MAKALAH LEPTOSPIROSIS
-
Upload
ulil-yuliani -
Category
Documents
-
view
72 -
download
3
description
Transcript of MAKALAH LEPTOSPIROSIS
MAKALAH I MODUL TROPIK INFEKSI
Seorang laki-laki dengan keluhan kuning seluruh tubuh
KELOMPOK XIV
03006317 MOHD SYAHMI BIN AHMAD N
03006318 MOHD YUSUF BIN AZMAN
03006347 SUBASH SATIAVAN
03007247 SITI ASRI YANI
03007283 YUSMIATI TOMALIMA
03008243 TRI NOVIA MAULANI
03008244 TRI WAHYUNINGSIH
03008246 ULFA HASANI A
03008247 VALDILA ARCIE GAYATRI
03008248 VANESSA ARYANI OKTAVIA M
03008249 VICKY NANDA JULIA
03008250 VIDA RAHMI UTAMI
03008261 YOVITA DEVI KORNELIN
03008262 YULIANI
03008263 YUNITA WULANDARI
03008265 YURIKE APRINA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta, 4 Januari 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira interrogans yang
menyerang hewan dan manusia (zoonosis), dan dapat hidup di dalam air tawar selama lebih kurang satu
bulan. Daerah tropis diketahui sebagai tempat mewabahnya penyakit ini.
Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul
dikarenakan banjir. Di beberapa negara, leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic,
demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam Canicola, penyakit Swineherd, atau demam
rawa.
Bakteri Leptospira terdapat pada hewan piaraan seperti ayam, kambing, kucing, anjing, maupun
hewan liar atau hewan pengerat seperti tikus. Manusia terinfeksi Leptospira melalui kontak dengan air,
tanah, atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan penderita Leptospirosis. Bakteri ini dapat
masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang terluka, atau
secara tak sengaja menelan air yang terkontaminasi. Pada kasus banjir, bakteri ini lebih berpeluang
menyerang karena manusia tak dapat menghindar dari luapan air bah.
Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat pekerjaan)
pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang
terjadi pada 4 penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan
gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun 1916.
Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus terjadi saat
musim hujan, di negara barat terjadi saat musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan
bersifat alkalis. Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus
leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan underreported sejak beberapa
laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal.
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi ringan jarang
terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori ini. Anak balita, orang lanjut usia dan
penderita immunocompromised mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian.
Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56 persen. Pada penderita
yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya
lebih tinggi lagi.
Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus. Kelompok yang berisiko
utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang
ledeng, buruh tambang batubara, militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi
yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai, seperti berenang atau rafting.
Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan tikus. Tukang susu dapat terkena karena terkena
pada wajah saat memerah susu. Penelitian seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif
pada rentang 8-29%.
Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan peningkatan sebagai
penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi perjalanan rekreasi ke daerah tropis seperti
berperahu kano, mendaki, memancing, selancar air, berenang, ski air, berkendara roda dua melalui
genangan, dan kegiatan olahraga lain yang berhubungan dengan air yang tercemar. Berkemah dan
bepergian ke daerah endemik juga menambahkan resiko.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki dengan keluhan kuning seluruh tubuh.
