Makalah Kelompok II

download Makalah Kelompok II

of 27

description

makalah

Transcript of Makalah Kelompok II

PENDAHULUAN

Latar belakang

Hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani : Hidro artinya air, Sefalus adalah kepala. Hidrosefalus adalah penimbunan cairan di ruang yang secara normal terdapat dalam otak. Cairan yang dimaksud adalah cairan yang normal ada dalam otak dan dikenal sebagai cairan otak, sedangkan ruang yang terdapat dalam otak dikenal sebagai ventrikel. Cairan otak diproduksi dalam ventrikel; kemudian mengalir dalam ruang-ruang \serta saluran-saluran yang dikenal sebagai sistem ventrikel; dan terakhir akan diserap kembali masuk ke dalam aliran darah. Cairan otak ini mengalir secara konstan dan memiliki bermacam-macam fungsi, antara lain : Dengan adanya cairan otak yang berada di dalam dan di sekitar jaringan otak dan sumsum tulang belakang, maka organ-organ ini seolah-olah terendam dalam air, sehingga bila ada benturan dengan benda keras, cairan otak berfungsi sebagai bantalan yang akan mengurangi pengaruh gaya dari luar. Cairan otak mengandung protein dan bahan makanan lain yang dibutuhkan untuk nutrisi maupun aktivitas otak secara normal. Bahan-bahan yang tidak berguna akan larut dalam cairan otak dan dibuang ke dalam sistem aliran darah.Hidrosefalus terjadi apabila produksi cairan otak tidak seimbang dengan penyerapannya, sehingga cairan otak terbendung, sistem ventrikel akan melebar dan tekanan dalam rongga kepala akan meningkat.1-4

Anatomi dan Fisiologi

Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan araknoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Hubungan antara sistem ventikel dan ruang subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV. Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler.1,2,5

Gambar 1- Gambaran Ventrikel Normal dan Hidrosefalus

Anamnesis

Pertama sekali bagi semasa melakukan anamnesis kita terlebih dahulu harus mengambil butir-butir peribadi yang berkenaan dengan identitas pasien yaitu nama,umur,pekerjaan,suku,agama dan tempat tinggal pasien itu. Seterusnya, kita harusnya menanyakan keluhan utama pada pasien yang kita temui. Selalunya keluhan utama pada pasien hidrosephalus ialah sering mengalami kejang tanpa disertai demam. Selain itu, kita juga harus mengajukan beberapa pertanyaan mengenai keluhan tambahan yang menyertai keluhan utama pasien tersebut. Contohnya, bagi pasien hidrosepahlus sering datang dengan keluhan tambahan seperti tampak lemah, tubuh semakin kurus tetapi berat bertamah dan kepala yang semakin membesar. Kita juga harus melakukan beberapa anamnesa tambahan bagi membantu kita untuk mendiagnosis seorang pasien yang hidrosephalus dengan lebih tepat. Antara anamnesis tambahan yang harus kita lakukan ialah menanyakan tentang riwayat penyakit sekarang. Riwayat penyakit sekarang bagi pasien hidrosephalus ialah kejang seluruh tubuh tanpa demam, tidak dapat berdiri dan berjalan, semakin kurus tetapi berat bertambah dan juga kepala semakin membesar. Riwayat keluarga juga penting untuk ditanyakan semasa melakukan anamnesa. Riwayat penyakit dahulu juga harus ditanyakan kepada pasien. Contohnya, riwayat penyakit dahulu pasien hidrosephalus ialah demam disertai kejang sejak berumur 6 bulan, kejang sekali kira-kira 10 menit dan juga demam panas tinggi,kejang-kejang sampai lama dan tidak sadar. Di samping itu, riwayat pre-natal juga harus ditanyakan agar kita dapat tahu tentang sejarah perubatan pasein yang bertemu dengan kita. Bagi seorang anak amat penting bagi kita mengatahui status pertumbuhan dan perkembangan anak sama ada notmal atau tidak dengan menanyakan tentang riwayat tumbuh kembang anak tersebut.

