MAKALAH IMMUNOSEROLOGI-baru (1)
-
Upload
komang-bayu-hendrawan -
Category
Documents
-
view
969 -
download
15
Transcript of MAKALAH IMMUNOSEROLOGI-baru (1)
IMMUNOSEROLOGI
PEMERIKSAAN RHEUMATOID ARTRITITIS
(RA LATEX TEST)
Oleh:
KELOMPOK II
1. Ni Luh Arnitasari (P07134011011)
2. Putu Murnitha Sari Rahayu (P07134011013)
3. Kadek Ayu Candra Duhita (P07134011015)
4. A.A. Putu Sintya Darmayani (P07134011017)
5. Komang Bayu Hendrawan (P07134011019)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2013
PEMERIKSAAN RA LATEX
Hari / Tanggal Praktikum : Rabu / 29 Mei 2013
I. TUJUAN
1. Untuk mendeteksi antibodi rheumatoid factor (antibodi IgM yang
melawan faktor penentu IgG globulin) dalam sampel serum pasien secara
kualitatif dan semikuantitatif.
II. METODE
Metode yang digunakan adalah metode latex aglutination.
III. PRINSIP
Sebuah protein abnormal akan muncul pada serum pasien yang menderita
rheumatoid arthritis. Protein ini seperti antibodi IgM yang melawan faktor
penentu IgG globulin yang dinamakan rheumatoid factor. Deteksi dari
rheumatoid factor adalah nilai dalam diagnosis rheumatoid arthritis. Gamma
globulin manusia yang dilapiskan pada suspensi butiran plastik halus (reagen
latex) berperan sebagai antigen akan bereaksi dengan antibodi rheumatoid
factor dalam serum pasien menghasilkan reaksi aglutinasi. RA lateks reagen
adalah sensitif dan dibuat dengan mencampurkan fraksi IgG manusia murni
dan lateks polistirena khusus.
IV. DASAR TEORI
A. Definisi RA (Rheumatoid Arthritis)
Radang sendi atau artritis reumatoid (bahasa Inggris: Rheumatoid
Arthritis, RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat
tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan
peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang
persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang
pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan
penipisan tulang (Sarliyanti, 2012).
Penyebab RA
Rheumatoid Arhtritis terjadi karena sistem kekebalan tubuh menyerang
bantalan sendi (sinovium), lapisan membran yang mengelilingi sendi.
Peradangan tersebut menjadikan bantalan sendi mengeras, menyerang dan
merusak tulang rawan dan tulang disekitar sendi, juga melemahkan urat dan
ligamen yang menahan sendi (Anonim, 2013).
Gejala RA
Artritis reumatoid (RA) atau yang disebut juga radang sendi kronis,
umumnya ditandai dengan pembengkakan, rasa terbakar dan nyeri pada sendi.
Artritis reumatoid biasanya terjadi dikedua sisi tubuh (kanan dan kiri), pada
tahap awal, penyakit ini menyerang tangan, pergelangan tangan,kaki dan pada
tahap lanjut akan menyebar ke bagian lutut, leher, bahu, siku bahkan rahang.
Hal inilah yang membantu membedakan artritis reumatoid dengan radang
sendi lainnya. Terkadang, RA mempengaruhi kulit, mata, paru-paru, jantung,
darah, atau saraf (Anonim, 2013).
RA umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang
berlangsung selama minimal 6 minggu, yaitu :
1. Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit
di pagi hari.
2. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan.
3. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan.
4. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri
pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang
sendi pergelangan tangan
Pada tahap yang lebih lanjut, RA dapat dikarakterisasi juga dengan
adanya nodul-nodul rheumatoid, konsentrasi rheumatoid factor (RF) yang
abnormal dan perubahan radiografi yang meliputi erosi tulang (Sarliyanti,
2012).
Diagnosis RA
Diagnosis rheumatid arthritis meliputi beberapa pemeriksaan, diantaranya :
(Prodia, -)
Test darah yang meliputi serangkaian pemeriksaan seperti:
- RF (Rheumatoid factor)
- Antinuclear antibody (ANA)
- Anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodies
- C-reactive protein (CRP)
- Pemeriksaan darah lengkap,
- Laju endap darah (LED).
Pemeriksaan Anti-CCP IgG merupakan penanda yang lebih spesifik dan
sensitif untuk diagnosis rheumatoid arthritis (RA) dibandingkan
dengan RF. Kelebihan lain dari pemeriksaan ini dalam kondisi RA, yaitu:
dapat mendiagnosis RA lebih dini dan menggambarkan risiko kerusakan
sendi lebih lanjut.
