Makalah ilmu tentang para rawi fix

18
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sudah menjadi fakta bahwa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai kepada kita melalui jalur para perawi, maka mereka menjadi fokus utama untuk mengetahui ke-shahih-an atau tidaknya suatu hadits. Karena itu pula, para ulama hadits amat memperhatikan para perawi. Mereka telah membuat berbagai persyaratan yang rinci dan pasti untuk menerima riwayat para perawi. Ini menunjukkan jauhnya pandangan para ulama hadits, lurusnya pemikiran mereka, dan kualitas metode yang mereka miliki. Berbagai persyaratan yang ditentukan terhadap para perawi dan syarat-syarat lain bagi diterimanya suatu hadits atau berita tidak pernah ada dan tidak pernah dijumpai pada agama apapun, bahkan hingga masa kini. Ilmu Rijal Hadits lahir bersama-sama dengan periwayatan hadits dalam Islam dan mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad. Ulama memberikan perhatian yang sangat serius terhadapnya agar mereka dapat mengetahui tokoh-tokoh yang ada dalam sanad. Ulama akan menanyakan umur para perawi, tempat mereka, sejarah mendengar ( i

Transcript of Makalah ilmu tentang para rawi fix

Page 1: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sudah menjadi fakta bahwa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai kepada kita

melalui jalur para perawi, maka mereka menjadi fokus utama untuk mengetahui ke-shahih-an

atau tidaknya suatu hadits. Karena itu pula, para ulama hadits amat memperhatikan para

perawi. Mereka telah membuat berbagai persyaratan yang rinci dan pasti untuk menerima

riwayat para perawi. Ini menunjukkan jauhnya pandangan para ulama hadits, lurusnya

pemikiran mereka, dan kualitas metode yang mereka miliki. Berbagai persyaratan yang

ditentukan terhadap para perawi dan syarat-syarat lain bagi diterimanya suatu hadits atau

berita tidak pernah ada dan tidak pernah dijumpai pada agama apapun, bahkan hingga masa

kini.

Ilmu Rijal Hadits lahir bersama-sama dengan periwayatan hadits dalam Islam  dan

mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad. Ulama

memberikan perhatian yang sangat serius terhadapnya agar mereka dapat mengetahui tokoh-

tokoh yang ada dalam sanad. Ulama akan menanyakan umur para perawi, tempat mereka,

sejarah mendengar ( belajar ) mereka dari para guru,disamping bertanya tentang para perawi

itu sendiri. Hal itu mereka lakukan demi mengetahui keshahihan sima’ yang dikatakan oleh

perawi dan demi mengetahui sanad-sanad yang muttashil dari yang terputus, yang mursal,

dari yang marfu’ dan lain-lain.

Banyak hal yang menyebabkan sejarah para periwayat hadits menjadi objek kajian dalam Ilmu

Rijal Al Hadits, diantaranya adalah :

1.      Tidak seluruh hadits tertulis pada zaman Nabi

i

Page 2: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

Hadits yang ada ditulis pada masa Nabi sangat minim sekali, padahal yang menerima

hadits sangat banyak orangnya. Hal ini menyebabkan banyaknya terjadi kekeliruan

dalam penyampaian hadits selanjutnya. Hadits yang disampaikan itu kadang dalam

penyampaiannya mengalami perubahan-perubahan redaksi sehingga menyebabkan

hadits tersebut menjadi rendah tingkatannya. Oleh karena itu dalam masalah ini

diperlukan pengetahuan tentang para perawi yang ada dalam tingkatan sanad untuk

menghindari kesalahan-kesalahan tersebut.