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal. Pembesaran kepala merupakan salah satu petunjuk klinis yang penting untuk mendeteksi hidrosefalus. Upaya pengukuran lingkar kepala secara serial dan teratur sangat penting dalam deteksi dini penyakit ini. Perkembangan lingkar kepala normal pada bayi cukup bulan adalah 2 cm per bulan untuk 3 bulan pertama, 1 cm per bulan untuk 3 bulan kedua, dan 0,5 cm per bulan untuk 6 bulan berikutnya. Nellhaus pada tahun 1968 menciptakan diagram persentil lingkar kepala yang masih digunakan hingga sekarang.

Transiluminasi Penyebaran cahaya diluar sumber sinar lebih dari batas, frontal 2,5 cm, oksipital 1 cm. Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

Diagnosis

Prosedur dari diagnosis suatu penyakit didasarkan atas suatu anamnesa yang cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala hidrosefalus sebelum menunjukan manifestasi klinis adalah sangat bervariasi sehingga anamnesis memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas dalam praktek, tetapi hal tersebut tidak selalu mudah dicapai. Dilain pihak, pemberi informasi (penderita dan atau keluarganya) juga sangat berperan dalam proses anamnesis. Apabila informasi tidak jelas atau tidak lengkap maka diagnosis akan sulit ditegakkan. Kekeliruan atau kesalahan dalam menegakkan diagnosis dapat terjadi di seluruh disiplin kedokteran, baik preklinik, paraklinik, maupun klinik. Kesalahan diagnosis secara umum dapat disebabkan oleh karena, (a) kurangnya pengetahuan dan atau pengertian tentang penyakit, (b) kurangnya pengalaman menangani kasus penyakit, (c) keterbatasan informasi dari penderita atau keluarganya, dan (d) belum berfungsinya sistem rujukan secara optimal sehingga belum menunjukan interaksi yang baik antara puskesmas atau rumah sakit umum kabupaten atau dokter praktek swasta (dokter umum) dengan RSUP rujukan atau dokter spesialis.3 Upaya penegakan diagnosis suatu kelainan dalam hal ini hidrosefalus dapat dilakukan dengan melakukan skrining atau deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak. Skrining terdiri dari penemuan faktor resiko dan deteksi adanya kelainan. Faktor resiko adalah faktor-faktor atau keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu. Istilah mempengaruhi mengandung pengertian menimbulkan resiko lebih besar pada individu atau masyarakat untuk terjadinya status kesehatan atau kelainan tertentu. Faktor resiko ini mungkin baru dalam tahap kecurigaan, perkiraan atau memang sudah terbuktikan kebenarannya.4 Di samping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas seperti yang telah diterangkan di atas, maka kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. USG adalah pemeriksaan penunjang yang mempunyai peranan penting dalam mendeteksi adanya hidrosefalus pada periode prenatal dan pascanatal selama fontanelnya tidak menutup. Pada neonatus, USG dapat cukup bermanfaat, untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat (Harsono, 1996). Pemeriksaan dengan CT scan ini dapat memperlihatkan susunan ventrikel yang membesar secara simetris. Dengan CT scan ini sistem ventrikel dan seluruh isi intrakranial dapat tampak lebih terperinci, serta dalam memperkirakan prognosa kasus tersebut di masa depan. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. MRI sebenarnya juga merupakan pemeriksaan diagnostik terpilih untuk kasus-kasus yang efektif. Namun, mengingat waktu pemeriksaannya yang cukup lama sehingga pada bayi perlu dilakukan pembiusan. Untuk menentukan apakah seorang bayi dalam kandungan adalah hidrosefal atau tidak, adalah suatu tugas yang tidak mudah, namun pemeriksaan dengan USG sudah sangat dapat membantu. 4

Diagnosis banding Higroma subdural ; penimbunan cairan dalam ruang subdural akibat pencairan hematom subdural Hematom subdural ; penimbunan darah di dalam rongga subdural Emfiema subdural ; adanya udara atau gas dalam jaringan subdural. Hidroanensefali ; sama sekali atau hampir tidak memiliki hemisfer serebri, ruang yang normalnya di isi hemisfer dipenuhi CSS Tumor otak Megaloensefali : jaringan otak bertambah Makrosefali : gangguan tulang

