin, keringat , air mata, air liur. Hasil ini harus diberitahukan kepada penderita

agar penderita tidak jadi khawatir, warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme

obat dan tidak berbahaya.

c) Pirasinamid

Efek samping utama dari penggunaan pirasinamid adalah hepatitis. Juga dapat

terjadi nyeri sendi dan kadang–kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout yang

kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi danpenimbunan asam urat kadang-kadang

terjadi reaksi hipersensitas misalnya demam, mual kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

d) Streptomisin

Efek samping utama dari streptomisin adalah kerusakkan syaraf kedelapan yang

berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran, Risiko efek samping tersebut akan

Lung Tuberculosis | 17

Page 18: Makalah Paru

meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.

Kerusakan alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda

telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat

dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi dengan 0,25 gr jika

pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap

( kehilangan keseimbangan dan tuli ) . Risiko ini terutama akan meningkat pada penderita

dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Reaksi hipersensitas kadang-kadang terjadi berupa

demam yang timbul tiba-tiba disertai dengan sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit

hentikan pengobatan dan segera rujuk penderita ke UPK spesialistik.

Efek samping sementara dan ringan misalnya reaksi setempat pada bekas suntikan ,

rasa kesemutan pada sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera

setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu (jarang terjadi) maka dosis dapat dikurangi

dengan 0,25 gr stoptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh

diberikan pada wanit hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin,

e) Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya

ketajaman Penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian

keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai.

Efek samping jarang terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB per hari atau 30 mg/kg BB

yang diberikan tiga (3) kali seminggu. Setiap penderita yang menerima etambutol harus

diingatkan bahwabila terjadi gejala-gejala gangguan penglihatan supaya segera dilakukan

pemeriksaan mata. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu

setelah obat dihentikan. Karena risiko kerusakan okuler sulit dideteksi pada anak-anak,

maka etambutol sebaiknya tidak diberikan pada anak.

7.4 Pemantauan Pengobatan 4

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan

pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis . Pemeriksaan dahak secara mikroskopis

lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan

pengobatan.

Laju Endap Darah (LED) tidak dapat dipakai untuk memantau kemajuan pengobatan.

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen sebanyak dua

kali sewaktu dan pagi ) hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut

negatif bila salah satu spesimen positif, maka hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut

Lung Tuberculosis | 18

Page 19: Makalah Paru

dinyatakan positif. Pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan pengobatan

dilakukan pada :

a) Akhir tahap Intensif

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 2 pengobatan penderita baru BTA

positif dengan kategori 1 atau seminggu sebelum akhir bulan ke 3 pengobatan ulang

penderita BTA positif dengan kategori 2. Pemeriksaan dahak pada akhir tahap intensif

dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi konversi dahak yaitu perubahan dari BTA

positif menjadi negatif.

> Pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori –1 :

Akhir bulan ke 2 pengobatan sebagian besar ( seharusnya > 80 % ) dari penderita

Dahak nya sudah BTA negatif ( konversi ) . Penderita ini dapat meneruskan pengobatan

dengan tahap lanjutan. Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 hasilnya masih

BTA positif, pengobatan diteruskan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Setelah paket

sisipan satu bulan selesai , dahak diperiksa kembali , Pengobatan tahap lanjutan tetap

diberikan meskipun hasil pemeriksaan ulang dahak BTA masih tetap positif.

> Pengobatan ulang penderita BTA positif dengan kategori –2 :

Jika pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 3 masih positif, tahap intensif

harus diteruskan lagi selama 1 bulan dengan OAT sisipan , Setelah satu bulan diberi sisipan

dahak diperiksa kembali.Pengobatan tahap lanjutan tetap diberikan meskipun hasil

pemeriksaan dahak ulang BTA masih positif. Bila hasil uji kepekaan obat menunjukan

bahwa kuman sudah resisten tehadap 2 atau lebih jenis OAT,maka penderita tersebut

dirujuk ke unit pelayanan spesialistik yang dapat menangani kasus resisten . Bila tidak

mungkin , maka pengobatan dengan tahap lanjutan diteruskan sampai selesai.

> Pengobatan penderita BTAnegatif rontgen positif dengan kategori 3 ( ringan ) atau

kategori 1 ( berat ) :

Penderita TBC paru BTA negatif , rontgen positif , baik dengan pengobatan kategori

3 ( ringan ) atau kategori 1 (berat) tetap dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada akhir

bulan ke 2 . Bila hasil pemeriksaan ulang dahak BTA positif maka ada 2 kemungkinan:

1. Suatu kekeliruan pada pemeriksaan pertama ( pada saat diagnsis sebenarnya adalah

BTA positif tapi dilaporkan sebagai BTA negatif ). 3

2. Penderita berobat tidak teratur

Seorang penderita yang diagnosa sebagai penderita BTA negatif dan diobati dengan

kategori 3 yang hasil pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 adalah BTA positif

Lung Tuberculosis | 19

Page 20: Makalah Paru

harus didaftar kembali sebagai penderita gagal BTA positif dan mendapat pengobatan

dengan kategori 2 mulai dari awal.

