bab isi makalah kd 6-1

download bab isi makalah kd 6-1

If you can't read please download the document

Transcript of bab isi makalah kd 6-1

Bab 2 ISI 2.1 Definisi Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urinee adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi 2.2 Eliminasi urine

A. Anatomi fisiologi proses eliminasi urine dan faktor-faktor yang mempengaruhi

Eliminasi urine tergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Semua organ system perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik. Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam.

Ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150 gram. Produk buangan hasil metabolisme dalam darah difiltrasi di ginjal melalui arteri renalis. Darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen, sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus yang merupakan tempat pertama filtrasi dan pembentukan urine. Glumerolus memfiltrasi sekitar 125 ml filtrate permenit. Setelah filtrate meninggalkan glomerulus, filtrate masuk ke system tubulus dan duktus pengumpul. Sekitar 99% filtrate direabsorpsi ke dalam plasma dengan 1% sisanya diekskresikan sebagai urinee. Haluaran urine normal orang dewasa dalam 24 jam adalah sekitar 1500-1600 ml. Ada tiga tahap proses pembentukan urine: 1. Proses Filtrasi. Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari eferen maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaing adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukopsa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat, diteruskan ke tubulus ginjal 2. Proses reabsorpsi. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulusginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. 3. Proses ekskresi. Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke urinee meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan memtranspor urine ke sebuah ureter sebagai rute keluar pertama pembuangan urinee. Ureter memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan, yaitu membrane mukosa, serabut otot polos, dan jaringan penyambung fibrosa. Gerakan peristaltic menyebabkan urine masuk ke dalam vesica urinearia. Bagian vesika uronaria terbagi menjadi tiga bagian: fundus, korpus, dan verteks. Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan: lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa di bagian luar. Dapat menampung sekitar 600 ml urine. urinee keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4-6,5 cm yang terletak diantara labia minora. U Uretra pada pria berukuran panjang 20 cm yang terletak pada ujung distal penis, terdiri dari tiga bagian yaitu uretra prostatic, uretra membranosa, dan uretra kavernasa. Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih meliputi korteks serebral, piala ginjal selanjutnya diteruskan ke luar.

thalamaus, hypothalamus, dan batang otak. Seiring dengan peningkatan volume urine, dinding kandung kemih meregang, mengirim impuls sensorik ke pusat mikturisi di medulla spinalis pars sakralis, kemudian impuls saraf parasimpatis dari pusat mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi. Sfingter uretra interna juga berelaksasi sehinggan urinee dapat masuk ke uretra. Saat kandung kemih berkontraksi, impuls saraf naik ke medulla spinalis sampai ke pons dan korteks serebral. Kemudian individu menyadari keinginannya untuk berkemih. Pada saat individu siap berkemih, sfingter eksterna berelaksasi, refleks mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi sehingga terjadilah pengosongan kandung kemih yang efisien. Eliminasi urine dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine: 1. Pertumbuhan dan perkembangan Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif sehingga urine mereka tampak berwarna kuning jernih atau bening. Bayi atau anak kecil mensekresikan urine lebih besar dibandingkan ukuran tubuh mereka yang kecil. Seorang akan tidak dapat mengontrol mikturasi secara volunteer sampai ia berusia 18-24 tahun. Seorang anak mungkin tida dapat mengontrol berkemihnya secara total sampai ia berusia 4 atau 5 tahun. Orang dewasa pada kondisi normal mengeksresikan 1500 sampai 1600 ml urine setiap hari. Ginjal memekatkan urine, mengeluarkan urine normal yang berwarna kekuningan. Proses penuaan mengganggu mikturasi. Masalah mobilitas kadangkala membuat lansia sulit mencapai kamar mandi tepat waktu karena ia terlalu lemah untuk bangkit dari tempat tidur menuju toilet tanpa dibantu. Penyakit neurologis seperti Parkinson atau stroke mengganggu sensasi keseimbangan dan membuat pria sulit berdiri saat berkemih atau membuat wanita sulit untuk berjalan menuju kamar mandi. Apabila seorang lansia kehilangan proses berpikir maka kemampuannya untuk mengontrol mikturisi tidak dapat dipredisksikan. Lansia mungkin akan kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa kandung kemihnya sudah penuh atau tidak. Selain itu perubahan pada fungi ginjal dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan. Kecepatan filtrasi glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine. Sehingga lansia sering mengalami nokturia (urine yang berlebih pada malam hari). Kandung kemih juga akan kehilangan tonus otot dan daya tampungnya untuk menahan urine sehingga menyebabkan peningkatan frekuensi berkemih. Karena kandung kemih tidak bekontraksi dengan baik maka lansia sering menyisakan urine dalam kandung kemihnya. 2. Faktor sosialkultural Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Contohnya adalah masyarakat Amerika Utara yang mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan sesuatu yang pribadi sementara

masyarakat Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-sama. Peraturan social (misalnya saat istirahat sekolah) juga mempengaruhi waktu berkemih. Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi perlu mempertimbangkan aspek social dan budaya klien. 3. Faktor psikologis Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Ansietas juga dapat membuat individu tidak mampu berkemih dengan tuntas. Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot perineum menjadi sulit. Apabila sfingter uretra eksterna tidak berelaksasi secara total maka bunag air menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urine di dalam kandung kemih. 4. Kebiasaan pribadi Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk kebanyakan individu. 5. Tonus otot Lemahnya otot abdomen dan dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturasi yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai yang merupakan akibat dari lamanya imobilisasi, peregangan otot selama melahirkan, atrofi otot setelah melahirkan, dan kerusakan otot akibat trauma. Drainase urine yang berkelanjutan melalui kateter menetap menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih dan kerusakan pada sfingter uretra. Jika klien terpasang kateter menetap kandung kemih klien tetap kosong dan dengan demikian kandung kemih tidak pernah meregang akibat penuhnya dya tampung. 6. Status volume Ginjal mempertahankan keseimbangan antara retensi dan ekskresi. Apabila cairan dan konsentrasi elektrolit serta solute berada dalam keseimbangan maka peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan plasma yang bersirkulasi di dalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrate glomerulus dan ekskresi urine. Jumlah haluaran urine bervariasi sesuai dengan asupan makanan dan cairan. Jumlah volume urine yang terbentuk pada malam hari setengah dari jumlah urine yang terbentuk pada siang hari akibat penurunan asupan dan metabolisme. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. 7. Kondisi penyakit Adanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan kesulitan untuk mengontrol urineisasi. Misalnya diabetes militus dan sklerosis. Artritis rheumatoid, penyakit sendi degenerative, dan Parkinson merupakan suatu kondisi yang membuat individu sulit mencapai dan menggunakan fasilitas kamar mandi. Penyakit yang menyebabkan ireversibel pada glomerulus atau tubulus menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang permanen. Istilahnya adalah penyakit ginjal kronis atau