2.      Munculnya pemalsuan hadits

Hadits Nabi yang belum terhimpunn dalam suatu kitab dan kedudukan hadits yang

sangat penting dalam sumber keajaran Islam, telah dimanfaatkan secara tidak

bertanggung jawab oleh orang-orang tertentu. Mereka membuat hadits palsu berupa

pernyataan – pernyataan yang mereka katakana berasal dari Nabi, padahal Nabi sendiri

tidak pernah menyatakan demikian. Untuk itu Ilmu Rijal Hadits banyak membicarakan

biografi para periwayat hadits dan hubungan periwayat satu dengan periwayat lainnya

dalam periwayatan hadits agar menghindari terjadinya pemalsuan hadits.

3.      Proses penghimpunan hadits ( Tadwin )

Karena takut akan kehilangan hadits, maka pada masa khalifah diadakan pengumpulan

hadits dari seluruh daerah. Dalam melakukan penghimpunan hadits ini, diperlukan

pengetahuan tentang sejarah hidup para perawi sehingga dapat diketahui kualitas hadits

yang di himpun tersebut agar tidak terjadi ketercampuran antara hadits yang lebih baik

kualitasnya dari segi sanad dengan hadits maudu’ maupun hadits dhaif dalam

penghimpunan itu.

Inilah beberapa faktor yang menyebabkan di dalam Ilmu Rijal Hadits, sejarah para periwayat

menjadi objek kajian. Di sebabkan betapa pentingnya pengetahuan tentang periwayat dalam

hal-hal yang telah disebutkan diatas.

i

Page 3: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi rawi ?

2. Apa sajakah syarat-syarat diterimanya rawi ?

3. Apa sajakah gelar-gelar bagi para rawi ?

 

i

Page 4: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Rawi

٥٩٠الراوي في لغة : الذى يروي الحديث و نحوه) المنوز:

Kata rawi atau ar-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadits ( naqil al-

hadits).

Sebenarnya, sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-

sanad hadits pada tiap tabaqah-nya, juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi adalah

orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits. Akan tetapi, yang membedakan antara

rawi dan sanad terletak pada pembukuan atau pen-tadwin-an hadits. Orang yang menerima

hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin disebut perawi. Dengan

demikian, maka perawi dapat disebut mudawwin (orang yang membukukan dan menghimpun

hadits).

Salah satu contoh Rawi

حدثنا محمد بن معمر بن ربعي القيس، حدثنا أبو هشام المحزومي عن عبد الواحد وهو ابن زياد حدثنا عثمان بن حكيم حدثنا محمد ابن

المنكدر عن عمران عن عثمان بن عفان قال ؛ قال رسول الله صلي الله عليه و سلم ؛ من توضأ فأحسن الوضوء خرجت خطاياه من جسده

حتي تخرج من تحت أظفاره.)رواه مسلم(Artinya:

“ Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’i al-Qaisi, katanya telah menceritakan kepadaku Abu Hisyama al-Mahzumi dari Abu Al-Wahid yaitu Ibnu Ziyad, katanya telah menceritakan kepadaku ‘Utsman bin Hakim, katanya telah menceritakan kepadaku Muhammad al-Munqadir, dari ‘Amran, dari ‘Utsman bin Affan r.a. ia berkata” Barang siapa yang berwudu’ dengan sempurna (sebaik-baiknya wudu’), keluarlah dosa-dosanya dari seluruh badannya, bahkan dari bawah kukunya”(H.R. MUSLIM).

i

Page 5: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

Dari nama Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’il al-Qaisi sampai dengan ‘Utsman bin ‘Affan

ra. adalah sanad dari hadits tersebut. Mulai kata “man tawadha’a” sampai dengan kata “tahta

azhfarihi”, adalah matannya, sedangkan Imam Muslim yang dicatat diujung hadits

adalah perawinya, yang juga disebut mudawwin.

