Makalah Telaah Kurikulum Sdklas Tugas Kelompok KD 6.1SilabusMatematika4sms2 (1)
Makalah Kasus 1 Kd 7
-
Upload
rizki-nurul-ainy -
Category
Documents
-
view
83 -
download
5
Transcript of Makalah Kasus 1 Kd 7
KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN, ELEKTROLIT, DAN ASAM BASA
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia dalam kehidupan sehari-hari sangat membutuhkan cairan dan elektrolit
untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tubuh. Kekurangan cairan pada manusia dapat
terjadi karena berbagai faktor seperti kurang minum ataupun karena penyakit. Diare dapat
menjadi salah satu kondisi dimana tubuh manusia akan mengalami kekurangan cairan dan
elektrolit serta terjadinya ketidak seimbangan asam basa tubuh. Diare merupakan suatu
kondisi dimana klien mengalami buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair yang
frekuensinya lebih dari tiga kali atau lebih dalam sehari. Klien yang menderita diare harus
dicukupi kebutuhan cairan dan elektrolitnya agar tidak terjadi dehidrasi berat. Perawat harus
dapat menentukan tindakan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan dan kondisi klien.
Perawat diharapkan memahami mekanisme patofisiologis dari penyakit diare yang diderita
klien dan dapat mengkaji kondisi klien agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan
tindakan asuhan keperawatan.
2. Tujuan Penulisan
1) Menjelaskan konsep kebutuhan cairan
2) Menjelaskan kaitan kebutuhan cairan dan elektrolit serta asam basa tubuh
3) Menjelaskan sistem-sistem tubuh yang berkaitan dengan pengaturan cairan,
elektrolit dan asam basa.
4) Menjelaskan pengkajian yang perlu dilakukan pada individu yang mengalami
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa.
5) Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa.
3. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri atas pendahuluan yang berisi latar belakang. tujuan, metode, dan
sistimatika penulisa. Konsep terkait, masalah pemicu, analisis masalah, dan terakhir
penutup.
B. KONSEP TERKAIT
Tubuh orang dewasa terdiri atas cairan (air dan elektrolit) yaitu sekitar 60% berat badan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah cairan tubuh manusia adalah umur, jenis kelamin,
dan kandungan lemak tubuh. Orang yang lebih muda mempunyai persentase cairan tubuh
yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Pria mempunyai persentase
1
cairan tubuh yang lebih tinggi dibandingan dengan wanita. Orang yang gemuk mempunyai
jumlah cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang kurus, karena sel lemak
mengandung sedikit air.
Cairan tubuh terdapat dalam dua kompartmen cairan yaitu ruang intrasel dan ruang
ekstrasel. Dua pertiga bagian (67%) dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan
intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%) berada di luar sel (cairan ekstrasel/ CES). CES dibagi
atas cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total
berat badan, dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan.
Selain kedua kompartmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati cairan tubuh, yaitu
cairan transel. Namun, volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak,
cairan perikard, liur pencernaan, dan lain lain. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada
cairan ekstrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam
cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.
Pengaturan perpindahan kompartemen cairan tubuh dapat terjadi secara osmosis, difusi,
filtrasi dan transfor aktif. Jika dua larutan yang berbeda dipisahkan oleh membran
impermeabel menjadi substansi terlarut, perpindahan air terjadi melalui membaran dari
daerah dengan konsentrasi zat terlarut rendah ke daerah dengan konsentrasi zat terlarut
tinggi yang dikenal sebagai osmosis. Ada tiga istilah yang dihubungkan dengan osmosis
yaitu tekanan osmotik merupakan besarnya tekanan untuk menghentikan aliran air oleh
osmosis, tekanan onkotik yaitu tekanan osmotik yang dihasilkan oleh protein, dan diuretik
osmotik terjadi ketika terdapat peningkatan haluran urin yang diakibatkan oleh ekskresi
substansi seperti glukosa atau agen kontras dalam urin.