penyakit ginjal tahap akhir (ESRD). Perubahan ini disebabkan oleh akumulasi limbah nitrogen dan berbagai kekacauan asam basa serta kerusakan biokimia. Gejala yang terkait dengan klien terjadi sebagai akibat sindrom uremia yang ditandai dengan meningkatnya limbah nitrogen di dalam darah, perubahan fungsi pengaturan, mual, muntah, sakit kepala, koma, dan konvulsi. 8. Proses bedah Stress pembedahan memicu sindrom adaptasi umum. Kelejar hipofisis posterior melepas sejumlah ADH yang meningkat, yang meningkatkan reabsorpsi air dan mengurangi haluaran urine. Respon stress juga meningkatkan kadar aldosteron yang menyebabkan berkurangnya haluaran urine dalam mempertahankan volume sirkulasi cairan. Analgetik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi glomerulus, mengurangi haluaran urine. Obat farkmakologi ini merusak impuls sensorik dan motorik yang berjalan dari kandung kemih, medulla spinalis dan otak. Klien yang pulih dari anestesis dan analgetik yang dalam seringkali tidak mampu memulai atau menghambat berkemih. Pembedahan struktur panggul dan abdomen bagian bawah dapat merusakkan urineisasi akibat trauma local pada jaringan sekitar. Edema dan inflamasi yang terkait dengan penyembuhan dapat menghambat aliran urine dari ginjal ke kandung kemih atau dari kandung kemih atau uretra, mengganggu relaksasi otot panggul dan sfingter atau menyebabkan ketidaknyamanan selama berkemih. Pembentukan diversi urinearius melaui pembedahan dengan membuat jalan pintas dari kandung kemih atau uretra sebagai rute keluar urine. Klien yang menjalani diversi urinearius memiliki stoma pada abdomennya untuk mengeluarkan urine. 9. Obat-obatan Diuretik mencegah reabsorbsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan haluaran urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (misalnya atropine), antihistamin (mis, Sudafen), antihipertensi (mis, Aldomet), dan obat penyekat beta adrenergic (mis, Inderal) Beberapa obat mengubah warna urine. Perubahan Warna Kuning Jenis Obat B2 Orange sampai berwarna karat Piridium (dalam urine yang bersifat basa) Azo-Gantrisin Merah muda sampai merah Sulfonamid Piridium Coumadin Torazin Ex-lax

Hijau sampai biru Coklat sampai hitam B. Gangguan eliminasi urine

Fenitol Cascara Amitriptilin Metilen biru Dyrenium Senyawa besi yang diinjeksi Levodopa Nitrofurantoin Metronidazol

Gangguan eliminasi urine adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urinee. Biasanya orang yang mengalami gangguan eliminasi urine akan dilakukan kateterisasi urinee, yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urinee. Gangguan Eliminasi urine disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini: a. Intake cairan Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urinee atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urinee yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urinee intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urinee lebih banyak. b. Aktivitas Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urinee membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urinee secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otototot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urinee yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh. c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra d. Infeksi e. Kehamilan f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat g. Trauma sumsum tulang belakang h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra. i.Umur j. Penggunaan obat-obatan

C. Pengkajian fisik, laboratorium, uji diagnostik Pengkajian fisik memungkinkan perawat memperoleh data untuk menentukan keberadaan dan tingkat keparahan masalah eliminasi urinee. Organ utama yang ditinjau kembali meliputi kulit, ginjal, kantung kemih dan uretra. Perawat mengkaji kondisi kulit klien. Masalah eliminasi urinee sering dikaitkan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan mengkaji turgor kulit dan mukosa mulut. Perawat yang professional juga mempalpasi ginjal selama proses pemeriksaan abdomen. Posisi, bentuk, dan ukuran ginjal dapat mengungkapkan adanya masalah seperti tumor. Apabila ginjal terinfeksi atau mengalami peradangan, biasanya akan timbul nyeri di daerah pinggul. Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada awal penyakit pada saat memperkusi sudut kostovertebrata. Peradangan ginjal menimbulkan nyeri selama perkusi dilakukan. Auskultasi juga dilakukan untuk mendeteksi adanya bunyi bruit di arteri ginjal. Perawat juga perlu mengkaji kandung kemih.Pada inspeksi, perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau lekukan konveks pada abdomen bagian bawah. Kandung kemih dalam keadaan normal teraba lunak dan bundar. Saat perawat memberi tekanan ringan pada kandung kemih, klien mungkin akan merasakan suatu nyeri tekan atau bahkan sakit. Walaupun kandung kemih tidak terlihat, palpasi dapat menyebabkan klien merasa ingin berkemih. Perkusi pada kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi tumpul. Perawat mengkaji meatus uretra untuk melihat adanya rabas, peradangan, dan luka. Pengkajian ini mendeteksi adanya infeksi dan kelainan lain. Untuk memeriksa genitalia wanita, posisi dorsal rekumben memungkinkan genitalia terlihat secara menyeluruh.Saat mengenakan sarung tangan, perawat meretraksi lipatan labia untuk melihat meatus uretra. Dalam kondisi normal, meatus berwarna merah muda dan tampak sebagai lubang kecil di bawah klitoris dan diatas orifisium vagina. Dalam kondisi normal, tidak ada rabas yang keluar dari meatus. Meatus uretra pria dalam kondisi normal merupakan suatu lubang kecil di ujung penis. Perawat menginspeksi meatus untuk melihat adanya rabas, inflamasi, dan luka dengan meretriksi kulit khatan yang sudah disirkumsisi. Pengkajian urinee dilakukan dengan mengukur asupan cairan dan haluaran urinee serta mengobservasi karakteristik urinee klien. Perawat sering mengumpulkan specimen urinee untuk pemeriksaan laboratorium. Ada beberapa jenis specimen urinee, Specimen acak, specimen midstream (pengeluaran bersih), specimen steril, specimen waktu tertentu. Pemeriksaan diagnostik sistem urinee yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan adalah

dengan teknik radiografik, Rontgenogram abdomen, pielogram intravena, scan ginjal, CT, ultrasound ginjal, sistoskopi,biopsi ginjal, arteriogram.

