makalah kelompok 1
-
Upload
muthia-zhafira -
Category
Documents
-
view
177 -
download
12
Transcript of makalah kelompok 1
Tugas Farmasi Fisika
Dosen : Dina Rahmawanty, S.Farm., Apt
LARUTAN DAN KELARUTAN
Larutan Elektrolit dan Larutan Nonelektrolit
Kelompok 1
1. Ririn Bertini Wineini (J1E109022)
2. Zainal Muttaqin Djatmojo (J1E109207)
3. Nella Faradilla (J1E111204)
4. Fitri Ramadhana (J1E112004)
5. Nur Humairoh (J1E112011)
6. Fairuz Yaumil Afra (J1E112019)
7. Laila Khairani (J1E112027)
8. Muhammad Riduan (J1E112035)
9. Nadia Pinkyana S. (J1E112043)
10. Muhammad Zaini (J1E112050)
11. Kurnia Syafitri (J1E112060)
12. Maisha Faradilla (J1E112066)
13. Nur Ermilati Rusda (J1E112071)
14. Siti Ainunjariah (J1E112076)
15. Aulia Rahmah (J1E112083)
16. Rizky Nur Amaliah (J1E112202)
17. Ratih Purnama Putri (J1E112207)
18. Khairun Nisa (J1E112213)
Program Studi Farmasi
FMIPA UNLAM
2013
A. Larutan, Zat Terlarut, dan Zat Pelarut
Larutan mempunyai peranan penting dalam kehidupan maupun di bidang
industri. Makanan yang disebarkan ke seluruh tubuh, diubah dulu menjadi zat
dalam bentuk larutan. Mineral dari tanah diserap tumbuh-tumbuhan dalam bentuk
larutan. Reaksi-reaksi kimia di laboratorium atau di pabrik-pabrik industri kimia
juga umumnya dalam bentuk larutan. Larutan dapat berwujud cair seperti larutan
gula, berwujud gas seperti udara, dan berwujud padat yang diberi nama alloy
contohnya perunggu. Bergantung pada jenis zat terlarutnya, larutan ada yang
bersifat elektrolit dan nonelektrolit (Sumarsono, 2013).
Berbagai zat di laboratorium sebelum direaksikan, biasanya sudah dibuat
dalam bentuk larutannya. Larutan termasuk ke dalam campuran homogen yang
komponennya terdiri atas zat terlarut dan pelarut. Pelarut yang biasa digunakan
adalah air, sedangkan zat terlarut terdiri dari berbagai senyawa baik senyawa ion
maupun senyawa kovalen. Contoh senyawa ion yaitu KCl, NaOH, NaCl. Contoh
senyawa kovalen yaitu C6H12O6, NH3, HCl, dan C2H5OH (Sumarsono, 2013).
Berdasarkan keadaan fase zat setelah bercampur, maka campuran ada yang
homogen dan heterogen. Seperti telah di kemukakan bahwa campuran homogen
adalah campuran yang membentuk satu fase, yaitu yang mempunyai sifat dan
komposisi yang sama antara satu bagian dengan bagian lain di dekatnya.
Campuran homogen lebih umum di sebut larutan, contohnya air gula dan alkohol
dalam air. Seterusnya, campuran heterogen adalah campuran yang mengandung
dua fase atau lebih, contohnya air susu dan air kopi yang akan di bahas dalam
koloid (Syukri, 1999).
Kebanyakan larutan mempunyai salah satu komponen yang besar
jumlahnya. Komponen yang besar itu disebut pelarut (solvent) dan yang lain
disebut zat terlarut (solute). Contohnya 1 gram gula di campur dengan 1000 ml
air membentuk larutan gula dalam air. Berdasarkan wujud zat terlarut dan pelarut,
larutan dapat dibagi tujuh macam :
Zat Terlarut Pelarut Contoh
Gas Gas Udara (Nitrogen + Oksigen)
Gas Cair Oksigen dalam air
Gas Padat Hidrogen dalam serbuk platina
Cair Cair Alkohol dalam air
Cair Padat Raksa dalam amalgan padat
Padat Padat Emas dalam perak
Padat Cair Gula dalam air
(Syukri, 1999).
Dari tiga jenis wujud zat seharusnya terbentuk sembilan macam larutan,
tetapi zat berwujud padat dan cair tidak dapat membentuk larutan dalam pelarut
berwujud gas. Partikel yang berwujud padat dan cair dalam zat lain yang
berwujud gas akan membentuk campuran heterogen. Berdasarkan pelarut, larutan
dapat dibagi tiga, yaitu:
1. Larutan gas
2. Larutan cair
3. Larutan padat.
(Syukri, 1999).
Dalam larutan gas tidak banyak interaksi atau pengaruh suatu komponen
terhadap yang lain, karena partikelnya sangat berjauhan. Dalam larutan cair,
antara partikel komponen larutan terdapat interaksi yang relatif kuat. Partikel zat
terlarut bergerak bersama pelarut ke segala arah dalam bejana. Oleh sebab itu, dua
jenis zat terlarut dapat bertabrakan dan menimbulkan reaksi. Reaksi kimia dapat
terjadi dalam larutan cair. Banyak zat kimia dapat direaksikan dengan zat lain
setelah dalam bentuk larutan. Dalam hal ini pelarut berfungsi sebagai medium
reaksi. Oleh sebab itu, mempelajari larutan cair sangat penting dalam ilmu kimia.
Dalam larutan padat, pelarut tidak dapat sebagai medium karena partikelnya tidak
bergerak, kecuali bila dicairkan. Emas murni bersifat lunak dan mudah
dibengkokkan, tetapi bila dilarutkan logam lain, seperti platina atau lembaga, akan
menjadi lebih keras dan kuat. Demikian juga besi yang mengandung karbon akan
menjadi baja yang keras (Syukri, 1999).
Interaksi suatu zat dengan pelarutnya ada empat kemungkinan, yang akan
diuraikan berikut ini.
1. Zat terlarut bereaksi dengan pelarut
Ada zat yang dapat beraksi secara permanen dengan pelarut, sehingga
terbentuk zat baru yang tidak dapat dipisahkan lagi secara fisik, contohnya oksida
asam dan oksida basa dalam air yang masing-masing membentuk asam dan basa.
Karena bereaksi, maka kelarutan zat seperti ini cukup besar. Larutan yang
terbentuk adalah zat hasil reaksi.
2. Zat terlarut berinteraksi kuat dengan pelarut
Zat terlarut berinteraksi kuat dengan pelarut bila partikel zat tersebut bersifat
ion atau polar dan pelarutnya juga bersifat polar. Jika zat berupa ion, maka terjadi
gaya ion-dipol antara ion zat terlarut dengan pelarut. Gaya ini lebih besar dari
gaya dipol-dipol antara molekul pelarut. Akhirnya terjadi solvasi, yaitu
pengurungan partikel zat terlarut oleh molekul pelarut. Jika pelarutnya air disebut
hidrasi, contohnya NaCl dalam air. Jika zat terlarut berupa molekul polar maka
terdapat gaya dipol-dipol antara zat dengan pelarut, contohnya glukosa dalam air.