Osmolalitas bisa diartikan sebagai pengukuran konsentrasi cairan tubuh (rasio zat
terlarut terhadap air). Tonisitas dapat disebut juga osmolalitas efektif. Contoh osmolalitas
efektif adalah natrium, glukosa dan manitol (molekul ini tidak melewati membran sel
dengan cepat dan akan mempengaruhi gerakan air). Beberapa istilah tonisitas : (1) larutan
isotonik adalah larutan yang mempunyai osmolalitas sama efektifnya dengan cairan tubuh,
contoh normal salin (0,9%); (2) larutan hipotonik adalah larutan yang mempunyai
osmolalitas efektif lebih kecil dari cairantubuh, contoh NaCl 0,45%; dan (3) larutan
hipertonik adalah larutan yang mempunyai osmolalitas efektif lebih besar dari cairan tubuh,
contoh NaCl 3%
Difusi dapat didefenisikan sebagai artikel suatu substansi yang terlarut selalu bergerak
dan cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih
rendah sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Beberapa faktor yang
2
mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion).
(1) peningkatan perbedaan konsentrasi substansi; (2) peningkatan permeabilitas; (3)
peningkatan luas permukaan difus; (4) berat molekul substansi; dan (5) jarak yang ditempuh
untuk difusi.
Transpor aktif merupakan gerakan substansi dari area dengan konsentrasi lebih rendah
atau sama ke area dengan konsentrasi sama atau lebih besar. Transpor aktif penting
untuk mempertahankan keunikan komposisi baik CES dan CIS. Transpor aktif diperlukan
untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari daerah yang
konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan seperti ini
membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K,
gerakan natrium,kalium, hydrogen, glukosa dan asam amino.
Transpor aktif dibedakan menjadi dua, yaitu transpor aktif primer dan sekunder.
Transpor aktif primer secara langsung berkaitan dengan hidrolisis ATP yang akan
menghasilkan energi untuk transpor ini. Contoh transpor aktif primer adalah pompa ion Na-
dan ion K+. Konsentrasi ion K+ di dalam sel lebih besar dari pada di luar sel, sebaliknya
konsentrasi ion Na+ diluar sel lebih besar dari pada di dalam sel. Untuk mempertahankan
kondisi tersebut, ion-ion Na- dan K+ harus selalu dipompa melawan gradien konsentrasi
dengan energi dari hasil hidrolisis ATP. Tiga ion Na+ dipompa keluar dan dua ion K+
dipompa ke dalam sel. Untuk hidrolis ATP diperlukan ATP-ase yang merupakan
suatu protein trans membran yang berperan sebagai enzim. Tranpor aktif sekunder
merupakan transpor pengangkutan gabungan yaitu pengangkutan ion-ion bersama dengan
pengangkutan molekul lain. Misalnya pengangkutan asam amino dan glukosa dari lumen
usus halus menembus membran sel epitel usus selalu bersama dengan pengangkutan ion-ion
Na+. Pada transpor aktif sekunder juga melibatkan protein pembawa dan membutuhkan
energi dari hasil hidrolisis ATP. Natrium diserap secara transpor aktif dari dalam sel epitel
melalui bagian basal dan sisi dinding sel masuk kedalam ruang paraseluler. Sebagian Na
diabsorpsi bersama dengan ion klorida, dimana ion klorida bermuatan negatif secara pasif
ditarik oleh muatan listrik positif ion natrium.
Filtrasi meruapakan gerakan air dari zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostatik
tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang
dibuat oleh berat cairan. Filtrasi penting dalam mengatur cairan keluar dari arteri ujung
kapiler.