Bila pemeriksaan ulang dahak akhir tahap intensif pada penderita baru dan penderita

pengobatan ulang BTA positif , dahak menjadi BTA negatif pengobatan diteruskan ketahap

lamjutan. Bila pada pemeriksaan ulang dahak akhir pada tahap akhir intensif penderita BTA

negatif Rontgen positif dahak menjadi BTA positif, penderita dianggap gagal dan dimulai

pengobatan dari permulaan dengan kategori 2.

b) Sebulan sebelum akhir pengobatan

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan penderita baru BTA positif

dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan ulang menderita

BTA positif dengan kategori 2

c) Akhir pengobatan

Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 6 pengobatan pada penderita baru BTA positif

dengan kategori 1 , atau seminggu sebelum akhir bulan ke 8 pengobatan ulang BTA positif ,

dengan kategori 2. Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan

akhir pengobatan ( AP) bertujuan untuk menilai hasil pengobatan ( “ Sembuh atau gagal “)

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatan secara

lengkap dan pemeriksaan ulang dahak ( follow up paling sedikit 2 ( dua ) kali berturut-turut

hasilnya negatif ( yaitu pada AP dan / atau sebulan Ap , dan pada satu pemeriksaan follow –

up sebelumnya ).

Contoh :

Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP) , pada

sebulan sebelum AP, dan pada akhir intensif

Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada akhit intensif ( pada

penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum

AP tidak diketahui hasilnya.

Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada setelah sisipan

( pada penderita yang mendapat sisipan ) meskipun pemeriksaan ulang dahak pada

sebulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya,

Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada

akhir intensif ( pada penderita tanpa sisipan ), meskipun pemeriksaan ulang dahak

pada AP tidak diketahui hasilnya.

Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada

setelah sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan meskipun pemeriksaan ulang

dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.

Lung Tuberculosis | 20

Page 21: Makalah Paru

Bila penderita menyelesaikan pengobatan lengkap, tapi tidak ada hasilnya

pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut turut negatif , maka tidak dapat dinyatakan

"sembuh" tetapi dinyatakan sebagai "pengobatan lengkap".

Bila BTA masih positif pada sebulan sebelum AP, pendrita dinyatakan gagal dan

pengobatan nya diganti. Bila penderita gagalsetelah pengobatan dengan kategori 1

Pengobatan diganti dengan kategori 2 mulai dari awal. Bila penderita gagal setelah

pengobatan dengan katagori 2, penderita dianggap sebagai "kasus kronik" kalau

fasilitas

Laboratorium memungkinkan , dilakukan uji kepekaan atau penderita tersebut dirujuk

ke UPK spesialistik. Bila tidak mungkin kepada penderita diberikan tablet isoniasid

(INH) seumur hidup. 4

8. International Standard for Tuberculosis (ISTC)

Standar Internasional ini merupakan sebuah standar prosedur tatalaksana

tuberkulosis dalam proses diagnosis, pengobatan, kepatuhan berobat, peran pencegahan,

serta tatalaksana khusus TB dan HIV serta Hepatitis yang muncul bersamaan.

Penanganan TB atau diduga TB di manapun di dunia seharusnya sama, yaitu

diagnosis sedini mungkin, cepat dan akurat. Penerapan terapinya dilakukan dengan paduan

obat baku yang telah terbukti efektif bersama dengan terapi penunjang dan pengawasan

memadai serta pemantauan respon pengobatan ditambah tanggung jawab untuk melindungi

masyarakat dari risiko tertular penyakit.

STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

1. Setiap individu dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang tidak dapat

dipastikan penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

2. Semua pasien yang diduga penderita TB paru ( dewasa, remaja dan anak-anak yang

dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan sputum secara mikroskopis

minimal 2 kali di lab yang kualitasnya terjamin. Bila memungkinkan minimal 1 kali

pemeriksaan berasal dari sputum pagi hari

3. Semua pasien yang diduga tenderita TB ekstraparu ( dewasa, remaja dan anak ) harus

menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang dicurigai. Bila tersedia fasiliti

dan sumber daya, juga harus dilakukan biakan dan pemeriksaan histopatologi

Lung Tuberculosis | 21

Page 22: Makalah Paru

4. Semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan ke arah TB harus menjalani

pemeriksaan dahak secara mikrobiologi

5. Diagnosis TB paru, BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut : negatif paling kurang

pada 3(2) kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap dahak pagi hari), foto toraks

menunjukkan kelainan TB, tidak ada respons terhadap antibiotik spektrum luas (hindari

pemakaian flurokuinolon karena mempunyai efek melawan M.tb sehingga memperlihatkan

perbaikan sesaat). Bila ada fasiliti, pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan

biakan. Pada pasien dengan atau di duga HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan dan

jika bukti klinis sangat mendukung ke arah TB, pengobatan harus dimulai

6. Pada anak yang diduga menderita TB intratoraks (paru,pleura, KGB hilus/mediastinal )

sesuai dengan TB dan terdapat riwayat kontak atau uji tuberkulin/interferon gamma release

assay positif. Pada pasien demikian, bila ada fasiliti harus dilakukan pemeriksaan biakan

dari bahan yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi sputum.

