Skenario 6 Kelompok d5

43
Rahasia Kedokteran Terhadap Penyakit Menular Seksual disusun oleh : Stephanie Clara / 10.2010.250 Alexander Sebastian / 10.2011.029 Elisabeth / 10.2011.082 Ratna Setia Wati / 10.2011.203 Grace Stephanie Manuain / 10.2011.266 Erick Thambrin / 10.2011.270 Eifraimdio Paisthalozie / 10.2011.384 Ervin Pratiwi Pasang / 10.2011.389 Kelompok D5

description

30

Transcript of Skenario 6 Kelompok d5

Page 1: Skenario 6 Kelompok d5

Rahasia Kedokteran Terhadap Penyakit Menular Seksual

disusun oleh :

Stephanie Clara / 10.2010.250

Alexander Sebastian / 10.2011.029

Elisabeth / 10.2011.082

Ratna Setia Wati / 10.2011.203

Grace Stephanie Manuain / 10.2011.266

Erick Thambrin / 10.2011.270

Eifraimdio Paisthalozie / 10.2011.384

Ervin Pratiwi Pasang / 10.2011.389

Kelompok D5

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Tahun Ajaran 2014/2015

Page 2: Skenario 6 Kelompok d5

PENDAHULUAN

Kewajiban memegang teguh rahasia jabatan merupakan syarat yang senantiasa harus

dipenuhi untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang mutlak diperlukan dalam

hubungan dokter pasien. Dimana hal ini juga merupakan hak bagi pasien untuk memiliki

keleluasaan pribadi dan keyakinan diri terhadap dokternya bahwa mereka akan menyimpan

rahasianya itu. Rahasia jabatan seorang dokter merupakan suatu kewajiban moril yang telah

ada sejak dahulu di mana yang menjadi pegangan adalah sumpah yang diciptakan oleh

Hippocrates. Profesi kedokteran diharapkan memiliki sikap profesionalisme, yaitu sikap yang

bertanggungjawab, sikap kompetensi dan wewenang yang sesuai waktu juga tempat, sikap

etis sesuai etika profesi, bekerja sesuai standar yang ditetapkan, dan untuk bidang kesehatan

diperlukan adanya sikap altruis (rela berkorban). Di dalam menentukan tindakan di bidang

kesehatan medis, perlu dipertimbangkan tentang kebutuhan pasien, namun keputusan tetap

harus didasarkan pada hak-hak asasi pasien. Dalam pengambilan keputusan sebagai tenaga

medis pun kita perlu mempelajari tentang etika yang merupakan disiplin ilmu yang

mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu tindakan perbuatan seseorang/ institusi

dilihat dari moralitas.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar kami sebagai mahasiswa kedokteran mampu

memahami berbagai aspek yang berhubungan dengan rahasia kedokteran agar mampu

mempraktekan apa yang dipelajari, dan memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga rahasia

jabatan profesi kedokteran. Dalam makalah ini akan dibahas sebuah skenario kasus “Seorang

pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah pasien lama

dokter tersebut dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan keluarganya dengan

dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan mengaku telah melakukan

hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu ia masih tetap berhubungan

dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah

dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia menderita GO. Pasien tidak ingin diketahui

istrinya, karena bisa terjadi pertengkaran di antara keduanya. Dokter tahu bahwa mengobati

penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit, tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga

dengan istrinya maka mungkin istrinya sudah tertular. Istrinya juga harus diobati.” Semoga

makalah ini dapat menjadi sebuah referensi baru bagi mahasiswa kedokteran untuk lebih

memahami aspek rahasia kedokteran dan etika kedokteran.

ETIKA PROFESI KEDOKTERAN

1

Page 3: Skenario 6 Kelompok d5

Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap

pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode

Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran

Internasional. Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada

prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam

membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya

suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam

perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi

pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics)

dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.

Penilaian baik-buruk, benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori

etika yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut

orang adalah teori deontologi dan teleologi. Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya

suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri sedangkan teleologi mengajarkan

untuk menilai baik-buruk tindakan dengan melihat hasil atau akibatnya. Deontologi lebih

mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi dan budaya, sedangkan teologi lebih kearah

penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas manfaat. 1

Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik.

Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan

prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi

lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan

terakhir disebut dengan prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi

prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu

kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika),

juga prima facie dalam penerapan praktiknya.

Kaidah dasar tersebut ialah :

1. Beneficence

Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga

harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya

(patient welfare). Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau

menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban. Kaidah ini secara amnya

bermaksud melakukan yang terbaik untuk pasien. Apa sahaja yang dilakukan adalah

demi kebaikan pasien. Kebajikan pasien adalah yang paling utama. Beneficense juga

membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien seperti

2

Page 4: Skenario 6 Kelompok d5

mengambil langkah positif untuk mengelak dan mencegah kemusnahan daripada

pasien.1

Ciri-ciri bagi kaidah ini ialah :

Mengutamakan Alturisme yaitu rela berkorban dan menolong tanpa pamrih.

Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya

menguntungkan dokter.

Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak di bandingkan

dengan keburukannya.

