Makalah Pleno Skenario Leptospira

26
Infeksi oleh Bakteri Leptospira pada Manusia 1 Disusun oleh : Kelompok D2 Yogie Rinaldi 102011213 Stella Maria Wentinusa 102011245 Diana Atmaja 102012047 Melisa Andriana 102012170

description

abhdyhuabdfuabfn dascioerjwieqwrjiqew rqewj qewuirhqueiwrhnqueiwrqewarjnhqueiwrnfui hqueiw rhjuqewrhuiqwhr qwearhqueiwrhuiqewarqawWQRFEW NFEWAIRTGF FUEW TH8UEWH EW G TFUIEWEW

Transcript of Makalah Pleno Skenario Leptospira

Page 1: Makalah Pleno Skenario Leptospira

Infeksi oleh Bakteri Leptospira pada Manusia

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11470

No. Telp (021)56942061 No. Fax (021)5631731

Email: [email protected]

1

Disusun oleh :

Kelompok D2

Yogie Rinaldi 102011213Stella Maria Wentinusa 102011245Diana Atmaja 102012047Melisa Andriana 102012170Rheza Pratama Dharmawan 102012203Nisa Kamila 102012291Fikranaya Salim 102012315Risma Lestari Siregar 102012426Sulaiman Bin Zaini 102012487Ketlyne Lawra Hutajulu 102009222

Page 2: Makalah Pleno Skenario Leptospira

A. Pendahuluan

Insiden infeksi merupakan pola yang selalu berubah sehingga menjadi salah satu alasan

mengapa studi tentang penyakit infeksi sangat menarik. Di negara berkembang yang miskin

sumber daya, penyakit infeksi terus menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.

Infeksi disebarkan melalui cara-cara: melalui udara (airborne), usus (intestinal), kontak

langsung, jalur kelamin, gigitan serangga atau hewan, melalui darah (blood-borne). Ada pula

cara penyebaran penyakit lewat air dan tanah yang terkontaminasi hewan tertentu. Sebagai

contoh, leptospira yang diekskresikan dalam urin tikus dapat mengkontaminasi air yang

tergenang dan selanjutnya menembus kulit yang intak saat manusia berendam dalam air.1

Penyakit yang disebabkan oleh mikro organisme leptospira adalah leptospirosis.

Leptospirosis acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan

konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade

terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang

termasuk the emerging infectious diseases.2

Makalah ini diharapkan dapan membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai

penyakit infeksi yang difokuskan pada leptospirosis dalam hal anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis, etiologi, epidemiologi,

penularan, patogenesis, manifestasi klinik, pengobatan, prognosis, dan pencegahan. Dengan

demikian, penegakan diagnosis mengenai leptospirosis dapat dilakukan dengan baik.

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis

penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan

sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan

fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)

atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak

memungkinkan untuk diwawancarai.2

Anamnesis yang baik akan terdiri dari:2

1. Identitas pasien meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.

2. Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke

dokter.

2

Page 3: Makalah Pleno Skenario Leptospira

3. Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai

keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.

4. Riwayat penyakit dahulu bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan

adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.

5. Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit

herediter, familial atau penyakit infeksi.

6. Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-

temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau

pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi),

dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi). Sikap sopan santun dan

rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang diperiksa harus diperhatikan

dengan baik oleh pemeriksa.2

Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah dengan memeriksa tanda-tanda

vital. Tanda-tanda vital adalah nadi, pernapasan, suhu, dan tekanan darah. Semua harus

diukur dalam setiap pemerikaan yang lengkap dan dalam banyak pertemuan vital.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut vital karena mengandung ukuran-ukuran klinis

kuantitatif.3

Nadi merupakan refleksi perifer dari kerja jantung dan penjalaran gelombang dari

proksimal (pangkal aorta) ke distal. Gelombang nadi tidak bersamaan dengan aliran darah

tetapi menjalar lebih cepat. Intensitas nadi berhubungan dengan karakteristik pemnbuluh

darah dan tekanan nadi. Kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari

50-100 denyut/menit.3

Kecepatan pernapasan dan polanya dikendalikan oleh kemosensor-kemosensor dan

otak. Untuk orang normal, peningkatan konsentrasi karbondioksida dan ion hidrogen dalam

darah merangsang peningkatan ventilasi. Pemeriksa harus waspada bahwa, peningkatan

kecepatan pernapasan involunter sering terjadi bila subjek menyadari bahwa pernapasannya

sedang diamati. Untuk alasan ini, penghitungan kecepatan pernapasan dilakukan secara diam-

diam. Kecepatan pernapasan normal adalah 12-18x/menit pada orang dewasa.3

3

Page 4: Makalah Pleno Skenario Leptospira

Sistem-sistem enzim mamalia bekerja dengan baik pada satu rentang suhu yang sempit.