2. Syarat – Syarat Diterimanya Rawi

Jumhur imam hadits sepakat bahwa syarat bagi orang yang dapat dipakai hujjah riwayatnya

hendaklah adil dan dhabith atashadits yang diriwayatkannya. Perinciannya adalah, rawi

tersebut seorang muslim, baligh, berakal sehat, terbebas dari sebab-sebab kefasikan dan hal-

hal yang merusak muru’ah, benar-benar sadar dan tidak lalai, kuat hapalan bila hadits yang

diriwayatkanya berdasarkan hapalan, dan tepat menulis bila hadits yang diriwayatkannya

berdasarkan adalah tertulis. Dan apabila ia meriwayatkan hadits secara makna, maka

diisyaratkan baginya mengetahui kata-kata yang tepat seperti asalnya. Berikut ini penjelasan

satu per satu dari syarat diterimanya rawi diatas.

1. Keadilan (al – ‘Adalah)

Keadilan dapat dipastikan melalui salah satu dari dua hal: Pertama, bisa dengan ketetapan dua

orang yang adil, yaitu dua ulama ta’dil atau salah seorang dari mereka menetapkan

keadilannya.Kedua, bisa juga dengan ketenaran atau kepopuleran. Jadi, barangsiapa yang

popular dikalangan ahli ilmu dan banyak yang memujinya, hal itu sudah cukup. Tidak

diperlukan lagi penentuan adil baginya. Contoh imam-imam yang terkenal, seperti imam

madzhab yang empat, dua Sofiyan, al-Auza’i. Ibnu Abdil Barr berpendapat bahwa setiap

orang yang memiliki ilmu, dikenal perhatiannya terhadap ilmunya, maka ia telah menyandang

sifat adil hingga jelas (dijumpai adanya) jarh (cacat). Beliau beragumen dengan dalil, “Ilmu

ini akan dibawa oleh setiap orang yang mengikuti keadilannya, terhindar dari penyimpangan

i

Page 6: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

orang-orang yang dusta, meniru-niru orang yang bathil, dan penafsiran orang-orang yang

bodoh.” (HR. Ibnu ‘Adi dalam kitab Al-Kamil).

Faktor-faktor keadilan (al-‘adalah) adalah sebagai berikut :

1) Beragama Islam. Orang yng tidak beragama Islam tidak diterima kesaksianya.

2) Baligh. Hal ini karena merupakan suatu paradigma akan kesanggupan memikul tanggung jawab,

mengemban kewajiban, dan meninggalkan hal-hal yang dilarang.

3) Berakal sehat. Sifat ini harus dimiliki oleh seorang periwayat agar dapat berlaku jujur dan

berbicara tepat.

4) Takwa. Yaitu menjauhi dosa-dosa besar (fasiq) dan tidak membiasakan melakukan dosa-

dosa kecil.

5) Berperilaku yang sejalan dengan muru’ah (harga diri yang agamis) serta meninggalkan

hal-hal yang mungkin merusaknya; yakni meninggalkan segala sesuatu yang mungkin bisa

menjatuhkan manusia menurut tradisi masyarakat yang benar, seperti kencing di jalan,

mencaci maki atau menghina orang lain.

2. Kuat Hapalan (Dhabith)

Dhabith ialah sikap penuh kesadaran dan tidak lalai, kuat hapalan bila hadits yang

diriwayatkanya berdasarkan hapalannya. Benar tulisannya apabila haadits yang diriwayatkan

berdasarkan tulisannya. Rawi yang dhabith dapat diketahui melalui kesesuaian riwayatnya

dengan rawi tsiqah yang cermat. Jika riwayatnya itu lebih banyak yang sesuai dengan rawi-

rawi yang tsiqah, maka ia dhabith. Dan hal itu tidak rusak meskipun ada sedikit riwayatnya

yang menyelisihi mereka. Namun, jika banyak dari riwayatnya itu menyelisihi riwayat rawi-

rawi tsiqah, maka ke-dhabith-annya bisa hilang dan tidak bisa dijadikan hujjah. Bila pada

seseorang terkumpul dua sifat, ‘adil dan dhabith, maka Ia adalah hujjah dan haditsnya harus

diamalkan. Periwayat ini juga disebut tsiqah.

i

Page 7: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

Gelar-Gelar Keilmuan Bagi Para Perawi

1. Al Musnid, yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik ia

mengetahuinya atau tidak. Al musnid juga disebut dengan Al Thalib, Al Mubtadi, danAl

Rawi.