Paterbalisme bertanggungjawab/berkasih saying

Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

Memaksimali pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien

Minimalisasi akibat buruk

Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan

Memberikan obat berkasiat

Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti

yang orang lain inginkan.

Contoh dalam scenario adalah: “Dokter berusaha untuk mengobati secara

menyeluruh hingga ke istrinya sehingga tidak terjadi fenomena ping-pong.”

2. Non-Maleficense

Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah

memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.

Kaidah ini pula penting terutama sekali ketika waktu-waktu emergensi atau gawat

darurat. Kaidah ini bermaksud tidak menimbulkan bahaya atau kecederaan kepada

pasien dari segi fisikal atau psikologis. Prinsip non-maleficense ini boleh

digambarkan dengan kata ini yaitu “primum non nocere” yaitu pertama jangan

menyakiti. Prinsip ini menjadi satu kewajiban apabila :

Tindakan dokter tadi ialah yang paling efektif pada waktu itu.

Manfaat bagi pasien adalah lebih berbanding manfaat kepada dokter.

Pasien berada dalam keadaan yang sangat berbahaya atau berisiko kehilangan

sesuatu yang penting sperti nyawa atau anggota badan.1-2

Ciri-ciri kaidah Non-Maleficense ialah :

Menolong pasien emergensi

Mengobati pasien yang luka

Tidak membunuh pasien

3

Page 5: Skenario 6 Kelompok d5

Tidak menghina atau memanfaatkan pasien

Tidak memandang pasien sebagai obyek

Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian

Tidak melakukan White collar Crime dalam bidang kesehatan atau kerumah

sakitan yang merugikan pihak pasien atau keluarganya

Memberikan semangat hidup

Melindungi pasien dari serangan

Manfaat bagi pasien lebih banyak dari pada kerugian dokter

Contoh dalam skenario adalah:

“Mengobati penyakit pasien tersebut dan tidak memberitahukan pada siapapun

perihal penyakit menular seksual yang dideritanya.”

“Dokter tidak menghakimi pasien akibat hubungannya dengan wanita lain.”

3. Autonomy

Menghormati martabat manusia (respect for person / autonomy). Menghormati

martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai

manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan

kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan

perlindungan.

Misalnya dengan memberikan surat rujukan, tidak memberitahu penyakit pasien

kepada orang lain. Kaidah ini pula berarti pasien sendiri diberi hak untuk berfikir

secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy ini juga bermaksud

menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien

demi dirinya sendiri.1-2

Ciri-ciri yang dimiliki kaidah ini ialah :

Menghargai hak menentukan nasib sendiri

Berterus terang

Menghargai privasi

Menjaga rahasia pasien

Melaksanakan Informed Consent

Contoh dalam skenario adalah:

“Dokter berterus-terang mengenai penyakit dan prognosis perjalanan penyakit yang

dialami serta kemungkinan bahwa istrinya telah tertular.”

“Sebelum melaksanakan pemeriksaan AIDS dokter memberikan informed consent

dahulu.”

4

Page 6: Skenario 6 Kelompok d5

“Dokter tetap menyerahkan keputusan terhadap pasien perihal pengobatan istrinya.”

“Dokter tetap menjaga rahasia rekam medik pasien.”

4. Justice

Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik,

agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status

perkawinan, serta perbedaan gender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap

dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien

yang menjadi perhatian utama dokter. Justice pula adalah kaidah yang berarti

pelakuan sama rata dan adil terhadap pasien untuk kebahagiaan dan kenyamanan

pasien tersebut.1-2

Ciri-ciri bagi kaidah ini ialah :

Memberlakukan segala sesuatu secara universal

Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan

Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama

Menghargai hak sehat pasien

Menghargai hak hukum pasien

Menghargai hak orang lain

Menjaga kelompok rentan(yang paling merugikan

Tidak membedakan pasien atas dasar SARA, status social, dll.

Tidak melakukan penyalahgunaan

Memberikan kontribusi yang sama terhadap pasien

Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat

Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit

Pembuatan keputusan etik terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan

pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral diatas. Jonsen, Siegler, dan

Winslade mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik yang esensial dalam

pelayanan klinik, yaitu:

1. Medical indication.

Pada topik ini dimasukkan semua prosedur diagnostik dan terapi yang sesuai untuk

mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis ini

ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kadiah beneficence dan non-

maleficence. Pertanyaan etika pada topik ini adalah serupa dengan seluruh informasi

yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada informed consent. 1

5

Page 7: Skenario 6 Kelompok d5

2. Patient preferences.

Pada topik ini kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan

beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan

etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan

keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien tidak

kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut pasien, dan lain-lain.

3. Quality of life.

Topik ini merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu, memperbaiki,

menjaga, atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan bagaimana

melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis,

yang berkaitan dengan beneficence, non-maleficence, dan autonomy.

4. Contextual features.

Dalam topik ini dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi

keputusan, seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi

sumber daya, dan faktor hukum.