D. Penatalaksanaan gangguan pola eliminasi urine

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urinee atau fekal (buang air besar). Eliminasi tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia. Pada LTM ini, penulis hanya akan menjelaskan tentang eliminasi urine, dan lebih difokuskan lagi kepada penatalksanaan gangguan pola eliminasi urine. Gangguan pola eliminasi urinee adalah poliuria, oliguria, anuria, nokturia, urgensi, disuria, enuresis, inkontinensia, dan retensi urine.Menurut Potter dan Perry (2006), penatalaksanaan gangguan pola eliminasi urine adalah sebagai berikut: 1. a. Peningkatan kesehatan Penyuluhan klien

Penyuluhan dapat diberikan dengan mudah oleh perawat pada waktu yang tepat. Seperti perawat ingin menyuluhkan tentang meningkatkan asupan cairan klien, waktu yang baik adalah pada saat memberikan cairan yang dicampur dengan obat-obatan atau makanan. b. Meningkatkan perkemihan normal Perawat dapat membantu klien dengan menstimulasi refleks berkemih, mempertahankan kebiasaan eliminasi, dan mempertahankan asupan cairan yang adekuat. c. Meningkatkan pengosongan kandung kemih secara lengkap Tindakan untuk meningkatkan berkemih dapat membantu klien yang mengalami inkontinensia atau retensi urinee. Tindakan tambahan digunakan untuk meningkatkan dan mengontrol pengosongan kandung kemih hingga klien memperoleh kemampuan untuk mengontrol eliminasinya. Kebanyakan masalah eliminasi urinee dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi besar, yaitu kegagalan untuk menyimpan atau kegagalan untuk mengosongkan kandung kemih. d. Pencegahan infeksi Perawat dapat membantu klien agar infeksi dapat dicegah yaitu dengan mengasamkan urinee. Karena urine dalam kondisi normal bersifat asam dan cenderung menghambat pertumbuhan mikroorganisme. 2. a. b. Perawatan akut Mempertahankan kebiasaan eliminasi Obat-obatan

Terdapat tiga tipe obat-obatan, yaitu: obat merelaksasi kandung kemih yang mengalami keteganagan/spasme sehingga meningkatkan kapasitas kandung kemih, obat yang menstimulasi kontraksi kandung kemih sehingga meningkatkan pengosongan kandung kemih, dan obat yang menyebabkan relaksasi otot polos prostat dan mengurangi obstruksi pada aliran uretra. Obat antikolinergik dapat berfungsi menstimulasi kandung kemih , mengurangi inkontinesia yang disebabkan oleh iritasi kandung kemih. Contohnya: propantelin dan klorida. Adapun obat kolinergik meningkatkan kontraksi kandung kemih dan pengosongannya. Contohnya Betanekol. c. Kateterisasi Dilakukan dengan memasukkan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih. Adapun tipe kateterisasi yaitu katetterisasi indweling atau intermiten untuk retensi merupakan dua bentuk insersi kateter. Pada teknik intermitten, kateter lurus yang sekali pakai dimasukkan cukup panjang untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih. Pada saat kandung kemih kosong, perawat dengan segera menarik kateter. Kateterisasi intermittern dapat diulang jika diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang menimbulkan resiko. Kateter menetap atau kateter Foley tetap di tempat dalam periode waktu yang lebih lama sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau selama pengukuran akurat per jam dibutuhkan. Mungkin juga diperlukan penggantian secara periodik. Kateterisasi dapat diindikasikan untuk berbagai alasan. Apabila waktu kateterisasi pendek dan upaya meminimilkan infeksi merupakan sesuatu prioritas, maka metode kateterisasi intermitten adalah yang terbaik. Kateterisasi intermitten juga dianjurkan untuk individu yang mengalamai cededra medula spinalis, yang tidak dapat mengontrol kandung kemihnya. Dengan pengeluaran urinee secara intermitten dari kandung kemih secara rutin, klien ini lebih sedikit mengalami infeksi. Kateterisasi menetap digunakan jika diperlukan pengosongan kandung kemih dalam jangka panjang. Kotak di atas menguraikan tentang indikasi khussu kateterisasi. Kateterisasi uretra memerlukakn resep dokter. Perawta haru smneggunakan teknik aseptik secara ketat. Mengatur peralatan sebelum pelaksanaan prosedur akan mencegah interupsi. Langkahlangkah untuk menginsersi kateter menetap dan kateter lurus sekali pakai pada dasarnya sama. Perbedaannya pada prosedur yang dilakukan unruk menggembungkan balon kateter menerap dan memfiksasi kateter. Kateter memerlukan perawatan yang lebih khusus. Perawatannya berupa asupan cairan, menghigienis perineum, perawatan kateter, dan perawatan ostomi. Klien butuh diberikan asupan cairan sekitar 2000 sampai 2500 ml agar cairan tersebut dapat membersihkan kandung kemih dan menjaga selang kateter bebas dari sedimen.Perawat minimal membersihkan perineum dua kali sehari atau sesuai kebutuhan klien. perawatan kateter minimal dilakukan tiga kali sehari. Terutama saat defekasi atau inkontinensia usus agar menjaga rasa kenyamanan klien itu sendiri.

d. 3. a. b. c. d. e. f.

Pencegahan infeksi Perawatan restorasi Menguatkan otot dasar panggul Bladder retraining Melatih kebiasaan Kateterisasi mandiri Mempertahankan integritas kulit Peningkatan rasa nyaman Klien dapat memiliki kembali fungsi perkemihan normalnya melalui aktifitas khusus, seperti

melatih kembali kandung kemih (bladder retraining), atau melatih kembali kebiasaan berkemih. Apabila kedua aktifitas di atas tidak mungkin dilakukan, maka keteter mandiri dapat digunakan sebagai tindakan untuk mengontrol pengeluaran urine klien. Adapun penatalaksanaan secara medisnya, adalah sebagai berikut. 1. Poliuria adalah volume air berkemih yang melebihi 3L/hari dengan pengetahuan bahwa individu normal yang meminum asupan cairan yang jumlah besar mampu membentuk volume air berkemih yang besar pula. Pasien tidak selalu dapat membedakan poliuria perlu dipastikan dengan pengumpulan air berkemih 24 jam sebelum penyelidikan penyebabnya. Poliuria dapat disebabkan oleh sekresi vasopresin yang tidak memadai, kegagalan tubulus ginjal bereaksi terhadap vasopresin, diuresis solut, atau natriuresis. Juga dapat terjadi sebagai respons fisiologis bila minum yang terlalu banyak. Diabetes insipidus dipakai untuk menjelaskan keadaan-keadaan di mana fungsi konservasi air oleh ginjal tidak memadai sehingga timmbul poliuria dan perasaan haus sekunder, baik karena vasopresin (diabetes insipidus sentral), atau sesuatu keadaan ginjal yang tidak responstif terhadap vasopresin (diabetes insipidus nefrogenik).Penatalaksanaan ang penting adalah mengoreksi defisit air utama dan kemudian mengobati penyakit yang mendasari. Diabetes insipidus kranial bisa diterapi dengan memasukkan desmopresia analog vasopresin intranasal. 2. Oliguria. Banyak pasien dalam perawatan di rumah sakit mengalami penururnan output urine. Keadaan ini khususnya terjadi pada pasien pascaoperasi atau yang sakit berat. Output urine adalah indikator sensitif dari status cairan dan kecukupan hemodinamik, yang khususnya penting karena oliguria bisa berkembang menjadi gagal ginjal akut. Oliguria didefinisikan sebagai output urine kurang dari 0,5 mL/kg berat badan per jam. Penatalaksanaan pasien oliguria, informasi bisa didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Masalah utama adalah segera menentukan apakah status cairan pasien normal dan menyingkirkan dalam retensi urine.Penatalaksanaan pada pasien oliguria, kateter urine tidak perlu digunakan atau harus dilepas bila sudah terpasang, untuk menghindari hambatan pada kateter. Jika gambaran klinis menunjukkan pasien kekurangan cairan maka berikan cairan intravena

