skenario 4 Kelompok 4

40
PENDAHULUAN Pada skenario ini diketahui Puskesmas K pada bulan Juni yang lalu mendiagnosis sekitar 300 orang menderita diare akut. Sebagian besar (60%) penderitanya adalah balita. Desa ini merupakan desa endemis diare dengan kasus rata-rata perbulan 40-50 orang. Curah hujan sangat rendah dan terjadi musm kemarau, sehingga lama tidak turun hujan padahal sebagian besar penduduk memanfaatkan air sumur umum yang dipakai bersama, air hujan dan sungai sebagai sarana mandi, cuci dan kakus dan sumber air minum. Sumur umum yang ada hanya berupa lubang yang digali dan lokasinya cuma berjarak 3 meter dengan jamban umum. Kasus tersebut akan dibahas secara mendetail sehingga diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun pembaca tentangkejadian luar biasa yang menjadi salah satu topik perkuliahan di blok 26. Kejadian luar biasa (KLB) menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran biaya yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak pada sektor ekonomi, pariwisata serta berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, propinsi bahkan internasional yang membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya.Kejadian luar biasa diare merupakan penyakit yang pada umumnya memiliki prognosis baik, namun jika tidak ditangani dengan baik dan dideteksi secara dini, kemungkinan terjadinya KLB semakin besar. Dengan melakukan penyelidikan epidemiologi, kita dapat mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, melaporkan hasil data cakupan program pelayanan kesehatan. Makalah Blok 26

description

kelompok 4

Transcript of skenario 4 Kelompok 4

Page 1: skenario 4 Kelompok 4

PENDAHULUAN

Pada skenario ini diketahui Puskesmas K pada bulan Juni yang lalu mendiagnosis

sekitar 300 orang menderita diare akut. Sebagian besar (60%) penderitanya adalah balita.

Desa ini merupakan desa endemis diare dengan kasus rata-rata perbulan 40-50 orang. Curah

hujan sangat rendah dan terjadi musm kemarau, sehingga lama tidak turun hujan padahal

sebagian besar penduduk memanfaatkan air sumur umum yang dipakai bersama, air hujan

dan sungai sebagai sarana mandi, cuci dan kakus dan sumber air minum. Sumur umum yang

ada hanya berupa lubang yang digali dan lokasinya cuma berjarak 3 meter dengan jamban

umum. Kasus tersebut akan dibahas secara mendetail sehingga diharapkan dapat menambah

pengetahuan penulis maupun pembaca tentangkejadian luar biasa yang menjadi salah satu

topik perkuliahan di blok 26.

Kejadian luar biasa (KLB) menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat

menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran biaya

yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak pada sektor ekonomi, pariwisata

serta berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, propinsi bahkan internasional yang

membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya.Kejadian luar biasa diare merupakan

penyakit yang pada umumnya memiliki prognosis baik, namun jika tidak ditangani dengan

baik dan dideteksi secara dini, kemungkinan terjadinya KLB semakin besar. Dengan

melakukan penyelidikan epidemiologi, kita dapat mengumpulkan data, mengolah,

menganalisis, melaporkan hasil data cakupan program pelayanan kesehatan.

Definisi Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) yang mengalami perubahan pada konsistensi

dan atau frekuensi. Perubahan konsistensi yang dimaksud adalah peningkatan kandungan air

dalam feses, yaitu lebih dari 10 ml/kgBB/hari2 (pada anak) atau lebih dari 200 ml/hari1 (pada

dewasa). Perubahan frekuensi yang dimaksud adalah lebih dari tiga kali sehari. Pada bayi

yang masih mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari

keadaan ini tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.1

Epidemiologi

Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang. Pada

tahun 2003, diperkirakan 1,87 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal karena diare. Hal ini

menempatkan diare pada peringkat kedua penyebab kematian kedua tersering setelah infeksi

Makalah Blok 26

Page 2: skenario 4 Kelompok 4

pernapasan. Delapan dari sepuluh kematian akibat diare berlangsung pada dua tahun pertama

kehidupan. Rata-rata anak berusia dibawah 3 tahun di negara berkembang mengalami 3

episode diare setiap tahunnya. Angka kejadian diare di Indonesia hingga saat ini masih tinggi,

yaitu 423 per 1000 penduduk untuk semua umur pada tahun 2006 (hasil Subdit Diare, Ditjen

PP-PL, Depkes RI), dimana angka ini meningkat dari tahun ke tahun.2,3

Surveilans 4,5

Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus

menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang

mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar

dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses

pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada

penyelenggara program kesehatan.

Surveilans sendiri mencakup masalah morbiditas, mortalitas,masalah gizi, demografi,

penyakit menular, penyakit tidak menular, demografi, pelayanan kesehatan, kesehatan

lingkungan, kesehatan kerja, dan beberapa faktor risiko pada individu, keluarga, masyarakat

dan lingkungan sekitarnya. Istilah Surveillance sebenarnya berasal dari bahasa perancis yang

berarti mengamati tentang sesuatu, Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang

penyelidikan/intelligent untuk mematamatai orang yang dicurugai, yang dapat

membahayakan.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap

orang-orang yang dicurigai atau population at risk melalui kunjungan rumah (active

surveillance) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana pelayanan

kesehatan seperti rumah sakit, Puskesmas atau laporan dari petugas surveilans dilapangan dan

laporan dari masyarakat serta petugas kesehatan lainnya (passive surveillance). Pengumpulan

data dapat dilakukan dengan teknik wawancara dan atau pemeriksaan. Pengolahan data

biasanya dilakukan dengan computer sesuai kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki.

Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu

sehingga diperoleh gambaran yang sistematis tentang penyakit yang sedang diamati dan

hasilnya dilaporkan ke semua instansi yang terkait serta dimuat dalam buletin khusus yang

dikeluarkan oleh departemen kesehatan di Jakarta untuk disebarluaskan.

Surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau

masalah kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat

Makalah Blok 26

Page 3: skenario 4 Kelompok 4

penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita sakit. Faktor determinan adalah

kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.

Kegunaan Surveilans Epidemiologi

Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya

pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada

setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit

menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya. Untuk mengukur kinerja upaya

pelayanan pengobatan juga membutuhkan dukungan surveilans epidemiologi.

Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan

dimanfaatkan dalam : 6

1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi program

pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik

pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan

lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.

2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan

serta bencana.

3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program Surveilans

epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit, misalnya surveilans epidemiologi infeksi

nosokomial, perencanaan di rumah sakit dsb.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi dapat diarahkan

pada tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain :

a. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko

terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin,

pekerjaan, dan lain–lain

b. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya

c. Untuk menentukan reservoir dari infeksi

d. Untuk memastikan keadaan–keadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya

transmisi penyakit.

e. Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan

f. Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya,

distribusinya, dsb.

Makalah Blok 26

Page 4: skenario 4 Kelompok 4

Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas

Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas

dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi

data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas

diharuskan: 4-6

1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan

Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan). Melalui

PWS ini diharapkan akan terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat.

2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang

mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga

secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko.

3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan

permasalah penyakit di wilayahnya.

4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika

terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.

5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada

petugas di Poskesdes.

6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala

(mingguan/bulanan/tahunan).

Penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB)

Pengertian Wabah/KLB serta Kriteria KLB :7

1. Wabah

Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular

dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari

pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan

mala petaka (UU No.4, 1984). Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu

yang dapat menimbulkan wabah. Menteri menetapkan dan mencabut penetapan

daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah

wabah.

Makalah Blok 26

Page 5: skenario 4 Kelompok 4

2. KLB

KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang

bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu

(Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989). KLB

penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu

wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah.

3. Kriteria Kerja KLB

Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah (KLB

penyakit menular) di wilayahnya atau tersangka penderita penyakit menular yang

dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan

penanggulangan seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak

berkembang menjadi wabah (UU 4, 1984 dan Permenkes

560/Menkes/Per/VIII/1989).

Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria

sebagai berikut: 7

1. Timbulnya suatu penyakit/ menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal.

2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu

berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu),

3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan

periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih

dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau

lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.

6.Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan

kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.

7. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukka kenaikan dua

atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun sebelumnya

8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : kholera dan demam berdarah

dengue

a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).

b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu

Makalah Blok 26

Page 6: skenario 4 Kelompok 4

sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

9. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan satu kasus atau lebih sebagai KLB.

a. Keracunan makanan

b. Keracunan pestisida

Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada akal sehat

atau ”common sense”. Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau lebih merupakan

KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani

seperti penyakit : poliomyelitis dan tetanus neonatorum, kasus dianggap KLB dan perlu

penanganan khusus.7

Penyakit-penyakit Menular yang Berpotensi Wabah/KLB

Penyakit-penyakit menular yang wajib dilaporkan adalah penyakit-penyakit yang

memerlukan kewaspadaan ketat yang merupakan penyakit-penyakit wabah atau yang

berpotensi wabah atau yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).

Penyakit-penyakit menular dikelompokkan sebagai berikut:7

1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting antara lain adalah: DHF, Campak,

Rabies, Tetanus Neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis.

2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai

mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk program eradikasi/eliminasi dan

memerlukan tindakan segera: Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis,

Typhus abdominalis, Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus

3. Penyakit-penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting.

4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB

tetapi diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR

terpadu Puskesmas ke Kabupaten, dan seterusnya secara berjenjang sampai ke tingkat

pusat. Penyakit-penyakit tersebut meliputi : Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis,

Gonorhoe, Filariasis & AIDS, dll. Sehingga petugas Poskesdes diharapkan

melaporkan kejadian-kejadian penyakit ini ke tingkat Kecamatan/Puskesmas.

Dari penyakit-penyakit diatas, pada keadaan tidak ada wabah/KLB secara rutin hanya

yang termasuk kelompok 1 dan kelompok 2 yang perlu dilaporkan secara mingguan. Bagi

penyakit kelompok 3 dan kelompok 4 bersama-sama penyakit kelompok 1 dan 2 secara rutin

Makalah Blok 26

Page 7: skenario 4 Kelompok 4

dilaporkan bulanan ke Puskesmas. Jika peristiwa KLB atau wabah dari penyakit yang

bersangkutan sudah berhenti (incidence penyakit sudah kembali pada keadaan normal), maka

penyakit tersebut tidak perlu dilaporkan secara mingguan lagi. Sementara itu, laporan

penyakit setiap bulan perlu dilaporkan ke Puskesmas oleh Bidan desa/petugas di Poskesdes.7

Penyelidikan Epidemiologi

Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang frekuensi, distribusi, dan

determinan dari keadaan atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan di dalam populasi

tertentu, serta penerapannya untuk mengendalikan masalah kesehatan.8

Dalam makalah ini akan diberikan penjelasan mengenai penyelidikan epidemiologi diare.

1. Mengenai Frekuensi

Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB ( Kejadian Luar Biasa ) seperti halnya

Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.. Pada bulan Oktober

1992 ditemukan strain baru yaitu Vibrio Cholera 0139 yang kemudian digantikan Vibrio

cholera strain El Tor di tahun 1993 dan kemudian menghilang dalam tahun 1995-1996,

kecuali di India dan Bangladesh yang masih ditemukan. Sedangkan E. Coli 0157 sebagai

penyebab diare berdarah dan HUS ( Haemolytic Uremia Syndrome ). KLB pernah terjadi di

USA, Jepang, Afrika selatan dan Australia. Dan untuk Indonesia sendiri kedua strain diatas

belum pernah terdeksi. 9

2. Distribusi

2.1 Distribusi umur

Perbedaan sifat keadaan karateristik personal/individu secara tidak langsung dapat

memberikan perbedaan pada sifat atau keadaan keterpaparan faktor resiko penyakit Diare

maupun derajat resiko penyakit Diare serta reaksi individu terhadap setiap keadaan

keterpaparan, sangat berbeda dan dipengaruhi oleh berbagai sifat karateristik tertentu.Sifat

karateristik itu antara lain: umur, jenis kelamin, kelas sosial, jenis pekerjaan, penghasilan,

golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga, dan paritas. Yang

dipakai adalah distribusi menurut umur.