2. Al Muhaddits Menurut muhadditsin-muhadditsin mutaqaddimin, al-hafidz dan al-

muhaddits itu sama arti. Tetapi, menurut mutaakhkhirin, al-hafidz itu lebih khusus

daripada al-muhaddits. Kata At-Tajus Subhi, “Al-muhaddits ialah orang yang dapat

mengetahui sanad-sanad, illat-illat, nama-nama rijal (rawi-rawi), ali (tinggi), dan nazil

(rendah)-nya suatu hadits, memahami kutubus sittah: Musnad Ahmad, Sunan al-Baihaqi,

Majmu Thabarani, dan menghafal hadits sekurang-kurangnya 100 buah. Muhaddisin yang

mendapat gelaran ini antara lain Atha bin Abi Ribah (seorang mufti masyarakat Mekah,

wafat 115 H) dan Imam Az-Zabidi (salah seorang ulama yang mengikhtisharkan kitab

Bukhari-Muslim.”

3. Al Hafidz, yaitu sama dari al Muhaddits, menurut mayoritas ahli hadits. Al Hafidz lebih

tinggi derajatnya dari pada al Muhaddits, dengan sekiranya mengetahui apa yang ada

dalam tiap-tiap tingkatan itu lebih banyak dari apa yang diketahuinya. Gelar untuk ahli

hadits yang dapat menshahihkan sanad dan matan hadits dan dapat menta’dilkan dan

menjarhkan rawinya. Seorang al Hafidz harus menghafal hadits-hadits sahih, mengetahui

rawi yang waham (banyak purbasangka), illat-illat hadits, dan istilah-istilah para

muhaddits. Orang yang memadukan sifat-sifat muhaddits ditambah dengan banyaknya

hafalan dan banyaknya jalur agar dapat disebut al Hafidz. Al Hafidz adalah orang yang

menghafal 100.000 hadits baik dalam segi matan maupun sanadnya, meskipun dengan

jalur yang beragam, mengetahui yang shahih dan mengenal berbagai peristilahan yang

digunakan dalam buku hadits. Al Mizzy mengatakan, al Hafidz adalah orang yang

pengertiannya banyak dari pada yang tidak diketahuinya. Bila ia berhasil menghafal lebih

dari 100.000 hadits lengkap dengan sanadnya, maka ia mencapai julukan Hafidz Hujjah.

Para muhaddits yang mendapat gelar ini antara lain al Iraqi, Syarafuddin al Dimyathi,

Ibnu Hajar al Atsqalani, dan Ibnu Daqiqil Id.

4. Al-Hujjah, Yaitu gelar keahlian bagi para imam yang sanggup menghafal 300.000 hadits,

baik matan, sanad, maupun perihal si rawi tentang keadilannya, kecacatannya, dan

biografinya (riwayat hidupnya). Para muhaddits yang mendapat gelar ini antara lain ialah

Hisyam ibn Urwah (w. 146 H), Abu Hudzail Muhammad ibn Al Walid (w. 149 H), dan

Muhammad Abdullah ibn Amr (w. 242 H).

i

Page 8: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

5.  Al Hakim, yaitu orang yang mengetahui seluruh hadits yang pernah diriwayatkan, baik

dari segi sanad maupun matan, jarh (tercela)nya, ta’dil (terpuji)nya, dan sejarahnya. Setiap

rawi diketahui sejarah hidupnya, perjalanannya, guru guru, dan sifat sifatnya yang dapat

diterima maupun yang ditolak. Ia harus dapat menghafal hadits lebih dari 300.000 hadits

beserta sanadnya. Para muhaddits yang mendapat gelar ini antara lain Ibn Dinar (w. 162

H), Al Laits ibn Sa’ad, seorang mawali yang menderita buta di akhir hayatnya (w. 175 H),

Imam Malik (w. 179 H), dan Imam Syafi (w. 204 H).