3. Zat terlarut berinteraksi lemah dengan pelarut
Suatu zat dapat larut dalam cairan walaupun daya tarik antara partikel zat
dengan pelarut sangat lemah. Hal ini dapat terjadi bila molekul kedua zat bersifat
non polar. Antara molekul zat terlarut dan pelarut hanya terdapat gaya London
yang relatif lemah. Akibatnya, proses pelarutan lebih lama dibandingkan solvasi.
Jika kedua zat (zat terlarut dan pelarut) berwujud cair, kedudukan satu molekul
pelarut dapat digantikan oleh molekul zat terlarut. Alhasil, kedua zat dapat saling
melarutkan dan dapat dibuat dalam semua komposisi. Kedua zat ini disebut dapat
bercampur (miscrible), Contohnya benzena dalam CCl4.
4. Zat yang tidak larut dalam pelarut
Sebetulnya tidak ada zat yang mutlak tidak larut dalam suatu cairan, yang
ada hanya kelarutan sangat kecil sehingga dianggap tidak larut. Jika kelarutan zat
kurang dari 0,1 g dalam 1000 g pelarut disebut tidak larut, misalnya kaca dan
plastik dalam air. Walaupun secara umum senyawa ion larut dalam air, tetapi ada
yang termasuk sukar (tidak) larut.
(Syukri, 1999).
Zat terlarut (solute) apakah itu gas,cairan atau padatan terbagi dalam dua
kelompok utama nonelektrolit dan elektrolit nonelektrolit adalah zat yang tidak
menghasilkan ion apabila dilarutkan dalam air, oleh karena itu tidak membawa
aliran listrik melalui larutan tersebut. Contoh larutan nonelektrolit adalah sukrosa,
gliserin, naftalena dan urea. Sifat koligatif larutan nonelektrolit kurang teratur.
Suatu larutan nonelektrolit 0,1molar menghasilkan efek koligatif yang kira-kira
sama dengan larutan nonelektrolit lain dengan konsentarasi sama. Elektrolit
adalah zat yang memebentuk ion dalam larutan, menghantarkan muatan listrik dan
memeperlihatkan kelaianan yang nyata dari sifat koligatif, yaitu larutan ini
menghasilkan penurunan titik beku dan kenaikan titik didih yang diperkirakan
lebih besar daripada zat nonelektrolit dengan konsentarasi sama. Contoh larutan
elektrolit adalah asam hidroklorida, natrium sulfat, efedrin, fenobarbital (Purba,
2006).
Sifat-sifat larutan seperti rasa dan warna, bergantung pada jenis zat
terlarut. Larutan gula mempunyai rasa manis, sementara larutan cuka mempunyai
rasa asam. Tingkat atau keasaman larutan tergantung pada konsentrasi atau
kepekatannya. Larutan gula yang pekat tentu lebih manis daripada larutan gula
yang encer, demikian juga halnya dengan rasa larutan cuka, semakin pekat
larutan, akan semakin asam rasanya (Purba, 2006).
Selain sifat yang bergantung pada jenis zat terlarut, ada beberapa sifat
larutan yang hanya bergantung pada konsentrasi partikel zat terlarut. Artinya,
larutan zat yang berbeda akan mempunyai sifat yang sama, asalkan konsentrasi
partikel terlarutnya sama. Sifat-sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat
terlarut, tetapi hanya pada konsentrasi partikel terlarutnya disebut sifat koligatif.
Istilah koligatif berasal dari bahasa latin yang artinya kolega atau kelompok. Sifat
kolegatif hanya bergantung pada jumlah partikel atau kelompok partikel zat
terlarut di dalam larutan (Sudarmo, 2004).
Perlu dipahami bahwa zat terlarut dengan jumlah mol yang sama tidak
selalu menghasilkan jumlah partikel yang sama di dalam larutan. Adakalanya
beberapa molekul atau partikel zat terlarut mengelompok, sehingga jumlah
partikel menjadi lebih sedikit dari yang diperkirakan. Di lain pihak, khususnya
untuk larutan elektrolit jumlah partikel di dalam larutan akan lebih banyak
(Sudarmo, 2004).
B. Larutan Elektrolit dan Larutan Nonelektrolit
Larutan elektrolit adalah zat terlarut yang mengalami ionisasi sehingga di
dalam larutan terdapat ion-ion yang dapat menghantarkan listrik. Larutan ini dapat
berupa asam, basa dan garam. Elektrolit adalah suatu zat yang larut atau terurai ke
dalam bentuk ion-ion dan selanjutnya larutan menjadi konduktor elektrik, ion-ion
merupakan atom-atom bermuatan elektrik. Elektrolit bisa berupa air, asam, basa
atau berupa senyawa kimia lainnya. Beberapa gas tertentu dapat berfungsi sebagai
elektrolit pada kondisi tertentu misalnya pada suhu tinggi atau tekanan rendah.
Elektrolit merupakan senyawa yang berikatan ion dan kovalen polar, sebagian
besar senyawa yang berikatan ion merupakan elektrolit sebagai contoh ikatan ion
NaCl yang merupakan salah satu jenis garam yakni garam dapur. NaCl dapat
menjadi elektrolit dalam bentuk larutan dan lelehan atau bentuk liquid dan
aquades, sedangkan dalam bentuk solid atau padatan senyawa ion tidak dapat
berfungsi sebagai elektrolit (Santoso, 2008).
Larutan elektrolit dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Larutan elektrolit kuat (a = 1)
Adalah larutan yang memiliki jumlah ion yang sangat banya sehingga daya
hantar listriknya kuat.
2. Larutan elektrolit lemah (0 < a < 1)
Adalah larutan yang jumlah ion-ion di dalam larutannya sedikit sehingga
daya hantar listriknya lemah.
3. Larutan non elektrolit (α = 0)
Adalah larutan yang di dalamnya tidak terdapat ion-ion sehingga tidak dapat
menghantarkan listrik.
(Santoso, 2008)
Contoh larutan elektrolit :
1. H2SO4 = Asam Sulfat
2. NaCl = Natrium Klorida
3. KOH = Kalium Hidroksida
4. CH3COOH = Cuka (Asam Asetat)
5. HCl = Asam Klorida
Contoh larutan non elektrolit :
1. NH3 = Amoniak
2. CO (NH2)2 = Urea
3. C12H2O11 = Sukrosa
4. C2H5OH = Alkohol (Etanol)
5. CH3OH = Alkohol (Metanol)
(Santoso, 2008)
Larutan non-elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik. Senyawa non-elektrolit adalah senyawa yang apabila dilarutkan dalam air
tidak dapat terionisasi. Umumnya senyawa senyawa non elekrolit berupa senyawa
karbon yang berikatan kovalen non polar, misalnya gula, urea, glukosa, dan
minyak. Larutan non elektrolit merupakan larutan yang dibentuk dari zat non
elektrolit. Sedangkan zat non elektrolit itu sendiri merupakan zat-zat yang di
dalam air tidak terurai dalam bentuk ion-ionnya, tetapi terurai dalam bentuk
molekuler (Santoso, 2008).
