MAKALAH KIMIA MEDISINAL

35
MAKALAH KIMIA MEDISINAL HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES EKSKRESI DAN HUBUNGAN KELARUTAN DENGAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT ANASTASIA S. (J1E106237) ANA LATIFAH (J1E106215) DESTI YURETA (J1E106225) ELVIANA DEWI (J1E106231) DYAN FITRI NUGRAHA (J1E106230) HARLIANA(J1E106240) LAILAN SUFINAH (J1E106018) MAYA LIANSARI (J1E106226) M. AGUS RENALDI (J1E106229) SANTI RAMADHANI (J1E106212)

Transcript of MAKALAH KIMIA MEDISINAL

Page 1: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES EKSKRESI DAN HUBUNGAN KELARUTAN DENGAN AKTIVITAS BIOLOGIS

OBAT

ANASTASIA S. (J1E106237)

ANA LATIFAH (J1E106215)

DESTI YURETA (J1E106225)

ELVIANA DEWI (J1E106231)

DYAN FITRI NUGRAHA (J1E106230)

HARLIANA(J1E106240)

LAILAN SUFINAH (J1E106018)

MAYA LIANSARI (J1E106226)

M. AGUS RENALDI (J1E106229)

SANTI RAMADHANI (J1E106212)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU

2008

Page 2: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena

hanya dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa

kendala dan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Arnida, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen mata kuliah Kimia

Medisinal yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada saya selama pembuatan

makalah ini.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat

memberi manfaat kepada kita semua.

Banjarbaru, Maret 2008

Penyusun

Page 3: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Batasan Masalah

1.4 Metode Penulisan

BAB II HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES

EKSKRESI

2.1 Pengertian Ekskresi

2.2 Macam-macam Ekskresi

BAB III HUBUNGAN KELARUTAN DENGAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

3.1 Aktivitas Biologis Senyawa Seri Homolog

3.2 Hubungan Koefisien Partisi dengan Efek Anestesi Sistemik

3.3 Prinsip Ferguson

3.4 Model Kerja Obat

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

Lampiran

Daftar Pustaka

Page 4: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang pesat dan hal

ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat baru. Beribu-ribu zat

sintetis telah ditentukan rata-rata 500 zat setahunnya, yang mengakibatkan

perkembangan revolusioner dibidang farmakoterapi. Kebanyakan obat kuno

ditinggalkan dan diganti dengan obat-obat mutakhir. Akan tetapi, begitu banyak

diantaranya tidak lama masa hidupnya, karena segera terdesak oleh obat yang lebih

baru dan lebih baik khasiatnya. Namun menurut taksiran lebih kurang 80% dari

semua obat yang kini digunakan secara klinis merupakan penemuan dari 3

dasawarsa terakhir.

Dalam arti luas, obat adalah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses

hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun

untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya agar dapat menggunakan obat

untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar

mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengobati berbagai gejala penyakit.

Dahulu farmakologi mencakup pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat

kimia dan fisik, komposisi, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorbsi,

distribusi, biotransformasi, eksresi dan penggunaan obat. Namun dengan

bertambahnya pengetahuan, beberapa ilmu pengetahuan tersebut telah berkembang

menjadi cabang ilmu tersendiri.

Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari

pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya,

kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Dan untuk

menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta

penggunaan pada pengobatan penyakit, disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat

obat ini mencakup beberapa bagian, yaitu farmakognosi, biofarmasi,

farmakokinetika dan farmakodinamika, toksikologi, dan farmakoterapi.

Page 5: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh

dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek

terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksiknya. Pada hakikatnya setiap

obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak

organisme (“Sola dosis facit venenum”:hanya dosis membuat racun, Paracelsus.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah

1. Mengetahui hubungan struktur dengan proses ekskresi.

2. Mengetahui hubungan sifat kimia fisika dengan proses ekskresi.

3. Mengetahui hubungan kelarutan dengan aktivitas biologis obat.

1.3 Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah yang penulis berikan yaitu hubungan struktur, sifat

kimia fisika dengan proses eksresi obat, yang mencakup antara lain eksresi obat

melalui paru-paru, ginjal, empedu, kulit, dan usus, serta hubungan kelarutan dengan

aktivitas biologis obat.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam makalah ini adalah:

1. Kepustakaan, yaitu metode dengan cara mengambil data serta inti sari dari

berbagai sumber-sumber serta reverensi yang relevan yang sesuai dengan judul

makalah yang penulis bahas dan didukung dengan objek penelitian yang telah

penulis kerjakan sebelumnya.

2. Data yang penulis ambil melalui browsing di internet dengan mengambil data-

data serta reverensi yang dapat menunjang kelengkapan dari judul makalah yang

penulis bahas.