6.   Amirul Mu’minin fi Al Hadits, Gelar ini sebenarnya diberikan kepada para khalifah

setelah Khalifah Abu Bakar r.a. Para khalifah diberikan gelar demikian mengingat

jawaban Nabi atas pertanyaan seorang sahabat tentang siapakah yang dikatakan khalifah,

bahwa khalifah ialah orang-orang sepeninggal Nabi yang sama meriwayatkan haditsnya.

Para muhaddits pada masa itu seolah-olah berfungsi khalifah dalam menyampaikan

sunnah. Mereka yang memperoleh gelar ini antara lain Syu’bah ibn Hajjaj, Sufyan al

Tsauri, Ishaq ibn Rahawaih, Ahmad ibn Hambal, Al Bukhari, Ad Daruquthni, dan Imam

Muslim. Julukan ini diberikan kepada orang yang populer pada masanya dalam bidang

hafalan dan dirayah hadits, sehingga menjadi tokoh dan imam pada masanya. Julukan ini

telah diberikan kepada orang-orang semisal Abdurrahman ibn Abdillah ibn Dzakwan al

Madany (Abu az Zanad), Syu’bah ibn Hajjaj, Sufyan al Tsauriy, Imam Malik ibn Anas,

Imam Bukhari, dan lain-lain. Mereka merupakan imam-imam hadits terkemuka, yang

mendapat kesaksian imam-imam besar dan mayoritas umat mengenai keimanan mereka

dan kedalaman mereka dalam bidang ini.

i

Page 9: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kata rawi atau ar-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadits ( naqil

al-hadits). sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-

sanad hadits pada tiap tabaqah-nya, juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi

adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits.

2. Syarat-syarat diterimanya rawi adalah sebagai berikut:

- Muslim

- Baligh

- Berakal sehat

- Adil (al-‘adalah)

- Kuat hafalan (dhabith)

3. Gelar-gelar keilmuan bagi para rawi adalah sebagai berikut:

- Al Musnid

- Al Muhaddits

- Al Hafidz

- Al-Hujjah

- Al Hakim  Amirul Mu’minin fi Al Hadits

i

Page 10: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

DAFTAR PUSTAKA

Al Khatib, Dr. Muhammad ‘Ajjaj, Ushul Al-Haditst Pokok-Pokok Ilmu Haditst, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2007.

Nurrudin, Dr. ‘itr, ‘Ulumul hadits. Damaskus:Darrul Fikr, 1995.

Rahman, fatchur, Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Yogyakarta: PT Alma’ Arif. 1968

http://bintumanshur.blogspot.com

i

Page 11: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

ILMU TENTANG PARA RAWI

Disusun Oleh:

1. Wa Uma

2. Wa Ode Iki

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

BAU-BAU

2015

i

Page 12: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Rawi...................................................................................... 4

2. Syarat-Syarat Diterimanya Rawi ....................................................... 5

3. Gelar-Gelar Keilmuan Bagi Para Perawi ........................................... 7

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan ........................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA

i

Page 13: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

KATA PENGANTAR

Dengan puji syukur kehadirat tuhan yang maha besar, saya selaku penulis merasa

gembira dan bahagia atas tersusunnya makalah Ilmu Tentang Para Rawi. Betapa maha

besarnya allah, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya, yang selalu memberikan

perlindungan, kasih sayang, dan berbagai ilmu pengetahuan sehingga penulis mampu

berkarya guna menopang kepentingan hidup bersama dalam dunia pendidikan.

Dengan segala kerendahan hati, saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat

dalam upaya meningkatkan prestasi.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata

Kuliah Ulumul Hadis. Penulis mengucapkan terimah kasih pada pihak-pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih

banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini.

Lombe, November 2015

Penulis

i

Page 14: Makalah ilmu tentang para rawi   fix

i