skenario 4 Kelompok 4
-
Upload
rachellia-agustina -
Category
Documents
-
view
99 -
download
7
description
Transcript of skenario 4 Kelompok 4
PENDAHULUAN
Pada skenario ini diketahui Puskesmas K pada bulan Juni yang lalu mendiagnosis
sekitar 300 orang menderita diare akut. Sebagian besar (60%) penderitanya adalah balita.
Desa ini merupakan desa endemis diare dengan kasus rata-rata perbulan 40-50 orang. Curah
hujan sangat rendah dan terjadi musm kemarau, sehingga lama tidak turun hujan padahal
sebagian besar penduduk memanfaatkan air sumur umum yang dipakai bersama, air hujan
dan sungai sebagai sarana mandi, cuci dan kakus dan sumber air minum. Sumur umum yang
ada hanya berupa lubang yang digali dan lokasinya cuma berjarak 3 meter dengan jamban
umum. Kasus tersebut akan dibahas secara mendetail sehingga diharapkan dapat menambah
pengetahuan penulis maupun pembaca tentangkejadian luar biasa yang menjadi salah satu
topik perkuliahan di blok 26.
Kejadian luar biasa (KLB) menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat
menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran biaya
yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak pada sektor ekonomi, pariwisata
serta berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, propinsi bahkan internasional yang
membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya.Kejadian luar biasa diare merupakan
penyakit yang pada umumnya memiliki prognosis baik, namun jika tidak ditangani dengan
baik dan dideteksi secara dini, kemungkinan terjadinya KLB semakin besar. Dengan
melakukan penyelidikan epidemiologi, kita dapat mengumpulkan data, mengolah,
menganalisis, melaporkan hasil data cakupan program pelayanan kesehatan.
Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) yang mengalami perubahan pada konsistensi
dan atau frekuensi. Perubahan konsistensi yang dimaksud adalah peningkatan kandungan air
dalam feses, yaitu lebih dari 10 ml/kgBB/hari2 (pada anak) atau lebih dari 200 ml/hari1 (pada
dewasa). Perubahan frekuensi yang dimaksud adalah lebih dari tiga kali sehari. Pada bayi
yang masih mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari
keadaan ini tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.1
Epidemiologi
Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang. Pada
tahun 2003, diperkirakan 1,87 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal karena diare. Hal ini
menempatkan diare pada peringkat kedua penyebab kematian kedua tersering setelah infeksi
Makalah Blok 26
pernapasan. Delapan dari sepuluh kematian akibat diare berlangsung pada dua tahun pertama
kehidupan. Rata-rata anak berusia dibawah 3 tahun di negara berkembang mengalami 3
episode diare setiap tahunnya. Angka kejadian diare di Indonesia hingga saat ini masih tinggi,
yaitu 423 per 1000 penduduk untuk semua umur pada tahun 2006 (hasil Subdit Diare, Ditjen
PP-PL, Depkes RI), dimana angka ini meningkat dari tahun ke tahun.2,3
Surveilans 4,5
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.
Surveilans sendiri mencakup masalah morbiditas, mortalitas,masalah gizi, demografi,
penyakit menular, penyakit tidak menular, demografi, pelayanan kesehatan, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja, dan beberapa faktor risiko pada individu, keluarga, masyarakat
dan lingkungan sekitarnya. Istilah Surveillance sebenarnya berasal dari bahasa perancis yang
berarti mengamati tentang sesuatu, Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang
penyelidikan/intelligent untuk mematamatai orang yang dicurugai, yang dapat
membahayakan.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap
orang-orang yang dicurigai atau population at risk melalui kunjungan rumah (active
surveillance) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, Puskesmas atau laporan dari petugas surveilans dilapangan dan
laporan dari masyarakat serta petugas kesehatan lainnya (passive surveillance). Pengumpulan
data dapat dilakukan dengan teknik wawancara dan atau pemeriksaan. Pengolahan data
biasanya dilakukan dengan computer sesuai kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki.
Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu
sehingga diperoleh gambaran yang sistematis tentang penyakit yang sedang diamati dan
hasilnya dilaporkan ke semua instansi yang terkait serta dimuat dalam buletin khusus yang
dikeluarkan oleh departemen kesehatan di Jakarta untuk disebarluaskan.
Surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau
masalah kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat
Makalah Blok 26
penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita sakit. Faktor determinan adalah
kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
Kegunaan Surveilans Epidemiologi
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya
pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada
setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya. Untuk mengukur kinerja upaya
pelayanan pengobatan juga membutuhkan dukungan surveilans epidemiologi.
Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan
dimanfaatkan dalam : 6
1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi program
pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik
pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan
lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.
2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan
serta bencana.
3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program Surveilans
epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit, misalnya surveilans epidemiologi infeksi
nosokomial, perencanaan di rumah sakit dsb.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi dapat diarahkan
pada tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain :
a. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko
terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dan lain–lain
b. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya
c. Untuk menentukan reservoir dari infeksi
d. Untuk memastikan keadaan–keadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya
transmisi penyakit.
e. Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan
f. Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya,
distribusinya, dsb.
Makalah Blok 26
Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas
Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas
dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi
data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas
diharuskan: 4-6
1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan
Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan). Melalui
PWS ini diharapkan akan terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat.
2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang
mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga
secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko.
3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan
permasalah penyakit di wilayahnya.
4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika
terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.
5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada
petugas di Poskesdes.