Derajat dehidrasi dibedakan berdasarkan pengurangan berat badannya, 2-5% ringan, 5-
10% ddehidrasi sedang, 10-15% berat, l15-20% fatal. Kekurangan volume cairan terjadi
3
karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum). Gangguan
dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh yang disertai dengan gangguan
keseimbangan zat elektrolit tubuh disebut dengan dehidrasi. Dehidarasi dapat terjadi karena
kekurangan zat natrium, kekurangan air, kekurangan natrium dan air. Dehidrasi dapat di
golongkan menjadi tiga klasifikasi yaitu dehidrasi hipertonik, yaitu berkurangnya cairan
tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium, dehidrasi isotonik, yaitu
hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama, dehidrasi hipotonik hilangnya natrium
lebih banyak daripada air. Penilaian derajat dehidrasi berdasarkan tanda dan gejala pada
klien ada tiga yaitu dimasukkan derajat dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat. Table ada dalam lampiran
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35.
Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Ion
H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan
kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu: (1) pembentukan asam
karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat; (2) katabolisme zat
organik; (3) disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan
berdisosiasi melepaskan ion H.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam basa dengan
mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Paru-paru
juga turut berperan dalam keseimbangan asam basa dengan mengekresikan ion hidrogen
dan CO2. Paru sangat penting dalam mempertahankan [H+] plasma. Setiap hari paru
mengeluarkan cairan tubuh H+ yang berasal dari asam karbonat dalam jumlah seratus kali
lipat lebih banyak debandingkan dengan jumlah H+ yang dikeluarkan oleh ginjal.
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, adalah akibat retensi CO2 akibat hiperkapnia karena jumlah CO2
yang keluar melalui paru berkurang, terjadi peningkatan pembentukan H2CO3, dan
disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
perventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, ditandai dengan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H
bebas meningkat.
4
4. Alkalosis metabolik, disebabkan oleh defisiensi kadar ion H dalam plasma karena
defisiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hilangnya
ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat,
sehingga kadar ikarbonat plasma meningkat.
Jenis-jenis Larutan Intravena :
a. Isotonic solution (240-340 mOsm/L). Cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai
osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah
merah mengkerut atau membengkak. Cairan isotonik meningkatkan volume cairan
ekstraseluler. 3 liter cairan isotonik dibutuhkan untuk menggantikan 1 liter darah yang
hilang. Contohnya : Laktat Ringer, normosol, dan 0,9 % NaCl.
b. Hypotonic solution (tonicity <240 mOsm/L). Salah satu tujuan dari larutan hipotonik
adalah untuk menggantikan cairan seluler, karena larutan ini bersifat hipotonis
dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainnya adalah untuk menyediakan air bebas untuk
ekskresi sampah tubuh. Contohnya : 0,45 % NaCl, 0,2 % NaCl, dan 5 % dextrose.
c. Hypertonic solution (tonicity >340 mOsm/L).
Contohnya : 5 % dextrose, 5 % dextrose/0,45 % NaCl, dan 10 % dextrose. Larutan-
larutan ini menarik air dari kompartemen intraseluler ke kompartemen ekstraseluler dan
menyebabkan sel-sel mengkerut. Jika diberikan dalam jumlah yang lebih besar, mungkin
menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan cairan
sirkulatori dan dehidrasi. Larutan ini hanya jika osmolalitas serum menurun sampai ke
batas rendah yang berbahaya.
C. Masalah Pemicu
Seorang pria usia 30 tahun dibawa ke UGD, karena mengalami diare selama 6 hari
terkadang disertai muntah. Selama 6 hari pasien kurang asupan cairan. Ketika dikaji, pasien
mengalami dehidrasi berat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 90/50, Nadi:60x/menit,
frekuensi respirasi 26x/menit, suhu 38oC produksi urin oliguria, berat badan sebelum masuk
RS 60 kg, dan berat badan saat ini 57 kg. Di ruang gawat darurat pasien tampak gelisah,
keluarga cemas dan menanyakan kondisi klien pada staff perawat dan dokter. Pemeriksaan
EKG didapatkan gelombang sinus. Klien diberikan cairan intravena NaCl 0.9% 500cc/8
jam. Diberikan obat-obatan yang sesuai dengan kondisi klien saat ini.
Dari kasus di atas didapatkan beberapa masalah, antara lain:
1. Mengapa dehidrasi berat mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam basa?
5
2. Apa saja pemeriksaan fisik dan diagnostik yang sesuai untuk menunjang data bahwa
klien mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa?