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah:oTidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus Pemeriksaan cairan serebrospinal:oAnalisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa. Pemeriksaan radiologi: X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar. Dengan prosedur ini dapat diketahui:a) Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.b) Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup. Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

Ventrikulografi : yaitu dengan cara memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanella anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memaukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada karanium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit dan mempunyai resiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

Lokalisasi penyumbatan dapat ditentukan melalui pemeriksaan dengan menyuntikkan zat warna PSP ke dalam ventrikel lateralis dan menampung pengeluarannya dari pungsi lumbal untuk mengetahui penyumbatan ruang subaraknoid. Uji PSP ginjal dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji PSP ventrikel ini, untuk menentukan fungsi ginjal. Uji PSP ini tidak dilakukan lagi dengan adanya pemeriksaan CT scan kepala. Ventrikulografi dapat dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan.

Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Hassan et al, 1985). Tempat predileksi obstruksi adalah foramen Monroe, foramen Sylvis, foramen Luschka, foramen Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis (Harsono, 1996). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Berkurangnya absorbsi CSS pernah dilaporkan dalam kepustakaan pada obstruksi kronik aliran vena otak pada trombosis sinus longitudinalis. Contoh lain ialah terjadinya hidrosefalus setelah operasi koreksi daripada spina bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk absorbsi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :

Kelainan Bawaan (Kongenital)a. Stenosis akuaduktus SylviiMerupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90%). Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Stenosis ini bukan berasal dari tumor. Ada tiga tipe stenosis : 5i. Gliosis akuaduktus: berupa pertumbuhan berlebihan dari glia fibriler yang menyebabkan konstriks ilumen.ii. Akua duktus yang berbilah (seperti garpu) menjadi kanal-kanal yang kadang dapat tersumbat.iii. Obstruksi akuaduktus oleh septum ependim yang tipis (biasanya pada ujung kaudal).

Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir. Stenosis ini bisa disebabkan karena kelainan metabolisme akibat ibu menggunakan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan acne vulgaris. Oleh karena itu penggunaan derivat retinol (vitamin A) dilarang pada wanita hamil. Hidrosefalus iatrogenik ini jarang sekali terjadi, hal ini dapat disebabkan oleh hipervitaminosis A yang akut atau kronis, di mana keadaan tersebut dapat mengakibatkan sekresi likuor menjadi meningkat atau meningkatnya permeabilitas sawar darah otak. Stenosis ini biasanya dapat bersamaan dengan malformasi lain seperti: malformasi Arnold chiari, ensefalokel occipital.

b. Spina bifida dan kranium bifida-Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. Anomali Arnold-chiari ini dapat timbul bersama dengan suatu meningokel atau suatu meningomielokel.

c. Sindrom Dandy-Walker-Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasi vermis serebelum. Kelainan berupa atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarakhnoid yang tidak adekuat, dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam tiga bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis korpus kalosum, labiopalatoskisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya. 5d.Kista arakhnoid -Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.e. Anomali pembuluh darah-Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.

InfeksiAkibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpedunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya lebih tersebar. Selain karena meningitis, penyebab lain infeksi pada sistem saraf pusat adalah karena toxoplasmosis. Infeksi toxoplasmosis sering terjadi pada ibu yang hamil atau penderita dengan imunokompeten. Penularan toxoplasmosis kepada neonatus didapat melalui penularan transplasenta dari ibu yang telah menderita infeksi asimtomatik. Dalam bentuk infeksi subakut, tetrade yang menyolok adalah perkapuran intraserebral, chorioretinitis, hidrosefalus atau mikrosefalus, dan gangguan psikomotor dan kejang-kejang. 5NeoplasmaHidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.5 PerdarahanTelah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. Hal tersebut juga dapat dipicu oleh karena adanya trauma kapitis. Selanjutnya hidrosefalus dengan penyebab pertama tersebut diatas dikelompokan sebagai hidrosefalus kongenitus, sedangkan penyebab kedua sampai ke empat dikelompokkan sebagai hidrosefalus akuisita. Sebab-sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in-utero dan kemudian bermanifestasi baik in-utero ataupun setelah lahir. Sebab-sebab ini mencakup malformasi (anomali perkembangan sporadis), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologinya tidak dapat diketahui, dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik. Dari bukti eksperimental pada beberapa spesies hewan mengisyaratkan infeksi virus pada janin terutama parotitis dapat sebagai faktor etiologi.Swaiman and Wright (1981) mengelompokkan etiologi hidrosefalus berdasarkan proses kejadiannya sebagai berikut : 5