(sebaiknya cairan fisiologis atau salin normal). Terapi pengganti cairan harus tetap diberikan sampai hipotensi postural berhasil diatasi dan JVP atau CVP normal. Jika ditemukan bukti adanya perdarahan, mungkin perlu dilakukan tranfusi darah; sumber keluarnya darah harus ditemukan dan ditindaklanjuti, serta dilakukan pemeriksaan waktu pembekuan. Jika pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan cairan harus dipertimbangkan penyebab syok yang lain seperti sepsis, infark miokard, dan emboli paru, dan penyebab gagal ginjal akut lainnya.Yang terutama penting adalah menghindari penggunaan obat-obatan yang bisa membahayakan perfusi ginjal (misalnya obat antiinflamasi nonsteroid atau OAINS) yang baru bersifat nefrotoksik atau terakumulasi pada gagal ginjal. 3. Nokturia merupakan berkemih berlebihan atau sering pada malam hari. Disebabkan oleh asupan cairan berlebihan sebelum tidur (terutama kopi atau alkohol), penyakit ginjal atau proses penuaan. Urgensi merupakan ingin berkemih yang tidak tertahankan. Disebabkan oleh penuhnya kandung kemih, iritasi atau radang kandung kemih akibat infeksi, sfingter uretra tidak kompeten, dan karena stres psikologis. Disuria merupakan merasa nyeri atau sulit berkemih. Disebabkan oleh peradangan kandung kemih, trauma atau inflamasi sfingter uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) sering dicurigai pada pasien manula (atau anak-anak) yang datang dengan confusion atau keadaan umum yang memburuk. Yang terutama penting dalam konteks ini (seperti ISK lain) adalah memastikan adanya piuria 4. Enuresis ini dapat diatasi tanpa obat dan dengan obat untuk anak berusia diatas 7 tahun yang tidak berhasil diatasi tanpa obat. Prinsip pengobatan yaitu membuat kandung kencing dapat menahan lebih banyak kencing dan membantu ginjal untuk mengurangi produksi kencing. Pengobatan dengan obat-obatan tentulah memiliki efek samping.Obat-obat yang dipakai yaitu,dess mopressin merupakan sintetik analog arginin vasopresin, bekerja mengurangi produksi air kencing dimalam hari dan mengurangi tekanan dalam kandung kencing (intravesikular). Efek samping yang sering adalah iritasi hidung bila obat diberikan melalui semprotan hidung dan sakit kepala bahkan menjadi agresif dan mimpi buruk, tapi hilang dengan pemberhentian obat. Dessmopresin diberikan sebelum tidur.Obat lain yang dapat yaitu imip ramin yang bersifat antikolinergik tapi mekanismenya belum dimengerti. Ada teori yang mengatakan obat ini menurunkan kontraktilitas kandung kencing sehingga kemampuan pengisian kandung kencing dan kapasitanya diperbesar. Imipramin mempunyai efek yang buruk terhadap jantung. 5. Infeksi saluran kemih, adalah sebuah infeksi yang biasanya terdapat infeksi nosokomial dan ditemukan setelah di rumah sakit. Penatalaksanaan medisnya meliputi terapi farmakologi dan edukasi pasien. Perawat menberikan edukasi tentang regimen obat dan pencegahan infeksi. Obat yang ideal untuk mengatasinya adalah antibacterial agent yang dapat membunuh bakteri dari saluran kemih dengan efek minimal pada fekal dan flora vagina (Brunner & Sunddarths, 2008).

6. Inkontinensia Kondisi dimana seseorang tidak mampu mengontrol dalam pengeluaranurine. Kemungkinan berhubungan dengan : Gangguan neuromuskuler; Spasme bladder; Trauma pelvic; Infeksi saluran kemih; dan Trauma medulla spinalis. Kemungkinan data yang di temukan : Inkontinensia; Keinginan berkemih yang segera sering ke toilet menghindari minum; Spasme bladder; Setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari 550 ml. Tujuan yang di harapkan: Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam; Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine; Klien berkemih dalam keadaan rileks. Intervensi dan rasional: Monitor keadaan bladder setiap 2 jam, Rasional : membantu mencegah distensi/ komplikasi; Tingkatkan aktifitas dengan kolaborasi dokter/ fisioterapi, Rasional : meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder; 3 Kolaborasi dalam bladder training, Rasional : menguatkan otot dasar pelvis; Hindari faktor pencetus inkontinensia urine seperti cemas, Rasional : mengurangi/ menghindari inkontinensia; Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan kateterisasi, Rasional : mengatasi faktor penyebab; dan Jelaskan tentang pengobatan, kateter, penyebab, tindakan lainnya, Rasional : meningkatkan pengetahuan dan di harapkan pasien lebih kooperatif. Inkontinensia urinee, merupakan kehilangan control berkemih. Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan mencakup prilaku, farmakologi, dan pembedahan. Terapi Perilaku, merupakan pilihan awal untuk menurunkan eliminasi inkontinensia urinee. Diberikan dengan latihan dinding otot pelvis (latihan Kegel). Terapi farmakologi mempunyai efek yang cepat, dibandingkan terapi perilaku. Obat-obatan antikolinergik dapat digunakan untuk menghambat kontraksi berkemih. Pembedahan dilakukan bila kedua terapi tersebut tidak berhasil. Dilakukan dengan melakukan berbagai prosedur untuk menstabilkan kendung kemih atau uretra kembali ke fungsi normal (Brunner & Sunddarths, 2008). Inkontinensia overflow yang dialami oleh pria yang menderita pembesaran prostat, dapat diobati dengan menggunakan penyekat adrenergic alfa-1, seperti terazosin. Obat ini diberikan secara oral, dapat merelaksasi otot polos prostat, sehingga meredakan gejala obstruksi. Namun obat ini dapat menyebabkan hipotensi yang juga dipergunakan dalam terapi hipertensi (Potter & Perry, 2005). 7. Retensi urine akut adalah ketidakmampuan berkemih yang terjadi mendadak, biasanya disertai nyeri, sensasi kandung kemih penuh, dan distensi kandung kemih. Retensi urine kronis adalah adanya kandung kemih yang membesar seringkali tanpa gejala sulit buang air kecil, disertai buang air kecil yang sering. Penyebabnya ada yang mempengaruhi lumen uretra atau dinding uretra, kompresi uretra atau disfungsi neurologis. Infeksi saluran kemih atau nyeri bisa memicu terjadinya retensi.Retensi urine sering terjadi pada pria manula akibat hiperflasia prostat jinal atau karsinoma prostat. Walaupun pada dewasa muda bisa terjadi karena penyebab neurologis yang serius sehingga harus dilakukan pemeriksaan penunjang yang baik.