Adapun larutan non elektrolit terdiri atas zat-zat non elektrolit yang tidak
dilarutkan ke dalam air tidak terurai menjadi ion ( tidak terionisasi ). Dalam
larutan, mereka tetap berupa molekul yang tidak bermuatan listrik. Itulah
sebabnya larutan non elektrolit tidak dapat menghantarkan listrik. Pembuktian
sifat larutan non elektrolit yang tidak dapat menghantarkan listrik ini dapat
diperlihatkan melalui eksperimen. Contoh larutan non elektrolit : Larutan Gula
(C12H22O11), Etanol (C2H5OH), Urea (CO(NH)2), Glukosa (C6H12O6), dan lain-lain
(Santoso, 2008).
C. Macam - macam Besaran Konsentrasi
Konsentrasi larutan dapat dinyatakan baik dalam bentuk jumlah zat terlarut
dalam volume larutan tertentu atau dalam bentuk jumlah zat terlarut dalam berat
pelarut atau larutan tertentu. Beberapa besaran konsentrasi antara lain, yaitu :
a. Molarita adalah mol (berat gram molekul) zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Biasanya menggunakan simbol M, C. Semua larutan dengan molarita sama
mengandung jumlah molekul zat terlarut yang sama dengan volume larutan
tertentu. Apabila suatu larutan berisi lebih dari satu zat terlarut, akan
terdapat konsentrasi molar yang berbeda-beda dari berbagai zat terlarut.
b. Normalita adalah berat gram ekuivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Biasanya menggunakan simbol N. Larutan molar dan larutan normal
populer dalam kimia karena dapat dipakai pada volume yang sesuai : suatu
volume larutan yang cukup, dengan berat zat terlarut yang diketahui, dapat
diperoleh dengan mudah dengan menggunakan buret atau pipet. Molarita
dan normalita mempunyai kerugian karena harganya berubah dengan
berubahnya temperatur disebabkan oleh pemuaian atau penciutan cairan,
dan tidak boleh dipakai apabila seseorang ingin mempelajari sifat-sifat
larutan dari berbagai temperatur.
c. Molalita adalah mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut. Biasanya
menggunakan simbol m. Konsentrasi molalita lebih sering dipakai daripada
molarita dan normalita dalam pelajaran teori. Mengubah molalita ke
molarita atau normalita bisa dilakukan jika volume larutan terakhir diamati
atau jika kerapatannya ditentukan. Larutan molalita dibuat dengan
menambahkan pelarut dengan berat tertentu ke dalam sejumlah zat terlarut
yang telah ditimbang seksama. Volume pelarut dapat dihitung dari berat
jenis, kemudian volume pelarut dapat diukur dengan berat dan bukan
ditimbang.
d. Fraksi mol adalah perbandingan mol satu konstituen (misalnya zat terlarut)
dari larutan terhadap mol total dari seluruh konstituen (zat terlarut dan
pelarut). Biasanya menggunakan simbol X, N. Fraksi mol sering digunakan
dalam percobaaan yang menyangkut perumpamaan teoritis karena fraksi
mol memberikan perhitungan perbandingan mol relatif dari setiap
konstituen dalam larutan. Fraksi mol dinyatakan sebagai :
X1 = n1 (1)
n1 + n2
X2 = n2 (2)
n1 + n2
untuk suatu sistem yang terdiri dari dua konstituen. X1 adalah fraksi mol
dari konstituen 1 (notasi 1 biasanya digunakan untuk tanda pelarut) , X2
adalah fraksi mol dari kostituen 2 (biasanya zat terlarut), dan n1 dan n2
adalah jumlah mol konstituen dalam larutan. Jumlah fraksi mol zat terlarut
dan pelarut harus sama dengan 1. Dalam larutan yang berisi 0,01 mol zat
terlarut dan 0,04 mol pelarut, fraksi mol zat terlarut X2 = 0,01/ (0.04 + 0,01)
= 0,20. Karena fraksi mol dari kedua konstituen harus sama dengan 1, fraksi
mol pelarut adalah 0,8.
e. Persen mol adalah mol dari satu konstituen dalam 100 mol larutan. Persen
mol diperoleh dengan mengalikan fraksi mol kali 100. Sebagia contoh fraksi
mol terlarut adalah 0,20 dan fraksi mol pelarut adalah 0,80. Maka persen
mol zat terlarut adalah 20% dan persen mol dari pelarut adalah 80%.
f. Persen berat adalah jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram larutan.
Biasanya menggunakan simbol % b/b.
g. Persen volume adalah jumlah mililiter zat terlarut dalam 100 mol larutan.
Biasanya menggunakan simbol % v/v.
h. Persen berat dalam volume adalah jumlah gram zat terlarut dalam 100 mol
larutan. Biasaya menggunakan simbol % b/v.
i. Miligram persen adalah jumlah miligram zat terlarut dalam 100 mol larutan.
(Martin, 2009).
D. Hukum Raoult
Raoult adalah seorang ahli kimia dari Perancis, ia mengamati bahwa pada
larutan ideal yang dalam keadaan seimbang antara larutan dan uapnya, maka
perbandingan antara tekanan uap salah satu komponennya ( misal A) PA/PA
o sebanding dengan fraksi mol komponen (XA) yang menguap dalam larutan
pada suhu yang sama (Hiskia, 1996).
Raoult menemukan bahwa dalam larutan bahwa dalam larutan ideal, tekanan
uap parsial dari setiap konstituen yang dapat menguap adalah sama dengan
tekanan uap kinstituen murni dikalikan dengan fraksi molnya dalam larutan. Jika
dalam larutan terdapat tambahan komponen yang mudah menguap, masing-
masing akan menghasilkan tekanan parsial di atas larutan, yang dapat dihitung
dari rumus Raoult. Tekanan total adalah jumlah tekanan parsial dari semua
konstituen (Hiskia, 1996).
Tekanan uap suatu larutan adalah suatu sifat yang sangat penting karena
bertindak sebagai besaran kuantitatif dari escaping tendency. Misalkan suatu
larutan yang terdiri dari komponen A dan B menguap, maka tekanan uap A (PA)
dinyatakan sebagai :
PA = PA
o. XA ………………………………(1)
PA adalah tekanan uap di atas larutan
XA adalah fraksi mol komponen A
PAo adalah tekanan uap A murni
(Martin dkk, 1990).
Larutan yang memenuhi hukum ini disebut sebagai larutan ideal. Pada
kondisi ini, maka tekanan uap total (P) akan berharga
P = PA + PB = XA. PA
o + XB. PB
o…………………………………….(2)
dan bila digambarkan maka diagram tekanan uap terhadap fraksi mol adalah
seperti diperlihatkan pada gambar 1. Harga tekanan total larutan ideal pada
berbagai variasi komponen diperlihatkan oleh garis yang menghubungkan PB dan
PA. Salah contoh larutan ideal adalah larutan benzena- toluena.
Contoh:
Larutan terdiri dari 0,35 fraksi mol benzena dan 0,65 fraksi mol toluena.