i. Kongenital-Agenesis korpus kalosum, stenosis akuaduktus serebri, anensefali dan disgenesis serebral, genetis.ii. Degeneratif-Histiositosis, inkontinensia pugmenti, dan penyakit Krebbe.iii. Infeksi-Post meningitis, TORCH, kista-kista parasit, lues kongenital.iv. Kelainan metabolism-Penggunaan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan akne vulgaris, antara lain dapat menyebabkan stenosis akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus pada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu penggunaan derivat retinol (vitamin A) dilarang pada wanita hamil.TraumaSeperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, disamping organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang mengganggu aliran CSS.5Gangguan vaskulerDilatasi sinus dural, trombosis sinus venosa, malformasi v. Galeni, malformasi arteriovenosa.

Patofisiologi

CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan arakhnoid yang meliputi seluruh Susunan Saraf Pusat ( SSP ). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam satu sistem, yakni sistem internal dan eksternal.1,6,7 Orang dewasa : jumlah normal CSS = 90 150 ml anak umur 8-10 th : 100-140 ml bayi : 40-60 ml Neonatus : 20-30 ml Prematur kecil : 10-20 ml

Hidrosefalus secara teori terjadi sebagai akibat dari 3 mekanisme,yaitu :1)produksi likuor yang berlebihan2)peningkatan resistensi aliran likuor3)peningkatan tekanan sinus venosaKonsekuensi 3 mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. dilatasi ini sebagai berikut :1)kompresi sistem serebrovaskuler2)redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler3)Perubahan mekanis dari otak4)Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis5)Hilangnya jaringan otak6)Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura cranial

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai 2 konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatiuf tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplikasi tengkorak.Ada prinsipnya hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari ketidak seimbangan antara produksi, obstruksi dan absorpsi dari CSS. Adapun keadaan-keadaan yang dapatmengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan tersebut adalah:

a) Disgenesis serebri46% hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak dan yang terbanyak adalahmalformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi serebral akibat kegagalan dalamproses pembentukan otak dapat menyebabkan penimbunan CSS sebagaikompensasi dari tidak terdapatnya jaringan otak. Salah satu contoh jelas adalahhidroanensefali yang terjadi akibat kegagalan pertumbuhan hemisferium serebri.

b) Produksi CSS yang berlebihanIni merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang terjadi. Penyebab terseringadalah papiloma pleksus khoroideus, hidrosefalus jenis ini dapat disembuhkan.

c) Obstruksi aliran CSSSebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam kategori ini. Obstruksi dapatterjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi dapat disebabkan beberapakelainan seperti: perdarahan subarakhnoid post trauma atau meningitis, di manapada kedua proses tersebut terjadi inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkansumbatan pada akuaduktus Sylvius atau foramina pada ventrikel IV. Sisternabasalis juga dapat tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang mengakibatkanhambatan dari aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat menekan dari arahbelakang yang mengakibatkan arteri basiliaris dapat menimbulkan obstruksi secaraintermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan dengan pulsasi arteri yangbersangkutan.

d) Absorpsi CSS berkurangKerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi CSS,selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkankejadian tersebut adalah: Post meningitis Post perdarahan subarakhnoid Kadar protein CSS yang sangat tinggi

e) Akibat atrofi serebriBila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan timbul penimbunanCSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses atrofi tersebut. Terdapat beberapa tempat yang merupakan predileksi terjadinya hambatan aliran CSS :