Adapun intervensi dan rasionalnya adalah: Monitor keadaan bladder setiap 2 jam, Rasional : menentukan masalah; Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam, Rasional : memonitor keseimbangan cairan; Berikan cairan 2000 ml/hari dengan kolaborasi, Rasional : menjaga defisit cairan; Kurangi minum setelah jam 6 malam, Rasional : menjaga nokturia; Kaji dan monitor analisis urine elektrolit dan berat badan, Rasional : membantu memonitor keseimbangan cairan; Lakukan latihan pergerakan, Rasional : meningkatkan fungsi ginjal dan bladder; Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih, Rasional : relaksasi pikiran dapat meningkatkan kemampuan berkemih; Ajarkan teknik latihan dengan kolaborasi dokter/ fisioterapi, Rasional : menguatkan otot pelvis; Kolaborasi dalam pemasangan kateter, Rasional : mengeluarkan urine; Kolaborasi dengan tim medis: Pemberian analgesik, Pemberian kolinemik, Pemberian infus. Penatalaksanaan medis pada penderita dengan diberi diet TKRP RG (1 gr per hari ) makanan lunak, menjalani betres total, HT Intake cairan di batasi, bila terjadi anuria 5 sampai 7 hari dengan Hemodialisis, Dialisis Peritoneal. Semua penatalaksanaan tersebut dapat dilakukan sesuai dengan kondisi klien. Dari penatalaksanaan sampai ke penatalaksanaan medis tersebut tidak lepas dari diagnosa yang diderita klien. dalam penatalaksanaannya perawat akan membantu klien mencapai hasil akhir serta tujuan yang diharapkan. Aktifitas mandiri adalah ketika perawat menetapkan keputusannya sendiri. Salah satu contoh ialah penyuluhan kesehatan dan ada pula aktifitas kolaboratif yaitu kerja sama antara perawat dengan dokter dalam pemberian obat. 2. 3 Eliminasi Fekal A. Anatomi fisiologi proses eliminasi fekal dan faktor-faktor yang mempengaruhi

Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian organ muscular berongga yang dilapisi oleh membrane mukosa. Saluran GI secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerjasama untuk memastikan bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah absorpsi nutrisi dengan aman dan efektif. Pencernaan kimiawi dan

mekanis dimulai dari mulut. Gigi mengunyah makanan dan saliva mencairkan dan melunakkan bolus makanan didalam mulut sehingga lebih mudah ditelan. Makanan memasuki bagian atas esophagus melalui sfingter esophagus bagian atas, yang mencegah udara memasuki esophagus dan makanan mengalami refluks. Bolus makanan menelusuri esophagus yang panjangnya kira-kira 25 cm. makanan didorong oleh gerakan peristaltic yang dihasilkan oleh kontraksi involunter dan relaksasi otot halus bergantian, sehingga mendorong makanan menuju ke lambung. Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis dan kimiawi dipecah untuk dicerna dan diabsorpsi. Konsentrasi HCL selain dapat mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan basa tubuh, HCL juga dapat membantu mencampur dan memecah makanan di lambung. Lendir melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitas enzim. Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semicair yang disebut kimus. Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang berdiameter 2,5 cm dengan panjang 6 m. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian: duodenum, jejunum, dan ileum. Nutrisi hamper seluruhnya diabsobsi oleh duodenum dan jejunum. Enzim dari pankreas (amilase) dan empedu dari kandung empedu dilepaskan ke dalam duodenum. Enzim didalam usus halus memecah lemak, protein, dan karbohidrat menjadi unsure-unsur dasar. Ileum mengabsobsi vitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu. Saluran GI bagian bawah disebut usus besar (colon) yang memiliki diameter lebih besar namun panjangnya yaitu 1,5-1,8 m jauh lebih pendek. Usus besar yang merupakan organ utama dalam eliminasi fekal dibagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Kimus yang tidak diabsorbsi memasuki sekum melalui katup ileosekal. Katup ini merupakan lapisan otot sirkular yang mencegah regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, kolon transversal, kolon desenden, dan kolon sigmoid. Kolon memiliki empat fungsi yang saling berkaitan:absorbs, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Kontraksi peristaltik yang lambat menggerakan isi usus ke kolon. Produk buangan dan gas memberikan tekanan pada dinding kolon. Lapisan otot meregang, menstimulasi refleks yang menimbulkan kontraksi. Gerakan peristaltic masa, mendorong makanan yang tidak tercerna menuju rectum. Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid disbut feses. Sigmoid menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi. Rektum yang memiliki panjang bervariasi sesuai usia individunya, merupakan bagian akhir pada saluran GI. Rektum dibangun oleh lipatan-lipatan jaringan ventrikel dan transversal. Setiap lipatan ventrikel berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila masa feses atau gas bergerak ke dalam rectum sehingga membuat dindingnya berditensi, saraf sensorik distimulasi dan membawa impuls yang menyebabkan relaksasi sfingter interna memungkinkan lebih banyak feses yang memasuki rectum. Pada saat yang sama, impuls bergerak ke otak untuk menciptakan kesadaran untuk melakukan defekasi. Pada saat defekasi, sfingter eksterna berelaksasi. Tekanan untuk

mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan tekanan intraabdomen atau melakukan valsava manuver. B. Gangguan eliminasi fekal Gangguan Eliminasi Fekal dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini: a.Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna: Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon. b. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urinee, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan darichym e c. Meningkatnya stress psikologi Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi d.Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras e. Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus

dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obatobatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare f.Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otototot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkterani. C. Pengkajian Fisik, Laboratorium, Uji Diagnostik a. Riwayat Keperawatan - Tentukan kebiasaan/ pola eliminasi : frekuensi waktu. - Identifikasi kebiasaan yang membantu BAB: minum air hangat, menggunakan laksatif, makanan yang spesifik, menggunakan waktu lebih lama untuk BAB - Tanyakan perubahan BAB, kapan terakhir BAB aaaaaadan apa kira-kira penyebab perubahannya. - Tanyakan karakteristik/cirri-ciri fecesnya: keras/lunak, warna dan bentuknya. - Riwayat diet - Pemasukan cairan - Riwayat olah raga/ kemampuan mobilisasi - Kaji apakah perlu bantuan untuk BAB di rumah - Riwayat operasi / penyakit yang menyebabkan gangguan saluran pencernaan. - Kaji adanya kolostomi, dan bagaimana keadaannya - Kaji penggunaan obat-obatan: laksatif, antacid, zat besi/Fe, analgesic dsd yang dapat