Oleh karena itu suhu tubuh mamalia berada pada keadaan yang agak konstan. Suhu tubuh

fisiologis manusia rata-rata adalah 37oC.3

Tekanan darah diukur dalam torr, singkatan dar torricelli, satuan tekanan yang

sebelumnya dikenali sebagai milimeter air-raksa. Tekanan darah normal pada kebanyakan

orang dewasa sehat berkisar antara 90/50 dengan 140/90.3

Selain tanda-tanda vital, ada beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan.

Pemeriksaan itu salah satunya dengan melakukan observasi kelopak mata dan inspeksi sklera

serta konjungtiva tiap-tiap mata. Selain itu, pemeriksaan abdomen juga dilakukan dengan

menginspeksi, auskultasi, dan perkusi. Palpasi abdomen dengan lembut, kemudian lakukan

palpasi dalam. Lakukan pemeriksaan hepar dan lien denngan perkusi dan kemudian palpasi.

Coba meraba kedua ginjal, jika dicurigai ada infeksi maka lakukan perkusi di daerah

posterior pada sudut kostovertebralis. Pada pemeriksaan ekstremitas bawah yang dilakukan

dalam posisi berbaring, lakukan pula tes rasa nyeri.4

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:5

1. Hemoglobin (Hb): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan

makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari satu menit.

Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3 sampai

5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Hb adalah pria dewasa: 13.5-17

g/dl, wanita dewasa: 12-15 g/dl, bayi baru lahir: 14-24 g/dl, bayi: 10-17 g/dl, anak: 11-16

g/dl.

2. Hematokrit (Ht): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan

makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus kurang dari dua menit.

Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3 sampai

5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Ht adalah pria dewasa: 40-54%,

wanita dewasa:36-46%, bayi baru lahir: 44-65%, usia 1 sampai 3 tahun: 29-40%, usia 4-

10 tahun: 31-43%.

3. Sel darah putih (Leukosit): Untuk mengkaji nilai sel darah putih adalah dari hitung darah

lengkap. Hal ini dilakukan untuk menentukan adanya infeksi. Jumlah normal sel darah

4

Page 5: Makalah Pleno Skenario Leptospira

putih adalah dewasa: 4500-10000 l, bayi baru lahir: 9000-30000 l, usia 2 tahun: 6000-

17000 l, usia 10 tahun: 4500-13500 l.

4. Trombosit: Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan

makanan atau minuman. Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang

dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Jumlah normal

trombosit adalah dewasa: 150000-400000 l, prematur: 100000-300000 l, bayi baru

lahir: 150000-300000 l, bayi: 200000-475000 l.

5. Albumin dan globulin: Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada

asupan makanan atau minuman. Pengambilan darah vena sebanyak 5-7 ml ditampung

dalam tabung bertutup merah, cegah terjadinya hemolisis. Kadar normal albumin adalah

3.5-5.0 g/dl, kadar normal globulin adalah 1.5-3.5 g/dl.

6. Bilirubin total: Prosedur pengambilan sampelnya harus dengan status puasa kecuali

asupan air. Pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan 3 sampai 5 ml

dalam tabung bertutup merah. Kadar normal bilirubin total adalah dewasa: 0.1-1.2 mg/dl,

bayi baru lahir: 1-12 mg/dl, anak: 0.2-0.8 mg/dl.

7. Ureum: Prosedur pengambilan sampelnya dianjurkan puasa selama 8 jam sebelumnya.

Pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan 3 sampai 5 ml di tabung

bertutup merah, cegah terjadinya hemolisis. Kadar normal ureum adalah dewasa: 5-25

mg/dl, bayi: 5-15 mg/dl, anak 5-20 mg/dl, lansia: nilai ditemukan sedikit lebih tinggi

daripadap dewasa.