3. Bagaimana asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi klien pada kasus di atas?
4. Bagaimana penatalaksanaan yang sesuai dengan kondisi klien?
D. Analisis Masalah
Mekanisme Terjadinya Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit.
Dehidrasi merupakan gangguan cairan yang terjadi ketika haluaran cairan total melibihi
asupan total tanpa menghiraukan penyebab yang mendasarinya. Keadaan ini sering terjadi
akibat kehilangan cairan abnormal seperti muntah dan diare karena asupan oralnya hanya
mampu untuk mengimbangi sebagian kehilangan yang abnormal tersebut. Dehidrasi terjadi
ketika volume vaskular sudah sangat tidak adekuat. Distribusi air di antara ruang ekstrasel
dan intrasel bergantung pada transportasi aktif kalium ke dalam serta natrium ke luar sel
lewat proses yang memerlukan energi. Natrium merupakan solut utama dalam cairan
ekstrasel sehingga menjadi determinan utama yang menentukan cairan esktrasel. Bila
volume cairan ekstrasel berkurang pada keadaan dehidrasi akut, kandungan total natrium
akan turut berkurang pula tanpa bergantung pada pengukuran natrium serum. Oleh karena
itu terapi pergantian cairan harus disertai dengan replesi natrium. Pada diare, deplesi
natrium terjadi melalui dua cara, yaitu keluar tubuh melalui feses dan masuk ke dalam
kompartemen intrasel untuk menggantikan kalium agar keseimbangan elektris tetap terjaga.
Ketika tubuh telah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan maka akan terjadi
hipokalemia. Akibatnya konsentrasi ion K+ di plasma turun. Kondisi di jantung adalah
peningkatan gradien konsentrasi antara sel dan CES, kemudian ion K+ banyak yang keluar
dari sel, sehingga potensial membran istirahat menjadi lebih negatif. Akibatnya sel
mengalami hiperpolarisasi. Ketika hiperpolarisasi, stimulus semakin jauh dari threshold.
Threshold adalah stimulus minimal yang dibutuhkan untuk membentuk respon refleks pada
gerakan atau depolarisasi minimal yang dibutuhkan untuk membentuk potensial aksi pada
zona rangsangan. Oleh karena itu, ketika hiperpolarisasi, potensial aksi sulit dicapai.
Kondisi ini menujukkan kelemahan otot karena neuron yang mengontrol tidak berjalan
seperti semestinya. Kelemahan otot jantung (miokard) menyebabkan turunnnya
kontraktilitas. Selain itu karena potensial aksi sulit dicapai sedangkan stimulus datang terus
mengakibatkan terjadinya aritmia. Sehingga muncul interpretasi di EKG : gelombang U
dan interval QT memanjang. Di EKG juga muncul perubahan gelombang T inversi.
Gelombang T inversi mengindikasikan bahwa otot jantung kekurangan oksigen dan adanya
iskemi. Hal ini terjadi karena penurunan volume darah (hipovolemi) berdampak pada
6
penurunan cardiac output dan suplai oksigen ke otot jantung yang harus bekerja lebih keras
untuk mensuplai darah ke seluruh tubuh, terutama ke organ vital seperti otak. Kombinasi
kurangnya suplai oksigen dan beban kerja berlebih dapat mengakibatkan jantung
mengalami iskemi tetapi hal tersebut belum terjadi pada kasus diatas.
