Makalah Kelompok Skenario 5

23
Gangguan pada Kulit di Malam Hari Dela Nabila 102010302 Maryanto Anmama 102012014 Agnes Yuditha Putriningtyas 102012450 Marry Salvatrix Mekeng 102013065 Sri Budi Safitry 102014001 Kent Wiranata 102014006 Nurul Siti Khodijah 102014117 Ferdinand Gouwtama 102014173 Novella Ruana Fista 102014197 1 MAKALAH PBL BLOK 15

description

kk

Transcript of Makalah Kelompok Skenario 5

Page 1: Makalah Kelompok Skenario 5

Gangguan pada Kulit di Malam Hari

Dela Nabila 102010302

Maryanto Anmama 102012014

Agnes Yuditha Putriningtyas 102012450

Marry Salvatrix Mekeng 102013065

Sri Budi Safitry 102014001

Kent Wiranata 102014006

Nurul Siti Khodijah 102014117

Ferdinand Gouwtama 102014173

Novella Ruana Fista 102014197

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

1

MAKALAH PBL BLOK 15

Page 2: Makalah Kelompok Skenario 5

Pendahuluan

Perubahan zaman dari waktu ke waktu menyebabkan banyak sekali perubahan- perubahan

yang sangat pesat. Contohnya adalah populasi masyarakat yang terus bertambah, dengan

diiringi bertambahnya populasi masyarakat diiringi juga oleh bertambahnya masalah-

masalah kesehatan yang bertumbuh dengan pesat. Penyakit skabies merupakan suatu jenis

penyakit yang sering ditemukan di negara tropis, seperti Indonesia. Nama yang sering kita

dengar di masyarakat untuk penyakit ini adalah kudis. Secara umum penyakit kulit di

Indonesia prevalensinya masih tinggi.

Penyakit kulit menempati jenis penyakit ketiga yang paling sering ditemukan kasusnya

setelah penyakit saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Oleh karena itu belajar tentang

penyakit kulit merupakan hal yang penting bagi seorang calon dokter. Pada kasus ini kita

membahas tentang anak berusia 9 tahun di bawa ke poliklinik karena mengeluh sangat gatal

terutama pada sela jari tangan sejak 1 minggu yang lalu. Gejala terutama terjadi pada malam

hari.

Pembahasan

Anamnesis

Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan

penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat (merekam) riwayat

penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangangejala serta keluhan, sangatlah

penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk  penyakit bersangkutan.Selain itu

tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah mengembangkan pemahaman

mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding.1

Biasanya pasien datang dengan keluhan gatal-gatal. Yang perlu kita tanyakan pada skabies

adalah waktu terjadinya gatal-gatal. Umumnya pada pasien skabies rasa gatal memuncak

pada waktu malam sehingga mengganggu tidurnya. Kemudian setelah itu perhatikan riwayat

kontak dengan orang lain. Skabies merupakan penyakit yang menyerang manusia secara

kelompok. Tanyakan pada pasien apakah orang-orang yang tinggal bersamanya juga

mengalami hal yang sama. Kontak personal yang dekat selama setidaknya 15 menit dengan

individu yang menderita skabies dapat menyebabkan terjadinya penularan. Biasanya gejala

klinik akan muncul 2 minggu setelah terjadi kontak.2

2

Page 3: Makalah Kelompok Skenario 5

Kemudian perhatikan tempat predileksinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan

pada pasien secara langsung maupun pada pemeriksaan fisik. Umumnya daerah yang sering

terkena infestasi parasit ini adalah sela jari tangan dan kaki, lutut, perut, genitalia, dan pantat.

Pada bayi dapat mengenai seluruh daerah kulit. Gambaran yang timbul umumnya polimorf

akan dibahas lebih lanjut pada pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang kita perlu lihat adalah tempat predileksi skabies. Umumnya

pada sela jari dan kaki hingga telapaknya. Gambaran timbul sebagai akibat sensitasi terhadap

sekret tungau yaitu menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, dan urtika.