6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala
(mingguan/bulanan/tahunan).
Penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Pengertian Wabah/KLB serta Kriteria KLB :7
1. Wabah
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular
dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
mala petaka (UU No.4, 1984). Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu
yang dapat menimbulkan wabah. Menteri menetapkan dan mencabut penetapan
daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah
wabah.
Makalah Blok 26
2. KLB
KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang
bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
(Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989). KLB
penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu
wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah.
3. Kriteria Kerja KLB
Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah (KLB
penyakit menular) di wilayahnya atau tersangka penderita penyakit menular yang
dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan
penanggulangan seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak
berkembang menjadi wabah (UU 4, 1984 dan Permenkes
560/Menkes/Per/VIII/1989).
Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut: 7
1. Timbulnya suatu penyakit/ menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu),
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6.Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan
kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukka kenaikan dua
atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun sebelumnya
8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : kholera dan demam berdarah
dengue
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).
b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
Makalah Blok 26
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan satu kasus atau lebih sebagai KLB.
a. Keracunan makanan
b. Keracunan pestisida
Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada akal sehat
atau ”common sense”. Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau lebih merupakan
KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani
seperti penyakit : poliomyelitis dan tetanus neonatorum, kasus dianggap KLB dan perlu
penanganan khusus.7
Penyakit-penyakit Menular yang Berpotensi Wabah/KLB
Penyakit-penyakit menular yang wajib dilaporkan adalah penyakit-penyakit yang
memerlukan kewaspadaan ketat yang merupakan penyakit-penyakit wabah atau yang
berpotensi wabah atau yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
Penyakit-penyakit menular dikelompokkan sebagai berikut:7
1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting antara lain adalah: DHF, Campak,
Rabies, Tetanus Neonatorum, Diare, Pertusis, Poliomyelitis.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai
mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk program eradikasi/eliminasi dan
memerlukan tindakan segera: Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis,
Typhus abdominalis, Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus
3. Penyakit-penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB
tetapi diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR
terpadu Puskesmas ke Kabupaten, dan seterusnya secara berjenjang sampai ke tingkat
pusat. Penyakit-penyakit tersebut meliputi : Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis,
Gonorhoe, Filariasis & AIDS, dll. Sehingga petugas Poskesdes diharapkan
melaporkan kejadian-kejadian penyakit ini ke tingkat Kecamatan/Puskesmas.
Dari penyakit-penyakit diatas, pada keadaan tidak ada wabah/KLB secara rutin hanya
yang termasuk kelompok 1 dan kelompok 2 yang perlu dilaporkan secara mingguan. Bagi
penyakit kelompok 3 dan kelompok 4 bersama-sama penyakit kelompok 1 dan 2 secara rutin
Makalah Blok 26
dilaporkan bulanan ke Puskesmas. Jika peristiwa KLB atau wabah dari penyakit yang
bersangkutan sudah berhenti (incidence penyakit sudah kembali pada keadaan normal), maka
penyakit tersebut tidak perlu dilaporkan secara mingguan lagi. Sementara itu, laporan
penyakit setiap bulan perlu dilaporkan ke Puskesmas oleh Bidan desa/petugas di Poskesdes.7
Penyelidikan Epidemiologi
Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang frekuensi, distribusi, dan
determinan dari keadaan atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan di dalam populasi
tertentu, serta penerapannya untuk mengendalikan masalah kesehatan.8
Dalam makalah ini akan diberikan penjelasan mengenai penyelidikan epidemiologi diare.
1. Mengenai Frekuensi
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB ( Kejadian Luar Biasa ) seperti halnya
Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.. Pada bulan Oktober
1992 ditemukan strain baru yaitu Vibrio Cholera 0139 yang kemudian digantikan Vibrio
cholera strain El Tor di tahun 1993 dan kemudian menghilang dalam tahun 1995-1996,
kecuali di India dan Bangladesh yang masih ditemukan. Sedangkan E. Coli 0157 sebagai
penyebab diare berdarah dan HUS ( Haemolytic Uremia Syndrome ). KLB pernah terjadi di
USA, Jepang, Afrika selatan dan Australia. Dan untuk Indonesia sendiri kedua strain diatas
belum pernah terdeksi. 9
2. Distribusi
2.1 Distribusi umur
Perbedaan sifat keadaan karateristik personal/individu secara tidak langsung dapat
memberikan perbedaan pada sifat atau keadaan keterpaparan faktor resiko penyakit Diare
maupun derajat resiko penyakit Diare serta reaksi individu terhadap setiap keadaan
keterpaparan, sangat berbeda dan dipengaruhi oleh berbagai sifat karateristik tertentu.Sifat
karateristik itu antara lain: umur, jenis kelamin, kelas sosial, jenis pekerjaan, penghasilan,
golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga, dan paritas. Yang
dipakai adalah distribusi menurut umur.