Page 6: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

BAB II

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES EKSKRESI

2.1 Pengertian Ekskresi

Eksresi adalah proses pengeluaran zat-zat yang tidak diperlukan lagi oleh

tubuh. Zat tersebut merupakan zat kimia obat yang telah mengalami proses

metabolisme di dalam hati dan organ lain ditubuh. Ekskresi baik obat yang tak

berubah maupun metabolit merupakan tempat-hilang yang irreversibel. Akan

tetapi perubahan metabolik mengakibatkan metabolit mempunyai aktivitas

dipertinggi, menurun atau sama sekali tak berubah.

Salah satu jalur pokok eksresi adalah melalui ginjal dengan jalan adanya atau

terbentuknya senyawa yang larut dalam air. Sesudah mengalami filtrasi

glomerulus, resorbsi tubular kedalam plasma betul-betul lengkap untuk zat yang

koefisien partisinya tinggi (lipid/air). Karena semua obat aktif (sebetulnya

kemampuan mereka mengadakan penetrasi dalam membran selular lipid) itu larut

dalam lipid, konversi metabolik umumnya dihati, menjadi bentuk yang lebih polar

menjadi lebih penting untuk diekskresikan.

Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk

metabolit hasil biotransformasi atau kedalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit

polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi

melalui paru. Ekskresi dari obat yang dikeluarkan dengan jalan filtrasi glomeruli

sangat diperlambat, karena hanya obat bebas mengalami filtrasi. Obat yang

diekskresi secara aktif tidak terpengaruh oleh pengikatan, misalnya

benzilpenisilin (PP ca 50%) hampir diekresi seluruhnya dengan cepat. Ekskresi

adalah parameter farmakokinetika yang paling terpengaruh oleh gangguan ginjal.

Jika filtrasi glomeruler terganggu oleh penyakit ginjal , maka klirens obat yang

terutama tereliminasi melalui mekanisme ini akan menurun dan waktu paruh obat

dalam plasma menjadi lebih panjang.

Ekskresi merupakan pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh

terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni. Kebanyakan obat dikeluarkan

melalui air seni dan lazimnya tiap obat diekskresi berupa metabolitnya dan hanya

Page 7: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh, misalnya penisilin, tetrasiklin,

digoksin, dan salisilat. Zat-zat dalam keadaan ion yang mudah larut di air seni

diekskresi dengan mudah. Zat-zat lipofil dan zat-zat tak terionisasi lebih lambat

ekskresinya, untuk meningkatkan sifat hidrofilnya maka pada biotransformasi

dimasukkan gugus -OH dan atau –COOH kedalam molekulnya.

Selain itu eksresi dapat pula dilakukan dengan cara lain yaitu melalui

kulit, paru-paru, empedu, usus. Eksresi melalui kulit dikeluarkan bersama

keringat, misalnya paraldehid dan bromida (sebagian). Ekskresi melalui paru-paru

dilakukan melalui pernapasan yang biasanya hanya pada zat-zat terbang, seperti

alkohol, paraldehid, dan anestetika (kloroform, halotan, siklopropan). Untuk

ekskresi melalui empedu terjadi pada obat yang dikeluarkan secara aktif oleh hati

dengan empedu, misalnya fenolftalein (pencahar). Setelah tiba kembali dalam

usus dengan empedu obat diresorpsi lagi. Sedangkan untuk ekskresi pada usus

terjadi pada zat-zat yang tidak atau tak lengkap diresorpsi usus dikeluarkan

dengan tinja, misanya sulfasuksidin, neomisin, dan sediaan-sediaan besi.

Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan

rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam

pengakhiran efek obat.

2.2 Macam Ekskresi

Sebagian besar obat diekskresikan keluar tubuh melalui paru, ginjal, empedu

atau hati, sebagian kecil dengan kadar yang rendah diekskresikan melalui air liur

dan air susu.

1. Eksresi obat melalui Paru-paru

Obat yang diekskresikan melalui paru terutama adalah obat yang

digunakan secara inhalasi, seperti siklopropan, etilen, nitrogen oksida, eter,

kloroform, dan enfluran. Sifat fsik yang menentukan kecepatan ekskresi obat

melalui paru adalah koefisien partisi darah atau udara. Obat yang mempunyai

koefisien partisi darah atau udara kecil, seperti siklopropan dan nitrogen

oksida, diekskresikan dengan cepat, sedang obat dengan koefisien partisi darah

atau udara besar, seperti eter dan halotan, diekskresikan lebih lambat.

Page 8: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

2. Ekskresi obat melalui ginjal

Salah satu jalan terbesar untuk ekskresi obat adalah melalui ginjal.