Sesi 1
Pak Sadikin usia 40 tahun, datang dibawa oleh keluarganya ke Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit
tempat anda bekerja dengan keluhan kuning seluruh tubuh sejak 2 hari yang lalu. Menurut
keluarganya, Pak Sadikin juga mengalami demam terus menerus sejak sembilan hari yang lalu, tetapi
pada saat itu tubuhnya belum kuning, namun dua hari terakhir ini badannya menjadi kuning disertai
dengan perasaan lemas, mual dan muntah. Pak Sadikin juga mengaku nafsu makannya amat menurun,
minum sedikit. Buang air kecil pun jarang, sehari hanya sekali dengan warna air kemih yang pekat.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
Kesadaran : Somnolen, TD : 85/60mmHg, Nadi : 110x/menit, Suhu : 38,5C, Rr : 24x/menit.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
THT : dalam batas normal
Cor : BJ I-II reguler takikardia, murmur (-), gallop (-)
Pulmo dalam batas normal
Abdomen : Hepatomegali 2 jari bawah arcus costae, nyeri tekan daerah epigastrium (+)
Ektermitas : akral dingin
Sesi 2
Pada anamnesis tambahan dikatakan bahwa Pak Sadikin adalah seorang penderita tekanan darah tinggi
sejak 5 tahun yang lalu namun minum obatnya tidak teratur. Penyakit kencing manis, asma, dan sakit
jantung disangkal. Kurang lebih 4 bulan yang lalu, Pak Sadikin pernah mengidap Hepatitis A, dan
pernah dibawa ke rumah sakit juga karena seluruh tubuhnya kuning, namun setelahnya sembuh dan
tidak ada keluhan lagi. Pak sadikin adalah seorang petani, dengan riwayat alkoholisme sejak umur
20tahun, namun sudah berhenti minum alkohol sejak 5 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaanlaboraturium dijumpai:
Hb : 17,5 g/dl
Leukosit : 13.000/mm3
Trombosit : 90.000/ mm3
Ht : 54%
SGOT/SGPT : 98/121 U/L
Bilirubin total : 3,2 mg/dl
Bilirubin Indirek : 0,8 mg/dl
Bilirubin direk : 2,4 mg/dl
Sesi 3
Temuan baru pada pemeriksaan fisik Pak Sadikin adalah sebagai berikut:
Kesadaran : Somnolen, TD : 80/60 mmHg, Nadi : 110x/menit, Suhu : 38,5C, Rr : 24x/menit
THT : epistaksis + dengan jumlah perdarahan kurang lebih 50 – 100cc
Lain – lain masih sama dengan sebelumnya.
Pada pemeriksaan laboraturium lanjutan dijumpai :
Ureum : 110mg/dl
Kreatinin : 2,1mg/dl
Anti HAV IgG (+)
Anti HAV IgM (-)
HBSag (-)
GDS : 110mg/dl
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Anamnesis
1. Identitas pasien
Nama : Tn Sadikin
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Pekerjaan : Petani
2. Keluhan utama : Kuning seluruh tubuh
3. Keluhan tambahan :
demam terus menerus sejak 9 hari yang lalu
lemas, mual, muntah
nafsu makan menurun, minum sedikit
buang air kecil jarang, sehari hanya sekali, warna urin pekat
4. Riwayat penyakit sekarang:
darah tinggi sejak 5 tahun lalu
kencing manis, asma, dan sakit jantung di sangkal
5. Riwayat penyakit dahulu :
empat bulan lalu mengidap hepatitis A sembuh tidak ada keluhan lagi
6. Riwayat pengobatan :
minum obat darah tinggi tidak teratur
7. Riwayat kebiasaan :
alkoholisme sejak umur 20 tahun, namun sudah berhenti sejak 5 tahun lalu.
Kesadaran : Somnolen
Pemeriksaan fisik
Generalis :
- Tekanan darah : 85/60mmHg
- Nadi : 110x/menit
- Suhu : 38,5°C
- RR : 24x/menit
Lokalis :
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
- THT : Epistaksis dengan jumlah perdarahan 50-100cc
- Cor : BJ I-II reguler takikardi, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo : Normal
- Abdomen : Hepatomegali 2 jari di bawah arcus costae, nyeri tekan daerah
epigastrium (+)
- Ekstermitas : Akral dingin
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 17,5 g/dl
Lekosit : 13.000/mm3
Trombosit : 90.000/mm3
Ht : 54%
Tes fungsi hati :
- SGOT/SGPT : 98/121 U/L
- Bilirubin total : 3,2 mg/dl
- Bilirubin Indirek : 0,8 mg/dl
- Bilirubin direk : 2,4 mg/dl
Tes fungsi ginjal :
- Ureum : 110 mg/dl
- Kreatin : 2,1 mg/dl
Anti HAV IgG (+)
Anti HAV igM (+)
HBSag (-)
GDS : 110 mg/dl
Masalah :
Kuning seluruh tubuh
Lemas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun
Gangguan hemodinamik : Epistaksis
Gangguan fungsi hati : - SGOT dan SGPT meningkat
- Bilirubin total meningkat
Gangguan tanda vital : - Gangguan kesadaran
- Tekanan darah menurun
- Febris
Gangguan funsi ginjal : - Ureum meningkat
- Kreatinin meningkat
Diagnosis Kerja
Leptospirosis Berat (Weil’s disease)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan : - Gejala klinis
- Pemeriksaan fisik
- Hasil Lab
Dignosis Banding
Malaria
Hepatitis alkoholik
Tatalaksana
Kausatif : Penisilin
Simptomatik :
- Antipiretik
- Antiemetik
- Prednisolon untuk mengatasi perdarahan
- Untuk mengatasi epistaksis ditentukan dahulu sumber perdarahannya, penatalaksanaan
disesuaikan dengan letak perdarahan.