Kelompok umur dengan kejadian diare yang tertinggi adalah kelompok umur 1-4 tahun yang
merupakan usia balita, kemudian disusul kelompok umur 20-44 tahun yang merupakan usia
produktif.10
Makalah Blok 26
2.2 Distribusi tempat
Karateristik tempat sebagai wilayah administratif sering digunakan untuk melakukan
perencanaan kebijakan kesehatan, sedangkan karateristik tempat yang menunjukkan batas-
batas alam sering digunakan untuk menjelaskan etiologi penyakit.Hal-hal yang memberikan
kekhususan pola penyakit disuatu daerah dengan batas-batas alam adalah: keadaan
lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, curah hujan, ketinggian diatas
permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang
tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan, industri, pelayanan kesehatan,
bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatan dalam pembangunan, faktor sosial
budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat
lingkungan biologis (ada tidaknya vektor lingkungan tertentu, reservoir penyakit menular
tertentu, dan susunan genetika).10
2.3 Distribusi Waktu
Distribusi epidemiologi berasarkan waktu digunakan untuk menentukan masa inkubasi
penyakit, penyebaran penyakit berdasarkan musim, dan seringkali digunakan untuk
menentukan apakah suatu wilayah merupakan endemis dari suatu penyakit, dan juga
digunakan untuk menghitung standar deviasi untuk menentukan kriteria wabah atau KLB
pada suatu wilayah, serta untuk membantu perencanaan program-program kesehatan untuk
mencegah penyakit, khususnya yang merupakan penyakit musiman.10
3 Determinan
Faktor-faktor resiko tersebut antara lain: 10
1. Kondisi sanitasi lingkungan yang kurang baik. Yang termasuk ke dalam sanitasi
lingkungan yaitu sumber air minum, tempat pembuangan kotoran (jamban),
pembuangan sampah, perumahan dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo, 2003).
2. Hygiene perseorangan yang kurang baik. Kebiasaan-kebiasaan buruk seperti tidak
mencuci tangan sebelum makan, kebiasaan mengigiti kuku, jari, pulpen atau benda
lain, termasuk ke dalam hygiene perseorangan yang kurang baik. Mandi dua kali
sehari, mencuci dan menyeterika pakaian juga termasuk hygiene perseorangan yang
dapat mencegah penyebaran penyakit infeksi.
3. Sanitasi makanan yang kurang baik. Sanitasi makanan yang kurang baik, dapat
Makalah Blok 26
menyebabkan diare, proses pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi makanan yang
kurang baik dapat memudahkan mikroba tumbuh dan berkembang di dalam makanan.
Proses penyimpanan yang kurang baik dapat memudahkan mikroba untuk
mengkontaminansi makanan.
4. Masalah nutrisi dan imunitas tubuh. Nutrisi yang kurang baik merupakan faktor resiko
terjadinya Diare, karena sangat menentukan imunitas tubuh terhadap penyakit infeksi.
Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-
proses kehidupan di dalam tubuh. Beberapa penelitian menyebutkan nutrisi bisa
mempengaruhi kondisi kekebalan di dalam tubuh. Nutrisi merangsang sistem
kekebalan untuk bekerja dan meningkatkan fungsinya secara langsung. Nutrisi yang
cukup mencegah malnutrisi dan wasting, mengembalikan dan mempertahankan berat
badan ideal, meningkatkan kemampuan tubuh melawan berbagai infeksi ,sepsis,
meningkatkan efek obat-obatan; memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup.
5. Pemberian ASI eksklusif yang rendah. Pemberian ASI eksklusif yang rendah
merupakan salah satu faktor resiko Diare bagi bayi, ASI adalah makanan terbaik bagi
bayi, karena mengandung colostrum, ASI selalu tersedia kapan saja, selalu aman
untuk dkonsumsi, dan tidak mengandung efek samping. Bayi yang diberikan ASI
eksklusif memiliki daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi, termasuk diare, lebih
baik dibandingkan dengan bayi yang hanya diberi susu formula.
6. Pemberian makanan tambahan terlalu dini. Pemberian makanan tambahan terlalu dini
merupakan salah satu faktor resiko Diare pada bayi dan balita. Pemberian makan
terlalu dini dapat mempengaruhi kekebalan tubuh anak terhadap penyakit infeksi,
termasuk Diare, karena anak pada umur tertentu (enam bulan kebawah) masih perlu
diberi ASI eksklusif. Jika diberikan makanan terlalu dini akan mempengaruhi
kekebalan tubuhnya. Selain itu, pencernaan anak belum berkembang optimal jika
dipaksakan mencerna makanan, dapat mempengaruhi sistem pencernaannya.
7. Stress yang Berlebihan. Stress merupakan faktor resiko Diare pada orang dewasa,
tekanan psikis terutama yang berlangsung terus-menerus dapat mengganggu fungsi
organ-organ tubuh, sistem pencernaan adalah sistem organ yang paling mudah
mendapat pengaruh. Rangsangan stress dapat memberi pengaruh pada peningkatan
Makalah Blok 26
produksi asam lambung, mempercepat detak jantung,dan peningkatan gerak usus
secara berlebihan sehingga mengurangi laju absorbsi pada usus, inilah yang dapat
menyebabkan diare. Gejala awal dapat berupa rasa mual, muntah, pusing, perut melilit
kemudian mulai terjadi peningkatan frekuensi buang air besar.
Beberapa faktor resiko diatas merupakan faktor resiko kejadian diare, yang
kemungkinan merupakan penyebab tingginya angka kejadian diare di wilayah kerja
puskesmas. Mengenai relevansinya dengan keadaan di lapangan, perlu penelitian lebih lanjut.
Cara penularan : Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan atau air minum
yang terkontaminasi tinja atau muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat
terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan. 10
Kriteria KLB Diare :
Peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus menerus selama 3
kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu).
- Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2 kali /lebih dibandingkan jumlah
kesakitan/kematian karena diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari,
minggu).
- CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau
lebih dibandingkan priode sebelumnya.10
Penanggulangan Lintas Sektoral dan Program
Masa pra KLB : 9
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem
Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukan langkah-langkh lainnya :
1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD (Sistem kewaspadaan dini),
tenaga dan logistik.
2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
4. Memperbaiki kerja laboratorium
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lainTim Gerak Cepat (TGC) :Sekelompok
tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan
wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan
Makalah Blok 26
epideomologis.
Tugas /kegiatan :
Pengamatan :
- Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
- Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota
keluarga. Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga
tercemari dan sebagai sumber penularan.
- Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi
penyebarannya. Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap
penderita yang ditemukan di lapangan.
- Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga. Membuat laporan tentang
kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap.
Pembentukan Pusat Rehidrasi.
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
- Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
- Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala
diagnosa dsb.
- Memberikan data penderita ke Petugas TGC, Mengatur logistik, Mengambil
usap dubur penderita sebelum diterapi.
- Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
- Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
- Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat (yang
diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.
Sampai saat ini penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke
tahun. Diare termasuk sepuluh besar diagnosis penyakit pada kunjungan rawat jalan
puskesmas.Upaya penanggulangan lintas sektoral Sejalan dengan inilah, saat pertemuan
lintas sektoral mengenai penanganan diare telah dibuat kesepakatan bagaimana melakukan
Makalah Blok 26
penanganan diare yang efektif. Dalam kesepakatan tersebut juga tercantum, prinsip
penanganan diare yang disebut Lintas Diare. 11
Prinsip penatalaksanaan penderita diare merupakan upaya standarisasi, disebut dengan
LINTAS DIARE yakni Lima Langkah Tuntaskan Diare, yang terdiri atas :11
1. Pemberian Oralit dengan Osmolaritas rendah : untuk mencegah dehidrasi dianjurkan
lebih banyak memberikan cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah,
seperti: air tajin, kuah sayur dan air matang.
2. Pemberian Tablet suplemen Zinc : diberikan dengan dosis untuk anak berumur kurang
dari 6 bulan diberikan 10 mg (1/2 tablet) per hari, untuk anak berumur lebih dari 6
bulan diberikan 20 mg (1 tablet) per hari, diteruskan selama 10 hari.
3. Teruskan pemberian ASI dan makanan tambahan : untuk memberikan gizi agar tetap
kuat, dan mencegah berkurangnya berat badan.
4. Pengobatan dengan antibiotika harus selektif, hanya atas indikasi : khususnya untuk
diare berdarah (disentri atau kolera)
5. Penjelasan dan pemberian nasihat : tetap memberikan cairan tambahan dan kapan
harus berkunjung kembali ke puskesmas.
Program Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)
Program Pemberantasan Penyakit Diare adalah salah satu usaha pokok di Puskesmas.
Kebijaksanaan Program P2D ini adalah menurunkan angka kesakitan, kematian, dan
penanggulangan KLB karena diare yang akan terus dilaksanakan dengan mengintensifkan
peningkatan mutu pelayanan (quality assurance), meningkatkan kerja sama lintas program
dan sektoral terkait serta mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat secara luas, antara
lain dengan organisasi profesi dan LSM di pusat maupun daerah.12
Program P2D dilakukan dengan berfokus pada pelanggan, yaitu menjalankan segala
kegiatan yang dapat memuaskan pelanggan dengan pelayanan yang profesional, sarana dan
prasaran yang memadai, dan informasi yang mudah didapat. Hal ini meliputi: 12
Semua penderita diare didiagnosis dan diberikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana
atau dengan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Makalah Blok 26
Pengambilan anal swab dilakukan bila penderita dicurigai kolera dan bila terjadi kejadian
luar biasa.
Pengobatan penderita dengan memberikan oralit tanpa obat anti diare atau antibiotik,
kecuali pada kasus disentri atau kolera.
Pelayanan prima bagi penderita diare meliputi:
- Waktu tunggu 5 menit
- Waktu tunggu gawat darurat 1 menit
- Petugas harus ramah
- Petugas menguasai standar operasional prosedur pelayanan
Lokasi pelayanan mudah dijangkau.
Informasi tentang diare mudah dimengerti oleh masyarakat.
Penderita diare mendapatkan pelayanan yang sama di semua unit pelayanan kesehatan,
baik Puskesmas maupun Rumah Sakit.
Masyarakat menginginkan pelayanan cepat, tepat / akurat, murah, mudah dijangkau,
dilayani secara manusiawi dengan pengobatan sesuai standar dan mendapat informasi
yang jelas tentang cara-cara penanggulangan diare.
Pelatihan bagi kader untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dilengkapi buku
pedoman penanggulangan diare.
Pelatihan bagi petugas kesehatan untuk peningkatan ketrampilan.
Petugas kesehatan menginginkan prosedur kerja sederhana, tersedianya sarana
pengobatan yang memadai, serta website diare.
Pengorganisasian program P2D di Puskesmas kelurahan meliputi (1) penyediaan
pelayanan pemeriksaan, pengobatan, dan rujukan ke Puskesmas kecamatan dan rumah sakit
serta (2) koordinasi dengan Puskesmas kecamatan bila terjadi peningkatan kasus di wilayah
kerjanya.
Sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program P2D di Puskesmas
kelurahan adalah dokter umum sebagai pemeriksa dan perawat sebagai wasor program diare
dan petugas perawatan kesehatan masyarakat. Dokter umum harus memiliki kompetensi
untuk melaksanakan penanggulangan diare sesuai dengan standar. Perawat / wasor harus
mampu menganalisis data dalam rangka sistem kewaspadaan dini serta mampu memberikan
penyuluhan (KIE – komunikasi, informasi, dan edukasi) dan pemeriksaan di Posyandu.