Keluhan gatal sering menyebabkan pasien menggaruk daerah tersebut sehingga dapat timbul

lesi sekunder seperti erosi dan ekskoriasi. Bila telah mengering biasanya terlihat sebagai

krusta. Selain itu perhatikan apakah timbul infeksi sekunder seperti folikulitis, furunkulosis

dan pustula. Seringkali infeksi sekunder ini dapat mempersulit diagnosis. Infeksi sekunder ini

dapat dipergunakan sebagai diagnosis banding dari penyakit ini. Bila diperhatikan secara

seksama dengan menggunakan kaca pembesar maka akan terlihat adanya gambaran seperti

terowongan di bawah permukaan kulit penderita skabies. Pada orang yang

imunocompromised dapat timbul bentuk skabies norwegia yang lesinya lebih parah.

Umumnya krusta akan lebih jelas dan luas terlihat.2

Pemeriksaan Penunjang

Pembantu diagnosis yang paling baik adalah menemukan Sarcoptes scabei yang

menyebabkan terjadinya penyakit skabies. Sebelum menemukan tungau penyebab penyakit

ini, maka harus ditemukan terowongan tempat tungau ini berjalan dalam stratum korneum.

Cara mengetahui adanya terowongan adalah dengan melakukan tes tinta terowongan.3 Tes

tinta terowongan dilakukan dengan menggosok tinta pada papula yang timbul pada kulit

kemudian didiamkan setelah 30 menit. Setelah itu tinta yang ada pada permukaan kulit

dihapus dengan kapas alkohol. Apabila terlihat gambaran zig-zag pada permukaan kulit,

berarti tinta masuk ke daerah yang kosong pada lapisan kulit dibawahnya. Hal ini

menunjukan kemungkinan adanya terowongan yang dibuat oleh tungau penyebab skabies.

Bila tes tinta terowongan ini positif, maka untuk lebih memastikan diagnosis adalah dengan

ditemukannya Sarcoptes scabiei. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan

tungau ini, yaitu:

3

Page 4: Makalah Kelompok Skenario 5

1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau

vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas kaca objek kemudian ditutup

dan dilihat dibawah mikroskop cahaya.2

2. Menyikat dengan sikat dan ditampung pada selembar keras putih kemudian dilihat

pada kaca pembesar.

3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya dengan menjepit lesi dengan 2 jari

kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.

4. Dengan biopsi eksisi kemudian diperiksa dengan pewarnaan H.E.

Bila diperiksa dengan mikroskop cahaya akan didapatkan gambaran tungau penyebab

skabies. Morfologi tungau tersebut akan dibahas pada bagian etiologi.

Diagnosis Kerja

Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap

sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Selain skabies yang umum, ada beberapa jenis

skabies khusus yang menyerang manusia antara lain:

a. Skabies Usia Khusus

Pada skabies infantil, nodul-nodul dan lesi di daerah palmoplantar merupakan lesi

khas yang paling sering ditemukan pada bayi dan anak kecil. Berbeda dengan

skabies pada orang dewasa yang jarang menyerang wajah dan kulit kepala, bayi

dapat terkena pada daerah tersebut. Pada orang dewasa dengan status imun yang

rendah dapat ditemukan lesi daerah wajah. Skabies manula jarang ditemukan lesi

kulit yang bersifat khas, akan tetapi rasa gatal yang lebih berat sering dikeluhkan.

Kelainan kulit yang sering terlihat berupa ekskoriasi yang berat terutama di bagian

punggung.

b. Skabies Krusta Norwegia

Jenis skabies ini dulu ditemukan di Indonesia. SKN dapat terjadi pada pasien dengan

penyakit berat atau pasien dengan penyakit yang menyebabkan sistem imun menjadi

rendah seperti pada penderita AIDS. Penderita mengalami lesi berkeropeng yang

jika diperiksa mengandung tungau dalam jumlah yang sangat besar. Sangat

banyaknya tungau ini diduga akibat tidak mampunya sistem imun penderita

sehingga tungau dapat berbiak dalam jumlah besar, dari beberapa puluh ekor

menjadi ribuan tungau dengan krusta yang sangat berat dan disertai lichenifikasi.4

4

Page 5: Makalah Kelompok Skenario 5

c. Skabies Berat

Penggunaan steroid topikal yang berlebihan untuk mengurangi rasa gatal, atau

penggunaan steroid oral pada penderita skabies dapat memperburuk kondisinya.