Manfaat pemeriksaan ini yaitu: diagnosis dini dan mampu memperkirakan
perjalanan penyakit RA, serta membedakan RA dengan penyakit autoimun
lainnya seperti SLE, sindrom Sjogren`s atau polymyositis/dermomyositis.
Dilakukan dengan metode ELISA.
X ray. Untuk melihat perkembangan artritis reumatoid pada sendi.
B. Rheumatoid Factor (RF)
Faktor reumatoid (Rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin
yang bereaksi dengan molekul IgG. Rheumatoid factor merupakan protein
yang diproduksi oleh sistem imun tubuh yang dapat menyerang jaringan sehat
di dalam tubuh (bagian dari sistem kekebalan tubuh yang menyerang
jaringannya sendiri, dan bukan jaringan asing). Faktor penyebab timbulnya
RF ini belum diketahui pasti, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya
interaksi RF dengan IgG memegang peranan yang penting pada rematik
artritis (rheumatoid arthritis,RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF
positif (Sarliyanti, 2012).
Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA.
RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF yang
sangat tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang
berat dan kemungkinan komplikasi sistemik. RF sering dijumpai pada
penyakit autoimun lain, seperti LE, scleroderma, dermatomiositis, tetapi
kadarnya biasanya lebih rendah dibanding kadar RF pada rematik arthritis.
Kadar RF yang rendah juga dijumpai pada penyakit non-imunologis dan
orang tua (di atas 65 tahun) (Maliani, 2011).
Pemeriksaan Kadar RF
Faktor rematoid dalam darah diukur dengan 2 cara yaitu (Sarliyanti, 2012) :
1. Tes Aglutinasi
Suatu metode aglutinasi dimana darah dicampurkan dengan partikel
lateks yang dilapisi oleh antibody IgG manusia. Jika darah tersebut
mengandung factor rematoid, larutan lateks tersebut akan membentuk
gumpalan atau aglutinasi.metode ini baik digunakan sebagai tes pertama
atau penyaring. Jenis tes aglutinasi lain yaitu dengan menggunakan
reagen dari darah domba yang di lapisi oleh antibody kelinci. Jika sample
mengandung RF,maka akan terbentuk aglutinasi. Metode ini biasanya
digunakan untuk tes konfirmasi.
2. Tes Nephelometry
Pada metode ini ,darah yang telah di tes dicampur dengan antibody
reagen. Saat sinar laser melalui cuvet yang mengandung campuran
tersebut, akan terukur berapa banyak cahaya yang dapat di halangi oleh
sampel dalam cuvet. Makin tinggi kadar RF, makin banyak gumpalan
yang terbentuk, sehingga sampel menjadi keruh, sehingga lebih sedikit
cahaya yang dapat melalui cuvet.
Indikasi tes RF terutama digunakan untuk membantu mendiagnosis
arthritis rematoid. Walaupun pemeriksaan RF tidak spesifik untuk
RA, tetapi 80% pasien arthritis rheumatoid memiliki RF yang positif
(Sarliyanti, 2012).
Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah
telah terjadi pemulihan klinis. Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan
pengobatan karena hasil tes sering dijumpai tetap positif, walaupun telah
terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk
peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan evaluasi RA sering
digunakan tes CRP dan ANA (Maliani, 2011).
Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti penyakit
kolagen, kanker, sirosis hati. Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF,
tanpa menderita penyakit apapun. Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas
dan spesifisitas uji skrining ini, temuan positif harus diinterpretasikan
berdasarkan bukti yang terdapat dalam status klinis pasien (Maliani, 2011).
V. ALAT, BAHAN DAN REAGEN
A. ALAT
1. Slide test
2. Tabung serologis
3. Mikropipet 50 µL
4. Mikropipet 100 µL
5. Yellow tip
6. Dissposible pipet
B. BAHAN
1. Serum
2. RA Latex test kit (Merck, suhu penyimpanan 2º-8ºC)
Terdiri atas :
- Reagen latex
- Kontrol positif
- Kontrol negatif
- Buffer glisine
VI. CARA KERJA
A. Metode Kualitatif
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Semua komponen pemeriksaan (reagen dan sampel serum)
dikondisikan pada suhu ruang.
3. Sebelum digunakan, reagen, kontrol positif, kontrol negatif dan
sampel serum dihomogenkan terlebih dahulu.