1) Foramen Interventrikularis MonroeApabila sumbatan terjadi unilateral maka akan menimbulkan pelebaran ventrikellateralis ipsilateral.2) Akuaduktus Serebri (Sylvius)Sumbatan pada tempat ini akan menimbulkan pelebaran kedua ventrikel lateralisdan ventrikel III.3) Ventrikel IVSumbatan pada ventrikel IV akan menyebabkan pelebaran kedua ventrikellateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri.4) Foramen Mediana Magendie dan Foramina Lateralis LuschkaSumbatan pada tempat-tempat ini akan menyebabkan pelebaran pada keduaventrikel lateralis, ventrikel III, akuaduktus serebri dan ventrikel IV. Keadaan inidikenal sebagai sindrom Dandy-Walker.5) Ruang Sub Arakhnoid di sekitar medulla-oblongata, pons, dan mesensefalonPenyumbatan pada tempat ini akan menyebabkan pelebaran dari seluruh sistemventrikel. Akan tetapi apabila obstruksinya pada tingkat mesensefalon makapelebaran ventrikel otak tidak selebar seperti jika obstruksi terjadi di tempatlainnya. Hal ini terjadi karena penimbunan CSS di sekitar batang otak akanmenekan ventrikel otak dari luar.

Manifestasi KlinisTanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Huttenlocher, 1983). Selain itu gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab, dan lokasi obstruksi. Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial (Harsono, 1996). Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu : 1,21. Hidrosefalus pada masa neonatusMeliputi pembesaran kepala abnormal yang merupakan gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Pada kasus hidrosefalus kongenital yang berat dimana kepala bayi yang besar dapat mempersulit proses kelahiran, sedangkan pada bentuk yang lebih ringan, kepala berukuran normal saat lahir, tetapi kemudian tumbuh dengan laju berlebihan. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Pada anak hidrosefalus, umur satu tahun lingkaran kepala itu menjadi 45 cm . Pada masa neonatus, pengukuran lingkar kepala setiap harinya penting dalam menentukan proresivitas dari hidrosefalus. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. Sering terjadi retraksi kelopak mata yang terus-menerus. Pada hidrosefalus infantil yang berat, tampak suatu fenomena matahari terbenam (sunset phenomenon) pada bola mata. Fenomena ini timbul karena tekanan intrakranial yang tinggi dapat menekan tulang atap orbita yang sangat tipis. Tulang atap orbita ini lantas menekan pada bola mata sehingga bola-bola mata itu terputar ke bawah. Dengan kedudukan mata demikian, banyak putih sklera terlihat diantara limbus atas dari kornea dan tepi kelopak mata atas. Tanda tersebut bisa dikorelasikan dengan dilatasi ventrikel ke-3 atau akuaduktus Sylvii yang sekaligus melumpuhkan gerakan elevasi bola mata. Pada funduskopi dapat tampak suatu atrofi papil primer akibat kompresi saraf optikus dan kiasma, terjadi pada kasus kronik yang tidak diterapi. Disamping itu dapat terlihat adanya anosmi kanan dan kiri. Mungkin pula terdapat strabismus karena adanya paralise dari satu atau beberapa nervi kranialis. Penderita memperlihatkan pula adanya retardasi mental dan konvulsi. Sewaktu-waktu tampak nistagmus. Bila dilakukan perkusi sedikit di belakang tempat pertemuan os frontale dengan os temporale maka dapat timbul resonansi seperti bunyi kendi retak (cracked pot resonance). Tanda ini dinamai Macewens sign. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda paraparesis spastik dengan reflek tendon lutut atau Achilles yang meningkat serta dengan Babinski yang positif kanan dan kiri.1 Pada neonatus gejala yang paling umum dijumpai adalah iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, dan kadang-kadang kesadaran menurun ke arah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang yang bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum tampak. Kecurigaan akan hidrosefalus bisa berdasarkan gejala-gejala tersebut di atas, sehingga dapat dilakukan pemantauan secara teratur dan sistemik.72.Hidrosefalus pada akhir masa kanak-kanak Jika hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak, maka pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas atau tidak menentu. Kadang-kadang anak muntah di pagi hari. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara berjalan. Hal demikian ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks parietal sebagai akibat pelebaran ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang lebih kecil yang melayani tungkai akan terlebih dahulu tertekan, sehingga menimbulkan pola berjalan yang khas. Kombinasi spastisitas dan ataksia yang lebih mempengaruhi tungkai daripada lengan sering ditemukan, demikian pula inkontinensia urin.7 Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses belajar, terutama dalam tahun pertama sekolah. Apabila dilakukan pemeriksaan psikometrik maka akan terlihat adanya labilitas emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi. Fungsi bicara seringkali masih baik, sehingga bermanifestasi sebagai ocehan kosong yang agak karakteristik.Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal, atau persentil 98 dari kelompok usianya. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu: 71. Fontanel anterior yang sangat tegang. Biasanya fontanel anterior dalam keadaan normal tampak datar atau bahkan sedikit cekung ke dalam pada bayi dalam posisi berdiri (tidak menangis).2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol. Perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat (cracked pot sign).4. Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon). Tampak kedua bola mata deviasi ke bawah dan kelopak mata atas tertarik. Fenomena ini seperti halnya tanda Perinaud, yang ada gangguan pada daerah tektam. Estropia akibat parese n. VI, dan kadang ada parese n. III, dapat menyebabkan pengelihatan ganda dan mempunyai resiko bayi menjadi ambliopia.Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).Gejala lainnya yang dapat terjadi adalah; spastisitas yang biasanya melibatkan ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan traktus piramidal sekitar ventrikel lateral yang dilatasi) dan berlanjut sebagai gangguan berjalan, gangguan endokrin (karena distraksi hipotalamus dan pituitari stalk oleh dilatasi ventrikel III. Ukuran rata-rata lingkar kepala anak.Lahir3 bulan6 bulan9 bulan12 bulan18 bulan35cm41cm44cm46cm47cm48,5cm

Penatalaksanaan

Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu : 41. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus khoroidalis dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh disini antara lain ; diamox (asetazolamid), isosorbit, manitol, urea, kortikosteroid, diuretik dan fenobarbital2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subaraknoid. Misalnya Torkildsen ventrikulosisternostomi pada stenosis akuaduktus Silvius. Pada anak hasilnya kurang baik karena sudah ada insufisisensi fungsi absorbs.3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial dengan cara ; ventrikuloperitoneal drainage, ventrikulopleural drainage, lumboperitoneal drainage, ventrikuloretrostomi, mengalirkan kedalam antrum mastoid, mengalirkan CSS kedalam vena jugularis melalui kateter berventil . Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :

1. Penanganan Sementara Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 2 mg/kg BB/kali) atau upaya meningkatkan resorbsinya (isorbid). Terapi di atas hanya bersifat sementara sebelum dilakukan terapi definitif diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan pulihnya gangguan hemodinamik tersebut; sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko terjadinya gangguan metabolik.5 Drainase likuor eksternal dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Tindakan ini dilakukan untuk penderita yang berpotensi menjadi hidrosefalus (hidrosefalus transisi) atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan semacam ini adalah adanya ancaman kontaminasi likuor dan penderita harus selalu dipantau secara ketat. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah punksi ventrikel yang dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi.6 Cara-cara untuk mengatasi dilatasi ventrikel di atas dapat diterapkan pada beberapa situasi tertentu yang tentu pelaksanaannya perlu dipertimbangkan secara masak (seperti pada kasus stadium akut hidrosefalus pasca perdarahan).