menyebabkan gangguan BAB - Kaji keadaan emosi - Kaji riwayat sosial. b.Pemeriksaan Fisik -Tanda vital -Mulut -Inspeksi gigi dan gusi -Abdomen Inspeksi: bentuk, simetris, warna kulit, adanya massa, perstaltik, jaringan parue, vena, stoma, lesi. Secara normal gelombang peristaltic tidak terlihat, jika dapat diobservasi berarti obstruksi intestine. Abdomen yang distensi/tegang, biasanya kerena adanya gas, tumor, cairan pada rongga perineum. Pengukuran dengan meteran setiap hari menentukan apakah distensi bertambah. Tempat pengukuran harus tetap, misalnya pada umbilicus dan pada waktu yang sama seyiap harinya. Jika ada massa tonjolan menetap. Auskultasi:Lebih dulu dimulai dari palpitasi, untuk mencegah perubahan peristaltic. Dalam mengkaji ditulis bising usus normal. Sangat bising. Absent/hipoaktif, hiperaktif. Palpasi/perkusi:Relaks, gentle touch jika teraba massa, palpasi lebih dalam lagi, an perlu ketrampilan khusus. Perkusi untuk lesi, cairan, gas (timpani), perkusi untuk tumor, massa (dull/redup). -Rektum Inspeksi area anus: lesi, warna, inflamasi, hemorrhoid. Palpasi (pakai sarung tangan, jelly, jari telunjuk). c. Karakteristik fekal Keadaan umum: Warna : bayi (kuning), dewasa (coklat) Bau : khas, tergantung dari tipe makanan Konsistensi : padat, lunak Frekuensi : tergantung individunya, biasanya bayi (4-6 kali sehari), bayi PASI (1-3 kali sehari), dewasa (1-3 kali perminggu) Jumlah :150 gram sehari (dewasa) Ukuran : tergantung diameter rectum Komposisi : sisa makanan, bakteri mati, lemak, pigmen, bilirubin, sel usus dan air.

d. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik Endoskopi -Barium enema -Pengambilan sample faces: -Persiapan alat: label, tempat, reagent, pengiriman ke lab. -Pengambilan perlu pakai teknik aseptic (bedpan harus kering dan bersih). Karena 25% stool terdiri dari bakteri, jadi harus cuci tangan dan pakai sarung tangan. -Bentuk-bentuk pemeriksaan: darah feces, kultur specimen yang diambil: -Feces yang berbentuk : sedikit -Feces cairan : 15-30 cc -Feces lemak : perlu 3-5 hari pengumpulan -Jika pemeriksaan untuk tekur dan parasit, pengiriman tidak boleh ditunda.

D. Penatalaksanaan medik pada klien dengan gangguan pola eliminasi fekal Secara umum, tujuan perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal-hal berikut: -Memahami eliminasi normal -Mengembangkan kebiasaan defekasi yang teratur -Memahami dan mempertahankan asupan cairan dan makanan yang tepat -Mengikuti program olahraga secara teratur -Memperoleh rasa nyaman -Mempertahankan integritas kulit -Mempertahankan konsep diri Implementasi penatalaksanaan pasien gangguan umum eliminasi fekal meliputi: Meningkatkan kebiasaan defekasi secara teratur Salah satu kebiasaan paling penting yang dapat perawat ajarkan tentang kebiasaan defekasi ialah menetapkan waktu untuk melakukan defekasi. Untuk memiliki kebiasaan defekasi yang teratur, seorang klien harus mengetahui kapan keinginan untuk defekasi muncul secara normal. Perawat menganjurkan klien untuk memulai menetapkan waktu defekasi yang paling memungkinkan dalam sehari yang akan dijadikan sebagai rutinitas, biasanya satu jam setelah makan. Apabila klien harus mengalami tirah baring dan membutuhkan bantuan dalam berjalan, perawat harus menawarkan sebuah pispot atau membantu klien mencapai kamar mandi.

-

Meningkatkan defekasi normal Untuk membantu klien berdefekasi secara normal dan tanpa rasa tidak nyaman, sejumlah

intervensi dapat menstimulasi refleks defekasi, mempengaruhi karakter feses, atau meningkatkan peristaltik Posisi jongkok Perawat mungkin perlu membantu klien yang mengalami kesulitan untuk mengambil posisi jongkok akibat kelemahan otot atau masalah-masalah mobiltas. Toilet umum biasanya terlalu rendah untuk klien yang tidak mampu merendahkan tubuhnya untuk mengambil posisi jongkok akibat menderita penyakit sendi atau penyakit yang menyebabkan kehilangan masa otot. Klien dapat membeli tempat duduk toilet yang dapat ditinggikan untuk digunakan di rumah . Mengatur posisi di atas pispot Klien yang menjalani tirah baring harus menggunakan pispot untuk defekasi. Wanita menggunakan pispot sebagai tempat untuk mengeluarkan urinee dan feses, sementara pria menggunakan pispot hanya untuk defekasi. Perawat harus membantu klien mengambil posisi yang nyaman. Tersedia dua tipe pispot yaitu pispot regular, terbuat dari bahan logam atau plastic yang keras, dengan ujung bagian atas halus dan melengkung serta tepi bagian bawahnya tajam dengan kedalaman sekitar 5 cm. Suatu pispot fraktur, yang dirancang untuk klien yang terpasang gips di tungkai atau di badanya, memiliki ujung bagian atas yang dangkal dengan kedalaman sekitar 1,3 cm. Bagian ujung atas pispot tersebut memuat bokong dan sakrum, dengan ujung bagian bawahnya tepat berada di bawah paha bagian atas. Pispot harus cukup tinggi sehingga feses dapat memasuki pispot. Pispot logam harus dihangatkan dengan air terlebih, kemudian dikeringkan. Konstipasi 1. o o o o Diagnosa keperawatan Konstipasi kronik atau implikasi fekal berhubungan dengan kebiasaan sehat atau efek Kurang pengetahuan tentang praktik pemeliharaan kesehatan untuk mencegah konstipasi Ansietas berhubungan dengan masalah pola eliminasi yang tidak teratur Konstipasi yang berhubungan dengan: Imobilitas Kurang privasi Asupan cairan kurang adekuat; Konstipasi kolon yang berhubungan dengan: Asupan serat yang kurang adekuat

imobilisasi pada peristaltis

(Brunner & Suddarth, 2002)

o o o o 2. 1.