Tekanan uap benzena murni 75 mmHg dan tekanan uap toluena murni pada suhu
itu 22 mmHg. Hitung tekanan uap masing- masing komponen dan tekanan total
larutan tersebut.
Jawab:
Pbenzena = 0,35 x 75 mmHg = 26,25 mmHg
Ptoluena = 0,65 x 22 mmHg = 14,30 mmHg
Tekanan total larutan = 26,25 mmHg + 14,30 mmHg = 40,55 mmHg
(Martin dkk, 1990).
Hukum Raoult “tekanan uap pelarut (PA) pada permukaan larutan
besarnya sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (PA0) dengan fraksi
pelarut tersebut didalam larutan (XA).”
PA = XA . PA0
Jika diasumsikan bahwa sistem hanya mengandung 2 komponen (A dan B), maka
tekanan uap total (P) dari sistem tersebut dapat dicapai dengan manggunakan
hukum Dalton yaitu :
P= PA+ PB
P= XA . PA0+ XB. PB0
(Martin dkk, 1990).
Semprotan aerosol telah dipakai untuk mengemas berbagai obat sejak awal
tahun 1950-an. Suatu aerosol berisi obat yang dipekatkan dalam pelarut atau
pembawa cairan dan suatu campuran propelan (pendoorong) dengan sifat uap
yang cocok. Trikloromonofluorometana dan diklorodifluorometana digunakan
dalam berbagai perbanfingan untuk menghasilkan tekanan uap dan kerapatan yang
cocok pada temperatur kamar. Walaupun masih digunakan dengan obat,
hidrokarbon berhalogen ini tidak lagi digunakan dalam aerosol kosmetik dan telah
diganti dengan nitrogen dan hidrokarbon tidak tersubstitusi (Martin dkk, 1990).
Apabila sistem biner bersifat ideal maka akan mengikuti hukum Raoult pada
seluruh kisaran komposisi, sehingga akan memiliki perubahan volum, ΔVcamp
dan perubahan entalpi, ΔHcamp yang berharga nol, sedangkan perubahan entropi,
ΔScamp dan perubahan energi bebas Gibbs, ΔGcamp didefinisikan seperti
Persamaan (1) dan (2) (Atkins, PW, 1994:169).
ΔScamp = - nR Σ xi ln xi ………………………….(1)
ΔGcamp = nRT Σ xi ln xi ….……………………….(2)
Bila sistem mengikuti hukum Raoult maka ΔVcamp dan ΔHcamp berharga nol,
tetapi hal ini tidak berlaku kebalikannya, bila suatu sistem memiliki ΔVcamp dan
ΔHcamp berharga nol
tidak selalu mengikuti hukum Raoult, artinya, larutan dapat bersifat ideal atau
tidak ideal (Martin dkk, 1990).
E. Hukum Henry
Kurva tekanan uap untuk aseton dan kloroform sebagai zat terlarut diamati
berada di bawah tekanan uap campuran ideal pasangan ini. Molekul zat terlarut,
yang berada dalam jumlah yang relatif sedikit dalam dua daerah dari diagram,
secara sempurna dikelilingi oleh molekul pelarut dan karena itu berada dalam
lingkungan yang sama. Oleh karena itu tekanan parsial atau kecendrungan
melepaskan diri dari kloroform pada konsentrasi rendah dalam setiap hal
sebanding dengan fraksi molnya, tetapi seperti dapat dilihat dalam gambar 7-2,
tetapan perbandingan tidak sama dengan tekanan uap zat murni. Hubungkan
tekanan uap komposisi dari zat terlarut tidak dapat dinyatakan dengan hukum
roult, tetapi oleh suatu persamaan yang dikenal sebagai hukum Henry:
pzat terlarut = kzat terlarut Xzat terlarut
Di mana k untuk kloroform lebih kecil daripada po CHCl3. Hukum Henry
dipergunakan untuk zat terlarut dan hukum roult untuk pelarut dalam larutan
encer dari pasangan cairan nyata. Sudah tentu, hukum roult juga digunakan untuk
seluruh skala konsentrasi (terhadap pelarut dan zat terlarut) apabila konstituen
cukup layak membentuk larutan ideal. Pada setiap keadaaan, apabila tekanan uap
parsial dari kedua konstituen berbanding lurus deangan fraksi mol untuk seluruh
skala, larutan dikatakan ideal; hukum henry menjadi identik deangan hukum roult,
dan k menjadi sama denagn po. Hukum Henry digunakan untuk mempelajari
kelarutan gas dan akan dibicarakan dalam bab 12 (Martin dkk, 1990).
Makna hukum Henry untuk ahli farmasi terletak pada kenyataan bahwa
kelarutan gas naik sebanding dengan tekanan gas dalam larutan. Sebaliknya,
kelarutan gas turun sehingga kadang-kadang gas melepaskan diri dengan paksa
apabila tekanan di atas larutan dihilangkan. Gejala ini secara umum dikenal dalam
larutan effervescent apabila sumbat wadah dicabut (Martin dkk,1990).
F. Sifat koligatif Larutan Elektrolit
Larutan elektrolit memperlihatkan sifat koligatif yang lebih besar dari hasil
perhitungan dengan persamaan untuk sifat koligatif larutan nonelektrolit di atas.
Perbandingan antara sifat koligatif larutan elektrolit yang terlihat dan hasil
perhitungan dengan persamaan untuk sifat koligatif larutan nonelektrolit, menurut
Van't Hoff besarnya selalu tetap dan diberi simbul i (i = tetapan atau faktor Van't
Hoff ). Dengan demikian dapat dituliskan:
i = sifat koligatif larutan elktrolit dengan konsentrasi m
sifat koligatif larutan nonelektrolit dengan konsentrasi m
(Sumarsono, 2013).
Semakin kecil konsentrasi larutan elektrolit, harga i semakin besar, yaitu
semakin mendekati jumlah ion yang dihasilkan oleh satu molekul senyawa
elektrolitnya. Untuk larutan encer, yaitu larutan yang konsentrasinya kurang dari
0,001 m, harga i dianggap sama dengan jumlah ion. Contohnya dalam tabel
berikut:
Larutan 0,1 m 0,05 m 0,01 m 0,005 m Jumlah ion
NaCl 1,87 1,89 1,93 1,94 2
KCl 1,86 1,88 1,94 1,96 2
K2SO4 2,46 2,57 2,77 2,86 3
H2SO4 2,22 2,32 2,59 2,72 3
HCl 1,91 1,92 1,97 1,99 2
Tabel 3. Harga i untuk beberapa larutan elektrolit
Empat macam sifat koligatif larutan elektrolit adalah:
a. Penurunan tekanan uap, DP = i.P0.XA
b. Kenaikan titik didih, Dtb = i.kb.m
c. Penurunan titik beku, Dtf = i.kf.m
d. Tekanan osmose, π = i.n.R.T = i.M.R.T
v
(Sumarsono, 2013).
G. Sifat koligatif Larutan Nonelektrolit
Sifat koligatif terutama bergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat
koligatif larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik
beku, dan kenaikan titik didih. Sifat koligatif larutan nonelektrolit kurang teratur.