Selain itu, pada kegiatan Posyandu diperlukan kader / toma yang membantu perawat
atau bidan dalam memberikan penyuluhan. Untuk memperlengkapi petugas dengan
Makalah Blok 26
kompetensi dan ketrampilan tersebut, dibutuhkan beberapa pelatihan tentang (1) program
pemberantasan diare (P2D) yang meliputi aspek manajemen, aspek klinik, aspek
epidemiologi, dan aspek laboratorium, (2) peningkatan peran serta masyarakat bagi kader
kesehatan di Posyandu, (3) tatalaksana diare bagi petugas Puskesmas, dan (4) tatalaksana
diare dengan pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) bagi petugas kesehatan di
Puskesmas.
Selain kompetensi tersebut, petugas juga perlu memiliki sikap dan perilaku tertentu,
yaitu dokter umum harus memiliki sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam menangani
penderita diare, perawat / wasor harus mempunyai sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam
melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat, dan kader harus mampu memotivasi dan
menggerakkan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Secara umum, pembiayaan program P2D bersumber dari APBN, APBD tingkat I dan
II, BLN, LSM, dan swadana masyarakat. Pembiayaan ini digunakan untuk pengadaan sarana
dan prasarana, dan menunjang kegiatan operasional. Ketentuan yang berlaku adalah (1) 100%
sumber anggaran pengadaan obat dan oralit bersifat swadaya Puskesmas, (2) 100%
pembiayaan operasional manajemen P2D di Sudinkesmas berasal dari anggaran APBD
tingkat II, dan (3) biaya operasional pengobatan berasal swadana Puskesmas.
Sarana dan prasarana yang diperlukan di Puskesmas kelurahan untuk mendukung
terlaksananya program P2D adalah (1) ruang periksa dengan ukuran 4 x 5 m2, cukup
pencahayaan dan ventilasi, dan bertemperatur maksimum 23o Celcius, (2) ruang tunggu
pasien yang terbuka dan cukup pencahayaan, serta (3) pojok oralit sebagai tempat konsultasi
tentang diare.
Pada Posyandu, sarana dan prasarana yang diperlukan adalah (1) oralit untuk rehidrasi oral
bagi penderita diare dan (2) lembar penyuluhan.
Secara umum, program P2D meliputi: 12
Penemuan Kasus Dini
Proses inti dari program pemberantasan diare adalah penemuan kasus diare secara
dini baik oleh petugas ataupun masyarakat. Penemuan kasus ini dilakukan secara pasif, yaitu
kasus ditemukan saat penderita datang berobat ke Puskesmas, Posyandu, atau rumah sakit.
Tujuan dari penemuan kasus dini adalah untuk mengobati penderita diare sedini mungkin
Makalah Blok 26
untuk mencegah penularan, menurunkan angka kesakitan dan kematian terutama pada balita,
serta mencegah terjadinya KLB.
Diagnosis
Penemuan kasus diare dilanjutkan dengan diagnosis yang tepat kemudian tatalaksana
yang cepat dan akurat. Diagnosis diare dan penilaian tingkat dehidrasi penderita dapat
dilakukan oleh dokter, paramedis, dan kader yang sudah terlatih tentang diare.
Pengobatan
Pengobatan yang dimaksud adalah statu proses penanganan penderita diare sedini
mungkin dari masyarakat sampai sarana kesehatan sesuai dengan tatalaksana penderita dan
sistem rujukan sejak diagnosis ditegakkan.
Tatalaksana pasien diare di sarana kesehatan
a. rehidrasi oral dengan oralit
b. pemberian cairan intravena dengan ringer laktat untuk pasien diare dehidrasi berat
dan tidak bisa minum
c. penggunaan antibiotika secara rasional
d. nasihat tentang meneruskan pemberian makanan, rujukan, dan pencegahan
Penyediaan Air Bersih
Penyediaan air bersih yang dimaksud adalah proses penyediaan air yang memenuhi
syarat kesehatan baik fisik, nimia, bakteriologis, maupun radioaktif di masyarakat. Penerapan
dari hal ini adalah inspeksi sarana penyediaan air bersih, pemeriksaan contoh air dan analisis
laboratorium (bakteri dan kimia), rehabilitasi sarana yang telah rusak, dan pemberian bahan
kimia (kaporisasi).