Asupan cairan yang kurang adekuat Penggunaan obat dan enema yang berlangsung lama Konstipasi dirasakan yang berhubungan dengan : Keyakinan/budaya tentang kesehatan Gangguan proses pikir Intevensi keperawatan Mempertahankan eliminasi

Untuk memudahkan eliminasi, pasien dibantu mendapatkan posisi normal untuk defekasi. Posisi agak jongkok memaksimalkan otot abdomen dan kekuatan grafitasi . pasien yang dirawat di rumah sakit memiliki keterbatasan mobilisasi perawat menawarkan pasien untuk menggunakan pispot (mengacu pada penjelasan sebelumnya). 2. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah Tujuan dapat dicapai melalui program penyuluhan yang memberikan informasi tentang penyebab konstipasi dan praktik diet dan aktivitas latihan yang dapat meningkatkan kebiasaan defekasi yang sehat. 3. Mengurangi ansietas Pasien yang mengkhawatirkan tentang harus memiliki pola defekasi harian memerlukan penenangan. Penjelasan yang cermat bahwa beberapa orang sehat mempunyai kebiasaan defekasi tiga kali sehari sementara yang lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu, akan sangat membantu pasien. 4. Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensial Pasien dipantau dengan ketat terhadap bukti hipertensi arterial yang berhubungan dengan maneuver valsava dan bukti penyakit anorektal. Pelunak feses dapat diberikan untuk mengurangi jumlah mengejan. Apabila implikasi fekal terjadi, minyak mineral dan enema salin dapat diberikan. Feses perlu dihancurkan secara manual. Kolektomi darurat mungkin bila ada tanda dan gejala megakolon atau perforasi. Contoh asuhan keperawatan untuk konstipasi Diagnosa Keperawatan: Konstipasi yang berhubungan dengan asupan diet berserat yang tidak adekuat dan terbatasnya asupan cairan . Definisi: konstipasi adalah suatu keadaan, ketika

individu mengalami perubahan dalam kebiasaan normal defekasi yang diarateristikan oleh penurunan frekeuensi defekasi dan/ atau keluarnya feses yang keras dan kering (Kim, McFarland, McLane, 1995) Tujuan Hasil yang diharapkan Klien memahami Klien dan menelan mendeskripsikan makanan serta cairan sumber makanan yang dibutuhkan yang tinggi serat untuk pada 18 februari . meningkaktkan Klien menejlaskan pengeluaran feses asupan cairan yang lunak dan normal untuk berbentuk dalam 20 meningkatkan februari defekasi pada 19 februari. Klien menyiapkan menu untuk 24 jam, termasuk makanan yang tinggi serat dan cairan pada 20 februari. Klien meminum 14002000 ml cairan per hari Klien memiliki jadwal defekasi yang Klien mengeluarkan teratur pada 22 feses yang berbentuk februari dan lunak tanpa mengedan secara berlebihan

Intervensi Instruksikan klien untuk lebih banyak mengonsumsi makanan yang menstimulasi peristaltik (gandum, roti, apel, selada, seledri, aprikot)

rasional Makanan yang mengandung tinggi serat meningkatkan peristaltik dan membantu menggerakan isi usus di dalam saluran GI, dengan meningkatkan masa feses dan kandungan cairannya ( Brown, Everet, 1990).

Berikan cairan 6 sampai 8 gelas (lebih baik jus jeruk dan jus anggur setiap hari) Dorong klien mengambil waktu untuk defekasi 30 sampai 60 menit setelah sarapan. Minta klien mengatakan komitmennya untuk berupaya melakukan defekasi dalam 5 menit setelah merasakan keinginan untuk defekasi

Asupan cairan yang adekuat membantu mempertahankan materi feses tetap lunak (Swartz, 1989) Refleks gastrokolik paling sensitive pada pagi hari dan setelah makan (Goldfinger, 1991). Kontrak tentang perilaku yang dilakukan antara perawat dank lien memperlihatkan keberhasilan modifikasi perilaku (Gilpatrick, 1989)

(sumber: Potter & Perry, 2006, hal 1765) Diare

1.

Diagnosa keperawatan Berdasarkan data pengkajian, diagnosa yang dapat diambil dari pasien diare adalah sebagai

berikut: -Diare yang berhubungan dengan infeksi, ingesti makanan pengiritasi, atau gangguan usus -Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan -Ansietas berhubungan dengan eliminasi yang sering dan tidak terkontrol -Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses yang sering dan encer. 2. Penatalaksanaaan pasien diare Tujuan utama mencakup peningkatan pola defekasi normal, menghindari kekurangan cairan, mengurangi ansietas, mempertahankan integritas kulit perineal, dan tidak adanya komplikasi Intervensi keperawatan 3. Tindakan mengontrol diare Selama periode diare akut, pasien didorong untuk beristirahat di tempat tidur, minum cairan dan makanan rendah serat sampai periode akut berkurang. Apabila asupan makanan ditoleransi, diet saring dari semi padat hingga padat dianjurkan. Minuman yang mengandung kafein dan karbonat dibatasi karena akan merangsang mobilitas usus. Makanan yang sangat panas atau sangat dingin harus dihindari. Produk susu, lemak, produk gandum, buah segar, dan sayur dibatasi selama beberapa hari. Obat-obatan anti diare seperti defenoksilat (lomotil) diberikan sesuai resep. 4. Mempertahankan keseimbangan cairan Keseimbangan cairan sulit dipertahankan selama periode akut karena feses didorong melalui usus terlalu cepat untuk memungkinkan absorbs air, haluaran melebihi asupan. Apabila pasien mengalami diare perawat harus mengkaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, takikardia, nadi lemah, penurunan natrium serum, haus) dan mempertahankan catatan akurat tentang asupan dan haluaran. Berat jenis urine dapat dipantau untuk mengkaji status hidrasi. Pasien ditimbang setiap hari. Perawat mendorong penggantian cairan oral dalam bentuk air, jus, kaldu, dan preparat yang dijual seperti Gatorade. Cairan parenteral dapat diberikan sesuai resep. o Individu lansia dapat dengan cepat mengalami dehidrasi dan menderita kadar kalium rendah (hipokalemia) sebagai aibat diare. Individu lansia yang menggunakan digitalis harus waspada terhadap cepatnya dehidrasi dan hipokalemia pada diare. Individu juga diinstruksikan untuk mengenali tanda-tanda hipokalemia, karena kadar kalium rendah memperberat kerja digitalis, yang dapat menimbulkan toksisitas digitalis. 5. Mengurangi ansietas Kesempatan diberikan pada klien untuk mengekspresikan rasa takut dan kekhawatiran tentang akan merasa malu akibat kurang kontrol terhadap eliminasi usus. Ketakutan tentang rasa malu ini sering

menjadi masalah utama. Pasien dibantu untuk mengidentifikasi makanan pengirirasi dan stressor yang mencetuskan episode diare. Menghilangkan atau mengurangi faktor ini membantu mengontrol defekasi. Pasien didorong untuk sensitif terhadap petunjuk tubuh tentang adanya dorongan untuk defekasi (keram abdomen, bising usus hiperaktif). Celana dalam khusus yang menyerap, dan melindungi pakaian bila ada kotoran fekal tak disengaja akan membantu. Pemahaman, toleransi, dan sikap yang rileks pada pihak perawat sangat penting. Upaya pasien untu menggunakan mekanisme koping harus didukung. Obat-obatan ansietas diberikan sesuai program. 6. Perawatan kulit Area perineal mengalami eksorasi akibat feses diare yang mengandung enzim yang dapat mengiritasi kulit. Perawat menginstruksikan pasien untuk mmengikuti rutinitas perawatan kulit seperti mengelap atau mengeringkan area setelah defekasi, membersihkan dengan bola kapas, dan memberikan pelindung kulit dan barier pelembab sesuai kebutuhan. o 7. Kulit lansia sangat sensitive akibat penurunan turgor dan penurunan lapisan lemak sub kutan Mencegah infeksi