2. Penanganan Alternatif Tindakan alternatif selain operasi pintas (shunting) diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang mengalami sumbatan di dalam sistem ventrikel termasuk juga saluran keluar ventrikel IV (misal: stenosis akuaduktus, tumor fossa posterior, kista arkhnoid). Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacam ini perlu dipikirkan lebih dahulu, walaupun kadang lebih rumit daripada memasang shunt, mengingat restorasi aliran likuor menuju keadaan atau mendekati normal selalu lebih baik daripada suatu drainase yang artifisial. Terapi etiologik. Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan strategi yang terbaik, seperti antara lain misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Memang pada sebagian kasus perlu menjalani terapi sementara dahulu sewaktu lesi kausalnya masih belu dapat dipastikan atau kadang juga masih memerlukan tindakan operasi pintas karena kasus yang mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami gangguan aliran likuor sekunder.6 Penetrasi membrane dan penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan membuat jalan alternatif melalui rongga subarakhnoid bagi kasus-kasus stenosis akuaduktus atau (lebih umum) gangguan aliran pada fosa posterior (termasuk tumor fosa posterior). Selain memulihkan sirkulasi secara pseudo-fisiologis aliran likuor, ventrikulostomi III dapat menciptakan tekanan hidrostatik yang uniform pada seluruh sistem susunan saraf pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan tekanan pada struktur-struktur garis tengah yang rentan. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik, dimana suatu neuroendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan melalui burrhole koronal (2-3 cm dari garis tengah) ke dalam ventrikel lateral, kemudian melalui foramen Monro (diidentifikasi berdasarkan pleksus khoroid dan vena septalis serta vena talamostriata) masuk ke dalam ventrikel III. Batas-batas ventrikel III dari posterior ke anterior adalah korpus mamilare, percabangan a. basilaris, dorsum sella dan resesus infundibularis. Lubang dibuat di depan percabangan arteri basilaris sehingga terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna interpedunkularis. Lubang ini dapat dibuat dengan memakai laser, monopolar koagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon.7

3. Operasi Pemasangan Pintas (Shunting) Sebagian besar pasien memerlukan tindakan operasi pintas, yang bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase(seperti: peritoneum, atrium kanan, pleura). Pemilihan kavitas untuk drainase dari mana dan kemana, bervariasi untuk masing-masing kasus. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat ia mampu menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan pertumbuhan anak serta resiko terjadinya infeksi berat relatif lebih kecil dibandingkan dengan rongga atrium jantung. Lokasi drainase lain seperti: pleura, kandung empedu dan sebagainya, dapat dipilih untuk situasi kasus-kasus tertentu. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Belakangan ini drainase lumbar jarang dilakukan mengingat ada laporan bahwa terjadi herniasi tonsil pada beberapa kasus anak.7 Dalam melakukan tindakan operasi pintas, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan dan sifatnya sangat subyektif bagi dokter ahli bedahnya. Ada berbagai jenis dan merek alat shunt yang masing-masing berbeda bahan, jenis, mekanisme maupun harga serta profil bentuknya. Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu: kateter proksimal, katup (dengan/tanpa reservoir), dan kateter distal. Komponen bahan dasarnya adalah elastomer silikon. Pemilihan shunt mana yang akan dipakai dipengaruhi oleh pengalaman dokter yang memasangnya, tersedianya alat tersebut, pertimbangan finansial serta latar belakang prinsip-prinsip ilmiah. Ada beberapa bentuk profil shunt (tabung, bulat, lonjong, dan sebagainya) dan pemilihan pemakaiannya didasarkan atas pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan usia penderita, berat badannya, ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang, dan rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien (vegetatif, normal), patogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakitnya.7 Penempatan reservoir shunt umumnya dipasang di frontal atau di temporo-oksipital yang kemudian disalurkan dibawah kulit. Teknik operasi penempatan shunt didasarkan oleh pertimbangan anatomis dan potensi kontaminasi yang mungkin terjadi (misalnya: ada gastrostomi, trakheostomi, laparostomi, dan sebagainya). Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Secara umum tidak ada batasan untuk posisi baring dari penderita, namun biasanya penderita dibaringkn terlentang selama 1-2 hari pertama. Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu: infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran yang tidak adekuat. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasi-komplikasi seperti: oklusi aliran didalam shunt (proksimal, katup atau bagian distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.