Distribusi Logistik
Distribusi logistik adalah suatu rangkaian kegiatan pendistribusian oralit dan ringer
laktat (RL) dalam rangka penyediaan cairan rehidrasi di unit pelayanan kesehatan. Penerapan
dari hal ini adalah tersedianya oralit di kader-kader kesehatan, Posyandu, dan Puskesmas,
serta tersedianya antibiotik dan ringer laktat (RL) di Puskesmas. Tujuan dari kegiatan ini
adalah untuk mencegah kematian pada balita dan dehidrasi berat pada semua golongan umur
Makalah Blok 26
penderita diare. Ketentuan yang ditetapkan adalah terpenuhinya kebutuhan oralit pada setiap
penderita sebanyak 6 bungkus oralit 200 ml serta pengadaan oralit / RL oleh Puskesmas dan
didistribusikan ke Puskesmas kelurahan dan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
KIE meliputi serangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk
mencapai suatu keadaan di mana individu, keluarga, dan masyarakat mendapat informasi
dengan cepat dan benar tentang penanggulangan penyakit diare. Penerapan dari hal ini adalah
penyuluhan baik perorangan maupun kelompok yang dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung dan pelatihan petugas serta kader. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, kesadaran, kemauan, dan praktik mengenai
penanggulangan penyakit diare. Sasaran utama KIE adalah masyarakat. 12
Tatalaksana pasien diare di rumah
1. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti kuah sayur, air tajin, larutan
gula garam, atau oralit terutama untuk dehidrasi
2. Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan
ekstra sesudah diare
3. Membawa pasien diare ke sarana kesehatan, bila dalam 3 hari tidak membaik atau ada
salah-satu tanda berikut: berak cair berkali-kali, muntah berulang-ulang, rasa haus
yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinja berdarah
Pencegahan penyakit
4. Meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
5. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI
6. Menggunakan air bersih yang cukup
7. Mencuci tangan dengan sabun
8. Menggunakan jamban dan membuang tinja bayi dengan benar
9. Imunisasi campak
Laboratorium
Makalah Blok 26
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui jenis diare yang terjadi di
masyarakat dan hanya dilakukan pada kasus-kasus diare yang dicurigai kolera atau apabila
terjadi peningkatan kasus 3 kali lebih besar daripada waktu sebelumnya.
Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan elemen yang sangat penting dalam sistem
pemberantasan diare. Pencatatan dan pelaporan dilakukan berdasarkan golongan umur dan
dilakukan berjenjang dalam kurun waktu harian, bulanan, triwulanan, semesteran, dan
tahunan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mencatat, menilai, dan melaporkan hasil
kegiatan penanggulangan diare yang telah dilakukan serta sebagai acuan dalam penyusunan
rencana kegiatan tahun berikutnya.
Form laporan program P2D adalah formulir pencatatan pelaporan diare yang diisi oleh
koordinator diare di Puskesmas dan direkapitulasi di Sudinkesmas dan kemudian dilaporkan
ke Dinas Kesehatan Propinsi. Form ini meliputi jumlah penderita di Puskesmas dan Posyandu
menurut kelompok umur, jumlah penderita yang diberi oralit, jumlah oralit yang diberikan,
dan pemeriksaan laboratorium bagi yang tersangka kolera.
Form laporan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu Puskesmas adalah formulir
pencatatan dan pelaporan yang diisi oleh satuan kerja Puskesmas yang mencatat seluruh jenis
penyakit yang diobati di Puskesmas.13
a) Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita Diare
menggunakan formulir:
• W1/laporan KLB (wabah)
• W2/laporan mingguan wabah
• SP2TP: LB V/laporan bulanan data kesakitan
LB2/laporan bulanan data kematian.
Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan bulanan kegiatan
Puskesmas (SP2TP).
b) Penderita penyakit Diare perlu diambil specimen darahnya (akut dan konvalesens) untuk
pemeriksaan serologis. Spesimen dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan
(BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat.
Makalah Blok 26
Pelayanan Kesehatan Preventif
Winslow, Profesor Kesehatan Masyarakat dari Yale University pada tahun 1920
mengungkapkan bahwa untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit, ada 3 tahap
pencegahan yang dikenal sebagai teori five level of prevention. Hal ini meliputi pencegahan
primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. 14
Pencegahan primer dilakukan saat individu belum menderita sakit, meliputi hal-hal berikut :
1. Promosi kesehatan (health promotion) yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap masalah kesehatan.
2. Perlindungan khusus (specific protection) berupa upaya spesifik untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit tertentu.
Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit meliputi hal-hal berikut :
1. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment). Tujuan
utama tindakan ini adalah mencegah penyebaran penyakit jika penyakit ini merupakan
penyakit menular, mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit
dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.
2. Pembatasan kecacatan (disability limitation). Pada tahap ini, cacat yang terjadi diatasi,
terutama agar penyakit tidak berkelanjutan sehingga mengarah pada cacat yang lebih buruk.
Pencegahan tersier (rehabilitasi). Pada proses ini, diusahakan agar cacat yang diderita tidak
menjadi hambatan sehingga individual yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik,
mental, dan sosial.
PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive health
care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan
beberapa usaha pokok (basic health care services) yang meliputi 12 program sebagai berikut:
kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), pemberantasan penyakit menular
(P2M), peningkatan gizi, kesehatan lingkungan (kesling), pengobatan, penyuluhan kesehatan
masyarakat, laboratorium, kesehatan sekolah, perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan
Makalah Blok 26
jiwa, dan kesehatan gigi.14 Dari ke-12 program pokok Puskesmas, dipilihlah empat program
yang sesuai dengan kasus yaitu:
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Tujuan umum dari KIA adalah menurunkan kematian (mortality) dan kejadian sakit
(morbidity) di kalangan ibu serta meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan
status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang bisa dicegah
dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Sasaran
primernya adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak (sampai dengan usia 5 tahun),
sedangkan sasaran sekunder adalah dukun beranak dan kader kesehatan. Jumlah sasaran ibu
hamil dan anak ditetapkan menggunakan dua cara, yaitu pendataan langsung dan perkiraan
(estimasi).
Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan kegiatan integratif. Kegiatan integratif
adalah kegiatan program lain (misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan pokok P2M)
yang dilaksanakan pada program KIA karena sasran penduduk program P2M juga menjadi
sasaran program KIA. Kegiatan KIA terdiri dari:
Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC).
Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita (integrasi program gizi).
Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena
kekurangan protein dan kalori.
Memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan garam yodium) → Integrasi
program PKM dan gizi.
Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur → Integrasi program KB.
Merujuk para ibu atau anak-anak yang memerlukan pengobatan→ Integrasi program
pengobatan.
Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama nifas → Integrasi dengan
program perawatan kesehatan masyarakat.
Mengadakan latihan untuk dukun bersalin.
2. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Di berbagai wilayah di Indonesia terdapat perbedaan tingkat dan jenis endemisitas
penyakit menular. Tujuan dari program P2M adalah menemukan kasus penyakit menular
sedini mungkin dan mengurangi berbagai risiko kesehatan masyarakat yang memudahkan
Makalah Blok 26
terjadinya penyebaran suatu penyakit menular.3 Sasaran primernya adalah ibu hamil, balita,
dan anak-anak sekolah untuk kegiatan imunisasi, sedangkan sasaran sekunder adalah
lingkungan pemukiman masyarakat.
3. Peningkatan Gizi
Masalah gizi masih cukup rawan di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di wilayah
pemukiman kumuh. Tujuan program peningkatan gizi adalah meningkatkan status gizi
masyarakat melalui upaya pemantauan status gizi kelompok-kelompok masyarakat yang
mempunyai risiko tinggi, pemberian makanan tambahan, baik yang bersifat penyuluhan
maupun pemulihan.14 Sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak (sampai dengan
usia 5 tahun).
4. Kesehatan Lingkungan
a. Menyediakan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum, mandi,
cuci, dan keperluan lainnya. Air merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam aspek
kesehatan masyarakat, dimana air dapat menjadi sumber dan tempat perindukan dan media
kehidupan bibit penyakit. Banyak penyakit terkait dengan air, baik air kotor dan bahkan juga
air yang bersih secara fisik, seperti diare. kimiawi.Secara fisik, air harus memenuhi syarat
berikut: tidak berwarna (bening/jernih), tidak keruh (bebas dari lumpur, sampah, busa, dll),
tidak berasa (asin, pahit, asam), tidak berbau (amis, anyir, busuk, belerang, dll). Kegiatan
yang dapat dilakukan, antara lain:
Perlindungan terhadap sumber mata air yang digunakan penduduk, misalnya dengan
kaporitisasi sumur.
Penyuluhan melalui demonstrasi tentang pembuatan sumur.
Penyediaan sumur pompa tangan, baik dangkal maupun dalam, sarana air minum, dan
sebagainya.
Mengadakan penyuluhan kesehatan tentang air minum sehat.
b. Memperbaiki sistem pembuangan kotoran manusia
Makalah Blok 26
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada
tujuh kriteria yang harus diperhatikan, yaitu:
Tidak mencemari air, artinya:
o Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak
mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar
lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
o Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
o Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang
kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
o Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau,
sungai, dan laut
Tidak mencemari tanah permukaan, artinya:
o Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai,
dekat mata air, atau pinggir jalan.
o Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras,
kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
Bebas dari serangga
o Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu.Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah.
o Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang
nyamuk.
o Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang
kecoa atau serangga lainnya.
o Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
o Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan, artinya:
o Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai
digunakan
o Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat
oleh air
o Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
Makalah Blok 26
o Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodik.
Aman digunakan oleh pemakainya, artinya:
o Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran
dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai yang
terdapat di daerah setempat.
Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya, artinya:
o Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran.
o Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena
dapat menyumbat saluran.
o Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan
cepat penuh.
o Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter
minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.
Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan, artinya:
o Jamban harus berdinding dan berpintu
o Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan.
Gambar 5. Syarat Jamban Sehat
Sumber: http://promkes-banyuurip.blogspot.com/2011_03_01_archive.html
c. Pembuangan Sampah
Makalah Blok 26
Sampah adalah limbah yang bersifat padat, terdiri dari bahan yang bias membusuk
(organik) dan tidak membusuk (anorganik) yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan masyarakat.Sampah harus dikelola
dengan baik dan benar, karena bila tidak akan dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit
penyakit. Untuk pedesaan, pada umumnya sampah biasanya ditangani dengan beberapa cara,
yaitudibakar, dibuang ke lubang galian, atau dibuat kompos. Kegiatan pembuangan sampah
dilaksanakan bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat. Masyarakat digerakkan
untuk melakukan pembuangan sampah yang baik sehingga sampah tidak lagi mencemari
lingkungan pemukiman mereka.3
Namun dengan berkembangnya dunia usaha dan juga ilmu pengetahuan, kini sampah
dapat dikelola dengan lebih menguntungkan, yaitu yang dikenal dengan istilah pendekatan
3R (reduce, reuse dan recycle). Reduceadalah upaya pengelolaan sampah dengan cara
mungurangi volume sampah itu sendiri. Cara ini sifatnya lebih mengarah ke pendekatan
pencegahan. Contoh: kalo beli sayuran pilihlah sayuran yang sesedikit mungkin dibuang,
kalo ambil makanan jangan berlebihan, sehingga akan mengurangi makanan yang menjadi
sampah.Reuseadalah suatu cara untuk menggunakan kembali sampah yang ada, untuk
keperluan yang sama atau fungsinya yang sama. Contoh: botol sirop digunakan kembali
untuk botol sirop, atau untuk botol kecap. Tentunya proses ini harus dilakukan dengan baik,
missal dengan dicuci yang benar.Recycleadalah pemanfaatan limbah melalui pengolahan fisik
atau kimia, untuk menghasilkan produk yang sama atau produk yang lain. Contoh: sampah
organik diolah menjadi kompos, besi bekas diolah kembali menjadi barang-barang seni dari
besi, dll.
d. Pengawasan terhadap tempat-tempat umum
Pengawasan biasanya dilakukan di perusahaan-perusahaan penghasil limbah cair, tempat
pengolahan dan penjualan makanan, tempat-temapt umum, dan sanitasi lingkungan. Kegiatan
ini dikoordinasikan secara lintas sektoral terutama dengan camat.3Limbah cair rumah tangga
dapat berasal dari kamar mandi, peturasan, cucian barang/bahan dari dapur rumah tangga.