Semua pasien dengan diare harus diobati sebagai pasien potensial mengalami infeksi sampai pasien pulih. Kewaspadaan yang tepat termasuk kewaspadaan umum harus dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit melalui tangan yang terontaminasi, pakaian, linen tempat tidur, dan objek lain 8. Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensia Kadar elektrolit serum dipantau setiap hari. Tanda-tanda vital, termasuk nadi apical dan perubahan pada refleks tendon dan kekuatan otot, harus sering dipantau. Penggantian elektrolit diberikan sesuai program. Bukti disritmia atau perubahan pada tingkat kesadaran dilaporkan dengan segera. Evaluasi Hasil yang diharapkan 1. 2. a. b. c. d. e. 3. 4. a. b. 5. Melaporkan pola defekasi normal Mempertahankan keseimbangan cairan Mengonsumsi cairan per oral dengan adekuat Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot Menunjukan membrane mukosa lembab dan turgor jaringan normal Mengalami keseimbangan asupan dan haluaran Mengalami berat jenis urine normal Mengalami penurunan tingkat ansietas Mempertahankan integritas kulit Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defekasi Menggunakan pelembab atau salep sebagai barier kulit Tidak mengalami komplikasi

a. b. c. 9. a.

Elektrolit tetap dalam rentang normal Tanda vital stabil Tidak ada disritmia atau perubahan dalam tingkat kesadaran Antidiare Oralit

Lini pertama pengobatan diare akut, seperti pada gastroenteritis, ialah mencegah atau mengatasi pengeluaran berlebihan cairan dan elektrolit, terutama penting bagi pasien bayi dan usia lanjut.oralit tidak menghentikan diare tetapi menggantikan cairan tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi dapat dihindarkan. Oralit tersedia dalam bentuk serbuk untuk dilarutkan dan dalam bentuk larutan, diminum perlahan-lahan. 5. Abdoserben dan obat pembentuk massa Abdoserben seperti kaolin tidak dianjurkan untuk diare akut. Obat-obat pembentuk massa seperti ispaghula, metilselulosa, dan sterkulia bermanfaat dalam mengendalikan konsistensi tinja pada ileostomi dan dalam mengendalikan diare akibat penyakit divertikular. 6. Antimotilitas Pada diare akut obat-obatan antimotulitas perannya sangat terbatas sebagai tambahan pada terapi penggantian cairan dan elektrolit. Obat ini tidak dianjurkan untuk diare akut pada anak-anak. Peran obat motilitas pada pengobatan diare kronis. Kodein fosfat Indikasi : diare Peringatan : kontraindikasi dan efek samping: tidak untuk digunakan digunakan pada kondisi dimana hambatan peristaltik harus dihindari, dimana terjadi kembung perut atau pada kondisi diare akut seperti kolitis ulseratif akut atau kolitis akibat antibiotik; tidak dianjurkan untuk anak; toleransi dan ketergantungan mungkin terjadi pada penggunaan yang lama Interaksi : analgesik opioid Anak-anak tidak dianjurkan Codein (Generik) Tablet 10 mg, 15 mg, 20 mg (N) 10. Pencahar Konstipasi (sembelit) adalah berkurangnya frekuensi pembuangan tinja yang keras`dari kolon melintas rektum. Keadaan ini seringkali disalahartikan oleh pasien, manakala mereka adanya prubahan kebiasaan buang air besar, sehingga mendorong penggunaan pencahar secara berlebihan. Penyalahgunaan pencahar`dapat menyebabkan hipokalemia dan atonia kolon sehingga tidak berfungsi. Pencahar adalah obat yang digunakan untuk memudahkan pelintasan dan pengeluaran tinja dari kolon dan rektum. Pencahar juga bermanfaat pada konstipasi pada karena obat untuk pengeluaran

parasit setelah pemberian antelmentik, serta untuk membersihkan saluran cerna sebelum pembedahan dan prosedur radiologi. Pencahar pembentuk massa Pencahar pembentuk massa meringankan konstipasi dengan cara meningkatkan massa tinja yang selanjutnya merangsang peristaltik. Pencahar pembentuk massa bermanfaat khususnya pada kasus konstipasi dengan tinja yang sedikit keras, tetapi sesungguhnya tidak diperlukan kecuali bila masukan serat melalui diet tidak dapat ditingkatkan. Pencahar pembentuk massa bermanfaat dalam penatalaksanaan kolostomi, ileostomi, hemoroid, fisura anal. Obat: Isphagula Sekam Indikasi: konstipasi Peringatan: masukan cairan yang cukup harus dipertahankan guna menghindari obstruksi usus. Kontraindikasi: kesulitan dalam menelan, obstruksi usus, atoni kolon Efek samping: perut kembung, obstruksi saluran cerna, atoni kolon Dosis: 1 sachet dalam 1 gelas air 1-3 kali sehari sebelum atau sesudah makan Pencahar stimulan Pencahar stimulan termasuk bisakodil dan kelompok atrakuinon, misalnya senna. Natrium dokusat bekerja sebagai stimulan dan pelunak feses. Obat: Bisakodil, Dantron, Natrium Dokusat, Gliserol, Natrium Pikosulfat. Pelunak tinja Parafin Cair Indikasi: konstipasi Peringatan: hindari penggunaan jangka panjang dan kontraindikasi untuk anak usia di bawah 3 tahun. Efek samping: tirisan (rembesan) anal parafin menyebabkan iritasi anal setelah penggunaan jangka panjang, reaksi granulomatosa disebabkan oleh absorpsi sedikit parafin cair (terutama dari emulsi) dan gangguan vitamin larut lemak. Dosis: 10 ml pada malam hari bila perlu. Pencahar osmotik Pencahar osmotik bekerja dengan cara menahan cairan dalam usus secara osmosis atau dengan mengubah penyebaran air dalam tinja. Purgativa salin seperti magnesium hidroksida biasa disalahgunakan, tetapi memuaskan untuk penggunaan sekali-sekali. Magnesium sulfat bermanfaat bila diperlakukan penggosongan usus yang cepat. Garam natrium harus dihindari karena pada individu yang rentan dapat menimbulkan retensi air san natrium. Enema fosfat bermanfaat dalam membersihkan usus sebelum prosedur radiologi, endoskopi, dan bedah.

Laktulosa adalah disakarida semisintetik tidak diabsorpsi dari saluran cerna. Senyawa ini menyebabkan diare osmotik dengan pH tinja yang rendah dan mengurangi proliferasi organisme penghasil ammonia. Karena itu laktulosa bermanfaat dalam pengobatan ensefalotopi hepatik. Laktilol merupakan disakarida yang serupa.