Volume vaskular yang menurun juga akan menyebabkan perfusi ke organ akan
menurun khususnya pada ginjal menyebabkan laju filtrasi glomerular menurun. Hal ini
menyebabkan tubuh menanggapi dengan penurunan kuantitas air dalam urin (ADH) dan
terjadilah oliguria. Oliguria yang terjadi akan menyebabkan produk-produk hasil metabolik
yang bersifat asam akan tertahan serta terjadilah penumpukan asam organik. Kadar asam
yang tinggi itu menyebabkan pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha
tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah
karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut
dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Hilangnya fungsi ginjal
juga dapat menyebabkan rasa haus. Hilangnya fungsi ginjal merupakan salah satu fackor
penyebab retensi natrium dan air akibat hilangnya nefron. Saat air yang hilang lebih banyak
daripada air yang masuk, dehidrasi akan menstimulasi rasa haus. Pengurangan volume
darah akan menyebabkan tekanan darah turun. Perubahan tersebut akan menstimulasi ginjal
melepaskan renin yang akan mempromosikan pembentukan angiotensin II. Peningkatan
impuls saraf dari osmore-septor di hipotalamus, memicu peningkatan osmolaritas darah, dan
meningkatkan angiotensin II di darah yang keduanya akan menstimulasi pusat rasa haus di
hipotalamus. Sinyal lain yang menstimulasi rasa haus berasal dari neuron mulut yang
mendeteksi kekeringan karena pengurangan aliran saliva serta baroreseptor yang
mendeteksi penurunan tekanan darah pada jantung dan pembuluh darah.
Dalam kasus klien mengalami pernapasan Kussmaulm (napas cepat dan dalam) sebagai
respon kompensatorik dari asidosis metabolik. Ketika cardiac output turun, maka suplai O2
yang dibawa oleh darah ke jaringan menurun, maka terjadi hipoksia jaringan. Sementara itu
klien kurang mendapat intake selama 6 hari. Ketika tubuh kekurangan intake, maka glukosa
intraseluler tidak adekuat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh untuk menghasilkan
energi. Oleh karena itu terjadi pemecahan lemak, protein dan glikogen. Ketika lemak diurai
maka akan terbentuk asam lemak, kemudian asam lemak mengalami b-oksidasi menjadi
badan keton, dan ini akan memicu terjadinya ketoasidosis. Demikan pula protein akan
diurai menjadi asam amino. Tambahan pula, glikogen sebagai cadangan makanan,
mengalami proses glikogenolisis. Oleh karena jaringan mengalami hipoksia, maka terjadi
metabolisme anaerob. Sehingga glikogen yang diurai menghasilkan asam laktat dan 2 ATP.
7
Asam laktat, ketoasidosi, dan asam amino akan meningkatkan jumlah ion H yang
menimbulkan asidosis metabolik.
Dalam kasus juga disebutkan bahwa klien mengalami febris/demam dimana suhu
tubuhnya adalah 38C. Kenaikan suhu disebabkan karena tubuh kekurangan cairan. Salah
satu fungsi cairan adalah untuk mengatur suhu . Ketika cairan tubuh berkurang, maka
mekanisme termoregulasi terganggu. Selain itu vasokontriksi sistemik mengakibatkan
haluaran keringat ditekan. Akibatnya suhu tubuh akan naik. Hipotensi yang dialami klien
mengakibatkan aliran darah ke perifer menurun, sehingga kulit dingin. Termoreseptor
periperal di kulit menanggapi dengan mengirim stimulus melalui neuron sensori ke
hipotalamus. Akhirnya hipotalamus menaikkan suhu tubuh.
1. Pengkajian
Pemeriksaan Fisik
Asidosis Metabolik Syok Hipovolemik Dehidrasi Berat
1. Neuromuskular Gelisah, apatis, lemah, diorientasi
Haus, kesadaran ¯ Gelisah, iritabilitas, disorientasi, delirium, haus
2. Respirasi Kussmaul breathing (dalam & cepat)
RR RR
3. Kardiovaskular Gelombang T inversi, interval PR panjang, hipotensi
Hipotensi, takikardia, SaO2 ¯
HR >>, TD ¯, capillary refill lambat, hipotensi
4. Renal Oliguria Oliguria Oliguria5. Integumen Kemerah-merahan,
hangat, keringPucat, berkerut, kulit dingin, vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler ® perfusi jaringan <<
Kulit kering & keriput, turgor kulit buruk, membran mukosa kering, suhu sedikit
Pemeriksaan Lab pH <7,35; HCO3- <24
mEq/L; BE <-2, serum CO2 <22 mEq/L
HematologiHb ¯; Ht ¯
Kimia darahBB ¯; BUN ; berat jenis urin ; volume urin ¯
Klien juga mengalami hipokalemia karena kekurangan volume cairan terjadi akibat hilangnya
cairan tubuh yang lebih cepat dari pemasukannya. Hal ini ditemui pada pasien yang
mengalami muntah, diare, suction gastrointestinal, berkeringat, dan pasien yang kurang
intake cairan. Karakteristik dari hipovolemia adalah kehilangan cairan akut, penurunan turgor
kulit, oliguria, urin yang peka, hipotensi postural, frekuensi jantung yang lemah, vena leher
rata, kenaikan suhu tubuh, penurunan CVP, hipotermia, haus, anoreksia, mual, lesu,
kelemahan otot, dan kram.