8. Kreatinin: Prosedur pengambilan sampelnya pada malam sebelum uji dilakukan, pasien

tidak boleh mengonsumsi daging merah. Pengambilan darah lewat darah vena, darah

yang dikumpulkan 3 sampai 5 ml di tabung bertutup merah. Kadar normal kreatinin

adalah dewasa: 0.5-1.5 mg/dl (wanita kadarnya lebih rendah karena massa ototnya yang

lebih kecil), bayi baru lahir: 0.8-1.4 mg/dl, bayi: 0.7-1.7 mg/dl, anak (2-6 tahun): 0.3-0.6

mg/dl, anak yang lebih tua: 0.4-1.2 (kadar agak meningkat seiring bertambahnya usia,

akibat pertambahan massa otot), lansia: kadarnya berkurang akibat penurunan massa otot

dan penurunan produksi kreatinin.

Dalam skenario, jumlah Hb (10 g/dl), Ht (33%), dan leukosit (14000 l) pasien lebih dari

normal. Jumlah trombosit (220000 l),. Jumlah bilirubin total (4.5 mg/dl), SGOT (136

l), SGPT (80 l).

Working Diagnosis

5

Page 6: Makalah Pleno Skenario Leptospira

Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk

kelompok risiko tinggi. Gejala atau keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit

kepala, terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual dan muntah. Pada

pemerikaan fisik dijumpai demam, brakikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain.

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit

menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin

dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk

meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi

bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosis

pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.2

Differential Diagnosis

Berikut ini merupakan diagnosis banding dari leptospirosis:

1. Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia, dan deatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang

ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di

rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh

renjatan/syok.2

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase

kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi

mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.2

Pada tes laboratorium penderita DBD, akan ditemukan beberapa hal. Leukosit pada

penderita dapat normal ataupun menurun, mulai hari ketiga dapat ditemui limfositosis relatif

(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LBP) >15% dari jumlah

total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit pada umumnya terdapat

trombositopenia pada hari ke-3 sampai 8. Terjadi kebocoran plasma dibuktikan dengan

peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3

demam. Pada albumin, dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Ureum dan

kreatinin bisa juga terdeteksi bila terjadi kerusakan fungsi ginjal.2

6

Page 7: Makalah Pleno Skenario Leptospira

2. Hepatitis A

Hepatitis virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai hati. Salah satu

tipe hepatitis virus akut pada anak dan orang dewasa disebabkan oleh virus hepatitis A

(HAV) yang merupakan penyebab hepatitis virus tipe A (hepatitis infeksius).6

Masa inkubasi dari hepatitis A adalah 2-6 minggu. Semakin singkat masa inkubasi

mungkin disebabkan oleh banyaknya jumlah virus. Gejala-gejala di awal penyakit masih

belum jelas dan butuh penelitian lebih lanjut karena tidak setiap pasien mengalami demam,

hepatomegali, dan jaundice. Dalam fase prodromal, masien mengalami flu ringan gejala

dari anoreksia, mual dan muntah, kelelahan, malaise, demam yang tidak tinggi (biasanya

<39.5oC), mialgia, dan sakit kepala ringan.7

Pada fase ikterus, yang pertama muncul adalah urin yang gelap (bilirubinuria). Kotoran

berwarna pucat juga akan muncul kemudian, biarpun tidak semua penderita mengalaminya.

Jaundice terjadi di kebanyakan orang dewasa yang hepatitis A akut. Derajat ikterus juga

bertambah seiring usia. Nyeri abdomen terjadi pada sekitar 40% pasien. Athralgia dan ruam

terjadi namun jarang bila dibandingkan dengan gejala-gejala lain. Kambuhnya hepatitis A

adalah gejala sisa yang tidak biasa dari infeksi akut, lebih sering terjadi pada lansia.7

3. Kolesistitis

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.

Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali.2

Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa keluhan kelesuan,

malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang,

demam ringan, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan, dan kadang-kadang dingin.2

Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan. Periode dingin (15-

60 menit): mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut dan pada

saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan

meningkatnya temperatur. Selanjutnya periode panas: penderita muka merah, nadi cepat,

dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan berkeringat. Dilanjutkan dengan

periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita

merasa sehat.2

Etiologi

7

Page 8: Makalah Pleno Skenario Leptospira

Gambar 1. Leptospira.2

Leptospirosis disebabkan oleh spiroketa genus leptospira. Leptospira bentuknya

bergelung, tipis, dan fleksibel dengan panjang 5-15 m; spiral yang sangat halus dengan lebar

0,1-0,2 m; ujung sel kuman seringkali bengkok yang membentuk seperti pancingan. Kuman

ini bergerak sangat aktif, yang paling baik dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan

gelap. Mikrograf elektron menunjukkan filamen alsial yang tipis dan membran yang lembut.