Harga sifat koligatif larutan kira - kira sama untuk konsentrasi yang setara dari
berbagai zat nonelektrolit dalam larutan tanpa mengindahkan jenis atau sifat
kimiawi dari konstituen. Suatu larutan nonelektrolit 0,1 molar menghasilkan efek
koligatif yang kira - kira sama dengan larutan nonelektrolit lain dengan
konsentrasi sama. Dalam menetapkan sifat koligatif dari larutan zat padat dalam
cairan, dianggap zat padat tidak menguap dan tekanan uap di atas larutan
seluruhnya berasal dari pelarut (Martin, 2009).
Apabila zat terlarut yang tidak menguap dicampurkan dengan pelarut yang
mudah menguap, uap di atas larutan hanya akan diberikan oleh pelarut saja. Zat
terlarut mengurangi kecenderungan melepaskan diri dari pelarut, dan berdasarkan
hukum Raoult, tekanan uap larutan yang terisi zat terlarut tidak menguap akan
mengalami penurunan sebanding dengan bilangan relatif dari molekul zat terlarut
(di sini tidak dipakai konsentrasi berat). Titik beku, titik didih dan tekanan
osmotik suatu larutan juga bergantung pada perbandingan relatif dari molekul zat
terlarut dan pelarut. Semua ini disebut sifat koligatif (Greek : dikumpulkan
bersama - sama) karena semua ini terutama bergantung pada jumlah dan bukan
pada sifat konstituen (Martin, 2009).
Penurunan tekanan uap. Menurut hukum Raoult, tekanan uap p1, dari pelarut
di atas larutan encer sama dengan tekanan uap dari pelarut murni p10, dikalikan
dengan fraksi mol X1 pelarut dalam larutan. Karena zat terlarut yang akan
dibicarakan di sini dianggap tidak menguap, tekanan uap pelarut p1 sama dengan
tekanan total larutan p. Lebih mudah menyatakan tekanan uap larutan dalam
bentuk konsentrasi zat terlarut dibandingkan dengan fraksi mol pelarut (Martin,
2009).
Penentuan tekanan uap larutan. Tekanan uap larutan dapat ditentukan secara
langsung dengan alat manometer, dan penurunan tekanan uap kemudian diperoleh
dengan pengurangan tekanan uap larutan dari tekanan uap pelarut murni. Tetapi
untuk larutan encer, penurunan tekanan uap adalah begitu kecil sehingga bisa
menimbulkan kesalahan serius dalam pengukuran. Manometer diferensial yang
teliti telah dibuat dan disediakan untuk pengukuran perbedaan tekanan uap yang
kecil. Metode isopiestik, osmometer, dan metode termoelektrik juga merupakan
metode yang digunakan untuk menentukan tekana uap (Martin, 2009).
Kenaikan titik didih. Titik didih normal adalah temperatur dimana tekanan
uap cairan menjadi sama dengan tekanan luar yaitu 760 mmHg. Titik didih larutan
yang mengandung zat terlarut yang tidak menguap adalah lebih tinggi daripada
pelarut murninya, dengan melihat kenyataan bahwa zat terlarut menurunkan
tekanan uap pelarut (Martin, 2009).
Penentuan kenaikan titik didih. Kenaikan titik didih ditentukan secara
percobaan dengan menempatkan sejumlah zat terlarut dan pelarut yang sudah
ditimbang di dalam tabung gelas yang sudah dilengkapi dengan termometer dan
refluks condenser. Dalam peralatan titik didih Cottrell, uap dan pelarut yang
mendidih dipompakan dengan gaya ebulisi melalui tabung gelas dan menyebar ke
seluruh termometer sehingga diperoleh temperatur kesetimbangan yang invarian.
Titik didih pelarut murni ditentukan dalam peralatan yang sama (Martin, 2009).
Penurunan titik beku. Titik beku atau titik leleh dari senyawa murni adalah
temperatur di mana fase padat dan fase cair berada dalam keseimbangan pada
tekanan 1 atm. Keseimbangan di sini berarti kecenderungan zat padat berubah
menjadi wujud cair sama dengan kecenderungan terjadinya proses sebaliknya,
karena cairan dan padatan keduanya mempunyai kecenderungan melepaskan diri
yang sama. Penurunan titik beku pelarut adalah hanya fungsi dari jumlah partikel
dalam larutan, dan untuk alasan ini, maka dapat digolongkan dalam sifat koligatif.
Penurunan titik beku, seperti kenaikan titik didih, adalah akibat langsung dari
penurunan tekanan uap pelarut. Harga Kf air adalah 1,86. Harga ini ditentukan
secara percobaan dengan mengukur ∆Tf / m pada berbagai konsentrasi molal dan
mengekstrapolasi pada konsentrasi 0 (Martin, 2009).
Penentuan penurunan titik beku. Beberapa metode tersedia untuk penentuan
penurunan titik beku. Yang termasuk ini adalah metode Beckmann dan metode
keseimbangan (Martin, 2009).
Tekanan osmosis. Jika larutan dibatasi dalam suatu membrane permeabel
terhadap molekul pelarut, terjadilah suatu gejala osmosis, dan pembatas yang
hanya melewatkan salah satu molekul komponen (biasanya air) dikenal dengan
membran semipermeabel. Kecenderungan melepaskan diri (escaping tendency)
dapat diukur dalam bentuk tekanan uap atau yang lebih tepat adalah sifat
koligatif , yaitu tekanan osmosis. Sudah nyata pula osmosis dapat juga terjadi
apabila suatu larutan peka dipisahkan dari larutan yang kurang pekat dengan suatu
membran semipermeabel (Martin, 2009).
Osmosis dalam beberapa hal diketahui menyangkut hal lewatnya pelarut
melalui membran dengan proses destilasi, atau dengan melarutkan dalam bahan
membran dimana zat terlarut tidak larut di situ. Dalam hal lain, membrane dapat
berlaku sebagai suatu saringan yang mempunyai ukuran pori - pori yang cukup
besar untuk melarutkan pelarut tetapi zat terlarut tidak. Gejala osmosis benar –
benar bergantung pada kenyataan bahwa potensial kimia dari suatu molekul
pelarut dalam larutan lebih kecil daripada yang ada pada pelarut murni. Karena
itu pelarut lewat dengan spontan menuju larutan sampai potensial kimia pelarut
dan larutan sama. Maka sistem berada dalam kesetimbangan (Martin, 2009).
Pengukuran tekanan osmosis. Pengukuran tekanan osmosis yang lebih tepat
dari larutan yang tidak diencerkan, diperoleh dengan menentukan tekanan
berlebih pada tepi larutan yang tepat mencegah lewatnya pelarut melalui
membran. Tekanan osmosa didefinisikan sebagai tekana berlebih, atau tekanan
yang lebih besar daripada tekanan di atas pelarut murni, yang harus diberikan
pada larutan untuk mencegah lewatnya pelarut melalui membran yang
semipermeabel sempurna (Martin, 2009).