STANDARD UNTUK PENGOBATAN

7. Setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan fungsi kesehatan

masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai tetapi juga dapat

memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan kasus-kasus yang tidak patuh

terhadap rejimen pengobatan. Dengan melakukan hal tersebut akan dapat menjamin

kepatuhan hingga pengobatan selesai

8. Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus diberikan

panduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang

biovaibilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri dari INH, rifampisin, pirazinamid dan

etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan

rifampisin yang selama 4 bulan.

Pemberian INH dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif untuk fase

lanjutan pada kasus yang keteraturannya tidak dapat dinilai tetapi terdapat angka kegagalan

dan kekambuhan yang tinggi dihubungkan dengan pemberian alternatif tersebut diatas

khususnya pada pasien HIV.

Lung Tuberculosis | 22

Page 23: Makalah Paru

9.Dosis obat antituberkulosis ini harus mengikuti rekomendasi internasional. Fixed dose

combination yang terdiri dari 2 obat yaitu INH dan rifampisin ,yang terdiri dari 3 obat yaitu

INH, rifampisin, pirazinamid dan yang terdiri dari 4 obat yaitu INH, rifampisin, pirazinamid

dan etambutol sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan pengawasan langsung saat

menelan obat.

Pengukuran ini dibuat khusus untuk keadaan masing-masing individu dan dapat diterima

baik oleh pasien maupun pemberi pelayanan. Pengukuran tersebut salah satunya termasuk

pengawasan langsung minum obat oleh PMO ( untuk TB dan jika memungkinkan untuk

HIV ) yang dapat diterima oleh pasien dan sistem kesehatan serta bertanggung jawab

kepada pasien dan sistem kesehatan.

10. Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien TB paru penilaian terbaik

adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2x) paling kurang pada saat menyelesaikan fase

awal (2 bulan), bulan kelima dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan BTA+ pada bulan

kelima pengobatan dianggap sebagai gagal terapi dan diberikan obat dengan modifikasi

yang tepat (sesuai standar 14 dan 15).

Penilai respons terapi pada pasien TB paru ekstra paru dan anak-anak, paling baik dinilai

secara klinis.Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak diperlukan dan dapat

menyesatkan (misleading).

11. Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan terdahulu,

pajanan dengan sumber yang mungkin resisten obat dan prevalensi resistensi obat dalam

masyarakat seharusnya dilakukan pada awal pengobatan untuk semua pasien. Uji sensiviti

obat seharusnya dilakukan pada awal pengobatan untuk semua pasien yang sebelumnya

pernah diobati.

Pasien yang apus dahak tetap positif setelah pengobatan tiga bulan selesai dan pasien

gagal pengobatan, putus obat, atau kasus kambuh setelah pengobatan harus selalu dinilai

terhadap resistensi obat.

Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat, biakan dan uji sensitiviti/resistensi obat

setidaknya terhadap isoniazid dan rifampisin seharusnya dilaksanakan segera untuk

meminimilkan kemungkinan penularan.

Cara-cara pengenalian infeksi yang memadai seharusnya dilakukan sesuai tempat

pelayanan.

Lung Tuberculosis | 23

Page 24: Makalah Paru

12. Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita tuberkulosis yang

disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan

panduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Panduan obat

yang dipilih dapat distandarisasi atau sesuai pola sensitiviti obat berdasarkan dugaan atau

yang telah terbukti. Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif, termasuk

obat suntik, harus diberikan paling tidak 18 bulan setalah konversi biakan. Cara-cara yang

berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap

pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam

pengobatan pasien dengan MDR/XDR TB harus dilakukan

13. Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis, dan efek

samping seharusnya disimpan untuk semua pasien.

STANDAR UNTUK PENANGANAN INFEKSI HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN

14. Uji HIV dan konseling harus dirokemendasikan pada semua pasien yang menderita atau

yang diduga menderita tuberkulosis. Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dari

manajemen rutin bagi semua pasien di daerah dengan prevalensi infeksi HIV yang tinggi

dalam polulasi umum, pasien dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan HIV,

dan pasien dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV. Mengingat terdapat hubungan yang

erat antara tuberkulosis dan infeksi HIV, pada daerah dengan prevalensi yang tinggi

pendekatan yang terintegrasi direkomendasikan untuk pencegahan dan penatalaksanaan

kedua infeksi.

15. Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk

menentukan perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan selama masa pengobatan

tuberkulosis. Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral seharusnya

dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi. Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan

tuberkulosis tidak boleh ditunda. Pasien tuberkulosis dan infeksi HIV juga seharusnya diberi

kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya.

16. Pasien dengan infeksi HIV yang, setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita

tuberkulosis aktif seharusnya diobati sebagai infeksi selama 6-9 bulan.

17.Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan penilaian yang menyeluruh terhadap

kondisi komorbid yang dapat mempengaruhi respons atau hasil pengobatan tuberkulosis.

Lung Tuberculosis | 24

Page 25: Makalah Paru

Saat rencana pengobatan mulai diterapkan, penyelenggara kesehatan harus

mengidentifikasi layanan-layanan tambahan yang dapat mendukung hasil yang optimal bagi

semua pasien dan menambahkan layanan-layanan ini pada rencana penatalaksanaan.

Rencana ini harus mencakup penilaian dan perujukan pengobatan untuk penatalaksanaan

penyakit lain dengan perhatian khusus pada penyakit-penyakit yang mempengaruhi hasil

pengobatan, seperti diabetes mellitus,

Program berhenti merokok, dan layanan pendukung psikososil lain, atau layanan-layanan

seperti perawatan selama masa kehamilan atau setelah melahirkan.

STANDAR UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT

18. Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis seharusnya memastikan

bahwa semua orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular

seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional.

Penentuan prioritas penyelidikan kontak didasarkan pada kecendrungan bahwa kontak :

1) menderita tuberkulosis yang tidak terdiagnosis;

2) berisiko tinggi menderita tuberkulosis berat jika terinfeksi;

3) berisiko menderita tuberkulosis berat jika penyakit berkembang; dan

4) berisiko tinggi terinfeksi oleh pasien.

Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah :

– Orang dengan gejala yang mendukung ke arah tuberkulosis

– Anak berusisa <5 tahun

– Kontak yang menderita atau diduga menderita imunokompromais, khususnya infeksi HIV

– Kontak dengan pasien MDR/XDR TB.

Kontak erat lainnya merupakan kelompok prioritas yang lebih rendah.

19. Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi HIV yang memiliki kontak

erat dengan pasien tuberkulosis dan setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita

tuberkulosis aktif, harus diobati sebagai infeksi laten tuberkulosis dengan isoniazid.

20. Setiap fasiliti pelayanan kesehatan yang menangani pasien yang menderita atau diduga

menderita tuberkulosis harus mengembangkan dan menjalankan rencana pengendalian

infeksi tuberkulosis yang memadai.

21. Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus tuberkulosis baru

maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor Dinas kesehatan

setempat sesuai dengan peraturan hukum dan kebijaksanaan yang berlaku.

Lung Tuberculosis | 25

Page 26: Makalah Paru

9. Pengawasan Menelan Obat ( PMO )

Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek

dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan

seorang PMO 6

a) Persyaratan PMO

Seseorang yang dikenal , dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan

maupun penderita. Selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita

Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita

Bersedia membantu penderita dengan sukarela

Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita

b) Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa , Perawat ,

Pekarya Sanitarian , juru imunisasi dll .

Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan , PMO dapat berasal dari

kader Kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau

anggota keluarga.4

c) Tugas seorang PMO

Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan

Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur

Mengingatkan penderita untuk pemeriksa ulang dahak pada waktu waktu yang telah

ditentukan.

Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang mempunyai gejala-

gejala tersangka TBC untuksegera memeriksakan diri ke unit Pelayanan kesehatan.4

9. Komplikasi

Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.

Ada komplikasi dini bagi penderita TB seperti pleuritis, efusi pleura, empyema, laringitis.

Sedangkan komplikasi lanjut dapat berupa Obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim

(fibrosis paru), karsinoma paru, ARDS, sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.1

Lung Tuberculosis | 26

Page 27: Makalah Paru

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam rangka menemukan penderita TB paru, sangat diperlukan cara menegakkan

diagnosis secara baik dan benar agar prinsip terapi dan pengobatan yang dilakukan oleh

petugas kesehatan maupun penderita sesuai dengan protap yang sudah ada.

Klasifikasi TB paru merupakan suatu upaya untuk menegakkan diagnosis yang tepat

dan penatalaksanaan yang lebih baik pada penderita TB paru.

Dibutuhkan suatu penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberukan angka

kesembuhan yang tinggi. Menurut WHO strategi DOTS MERUPAKAN STRATEGI

Kesehatan yang paling Cost-effective.

Lung Tuberculosis | 27