Ekskresi obat melalui ginjal melibatkan 3 proses, yaitu:

a. Penyaringan Glomerulus

Ginjal menerima ± 20-25 % cairan tubuh dari curah jantung atau

1,2-1,5 liter darah per menit dan ± 10% disaring melalui glomerulus.

Membran glomerulus mempunyai pori karakteristik sehingga dapat

dilewati oleh molekul obat dengan garis tengah ± 40 Ǻ, erat molekul lebih

kecil dari 5000 dan obat yang mudah larut dalam cairan plasma tau obat

yang bersifat hidrofil.

Glomerulus yang merupakan jaringan kapiler dapat melewatkan

semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui celah antar sel endotelnya

sehingga semua obat yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi

di sana. Di tubuli proksimal, asam organic (penisilin, probenasid, salisilat,

konyugat, glukuronid, dan asam urat) disekresi aktif melalui system

transport untuk asam organic, dan basa organic (neostigmin, kolin,

histamine) disekresi aktif melalui system transport untuk basa organic.

Kedua system transport tersebut relative tidak selektif sehingga terjadi

kompetisi antar asam orgain dan antar basa organic dalam system

transportnya masing-masing. Untuk zat-zat endogen misalnya asam urat,

system transport ini dapat berlangsung dua arah, artinya seksresi dan

reabsorpsi. Ekskresi dapat diperlancar dengan memperkuat disosiasi obat

yang kebanyakan bersifat asam atau basa lemah dengan derajat ionisasi

agak ringan. Misalnya untuk asam seperti barbital dapat diberikan natrium

bikarbonat hingga air seni bereaksi basa. Untuk alkaloida pemberian

ammonium klorida akan meningkatkan keasaman air seni, sehingga obat

tersebut lebih banyak ionisasinya.

b. Penyerapan Kembali secara Pasif pada Tubulus Ginjal.

Sebagian besar obat diserap kembali dalam tubulus ginjal melalui

proses difusi pasif. Penyerapan kembali molekul obat ke membran tubulus

Page 9: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

tergantung sifat kimia fisika, seperti ukuran molekul dan koefisien partisi

lemak/air. Obat yang bersifat polar sukar larut dalam lemak dan tidak

diserap kembali oleh membran tubulus. Penyerapan kembali pada tubulus

ginjal sangat tergantung pada pH urin. Obat yang bersifat lektrolit lemah

pada urin normal, pH = 4,8-7,5, sebagian besar terdapat dalam bentuk tidak

terdisosiasi dan mudah larut dalam lemak sehingga mudah diserap kembali

oleh tubulus ginjal.

Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorpsi pasif untuk bentuk

non ion. Oleh karena itu untuk obat berupa elektrolit lemah, proses

reabsorpsi ini bergantung pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat

ionisasinya. Bila urin lebih basa, asam lemah terionisasi lebih banyak,

sehingga reabsorpsinya berkurang, akibatnya ekskresinya meningkat.

Sebaliknya bila urin lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang. Keadaan

yang berlawanan terjadi dalam ekskresi basa lemah. Prinsip ini digunakan

untuk mengobati keracunan obat yang ekskresinya dapat dipercepat dengan

pembasaan atau pengasaman urin, misalnya salisilat, fenobarbital.

Obat yang bersifat asam lemah, seperti asam salisilat, fenobarbital,

nitrofurantoin, asam nalidiksat, asam benzoat dan sulfonamida, ekskresinya

akan meningkat bila pH urin dibuat basa dan menurun bila pH urin dibuat

asam. Contoh: waktu paro biologis sulfaetidol yang bersifat asam lemah

pada pH urin = 5 adalah 11,5 jam , sedang pada pH urin = 8, waktu

paronya menurun menjadi 4,2 jam.

Asam kuat, dengan pKa lebih kecil dari 2,5 dan basa kuat, dengan

pKa lebih besar dari 12, terionisasi sempurna pada pH urin sehingga

sekreksinya tidak terpengaruh oleh perubahan pH urin.

c. Sekresi Pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal

Obat dapat bergerak dari plasma darah ke urin melalui membran

tubulus ginjal dengan mekanisme pengangkutan aktif. Contoh:

1). Bentuk terionisasi obat yang bersifat asam, seperti asam salisilat,

penisilin, probenesid, diuretika turunan tiazida, asam aminophirupat,

Page 10: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

konjugat sulfat, konjugat asam glukuronat, indometasin, klorpropramid,

dan furosemid.

2). Bentuk terionisasi oat yang bersifat basa, seperti morfin, kuinin,

meperidin, prokain, histamin, tiamin, dopamin dan turunan amonium

kuartener.