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

Setiap dokter dibekali dengan peraturan etika, yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia

(KODEKI) yang berisi tentang nilai-nilai yang sepatutnya dipatuhi dan dijalankan oleh

seorang dokter. KODEKI inilah yang menjadi landasan setiap tindakan medis yang dilakukan

seorang dokter serta mengatur hubungan antara dokter dengan pasien, lingkungan

masyarakat, teman sejawat, dan diri sendiri. Selain KODEKI ada pula peraturan tentang

informed consent atau disebut juga Persetujuan Tindakan Medis yaitu Permenkes No.290

Tahun 2008.3

Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur

hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang

diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-

sama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan

struktural. Oleh karena itu dibuatlah Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang

berdasar kepada Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No.

221/Pb/A.4 /04/2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang

diuraikan sebagai berikut:3

6

Page 8: Skenario 6 Kelompok d5

I. Kewajiban Umum

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh

sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik

hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan

pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap

penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang

dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri

kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang

kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang

7

Page 9: Skenario 6 Kelompok d5

(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, &

berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam

karakter/ kompetensi, atau yang melakukan penipuan/penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga

kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha

menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang

lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

II. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya

untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang

mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan

8

Page 10: Skenario 6 Kelompok d5

dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,

bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,

kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

III. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan

persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

IV. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran/kesehatan.

HUBUNGAN DOKTER – PASIEN

Hubungan Hukum antara Dokter dengan Pasien

Hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan yang unik, dokter sebagai pemberi

pelayanan kesehatan dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan. Dokter yang pakar

dan pasien yang awam, dokter yang sehat dan pasien yang sakit.

9

Page 11: Skenario 6 Kelompok d5

Hubungan tanggungjawab tidak seimbang itu, menyebabkan pasien yang karena

keawamannya tidak mengetahui apa yang terjadi pada waktu tindakan medik dilakukan, hal

ini dimungkinkan karena informasi dari dokter tidak selalu dimengerti oleh pasien.

Seringkali pasien tidak mengerti itu, menduga telah terjadi kesalahan/kelalaian, sehingga

dokter diminta untuk mengganti kerugian yang dideritanya. Yang seringkali menjadi

pendapat yang salah adalah bahwa setiap kesalahan/kelalaian yang diperbuat oleh dokter

harus mendapat gantirugi. Bahkan kadang-kadang kalau ada sesuatu hal yang diduga terjadi

malpraktek, maka dipakai oleh pasien sebagai kesempatan untuk memaksa dokter membayar

ganti rugi.

Pada penentuan bersalah tidaknya dokter dan pembayaran ganti rugi harus dibuktikan terlebih

dahulu dan ditentukan oleh hakim di Pengadilan. Masalahnya dokter sangat rentan terhadap

publikasi, sehingga seringkali dokter yang enggan menjadi sorotan di media massa,

membayar komplain pasien, tanpa melalui proses hukum.

Kesalahan ini sering disalah gunakan oleh pasien, menyebabkan dokter akan melindungi

dirinya dengan berbagai cara untuk menghindari gugatan dari pasien. Salah satu cara yaitu

dengan mengalihkan tanggungjawab kepada pihak ketiga yaitu asuransi ; atau bekerja ekstra

hati-hati. Pada gilirannya pasien juga yang rugi, karena biaya pengobatan menjadi lebih besar

dan pasien yang harus menanggung beban.

Di Indonesia informed consent telah memperoleh justifikasi yuridis melalui Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 585/Menkes/1989. Persetujuan tindakan medik (informed consent)

dalam praktik banyak mengalami kendala, karena faktor bahasa, faktor campur tangan

keluarga atau pihak ketiga dalam hal memberikan persetujuan, faktor perbedaan kepentingan

antara dokter dan pasien, dan faktor lainnya.

Sebab dalam konsep ini dokter hanya berkewajiban melakukan pelayanan kesehatan dengan

penuh kesungguhan, dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan perhatiannya sesuai

dengan standard profesinya. Jadi seorang dokter dapat dikatakan melakukan kesalahan atau

kelalaian dalam menjalankan profesinya, apabila dia tidak memenuhi kewajibannya dengan

baik, yang berdasarkan kemampuan tertinggi yang dimilikinya sesuai dengan standard

operasional (SOP).

Pola Komunikasi antara Dokter dengan Pasien

Komunikasi dokter-pasien yang efektif adalah terciptanya rasa nyaman dengan terapi medis

yang diberikan dokter pada pasien. Faktor perilaku dokter terhadap pasiennya, kemampuan

dokter untuk mendapatkan dan menghormati perhatian pasien, tersedianya informasi yang

10

Page 12: Skenario 6 Kelompok d5

tepat dan timbulnya empati serta membangun kepercayaan pasien ternyata merupakan kunci

yang menentukan dalam kenyamanan yang baik dengan terapi medis pada pasien.

Sikap empati yang ditunjukkan oleh dokter kepada pasien akan menumbuhkan rasa

kepercayaan pasien kepada dokternya yang kemudian dapat menimbulkan kepuasan dan

kepatuhan pasien pada pengobatan. Komunikasi dokter – pasien yang efektif ditandai dengan

adanya proses yang interaktif antara dokter dan pasien, dimana terjadi penyampaian

informasi yang timbal balik antara dokter dan pasien secara efektif baik secara verbal

maupun non verbal. Komunikasi yang kolaboratif, proaktif dan menghargai pendapat pasien

dalam pengambilan keputusan medis serta ternyata dapat membawa efek yang baik bagi

outcome pengobatan.