Supportif :
- Tirah baring
- Infus NaCl fisiologis
- Nutrisi adekwat
Prognosis
ad vitam : dubia ad bonam
ad fungsionam : dubia ad bonam
ad sanationam : dubia ad malam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan olh mikroorganisme Leptospira
interrogans tanpa memansang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh
weil pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai dengan ikterus ini dengan penyakit lain
yang juga menyebabkan ikterus. Bentuk yang beratnya dikenal sebagai Weil`s disease.
Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili terponemataceae, suatu mikroorganisme
spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um,dengan spiral
yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung oraganisme sering membengkak, membentuk
suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ii demikian
halus dengan mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan
pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat.
Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap. Leptospira
membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu
berminggu minggu untuk membuat kultur yang psitif. Dengan medium flecther's dapat tumbuh dengan
baik sebagai obligat aerob.
Secara sederhana, genus leptodpira terdiri atas dua spesies : L.interrogans yang patogen dan
L.biflexa yang nonpatogen/saprofit. Tujuh spesies dari leptospira patogen sekarang ini telah diketahui
dasar ikatan DNA-nya, namun lebih praktis dalam klinik dan epidemiologi menggunakan klasifikasi
yang didasarkan atas perbedaan serologis. Spesies L. Interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup
dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut komposisi antingennya. Saat ini telah
ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabnung dalam 23 serogrup. Menurut beberapa peneliti, yang
tersering menginfeksi manusia ialah L.icterohaemmorhagica dengan reservoar tikus, L.canicola dengan
reservoar anjing, dan L.pomona dengan reservoar sapi dan babi.
Penularan
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, tanah, atau lupur yang telah terkontaminasi
oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika luka/erosi pada kulit
ataupun selaput lendir. Air tergenang ataupun mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang
infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahakn air yang deraspun dapat berperan.
Orang orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah,
oertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, orang orng yang mengadakan perkemahan di
hutan, dan dokter hewan.
Patogenesis
leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah dan
berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respun imunologi baik
secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik.
Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerha yang terisolasi secara
imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan mencapai convulated tubules,
bertahan disana dan dilepaskan melalui urine. Leptorpira dapat dijumpai di air kemih sekitar 8 hari
sampai beberapa minggu setelah infeksi bahkan sampai bertahun tahun kemudian. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah
setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7hari, mikroorganisme hanya dapat
ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsunf 1-4 minggu. Tiga mekanisme
yang terlibat pada patogenese leptospirosis ; invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan
reaksi imunologi.
Patologi
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab
atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada
lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ
dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemuakn pada
ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebuit. Perbedaan ini
menujukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan
infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel plasma. Pada kasus yang erta terjadi kerusakan apiler dengan
perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal, leptospira juga
dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat mausk ke cairan cerebrospinalis pada fase
leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak
tang tejadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal,
hati, otot, dan pembuluh darah.
Gambaran klinis
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Gambaran klinisnya yaitu,
Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotopobi
Jarang : pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdraha, diare, edema, spleenomegali, artralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimitis, hematemesis, asites, miokarditis.
Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas, yaiut fase leptospiremia dan fase imun.
Fase leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di alam darah dan cairan serebrospinal, berlangsung
dengan tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat
terutama pada paha, betis dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi
kulit, demam tinggi yang disertai menggingil, juga diapati mual atau tanpa muntah disertai mencret,
bahkan pada sekita 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat,
bradikardi relatif, dan ikterus (50%) . pada hari 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan
fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makula, makulpapular atau urtikaria. Kadang-
kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7hari. Jika
cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, dan fungsi organ yang terlibat akan
normal.