Proses pengangkutan aktif obat di tubulus dapat memberi

penjelasan mengapa antibiotika turunan penisilin cepat diekskresikan dari

tubuh.

Kombinasi probenesid dengan penisilin akan meningkatkan masa

kerja penisilin karena probenesid dapat menghambat sekresi pengangkutan

aktif penisilin secara kompetitif sehingga ekskresi penisilin menurun, kadar

penisilin dalam darah tetap tinggi dan menimbulkan aktivitas lebih lanjut.

Factor-faktor yang mempengaruhi ekresi obat melalui ginjal :

1. Hemodinamika

Ginjal perubahan kecepatan aliran darah ginjal umumnya akan

mempengaruhi proses-proses filtrasi glomeruler, sekresi maupun

reabsorpsi tubuler, meskipun perubahan di bawah 10 -20% mungkin

tidak akan memperlihatkan akibat yang nyata pengurangan konsumsi

natrium mungkin dapat menurunkan aliran darah ginjal dan kecepatan

filtrasi glomeruler, sedang pemberian infus larutan salin dan diuretik

osmotik dapat memperbesar aliran darah ginjal dan ekskresi air tentu

saja hal ini akan berpengaruh pada proses reabsorpsi obat. Beberapa

obat diketahui dapat menurunkan kecepatan aliran darah ginjal,

misalnya propranolol. Dalam gambar 1 terlihat bahwa pemberian

propranolol 1 jam sebelumnya menyebabkan turunnya nilai klirens

kreatinin dari 70,9 (� SEM 5.3) ml/menit menjadi 58,6 (� SEM

3.4) ml/menit. Untuk obat-obat yang ekskresinya tergantung pada

kecepatan aliran darah ginjal, seperti misalnya salisilat dosis tinggi,

penurunan kecepatan aliran darah ginjal menyebabkan turunnya nilai

klirens ginjal obat tersebut.

Page 11: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

2. Usia

Kemampuan ekskresi ginjal pada umumnya lebih rendah pada

bayi dan anak-anak dan pada usia lanjut bila dibandingkan dengan

orang dewasa normal. Ini disebabkan karena lebih rendahnya

kemampuan filtrasi glomeruler pada anak-anak dan usia lanjut,

ditambah dengan belum sempurnanya sistem sekresi pada bayi baru

lahir, meskipun hal ini diimbangi dengan ikatan protein yang lebih

rendah dan juga rendahnya kemampuan reabsorpsi

3. pH urin

Untuk obat-obat yang bersifat elektrolit lemah, klirens ginjal

sangat dipengaruhi oleh pH urin. Untuk asam lemah misalnya,

lingkungan urin yang asam akan mengakibatkan berkurangnya jumlah

obat yang diekskresi, karena reabsorpsi tubuli meningkat. Sebaliknya,

suatu basa lemah akan mengalami kenaikan ekskresi dalam lingkungan

urin yang sama

Di bawah ini adalah contoh obat yang proses ekskresinya melalui

ginjal.

COOH CH3 H O CH3

N H C CONH S

NH2 H H

Ampisillin = Amoxsan

COOH

OH

Acidum Salicylicum

Asam Salisilat

Page 12: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

3. Ekskresi Obat melalui Empedu

Obat dengan berat molekul lebih kecil dari 150 dan obat yang telah

dimetabolisis menjadi senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan dari hati,

melewati empedu, menuju ke usus dengan mekanisme pengangkutan aktif.

Obat tersebut biasanya dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukuronat,

asam sulfat atau glisin. Di usus bentuk konjugat tersebut secara langsung

diekskresikan melalui tinja atau mengalami proses hidrolisis oleh enzim atau

bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat non polar sehingga diserap

kembali ke plasma darah. Dari plasma senyawa akan kembali ke hati,

dimetabolisis, dikeluarkan lagi melalui empedu menuju ke usus, demikian

seterusnya sehingga merupakan suatu siklus, yang dinamakan siklus

enterohepatik. Siklus ini menyebabkan masa kerja obat menjadi lebih panjang.

Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang

dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang

akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan

urin.

Ada obat yang dikeluarkan secara aktif oleh hati dengan empedu,

misalnya fenolftalein (pencahar). Setelah tiba kembali dalam usus dengan

empedu, obat diresorpsi lagi. Siklus enterohepatis ini memperpanjang

eksistensi obat dan lama kerjanya, tetapi akhirnya dengan induksi enzim

diubah menjadi metabolit yang mudah diekskresi ginjal. Adakalanya obat di

dalam usus diionisasi hingga tidak diresorpsi kembali dan dikeluarkan dengan

tinja. Contoh lain adalah zat-zat asam (asam empedu, asam organik iod, yang

digunakan sebagai obat diagnostic saluran empedu) dan antibiotika penisilin,

eritromisin serta rifampisin, yang melarut baik dalam empedu dan digunakan

pada infeksi saluran empedu. Pada umumnya tubuh condong mengeliminasi

melalui empedu obat dengan berat molekul diatas 600 dalton.