4. Serum murni diteteskan sebanyak 1 tetes pada lingkaran slide test.
5. Sebanyak 1 tetes reagen latex diteteskan di sebelah tetesan serum.
6. Sampel serum dan reagen latex dihomogenkan diratakan ke seluruh
area lingkaran slide test.
7. Slide test digoyang-goyangkan ke depan dan ke belakang kira-kira
sekali setiap dua detik selama dua menit.
8. Aglutinasi yang terbentuk diamati.
Catatan : kontrol positif dan kontrol negatif harus disertakan dalam
setiap pengujian.
B. Metode Semi Kuantitatif
1. 4 buah tabung serologis disiapkan dan diberi label.
2. 100 µL buffer saline ditambahkan pada masing-masing tabung
serologis.
3. 100 µL sampel serum ditambahkan pada tabung serologis pertama,
kemudian dihomogenkan.
4. Isi tabung serologis pertama dipipet sebanyak 100 µL, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung serologis kedua.
3. Isi tabung serologis kedua dihomogenkan kemudian dipipet
sebanyak 100 µL dan dimasukkan ke dalam tabung serologis ketiga.
4. Langkah tersebut diulangi sampai tabung serologis keempat,
kemudian campuran dari tabung keempat dipipet sebanyak 100 µL,
lalu dibuang.
5. Slide test disiapkan dan diberi label.
6. Isi tabung serologis pertama dipipet sebanyak 50 µL dan diteteskan
pada lingkaran slide test.
7. Reagen latex diteteskan pada lingkaran slide test yang telah ditetesi
sampel serum pengenceran ½ .
8. Sampel serum dan reagen latex dihomogenkan dan diratakan ke
seluruh area lingkaran slide test.
9. Slide test digoyang-goyangkan ke depan ke depan dan belakang kira-
kira sekali setiap dua detik selama dua menit.
10. Aglutinasi yang terbentuk diamati.
11. Apabila dihasilkan aglutinasi positif dilanjutkan dengan pengujian
serum pengenceran 1/4, 1/8 dan 1/16 . Demikian seterusnya hingga
diperoleh titer antibodi.
Catatan : Titer antibodi merupakan pengenceran tertinggi yang masih
menunjukkan reaksi aglutinasi positif. Masing-masing titer
berhubungan dengan kadar tertentu seperti tabel di bawah ini :
Dilution 1/2 1/4 1/8 1/16
Sample serum 100 µL - - -
Saline 100 µL 100 µL 100 µL 100 µL
→ 100 µL
→
100 µL
→ 100 µL
Volume of sample 50 µL 50 µL 50 µL 50 µL
8 x No of dilution 8 x 2 8 x 4 8 x 8 8 x 16
Mg/I.U./ml 16 32 64 128
VII. INTERPRETASI HASIL
A. Metode Kualitatif
Positif : Terjadi reaksi aglutinasi.
(kadar faktor rheumatoid (RF) di dalam sampel serum ≥ 8
I.U./ml)
Negatif : Tidak terjadi reaksi aglutinasi.
(kadar faktor rheumatoid (RF) di dalam sampel serum <8
I.U./ml)
Kadar normal : - Dewasa < 8 I.U./ml
B. Metode Semikuantitatif
Pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan reaksi aglutinasi
menunjukkan titer antibodi dari serum yang diperiksa.
Kadar faktor rheumatoid pada masing-masing titer :
Dilution 1/2 1/4 1/8 1/16
Mg/I.U./ml 16 32 64 128
Pada pengujian dengan metode latex test, hasil positif tidak selalu
ditemukan dalam setiap kasus yang secara klinis menggambarkan
rheumatoid arthritis. Hasil positif palsu dapat terjadi pada berbagai
kondisi patologis termasuk lupus erythematosus, hepatitis, sirosis hati,
lymphoma, scleroderma dan infeksi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. “ Artritis Rheumatoid”. Diakses di : htttp://meetdoctor.com/
topic/artritis-reumatoid. Diakses 24 Mei 2013.
Maliani, Lestari. 2011. “Rheumatoid Factor”. Diakses di : http://lestariamaliani.
blogspot.com/2011/10/rheumatoid-factor.html. diakses 24 Mei 2013
Prodia. Immunoserologi-Anti CCP IgG”. Diakses di : http://prodia.co.id/imuno-serologi/anti-ccp-igg. diakses 24 Mei 2013
Sarliyanti, Merlin. 2012. “Pemeriksaan Rheumatoid Faktor”. Diakses di:
http://merlin sarliyanti.blogspot.com/2012/06/pemeriksaan-rematoid-
faktor.html. diakses 24 Mei 2013