Kelompok umur dengan kejadian diare yang tertinggi adalah kelompok umur 1-4 tahun yang

merupakan usia balita, kemudian disusul kelompok umur 20-44 tahun yang merupakan usia

produktif.10

Makalah Blok 26

Page 8: skenario 4 Kelompok 4

2.2 Distribusi tempat

Karateristik tempat sebagai wilayah administratif sering digunakan untuk melakukan

perencanaan kebijakan kesehatan, sedangkan karateristik tempat yang menunjukkan batas-

batas alam sering digunakan untuk menjelaskan etiologi penyakit.Hal-hal yang memberikan

kekhususan pola penyakit disuatu daerah dengan batas-batas alam adalah: keadaan

lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, curah hujan, ketinggian diatas

permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang

tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan, industri, pelayanan kesehatan,

bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatan dalam pembangunan, faktor sosial

budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat

lingkungan biologis (ada tidaknya vektor lingkungan tertentu, reservoir penyakit menular

tertentu, dan susunan genetika).10

2.3 Distribusi Waktu

Distribusi epidemiologi berasarkan waktu digunakan untuk menentukan masa inkubasi

penyakit, penyebaran penyakit berdasarkan musim, dan seringkali digunakan untuk

menentukan apakah suatu wilayah merupakan endemis dari suatu penyakit, dan juga

digunakan untuk menghitung standar deviasi untuk menentukan kriteria wabah atau KLB

pada suatu wilayah, serta untuk membantu perencanaan program-program kesehatan untuk

mencegah penyakit, khususnya yang merupakan penyakit musiman.10

3 Determinan

Faktor-faktor resiko tersebut antara lain: 10

1. Kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik. Yang termasuk ke dalam sanitasi

lingkungan yaitu sumber air minum, tempat pembuangan kotoran (jamban),

pembuangan sampah, perumahan dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo, 2003).

2. Hygiene perseorangan yang kurang baik. Kebiasaan-kebiasaan buruk seperti tidak

mencuci tangan sebelum makan, kebiasaan mengigiti kuku, jari, pulpen atau benda

lain, termasuk ke dalam hygiene perseorangan yang kurang baik. Mandi dua kali

sehari, mencuci dan menyeterika pakaian juga termasuk hygiene perseorangan yang

dapat mencegah penyebaran penyakit infeksi.

3. Sanitasi makanan yang kurang baik. Sanitasi makanan yang kurang baik, dapat

Makalah Blok 26

Page 9: skenario 4 Kelompok 4

menyebabkan diare, proses pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi makanan yang

kurang baik dapat memudahkan mikroba tumbuh dan berkembang di dalam makanan.

Proses penyimpanan yang kurang baik dapat memudahkan mikroba untuk

mengkontaminansi makanan.

4. Masalah nutrisi dan imunitas tubuh. Nutrisi yang kurang baik merupakan faktor resiko

terjadinya Diare, karena sangat menentukan imunitas tubuh terhadap penyakit infeksi.

Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu

menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-

proses kehidupan di dalam tubuh. Beberapa penelitian menyebutkan nutrisi bisa

mempengaruhi kondisi kekebalan di dalam tubuh. Nutrisi merangsang sistem

kekebalan untuk bekerja dan meningkatkan fungsinya secara langsung. Nutrisi yang

cukup mencegah malnutrisi dan wasting, mengembalikan dan mempertahankan berat

badan ideal, meningkatkan kemampuan tubuh melawan berbagai infeksi ,sepsis,

meningkatkan efek obat-obatan; memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup.

5. Pemberian ASI eksklusif yang rendah. Pemberian ASI eksklusif yang rendah

merupakan salah satu faktor resiko Diare bagi bayi, ASI adalah makanan terbaik bagi

bayi, karena mengandung colostrum, ASI selalu tersedia kapan saja, selalu aman

untuk dkonsumsi, dan tidak mengandung efek samping. Bayi yang diberikan ASI

eksklusif memiliki daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi, termasuk diare, lebih

baik dibandingkan dengan bayi yang hanya diberi susu formula.

6. Pemberian makanan tambahan terlalu dini. Pemberian makanan tambahan terlalu dini

merupakan salah satu faktor resiko Diare pada bayi dan balita. Pemberian makan

terlalu dini dapat mempengaruhi kekebalan tubuh anak terhadap penyakit infeksi,

termasuk Diare, karena anak pada umur tertentu (enam bulan kebawah) masih perlu

diberi ASI eksklusif. Jika diberikan makanan terlalu dini akan mempengaruhi

kekebalan tubuhnya. Selain itu, pencernaan anak belum berkembang optimal jika

dipaksakan mencerna makanan, dapat mempengaruhi sistem pencernaannya.

7. Stress yang Berlebihan. Stress merupakan faktor resiko Diare pada orang dewasa,

tekanan psikis terutama yang berlangsung terus-menerus dapat mengganggu fungsi

organ-organ tubuh, sistem pencernaan adalah sistem organ yang paling mudah

mendapat pengaruh. Rangsangan stress dapat memberi pengaruh pada peningkatan

Makalah Blok 26

Page 10: skenario 4 Kelompok 4

produksi asam lambung, mempercepat detak jantung,dan peningkatan gerak usus

secara berlebihan sehingga mengurangi laju absorbsi pada usus, inilah yang dapat

menyebabkan diare. Gejala awal dapat berupa rasa mual, muntah, pusing, perut melilit

kemudian mulai terjadi peningkatan frekuensi buang air besar.