Spiroketa bentuknya juga halus sehingga pada pandangan lapangan gelap tampak hanya

sebagai rantai kokus kecil. Leptospira tidak dapat diwarnai dengan mudah tetapi dapat

diwarnai dengan impregnasi perak. Leptospira tumbuh baik di lingkungan aerob pada suhu

28-30oC dalam mediumsemisolid yang berisi serum (medium Fletch, Stuart, dan lain-lain).6

Sistem klasifikasi tradisional leptospira dibuat berdasarkan pada spesifitas biokimia dan

serologi untuk membedakan antara spesies yang patogen (Leptospira interrogans) dan

spesies tidak patogen yang hidup bebas (Leptospira biflexa). Spesies ini kemudian dibagi lagi

menjadi lebih dari 200 servoar Leptospira interrogans dan lebih dari 60 servoar Leptospira

biflexa. Servoar tersebut kemudian disusun ke dalam serogrup Leptospira interrogans dan

serogrup Leptospira biflexa yang didasarkan pada antigenisitas yang dibagi dan terutama

untuk penggunaan laboratorium.6

Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia ialah Leptospira

icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus, Leptospira canicola dengan reservoar anjing,

dan Leptospira pomona dengan reservoar sapi dan babi.2

Epidemiologi

Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali benua Antartika namun

terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang peliharaan seperti

anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti

tupai, musang, kelalawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira

8

Page 9: Makalah Pleno Skenario Leptospira

hidup di dalam ginjal / air kemihnya. Tikus yang merupakan vektor utama dari Leptospira

icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira

akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal

tikus dan secara terus menerus ikut mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat

musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan

musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup

leptospira, sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim hujan.2

Leptospirosis mengenai paling kurang 160 spesies mamalia. Ada berbagai jenis pejamu

dari leptospira, mulai dari mamalia berukuran kecil dimana manusia dapat kontak dengannya,

misalnya landak, kelinci, tikus sawah, tikus rumah, tupai, musang, sampai dengan reptil

(berbagai jenis katak dan ular), babi, sapi, kucing, dan anjing. Binatang pengerat terutama

tikus merupakan reservoir paling banyak. Leptospira membentuk hubungan simbiosis dengan

penjamunya dan dapat menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan bahkan

bertahun-tahun.2

International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan

insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Di Indonesia,

leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung,

Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi

Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir

besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis dengan 20

kematian.2

Penularan

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah

terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi

jika terjadi luka/erosi pada kulit maupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat

yang terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit

ini, bahkan air yang deraspun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat

gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira

di laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit

yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai risiko tinggi

mendapatkan penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan,

9

Page 10: Makalah Pleno Skenario Leptospira

peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, orang-orang yang mengadakan

perkemahan di hutan, dokter hewan.2

Patofisiologis

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran

darah dan berkembang, lalu menyebarkan secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi

respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan

terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian, beberapa organisme ini masuh bertahan

pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian

mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui

urin. Leptospira banyak dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu

setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira

dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat

lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,

mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria

berlangsung 1-4 minggu.2

Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesis leptospirosis: invasi bakteri langsung,

faktor inflamasi nonspesifiik, dan reaksi imunologi.2

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang

bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul

terjadi karena kerusakan pada lapiran endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan

antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis

lesi histologik yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional

yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada

struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel

plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan

disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal leptospirs juga dapat bertahan

pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke cairan serebrospinalis pada fase

leptospiremua. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi

terbanyak yang terjadi sebagai komplilasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai

leptospira adalah ginjal, hati, otot, dan pembuluh darah. Berikut kelainan spesifik pada

organ:2

10

Page 11: Makalah Pleno Skenario Leptospira

1. Ginjal: Interstisial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan bentuk lesi pada

leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat

tubular nekrosis akut. Adanya pernan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal,

hemolisis, dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan

ginjal.

2. Hati: Menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosir fokal dan

proliferasi sel Kupfer dengan kolestatis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian

ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel

parenkim.