Fase imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam, yamng mencapai suhu
40derajat diseertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher,
perut, dan otot-otot kaki terutama betis. Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada
ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarah paling jelas terlihat pada fase ikterik.
Diagnosis
Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.
Kultur : mengambil spesimen darah atau CCS segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk
melakukan kultur ganda dan mengambil spesimen pada fase leptospiremia serta belum diberi
antibiotik. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Pada spesimen yang
terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan.
Serologi : pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat ialah PCR, silver
stain, fluorscent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap.
Jenis uji serologis pada Leptospirosis
Microscopic Aglutination Test (MAT) Macroscopic Slide Aglutination Test (MSAT)
Uji carik celup : Lepto Dipsttick LeptoTek Laterl Flow
Aglutinasi Latek kering (LeptoTek Dry-Dot)Indirect fluorscent antibody test (IFAT)Indirect Haemaglutination test (IHA)uji aglutinasi latekscomplement fixation test (CFT)
Enzyme linked immunosorbant assay (ELISA)Microcapsule aglutination testPatoc-slide aglutination test (PSAT)Sensitized arythrocyte lysis test (SEL)Counter immune electrophoresis (CIE)
Pengobatan
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah
onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik antara lain :
Pengobatan dan kemoprofilaksis Leptospirosis
Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan DoksisiklinAmpisilinAmoksisilin
2 x 100 mg4 x 500-750 mg4 x 500 mg
Leptospirosis sedang/berat Penisilin GAmpisilinAmksisilin
1,5 juta unit / 6 jam (i.v)1 gram / 6 jam (i.v)1 gram / 6 jam (i.v)
Kemoprofilkasis Doksisiklin 200 mg / mingguAnti biotika bermanfaat jika leptospira masih berada dalam darah. Pada pemberian penisilin,
dapat muncul reaksi Jarisch-Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang
menunjukan adanya aktivitas lepospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit
dan komplikasi yang timbul.
Prognosis
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus angka kematian 5% pada
umur dibawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.
Pencegahan
Menghindari atau mengurangi kontak dengan hewan yang berpotensi terkena paparan air atau
lahan yang dicemari kuman. Orang yang berisiko tinggi infeksi harus memakai sarung tangan,
baju dan kacamata pelindung. Harus memperhatikan secara ketat kebersihan dan sanitasi
lingkungan seperti kontrol hewan pengerat seperti tikus, dekontaminasi infeksi
Penggunaan vaksinasi pada hewan dan manusia masih kontroversi.
Kemoprofilaksis menunjukkan hasil yang efektif pada manusia dengan risiko tinggi seperti
anggota militer atau wisatawan yang berkunjung di daerah endemik. Pemberian doksisiklin 250
mg peroral sekali seminggu, menunjukkan efikasi yang sangat baik. Tetapi pencegahan ini tidak
dianjurkan untuk jangka panjang.
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus tutorial kali ini, kami mengambil kesimpulan bahwa diagnosis kerja pada pasien ialah
leptospirosis Berat (Weil’s disease). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
dan hasil laboraturium.Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan olh
mikroorganisme Leptospira interrogans tanpa memansang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini
pertama kali ditemukan oleh weil pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai dengan
ikterus ini dengan penyakit lain yang juga menyebabkan ikterus. Bentuk yang beratnya dikenal sebagai
Weil`s disease. Gejala klinis yang timbul, mulai dari ringan, berat, bahkan sampai kematian bila
terlambat dalam pengobatan. Diagnosis dini yang cepat akan mencegah perjalan penyakit menjadi
berat. Prognosis dari leptospirosis ialah jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan
ikterus angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.
Pencegahan dini terhadap merekas yang terekspose diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan
leptospirosis.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf FKUI . Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta : FKUI ; 2007.p.
2. Behrman WE, Kliegman R, Arvin AM . Nelson Ilmu Kesehatan Anak . Jilid 2 . Jakarta : EGC ;
2000.p.15
3. Manjoer A, dkk . Kapita Selekta Kedokteran . Jilid 2 . Jakarta : FKUI ; 2000.p.3
4. Syam AF, Pohan HT, Zulkarnain I. Patogenesis dan Diagnosis Leptospirosis, MKI, 1997 : 47
(12) : 636-39.
5.