Steroid tidak membunuh parasit, namun hanya bersifat simptomatis yaitu

mengurangi rasa gatal. Gatal yang menghilang membuat pasien tidak lagi

menggaruk padahal dengan menggaruk sebagian besar tungau dapat terbunuh. Pada

penderita yang sedang menjalani pengobatan imunosupresi dapat juga skabiesnya

berubah menjadi skabies berat atau skabies krusta norwegia. Imunosupresi dapat

juga terjadi bukan akibat sedang menjalani upaya pengobatan melainkan akibat

penekanan jumlah sel-T manusia oleh infeksi virus HTLV-1. Kondisi ini sering

diasosiasikan dengan timbulnya skabies berat.3,4

d. Skabies dan Dermographisme

Manifestasi urtikaria yang khas disebut sebagai dermografisme, yang jika serius

sering memerlukan kombinasi antara H1-blocker dan H2-blocker yang bekerja dan

khasiatnya sangat berbeda namun saling memperkuat, seperti Doxepin yang

memiliki sifat antihistamin yang berkekuatan beberapa kali lebih kuat dibanding

dengan difenhidramin.

Diagnosis Banding

Penyakit skabies merupakan penyakit dengan banyak diagnosis banding. Hal ini disebabkan

karena skabies memiliki keluhan gatal yang banyak terjadi pada penyakit lainnya. Adapun

diagnosis banding skabies antara lain:

1. Dermatitis Kontak

Dermatitis atau eksem ialah suatu bentuk peradangan pada epidermis dan dermis

sebagai respon terhadap pengaruh faktor endogen atau eksogen yang menimbulkan

efloresensi dengan berbagai macam gambaran. Dermatitis kontak sendiri ialah suatu

bentuk dermatitis yang disebabkan oleh pengaruh faktor eksogen. Dermatitis kontak

ada yang bersifat iritan, yaitu akibat pengaruh bahan yang mengiritasi kulit baik

secara akut maupun kronis. Selain itu ada bentuk alergi dimana dermatitis ini akibat

proses sensitasi tubuh terhadap suatu bahan yang dianggap asing oleh sistem imun

tubuh.2

5

Page 6: Makalah Kelompok Skenario 5

Kesamaan dermatitis kontak dengan skabies adalah ditemukannya rasa gatal yang

disertai eritema dan vesikel. Namun perbedaan yang jelas adalah pada waktu rasa

gatal. Waktu rasa gatal timbul dan memuncak pada skabies adalah pada malam hari,

sedangkan pada dermatitis kontak bergantung pada waktu kontak bahan tersebut

dengan kulit.

Tes patch/tempel dapat digunakan untuk memisahkan kemungkinan skabies

terhadap dermatitis kontak. Kuncinya pada dermatitis kontak selalu ada bahan yang

sifatnya dapat mengganggu fungsi kulit. Sedangkan pada skabies tentu saja

penyebabnya adalah infestasi tungau.

2. Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah bentuk dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen.

Dermatitis atopik cenderung bersifat kronik dan residif disertai dengan rasa gatal.

Rasa gatal merupakan tanda penting pada dermatitis atopik. Selain itu dapat terjadi

likhenifikasi pada orang dewasa dan gambaran dermatitis pada anak pada daerah

tertentu.

Rasa gatal kembali menjadi persamaan antara skabies dan dermatitis atopik.

Perbedaannya adalah pada dermatitis atopik rasa gatal tersebut akan mereda pada

suatu waktu dan akan kembali lagi bila terkena alergen. Sedangkan rasa gatal pada

skabies akan menetap selama prasit masih ada dan masih bisa memproduksi alergen.

Kembali diingatkan lagi bahwa rasa gatal pada skabies akan memuncak pada waktu

malam sehingga kerapkali menyebabkan penderita terjaga sepanjang malam.2

Selain itu pada dermatitis atopik seringkali penderita memiliki riwayat penyakit

atopik pada keluarganya seperti asma dan rhinitis alergika. Hal ini dapat kita ketahui

dari pasien melalui anamnesis yang cermat. Rasa gatal yang hilang timbul

(cenderung residif) juga bisa menjadi patokan.

Tempat predileksi dermatitis atopik juga bisa membedakannya dengan skabies.