3. Jantung: epikardium, endokardium, dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium

dapat fokal atau difus berupa interstisial edema dengan infiltrasi sel mononuklear dan

plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi pendarahan fokal

pada miokardium dan endokarditis.

4. Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa lokal nekrotis,

vakuolisasi, dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan

invasi langsung leptospira. Dapat jiga ditemukan antigen leptospira pada otot.

5. Mata: Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan

bertahan beberapa bulan walaupun antibodi yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan

menyebabkan uveitis.

6. Pembuluh darah: terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vakulitis yang

akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan pada mukosa, permukaan

serosa, dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.

7. Susunan saraf pusat: Leptospira mudah masuk ke dalam cairan serebrospinal (CSS) dan

dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon

antibodi, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis

diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit

peningkatan sel mononuklear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis

aseptik, biasanya paling sering disebabkan oleh Leptospira canicola.

8. Weil Disease: Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,

biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, dan demam tipe

kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.

Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh

11

Page 12: Makalah Pleno Skenario Leptospira

serotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal,

hepatik, atau disfungsi vaskular.

Manifestasi Klinik

Masa inkubasi leptospirosis adalah 2-26 hari, biasanya 7-13 hari, dan rata-rata 10 hari.

Leptospirosis sendiri mempunyai dua fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan

fase imun.2

Fase leptospiremia ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan

serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di

frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang disertai nyer

tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesu kulit, demam tinggi yang disertai menggigil,

juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai penurunan kesadaran. Pada

pemeriksaan keadaaan sakit berat, brakikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4

dapat dijumpai adanya konjungtiva suffision dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash

yang berbentuk makular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai

splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat

ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang

terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang

lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu

terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.2

Fase imun ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang

mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang

menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat pendarahan

berupa epistaksis, gjala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Pendarahan paling

jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan

manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva infection dan conjungtival suffusion

dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis.2

Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan

tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda

meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2

hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai di urin.2

12

Page 13: Makalah Pleno Skenario Leptospira

Pengobatan

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksu dan mengatasi keadaan

dehidrasi, hipotensi, perdarahan, dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis.

Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya

kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisis temporer.2

Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin biasanya pemberian dalam 4 hari

setelah onset cukup efektif. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intravena penisilin G,

amoksisilin, ampisilin, atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan

dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisilin, ampisilin, amoksisilin, maupun

sefalosporin.2

Tabel 1. Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis.2

Indikasi Regimen Dosis

Leptospirosis ringan Doksisilin 2 x 100 mg

Ampisilin 4 x 500-750 mg

Amoksisilin 4 x 500 mg

Leptospirosis sedang dan

berat

Penisilin G 1.5 juta unit / 6 jam (iv)

Ampisilin 1 gram / 6 jam (iv)

Amoksisilin 1 gram / 6 jam (iv)

Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/minggu

Pada absorbsi penisilin G, bila dibandingkan dengan dosis oral terhadap intramuskular,

maka untuk mendapatkan kadar efektif dalam darah, dosis penisilin G oral haruslah 4 sampai

5 kali lebih besar daripada dosis intramuskular. Oleh karena itu penisilin G tidak dianjurkan

diberikan secara oral. Jumlah ampisilin dan senyawa sejenisnya yang diabsorbsi pada

pemberian oral dipengaruhi besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna.

Dengan dosis lebih kecil persentase yang diabsorbsi relatif besar. Absorbsi amoksisilin di

saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin, dengan dosis yang sama, amoksisilin

mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada yang

dicapai ampisilin. Penyerapan amoksisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung,

sedangkan amoksisilin tidak.8

Distribusi penisilin G, ampisilin, dan amoksisilin luas dalam tubuh. Pada penisilin G,

kadar obat yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus, limfe, dan semen

tetapi dalam cairan serebrospinal sukar dicapai. Ampisilin yang masuk ke dalam empedu

13

Page 14: Makalah Pleno Skenario Leptospira

mengalamu sirkulasi enterohepatik, tetapi yang diekskresi di tinja cukup tinggi. Penetrasi ke

cairan serebrospinalis dapat mencapai kadar efektif pada keadaan peradangan meningen.