8
Pemeriksaan Laboratorium
1. Elektolit Serum diukur untuk menentukan status hidrasi, konsentrasi elektrolit pada plasma
darah, dan keseimbangan darah. Elektrolit yang diukur dalam darah vena mencakup ion-
ion natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat serta daya gabungan karbondioksida.
2. Hitung darah (Ht) menggambarkan persentase total darah dengan sel darah merah. Karena
Hematokrit adalah pengukuran volume sel dengan plasma, nilainya akan dipengaruhi oleh
jumlah cairan plasma. Dengan demikian, nilai Ht pada klien yang mengalami dehidrasi
atau hipovolemia cenderung meningkat. Normalnya nilai Ht pada laki – laki 40 – 54%
dan perempuan 34 - 47%.
3. Kreatinin adalah produk normal metabolisme otot dan diekskresikan dalam kadar yang
cukup konstan, terlepas dari faktor-faktor seperti asupan cairan, diet, dan olahraga. Kadar
kreatinin darah bermanfaat untuk mengukur fungsi ginjal.
4. PH urine menunjukkan tingkat keasaman urine, yang dapat digunakan untuk
menggambarkan keseimbangan asam basa. PH urine normal adalah 4,6 – 8 pada asidosis
metabolik.
5. Berat jenis urine dapat digunakan sebagai indicator dalam gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit dan cara cepat, mudah menentukan konsentrasi urin. Berat jenis urine dapat
meningkat saat terjadi pemekatan akibat kekurangan cairan dan menurun saat tubuh
kelebihan cairan. Nilai Bj urine normal biasanya 1,010 – 1,025.
6. Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang status keseimbangan asam-
basa dan tentang keefektifan fungsi ventilasi dalam mengakomodasi pertukaran oksigen-
karbondioksida secara normal. Penurunan pH dihubungkan dengan asidosis, sedangkan
peningkatan pH dihubungkan dengan alkalosis.
7. Bikarbonat serum adalah komponen lain dari gas darah arteri. Penurunan kadar bikarbonat
biasanya merupakan akibat dari asidosis metabolik. Kadar bikarbonat mencerminkan porsi
pengaturan asam-basa ginjal. Dengan menggunakan hasil ini, keberadaan dan tingkat
keparahan hipoksia serta tipe dan tingkat keparahan ketidakseimbangan asam-basa dapat
ditemukan.
2. Asuhan Keperawatan
Berdasarkan kasus, diagnosa utama yang diangkat adalah:
a. Diagnosa 1: Defisit volume cairan tubuh b.d berkurangnya intake cairan
Data: Klien tidak mendapatkan asupan cairan selama 6 hari, dehidrasi berat, produksi urin
oliguria, kesadaran delirium.
9
Kriteria hasil: Klien dapat mencapai status hidrasi normal setelah diberikan tindakan dan
mempertahankan hidrasi yang adekuat, tanda-tanda vital stabil, mukosa lembab, turgor
kulit baik, dan capillary refill < 3 s; terjadi peningkatan asupan cairan minimal 2000 ml
perhari (kecuali ada kontraindikasi), mempertahankan urin output dengan berat jenis urin
dalam batas normal; tidak menunjukkan adanya tanda dan gejala dehidrasi.