Saat ini diketahui bahwa terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam mengambil

keputusan terapi terhadap pasien, yaitu: pendekatan paternalistik, berbagi dan informatif

(konsumeris). Masing-masing memiliki implikasi yang berbeda dalam peran dokter terhadap

pasien dalam hal mengkomunikasikan informasi dan untuk tipe, jumlah dan arus informasi

diantara keduanya. 1

Dokter yang mengadopsi pendekatan paternalistik kurang memiliki ketertarikan dalam

diskusi dan mendapatkan perhatian pasien. Dokter tipe ini seringkali menginginkan deskripsi

gejala fisik yang singkat sehingga mereka dapat mengubahnya menjadi kategori diagnostik.

Tipe murni pendekatan dokter semacam ini dapat kemudian membuat suatu keputusan terapi

yang menurut mereka terbaik untuk pasien tanpa harus mengetahui nilai dan perhatian

masing-masing pasien. 1

Dokter yang menggunakan pendekatan informatif terhadap pasien mengacu pada suatu peran

yang lebih aktif dalam menemukan masalah pasien dan menentukan terapi yang tepat. Tipe

murni peran dokter dalam pendekatan tipe ini meliputi kesediaaan informasi penelitian yang

relevan mengenai pilihan terapi beserta keuntungan dan risiko terapi sehingga pasien dapat

membuat keputusan yang jelas. Hanya pada pendekatan berbagi, dokter berkomitmen kepada

dirinya sendiri kepada suatu hubungan interaktif dengan pasien dalam membangun suatu

rekomendasi terapi yang konsisten dengan nilai dan pilihan pasien. Untuk menciptakan hal

ini terjadi, dokter harus membuat suatu atmosfer terbuka dimana pasien dapat

mengkomunikasikan semua hal yang ada dalam agenda mereka. Pendekatan ini memberikan

pertukaran informasi yang membantu dokter memahami pasien dan meyakinkan bahwa

pasien diberikan informasi pilihan terapi beserta risiko dan keuntungannya. Hal tersebut juga

memudahkan pasien untuk mengetahui apakah mereka merasa bahwa mereka dapat

membangun suatu hubungan kepercayaan dengan dokternya

11

Page 13: Skenario 6 Kelompok d5

INFORMED CONSENT

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta

Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008, maka Informed Consent adalah

persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah

mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan

terhadap pasien tersebut.

Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989

tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan

informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya

sebagai saksi adalah penting.1,2

Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak

membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang

dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai

tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.1-2

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan

adalah:

Diagnosa yang telah ditegakkan.

Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.

Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

Risiko risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran

tersebut.

Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara

pengobatan yang lain.

Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Risiko risiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan

kedokteran :

Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.

Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan

melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No

290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran

sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ).

12

Page 14: Skenario 6 Kelompok d5

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan

tindakan kedokteran adalah:

Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak

untuk menyelamatkan jiwa.

Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi

dirinya.

Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.1,2

Tujuan Informed Consent:

Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya

tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan

tanpa sepengetahuan pasiennya.

Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat

negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan

medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan

melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ).

Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan

kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum

dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan

secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu

pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk

melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.4

Tiga elemen Informed consent:

1. Threshold elements

Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya

lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten

(cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan

medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut

kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi

yang penuh.

Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu

(keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).

13

Page 15: Skenario 6 Kelompok d5

Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan

berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan

sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan

mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental

sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.1-2

2. Information elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan

understanding (pemahaman). Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat

membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi

(disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang

adekuat.

Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat

dari 3 standar, yaitu :

Standar Praktik Profesi

Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi

ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis.

Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak

sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak

bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna

dari sisi sosial pasien.

Standar Subyektif

Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien

secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien

tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal

waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara

individual dianut oleh pasien.

Standar pada reasonable person

Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu

dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan

umumnya orang awam.

3. Consent elements

Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan

authorization (persetujuan).

14

Page 16: Skenario 6 Kelompok d5

Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan.

Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang bersikap

seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya.1,2

Consent dapat diberikan :

a. Dinyatakan (expressed)

i. Dinyatakan secara lisan

ii. Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila

dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang

invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita

secara bermakna.

Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua

jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.

b. Tidak dinyatakan (implied)

Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun

melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.

Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis

inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.

Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan

mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya

Keluhan pasien tentang proses informed consent :

1. Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis

2. Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu

untuk tanya – jawab.

3. Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna

informasi

4. Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.

Keluhan dokter tentang informed consent:

1. Pasien tidak mau diberitahu.

2. Pasien tak mampu memahami.

3. Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.

4. Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.1-2

15

Page 17: Skenario 6 Kelompok d5

RAHASIA KEDOKTERAN

Salah satu ayat lafal sumpah dokter Indonesia berdasarkan peraturan pemerintah no 26 tahun

1960 berbunyi :”saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena

pekerjaan saya dan arena keilmuan saya sebagai dokter”. Dalam bab II KODEKI tentang

kewajiban dokter terhadap pasien dicantumkan antara lain: “Seorang dokter wajib

merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien karena kepercayaan yang

diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”.2

Untuk memperkokoh kedudukan rahasia jabatan dan pekerjaan dokter, telah dikeluarkan

peraturan pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran,

dinyatakan bahwa menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administrated berdasarkan

pasal 111 Undang-undang tentang kesehatan jika tidak dapat dipidanakan menurut KUHP.

Rahasia pekerjaan dokter adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan

berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan setelah menyelesaikan pendidikannya.

Rahasia jabatan dokter adalah rahasia dokter sebagai pejabat struktural.

Untuk memahami rahasia jabatan ditilik dari sudut hukum,tingkah laku seorang dokter dibagi

menjadi 2 jenis :

1. Tingkah laku yang bersangkutan dalam pekerjaan sehari-hari

Dalam hal ini yang harus diperhatikan ialah :

a. Pasal 322 KUHP yang berbunyi :

(1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatan

atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu ia diwajibkan

untuk menyimpannya, dihukum dengan pidana perkara paling lama sembilan

bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah

(2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang yang tertentu,maka perbuatan itu

hanya dituntut atas pengaduan orang tersebut .

Undang-undang ini diperkuat dengan luas norma-norma kesusilaan yang telah ada

karena tidak hanya mengancam pelanggaran yang dilakukan pada waktu si

pelanggar masih bekerja aktif.

b. Pasal 1365 KUH Perdata

“Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang

lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannnya menyebabkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut”

2. Tingkah laku dalam keadaan khusus

16

Page 18: Skenario 6 Kelompok d5

Menurut hukum, setiap warga Negara dapat dipanggil oleh pengadilan untuk didengar

sebagai saksi. Selain itu, seorang yang mempunyai keahlian dapat dipanggil sebagai

ahli. Dengan demikian, dapatlah terjadi, bahwa seorang yang mempunyai keahlian,

umpamanya seorang dokter, dipanggil sebagai saksi, sebagai ahli sekaligus sebagai

saksi ahli.2

Sebagai saksi atau saksi ahli mungkin sekali ia diharuskan memberi keterangan

tentang seorang yang sebelum itu telah menjadi pasien yang diobatinya. Ini berarti ia

seolah-olah diharuskan melanggar rahasia pekerjaannya. Kejadian ini bertentangan

dan dapat dihindarkan karena adanya hak undur diri seperti yang tercantum dalam

pasal 277 reglemen Indonesia yang diperbaharui, bunyinya :

(1) Barang siapa yang martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya yang sah,

diwajibkan menyimpan rahasia, boleh minta mengundurkan ddari memberi

penyaksian, akan tetapi hanya dan terutama mengenai hal yang diketahuinya

dan dipercayakan kepadanya karena martabatnya, pekerjaannya atau

jabatannya itu.

Dalam pasal 48 UU No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pada paragraph 4

mengenai rahasia kedokteran, dinyatakan bahwa ‘setiap dokter atau dokter gigi dalam

melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpang rahasia kedokteran.

Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi

permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukumn permintaan

pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan undang-undang.2

ASPEK HUKUM

Pemberian Pelayanan

Pasal 52

1. Pelayanan kesehatan terdiri atas:

a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan

b. pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan dengan

pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pasal 53

17

Page 19: Skenario 6 Kelompok d5

1. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan

memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.

3. Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien disbanding kepentingan

lainnya.

Pasal 54

1. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab,

aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif.

2. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan

pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pasal 55

1. Pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan.

2. Standar mutu pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.5

Perlindungan Pasien

Pasal 56

1. Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan

pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami

informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.

2. Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku

pada:

a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam

masyarakat yang lebih luas;

b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau

c. gangguan mental berat.

3. Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57

1. Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah

dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

18

Page 20: Skenario 6 Kelompok d5

2. Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:

a. perintah undang-undang;

b. perintah pengadilan;

c. izin yang bersangkutan;

d. kepentingan masyarakat; atau

e. kepentingan orang tersebut.

Pasal 58

1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,

dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau

kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga

kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan

seseorang dalam keadaan darurat.

3. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.5

Pasal 50 KUHP:

“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak

dipidana”.

Pasal 45 UU RI No.29 tahun 2004

1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter

atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan

Penjelasan:

Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan

medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan

berada dibawah pengampunan (under curatele) persetujuan atau penolakan tindakan

medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu

kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung. Dalam keadaan gawat

darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun,

setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan, segera diberikan

penjelasan dan dibuat persetujuan. Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang

yang tidak sadar, maka penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang

mengantar. Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada keluarganya sedangkan

19

Page 21: Skenario 6 Kelompok d5

tindakan medis harus dilakukan maka penjelasan diberikan kepada anak yang

bersangkutan atau pada kesempatan pertama pasien sudah sadar.5

2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan setelah pasien mendapat

penjelasan secara lengkap

3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sekurangkurangnya mencakup:

a. diagnosis dan tata cara tindakan medis

b. tujuan tindakan medis yang dilakukan

c. alternatif tindakan lain dan risikonya

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

Penjelasan:

Penjelasan hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah dimengerti karena

penjelasan merupakan landasan untuk memberikan persetujuan. Aspek lain yang

juga sebaiknya diberikan penjelasan yaitu yang berkaitan dengan pembiayaan

4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diberikan secara tertulis

maupun lisan.

Penjelasan:

Persetujuan lisan dalam ayat ini adalah persetujuan yang diberikan dalam bentuk

ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang diartikan sebagai

ucapan setuju.

5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi

harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak

memberikan persetujuan.

Penjelasan:

Yang dimaksud dengan tindakan medis berisiko tinggi adalah seperti tindakan bedah

atau tindakan invasif lainnya.

6. Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 diatur dengan

Peraturan Menteri.5

Pasal 17 Permenkes No.1419/Menkes/Per/IX/20056

1. Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang

tindakan kedokteran yang akan dilakukan.

20

Page 22: Skenario 6 Kelompok d5

2. Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat 1 harus mendapat persetujuan dari

pasien.

3. Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat 1 dan ayat 2

dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan

Sanksi seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran:

Sanksi pidana

- penyerangan (assault)

- kalau seorang dokter melakukan operasi kepada pasien tanpa persetujuan tindakan

kedokteran dapat kena sanksi pidana Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Sanksi perdata

- Pasal 1365 KUH Perdata

Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawwa kerugian kepada setiap orang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian itu.

- Pasal 1367 KUH Perdata

Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena

perbuatannya sendiri, tetapi juga kerugian yang disebabkan karena perbuatannya

sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri,

tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang orang yang

menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang barang yang berada di

bawah tanggungannya.

- Pasal 1370 KUH Perdata

dalam hal terjadi pembunuhan dengan sengaja atau kelalaiannya, maka suami atau

istri, anak, orang tua korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan

korban, berhak untuk menuntut ganti rugi yang harus dinilai menurut keadaan dan

kekayaan kedua belah pihak.

- Pasal 1371 KUH Perdata

Sanksi Administratif

a. Pasal 69 UU RI No.29 tahun 2004

- Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat

dokter, dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.

- Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa dinyatakan

tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

21

Page 23: Skenario 6 Kelompok d5

- Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa:

pemberian peringatan tertulis

rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin

praktik

kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi

pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 25 Permenkes No.1419/Menkes/Per/IX/20056

1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat

mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran peraturan ini.

2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat berupa peringatan lisan,

tertulis sampai dengan pencabutan SIP.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan sanksi administratif

sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan

organisasi profesi.

Pasal 26 Permenkes No.1419/Menkes/Per/IX/2005

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi:

1. Atas dasar keputusan MKDKI

2. STR dokter atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia

3. Melakukan tindakan pidana

GONORRHOEA

Gonore disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang penting dan merupakan infeksi kedua yang paling umum dilaporkan. Gonore paling

sering menyebar pada saat melakukan kontak seksual. Namun, juga dapat ditularkan melalui

proses kelahiran, menyebabkan oftalmia neonatorum dan infeksi neonatal sistemik. Masa

inkubasi biasanya 2-8 hari. Ada berbagai berbeda 'strain' kuman ini, dan sayangnya resisten

antibiotik yang telah menjadi lebih umum selama abad ke-21. Pada wanita, serviks adalah

bagian yang paling sering diserangoleh bakteri ini, sehingga endocervicitis dan uretritis, yang

dapat menjadi komplikasi pada penyakit radang panggul (PID). Pada pria, menyebabkan

gonore uretritis anterior.

Gonorrhoea pada Genitourinaria Pria

Pada pria, uretritis merupakan manifestasi utama infeksi gonokokal. Karakteristik awal

meliputi terbakar pada buang air kecil dan keluarnya cairan serosa. Beberapa hari kemudian,

22

Page 24: Skenario 6 Kelompok d5

biasanya menjadi lebih banyak, purulen, dan, dapat diwarnai darah. Epididimitis akut juga

bisa disebabkan oleh N gonorrhoeae, terutama pada pria yang lebih muda dari 35 tahun. Hal

ini biasanya unilateral dan sering terjadi hubungannya dengan eksudat uretra.

Gonorrhoea pada Genitourinaria Perempuan

Pada wanita infeksi paling umum dari bakteri gonokokal adalah endoserviks (80% - 90%),

diikuti oleh uretra (80%), rektum (40%), dan pharynx (10% - 20%). Jika timbul gejala,

mereka sering bermanifestasi dalam waktu 10 hari setelah infeksi.

Gejala utama meliputi keputihan, disuria, perdarahan intermenstrual, dispareunia, dan nyeri

perut yang ringan yang lebih rendah. Ketika servisitis gonore adalah baik tanpa gejala atau

tidak dikenal, pasien mungkin berkembang menjadi PID, sering dekat dengan periode

menstruasi. PID juga mungkin asimtomatik dan terjadi pada 10-20% dari wanita yang

terinfeksi. Gejala PID adalah sebagai berikut:

Perut bagian bawah nyeri (gejala yang paling konsisten dari PID)

Peningkatan cairan vagina atau cairan uretra yang mukopurulen

Disuria (biasanya tanpa urgensi )

Serviks gerak melemah

Nyeri pada adneksa (biasanya bilateral) atau massa adneksa

Perdarahan intermenstrual

Demam, menggigil, mual, dan muntah (kurang umum)

Perihepatitis akut (Fitz-Hugh-Curtis syndrome) terjadi terutama melalui ekstensi langsung

dari N gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis dari tuba falopi pada kapsul hati dan

peritoneum bagian atas.

Pengobatan

Gonore diobati efektif dengan penisilin. Tapi penicillin-resistant strain kuman muncul dalam

30 tahun terakhir, sehingga para ahli beralih ke obat yang disebut cefixime, diberi oral.

Namun pada Maret 2011, Asosiasi Inggris untuk Kesehatan Seksual dan HIV (BASHH)

direkomendasikan bahwa pengobatan 'baris pertama' yang baru gonore harus diubah, karena

masalah semakin umum resistensi terhadap cefixime. Dan pada bulan Oktober 2011,

Perlindungan Kesehatan Inggris Agency (HPA) mengumumkan bahwa 17,4 persen dari

sampel bakteri gonorrhea kini cefixime-tahan. Jadi, mereka merekomendasikan bahwa ketika

mengobati gonore, dokter untuk selanjutnya harus menggunakan kombinasi dua obat :

1. Ceftriaxone,yang diberikan melalui suntikan

2. Azitromisin, yang diberikan secara oral

23

Page 25: Skenario 6 Kelompok d5

Catatan: ceftriaxone dikatakan oleh produsen untuk berinteraksi dengan kontrasepsi oral. Jadi

jika pasien berada dalam penggunaan KB, silakan berkonsultasi hal ini dengan dokter.

AIDS

Mereka yang berisiko tertinggi terkena AIDS adalah pengguna narkoba suntikan yang

berbagi jarum, bayi yang lahir dari ibu dengan HIV (terutama jika si ibu tidak menerima ART

selama kehamilan), mereka yang melakukan hubungan seks vaginal atau dubur tanpa kondom

dengan orang HIV positif, dan mereka yang transfusi darah yang diterima atau produk

pembekuan antara 1977 dan 1985 (sebelum skrining untuk HIV menjadi praktek standar).7

Infeksi HIV bisa terjadi tanpa gejala selama satu dekade atau lebih. Pada tahap pembawa

dapat menularkan infeksi kepada orang lain tanpa sadar. Jika infeksi ini tidak terdeteksi dan

diobati, sistem kekebalan tubuh secara bertahap melemah dan AIDS berkembang.

Infeksi HIV akut membutuhkan beberapa minggu untuk bulan untuk menjadi non-gejala

infeksi HIV. Kemudian menjadi gejala awal infeksi HIV dan kemudian berkembang menjadi

AIDS.7

Aspek Hukum terhadap HIV-AIDS

Hal yang perlu mendapatkan klarifikasi dari aspek hukumnya adalah tentang pemeriksaan

darah, yang dalam rangka pencegahan meluasnya penyakit sering dipaksakan kepada

kelompok tertentu di dalam masyarakat berisiko tinggi. Persoalannya adalah bahwa setiap

bentuk intervensi medik, berdasarkan doctrine of informed consent, memerlukan izin terlebih

dahulu dari pasien yang bersangkutan. Apakah compulsory testing atau mandatory testing

tidak bertentangan dengan doctrine of informed consent yang bersumber pada hak

menentukan nasibnya sendiri (the right to self-determination) ? Di sisi lain juga dapat

dipertanyakan keuntungan model pemeriksaan seperti itu bagi upaya pencegahan, sebab

tentunya orang akan berusaha menghindar mengingat pemeriksaan tersebut dapat

menimbulkan bencana, seperti misalnya kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, kesempatan

belajar, kesempatan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di masyarakat, dan sebagainya.

Tetapi kalau tidak dipaksakan, kapan dapat ditemukan pengidap HIV pada tingkat sedini

mungkin, sehingga lebih banyak orang dapat dihindarkan dari penyakit yang mematikan ini ?

Sekali lagi, hal ini merupakan pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Banyak

pandangan pro dan kontra dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam tulisan ini.

Tentunya, masing-masing punya alasan tersendiri yang tidak bisa dikesampingkan pula. Oleh

sebab itu, dibutuhkan kebijaksanaan dan kajian yang mendalam yang melibatkan beberapa

24

Page 26: Skenario 6 Kelompok d5

pihak dalam memutuskan apa yang terbaik bagi suatu kasus yang dihadapi. Perlu diingat pula

bahwa apa yang terbaik bagi suatu kasus, belum tentu merupakan keputusan yang tepat bagi

kasus lain dalam situasi dan tempat yang berbeda.8

Dalam kasus pasien HIV positif pembeberan informai kepada pasangan atau partner seksnya

saat itu bukanlah sesuatu yang tidak etis, dan bahkan dibenarkan jika pasien tidak bersedia

menginformasikannya kepada orang (orang-orang) tersebut bahwa dia (mereka) dalam resiko.