Contoh obat yang mengalami proses siklus enterohepatik antara lain

adalah hormon estrogen, indometasin, digitoksin dan fenolftalien, sedang obat

yang langsung diekkresikan melalui empedu melalui mekanisme pengangkutan

Page 13: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

aktif antara lain adalah penisilin, rifampisin, streptomisin, tetrasiklin, hormon

steroid dan glikosida jantung.

4. Ekskresi Obat melalui kulit

Obat dapat dieliminasikan dari berbagai rute salah satu diantaranya

adalah kulit. Organ utama proses ekskresi obat tentunya terjadi di ginjal, tetapi

ekskresi obat juga terjadi di paru-paru, di kulit melalui keringat, liur, air mata,

air susu, dan ekskresi minyak pada rambut. Ekskresi obat pada kulit melalui

keringat dan minyak jumlahnya sangat kecil, sehingga tidak berarti besar

dalam pengakhiran efek obat, ekskresi obat melalui ginjal berperan sangat

besar pada pengakhiran efek obat dalam tubuh.

Sangat sedikit sekali senyawa obat yang di ekskresikan ke luar tubuh

melalui kulit bersama keringat misalnya paraldehida dan sebagian bromida,

kebanyakan dari obat bersifat tidak larut dalam air memasuki jalur

metabolisme dalam hati sehingga struktur obat menjadi polar dan mudah

diekskresi. Ekskresi melalui kelenjar minyak dirambut digunakan kedokteran

forensik untuk mendeteksi kematian akibat keracunan dengan adanya logam

toksik seperti arsen pada rambut.

Page 14: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

BAB III

HUBUNGAN KELARUTAN DENGAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

3.1 Aktivitas Biologis Senyawa Seri Homolog

Suatu seri homolog senyawa sukar terdisosiasi, yang perbedaan strukturnya

hanya menyangkut perbedaan jumlah dan panjang rantai atom C, ternyata intensitas

efek biologisnya tergantung pada jumlah atom C.

Contoh senyawa seri homolog :

1. n-Alkohol, alkilresorsinol, alkilfenol dan alkilkresol (antibakteri).

2. Ester asam para-aminobenzoat (anestesi setempat).

3. Alkil 4,4’-stilbenediol (hormon estrogen).

Makin panjang rantai samping atom C, makin bertambah bagian molekul yang

bersifat non polar dan terjadi perubahan sifat fisik, seperti kenaikan sifat didih,

berkurangnya kelarutan dalam air, serta meningkatnya koefisien partisi lemak/air,

tegangan permukaan dan kekentalan. Perubahan sifat fisik ini diikuti dengan

peningkatan aktivitas biologis sampai tercatat aktivitas maksimum. Bila panjang

rantai atom C terus ditingkatkan akan terjadi penurunan aktivitas secara drastis. Hal

ini disebabkan dengan makin bertambahnya jumlah atom C, makin berkurang

kelarutan senyawa dalam air, yang berarti kelarutan dalam cairan luar sel juga

berkurang, sedang kelarutan senyawa dalam cairan luar sel berhubungan dengan

proses pengangkutan obat ke sisi kerja (site of action) atau reseptor. Oleh karena itu

kelarutan dan koefisien partisi lemak/air merupakan sifat fisik penting dari senyawa

seri homolog untuk dapat menghasilkan aktivitas biologis.

Contoh seri homolog :

1. Seri homolog n-alkohol

Seri homolog n-alifatik alkohol primer, pada jumlah atom C1 sampai C7

menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Bacillus typhosus yang makin

meningkat dan mencapai maksimum pada jumlah atom C = 8. pada jumlah atom

C lebih besar 8 aktivitasnya menurun dengan drastis. Terhadap Staphylococcus

aureus aktivitasnya mencapai maksimum pada jumlah atom C = 5.

Page 15: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

Rantai alkohol yang bercabang, seperti alkohol sekunder dan tersier,

mempunyai kelarutan dalam air lebih besar, nilai koefisien partisi lemak/air lebih

rendah dibanding alkohol primer sehingga aktivitas antibakterinya lebih kecil.

Contoh : aktivitas n-heksanol 2 kali lebih besar dibanding heksanol

sekunder dan 5 kali lebih besar dibanding heksanol tersier. Adanya ikatan rangkap

dapat meningkatkan kelarutan dalam air dan menurunkan aktivitas antibakteri.