Intervensi:
Mandiri
1. Pantau tanda-tanda vital & CVP.
Rasional: Pengukuran CVP berguna dalam menentukan tingkat defisit cairan dan
respon terhadap terapi penggantian.
2. Catat kenaikan suhu /demam.
Rasional: demam meningkatkan metabolisme dan memperburuk hilangnya cairan.
3. Palpasi nadi perifer, cek capillary refill.
Rasional: Kondisi yang berkontribusi terhadap defisit cairan ekstraseluler dapat
mengakibatkan perfusi organ tidak memadai untuk semua area dan dapat menyebabkan
syok.
4. Pantau produksi urin. Ukur/perkirakan kehilangan cairan dari semua sumber (keringat,
diaphoresis). Pantau penurunan berat jenis (BJ) urin.
Rasional: Kebutuhan penggantian cairan didasarkan pada defisit saat ini dan
kehilangan cairan yang berkelanjutan.
5. Pantau kadar elektrolit urine dan serum, BUN dan osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan
hemoglobin.
Rasional: untuk mendeteksi dini penurunan cairan lebih lanjut.
6. Evaluasi kemampuan klien untuk menelan.
Rasional: Refleks menelan, anoreksia/mual merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemampuan klien untuk menggantikan cairan oral.
Kolaborasi
1. Berikan larutan IV, seperti :
- Isotonik ; misalnya, NaCl 0,9% (normal salin), 5% dekstrosa /air; 0,45 % NaCl
(setengah normal saline), Ringer laktat (LR);
- Koloid, misalnya, dekstran, Plasmanate/ albumin, hetastarch (Hespan)
- darah lengkap/transfusi RBC kemasan, atau autologus pengumpulan darah
2. Berikan natrium bikarbonat bila diindikasikan
Sediakan tabung pemberian makanan (NGT), termasuk air.
10
b. Diagnosa 2: Penurunan kardiak output b.d. kehilangan cairan berlebih;
ketidakseimbangan elektrolit.
Data: Selama 6 hari klien tidak mendapat asupan cairan; TD 90/50 mmHg; HR 60 x/menit.
Kriteria hasil: keseimbangan cairan/elektrolit stabil dan mencegah komplikasi,
mempertahankan curah jantung dengan bukti TD, dan nadi dalam batas normal, nadi perifer
kuat dan sama dengan waktu pengisisan kapiler.
Intervensi:
Mandiri
1. Auskultasi bunyi jantung & paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskuler dan
keluhan dipsnea.
Rasional: Adanya frekuensi jantung tak teratur, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi, dan
edema/distensi jugular menunjukkan gagal ginjal kronik.
2. Observasi EKG atau telemetri untuk perubahan irama
Rasional: Perubahan pada fungsi elektromekanis dapat menjadi bukti pada respon
berlanjutnya gagal ginjal kronik, akumulasi toksin dan ketidakseimbangan elektrolit.
3. Kaji warna kulit, membran mukosa dan dasar kuku. Perhatikan waktu pengisisan kapiler.
Rasional: Pucat mungkin menunjukkan vasokontriksi atau anemia. Sianosis mungkin
berhubungan dengan kongesti paru dan atau gagal jantung.
4. Perhatikan terjadinya nadi lambat, hipotensi, kemerahan, mual/muntah dan penurunan
tingkat kesadaran (depresi susunan saraf pusat/SSP).
Rasional: Penggunaan obat (mis: antasida) mengandung magnesium dapat
mengakibatkan hipermagnesium, potensial disfungsi neuromuskular dan risiko henti
nafas/jantung.
5. Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat dan berikan bantuan dengan
perawatan dan aktivitas yang diinginkan.
Rasional: Menurunkan konsumsi oksigen/ kerja jantung.
Kolaborasi
1. Pengawasan terhadap pemeriksaan laboratorium dan pemberian obat-obatan sesuai
indikasi, seperti kalium, fosfor, kalsium, magnesium.