Distribusi amoksisilin kurang lebih sama dengan ampisilin. Efek dari penisilin adalah terjadi

pemecahan cincin beta laktam dengan kehilangan seluruh aktivitas mikroba. 8

Pemberian penisilin G, ampisilin, dan amoksisilin memiliki efek samping. Penisilin G

akan menimbulkan reaksi alergi Pemberian ampisilin memberikan sebagian kecil kemerahan

kulit berdasarkan reaksi alergi, dan saat itu terjadi pemberian ampisilin harus dihentikan.8

Sefalosporin diberikan secara suntikan intramuskular atau intravena. Beberapa

sefalosporin generasi ketiga mencapai kadar yang tinggi di cairan serebrospinal, sehingga

bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Sefalosporin melewati sawar darah uri,

mencapai kadar tinggi di cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik,

kadar sefalosporin generasi ketiga di cairan mata relatif tinggi, tetapi tidak mencapai vitreus.

Sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan proses sekresi tubuli. Efek

samping dari sefalosporin adalah reaksi alergi, mirip dengan yang ditimbulkan oleh

penisilin.8

Doksisiklin merupakan salah satu golongan tetrasiklin menurut struktur kimia.

Tetrasiklin memperlihatkan spektrum anibakteri yang luas. Absorbsinya sebagian besar

berlangsung di lambung dan usus halus bagian atas. Faktor penghambatnya adalah pH tinggi.

Distribusinya adalah dalam plasma, semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma.

Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan cukup baik, ditimbun dalam sistem

retikuloendotelial di hati, limpa dan sumsum tulang, serta di dentin dan email gigi yang

belum erupsi. Tetrasiklin golongan doksisiklin mengalami metabolisme yang berarti di hati

sehingga aman untuk penderita gagal ginjal. Golongan tetraiklin diekskresi di urin

berdasarkan filtrasi glomerulus.8

Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu

diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiremia).

Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch-Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah

pemberian intravena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif

diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan

cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara

umum. Kalau terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis.2

14

Page 15: Makalah Pleno Skenario Leptospira

Prognosis

Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal, Pada kasus dengan ikterus, angka kematian

5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.2

Pencegahan

Pencegahan leptospirosis pada manusia sangat sulit karena tidak mungkin

menghilangkan reservoir inveksi yang besar pada hewan. Vaksinasi hewan ternak dan hewan

peliharaan dilakukan secara lias di Amerika Serikat dan telah banyak mengurangi insidensi

infeksi pada beberapa spesies. Infeksi pada ginjal masih tetap dapat terjadi pada anjing yang

divaksinasi, dan manusia dapat terinfeksi dengan anjing yang telah diimunisasi secara

adekuat. Pada daerah tertentu, pengendalian tikus, disinfeksi daerah kerja yang tercemar, dan

larangan berenang pada perairan tercemar, telah mengurangi insidensi penyakit secara

efektif.9

Pemberian doksisiklin 200 mg per minggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi

serangan leptospirosis bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi dan terpapar dalam waktu

singkat.2

Penutup

Leptospirosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri leptospira dan

menimbulkan berbagai gejala klinik. Perantara dari leptospirosis dapat dari hewan-hewan di

sekitar kita misalnya anjing, kucing, tikus, dan lainnya. Bila air yang tercemar oleh urin dari

perantara berkontak dengan kulit memungkinkan untuk manusia terkena leptospirosis. Bila

dibandingkan ada beberapa penyakit yang gejalanya mirip leptospirosis, seperti demam

berdarah dengue, hepatitis A, dan malaria. Namun setelah melewati proses pemeriksaan yang

terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, perbedaan dari tiap

penyakit dapat dilihat. Pencegahan yang baik akan membantu mengurangi jumlah kasus

penyakit leptospirosis.

Daftar Pustaka

1. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon-White RT. Lecture notes: penyakit

infeksi. Jakarta: Erlangga; 2008. h.3-6

15

Page 16: Makalah Pleno Skenario Leptospira

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009.

3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan fungsi

di bangsal. Jakarta: EGC; 2005.h. 30-1.

4. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-8. Jakarta:

EGC; 2009.h.11-2.

5. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2008.

6. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan adelberg.

Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.346-8, 478-85.

7. Hepatitis A Clinical Presentation, diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/177484-clinical, 08 November 2013

8. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar HA, Arif A, Bahry B, et al. Farmakologi

dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.

9. Muliawan SY. Bakteri spiral patogen. Jakarta: Erlangga; 2008.h.78-9.

16