Alkohol dengan berat molekul besar, seperti : setilalkohol, praktis tidak

larut dalam air sehingga tidak berkhasiat sebagai antibakteri,

2. Seri homolog 4-n-alkilresorsinol

Aktivitas antibakteri terhadap Bacillus typhosus mencapai maksimum pada

jumlah atom C = 6, dan terhadap Staphylococcus aureus aktivitas maksimum

dicapai pada jumlah atom C = 9.

3. Seri homolog ester asam vanilat

Tabel hubungan seri homolog ester asam vanilat dengan aktivitas anti bakterinya

terhadap Staphylococcus aureus.

Ester asam vanilat Koefisien fenol terhadap Staphylococcus aureus

Metil

Etil

n-propil

Isopropil

1,7

7,3

33,4

11,2

4. Seri homolog ester asam para-hidroksi benzoat

Tabel hubungan struktur seri homolog ester asam para-hidroksi benzoat dengan

nilai koefisien partisi dan aktivitas anti bakteri terhadap Staphylococcus aureus

Ester PHB Koefisien Partisi Koefisien fenol terhadap

Staphylococcus aureus

Metil

Etil

n-propil

Isopropil

1,2

3,4

13

7,3

2,6

7,1

15

13

Page 16: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

3.2 Hubungan Koefisien Partisi dengan Efek Anestesi Sistemik

Koefisien partisi kali pertama dihubungkan dengan aktivitas biologis obat-

obat penekan sistem saraf pusat, yaitu: efek hipnotik dan anestesi oleh Overton dan

Meyer (1899).

Mereka memberikan 3 postulat yang berhubungan dengan efek anestesi suatu

senyawa, yang dikenal dengan teori lemak, sebagai berikut:

a. Senyawa kimia yang tidak reaktif dan mudah larut, dalam lemak seperti eter,

hidrokarbon, dan hidrokarbon terhalogenasidapat memberikan efek narkosis pada

jaringan hidup sesuai dengan kemampuannya untuk terdistribusi ke dalam

jaringan sel.

b. Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yng banyak mengandung lemak, seperti

sel saraf.

c. Efisiensi anestesi tergantung pada koefisien partisi lemak/air atau distribusi

senyawa dalam fasa lemak dan fasa air jaringan.

Dari postulat diatas dismpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas anestesi

dengan koefisien partisi lemak/air.

Wulf dan Featherstone (1957), mengemukakan teori anestesi sistemik yang

dikenal sebagai teori ukuran molekul.

Beberapa bahan anestetika yang tidak reaktif, dapat menimbulkan efek

anestesi sistemik karena ada hubungan mendasar antara sifat molekul dengan efek

penekan sistem saraf pusat. Mereka menganggap bahwa tetapan molekul suatu

senyawa dengan ada tidaknya potensi anestesi. Tetapan volume molekul dapat dicari

melalui persamaan vander walls sebagai berikut:

(p + a/V2) (V – b) = Rt

a = tetapan kepolarisasian gas ideal

b = tetapan volume molekul

Pauling (1961), mengemukakan suatu teori anestesi yang penekanannya tidak

pada fasa lemak sistem saraf pusat tetapi pada fasa air, yang dikenal dengan teori

klatrat atau teori air.

Obat anastetika yang berupa gas atau larutan mudah menguap dan bersifat

inert, seperti xenon dan kloroform, mempunyai potensiasi samadan hanya berbeda

Page 17: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

pada kemampuannya untuk mencapai reseptor. Pada percobaan in vivo, xenono dan

kloroform dalam lingkungan air dapat membentuk mikrokristal hidrat (klatrat) yang

stabil. Pauling menganggap bahwa pada in vivo, xenon dan kloroform akan

menduduki ruang-ruang yang berisi molekul air, kemudian bersama-sama dengan

rantai protein dan zat terlarut lain mengubah struktur media air yang

mengelilinginya sehingga lebih terorganisasi dan terstabilkan oleh ikatan van der

Waals, membentuk mikrokristal hidrat. Mikrokristal hidrat yang stabil ini dapat

menyebabkan perubahan daya hantar rangsangan elektrik yang diperlukan untuk

memelihara kesadaran mental sehngga timbul efek anestesi.

3.3 Prinsip Ferguson

Pada prinsip Ferguson, banyak senyawa seri homolog aktivitasnya akan

meningkat sesuai dengan kenaikan jumlah atom C.

Fuhner ( 1904), mendapatkan bahwa untuk mencapai aktifitas sama, anggota

seri homolog yang lebih tinggi memerlukan kadar yang lebih rendah sesaui dengan

persamaan deret ukur sebagai berikut:

1/31, 1/32, 1/33, 1/34,....................... 1/3n

Contoh: seri homolog obat penekan sistem saraf pusat, seperti turunan alkohol,

keton, amin, ester, uretan, dan hidrokarbon.

Perubahan sefat fisik tertentu dari suatu seri homolog, seperti tekanan uap,

kelarutan dalam air, tegangan permukaan dan distribusi dalam pelarut tidak

tercampur, kadang-kadang juga sesuai dengan persamaan deret ukur.

Sifat-sifat fisik secara umum melibatkan distribusi pada beberapa macam fasa.

Contoh:

a. Kelarutan, melibatkan distribusi antara suatu padatan atau cairan dan larutan

jenuhnya.

b. Tegangan permukaan, melibatkan distribusi antar larutan dan permukaan.

c. Tekanan uap, melibatkan distribusi antara cairan dan uap.

Menurut Ferguson, kadar molar toksik sangat ditentukan oleh keseimbangan

distribusi pada fasa-fasa yang heterogen, yaitu fasa eksternal, yang kadar

senyawanya dapat diukur, dan biofasa.

Page 18: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

Ferguson menyatakan bahwa sebenarnya tidak perlu menentukan kadar obat

dalam biofasa (reseptor) karena pada keadaan keseimbangan kecenderungan obat

untuk meninggalkan biofasa dan fase eksternal adalah sama, walaupun kadar obat

dalam tiap fasa mungkin berbeda. Kecenderungan obat untuk meninggalkan fasa

disebut aktivitas termodinamik.

Untuk menjelaskan kecenderungan obat dalam meninggalkan biofasa dan fasa

eksternal, derajat kejenuhan masing-masing fasa merupakan pendekatan yang cukup

beralasan.

Contoh hubungan aktivitas biologis obat dengan aktifitas termodinamik:

a. Seri homolog n-alkohol primer, kadar antibakteri terhadap Bacillus typhosus

bervariasi antara 0,0034-10,8 mol/liter, sedang aktifitas termodinamiknya

berkisar antara 0,33-0,88.

b. Obat penekan sistem saraf pusat yang berupa gas atau uap, seperti nitrogen

oksida, etil klorida, kloroform, asetilen, dietil formaldehid, dan eter, kadar

isonarkotik bervariasi antara 0,5-100%, sedang aktifitas termodinamiknya

berkisar antara 0,01-0,07.

3.4 Model Kerja Obat

Berdasarkan model kerja farmakologisnya, secara umum obat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu :

1. Senyawa Berstruktur Tidak Khas

Senyawa berstruktur tidak khas adalah senyawa dengan struktur kimia bervariasi,

tidak berinteraksi dengan reseptor khas dan aktivitas biologisnya secara langsung

dipengaruhi oleh struktur kimia tetapi lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia

fisika, seperti derajat ionisasi kelarutan, aktivitas termodinamik, tegangan

permukaan dan redoks potensial. Terlihat bahwa efek biologis terjadi karena

terkumpulnya obat pada daerah penting dari sel sehingga menyebabkan

ketidakteraturan rantai proses metabolisme.

Senyawa berstruktur tidak khas menunjukkan aktivitas fisik dengan karakteritik

sebagai berikut :

a. Efek biologis berhubungan langsung dengan aktivitas termodinamik dan

untuk menimbulkan efek memerlukan dosis yang relative besar.

Page 19: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

b. Walaupun perbedaan struktur kimia besar, asal mempunyai aktivitas

termodinamik sama akan memberikan efek yang sama pula.

c. Ada kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal.

d. Bila terjadi kesetimbangan, aktivitas termodinamik masing-masing fasa harus

sama.

e. Pengukuran aktivitas termodinamik pada fasa eksternal juga mecerminkan

aktivitas termodinamik biofasa.

f. Aktivitas termodinamik (a) dari obat yang berupa gas atau uap dapat dihitung

melalui persamaan sebagai berikut :

Pt : Tekanan parsial senyawa dalam larutan yang diperlukan untuk

menimbulkan efek biologis

Ps : Tekanan uap jenuh senyawa

Aktivitas termodinamik (a) dari obat yang berupa larutan dapat dihitung

melalui persamaan sebagai berikut :

St : Kadar molar senyawa yang diperlukan untuk menimbulkan efek biologis

So : Kelarutan senyawa

g. Senyawa dengan derajat kejenuhan sama mempunyai aktivitas termodinamik

sama sehingga derajat efek biologis sama pula. Oleh karena itu larutan jenuh

dari senyawa dengan struktur yang berbeda dapat memberikan efek biologis

yang sama.

Contoh senyawa yang berstruktur tidak khas :

1. Obat anastesi sistemik yang berupa gas atau uap, seperti etil klorida,

asetilen, nitrogen oksida, eter dan kloroform.

Nama gas/uap P uap (Ps)

mm.

Kadar anastesi

(% vol)

P parsial

(Pt) mm

(a)

(Pt/Ps)

Nitrogen oksida

Etilen

Asetilen

Etil klorida

59,3

49,5

51,7

1,78

100

80

65

5

760

610

495

38

0,01

0,01

0,01

0,02

Page 20: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

Hubungan Kadar Isoanastesi Beberapa Obat Anastesi, yang Berupa Uap

atau Gas, dengan Aktivitas Termodinamik, pada Manusia (pada suhu 37oC)

2. Insektisida yang mudah menguap dan bakterisida tertentu, seperti timol,

fenol, kresol, n-alkohol dan resorsinol.

Nama Obat Kadar Bakterisid

(St), Molar

Kelarutan (So),

Molar,25oC

(a)

(St/So)

Timol

Oktanol

O-kresol

Fenol

0,0022

0,0034

0,039

0,097

0,0057

0,0040

0,23

0,90

0,38

0,88

0,17

0,11

Hubungan Kadar Bakterisid Beberapa insektisida yang mudah menguap terhadap

Salmonella typhosa dengan Aktivitas Termodinamik

2. Senyawa Berstruktur Khas

Senyawa berstruktur khas adalah senyawa yang memberikan efeknya dengan

mengikat reseptor atau aseptor yang khas.

Mekanisme kerjanya dapat melewati salah satu cara berikut yaitu:

a) Bekerja pada enzim, yaitu dengan cara pengaktifan, penghambatan atau

pengaktifan kembali enzim-enzim tubuh.

b) Bekerja sebagai antagonis, secara antagonis kimia, fungsional,

farmakologis, atau anatgonis metabolik.

c) Menekan fungsi gen, yaitu dengan menghambat biosintesis asam nukleat

atau sintesis protein.

d) Bekerja pada membran, yaitu dengan mengubah membran sel dan

mempengaruhi sistem pengangkutan membran sel.

Aktivitas biologis senyawa berstruktur khas tidak tergantung pada struktur kimia

yang khas tidak bergantung pada aktivitas termodinamik (nilai a lebih kecil dari

0,01) tetapi lebih tergantung pada struktur kimia yang khas. Kereaktifan kimia,

bentuk, ukuran dan pengaturan stereo kimia molekul, distribusi gugus fungsional,

efek induksi dan resonansi, distribusi elektronik dan interaksi dengan reseptor

mempunyai peran yang menentukan untuk terjadinya aktifitas biologis

Page 21: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

Senyawa berstruktur khas mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a) Efektif pada kadar yang rendah .

b) Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal.

c) Melibatkan ikatan-ikata kimia yang lebih kuat dibanding pada ikatan

senyawa yang berstruktur tidak khas.

d) Pada keadaan kesetimbangan aktivitas biologisnya maksimal.

e) Sifat fisik dan kimia sama-sama berperan dalam menentukan efek

biologis.

f) Secara umum mempunyai struktur dasar karakteristik yang bertanggung

jawab terhadap efek biologis senyawa analog.

g) Sedikit perubahan struktur dapat mempengaruhi secara drastis aktivitas

biologis obat.

Contoh obat yang berstruktur khas: obat antikanker, antimalaria, antibiotika, obat

adrenergik, antihistamin, dan diuretik.

BAB IV

PENUTUP

Page 22: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini yaitu :

1. Obat yang memiliki kepolaran yang tinggi akan lebih mudah dieksresikan melalui

organ yang sesuai, dan sebaliknya jika obat yang memiliki sifat non polar maka

perlu mengalami metabolisme di dalam hati, sehingga bersifat lebih polar.

2. Semakin kecil koefisien partisi darah atau udara kecil, maka obat akan lebih cepat

dieksresikan melalui paru.

3. Suatu obat yang memiliki kepolaran yang tinggi, akan lebih mudah larut dalam

tubuh, sehingga aktivitas obatnya lebih baik yang menyebabkan efek dari obat

tersebut lebih maksimal.

4.2 Saran

Saran yang dapat kami sampaikan yaitu sebaiknya tinjauan pustaka lebih

diperdalam untuk menghasilkan makalah yang lebih baik.

Page 23: MAKALAH KIMIA MEDISINAL

DAFTAR PUSTAKA

Tjay, Tan Hoan. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi kelima. PT. Elex Media Kompotindo. Jakarta

Anonim. 2004. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Gaya Baru. Jakarta

Anonim. 2008. Pengukuran Klirens Ginjal obat

Diakses tanggal 3 Maret 2008

http///D:/New%20Folder%20(M)/06_PengukuranKlirensGinjalobat.html

Siswando, dan Bambang Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press. Surabaya