H. Larutan Elektrolit Kuat dan Elektrolit Lemah
Untuk menguji daya hantar listrik larutan digunakan alat uji elektrolit yang
dapat dirangkai sendiri dari lampu, kabel, elektrode karbon, dan batu baterai.
Gambar. Alat penguji daya hantar listrik larutan
1. Larutan elektrolit yaitu larutan yang dapat menghantarkan arus listrik,
seperti larutan garam dapur, natrium hidroksida, hidrogen klorida, amonia,
dan cuka.
2. Larutan nonelektrolit yaitu larutan yang tidak menghantarkan arus listrik,
seperti air suling, larutan gula, dan alkohol.
(Sumarsono, 2013).
Bila larutan elektrolit dialiri arus listrik, ion-ion dalam larutan akan bergerak
menuju elektrode dengan muatan yang berlawanan. Melalui cara ini arus listrik
akan mengalir dan ion bertindak sebagai penghantar, akibatnya larutan elektrolit
dapat menghantarkan arus listrik. Gula pasir, urea, dan alkohol jika dilarutkan
dalam air tidak terurai menjadi ion-ion. Dalam larutan itu, zat-zat tersebut tetap
berwujud molekul-molekul netral yang tidak bermuatan listrik, maka larutan-
larutan tersebut tidak menghantarkan arus listrik atau nonelektrolit (Sumarsono,
2013).
Berdasarkan penjelasan ini maka penyebab larutan dapat menghantarkan
listrik adalah karena adanya ion-ion positif dan ion negatif yang berasal dari
senyawa elektrolit yang terurai dalam larutan. Penguraian senyawa elektrolit
menjadi ion-ionnya disebut reaksi ionisasi. Contohnya NaCl dalam air terurai
menjadi Na+ dan Cl-. Cara penulisan reaksi ionisasinya adalah sebagai berikut:
H2O (l)
NaCl(s) Na+ (aq) + Cl- (aq)
kristal NaCl padat ion-ion dalam air
(Sumarsono, 2013).
Berdasarkan hal ini larutan digolongkan menjadi dua kelompok yaitu
larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah.
1. Larutan elektrolit kuat yaitu larutan yang daya hantar listriknya kuat,
contohnya larutan NaCl, NaOH, HCl, dan H2SO4.
2. Larutan elektrolit lemah yaitu larutan yang daya hantar listriknya lemah,
contohnya larutan CH3COOH dan NH3
(Sumarsono, 2013).
Jika HCl dilarutkan dalam air, hampir seluruh molekul HCl akan terurai
membentuk ion H+ dan ion Cl–. HCl terionisasi sempurna, artinya, jika 1 mol HCl
dilarutkan akan dihasilkan 1 mol ion H+ dan 1 mol ion Cl–. Larutan CH3COOH
tidak terionisasi sempurna tetapi hanya sebagian. Pada CH3COOH sekitar 0,4%
molekul yang terionisasi, artinya jika 1 mol CH3COOH
dilarutkan dalam air, jumlah ion H+ dan ion CH3COO- masing-masing hanya 0,004
mol (Sumarsono, 2013).
Senyawa yang seluruhnya atau hampir seluruhnya di dalam air terurai
menjadi ion-ion sehingga memiliki daya hantar listrik yang baik disebut elektrolit
kuat. Senyawa yang termasuk elektrolit kuat mempunyai daya hantar listrik yang
relatif baik walaupun memiliki konsentrasi yang kecil. Sebaliknya senyawa yang
sebagian kecil terurai menjadi ion disebut elektrolit lemah. Senyawa yang
termasuk elektrolit lemah mempunyai daya hantar yang relatif jelek walaupun
memiliki konsentrasi tinggi (pekat). Beberapa contoh elektrolit kuat dan elektrolit
lemah seperti yang tertera pada Tabel.
Elektrolit kuat Elektrolit lemah
HCl CH3COOH
H2SO4 NH3
NaCl NH4OH
NaOH H2S
(Azizah, 2010)
Dengan menggunakan rangkaian seperti pada Gambar ini, suatu larutan
termasuk elektrolit kuat atau lemah dapat diketahui. Larutan yang memberikan
nyala bohlam terang termasuk elektrolit kuat sedangkan elektrolit lemah nyala
bohlamnya redup atau hanya menimbulkan gelembung-gelumbung udara pada
elektroda. Jika tidak ada reaksi atau perubahan apa-apa ketika kedua elektroda
dicelupkan, maka larutan tersebut termasuk larutan nonelektrolit. Misalnya HCl,
CH3COOH dan NH3, apabila diuji daya hantar listrik menggunakan konsentrasi
larutan yang sama misalnya 1 M. Maka dapat diketahui ternyata HCl memiliki
daya hantar listrik yang lebih baik dibanding dua senyawa lainnya. Hal ini dapat
dilihat dari lampu bohlam yang menyala lebih terang. Menggunakan teori
Arhenius dapat disimpulkan bahwa jumlah ion yang terbentuk dari HCl lebih
banyak dibanding dua senyawa lainnya. Artinya di dalam air sebagian besar HCl
terurai menjadi ion H+ dan ion Cl‾ sedangkan CH3COOH dan NH3 hanya sebagian
kecil yang terurai ion H+ dan ion CH3COO‾ dan NH4+ dan OH‾ atau sebagian
besarnya masih tetap dalam bentuk molekul kovalen (Azizah, 2010).
Tabel. Perbedaan elektrolit kuat dan elektrolit lemah
Elektrolit kuat Elektrolit lemah
Dalam air akan terionisasi sempurna. Dalam air hanya terionisasi sebagian.
Zat terlarut berada dalam bentuk ion
ion dan tidak ada molekul zat terlarut
yang netral.
Zat terlarut sebagian besar berbentuk
molekul netral dan hanya sedikit yang
berbentuk ion.
Jumlah ion dalam larutan relative
banyak.
Jumlah ion dalam larutan relative
sedikit.
Daya hantar listrik kuat. Daya hantar listrik lemah.
(Azizah, 2010).
I. Persamaan Debye Hückel
Pada dasarnya persamaan Debye Hückel berasal dari prinsip bahwa
elektrolit kuat terionisasi sempurna dalam larutan encer dan bahwa penyimpanan
lauratn elektrolit dari sifat ideal adalah disebabkan karena pengaruh sifat
elektrostatis dari ion – ion yang muatannya berlawanan. Persamaan ini
menghubungkan koefisien keaktifan ion tertentu atau koefisien keaktifan ion rata
– rata dari suatu elektrolit dengan valensi ion, kekuatan ion dari larutan dan
karakteristika pelarut. Penurunan secara matematik dari persamaan ini tidak
dibahas di sini tetapi dapat ditemui dalam Thermodynamics Lewis dan Randall
yang direvisi Pitzer dan Brewer. Persamaan ini digunakan untuk menghitung
koefisien keaktifan obat dimana harga ini tidak dapat di peroleh dari percobaan
dan tidak ada dalam literature (Martin, 1990).
Menurut teori Debye Hückel, koefisien keaktifan γi dari suatu ion dengan
valensi zi diberikan dalam persamaan
Log γi = -Azi 2√µ … (41)
(Martin, 1990).