Beberapa faktor resiko diatas merupakan faktor resiko kejadian diare, yang

kemungkinan merupakan penyebab tingginya angka kejadian diare di wilayah kerja

puskesmas. Mengenai relevansinya dengan keadaan di lapangan, perlu penelitian lebih lanjut.

Cara penularan : Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan atau air minum

yang terkontaminasi tinja atau muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat

terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan. 10

Kriteria KLB Diare :

Peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus menerus selama 3

kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu).

- Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2 kali /lebih dibandingkan jumlah

kesakitan/kematian karena diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari,

minggu).

- CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau

lebih dibandingkan priode sebelumnya.10

Penanggulangan Lintas Sektoral dan Program

Masa pra KLB : 9

Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem

Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukan langkah-langkh lainnya :

1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD (Sistem kewaspadaan dini),

tenaga dan logistik.

2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.

3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat

4. Memperbaiki kerja laboratorium

5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lainTim Gerak Cepat (TGC) :Sekelompok

tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan

wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan

Makalah Blok 26

Page 11: skenario 4 Kelompok 4

epideomologis.

Tugas /kegiatan :

Pengamatan :

- Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.

- Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota

keluarga. Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga

tercemari dan sebagai sumber penularan.

- Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi

penyebarannya. Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap

penderita yang ditemukan di lapangan.

- Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga. Membuat laporan tentang

kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap.

Pembentukan Pusat Rehidrasi.

Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.

Tugas pusat rehidrasi :

- Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.

- Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala

diagnosa dsb.

- Memberikan data penderita ke Petugas TGC, Mengatur logistik, Mengambil

usap dubur penderita sebelum diterapi.

- Penyuluhan bagi penderita dan keluarga

- Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).

- Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat (yang

diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.

Sampai saat ini penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke

tahun. Diare termasuk sepuluh besar  diagnosis penyakit pada kunjungan rawat jalan

puskesmas.Upaya penanggulangan lintas sektoral Sejalan dengan inilah, saat pertemuan

lintas sektoral mengenai penanganan diare telah dibuat kesepakatan bagaimana melakukan

Makalah Blok 26

Page 12: skenario 4 Kelompok 4

penanganan diare yang efektif. Dalam kesepakatan tersebut juga tercantum, prinsip

penanganan diare yang disebut Lintas Diare. 11

Prinsip penatalaksanaan penderita diare merupakan upaya standarisasi, disebut dengan

LINTAS DIARE yakni Lima Langkah Tuntaskan Diare, yang terdiri atas :11

1. Pemberian Oralit dengan Osmolaritas rendah : untuk mencegah dehidrasi dianjurkan

lebih banyak memberikan cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah,

seperti: air tajin, kuah sayur dan air matang.

2. Pemberian Tablet suplemen Zinc : diberikan dengan dosis untuk anak berumur kurang

dari 6 bulan diberikan 10 mg (1/2 tablet) per hari, untuk anak berumur lebih dari 6

bulan diberikan 20 mg (1 tablet) per hari, diteruskan selama 10 hari.

3. Teruskan pemberian ASI dan makanan tambahan : untuk memberikan gizi agar tetap

kuat, dan mencegah berkurangnya berat badan.

4. Pengobatan dengan antibiotika harus selektif, hanya atas indikasi : khususnya untuk

diare berdarah (disentri atau kolera)

5. Penjelasan dan pemberian nasihat : tetap memberikan cairan tambahan dan kapan

harus berkunjung kembali ke puskesmas.

Program Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)

Program Pemberantasan Penyakit Diare adalah salah satu usaha pokok di Puskesmas.

Kebijaksanaan Program P2D ini adalah menurunkan angka kesakitan, kematian, dan

penanggulangan KLB karena diare yang akan terus dilaksanakan dengan mengintensifkan

peningkatan mutu pelayanan (quality assurance), meningkatkan kerja sama lintas program

dan sektoral terkait serta mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat secara luas, antara

lain dengan organisasi profesi dan LSM di pusat maupun daerah.12

Program P2D dilakukan dengan berfokus pada pelanggan, yaitu menjalankan segala

kegiatan yang dapat memuaskan pelanggan dengan pelayanan yang profesional, sarana dan

prasaran yang memadai, dan informasi yang mudah didapat. Hal ini meliputi: 12

Semua penderita diare didiagnosis dan diberikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana

atau dengan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Makalah Blok 26

Page 13: skenario 4 Kelompok 4

Pengambilan anal swab dilakukan bila penderita dicurigai kolera dan bila terjadi kejadian

luar biasa.

Pengobatan penderita dengan memberikan oralit tanpa obat anti diare atau antibiotik,

kecuali pada kasus disentri atau kolera.

Pelayanan prima bagi penderita diare meliputi:

- Waktu tunggu 5 menit

- Waktu tunggu gawat darurat 1 menit

- Petugas harus ramah

- Petugas menguasai standar operasional prosedur pelayanan

Lokasi pelayanan mudah dijangkau.

Informasi tentang diare mudah dimengerti oleh masyarakat.

Penderita diare mendapatkan pelayanan yang sama di semua unit pelayanan kesehatan,

baik Puskesmas maupun Rumah Sakit.

Masyarakat menginginkan pelayanan cepat, tepat / akurat, murah, mudah dijangkau,

dilayani secara manusiawi dengan pengobatan sesuai standar dan mendapat informasi

yang jelas tentang cara-cara penanggulangan diare.

Pelatihan bagi kader untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dilengkapi buku

pedoman penanggulangan diare.

Pelatihan bagi petugas kesehatan untuk peningkatan ketrampilan.

Petugas kesehatan menginginkan prosedur kerja sederhana, tersedianya sarana

pengobatan yang memadai, serta website diare.

Pengorganisasian program P2D di Puskesmas kelurahan meliputi (1) penyediaan

pelayanan pemeriksaan, pengobatan, dan rujukan ke Puskesmas kecamatan dan rumah sakit

serta (2) koordinasi dengan Puskesmas kecamatan bila terjadi peningkatan kasus di wilayah

kerjanya.

Sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program P2D di Puskesmas

kelurahan adalah dokter umum sebagai pemeriksa dan perawat sebagai wasor program diare

dan petugas perawatan kesehatan masyarakat. Dokter umum harus memiliki kompetensi

untuk melaksanakan penanggulangan diare sesuai dengan standar. Perawat / wasor harus

mampu menganalisis data dalam rangka sistem kewaspadaan dini serta mampu memberikan

penyuluhan (KIE – komunikasi, informasi, dan edukasi) dan pemeriksaan di Posyandu.

Selain itu, pada kegiatan Posyandu diperlukan kader / toma yang membantu perawat

atau bidan dalam memberikan penyuluhan. Untuk memperlengkapi petugas dengan

Makalah Blok 26

Page 14: skenario 4 Kelompok 4

kompetensi dan ketrampilan tersebut, dibutuhkan beberapa pelatihan tentang (1) program

pemberantasan diare (P2D) yang meliputi aspek manajemen, aspek klinik, aspek

epidemiologi, dan aspek laboratorium, (2) peningkatan peran serta masyarakat bagi kader

kesehatan di Posyandu, (3) tatalaksana diare bagi petugas Puskesmas, dan (4) tatalaksana

diare dengan pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) bagi petugas kesehatan di

Puskesmas.

Selain kompetensi tersebut, petugas juga perlu memiliki sikap dan perilaku tertentu,

yaitu dokter umum harus memiliki sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam menangani

penderita diare, perawat / wasor harus mempunyai sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam

melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat, dan kader harus mampu memotivasi dan

menggerakkan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

Secara umum, pembiayaan program P2D bersumber dari APBN, APBD tingkat I dan

II, BLN, LSM, dan swadana masyarakat. Pembiayaan ini digunakan untuk pengadaan sarana

dan prasarana, dan menunjang kegiatan operasional. Ketentuan yang berlaku adalah (1) 100%

sumber anggaran pengadaan obat dan oralit bersifat swadaya Puskesmas, (2) 100%

pembiayaan operasional manajemen P2D di Sudinkesmas berasal dari anggaran APBD

tingkat II, dan (3) biaya operasional pengobatan berasal swadana Puskesmas.

Sarana dan prasarana yang diperlukan di Puskesmas kelurahan untuk mendukung

terlaksananya program P2D adalah (1) ruang periksa dengan ukuran 4 x 5 m2, cukup

pencahayaan dan ventilasi, dan bertemperatur maksimum 23o Celcius, (2) ruang tunggu

pasien yang terbuka dan cukup pencahayaan, serta (3) pojok oralit sebagai tempat konsultasi

tentang diare.

Pada Posyandu, sarana dan prasarana yang diperlukan adalah (1) oralit untuk rehidrasi oral

bagi penderita diare dan (2) lembar penyuluhan.

Secara umum, program P2D meliputi: 12

Penemuan Kasus Dini

Proses inti dari program pemberantasan diare adalah penemuan kasus diare secara

dini baik oleh petugas ataupun masyarakat. Penemuan kasus ini dilakukan secara pasif, yaitu

kasus ditemukan saat penderita datang berobat ke Puskesmas, Posyandu, atau rumah sakit.

Tujuan dari penemuan kasus dini adalah untuk mengobati penderita diare sedini mungkin

Makalah Blok 26

Page 15: skenario 4 Kelompok 4

untuk mencegah penularan, menurunkan angka kesakitan dan kematian terutama pada balita,

serta mencegah terjadinya KLB.

Diagnosis

Penemuan kasus diare dilanjutkan dengan diagnosis yang tepat kemudian tatalaksana

yang cepat dan akurat. Diagnosis diare dan penilaian tingkat dehidrasi penderita dapat

dilakukan oleh dokter, paramedis, dan kader yang sudah terlatih tentang diare.

Pengobatan

Pengobatan yang dimaksud adalah statu proses penanganan penderita diare sedini

mungkin dari masyarakat sampai sarana kesehatan sesuai dengan tatalaksana penderita dan

sistem rujukan sejak diagnosis ditegakkan.

Tatalaksana pasien diare di sarana kesehatan

a. rehidrasi oral dengan oralit

b. pemberian cairan intravena dengan ringer laktat untuk pasien diare dehidrasi berat

dan tidak bisa minum

c. penggunaan antibiotika secara rasional

d. nasihat tentang meneruskan pemberian makanan, rujukan, dan pencegahan

Penyediaan Air Bersih

Penyediaan air bersih yang dimaksud adalah proses penyediaan air yang memenuhi

syarat kesehatan baik fisik, nimia, bakteriologis, maupun radioaktif di masyarakat. Penerapan

dari hal ini adalah inspeksi sarana penyediaan air bersih, pemeriksaan contoh air dan analisis

laboratorium (bakteri dan kimia), rehabilitasi sarana yang telah rusak, dan pemberian bahan

kimia (kaporisasi).