Pembenaran dari pembeberan informasi haruslah berdasar: partner beresiko terinfeksi HIV

namun tidak mengetahui kemungkinan terinfeksi; pasien menolak memberi tahu pasangan

seksnya; pasien menolak bantuan dokter untuk melakukannya; dan dokter telah mengatakan

kepada pasien untuk memberitahu pasangannya. Dokter harus mengungkapkan status

penderita HIV pada anak, orangtua, pengasuh atau pasien itu sendiri. Perlu dilakukan

konseling untuk mengatasi efek psikologis dan efek medis dari penyakit, termasuk

didalamnya diskusi antara pasien dan konselor.Pasien harus melaporkan dan mengungkapkan

mengenai penyakitnya baik kepada keluarga, teman, dan lainnya.

Dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi HIV AIDS terdapat 3 masalah etik, yaitu ;

1. Pelanggaran prinsip kebutuhan untuk mengetahui ( need-to-know principle ).

2. Penyalahgunaan surat persetujuan atau otorisasi yang tidak tertentu ( blanket

authorization).

3. Pelanggaran privasi yang terjadi sebagai akibat dari prosedur pengungkapan sekunder

( secondary release ).

Rekam medis bersifat rahasia. Pelepasan informasi pasien menular maupun HIV AIDS dapat

diberikan dengan tetap memperhatikan tujuan maupun kegunaan dari pelepasan informasi

tersebut. Hal ini sesuai dengan UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 memberikan

peluang pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat (2):

1. Untuk kepentingan kesehatan pasien

2. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan

hukum

3. Permintaan pasien sendiri

4. Berdasarkan ketentuan undang-undang

CST for HIV/AIDS

CST (Caring, Support, & Therapy) for HIV/AIDS adalah sekelompok orang yang bekerja

untuk memberikan perhatian (caring), dukungan (support), dan pengobatan (therapy) bagi

orang-orang penderita HIV/AIDS. Petugas kesehatan disini berfungsi sebagai pendukung

25

Page 27: Skenario 6 Kelompok d5

ODHA (orang dengan HIV AIDS) untuk tetap memiliki semangat hidup walaupun

penyakitnya samapi sekarang belum dapat diobati. Selain itu lembaga ini juga mendorong

ODHA untuk menginformasikan keluarga/orang terdekatnya tentang keadaan kesehatannya

walaupun terlihat memalukan. Dokter dan lembaga inipun tidak berhak memberitahu

siapapun tentang keadaan pasien kecuali atas seijin pasien.9

KESIMPULAN

Dalam skesnario seorang dokter harus bisa menjaga rahasia pasien terkait masalah

penyakitnya, dan segala tindakan yang dilakukan dokter didasari oleh Etika dan Moral

profesi kedokteran. Sebagai dokter, kita harus tahu apa saja hak-hak pasien yang tidak bisa

kita langgar. Tindakan kita pun untuk menangani segala pasien tidak boleh merugikan pasien

atau mengambil keuntungan dari pasien. Dalam skenario ini dokter harus mengambil prinsip-

prinsip kedokteran dan kaidah dasar seperti beneficience : Dokter berusaha untuk mengobati

secara menyeluruh hingga ke istrinya sehingga tidak terjadi fenomena ping-pong.

Dokter tidak diperbolehkan membeberkan penyakit yang dialami pasien dan tidak

menghakiminya. Dokter juga harus menjelaskan dampak dari penyakit tersebut yang akan

menyebabkan fenomena ping-pong jika sang istri tidak diobati dan tetap menyerahkan

keputusan terhadap pasien perihal pengobatan istrinya dan tetap menjaga rekam medik

pasien.

Dokter hanya bisa menyarankan agar pasien berusaha jujur dan bertanggung jawab atas apa

yang dilakukan nya, tetapi semua keputusan tetap di tangan pasien tersebut, karena dokter

tidak bisa memaksa sesuai hak Autonomy seorang pasien dan sesuai rahasia jabatan

kedokteran.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi

mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2007. h. 8-12,30-32,53-

5,62-7,77-9.

2. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Ed.1. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 1994. h. 17, 20-36.

26

Page 28: Skenario 6 Kelompok d5

3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kode etik kedokteran indonesia. Dalam:

Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta:

Pustaka Dwipar; 2007. h.49-51.

4. Bertens K. Etika, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2011.

5. Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Diunduh dari:

http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/UU-29-2004PraktikKedokteran.pdf. 14 Januari

2015.

6. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC;

2009.h.78-83.

7. What is HIV-AIDS. Mandal A. Diunduh dari:

http://www.news-medical.net/health/What-is-HIVAIDS.aspx. 14 Januari 2015.

8. Aspek Hukum Pada HIV/AIDS dan ODHA.Yudy V. 2 Desember 2011. Diunduh dari:

http://www.tanyadok.com/kesehatan/aspek-hukum-pada-hivaids-dan-odha. 14 Januari

2015.

9. Yayasan Spiritia. Dasar CST. 1 Mei 2007. Diunduh dari http://spiritia.or.id/cst/

showart.php?cst=dasar . 14 Januari 2015.

27