KomplikasiKomplikasi yang selanjutnya terjadi tergantung metode operasi dan penyakit primer. Komplikasi yang dapat terjadi adalah : infeksi subdural hematom shunt failure overdrainage slit ventrikel sindrom hernia serebri kejang renjatanPrognosis

Prognosis jangka panjang sangat dipengaruhi oleh penyebab hidrosefalusnya. Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70 % akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti ( arreated hidrosefalus ) sekitar 40 % anak akan mencapai keceradasan yang normal. Pada kelompok ytang dioperasi, angka kematian adalah 7 %. Setelah operasi sekitar 51 % kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16 % mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hiodrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidispliner.2,3

Preventif1) Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.2) Sentiasa mengawasi anak dan menjaga kebersihan mereka pada setiap masa.3) Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan bersih dari segala kotoran.4) Sentiasa memantau status kesihatan dan tumbuh kembang anak secara regular.5) Jagalah kebersihan lingkungan bagi mengelakan sebarang infeksi yang dapat menyebabkan hidrosephalus.6) Monitor terhadap tanda tanda infeksi awal dan segera mendapatkan perawatan jika pasien menunjukan gejala-gejala yang terdapat pada pasien hidrosephalus.

EpidemiologiThanman (1984) melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Raveley (1973) cit Yasa (1983) di Inggris melaporkan bahwa insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada setiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Hidrosefalus dengan meningomielokel, yaitu antara 4 per 1000 kelahiran di beberapa negara bagian wales dan Irlandia Utara sampai sekitar 0,2 per 1000 kelahiran di Jepang. Sedangkan insidensi hidrosefalus bentuk lainnya sekitar 1 per 1000 kelahiran. Stenosis akuaduktus ditemukan pada sekitar sepertiga anak dengan hidrosefalus (Huttenlocher, 1983). Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Harsono, 1996).1,2

KesimpulanHidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.Insiden hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden hidrosefalus konginetal adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11 % - 43 % disebabkan oleh stenosis aquaductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insiden untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :a) mengurangi produksi CSSb) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsic) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.Hal yang sangat penting dalam penanganan kasus hidrosefalus ini adalah kejadian infeksi akibat penatalaksanaan dan asuhan yang diberikan tidak tepat.Diharapkan kepada orang tua yang mendapatkan anak dengan kasus hidrosefalus untuk tidak berkecil hati karena ada masih ada cara pengobatan yang dapat dilakukan. Pengobatan tersebut dapat membantu anak tersebut untuk proses tumbuh kembangnya dikemudian hari.Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan penatalaksanaan dan asuhan yang adekuat dan hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi sehingga dapat menurunkan angka kematian pada bayi.

Daftar pustaka

1) Anonim, Kelainan Neurologi Hidrosefalus dalam Harsono (editor) Buku Ajar Neurologi Klinis dan Kapita Selekta, Gadjah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta. Hal 45-8.2) Chin LS, Aldrich EF, Dipatri AJ, Eisenberg HM, Hydrocephalus in Sabiston Textbook of Surgery, 17th Edition, Elseiver. Saunders, 2004. halaman 2135-2176.3) Golden JA, Bonnemann CG, Hydrocephalus in Textbook of Clinical Neurology, Sauders, 2004, Halaman 553-556.4) Anatole, D.M. Neurology of Early Childhood, The William and Willins Co., Baltimore, pp: 202-6 5) Price SA, Wilson LM, Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalam Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994. hal. 915-6.6) Huttenlocher, P.R. Hydrocephalus in Behrman, R.E. and Vaughan, V.C. (editor) Nelson : Textbook of Pediatrics, 12th ed, W.B. Saunders, Philadelphia7) Victor, M, Ropper, AH, Disturbances of Cerebrospinal Fluid and Its Circulation in Adams & Victors Principles of Neurology, 7th Edition, Mc Graw Hill, 2001, 650-663.

27 | Page