Distribusi Logistik

Distribusi logistik adalah suatu rangkaian kegiatan pendistribusian oralit dan ringer

laktat (RL) dalam rangka penyediaan cairan rehidrasi di unit pelayanan kesehatan. Penerapan

dari hal ini adalah tersedianya oralit di kader-kader kesehatan, Posyandu, dan Puskesmas,

serta tersedianya antibiotik dan ringer laktat (RL) di Puskesmas. Tujuan dari kegiatan ini

adalah untuk mencegah kematian pada balita dan dehidrasi berat pada semua golongan umur

Makalah Blok 26

Page 16: skenario 4 Kelompok 4

penderita diare. Ketentuan yang ditetapkan adalah terpenuhinya kebutuhan oralit pada setiap

penderita sebanyak 6 bungkus oralit 200 ml serta pengadaan oralit / RL oleh Puskesmas dan

didistribusikan ke Puskesmas kelurahan dan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

KIE meliputi serangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk

mencapai suatu keadaan di mana individu, keluarga, dan masyarakat mendapat informasi

dengan cepat dan benar tentang penanggulangan penyakit diare. Penerapan dari hal ini adalah

penyuluhan baik perorangan maupun kelompok yang dilakukan secara langsung maupun

tidak langsung dan pelatihan petugas serta kader. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk

meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, kesadaran, kemauan, dan praktik mengenai

penanggulangan penyakit diare. Sasaran utama KIE adalah masyarakat. 12

Tatalaksana pasien diare di rumah

1. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti kuah sayur, air tajin, larutan

gula garam, atau oralit terutama untuk dehidrasi

2. Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan

ekstra sesudah diare

3. Membawa pasien diare ke sarana kesehatan, bila dalam 3 hari tidak membaik atau ada

salah-satu tanda berikut: berak cair berkali-kali, muntah berulang-ulang, rasa haus

yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinja berdarah

Pencegahan penyakit

4. Meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI)

5. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI

6. Menggunakan air bersih yang cukup

7. Mencuci tangan dengan sabun

8. Menggunakan jamban dan membuang tinja bayi dengan benar

9. Imunisasi campak

Laboratorium

Makalah Blok 26

Page 17: skenario 4 Kelompok 4

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui jenis diare yang terjadi di

masyarakat dan hanya dilakukan pada kasus-kasus diare yang dicurigai kolera atau apabila

terjadi peningkatan kasus 3 kali lebih besar daripada waktu sebelumnya.

Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan merupakan elemen yang sangat penting dalam sistem

pemberantasan diare. Pencatatan dan pelaporan dilakukan berdasarkan golongan umur dan

dilakukan berjenjang dalam kurun waktu harian, bulanan, triwulanan, semesteran, dan

tahunan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mencatat, menilai, dan melaporkan hasil

kegiatan penanggulangan diare yang telah dilakukan serta sebagai acuan dalam penyusunan

rencana kegiatan tahun berikutnya.

Form laporan program P2D adalah formulir pencatatan pelaporan diare yang diisi oleh

koordinator diare di Puskesmas dan direkapitulasi di Sudinkesmas dan kemudian dilaporkan

ke Dinas Kesehatan Propinsi. Form ini meliputi jumlah penderita di Puskesmas dan Posyandu

menurut kelompok umur, jumlah penderita yang diberi oralit, jumlah oralit yang diberikan,

dan pemeriksaan laboratorium bagi yang tersangka kolera.

Form laporan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu Puskesmas adalah formulir

pencatatan dan pelaporan yang diisi oleh satuan kerja Puskesmas yang mencatat seluruh jenis

penyakit yang diobati di Puskesmas.13

a) Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita Diare

menggunakan formulir:

• W1/laporan KLB (wabah)

• W2/laporan mingguan wabah

• SP2TP: LB V/laporan bulanan data kesakitan

LB2/laporan bulanan data kematian.

Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan bulanan kegiatan

Puskesmas (SP2TP).

b) Penderita penyakit Diare perlu diambil specimen darahnya (akut dan konvalesens) untuk

pemeriksaan serologis. Spesimen dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan

(BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat.

Makalah Blok 26

Page 18: skenario 4 Kelompok 4

Pelayanan Kesehatan Preventif

Winslow, Profesor Kesehatan Masyarakat dari Yale University pada tahun 1920

mengungkapkan bahwa untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit, ada 3 tahap

pencegahan yang dikenal sebagai teori five level of prevention. Hal ini meliputi pencegahan

primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. 14

Pencegahan primer dilakukan saat individu belum menderita sakit, meliputi hal-hal berikut :

1. Promosi kesehatan (health promotion) yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan

tubuh terhadap masalah kesehatan.

2. Perlindungan khusus (specific protection) berupa upaya spesifik untuk mencegah

terjadinya penularan penyakit tertentu.

Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit meliputi hal-hal berikut :

1. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment). Tujuan

utama tindakan ini adalah mencegah penyebaran penyakit jika penyakit ini merupakan

penyakit menular, mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit

dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.

2. Pembatasan kecacatan (disability limitation). Pada tahap ini, cacat yang terjadi diatasi,

terutama agar penyakit tidak berkelanjutan sehingga mengarah pada cacat yang lebih buruk.

Pencegahan tersier (rehabilitasi). Pada proses ini, diusahakan agar cacat yang diderita tidak

menjadi hambatan sehingga individual yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik,

mental, dan sosial.

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive health

care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan

beberapa usaha pokok (basic health care services) yang meliputi 12 program sebagai berikut:

kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), pemberantasan penyakit menular

(P2M), peningkatan gizi, kesehatan lingkungan (kesling), pengobatan, penyuluhan kesehatan

masyarakat, laboratorium, kesehatan sekolah, perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan

Makalah Blok 26

Page 19: skenario 4 Kelompok 4

jiwa, dan kesehatan gigi.14 Dari ke-12 program pokok Puskesmas, dipilihlah empat program

yang sesuai dengan kasus yaitu:

1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Tujuan umum dari KIA adalah menurunkan kematian (mortality) dan kejadian sakit

(morbidity) di kalangan ibu serta meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan

status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang bisa dicegah

dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Sasaran

primernya adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak (sampai dengan usia 5 tahun),

sedangkan sasaran sekunder adalah dukun beranak dan kader kesehatan. Jumlah sasaran ibu

hamil dan anak ditetapkan menggunakan dua cara, yaitu pendataan langsung dan perkiraan

(estimasi).

Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan kegiatan integratif. Kegiatan integratif

adalah kegiatan program lain (misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan pokok P2M)

yang dilaksanakan pada program KIA karena sasran penduduk program P2M juga menjadi

sasaran program KIA. Kegiatan KIA terdiri dari:

Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC).

Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita (integrasi program gizi).

Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena

kekurangan protein dan kalori.

Memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan garam yodium) → Integrasi

program PKM dan gizi.

Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur → Integrasi program KB.

Merujuk para ibu atau anak-anak yang memerlukan pengobatan→ Integrasi program

pengobatan.

Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama nifas → Integrasi dengan

program perawatan kesehatan masyarakat.

Mengadakan latihan untuk dukun bersalin.

2. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)

Di berbagai wilayah di Indonesia terdapat perbedaan tingkat dan jenis endemisitas

penyakit menular. Tujuan dari program P2M adalah menemukan kasus penyakit menular

sedini mungkin dan mengurangi berbagai risiko kesehatan masyarakat yang memudahkan

Makalah Blok 26

Page 20: skenario 4 Kelompok 4

terjadinya penyebaran suatu penyakit menular.3 Sasaran primernya adalah ibu hamil, balita,

dan anak-anak sekolah untuk kegiatan imunisasi, sedangkan sasaran sekunder adalah

lingkungan pemukiman masyarakat.

3. Peningkatan Gizi

Masalah gizi masih cukup rawan di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di wilayah

pemukiman kumuh. Tujuan program peningkatan gizi adalah meningkatkan status gizi

masyarakat melalui upaya pemantauan status gizi kelompok-kelompok masyarakat yang

mempunyai risiko tinggi, pemberian makanan tambahan, baik yang bersifat penyuluhan

maupun pemulihan.14 Sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak (sampai dengan

usia 5 tahun).

4. Kesehatan Lingkungan

a. Menyediakan Air Bersih

Air merupakan kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum, mandi,

cuci, dan keperluan lainnya. Air merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam aspek

kesehatan masyarakat, dimana air dapat menjadi sumber dan tempat perindukan dan media

kehidupan bibit penyakit. Banyak penyakit terkait dengan air, baik air kotor dan bahkan juga

air yang bersih secara fisik, seperti diare. kimiawi.Secara fisik, air harus memenuhi syarat

berikut: tidak berwarna (bening/jernih), tidak keruh (bebas dari lumpur, sampah, busa, dll),

tidak berasa (asin, pahit, asam), tidak berbau (amis, anyir, busuk, belerang, dll). Kegiatan

yang dapat dilakukan, antara lain:

Perlindungan terhadap sumber mata air yang digunakan penduduk, misalnya dengan

kaporitisasi sumur.

Penyuluhan melalui demonstrasi tentang pembuatan sumur.

Penyediaan sumur pompa tangan, baik dangkal maupun dalam, sarana air minum, dan

sebagainya.

Mengadakan penyuluhan kesehatan tentang air minum sehat.

b. Memperbaiki sistem pembuangan kotoran manusia

Makalah Blok 26

Page 21: skenario 4 Kelompok 4

Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada

tujuh kriteria yang harus diperhatikan, yaitu:

Tidak mencemari air, artinya:

o Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak

mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar

lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.

o Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

o Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang

kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.

o Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau,

sungai, dan laut

Tidak mencemari tanah permukaan, artinya:

o Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai,

dekat mata air, atau pinggir jalan.

o Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras,

kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

Bebas dari serangga

o Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap

minggu.Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah.

o Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang

nyamuk.

o Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang

kecoa atau serangga lainnya.

o Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.

o Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup

Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan, artinya:

o Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai

digunakan

o Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat

oleh air

o Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk

membuang bau dari dalam lubang kotoran

Makalah Blok 26

Page 22: skenario 4 Kelompok 4

o Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus

dilakukan secara periodik.

Aman digunakan oleh pemakainya, artinya:

o Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran

dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai yang

terdapat di daerah setempat.

Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya, artinya:

o Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran.

o Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena

dapat menyumbat saluran.

o Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan

cepat penuh.

o Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter

minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.

Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan, artinya:

o Jamban harus berdinding dan berpintu

o Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari

kehujanan dan kepanasan.

Gambar 5. Syarat Jamban Sehat

Sumber: http://promkes-banyuurip.blogspot.com/2011_03_01_archive.html

c. Pembuangan Sampah

Makalah Blok 26

Page 23: skenario 4 Kelompok 4

Sampah adalah limbah yang bersifat padat, terdiri dari bahan yang bias membusuk

(organik) dan tidak membusuk (anorganik) yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan harus

dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan masyarakat.Sampah harus dikelola

dengan baik dan benar, karena bila tidak akan dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit

penyakit. Untuk pedesaan, pada umumnya sampah biasanya ditangani dengan beberapa cara,

yaitudibakar, dibuang ke lubang galian, atau dibuat kompos. Kegiatan pembuangan sampah

dilaksanakan bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat. Masyarakat digerakkan

untuk melakukan pembuangan sampah yang baik sehingga sampah tidak lagi mencemari

lingkungan pemukiman mereka.3

Namun dengan berkembangnya dunia usaha dan juga ilmu pengetahuan, kini sampah

dapat dikelola dengan lebih menguntungkan, yaitu yang dikenal dengan istilah pendekatan