2. Memberikan/membatasi cairan sesuai indikasi.
3. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
4. Memberi obat sesuai indikasi.
Pada dehidrasi berat, pasien tidak dapat minum per oral, selain pemberian cairan
enteral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Untuk menghitung kebutuhan cairan klien per
11
hari digunakan metode: dewasa normal : 30-35 mL/kg BB, dewasa berusia 55-75 tahun: 30
mL/kg BB, dewasa berusia > 75 tahun : 25 mL/kg BB
Pada kasus diketahui usia klien 30 tahun dan berat badan klien 57 kg, maka
kebutuhan cairan hariannya adalah 35 mL/kg x 57kg = 1995 ml per 24 jam. Karena klien
mengalami demam dengan kenaikan suhu 0.5oC, maka kebutuhan cairannya ditambah 6%
dari kebutuhan cairan. Jadi perhitungannya kebutuhan cairannya sebagai berikut: 1995+ 6%
(1995)= 2114,7 cc/24 jam. Sedangkan klien diberikan cairan intravena 500 cc/8 jam. Jika di
konversi ke 24 jam, kebutuhan cairan klien yang terpenuhi hanya 1500 cc per 24 jam. Jadi
klien mengalami kekurangan cairan sebesar 614,7 cc/24 jam. Oleh karena itu klien
membutuhkan tambahan cairan agar kebutuhan cairan klien terpenuhi. Jenis cairan
kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis rehidrasinya. Pada dehidrasi
isotonik dapat diberikan cairan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dengan kecepatan 25-30%
dari defisit cairan total perhari. Cairan isotonik, osmolalitasnya sama dengan serum NaCl
0,9%, RL sebagai rumatan di awal, tapi tidak boleh jadi rumatan rutin. Cairan isotonik bisa
digunakan pada klien dengan hipotensi. Jika sudah normal dapat diberikan larutan hipotonik
(NaCl 0.45%). Cairan NaCl 0,9% digunakan untuk memperbaiki kekurangan Na+.
Berdasarkan kasus, kehilangan cairan pada klien bisa diatasi dengan memberikan NaCl
0,9% sebanyak 22 tetes makro per menit.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Cairan tubuh terdapat dalam dua kompartmen cairan yaitu ruang intrasel dan ruang
ekstrasel. Dua pertiga bagian (67%) dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan
intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%) berada di luar sel (cairan ekstrasel/ CES). CES dibagi
atas cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total
berat badan, dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan.
Pengaturan perpindahan kompartemen cairan tubuh dapat terjadi secara osmosis, difusi,
filtrasi dan transfer aktif. Macam larutan yaitu (1) larutan isotonik contoh normal salin
(0,9%); (2) larutan hipotonik contoh NaCl 0,45%; dan (3) larutan hipertonik contoh NaCl
3%. Dehidrasi ada dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat.
2. Saran
Sebagai calon perawat profesional hendaknya kita selalu melakukan asuhan keperawatan
berdasarkan ilmu pengetahuan yang memadai. Perawat perlu patofisiologi, etiologi, tanda
dan gejala serta manifestasi klinis dari masalah keperawatan yang kita temukan pasa kondisi
pasien sesuai dengan data-data yang telah kita kaji.
12
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008).Teknik Prosedural Konsep & Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Black, J.M. dan Hawks, J.H. (2009). Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes. 8th Ed. St. Louis: Saunders Elsevier.
Brunner & Sudart.1996. Medical surgical nurse. Ed. 8th. Philadelphia: Lippicont-Raven Publishers
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A.C. (2002). Nursing care plans. Ed 7th. Philadelphia: F. A. Davis.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sabiston. (1995). Buku Ajar Bedaagian 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Sherwood, Lauralee. (2004). Human physiology: From cells to systems. 5th ed. California:
Brooks/ Cole-Thomson Learning, Inc.
13
LAMPIRAN
Tabel peningkatan derajat dehidrasi berdasarkan tanda dan gejala
14
15