Skabies cenderung terjadi pada daerah sela jari tangan dan kaki sedangkan

dermatitis atopik sering mengenai daerah lipatan siku, lipat lutut, fleksor tangan dan

leher. Pada bayi tempat predileksi dermatitis atopik juga khas yaitu pada daerah pipi

dan ekstensor. Skabies pada bayi rentan pada semua bagian akibat lapisan kulitnya

yang masih tipis.

6

Page 7: Makalah Kelompok Skenario 5

3. Prurigo

Merupakan suatu bentuk erupsi papular yang kronik dan rekurens. Selain papul juga

kerap timbul vesikel yang dapat menjadi lesi sekunder seperti krusta, erosi dan

ekskoriasi. Lesi yang ditemukan hampir menyerupai lesi yang ditemukan pada

skabies. Prurigo sering ditemukan pada bayi akibat reaksi hipersensitivitas terhadap

gigitan kutu loncat, nyamuk, agas dan kepiting. Prurigo juga cenderung muncul

dalam bentuk kelompok papula pada malam hari dan menetap selama kurang lebih 2

minggu.5

Perbedaan prurigo dan skabies bisa dilihat dari tempat predileksi. Prurigo cenderung ada di

daerah badan dan ekstensor ekstremitas, dapat pula mengenai muka dan kulit kepala yang

berambut. Selain itu jika skabies sering ditemukan pada segala jenis usia, maka prurigo

paling sering ditemukan pada anak bayi.

Etiologi

Penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei varietas homonis. Kutu ini bukanlah serangga

dari golongan insekta melainkan tungau dari Familia Sarcoptidae yang memiliki empat

pasang kaki (bukan tiga pasang seperti pada golongan insekta) sehingga lebih dekat dengan

keluarga sengkenit. Kutu ini ditularkan dengan hubungan kontak langsung pada kulit

termasuk ketika berhubungan seks.4,5

Yang menimbulkan skabies pada manusia adalah jenis yang betina. Hal ini dikarenakan yang

jantan mati setelah kopulasi. Bentuk parasit skabies bulat 0,3-0,4 mm dengan 4 pasang kaki,

2 pasang terletak di depan dan 2 pasang kaki lainnya di belakang. Segera setelah kopulasi,

betina akan menggali lubang ke stratum korneum membentuk terowongan yang berkelok-

kelok dan terlihat keabu-abuan. Terowongan ini digunakan sebagai tempat tinggal dan

bertelur oleh spesies yang betina. 2-3 butir telur dihasilkan dalam satu hari. Untuk nutrisinya,

betina akan memakan cairan sel yang ada disekitarnya sambil terus membangun terowongan

untuk meletakkan telur. Telur menetas 3-4 hari kemudian menjadi larva yang berkaki tiga.

Larva kemudian akan membutuhkan waktu 3 hari untuk menjadi nimfa dan 3 hari kemudian

menjadi bentuk dewasa. Total siklus ini memakan waktu 2 minggu.

Pada hewan juga bisa terdapat infestasi tungau skabies. Skabies hewan menyerang berbagai

jenis hewan mamalia, seperti kambing, sapi, domba, kerbau, babi dan kelinci. Kutu ini

bersifat host spesific artinya ia hanya memilih hewan tertentu saja. Infeksi silang antara

hewan dan manusia pernah dilaporkan kasusnya. Namun, jika sampai terjadi infeksi,

7

Page 8: Makalah Kelompok Skenario 5

umumnya kutu hewan ini tidak akan berkembang lebih lanjut dan akan mati dengan

sendirinya.5

Epidemiologi

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang

menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higien yang

buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosi, dan perkembangan

dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S (Penyakit akibat

Hubungan Seksual).

Cara penularan (transmisi)

Kontak langsung ( kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan

hubungan seksual.

Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian pasien, handuk, sprei, bantal, dan

lain- lain.

Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang- kadang

oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang- kadang dapat

menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan

misalnya anjing.2

Penyakit skabies telah dikenal sejak jaman purbakala, yaitu sejak 3000 tahun yang lampau.

Di zaman itu penyakit ini tersebar di Asia sejak dari dataran Cina hingga India. Sebaran

skabies pada hewan pun bukanlah hal yang baru. Terdapat setidaknya 40 jenis hewan tuan

rumah yang tersebar dalam 17 familia dan 7 ordo mamalia. Di luar Asia pada masa lampau

ada bukti yang menunjukkan bahwa penyakit ini juga timbul di Austria, Skotlandia, dan

negara Skandinavia namun jarang dilaporkan dari benua Amerika.4

Di Indonesia sendiri awalnya ada kecenderungan penurunan angka penderita skabies. Namun

pada beberapa dasawarsa terakhir angkanya kembali meningkat. Peningkatan angka ini

dianggap oleh sebagian ahli sebagai akibat dari meningkatnya hubungan seksual bebas dan

berganti-ganti pasangan, sanitasi lingkungan yang buruk serta malnutrisi serta menurunnya

daya tahan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Selain itu urbanisasi, tingginya mobilisasi

pergerakan dan kepindahan penduduk juga dianggap sebagai penyebabnya. Faktor bencana

alam dan peperangan yang menyebabkan penduduk harus tinggal bersama di pengungsian

juga mempermudah terjadinya penularan skabies.4

8

Page 9: Makalah Kelompok Skenario 5

Semua golongan umur dapat terkena skabies. Namun penyakit ini cenderung lebih rentan

pada anak-anak dan orang tua.

Patofisiologi

Sarcoptes scabei varietas hominis betina yang umumnya dapat menyebabkan terjadinya

penyakit skabies. Setelah kawin, tungau yang jantan akan mati sedangkan yang betina akan

masuk ke dalam kulit untuk kemudian membuat terowongan di lapisan stratum korneum.

Umumnya daerah yang dipilih adalah daerah dengan lapisan kulit yang lebih tipis dibanding

daerah lainnya. Namun prinsip ini tidaklah berlaku pada bayi karena pada bayi hampir

seluruh bagian kulitnya masih tipis. Saat berjalan dalam terowongan yang dibuatnya, tentu

saja akan ada sekret dari tungau yang keluar dan tertinggal dalam terowongan tersebut.

Karena sekret ini dianggap asing oleh tubuh kita, maka sekret tersebut akan memicu reaksi

hipersensitivitas/alergi. Reaksi alergi yang timbul adalah reaksi alergi tipe 1/mmediate

hypersentivity dan reaksi alergi tipe 4/delayed hypersensitivity.6

Reaksi alergi tipe 1 dimulai ketika adanya antigen (dalam hal ini sekret tungau) yang memicu

terbentuknya IgE. Imunoglobulin ini akan terikat pada basophil dan sel mast. Kemudian bila

terpapar ulang dengan antigen, akan terjadi reaksi cross linking IgE yang kemudian

menyebabkan degranulasi basophil dan sel mast. Hal ini akan menyebabkan berbagai zat

yang ada dilepaskan, salah satunya adalah histamin. Pelepasan histamin ini akan memicu rasa

gatal dan edema. Dalam fase yang lebih lambat (sekitar 6 jam) akan disintesis mediator

peradangan yang lain misalnya leukotriene yang akan menarik sel radang neutrofiil dan

eusinofil sehingga menyebabkan adanya eritema dan indurasi.5

Bentuk paling berat dari tipe 1 ini adalah terjadinya systemic anaphhylaxis yang dapat

menyebabkan bronkokonstriksi berat serta hipotensi. Hal ini dapat membahayakan nyawa.

Ada bentuk lain yang dikenal sebagai anaphilactoid reaction yang memiliki gejala sama

reaksi reaksi anafilaktik namun patogenesis yang berbeda. Pada anaphilactoid reaction akan

terjadi degranulasi sel mast dan basofil tanpa terbentuknya IgE terlebih dahulu. Manifestasi

klinik yang dapat terlihat meliputi asma, urtikaria, rhinitis dan hay fever.6

Sedangkan pada reaksi alergi tipe 4 yang berperan adalah limfosit T helper bukan antibodi.

Umumnya timbul lebih lama (sekitar beberapa jam sampai beberapa hari) setelah terpapar

antigen dimana timbul indurasi karena penumpukan T helper dan sel makrofag. Adanya 2

tipe reaksi alergi ini akan menimbulkan sensitasi. Biasanya dibutuhkan waktu beberapa

minggu untuk timbul sensitasi pada orang yang pertama kali terkena infestasi tungau. Bila

terjadi re-infestasi akan timbul pruritus dalam kurun waktu kurang dari 24 jam setelah

9

Page 10: Makalah Kelompok Skenario 5

terpapar oleh alergen. Reaksi alergi lain yang khas seperti timbulnya urtika serta vesikel-

vesikel kecil juga akan menyertai rasa gatal tersebut. Rasa gatal yang cenderung terjadi pada

malam hari disebabkan oleh aktivitas tungau yang meningkat pada suhu yang lembab dan

panas.

Berbagai penyakit yang menyebabkan penurunan status imun serta berbagai jenis penyakit

saraf dapat menjadi faktor predisposisi timbulnya jenis skabies yang lebih parah yang dikenal

sebagai skabies norwegia. Pada jenis skabies ini bisa terdapat ribuan tungau yang

menginfestasi kulit manusia. Gambaran yang terlihat adalah timbulnya krusta yang luas.

Sebagai perbandingan, pada skabies biasa hanya terdapat rata-rata 10 tungau yang

menginfestasi tubuh.4

Gejala Klinis

Penyakit skabies merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan di daerah tropik dan

subtropik. Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan empat tanda utama, yaitu:

1. Pruritus nokturna, yaitu rasa gatal pada malam hari yang disebabkan karena

peningkatan aktivitas tungau ini pada suhu yang lebih lembab dan panas. Reaksi

gatal yang timbul biasanya disebabkan oleh adanya hipersensitivitas tubuh terhadap

tungau skabies dewasa.2,4

Pruritus yang terjadi dapat menyebabkan impeginisasi. Vesikel dan bula yang

muncul merupakan gejala klinis lainnya. Selain itu rasa gatal ini tidak dapat

dihilangkan dengan menggunakan salep kortikosteroid. Karena salep tersebut tidak

mampu menghilangkan penyebabnya yang merupakan parasit.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga

yang terkena infeksi. Selain itu biasanya daerah yang padat seperti penjara maupun

asrama dimana banyak manusia yang tinggal bersama. Pada keadaan ini timbul

hiposensitisasi, dimana seluruh anggota keluarga terkena infestasi tungau namun

minim gejala klinis. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi. Warnanya bisa putih

maupun keabu-abuan, berbentuk garis lurus maupun berkelok dengan panjang 1 cm.

Pada ujung terowongan biasanya ditemukan papul maupun vesikel.

4. Menemukan tungau yang biasanya ditemukan pada ujung terowongan. Merupakan

hal yang paling diagnostik dan bentuk tungau yang ditemukan bisa dalam berbagai

stadium.

10

Page 11: Makalah Kelompok Skenario 5

Selain itu tempat predileksi skabies pada manusia dewasa ialah daerah tangan, lipatan siku,

lipatan ketiak, perut, daerah genitalia, bokong, lutut hingga kaki.

Gambaran eflorensi yang dapat terlihat adalah eflorensi primer dan sekunder. Jenis eflorensi

primer yang dapat terlihat adalah:

Vesikel : merupakan gelembung yang berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang

dari ½ cm garis tengah dan mempunyai dasar.

Nodul : masa pada sirkumskrip yang terletak kutan atau subkutan, dapat menonjol

dengan diameter yang lebih besar dari 1 cm. Bila diameter kurang dari 1 cm disebut

sebagai nodulus.

Papul : Penonjolan zat padat berukuran kurang dari ½ cm dan berisikan zat padat.

Selain itu dapat timbul bentuk eflorensi sekunder, yaitu:

Krusta : merupakan cairan badan yang mengering dan dapat bercampur dengan

jaringan nekrotik maupun benda asing lainnya.

Erosi : ialah hilangnya jaringan yang tidak melampaui stratum basale. Biasanya

hanya akan terdapat serum tanpa darah.

Ekskoriasi : ialah hilangnya jaringan sampai ujung papila dermis sehingga terdapat

darah dan serum.

Bentuk yang khas pada skabies selain efloresensi diatas adalah adanya semacam liang

atau terowongan yang berwana lebih gelap dari warna kulit penderita dengan panjang 0,5

sampai 1 cm. Biasanya terowongan ini bisa terlihat berkelok-kelok maupun lurus dan

pada ujung terowongan akan ditemukan vesikel dan papula.4

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi cara medika mentosa dan non-medika mentosa.

Medika mentosa

Obat yang sering digunakan dalam penanganan skabies adalah obat yang berbentuk

topikal. Ada beberapa jenis obat yang dapat kita gunakan, antara lain:

1. Permetrin, digunakan dengan kadar 5%. Cara kerja krim ini adalah

mempengaruhi aliran kanal natrium yang akan menyebabkan depolarisasi,

paralisis dan kematian parasit. Krim ini sangat efektif untuk semua stadium

namun bersifat toksik. Oleh karena itu biasanya digunakan malam hari sebelum

tidur dan harus dicuci setelah bangun tidur. Karena sifatnya yang toksik,

permetrin dikontraindikasikan terhadap ibu hamil dan bayi. Permetrin adalah

first line dalam pengobatan untuk skabies.

11

Page 12: Makalah Kelompok Skenario 5

Permetrin hanya digunakan dalam dosis tunggal karena sifatnya yang toksik.

Jika belum sembuh maka dapat digunakan lagi satu minggu setelah pemakaian

yang pertama kali.7

2. Malathion, merupakan second line skabies tersedia dalam bentuk lotion dengan

kadar 0,5 %. Seperti permetrin, malathion juga digunakan sebelum tidur dan

harus dicuci setelah bangun tidur.

3. Ivermektin, dosisnya sebesar 200 µg/kg. Obat ini digunakan untuk pasien

dengan penurunan status imun yang mengalami skabies. Contohnya ialah pada

penderita HIV/AIDS. Obat ini tidak dapat digunakan pada wanita hamil dan

anak dengan berat badan dibawah 15 kg.

4. Belerang endap (sulfur presipitat) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep dan

krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur sehingga penggunaan

minimalnya adalah 3 hari, yaitu waktu yang dibutuhkan telur untuk menetas

menjadi larva. Kekurangannya berbau dan mengotori pakaian dan kadang-

kadang menimbulkan iritasi. Obat ini dapat digunakan pada anak usia dibawah 2

tahun. Kombinasi yang sering kita temukan di pasaran ialah acidum salicylicum

% dan sulfur precipitatum 4% yang dikenal sebagai salep 2-4.7

5. Benzil benzoat, tersedia dalam bentuk emulsi dengan kadar 20-25% dan efektif

terhadap semua stadium. Diberikan secara topikal setiap malam sebelum tidur

selama tiga hari.

6. Gama Benzena Heksa Klorida (Gammexane) dengan kadar 1%, tersedia dalam

bentuk krim atau lotio. Termasuk obat pilihan yang efektif terhadap semua

stadium, mudah digunakan dan jarang memberi iritasi. Obat ini juga tidak

dianjurkan untuk anak berusia dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena bersifat

toksik terhadap sistem saraf pusat.

7. Krotamiton, tersedia dalam bentuk krim atau lotio dalam kadar 10%.

Mempunyai efek antiskabies dan anti gatal. Penggunaannya harus dijauhkan

dari daerah mata, mulut dan uretra.

8. Doxepin, digunakan sebagai anti-pruritus. Bentuk sediaannya ialah krim dengan

kadar 5%. Doxepin bekerja sebagai antihistamin baik pada reseptor H1 maupun

H2. Hindari penggunaan Doxepin untuk penderita narrow-angle glaucoma dan

retensi urin.7

12

Page 13: Makalah Kelompok Skenario 5

Perlu diperhatikan juga, bahwa dapat timbul resistensi dari parasit ini ini. Sehingga bila

dicurigai terjadi resistensi terhadap insektisida, maka dapat pengobatan dapat dilanjutkan

dengan mengganti obat yang kelas insektisidanya berbeda dengan obat pertama.

Non – Medika mentosa

Ada beberapa penatalaksanaan non medika-mentosa yang dapat kita lakukan, yaitu:

1. Mandi berendam dalam waktu yang cukup lama dalam air hangat. Parasit ini

tetap memerlukan oksigen, sehingga bila terendam dalam air dalam jangka

waktu lama parasit akan mati akibat kurang oksigen.

2. Mencuci serta mengganti pakaian dalam, handuk dan seprai. Parasit mungkin

berdiam sementara di pakaian penderita sehingga mencuci dengan baik dan

mengganti pakaian secara teratur dapat membantu usaha pemberantasan

skabies.3

3. Hindari kontak dengan orang terdekat yang belum terkena skabies. Sebaiknya

hal ini dilakukan agar skabies tidak menyebar.

Harus pula diingat bahwa penyakit ini menular dalam manusia secara kelompok sehingga

sangat penting bagi kita untuk menanyakan apakah ada keluarga maupun kerabat pasien yang

tinggal di dekatnya yang memiliki keluhan yang sam dengan pasien. Bila ada maka harus

dengan segera kita tangani.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah akibat infeksi sekunder. Jenis-jenis infeksi sekunder

yang terjadi adalah folikulitis serta furunkolosis. Folikulitis ialah pioderma yang terjadi pada

folikel rambut. Umumnya bakteri yang menyebabkan folikulitis ialah Staphylococcus aureus.

Bakteri ini masuk melalui lapisan kulit yang tidak utuh akibat infestasi tungau skabies. Proses

peradangan yang terjadi dapat menyebabkan timbulnya pustula, furunkel dan karbunkel.

Yang dimaksud dengan furunkel ialah abses akut pada lebih dari satu folikel rambut akibat

bakteri tersebut. Kumpulan dari beberapa furunkel disebut sebagai karbunkel.2

Penggunaan obat kortikosteroid sebagai anti-pruritus tanpa kombinasi dengan insektisida lain

dapat menyebabkan pasien tidak menggaruk kulitnya sehingga pada akhirnya jumlah tungau

bertambah banyak. Hal ini dapat menimbulkan skabies berat. Selengkapnya tentang skabies

berat telah dibahas di bagian diagnosis kerja dan gejala klinik.

13

Page 14: Makalah Kelompok Skenario 5

Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan ialah menjaga kebersihan pribadi. Hal ini dapat dilakukan

dengan mandi secar teratur dan bersih, mengganti seprai dan pakaian secara teratur dan

menghindari penggunaan pakaian dan handuk secara bersama-sama.

Selain itu bila ada anggota keluarga maupun kerabat yang terkena skabies, sebaiknya

individu yang belum terkena menghindari kontak personal yang dekat dengannya sehingga

menurunkan penularan skabies tersebut.4

Prognosis

Secara umum baik bila mendapat pengobatan dan serta edukasi tentang cara pemakaian obat

yang tepat. Faktor predisposisi seperti higienitas juga perlu diperharikan agar prognosis

semakin baik. Kondisi prognosis yang buruk mungkin terjadi pada pasien dengan sistem

imun yang rendah.2

Kesimpulan

Skabies merupakan penyakit kulit yang sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini

merupakan penyakit dengan manifestasi gatal dan efloresensi vesikel serta papula yang dapat

menjadi krusta, erosi dan ekskoriasi. Penyakit ini dapat menyerang semua umur dan tempat

predileksinya meliputi sela jari tangan dan kaki, lipat siku, lipat ketiak, inguinal, genitalia,

bokong dan lutut. Terjadinya penyakit ini akibat infestasi Sarcoptes scabiei varietas homonis

pada stratum korneum kulit. Sekret yang dikeluarkan oleh tungau ini menyebabkan reaksi

alergi tipe 1 dan 4 sehingga memicu timbulnya rasa gatal, vesikel dan papula. Pengobatan

penyakit ini adalah dengan membasmi tungau menggunakan insektisida yang biasanya

tersedia sebagai bentuk obat topikal. Tidak kalah pentingnya adalah menjaga kebersihan diri

pasien untuk mendukung tercapainya kesembuhan sekaligus sebagai usaha preventif agar

tidak terkena penyakit ini.

14

Page 15: Makalah Kelompok Skenario 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 25-28.

2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI; 2010.h.119-26.

3. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditijau dari organ tubuh yang

diserang. Jakarta: EGC; 2009.h.289-95.

4. Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K. Dermatology in general medicine. 4 th edition.

New York: McGraw – Hill Medical Publisher; 2004.p.2182-3.

5. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Parasitologi

kedokteran edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.265-8.

6. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi kedokteran. edisi 20. Jakarta : EGC;

2004.h.116-139.

7. Buxton PK, Jones M. Abc of dermatology. 5 th edition. London: Willey – Blackwell

Publisher; 2009.p.124-6.

15