Dalam pengertian ini limbah cair ini tidak termasuk limbah cair yang berasal darijamban
keluarga.Limbah cair dari kegiatan rumah tangga volumenya relatif sedikit dibanding dengan
luas lahan yang ada di desa tersebut. Namun demikian limbah cair tersebut tetap harus
dikelola, karena kalo dibuang sembarangan akan membuat lingkungan kotor, berbau, dan
Makalah Blok 26
mengurangi estetika dan kebersihan lingkungan. Limbah cair harus dikelola dengan baik dan
benar, karena bila tidak akan dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit penyakit
penyakit.
LINTAS SEKTORAL
Lintas sektoral adalah program yang melibatkan suatu institusi atau instansi negeri
atau swasta yang membutuhkan pemberdayaan dan kekuatan dasar dari pemerintah atau
swasta mengenai peraturan yang ditetapkan untuk mewujudkan alternatif kebijakan secara
terpadu dan komprehensif sehingga adanya keputusan dan kerja sama. Dasar pemikiran lintas
sektoral adalah peraturan perundang-undangan, kerja sama, standar kerja, kebijkan-kebijakan
yang tersirat maupun tersurat, dan saling memberikan manfaat terhadap diantara kedua belah
pihak serta kontribusi atau jaminan kesepakatan.
Manfaat dan tujuan kerjasama lintas sektoral adalah :
1. Mempermudah pencapaian keberhasilan rancangan kegiatan.
2. Dapat memberikan gambaran tekhnis antar lintas sektoral dan
lintas program.
3. Kebijkan tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan.
4. Saling menguntungkan kedua belah pihak antar rencan program.
5. Dapat mberikan perizinan dalam rujukan.
6. Dapat memberikan kontribusi faslitias, sarana, dan dana.
7. Terdokumentasi dalam perizinan dan kegiatan.
Institusi atau instansi yang terkait dalam lintas sektoral kesehatan adalah puskesmas
pembantu, puskesmas keliling, bidan atau paramedic, dokter yang ditugaskan, puskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kodya, pendidikan negeri atau swasta, Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Wilayah ( Desa, RT, RW,
Kecamatan, Kabupaten), kantor yang terkait, dan para pemuda.
Penutup
Salah satu upaya mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh Kejadian Luar Biasa
(KLB) penyakit adalah melakukan pengamatan penyakit cara intensif yang dikenal dengan
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) terhadap penyakit yang
potensial terjadi KLB. Kegiatan SKD diarahkan pada pengendalian mata rantai atau faktor-
Makalah Blok 26
faktor yang memungkinkan timbulnya penyakit, berikut cara intervensinya sehingga dapat
mengurangi kerugian. Dalam manajemen SKD-KLB akan dilanjutkan dengan kegiatan
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk memantau program pencegahan dan
pemberantasan penyakit yang dilaksanakan. Program Surveilans epidemiologi dapat
memanfaatkan kegiatan PWS ini untuk memantau SKD-KLB.
Daftar Pustaka
1. Ghishan FK. Chronic diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors.
Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p.1276-1281.
2. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children, guidelines for the
management of common illnesses with limited resources. Geneva: World Health
Organization; 2005.
3.Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Angka kejadian
diare masih tinggi. Diunduh dari :http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 28 Juni
2013
4. Budiarto E. Pengantar epidemiologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2002.h.100-16.
5. Timmreck, Thomas C.Konsep penularan penyakit. Dalam: Epidemiologi. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC;2005.h.9-12.
6. Murti B. Surveilans kesehatan masyarakat. Diunduh dari
www.fk.uns.ac.id/index.php/download/file/15 , 28 Juni 2013
7. Wuryanto A.Pengenalan wabah.Diunduh dari www.undip.ac.id , 28 Juni 2013
8. Departemen kesehatan RI. Modul epidemiologi. Jakarta:Bakti Husada;2000
9. Diare. Diunduh dari http//:www.infeksi.com tanggal 28 Juni 2013.
10. Departemen Kesehatan RI. Pengobatan dasar di puskesmas berdasarkan
gejala.Jakarta:Bakti Husada.2001.h.77-9.
11. Lima langkah tuntaskan diare. Di unduh http://www.puskel.com/lintas-diare-lima-
langkah-tuntaskan-diare, 28 Juni 2013
Makalah Blok 26
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku ajar diare. Pendidikan Medik
Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999.
13. Azwar Azrul. Management Puskesmas. Keputusan Mentri Kesehatan Repuplik Indonesia
tantang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: DepartemanKesehatan RI,
2004.h. 20-3
14. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Jakarta : EGC; 1999. h. 115 – 38
Makalah Blok 26