3R (reduce, reuse dan recycle). Reduceadalah upaya pengelolaan sampah dengan cara

mungurangi volume sampah itu sendiri. Cara ini sifatnya lebih mengarah ke pendekatan

pencegahan. Contoh: kalo beli sayuran pilihlah sayuran yang sesedikit mungkin dibuang,

kalo ambil makanan jangan berlebihan, sehingga akan mengurangi makanan yang menjadi

sampah.Reuseadalah suatu cara untuk menggunakan kembali sampah yang ada, untuk

keperluan yang sama atau fungsinya yang sama. Contoh: botol sirop digunakan kembali

untuk botol sirop, atau untuk botol kecap. Tentunya proses ini harus dilakukan dengan baik,

missal dengan dicuci yang benar.Recycleadalah pemanfaatan limbah melalui pengolahan fisik

atau kimia, untuk menghasilkan produk yang sama atau produk yang lain. Contoh: sampah

organik diolah menjadi kompos, besi bekas diolah kembali menjadi barang-barang seni dari

besi, dll.

d. Pengawasan terhadap tempat-tempat umum

Pengawasan biasanya dilakukan di perusahaan-perusahaan penghasil limbah cair, tempat

pengolahan dan penjualan makanan, tempat-temapt umum, dan sanitasi lingkungan. Kegiatan

ini dikoordinasikan secara lintas sektoral terutama dengan camat.3Limbah cair rumah tangga

dapat berasal dari kamar mandi, peturasan, cucian barang/bahan dari dapur rumah tangga.

Dalam pengertian ini limbah cair ini tidak termasuk limbah cair yang berasal darijamban

keluarga.Limbah cair dari kegiatan rumah tangga volumenya relatif sedikit dibanding dengan

luas lahan yang ada di desa tersebut. Namun demikian limbah cair tersebut tetap harus

dikelola, karena kalo dibuang sembarangan akan membuat lingkungan kotor, berbau, dan

Makalah Blok 26

Page 24: skenario 4 Kelompok 4

mengurangi estetika dan kebersihan lingkungan. Limbah cair harus dikelola dengan baik dan

benar, karena bila tidak akan dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit penyakit

penyakit.

LINTAS SEKTORAL

Lintas sektoral adalah program yang melibatkan suatu institusi atau instansi negeri

atau swasta yang membutuhkan pemberdayaan dan kekuatan dasar dari pemerintah atau

swasta mengenai peraturan yang ditetapkan untuk mewujudkan alternatif kebijakan secara

terpadu dan komprehensif sehingga adanya keputusan dan kerja sama. Dasar pemikiran lintas

sektoral adalah peraturan perundang-undangan, kerja sama, standar kerja, kebijkan-kebijakan

yang tersirat maupun tersurat, dan saling memberikan manfaat terhadap diantara kedua belah

pihak serta kontribusi atau jaminan kesepakatan.

Manfaat dan tujuan kerjasama lintas sektoral adalah :

1. Mempermudah pencapaian keberhasilan rancangan kegiatan.

2. Dapat memberikan gambaran tekhnis antar lintas sektoral dan

lintas program.

3. Kebijkan tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan.

4. Saling menguntungkan kedua belah pihak antar rencan program.

5. Dapat mberikan perizinan dalam rujukan.

6. Dapat memberikan kontribusi faslitias, sarana, dan dana.

7. Terdokumentasi dalam perizinan dan kegiatan.

Institusi atau instansi yang terkait dalam lintas sektoral kesehatan adalah puskesmas

pembantu, puskesmas keliling, bidan atau paramedic, dokter yang ditugaskan, puskesmas,

Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kodya, pendidikan negeri atau swasta, Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Wilayah ( Desa, RT, RW,

Kecamatan, Kabupaten), kantor yang terkait, dan para pemuda.

Penutup

Salah satu upaya mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh Kejadian Luar Biasa

(KLB) penyakit adalah melakukan pengamatan penyakit cara intensif yang dikenal dengan

Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) terhadap penyakit yang

potensial terjadi KLB. Kegiatan SKD diarahkan pada pengendalian mata rantai atau faktor-

Makalah Blok 26

Page 25: skenario 4 Kelompok 4

faktor yang memungkinkan timbulnya penyakit, berikut cara intervensinya sehingga dapat

mengurangi kerugian. Dalam manajemen SKD-KLB akan dilanjutkan dengan kegiatan

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk memantau program pencegahan dan

pemberantasan penyakit yang dilaksanakan. Program Surveilans epidemiologi dapat

memanfaatkan kegiatan PWS ini untuk memantau SKD-KLB.

Daftar Pustaka

1. Ghishan FK. Chronic diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors.

Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p.1276-1281.

2. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children, guidelines for the

management of common illnesses with limited resources. Geneva: World Health

Organization; 2005.

3.Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Angka kejadian

diare masih tinggi. Diunduh dari :http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 28 Juni

2013

4. Budiarto E. Pengantar epidemiologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2002.h.100-16.

5. Timmreck, Thomas C.Konsep penularan penyakit. Dalam: Epidemiologi. Edisi ke-2.

Jakarta: EGC;2005.h.9-12.

6. Murti B. Surveilans kesehatan masyarakat. Diunduh dari

www.fk.uns.ac.id/index.php/download/file/15 , 28 Juni 2013

7. Wuryanto A.Pengenalan wabah.Diunduh dari www.undip.ac.id , 28 Juni 2013

8. Departemen kesehatan RI. Modul epidemiologi. Jakarta:Bakti Husada;2000

9. Diare. Diunduh dari http//:www.infeksi.com tanggal 28 Juni 2013.

10. Departemen Kesehatan RI. Pengobatan dasar di puskesmas berdasarkan

gejala.Jakarta:Bakti Husada.2001.h.77-9.

11. Lima langkah tuntaskan diare. Di unduh http://www.puskel.com/lintas-diare-lima-

langkah-tuntaskan-diare, 28 Juni 2013

Makalah Blok 26

Page 26: skenario 4 Kelompok 4

12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku ajar diare. Pendidikan Medik

Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999.

13. Azwar Azrul. Management Puskesmas. Keputusan Mentri Kesehatan Repuplik Indonesia

tantang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: DepartemanKesehatan RI,

2004.h. 20-3

14. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Jakarta : EGC; 1999. h. 115 – 38

Makalah Blok 26