Persamaan (41) memberikan hasil yang memuaskan untuk pengukuran
koefisien keaktifan dari jenis ion yang mempunyai kekuatan ion µ sampai sekitar
0,02. Untuk air pada 25o C, A, suatu faktor yang hanya tergantung pada
temperatur dan tetapan dielektrik dari medium, mempunyai harga kira-kira sama
dengan 0,51. Harga A untuk beberapa pelarut yang penting dalam bidang farmasi
dapat dilihat pada tabel 8-2 (Martin, 1990).
Bentuk persamaan Debye Hückel untuk elektrolit biner yang mengandung
ion dengan valensi z+ dan z_, berada dalam encer (µ< 0,02), adalah
Log γ± = -Az+z_√µ ….. (42)
(Martin, 1990).
Simbol z+ dan z_ adalah valensi atau muatan ion, untuk suatu elektrolit
yang koefisien keaktifan ion rata-ratanya dicari, dan tanda aljabarnya diabaikan.
Koefisien dalam persamaan (42) adalah γx, koefisien keaktifan rasional (yaitu, γ±
pada skala fraksi mol), tetapi dalam larutan encer di mana persamaan Debye
Hückel digunakan γx dapat dianggap sama untuk koefisien keaktifan praktis, γm
dan γc pada skala molal dan molar, tanpa kesalahan yang berarti (Martin, 1990).
Tabel 8-2. Harga A untuk Pelarut-pelarut pada 25o C
Pelarut Tetapan Dielektrolit Є A (hitung)*
Aseton 20,70 3,76
Etanol 24,30 2,96
Air 78,54 0,509
* A (yang dihitung) = 1,824 x 10 6 di mana Є adalah tetapan dielektrik dan T
(Є x T) 3/2
adalah temperatur absolut dalam derajat Kelvin (Martin, 1990).
J. Koefisien Untuk Menyatakan Sifat Koligatif
Keaktifan lebih berperan dalam hubungannya dengan kesetimbangan dan
perhitungan elektrokimia. Penggunaan keaktifan untuk menghitung sifat koligatif
elektrolit lemah benar – benar tidak mudah karena memerlukan juga pengetahuan
tentang derajat disosiasi (Martin, 2009).
Harga L. Pernyataan van’t Hoff ∆Tf = i Kf m mungkin memberikan
persamaan tunggal untuk menghitung sifat koligatif dari nonelektrolit, elektrolit
lemah, dan elektrolit kuat. Ini dapat dimodifikasi dengan lebih tajam untuk
kemudahan dalam larutan encer dengan mensubtitusikan konsentrasi molar c dan
dengan menuliskan iKf sebagai L, sehingga
∆Tf = Lc…………………………….(1)
(Martin, 2009).
Harga L bervariasi dengan konsentrasi larutan. Pada konsentrasi obat yang
isotonis dengan cairan tubuh, L = i Kf di sini disebut dengan Liso, harganya kira –
kira 1,9 untuk nonelektrolit, 2,0 untuk elektrolit lemah, 3,4 untuk elektrolit uni-
univalen, dan lebih tinggi lagi untuk elektrolit dengan valensi yang tinggi.
Koefisien osmosis. Metode lain untuk mengoreksi penyimpangan elektrolit sifat
koligatif ideal telah disarankan. Satu diantaranya adalah berdasarkan pada
kenyataan bahwa apabila larutan menjadi lebih encer, i mendekati v yaitu jumlah
ion dimana elektrolit terdisosiasi, dan pada pengenceran tidak terhingga, i = v,
atau i/v = 1. Dalam larutan yang lebih pekat i/v menjadi lebih kecil (kadang –
kadang lebih besar) dari satu (Martin, 2009).
Perbandingan i/v dinyatakan sebagai g dan jika dinyatakan dalam dasar
molal, dikenal sebagai “koefisien osmosa praktis” (practical osmotic coefficient).
Dalam hal elektrolit lemah, koefisien osmosis praktis dipakai untuk pengukuran
derajat disosiasi. Untuk elektrolit kuat, g sama dengan satu untuk disosiasi
sempurna, dan penyimpangan harga g dari satu, misalnya 1-g, dalam larutan yang
agak pekat menunjukkan atraksi antara ion. Karena g = 1/v atau i = gv dalam
larutan encer, persamaan krioskopi dituliskan
∆Tf = gvKfm………………………..(2)
(Martin, 2009).
Osmolalita (osmolality). Osmolalita mengukur jumlah total partikel yang
larut dalam satu kilogram air, yaitu osmol per kilogram air, dan tergantung pada
sifat elektrolit zat terlarut. Suatu jenis ion yang larut dalam air akan terdisosiasi
menjadi bentuk ion atau partikel. Ion – ion ini akan cenderung bergabung satu
sama lain, disebabkan oleh interaksi ion, dan jumlah partikel yang nyata dalam
larutan yang diukur secara osmometer atau salah satu metode koligatif lain, akan
tergantung pada besarnya interaksi ini (Martin, 2009).
Pembahasan osmolalita dan osmolanita dalam farmasi klinis. Dalam etiket
larutan obat suntik di rumah sakit sering digunakan osmolanita daripada
osmolalita. Tetapi osmolanita tidak dapat dihitung dan harus dihitung dari
penentuan percobaan osmolanita tidak dapat dihitung dan harus dihitung dari
penentuan percobaan osmolalita suatu larutan. Konversi dibuat dengan
menggunakan hubungan:
Osmolarita = (osmolalita yang diukur) x (kerapatan larutan dalam g/mol –
konsentrasi zat terlarut anhidrat dalam g/mol)…………… (3)
(Martin, 2009).
Darah secara keseluruhan, plasma dan serum adalah cairan kompleks yang
mengandung protein, glukosa, zat nitrogen nonprotein, ion natrium, kalium,
kalsium, magnesium, klorida, dan bikarbonat. Sifat koligatif seperti penurunan
titik beku ada hubungannya dengan osmolalita melalui persamaan:
∆Tf = Kf i m………………………………………….(4)
Dimana i = gv dan i m = gvm adalah osmolalita.
(Martin, 2009).
Miliosmolalita untuk darah didapat dari berbagai pekerja yang
menggunakan peralatan osmometer, tekanan uap, dan penurunan titik beku
berkisar antara 250 – 350 mOs/kg. Perbedaan 50 mOs/kg atau lebih dari harga
yang telah ditentukan untuk cairan tubuh menunjukkan adanya kelainan seperti
kerusakan hati, shock pendarahan, uremia, dan keracunan lainnya (Martin, 2009).
K. Pengaruh Kelarutan Obat
Obat merupakan salah satu kebutuhan yang digunakan dalam upaya
menunjang upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Banyak
bentuk sedian farmasi yang beredar di masyarakat diantaranya sediaan padat dan
cair, terdapat sediaan yang mengandung bahan aktif yang kelarutannya kecil
dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara
terapi sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek
terapeutik. Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi
yang tidak sempurna atau tidak menentu (Ansel, 1985).
Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh
sifat-sifat fisikokimia produk obat. Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan
kecil dalam air, laju pelarutan seringkali merupakan tahap yang paling lambat,
oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap
bioavailabilitas obat (Shargel, 2005).
Kenyataan tersebut mengakibatkan perlu dilakukan beberapa usaha untuk
meningkatkan kecepatan pelarutan bagi obat-obat yang mempunyai sifat kelarutan
yang kurang baik di dalam air. Banyak bahan obat yang memiliki kelarutan dalam
air yang rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam
cairan organik. Suatu peningkatan konsentrasi jenuh (perbaikan kelarutan) dapat
dilakukan melalui pembentukan garam, pemasukan grup hidrofil atau dengan
bahan pembentukan misel. Metode tersebut dapat digunakan secara individual
maupun secara kombinasi (Martin, 1993).
Absorpsi obat sukar larut atau praktis tidak larut dalam air yang digunakan
per oral sangat dipengaruhi oleh laju pelarutan. Ada beberapa faktor yang dapat
berpengaruh terhadap proses absorpsi, antara lain kelarutan obat. Obat-obat yang
mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan sering kali merupakan tahap
yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu
kecepatan terhadap bioavailabilitas obat. Absorpsi obat dapat terjadi dan dapat
ditentukan dengan beberapa cara yaitu metode in vitro, metode in situ dan metode
in vivo. Absorpsi in situ melalui usus halus didasarkan atas penentuan kecepatan
hilangnya obat dari umen usus halus. Metode ini digunakan untuk mempelajari
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap permeabilitas dinding usus.
Pengembangan lebih lanjut dapat digunakan untuk merancang obat dalam upaya
mengoptimalkan kecepatan absorpsinya untuk obat-obat yang sangat sulit atau
praktis tidak dapat terabsorpsi (Karim, 2008).
Salah satu cara yang diterapkan oleh industri farmasi saat ini untuk
meningkatkan kelarutan suatu obat yang bersifat lipofilik atau hidrofobik adalah
dengan membuat sediaan emulsi (Jufri, 2004)
KESIMPULAN
Larutan dapat berwujud cair seperti larutan gula, berwujud gas seperti udara,
dan berwujud padat yang diberi nama alloy contohnya perunggu. Bergantung
pada jenis zat terlarutnya, larutan ada yang bersifat elektrolit dan nonelektrolit.
Larutan elektrolit adalah zat terlarut yang mengalami ionisasi sehingga di
dalam larutan terdapat ion-ion yang dapat menghantarkan listrik. Larutan ini
dapat berupa asam, basa dan garam. Larutan non-elektrolit adalah larutan yang
tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Besaran - besaran konsentrasi antara lain, molarita, normalita, molalita, fraksi
mol, persen mol, persen berat, persen volume, persen berat dalam volume,
milligram.
Hukum Raoult “tekanan uap pelarut (PA) pada permukaan larutan besarnya
sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (PA0) dengan fraksi pelarut
tersebut didalam larutan (XA).” PA = XA . PA0
Hubungan tekanan uap komposisi dari zat terlarut tidak dapat dinyatakan
dengan hukum roult, tetapi oleh suatu persamaan yang dikenal sebagai hukum
Henry. pzat terlarut = kzat terlarut Xzat terlarut
Empat macam sifat koligatif larutan elektrolit adalah:
a. Penurunan tekanan uap, DP = i.P0.XA
b. Kenaikan titik didih, Dtb = i.kb.m
c. Penurunan titik beku, Dtf = i.kf.m
d. Tekanan osmose, π = i.n.R.T = i.M.R.T
v
Sifat koligatif larutan nonelektrolit kurang teratur. Harga sifat koligatif larutan
kira - kira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat nonelektrolit
dalam larutan tanpa mengindahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen.
Larutan elektrolit kuat yaitu larutan yang daya hantar listriknya kuat,
contohnya larutan NaCl, NaOH, HCl, dan H2SO4. Larutan elektrolit lemah
yaitu larutan yang daya hantar listriknya lemah, contohnya larutan CH3COOH
dan NH3.
Teori Debye Hückel, koefisien keaktifan γi dari suatu ion dengan valensi zi
diberikan dalam persamaan : Log γi = -Azi 2√µ
Persamaan tunggal untuk menghitung sifat koligatif dari nonelektrolit,
elektrolit lemah, dan elektrolit kuat dapat dituliskan dengan iKf sebagai L,
sehingga : ∆Tf = Lc
Dalam hal elektrolit lemah, koefisien osmosis praktis dipakai untuk
pengukuran derajat disosiasi. Karena g = 1/v atau i = gv dalam larutan encer,
persamaan krioskopi dituliskan ∆Tf = gvKfm
Miliosmolalita untuk darah didapat dari berbagai pekerja yang menggunakan
peralatan osmometer, tekanan uap, dan penurunan titik beku berkisar antara
250 – 350 mOs/kg.
Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi
sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek
terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, K. 2008. Pengaruh penambahan tween 80 dan poli-etilen glikol 400 terhadap absorpsi piroksikam melalui lumen usus in situ Vol 19 No 1.
Ansel. 1985. Pengantar Bentuk Sedian Farmasi. Jakarta. UI Press.
Atkins, PW. 1994. Physical Chemistry, 5th.ed. Oxford . Oxford University Press.
Azizah, 2010. Larutan Elektrolit dan Larutan Nonelektrolit.http://www.chem-is-try.org/.../larutan-elektrolit-dan-nonelektrolitDiakses tanggal 3 September 2013.
Henny, R dkk. 2008. Penentuan Waktu Kelarutan Parasetamol pada Uji Disolusi. Jurnal Nusa Kimia Volume 8 (1): 1-6.
Hiskia, A. 1996. Kimia Larutan. Bandung. Citra Aditya Bakti.
Mahdi, J. 2004. Formulasi Gameksan Dalam Bebntuk Mikroemulsi Majalah Farmasi. Vol 1 No 3.
Martin, A. 1990. Farmasi Fisik. Jakarta. Universitas Indonesia.
Martin, A dkk. 2009. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Bagian 1. Jakarta. Universitas Indonesia (UI-Press) halaman 290.
Moechtar. 1990. FarmasiFisik. Yogyakarta. UGM-Press.
Purba, M. 2006. Kimia. Jakarta. Erlangga.
Santoso, A. 2008. Rumus Lengkap Kimia SMA. Jakarta. Wahyu Media.
Shargel & Yu. 2005. Kimia Analisis. Jakarta. UI Press.
Siswandono, BS. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya. Airlangga University Press.
Siswandono, B.S. 1998. Prinsip-prinsip Rancangan Obat. Surabaya. Airlangga University Press.
Sudarmo, U. 2004. Kimia. Jakarta. Erlangga.
Sumarsono, 2013.http://Siapbelajar.com/wp-content/upload/2013/04/3_Kimia-Kelas-10.pdfDiakses tanggal 3 September 2013.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung. ITB.
Widyaningsih, L. 2009. Pengaruh Penambahan KosolvenPropilenGlikol terhadap Kelarutan Asam Mefenamat. Skripsi. Surakarta. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah.